ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.A DENGAN DIAG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CAD POST CABG DI RUANG INTERMEDIATE BEDAH
Wulan Indriani
RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA
JAKARTA 2017
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep dasar CABG
A. Definisi CABG
Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yang
umum dilakukan pada pasien yang mengalami atherosclerosis dengan 3 atau lebih
penyumbatan pada arteri coroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left
Mean Artery Coroner (Chulay&Burns, 2006).
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu penanganan
intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat saluran
baru melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan
(Feriyawati, 2005)
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) merupakan salah satu penanganan
intervensi dari PJK. CABG adalah jenis tindakan operasi jantung yaitu dengan
membuat saluran baru melewati bagian arteri coronaria yang mengalami
penyempitan. Operasi Coronary Artery Bypass Graft pertama kali dilakukan di
Amerika Serikat pada tahun 1960, sedangkan penggunaan mesin jantung paru
sudah terlebih dahulu dilakukan pada tahun 1954 (Brunner&Suddarth, 2002)
Secara sederhana, CABG adalah operasi pembedahan yang dilakukan dengan
membuat pembuluh darah baru atau bypass terhadap pembuluh darah yang
tersumbat sehingga melancarkan kembali aliran darah yang membawa oksigen
untuk otot jantung yang diperdarahi pembuluh tersebut.
B.Tujuan CABG
a. Coronary Artery Bypass Grafting bertujuan untuk revaskularisasi aliran arteri
koronari akibat adanya penyempitan atau sumbatan ke otot jantung.
b. Mencegah terjadinya iskemia yang luas
c. Meningkatkan kualitas hidup
d. Meningkatkan toleransi aktifitas
e. Memperpanjang masa hidup
C.Indikasi CABG
Indikasi CABG menurut AHA:
a. Indikasi CABG tanpa gejala / angina ringan.
1) Kelas I :
a) Stenosis Left Mean Coronaty Artery yang signifikan.
b) Left mean equivalen (stenosis signfikan 70% dari LAD proximal dan
LCX proximal).
c) Three Vessel Desease ( angka harapan hidup lebih besar dengan
fungsi LV EF 50%).
2) Kelas II
a) Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease.Akan
menjadi kelas satu jika terdapat iskemia berdasarkan pemeriksaan non
invasive atau LV EF 50%.
b) Satu atau dua vessel disease tidak pada LAD. Bila terdapat didaerah
miocardium variabel yang besar berdasar kriteria resiko tinggi dari
hasil pemeriksaan non invasive akan menjadi kelas satu.
b. Indikasi CABG untuk angina stabil.
1) Kelas I
a) Stenosis Left Mean Coronary Artery yang signfikan.
b) Left Mean Equivalen stenosis 70% dari LAD proximal dan
LCX proximal.
c) Three vessel disease (dengan harapan hidup lebih besar
dengan fungsi LV terganggu misalnya LV EF 50%)
d) Two vessel disease dengan stenosis LAD proximal LV EF
50% atau terdapat iskemic pada pemeriksaan non invasive.
e) Satu atau dua vessel desease LAD yang signfikan tetapi
terdapat daerah miokardium variabel yang besar dan
termasuk kriteria cukup tinggi dari pemeriksaan non
invasive.
f) Angina refraktur terhadap pengobatan yang maksimal.
2) Kelas II
a) Stenosis LAD proximal dengan satu vessel disease.
b) Satu atau dua vessel desease tanpa stenosis LAD proximal yang
signfikan.
3) Kelas III
a) Satu atau dua vessel desease tanpa LAD yang signfikan.
b) Stenosis coronary pada ambang batas (50-60% diameter pada lokasi
non Left Mean Artery) dan tidak terdapat iskemic pada pemeriksaan
non invasive.
c. Indikasi CABG untuk Unstable Angina / Non Q Wave MI.
1) Kelas I
a) Stenosis Left Mean Coronary yang signfikan.
b) Left Mean Equivalen.
c) Iskemic yang mengancam dan tidak responsive terhadap terapi non
bedah yang maksimal.
2) Kelas IIA.
Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease
3) Kelas IIB
Satu atau dua vessel desease tidak pada LAD.
d. Indikasi CABG pada ST Segmen elevation Q wave MI
1) Kelas I
2) Kelas IIA
Iskemic yang mengancam atau infark yang tidak responsive pada terapi
non bedah yang maksimal.
3) Kelas IIB
a) Gagal pompa ventrikel kiri yang progresif dengan stenosis koroner
yang mengancam daerh miokardium.
b) Untuk referfusi untuk jam-jam pertama (6-12 jam pada STEMI)
4) Kelas III
Untuk referfusi primer lambat (>12 jam) pada STEMI tanpa iskemic
yang mengancam.
e. Indikasi CABG pada fungsi ventrikel kiri yang buruk.
1) Kelas I
a) Stenosis Left Mean Coronary Artery yang signfikan.
b) Left Mean Equivalen: Stenosis signfikan 70% dari LAD proximal dan
LCX proximal.
c) Stenosis LAD proximal dengan dua atau tiga vessel desease .
2) Kelas II
Fungsi
LV
yang
memburuk
terevascularisasi tanpa adanya
dengan
area
miokardium
viable
perubahan atau kelainan anatomis.
3) Kelas III
Fungsi LV buruk tanpa adanya tanda dan gejala iskemic intermitten dan
tanpa adanya daerah miokardium yang viable dan terevascularisasi.
f. Indikasi CABG pada Aritmia ventrikel yang mengancam jiwa.
1) Kelas I
a) Stenosis pada Left Mean Coronary Artery.
b) Three vessel desease.
2) Kelas IIA
a) Satu atau dua vessel desease yang bisa dilakukan bypass.
Akan menjadi kelas satu bila terdapat iskemic berdasarkan
pemeriksaan non invasive atau LV EF 100x/ menit.
b) AF dengan respon ventrikel normal: Laju ventrikel 60- 100x/menit.
c) AF dengan respon ventrikel lambat: Laju ventrikel 116 ms) atau pada sinyal
rata-rata (> 140 ms) EKG dan transfusi darah sebelum operasi.
Umur konsisten faktor independen yang paling sangat terkait dengan POAF.
Untuk
setiap
dekade
ada
peningkatan
75%
dalam
kemungkinan
mengembangkan POAF dan berdasarkan usia saja, siapa pun yang lebih tua
dari 70 tahun dianggap berisiko tinggi untuk mengembangkan AF. Dimana
terkait di atrium seperti dilatasi , atrofi otot, dan konduksi menurun dapat
menjelaskan hubungan yang kuat.Penyakit katup jantung yang terjadi
bersamaan juga berhubungan dengan takiaritmia atrial pasca operasi. Tidak
jelas apakah ini karena kompleksitas tambahan prosedur bedah yang
diperlukan atau penyakit katup itu sendiri. Baik tingkat iskemia maupun
luasnya penyakit arteri koroner adalah prediktor yang konsisten dari
takiaritmia atrium pasca operasi.
Ketika beta-blocker dilanjutkan atau dimulai pasca operasi, risiko POAF
secara signifikan berkurang 51-68%. Penggunaan obat adrenergik merupakan
faktor risiko independen untuk AF pasca CABG.
b.Intraoperatif
Ventilasi
mekanis
berkepanjangan,
hipokalemia,hypomagnesemia.
peningkatan
aorta
lintas
iskemia
atrium,
Ada data yang bertentangan apakah
penjepit
dan
cardiopulmonary
memotong
peningkatan waktu POAF.
c.Pascaoperasi
Sebuah substudi dari Atrial Fibrillation Suppression Percobaan II (AFIST)
menunjukkan bahwa pasien yang mengembangkan pasca operasi AF
menerima 1,3 L lebih cair daripada mereka yang tidak pasca operasi AF
selama 5 hari pasca operasi. keseimbangan cairan Net pada pasca operasi hari
2 adalah prediktor independen dari posting -CTS AF antara pasien
amiodaron-naif (OR 6,4; 95% CI 1,4-29,1). yang dicatat karena sebagian
besar pasca-CTS AF terjadi pada hari ini.
Karakteristik yang belum diidentifikasi secara konsisten sebagai faktor risiko
independen termasuk hipertensi, disfungsi ventrikel kiri, angina pectoris, dan
penyakit noncardiac.
5.Mekanisme dan patofisiologi Atrial Fibrilasi post operasi(CABG)
Mekanisme yang mendasari terlibat dalam pengembangan POAF adalah
multifaktorial dan untuk saat jauh dari sepenuhnya dijelaskan. Namun, beberapa
mekanisme penyebab telah diusulkan yang mencakup peradangan pericardial,
produksi berlebihan dari katekolamin, ketidakseimbangan otonom selama periode
pasca-operasi, dan mobilisasi cairan interstitial dengan perubahan yang dihasilkan
dalam volume, tekanan, dan lingkungan neurohumoral .
Faktor-faktor ini mungkin mengubah refractoriness atrium dan konduksi atrial
lambat. Beberapa wavelet re-entry yang dihasilkan dari dispersi refractoriness
atrium tampaknya menjadi mekanisme elektrofisiologi dari POAF . Namun, satu
pertanyaan penting
mengapa ada kerentanan antarindividu untuk POAF.
Setidaknya satu jawaban yang mungkin adalah bahwa pasien dengan substrat
struktural sebelum operasi dan dengan demikian rentan terhadap atrium listrik
masuk kembali lebih rentan terhadap gangguan fisiologis yang dihadapi dalam
periode pasca-operasi. Penjelasan alternatif adalah bahwa substrat ini dibuat
sebagai hasil dari prosedur bedah itu sendiri. Memang mungkin bahwa perubahan
fisik dari struktur jantung yang dihasilkan dari sayatan dari atrium atau iskemia
perioperatif mungkin meningkatkan kerentanan jantung gangguan irama .Hal ini
juga diketahui bahwa aktivasi neurohormonal meningkatkan kerentanan terhadap
POAF. Peningkatan aktivasi simpatis dan parasimpatis mengubah refrakter atrial
(misalnya, pemendekan periode refrakter efektif atrium), sehingga mungkin
berkontribusi terhadap substrat aritmia . Telah dilaporkan oleh Hogue dkk. bahwa
pasien mengembangkan POAF memiliki RR selang variabilitas tinggi atau lebih
rendah, menunjukkan bahwa peningkatan tonus simpatik atau vagal terjadi
sebelum onset aritmia. Temuan ini menunjukkan bahwa intervensi yang akan
mempengaruhi kedua sistem saraf simpatis dan parasimpatis mungkin bermanfaat
dalam menekan aritmia pasca-operasi ini. Semakin banyak bukti bahwa inflamasi
berperan penting dalam patogenesis POAF.
Dua studi terbaru menunjukkan bahwa inflamasi dapat mengubah konduksi
atrium, memfasilitasi re-entry dan kemudian predisposisi untuk pengembangan
POAF . Hal ini juga diketahui bahwa sirkulasi extracorporeal ditandai dengan
respons inflamasi sistemik, yang mungkin sebagian bertanggung jawab atas
terjadinya POAF.Telah dilaporkan baru-baru ini bahwa leukositosis, yang
biasanya ditemui pada hari-hari setelah cardiopulmonary bypass, adalah prediktor
independen untuk terjadinya POAF.
Obesitas dikaitkan dengan persyaratan yang lebih tinggi curah jantung, massa
ventrikel kiri yang lebih tinggi, dan lebih besar ukuran atrium kiri . Faktor-faktor
ini mungkin predisposisi perkembangan POAF. Selain proses tersebut,
mekanisme patofisiologis lain juga mungkin melakukan intervensi sebagai faktor
yang berkontribusi dalam pengembangan POAF, termasuk kelebihan beban
volume , predisposisi genetik dinilai oleh interleukin-6 promotor varian gen ,
perubahan dalam stres oksidatif atrium , dan peningkatan ekspresi kesenjanganjunctional protein connexin .
Banyak penelitian telah mengevaluasi efektivitas intervensi farmakologis dan
nonfarmakologis untuk mencegah atau mengurangi tingginya insiden POAF.
Pedoman baru-baru ini untuk pencegahan dan pengelolaan POAF diterbitkan pada
tahun 2006 bersama oleh American College of Cardiology, AHA, dan European
Society of Cardiology .
6.Pencegahan Atrial Fibrilasi post operasi (CABG)
a. Beta blocker
Karena sistem saraf otonom memainkan peran utama dalam patofisiologi
pasca CABG AF, beta blockers telah banyak dipelajari dalam pencegahannya.
Dalam satu studi beta-blocker memiliki besarnya terbesar dari efek di 28
percobaan (4074 pasien) dengan rasio odds (OR) 0,35, 95% CI 0,26-0,49. Di
lain meta-analisis dari 24 percobaan terbatas pasien dengan fraksi ejeksi>
30% mengalami CABG, profilaksis beta-blocker yang terkait dengan
perlindungan terhadap takikardia supraventricular dengan OR 0,28, 95% CI
0,21-0,36.
b. Sotalol
Dalam meta-analisis dari 14 percobaan termasuk 2.583 pasien yang
dibandingkan beta blocker atau plasebo, sotalol ditemukan lebih efektif dalam
mengurangi POAF dari beta-blocker atau plasebo.
c. Amiodaron
Dalam uji coba secara acak termasuk 124 pasien yang menjalani operasi
jantung kompleks, amiodaron diberikan secara oral minimal 1 minggu
sebelum operasi secara signifikan mengurangi kejadian POAF, dari 53% pada
kelompok plasebo 25% pada kelompok perlakuan (P = 0,003). Dalam
Pengurangan Amiodarone di Jantung Koroner (ARCH) percobaan, pemberian
intravena pasca operasi dari amiodarone dikaitkan dengan insiden lebih
rendah POAF (35%) dibandingkan dengan kelompok plasebo (47%) (P =
0,01).
d. Atrial Pacing
Pacing profilaksis telah diteliti di sejumlah uji coba. Meta-analisis dari uji
klinis telah secara konsisten menunjukkan bahwa single atau dual-situs atrium
pacing secara signifikan mengurangi risiko POAF onset baru. Dalam uji coba
secara acak,pacing overdrive biatrial pada pasien yang menjalani CABG itu
terbukti lebih efektif dalam mencegah POAF dibandingkan single-situs
atrium pacing (12,5% vs 36%). Namun, percobaan ini termasuk sejumlah
kecil pasien dan memiliki keterbatasan yang signifikan. Efek samping utama
adalah potensi efek proarrhythmic.
e. Calcium channel blockers
Sebuah meta-analisis ini menunjukkan bahwa kalsium-channel blockers
mengurangi risiko takiaritmia supra-ventrikel (OR 0,62; 95% CI 0,41-0,93).
Namun, dalam beberapa studi, penggunaan perioperatif obat ini dikaitkan
dengan peningkatan insiden AV blok dan sindrom output yang rendah, karena
chronotropic negatif dan efek inotropik. Pada pasien yang menjalani CABG,
penggunaan diltiazem mengurangi kejadian AF pasca bedah oleh 50-74%
dibandingkan dengan plasebo.
f. Magnesium
Sebuah meta-analisis menyimpulkan bahwa pemberian magnesium efektif
untuk mengurangi POAF dengan khasiat mirip dengan obat antiaritmia
umum. Meta-analisis menunjukkan magnesium untuk mengurangi risiko
POAF oleh 23-36%. Namun, studi termasuk dalam analisis ini termasuk
sejumlah kecil pasien, dan desain bervariasi antara studi yang berbeda,
sehingga membatasi interpretasi hasil.
g. Statins
Penelitian prospektif acak Atorvastatin untuk mengurangi disritmia miokard
setelah operasi jantung (ARMYDA-3) telah menunjukkan bahwa pengobatan
dengan atorvastatin 40 mg / hari mulai 7 hari sebelum operasi jantung elektif
bawah cardiopulmonary bypass dan dilanjutkan pada periode pasca operasi
secara signifikan mengurangi terjadinya . dari POAF sebesar 61% .Statin
telah terbukti mengurangi inflamasi pada pasien dengan penyakit arteri
koroner; dan dengan demikian manfaat teoritis untuk mengurangi peradangan
pasca operasi sebagai penyebab potensial POAF. Ketika teori diperiksa
ditemukan untuk menjadi berguna dalam pencegahan POAF.
h. Asam lemak tak jenuh ganda N-3
Dalam uji coba terkontrol secara acak dari 160 pasien yang menjalani CABG
elektif, suplementasi PUFA secara signifikan mengurangi kejadian POAF
oleh 65% dibandingkan kontrol, efek yang mirip dengan yang diperoleh
dengan beta-blocker, sotalol, atau amiodaron (OR 0,35; 95% CI 0.16- 0,76).
The modulasi connexin jantung mungkin mekanisme berkontribusi terhadap
efek antiaritmia suplemen minyak ikan. Selanjutnya, pada populasi umum,
konsumsi ikan, menginduksi konsentrasi PUFA plasma tinggi, telah dikaitkan
dengan kejadian yang lebih rendah dari AF dalam studi tindak lanjut 12
tahun.
i. Agen anti-inflamasi
Dalam uji coba terkontrol secara acak penulis menyimpulkan bahwa obat
anti-inflamasi nonsteroid efektif secara signifikan mengurangi kejadian AF
setelah CABG. Namun, risiko terhadap rasio manfaat dari strategi profilaksis
seperti masih belum jelas, mengingat nefrotoksisitas mereka.
Dalam
percobaan hidrokortison multicenter lain terbukti bermanfaat dalam
mengurangi kejadian POAF dalam 84 jam pertama.
7.Penatalaksanaan Atrial Fibrilasi post operasi CABG
Sebelum memulai pengobatan AF, yang mendasari komorbiditas medis seperti
ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, PPOK harus ditangani. AF telah dikaitkan
dengan stres fisiologis, obat, emboli paru, penyakit paru-paru kronis,
hipertiroidisme, kafein, proses infeksi, dan berbagai gangguan metabolisme. AF
juga telah dikaitkan dengan obesitas, dan fenomena ini tampaknya dimediasi oleh
dilatasi atrium kiri.
Pengobatan AF pasca CABG termasuk penggunaan obat-obatan dan kardioversi
listrik. Obat dapat berfungsi untuk mencapai kontrol tingkat atau kontrol ritme .
Menurut sebuah studi yang dilakukan untuk mempelajari tingkat kontrol terhadap
kontrol ritme ditemukan bahwa yang terakhir ini lebih menguntungkan karena
waktu turun menjadi kardioversi, pemeliharaan berkepanjangan ritme sinus, dan
penurunan panjang rumah sakit tinggal secara keseluruhan.
Beta-blocker adalah obat pilihan, terutama pada pasien dengan penyakit jantung
iskemik. Harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan asma, PPOK,
gagal jantung kongestif dan AV blok konduksi, di antaranya mereka relatif
kontraindikasi. Di antara calcium channel blockers, verapamil dan diltiazem dapat
digunakan. Digoxin kurang efektif bila nada adrenergik tinggi tetapi dapat
digunakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Amiodarone juga dapat
digunakan dan juga dikenal untuk meningkatkan status hemodinamik bila
digunakan secara intravena.
Indikasi Cardioversion- listrik untuk melakukan kardioversi listrik pada pasien
dengan AF pasca CABG adalah ketidakstabilan hemodinamik, iskemia miokard,
kegagalan pompa akut dan pemulihan elektif irama sinus normal setelah upaya
farmakologis gagal. Kardioversi dapat dikaitkan dengan tromboemboli jika POAF
hadir selama lebih dari 48 jam. Pedoman untuk antikoagulasi pada pasien pasca
bedah tidak jelas.
Pencegahan tromboemboli: AF setelah CABG menimbulkan peningkatan risiko
kecelakaan serebrovaskular dalam bentuk stroke. Namun, risiko menggunakan
antikoagulan pada periode pasca operasi dapat menyebabkan peningkatan risiko
perdarahan dan tamponade jantung mungkin. Jauh lebih besar daripada manfaat
terutama pada pasien dengan usia lanjut, riwayat perdarahan dan hipertensi yang
tidak terkontrol. Antikoagulan dapat digunakan untuk episode berkepanjangan
dan
atau sering AF dan direkomendasikan oleh American College of Chest
Physicians pada pasien dengan riwayat stroke dan serangan iskemik transien (30
hari setelah kembalinya sinus ritme). Antikoagulasi harus dipertimbangkan pada
pasien 75 tahun atau lebih tua dan pasien dengan faktor risiko untuk stroke,
sementara agen antiplatelet mungkin berguna pada pasien yang lebih muda,
subkelompok di antaranya antikoagulan merupakan kontraindikasi, dan pada
pasien dengan risiko rendah stroke.
TINJAUAN KASUS
1. RIWAYAT DATANG
Unit Rawat
: IWB
Tiba di Unit (Tanggal/ Jam) : 19 April 2016 Jam 10.37
Tanggal Assesmen/ Jam
: 19 April 2016 Jam 11.00
Nama
: Tn. A
Umur
: 69 tahun
Pendidikan
: Universitas
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Jl.Gunung raya No.17 RT 03/RW 01 Cirendeu
Tangerang selatan
Berat badan/Tinggi badan
: 71Kg/165 cm
Diagnosa Medis
: CAD 3 VD EF 32 %+LM,Riwayat stroke tahun
2000
Tindakan Medis
: Post CABG 3x LIMALAD,SVGOM,SVG
PDA tanggal 20/04/16
2. ASESSMEN AWAL
a. Pre Operasi
Saat dilakukan pengkajian,kesadaran pasien komposmentis,keadaan umum sedang
, keluhan nyeri tidak ada.Pasien mengatakan takut untuk tindakan operasi yang
akan dilakukan.Pasien mengatakan semalam tidak bisa tidur .
b.Post Operasi
Saat dilakukan pengkajian,kesadaran pasien komposmentis,keadaan umum sedang
disertai keluhan nyeri pasien secara verbal. Secara nonverbal didapat ekspresi
wajah pasien tampak kesakitan. Pengkajian nyeri secara verbal pada pasien
dengan menggunakan skala nyeri VAS skor nyeri : 5/10.Pasien mengatakan
keluhan nyeri bertambah setelah tindakan aff drain,EKG di monitor berubah
awalnya sinus rhytm menjadi Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respon
Riwayat AF sebelumnya tidak ada. Riwayat Alergi
3. Riwayat Kesehatan
: tidak ada
:
a. Pasien masuk ke RS ruang intermediate bedah pada tanggal 19 April 2016
untuk direncanakan operasi CABG tanggal 20/04/2016.
b. Riwayat stroke tahun 2000,riwayat gastritis tidak ada.
c. Faktor Resiko : Hipertensi (+),Diabetes Melitus(-)
d. Masalah selama intra operasi: tidak ada
e. Masalah di ICU : Tekanan darah cenderung tinggi,Pasien diekstubasi tanggal
20/04/16 Jam 06.00
f. Masalah IWB : AFRVR(Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respon)
4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Sistem Kardiovaskuler
Tanda-tanda vital(pre operasi) :
Tekanan darah saat pengkajian (pk.11.05) 159/96 mmHg, HR
59x/menit,
MAP 80, RR 20 x/menit, saturasi oksigen 100%,nadi teraba kuat akral hangat,
suhu 35,8 C capillary refill 2 detik, bunyi jantung I-II normal, tidak ada
murmur dan gallop. Pulsasi arteri carotis kuat.
Tanda-tanda vital(post operasi) :
Tekanan darah saat pengkajian (pk.08.05) 139/79 mmHg, HR
120-130
x/menit, MAP 75, RR 24 x/menit, saturasi oksigen 100%,nadi teraba kuat akral
hangat, suhu 36,5 C capillary refill 2 detik, bunyi jantung I-II normal, tidak
ada murmur dan gallop. Pulsasi arteri carotis kuat.
b. Sistem Pernafasan
Pre operasi : Saat ini pasien spontan. Auskultasi suara napas vesikuler, tidak
ada ronchi dan wheezing. Saturasi O2 100 %. Saat ini tidak ada reflek batuk.
AGDA tanggal 29/03/16 alkalosis respiratorik murni.
Post operasi : Saat ini pasien menggunakan oksigen binasal 3 liter/menit.
Auskultasi suara napas vesikuler, tidak ada ronchi dan wheezing. Saturasi O2
100 %. Saat ini ada reflek batuk,sputum jumlah sedikit warna jernih, encer.
AGDA tanggal 20/04/16 dalam batas normal.
c. Sistem Persyarafan
Pre operasi :Saat ini pasien dengan kesadaran komposmentis,dengan. GCS
4/6/5. Pasien tidak mengalami kejang dan tidak ada kelemahan atau parese.
Post operasi: Saat ini pasien dengan kesadaran komposmentis,dengan. GCS
4/6/5. Pasien tidak mengalami kejang dan tidak ada kelemahan atau parese
d. Sistem Indera
Pre operasi :Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada trauma
pada hidung, tidak ada epistaksis.
Post operasi: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada trauma
pada hidung, tidak ada epistaksis
e. Sistem Gastrointestinal
Pre operasi: Pasien tidak ada masalah pada mulut dan tenggorokan. Pasien
tidak ada distensi pada perut. Peristaltik usus terdengar baik.Tidak ada masalah
pada hepar,lien dan ginjal. Tidak ada hepatomegaly, asites, mual (-), muntah(-).
Post operasi: Pasien tidak ada masalah pada mulut dan tenggorokan. Pasien
tidak ada distensi pada perut. Peristaltik usus terdengar masih sangat lemah.
Tidak ada masalah pada hepar,lien dan ginjal. Tidak ada hepatomegaly, asites,
mual (-), muntah(-)
f. Sistem Perkemihan
Pre operasi : Pasien tidak terpasang dower kateter.
Post operasi : Pasien masih menggunakan selang kateter nomor 16. Produksi
urine ½ cc/KgBB/jam. Tidak tampak tanda-tanda infeksi pada area
pemasangan kateter
g. Sistem Integument
Pre operasi :Turgor kulit elastis. Kulit berwarna sawo matang, asianotik. Tidak
terdapat ruam-ruam kemerahan pada kulit. Suhu tubuh 36 derajat Celsius
Post operasi :Turgor kulit elastis. Kulit berwarna sawo matang, asianotik.
Tidak terdapat ruam-ruam kemerahan pada kulit. Suhu tubuh 36,2 derajat
Celsius. Kuku warna kemerahan, bersih, tidak ada sianosis. Terdapat luka
operasi di sternum vertical kurang lebih 10 cm tertutup kasa.Terdapat luka post
graft di kedua tungkai.Pasien terpasang central vena line di vena subclavia
sinistra dengan line Nacl 0,9 % 1 kolf/24 jam wire pacemaker lokasi di
ventrikel kanan. Tidak terdapat tanda infeksi pada area insersi pemasangan
alat-alat invasif tersebut.
h. Sistem musculoskeletal
Pre operasi : Bentuk kepala normal. Pasien masih dalam kondisi baik, posisi
semifowler. Ekstremitas motorik atas bawah kondisi baik dan ada pergerakan.
Pasien tidak ada kelemahan/parese.
Post operasi :
Bentuk kepala normal. Pasien masih dalam kondisi bedrest,
posisi semifowler. Ekstremitas
pergerakan. Pasien
motorik atas bawah kondisi baik dan ada
tidak ada kelemahan/parese.Tampak edema pada
ektremitas bawah.
i. Psikologis
Pre operasi :Saat ini pasien tampak cemas dan orientasi penuh
Post operasi : Saat ini pasien tampak tenang, dan orientasi penuh
j. Terapi yang diberikan
Pre operasi :
Nama obat
Dosis
Cara pemberian
Waktu
Furosemide
Concor
Ramipril
Micardis
1x40 mg
1x2,5 mg
1 x 5 mg
1x40 mg
P.O(Per Oral )
P.O(Per Oral )
P.O(Per Oral )
P.O(Per Oral )
Jam 06.00
Jam 07.00
Jam 19.00
Jam 20.00
Post operasi
Nama Obat
Dosis
Cara Pemberian
Waktu
Captopril
3x12,5 mg
P.O(Per Oral)
pemberian
Jam06.00-13.00-
P.O(Per Oral)
19.00
Jam 06.00-13.00-
P.O(Per Oral)
P.O(Per Oral)
IV( intra vena)
P.O(Per Oral)
P.O(Per Oral)
P.O(Per Oral)
19.00
Jam 06.00-18.00
Jam 07.00
Jam 06.00-18.00
Jam 13.00
Jam 06.00-18.00
Jam 06.00-13.00-
Laxadine Syr
3xCI
Ranitidin
Bisoprolol
Furosemide
Aptor
Ondansentron
Paracetamol
2x150 mg
1x1,25 mg
2x20 mg
1x100 mg
2x80 mg
3x1 gr
19.00
5. Skrining Gizi :
Pre operasi :Pasien tidak mengalami penurunan berat badan yang dalam 6 bulan
terakhir .Pasien
tidak mengalami penurunan nafsu makan/kesulitan menerima
makanan. Pasien memiliki diagnose khusus selain jantung.Skor gizi : 0,BB : 71
kg, TB : 165 cm
Post operasi : Pasien tidak mengalami penurunan berat badan yang dalam 6 bulan
terakhir .Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan/kesulitan menerima
makanan. Pasien memiliki diagnose khusus selain jantung.Skor gizi : 0,BB : 71
kg, TB : 165 cm
6. Status Fungsional :
Pre operasi : Sesuai format pengkajian fungsional Barthel index : kategori pasien
mandiri dengan skor 95
a. Pasien dapat
mengendalikan rangsang defekasi (kontrol BAB) secara
mandiri.Skor 10
b. Pasien dapat mengendalikan rangsang kemih. Skor 10
c. Pasien dalam membersihkan diri atau personal hygiene(cuci muka,sisir
rambut,gosok gigi) dapat dilakukan mandiri .Skor 10
d. Pasien
dalam
penggunaan
toilet
masuk/keluar
(melepas
pakai
celana,menyeka,menyiram)dapat dilakukan mandiri.Skor 10
e. Pasien dapat makan secara mandiri.Skor 10
f. Pasien dapat pindah tempat dari kursi ke tempat tidur secara mandiri. Skor 10
g. Pasien mampu mobilisasi berjalan secara mandiri.Skor 10
h. Pasien dalam berpakaian dilakukan secara mandiri.Skor 10
i. Pasien dibantu sebagian dalam naik turun tangga.Skor 5
j. Pasien dalam mandi dilakukan secara mandiri.Skor 10
Post operasi :
-Personal hygiene : dibantu total skor =0
-Mandi : dibantu total,skor = 0
-Makan : dibantu sebagian ,skor =5
-Toileting : dibantu total,skor =5
-Menaiki tangga: dibantu total,skor =0
-Memakai pakaian,dibantu sebagian,skor = 5
-BAB ,dibantu sebagian,skor=5
-BAK,dibantu total,skor =0
-Ambulasi,dibantu sebagian,skor =5
-Transfer kursi-Tempat tidur:dibantu sebagian,skor=5
Total skor =30,Pasien dengan kategori dibantu sebagian.
7.Skrining Resiko Jatuh:
Modifikasi Ann Hendrich
Pre operasi :
a. Disorientasi. Skor 0
b. Gangguan gaya berjalan. Skor 0
c. Riwayat jatuh dalam 12 bulan terakhir : Skor 0
d. Obat-obatan beresiko tinggi,skor 2
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan.skor :1
f. Pusing/vertigo,skor : 0
Total skor risiko jatuh : 3 (rendah)
Post Operasi :
a. Disorientasi. Skor 0
b. Gangguan gaya berjalan. Skor 0
c. Riwayat jatuh dalam 12 bulan terakhir : Skor 0
d. Obat-obatan beresiko tinggi,skor 2
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan.skor :1
f. Pusing/vertigo,skor : 0
Total skor risiko jatuh : 3 (rendah)
8. Kebutuhan komunikasi dan edukasi:
a. Fungsi bicara pasien normal
b. Bahasa sehari-hari yang digunakan : bahasa Indonesia dan bahasa daerah,tidak
perlu penterjemah, tidak menggunakan bahasa isyarat
c. Pasien tidak mengalami hambatan belajar secara fisk, budaya maupun bahasa
d. Pasien perlu diberikan edukasi mengenai obat-obatan, nutrisi setelah
operasi,cara batuk efektif,perawatan luka, manajemen nyeri dan program
rehabilitasi paska operasi.
9. Psiko -sosial- ekonomi- spiritual
a. Pasien dalam keadaan sadar
b. Pasien tidak bekerja menggunakan jaminan perawatan dengan JKN mandiri
c.
Saat ini pasien membutuhkan bimbingan rohani islam, informasi tentang
kondisinya saat ini dan berada di samping keluarga.
10. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Electrocardiogram (20/04/ 2016 Jam 00.13)
EKG pre op : Irama : Regular, HR 51 x/mnt, gelombang P ada,interval PR
0,16 detik , QRS durasi 0,12 detik, terdapat depresi ST dan Gelombang T
inverted di V5-V6,terdapat gelomban Q di V1 dan V2 . Kesan sinus rhytm
dengan LBBB.
EKG post op (23/04/16 jam 16.30) : Irama : Iregular, HR 120-130 x/mnt,
gelombang P tidak ada ,PR tidak ada, QRS durasi 0,08 detik,
terdapat
depresi ST dan Gelombang T Segmen inverted di V5-V6.Kesan Atrial
Fibrilasi Rapid Ventrikel Respon
b. Echocardiogram (07/01/2016)
LV
dilatasi.Kontraktilitas
35%.Hipokinetik
global
berat
diastolic,kontraktilitas
RV
RV
menurun
basal-mid
normal,MR
dengan
EF
30-
anteroseptal.Disfungsi
mild.Echokardiogram
post
operasi(26/4/16) : EF: 26%,EDD 57,ESD 50,TAPSE 1,4 cm,PE (-)
c. Hasil kateterisasi jantung (RS Binawaluya)
LM : Stenosis non significant proksimal-distal
LAD
:
Stenosis
difus
osteal
hingga
mid
dengan
stenosis
60-
80%,kalsifikasi(+)D1 stenosis difus dengan stenosis 70-90%.
LCx : Stenosis 90% bifurcatioLcx-OM1,stenosis 90% pada OM1.
RCA : Stenosis 90% pada osteal RPDA dan RPL1
Kesan : Ireguler CAD
d. Hasil Foto Toraks (29/03/2016)
CTR 54%.Apeks tertanam, segmen pulmonal menonjol.Mediastinum superior
tidak melebar.Aorta elongasi ,kalsifikasi.
Paru : hilus kanan dilatasi.Vaskuler paru meningkat.Parenkim paru dalam
batas normal.Sinus costofrenikus dan diafragma baik. Tulang dan soft tissue
baik. Kesan : kardiomegali ec MI-MS,PH. Pulmo dalam batas normal.Aorta
kalsifikasi elongasi.
e. Hasil MSCT ( 22 Desember 2015)
-Terdapat plak lunak di distal Left main dengan stenosis 50%
- Terdapat plak lunak di proksimal dan mid LCx dengan stenosis masingmasing 40%
- Terdapat plak padat di LAD,LCx,dan RCA non significant stenosis
f. Hasil MRI ( 3 Februari 2016)
-
Menurunnya fungsi sistolik LV dengan LVEF 24,5%
-
Menurun fungsi sistolik RV dengan RVEF 37,1 %
-
Hipokinetik
berat
di
bagian
bawah-mid
anteroseptal,apicoseptal.
Hipokinetik sedang di segmen lain.
-
Hipoperfusi
sedang
di
mid
anterior,mid
anteroseptal,mid
inferoseptal,apicoseptal,apicoinferior.Hipoperfusi ringan di segmen lain.
-
1lateral,bawah-mid inferoseptal,bawah-apicoinferior.
-
Jaringan parut di mid anteroseptal,diperkirakan volumenya 15 %
g. Hasil Vaskuler Duplex Sonography Ektremitas bawah (31/3/2016)
Plaque stabil pada arteri femoralis comunis kanan-kiri. Chronic Venous
Insufficiency (CVI) ringan sampai sedang pada vena – vena dalam kedua
tungkai. Tidak ditemukan thrombosis (DVT) pada vena – vena dalam di
kedua tungkai. Normal flow arteri pada kedua tungkai.
h. Hasil Vaskuler Duplex Sonography Carotis (31/3/2016)
Plaque stabil pada bifurcatio arteri carotis kanan-kiri. Penebalan intima media
pada arteri carotis communis kanan- kiri. Normal flow pada semua level
arteri carotis kanan-kiri. Normal diameter dan flow pada arteri vertebralis
kanan-kiri.
i.
Hasil Laboratorium
Tanggal
29-03-2016
Pemeriksaan
- Analisa gas darah
Hasil
PH
7.451
pO2
132,5 mmhg
pCO2
32,1 mmhg
HCO3
22,6 mmol/L
Actual BE
0,0 mmol/L
Saturasi
99.9 %
- Hematologi
Hemoglobin
12,5 g/dl
Hematokrit
36,6 %
Leukosit
7590 /ul
Trombosit
305 ribu/ul
- fungsi renal
Ureum
38,86 mg/dL
Creatinin
1,10 mg/dL
BUN
18
Gula darah sewaktu
81 mg/dL
Natrium
139 mmol/L
Kalium
4,0mmol/L
Calcium ion
1.31mmol/L
Chlorida
97 mmol/L
Magnesium ion
-
Hepatitis B
HBs Ag
-
Non reaktif
Hepatitis C
Anti HCV
CK
22/04/2016
0.52 mg/dL
CKMB
- Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Non reaktif
175
19
10,0 g/dl
29,5 %
Leukosit
26320 /ul
- Trombosit
162 ribu/ul
- fungsi renal
Ureum
62,79 mg/dL
Creatinin
0,97 mg/dL
BUN
29
Gula darah sewaktu
210 mg/dL
Natrium
139 mmol/L
Kalium
4,7mmol/L
Calcium total
2,25mmol/L
Chlorida
105 mmol/L
ANALISA DATA PRE OPERASI
Tangga
l
19/4/16
NO
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1
Data subjektif
Klien
mengatakan
takut terhadap
proses operasi
yang akan
dijalani
Klien sering
bertanya kepada
perawat tentang
prosedur
persiapan
tindakan operasi
Klien
mengatakan
semalam susah
tidur
Data Objektif :
Klien terlihat
gelisah
Klien tampak
Kurang
pengetahuan
tentang tindakan
yang akan
dilakukan
Cemas
cemas
Wajah klien
terlihat tegang
Kontak mata
kurang
Kurang istirahat
BP : 159/96
mmHg, HR :
59x/menit, RR : 16x/
menit
Analisa data post operasi
Tanggal
23/04/1
6
N
O
1
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
Data Subjektif : Pasien mengeluh
Gangguan
Penurunan
berdebar dan pusing
irama jantung cardiac
Data Objektif :
-Tekanan darah139/79 mmHg,
HR : 120 x /menit,MAP : 80 RR :
24x/menit,saturasi oksigen
100%,nadi teraba kuat dan tidak
teratur, suhu : 36,5 C,
-EKG (23/11/15) : Irama tidak
teratur,rate120x/menit,gelomban
g P tidak ada, PR interval tidak
ada.Kesan EKG: Atrial Fibrilasi
Rapid Ventrikuler Respon
- kulit terasa dingin dan lembab
Echo post op ( 26/04/16 : EF
26%,TAPSE 1,4 cm,tidak ada
output
PE,efusi pericard tidak ada.
-Urine Output : 200 cc selama 5
jam(1/2 cc/KgBB/jam)
Data
2
23/04/1
6
Subjektif
:
Pasien Injury
fisik/rusak
mengatakan nyeri luka operasi
jaringan
Data Objektif :
paska
- Tekanan darah 139/79 mmHg,
pembedahan
Nyeri
HR : 120 x /menit,MAP : 80 RR :
24x/menit,saturasi oksigen
100%,CVP 16,nadi teraba kuat
dan tidak teratur, suhu : 36,5 C.
- Pasien tampak kesakitan dengan
skala nyeri 5/10
-Terdapat luka operasi di sternum
vertical kurang lebih 10 cm
tertutup kasa, tidak terdapat tanda
infeksi.Terdapat luka post graft di
kedua tungkai.
-Pasien mendapat terapi obat :
paracetamol 3 x 1 gr ( P.O)
Data Subjektif : tidak ada
3
23/04/1
6
Data Objektif :
Resiko
- Tekanan darah di arteri
infeksi
Faktor-faktor
line139/79 mmHg, HR : 120 x
risiko :
/menit,MAP : 80 RR :
- Prosedur
Infasif
24x/menit,saturasi oksigen
- Tidak
100%,CVP 16,nadi teraba kuat
adekuat
dan tidak teratur, suhu : 36,5 C.
pertahanan
sekunder
- Terdapat luka operasi di
(penurunan
sternum vertical kurang lebih 10
Hb,
cm tertutup kasa, tidak terdapat
tanda infeksi.Terdapat luka post
graft di kedua tungkai
- Pasien terpasang central vena
line di vena subclavia sinistra,
wire pacemaker lokasi di
ventrikel kanan,Dower kateter
hari ke 4
-Hasil laboratorium :
Hb:10,0,Ht : 29,5 Leukosit
Leukopeni
a,
penekanan
respon
inflamasi)
- Pertahanan
primer
tidak
adekuat
(kerusakan
kulit,
trauma
jaringan)
26320,/uL
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PRE OPERASI
Tanggal 19-04-2016
Diagnosa
TGL N
O
Rencana keperawatan
Keperawatan/
Masalah
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
19/4/ 1
Cemas
NOC :
NIC :
16
berhubungan
-
Kontrol kecemasan
Anxiety Reduction (penurunan
dengan kurang
-
Koping
kecemasan)
pengetahuan
Setelah
akan tindakan
selama 1x24 jam pada klien,
operasi
CAD POST CABG DI RUANG INTERMEDIATE BEDAH
Wulan Indriani
RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA
JAKARTA 2017
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep dasar CABG
A. Definisi CABG
Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yang
umum dilakukan pada pasien yang mengalami atherosclerosis dengan 3 atau lebih
penyumbatan pada arteri coroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left
Mean Artery Coroner (Chulay&Burns, 2006).
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu penanganan
intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat saluran
baru melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan
(Feriyawati, 2005)
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) merupakan salah satu penanganan
intervensi dari PJK. CABG adalah jenis tindakan operasi jantung yaitu dengan
membuat saluran baru melewati bagian arteri coronaria yang mengalami
penyempitan. Operasi Coronary Artery Bypass Graft pertama kali dilakukan di
Amerika Serikat pada tahun 1960, sedangkan penggunaan mesin jantung paru
sudah terlebih dahulu dilakukan pada tahun 1954 (Brunner&Suddarth, 2002)
Secara sederhana, CABG adalah operasi pembedahan yang dilakukan dengan
membuat pembuluh darah baru atau bypass terhadap pembuluh darah yang
tersumbat sehingga melancarkan kembali aliran darah yang membawa oksigen
untuk otot jantung yang diperdarahi pembuluh tersebut.
B.Tujuan CABG
a. Coronary Artery Bypass Grafting bertujuan untuk revaskularisasi aliran arteri
koronari akibat adanya penyempitan atau sumbatan ke otot jantung.
b. Mencegah terjadinya iskemia yang luas
c. Meningkatkan kualitas hidup
d. Meningkatkan toleransi aktifitas
e. Memperpanjang masa hidup
C.Indikasi CABG
Indikasi CABG menurut AHA:
a. Indikasi CABG tanpa gejala / angina ringan.
1) Kelas I :
a) Stenosis Left Mean Coronaty Artery yang signifikan.
b) Left mean equivalen (stenosis signfikan 70% dari LAD proximal dan
LCX proximal).
c) Three Vessel Desease ( angka harapan hidup lebih besar dengan
fungsi LV EF 50%).
2) Kelas II
a) Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease.Akan
menjadi kelas satu jika terdapat iskemia berdasarkan pemeriksaan non
invasive atau LV EF 50%.
b) Satu atau dua vessel disease tidak pada LAD. Bila terdapat didaerah
miocardium variabel yang besar berdasar kriteria resiko tinggi dari
hasil pemeriksaan non invasive akan menjadi kelas satu.
b. Indikasi CABG untuk angina stabil.
1) Kelas I
a) Stenosis Left Mean Coronary Artery yang signfikan.
b) Left Mean Equivalen stenosis 70% dari LAD proximal dan
LCX proximal.
c) Three vessel disease (dengan harapan hidup lebih besar
dengan fungsi LV terganggu misalnya LV EF 50%)
d) Two vessel disease dengan stenosis LAD proximal LV EF
50% atau terdapat iskemic pada pemeriksaan non invasive.
e) Satu atau dua vessel desease LAD yang signfikan tetapi
terdapat daerah miokardium variabel yang besar dan
termasuk kriteria cukup tinggi dari pemeriksaan non
invasive.
f) Angina refraktur terhadap pengobatan yang maksimal.
2) Kelas II
a) Stenosis LAD proximal dengan satu vessel disease.
b) Satu atau dua vessel desease tanpa stenosis LAD proximal yang
signfikan.
3) Kelas III
a) Satu atau dua vessel desease tanpa LAD yang signfikan.
b) Stenosis coronary pada ambang batas (50-60% diameter pada lokasi
non Left Mean Artery) dan tidak terdapat iskemic pada pemeriksaan
non invasive.
c. Indikasi CABG untuk Unstable Angina / Non Q Wave MI.
1) Kelas I
a) Stenosis Left Mean Coronary yang signfikan.
b) Left Mean Equivalen.
c) Iskemic yang mengancam dan tidak responsive terhadap terapi non
bedah yang maksimal.
2) Kelas IIA.
Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease
3) Kelas IIB
Satu atau dua vessel desease tidak pada LAD.
d. Indikasi CABG pada ST Segmen elevation Q wave MI
1) Kelas I
2) Kelas IIA
Iskemic yang mengancam atau infark yang tidak responsive pada terapi
non bedah yang maksimal.
3) Kelas IIB
a) Gagal pompa ventrikel kiri yang progresif dengan stenosis koroner
yang mengancam daerh miokardium.
b) Untuk referfusi untuk jam-jam pertama (6-12 jam pada STEMI)
4) Kelas III
Untuk referfusi primer lambat (>12 jam) pada STEMI tanpa iskemic
yang mengancam.
e. Indikasi CABG pada fungsi ventrikel kiri yang buruk.
1) Kelas I
a) Stenosis Left Mean Coronary Artery yang signfikan.
b) Left Mean Equivalen: Stenosis signfikan 70% dari LAD proximal dan
LCX proximal.
c) Stenosis LAD proximal dengan dua atau tiga vessel desease .
2) Kelas II
Fungsi
LV
yang
memburuk
terevascularisasi tanpa adanya
dengan
area
miokardium
viable
perubahan atau kelainan anatomis.
3) Kelas III
Fungsi LV buruk tanpa adanya tanda dan gejala iskemic intermitten dan
tanpa adanya daerah miokardium yang viable dan terevascularisasi.
f. Indikasi CABG pada Aritmia ventrikel yang mengancam jiwa.
1) Kelas I
a) Stenosis pada Left Mean Coronary Artery.
b) Three vessel desease.
2) Kelas IIA
a) Satu atau dua vessel desease yang bisa dilakukan bypass.
Akan menjadi kelas satu bila terdapat iskemic berdasarkan
pemeriksaan non invasive atau LV EF 100x/ menit.
b) AF dengan respon ventrikel normal: Laju ventrikel 60- 100x/menit.
c) AF dengan respon ventrikel lambat: Laju ventrikel 116 ms) atau pada sinyal
rata-rata (> 140 ms) EKG dan transfusi darah sebelum operasi.
Umur konsisten faktor independen yang paling sangat terkait dengan POAF.
Untuk
setiap
dekade
ada
peningkatan
75%
dalam
kemungkinan
mengembangkan POAF dan berdasarkan usia saja, siapa pun yang lebih tua
dari 70 tahun dianggap berisiko tinggi untuk mengembangkan AF. Dimana
terkait di atrium seperti dilatasi , atrofi otot, dan konduksi menurun dapat
menjelaskan hubungan yang kuat.Penyakit katup jantung yang terjadi
bersamaan juga berhubungan dengan takiaritmia atrial pasca operasi. Tidak
jelas apakah ini karena kompleksitas tambahan prosedur bedah yang
diperlukan atau penyakit katup itu sendiri. Baik tingkat iskemia maupun
luasnya penyakit arteri koroner adalah prediktor yang konsisten dari
takiaritmia atrium pasca operasi.
Ketika beta-blocker dilanjutkan atau dimulai pasca operasi, risiko POAF
secara signifikan berkurang 51-68%. Penggunaan obat adrenergik merupakan
faktor risiko independen untuk AF pasca CABG.
b.Intraoperatif
Ventilasi
mekanis
berkepanjangan,
hipokalemia,hypomagnesemia.
peningkatan
aorta
lintas
iskemia
atrium,
Ada data yang bertentangan apakah
penjepit
dan
cardiopulmonary
memotong
peningkatan waktu POAF.
c.Pascaoperasi
Sebuah substudi dari Atrial Fibrillation Suppression Percobaan II (AFIST)
menunjukkan bahwa pasien yang mengembangkan pasca operasi AF
menerima 1,3 L lebih cair daripada mereka yang tidak pasca operasi AF
selama 5 hari pasca operasi. keseimbangan cairan Net pada pasca operasi hari
2 adalah prediktor independen dari posting -CTS AF antara pasien
amiodaron-naif (OR 6,4; 95% CI 1,4-29,1). yang dicatat karena sebagian
besar pasca-CTS AF terjadi pada hari ini.
Karakteristik yang belum diidentifikasi secara konsisten sebagai faktor risiko
independen termasuk hipertensi, disfungsi ventrikel kiri, angina pectoris, dan
penyakit noncardiac.
5.Mekanisme dan patofisiologi Atrial Fibrilasi post operasi(CABG)
Mekanisme yang mendasari terlibat dalam pengembangan POAF adalah
multifaktorial dan untuk saat jauh dari sepenuhnya dijelaskan. Namun, beberapa
mekanisme penyebab telah diusulkan yang mencakup peradangan pericardial,
produksi berlebihan dari katekolamin, ketidakseimbangan otonom selama periode
pasca-operasi, dan mobilisasi cairan interstitial dengan perubahan yang dihasilkan
dalam volume, tekanan, dan lingkungan neurohumoral .
Faktor-faktor ini mungkin mengubah refractoriness atrium dan konduksi atrial
lambat. Beberapa wavelet re-entry yang dihasilkan dari dispersi refractoriness
atrium tampaknya menjadi mekanisme elektrofisiologi dari POAF . Namun, satu
pertanyaan penting
mengapa ada kerentanan antarindividu untuk POAF.
Setidaknya satu jawaban yang mungkin adalah bahwa pasien dengan substrat
struktural sebelum operasi dan dengan demikian rentan terhadap atrium listrik
masuk kembali lebih rentan terhadap gangguan fisiologis yang dihadapi dalam
periode pasca-operasi. Penjelasan alternatif adalah bahwa substrat ini dibuat
sebagai hasil dari prosedur bedah itu sendiri. Memang mungkin bahwa perubahan
fisik dari struktur jantung yang dihasilkan dari sayatan dari atrium atau iskemia
perioperatif mungkin meningkatkan kerentanan jantung gangguan irama .Hal ini
juga diketahui bahwa aktivasi neurohormonal meningkatkan kerentanan terhadap
POAF. Peningkatan aktivasi simpatis dan parasimpatis mengubah refrakter atrial
(misalnya, pemendekan periode refrakter efektif atrium), sehingga mungkin
berkontribusi terhadap substrat aritmia . Telah dilaporkan oleh Hogue dkk. bahwa
pasien mengembangkan POAF memiliki RR selang variabilitas tinggi atau lebih
rendah, menunjukkan bahwa peningkatan tonus simpatik atau vagal terjadi
sebelum onset aritmia. Temuan ini menunjukkan bahwa intervensi yang akan
mempengaruhi kedua sistem saraf simpatis dan parasimpatis mungkin bermanfaat
dalam menekan aritmia pasca-operasi ini. Semakin banyak bukti bahwa inflamasi
berperan penting dalam patogenesis POAF.
Dua studi terbaru menunjukkan bahwa inflamasi dapat mengubah konduksi
atrium, memfasilitasi re-entry dan kemudian predisposisi untuk pengembangan
POAF . Hal ini juga diketahui bahwa sirkulasi extracorporeal ditandai dengan
respons inflamasi sistemik, yang mungkin sebagian bertanggung jawab atas
terjadinya POAF.Telah dilaporkan baru-baru ini bahwa leukositosis, yang
biasanya ditemui pada hari-hari setelah cardiopulmonary bypass, adalah prediktor
independen untuk terjadinya POAF.
Obesitas dikaitkan dengan persyaratan yang lebih tinggi curah jantung, massa
ventrikel kiri yang lebih tinggi, dan lebih besar ukuran atrium kiri . Faktor-faktor
ini mungkin predisposisi perkembangan POAF. Selain proses tersebut,
mekanisme patofisiologis lain juga mungkin melakukan intervensi sebagai faktor
yang berkontribusi dalam pengembangan POAF, termasuk kelebihan beban
volume , predisposisi genetik dinilai oleh interleukin-6 promotor varian gen ,
perubahan dalam stres oksidatif atrium , dan peningkatan ekspresi kesenjanganjunctional protein connexin .
Banyak penelitian telah mengevaluasi efektivitas intervensi farmakologis dan
nonfarmakologis untuk mencegah atau mengurangi tingginya insiden POAF.
Pedoman baru-baru ini untuk pencegahan dan pengelolaan POAF diterbitkan pada
tahun 2006 bersama oleh American College of Cardiology, AHA, dan European
Society of Cardiology .
6.Pencegahan Atrial Fibrilasi post operasi (CABG)
a. Beta blocker
Karena sistem saraf otonom memainkan peran utama dalam patofisiologi
pasca CABG AF, beta blockers telah banyak dipelajari dalam pencegahannya.
Dalam satu studi beta-blocker memiliki besarnya terbesar dari efek di 28
percobaan (4074 pasien) dengan rasio odds (OR) 0,35, 95% CI 0,26-0,49. Di
lain meta-analisis dari 24 percobaan terbatas pasien dengan fraksi ejeksi>
30% mengalami CABG, profilaksis beta-blocker yang terkait dengan
perlindungan terhadap takikardia supraventricular dengan OR 0,28, 95% CI
0,21-0,36.
b. Sotalol
Dalam meta-analisis dari 14 percobaan termasuk 2.583 pasien yang
dibandingkan beta blocker atau plasebo, sotalol ditemukan lebih efektif dalam
mengurangi POAF dari beta-blocker atau plasebo.
c. Amiodaron
Dalam uji coba secara acak termasuk 124 pasien yang menjalani operasi
jantung kompleks, amiodaron diberikan secara oral minimal 1 minggu
sebelum operasi secara signifikan mengurangi kejadian POAF, dari 53% pada
kelompok plasebo 25% pada kelompok perlakuan (P = 0,003). Dalam
Pengurangan Amiodarone di Jantung Koroner (ARCH) percobaan, pemberian
intravena pasca operasi dari amiodarone dikaitkan dengan insiden lebih
rendah POAF (35%) dibandingkan dengan kelompok plasebo (47%) (P =
0,01).
d. Atrial Pacing
Pacing profilaksis telah diteliti di sejumlah uji coba. Meta-analisis dari uji
klinis telah secara konsisten menunjukkan bahwa single atau dual-situs atrium
pacing secara signifikan mengurangi risiko POAF onset baru. Dalam uji coba
secara acak,pacing overdrive biatrial pada pasien yang menjalani CABG itu
terbukti lebih efektif dalam mencegah POAF dibandingkan single-situs
atrium pacing (12,5% vs 36%). Namun, percobaan ini termasuk sejumlah
kecil pasien dan memiliki keterbatasan yang signifikan. Efek samping utama
adalah potensi efek proarrhythmic.
e. Calcium channel blockers
Sebuah meta-analisis ini menunjukkan bahwa kalsium-channel blockers
mengurangi risiko takiaritmia supra-ventrikel (OR 0,62; 95% CI 0,41-0,93).
Namun, dalam beberapa studi, penggunaan perioperatif obat ini dikaitkan
dengan peningkatan insiden AV blok dan sindrom output yang rendah, karena
chronotropic negatif dan efek inotropik. Pada pasien yang menjalani CABG,
penggunaan diltiazem mengurangi kejadian AF pasca bedah oleh 50-74%
dibandingkan dengan plasebo.
f. Magnesium
Sebuah meta-analisis menyimpulkan bahwa pemberian magnesium efektif
untuk mengurangi POAF dengan khasiat mirip dengan obat antiaritmia
umum. Meta-analisis menunjukkan magnesium untuk mengurangi risiko
POAF oleh 23-36%. Namun, studi termasuk dalam analisis ini termasuk
sejumlah kecil pasien, dan desain bervariasi antara studi yang berbeda,
sehingga membatasi interpretasi hasil.
g. Statins
Penelitian prospektif acak Atorvastatin untuk mengurangi disritmia miokard
setelah operasi jantung (ARMYDA-3) telah menunjukkan bahwa pengobatan
dengan atorvastatin 40 mg / hari mulai 7 hari sebelum operasi jantung elektif
bawah cardiopulmonary bypass dan dilanjutkan pada periode pasca operasi
secara signifikan mengurangi terjadinya . dari POAF sebesar 61% .Statin
telah terbukti mengurangi inflamasi pada pasien dengan penyakit arteri
koroner; dan dengan demikian manfaat teoritis untuk mengurangi peradangan
pasca operasi sebagai penyebab potensial POAF. Ketika teori diperiksa
ditemukan untuk menjadi berguna dalam pencegahan POAF.
h. Asam lemak tak jenuh ganda N-3
Dalam uji coba terkontrol secara acak dari 160 pasien yang menjalani CABG
elektif, suplementasi PUFA secara signifikan mengurangi kejadian POAF
oleh 65% dibandingkan kontrol, efek yang mirip dengan yang diperoleh
dengan beta-blocker, sotalol, atau amiodaron (OR 0,35; 95% CI 0.16- 0,76).
The modulasi connexin jantung mungkin mekanisme berkontribusi terhadap
efek antiaritmia suplemen minyak ikan. Selanjutnya, pada populasi umum,
konsumsi ikan, menginduksi konsentrasi PUFA plasma tinggi, telah dikaitkan
dengan kejadian yang lebih rendah dari AF dalam studi tindak lanjut 12
tahun.
i. Agen anti-inflamasi
Dalam uji coba terkontrol secara acak penulis menyimpulkan bahwa obat
anti-inflamasi nonsteroid efektif secara signifikan mengurangi kejadian AF
setelah CABG. Namun, risiko terhadap rasio manfaat dari strategi profilaksis
seperti masih belum jelas, mengingat nefrotoksisitas mereka.
Dalam
percobaan hidrokortison multicenter lain terbukti bermanfaat dalam
mengurangi kejadian POAF dalam 84 jam pertama.
7.Penatalaksanaan Atrial Fibrilasi post operasi CABG
Sebelum memulai pengobatan AF, yang mendasari komorbiditas medis seperti
ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, PPOK harus ditangani. AF telah dikaitkan
dengan stres fisiologis, obat, emboli paru, penyakit paru-paru kronis,
hipertiroidisme, kafein, proses infeksi, dan berbagai gangguan metabolisme. AF
juga telah dikaitkan dengan obesitas, dan fenomena ini tampaknya dimediasi oleh
dilatasi atrium kiri.
Pengobatan AF pasca CABG termasuk penggunaan obat-obatan dan kardioversi
listrik. Obat dapat berfungsi untuk mencapai kontrol tingkat atau kontrol ritme .
Menurut sebuah studi yang dilakukan untuk mempelajari tingkat kontrol terhadap
kontrol ritme ditemukan bahwa yang terakhir ini lebih menguntungkan karena
waktu turun menjadi kardioversi, pemeliharaan berkepanjangan ritme sinus, dan
penurunan panjang rumah sakit tinggal secara keseluruhan.
Beta-blocker adalah obat pilihan, terutama pada pasien dengan penyakit jantung
iskemik. Harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan asma, PPOK,
gagal jantung kongestif dan AV blok konduksi, di antaranya mereka relatif
kontraindikasi. Di antara calcium channel blockers, verapamil dan diltiazem dapat
digunakan. Digoxin kurang efektif bila nada adrenergik tinggi tetapi dapat
digunakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Amiodarone juga dapat
digunakan dan juga dikenal untuk meningkatkan status hemodinamik bila
digunakan secara intravena.
Indikasi Cardioversion- listrik untuk melakukan kardioversi listrik pada pasien
dengan AF pasca CABG adalah ketidakstabilan hemodinamik, iskemia miokard,
kegagalan pompa akut dan pemulihan elektif irama sinus normal setelah upaya
farmakologis gagal. Kardioversi dapat dikaitkan dengan tromboemboli jika POAF
hadir selama lebih dari 48 jam. Pedoman untuk antikoagulasi pada pasien pasca
bedah tidak jelas.
Pencegahan tromboemboli: AF setelah CABG menimbulkan peningkatan risiko
kecelakaan serebrovaskular dalam bentuk stroke. Namun, risiko menggunakan
antikoagulan pada periode pasca operasi dapat menyebabkan peningkatan risiko
perdarahan dan tamponade jantung mungkin. Jauh lebih besar daripada manfaat
terutama pada pasien dengan usia lanjut, riwayat perdarahan dan hipertensi yang
tidak terkontrol. Antikoagulan dapat digunakan untuk episode berkepanjangan
dan
atau sering AF dan direkomendasikan oleh American College of Chest
Physicians pada pasien dengan riwayat stroke dan serangan iskemik transien (30
hari setelah kembalinya sinus ritme). Antikoagulasi harus dipertimbangkan pada
pasien 75 tahun atau lebih tua dan pasien dengan faktor risiko untuk stroke,
sementara agen antiplatelet mungkin berguna pada pasien yang lebih muda,
subkelompok di antaranya antikoagulan merupakan kontraindikasi, dan pada
pasien dengan risiko rendah stroke.
TINJAUAN KASUS
1. RIWAYAT DATANG
Unit Rawat
: IWB
Tiba di Unit (Tanggal/ Jam) : 19 April 2016 Jam 10.37
Tanggal Assesmen/ Jam
: 19 April 2016 Jam 11.00
Nama
: Tn. A
Umur
: 69 tahun
Pendidikan
: Universitas
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Jl.Gunung raya No.17 RT 03/RW 01 Cirendeu
Tangerang selatan
Berat badan/Tinggi badan
: 71Kg/165 cm
Diagnosa Medis
: CAD 3 VD EF 32 %+LM,Riwayat stroke tahun
2000
Tindakan Medis
: Post CABG 3x LIMALAD,SVGOM,SVG
PDA tanggal 20/04/16
2. ASESSMEN AWAL
a. Pre Operasi
Saat dilakukan pengkajian,kesadaran pasien komposmentis,keadaan umum sedang
, keluhan nyeri tidak ada.Pasien mengatakan takut untuk tindakan operasi yang
akan dilakukan.Pasien mengatakan semalam tidak bisa tidur .
b.Post Operasi
Saat dilakukan pengkajian,kesadaran pasien komposmentis,keadaan umum sedang
disertai keluhan nyeri pasien secara verbal. Secara nonverbal didapat ekspresi
wajah pasien tampak kesakitan. Pengkajian nyeri secara verbal pada pasien
dengan menggunakan skala nyeri VAS skor nyeri : 5/10.Pasien mengatakan
keluhan nyeri bertambah setelah tindakan aff drain,EKG di monitor berubah
awalnya sinus rhytm menjadi Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respon
Riwayat AF sebelumnya tidak ada. Riwayat Alergi
3. Riwayat Kesehatan
: tidak ada
:
a. Pasien masuk ke RS ruang intermediate bedah pada tanggal 19 April 2016
untuk direncanakan operasi CABG tanggal 20/04/2016.
b. Riwayat stroke tahun 2000,riwayat gastritis tidak ada.
c. Faktor Resiko : Hipertensi (+),Diabetes Melitus(-)
d. Masalah selama intra operasi: tidak ada
e. Masalah di ICU : Tekanan darah cenderung tinggi,Pasien diekstubasi tanggal
20/04/16 Jam 06.00
f. Masalah IWB : AFRVR(Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respon)
4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Sistem Kardiovaskuler
Tanda-tanda vital(pre operasi) :
Tekanan darah saat pengkajian (pk.11.05) 159/96 mmHg, HR
59x/menit,
MAP 80, RR 20 x/menit, saturasi oksigen 100%,nadi teraba kuat akral hangat,
suhu 35,8 C capillary refill 2 detik, bunyi jantung I-II normal, tidak ada
murmur dan gallop. Pulsasi arteri carotis kuat.
Tanda-tanda vital(post operasi) :
Tekanan darah saat pengkajian (pk.08.05) 139/79 mmHg, HR
120-130
x/menit, MAP 75, RR 24 x/menit, saturasi oksigen 100%,nadi teraba kuat akral
hangat, suhu 36,5 C capillary refill 2 detik, bunyi jantung I-II normal, tidak
ada murmur dan gallop. Pulsasi arteri carotis kuat.
b. Sistem Pernafasan
Pre operasi : Saat ini pasien spontan. Auskultasi suara napas vesikuler, tidak
ada ronchi dan wheezing. Saturasi O2 100 %. Saat ini tidak ada reflek batuk.
AGDA tanggal 29/03/16 alkalosis respiratorik murni.
Post operasi : Saat ini pasien menggunakan oksigen binasal 3 liter/menit.
Auskultasi suara napas vesikuler, tidak ada ronchi dan wheezing. Saturasi O2
100 %. Saat ini ada reflek batuk,sputum jumlah sedikit warna jernih, encer.
AGDA tanggal 20/04/16 dalam batas normal.
c. Sistem Persyarafan
Pre operasi :Saat ini pasien dengan kesadaran komposmentis,dengan. GCS
4/6/5. Pasien tidak mengalami kejang dan tidak ada kelemahan atau parese.
Post operasi: Saat ini pasien dengan kesadaran komposmentis,dengan. GCS
4/6/5. Pasien tidak mengalami kejang dan tidak ada kelemahan atau parese
d. Sistem Indera
Pre operasi :Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada trauma
pada hidung, tidak ada epistaksis.
Post operasi: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada trauma
pada hidung, tidak ada epistaksis
e. Sistem Gastrointestinal
Pre operasi: Pasien tidak ada masalah pada mulut dan tenggorokan. Pasien
tidak ada distensi pada perut. Peristaltik usus terdengar baik.Tidak ada masalah
pada hepar,lien dan ginjal. Tidak ada hepatomegaly, asites, mual (-), muntah(-).
Post operasi: Pasien tidak ada masalah pada mulut dan tenggorokan. Pasien
tidak ada distensi pada perut. Peristaltik usus terdengar masih sangat lemah.
Tidak ada masalah pada hepar,lien dan ginjal. Tidak ada hepatomegaly, asites,
mual (-), muntah(-)
f. Sistem Perkemihan
Pre operasi : Pasien tidak terpasang dower kateter.
Post operasi : Pasien masih menggunakan selang kateter nomor 16. Produksi
urine ½ cc/KgBB/jam. Tidak tampak tanda-tanda infeksi pada area
pemasangan kateter
g. Sistem Integument
Pre operasi :Turgor kulit elastis. Kulit berwarna sawo matang, asianotik. Tidak
terdapat ruam-ruam kemerahan pada kulit. Suhu tubuh 36 derajat Celsius
Post operasi :Turgor kulit elastis. Kulit berwarna sawo matang, asianotik.
Tidak terdapat ruam-ruam kemerahan pada kulit. Suhu tubuh 36,2 derajat
Celsius. Kuku warna kemerahan, bersih, tidak ada sianosis. Terdapat luka
operasi di sternum vertical kurang lebih 10 cm tertutup kasa.Terdapat luka post
graft di kedua tungkai.Pasien terpasang central vena line di vena subclavia
sinistra dengan line Nacl 0,9 % 1 kolf/24 jam wire pacemaker lokasi di
ventrikel kanan. Tidak terdapat tanda infeksi pada area insersi pemasangan
alat-alat invasif tersebut.
h. Sistem musculoskeletal
Pre operasi : Bentuk kepala normal. Pasien masih dalam kondisi baik, posisi
semifowler. Ekstremitas motorik atas bawah kondisi baik dan ada pergerakan.
Pasien tidak ada kelemahan/parese.
Post operasi :
Bentuk kepala normal. Pasien masih dalam kondisi bedrest,
posisi semifowler. Ekstremitas
pergerakan. Pasien
motorik atas bawah kondisi baik dan ada
tidak ada kelemahan/parese.Tampak edema pada
ektremitas bawah.
i. Psikologis
Pre operasi :Saat ini pasien tampak cemas dan orientasi penuh
Post operasi : Saat ini pasien tampak tenang, dan orientasi penuh
j. Terapi yang diberikan
Pre operasi :
Nama obat
Dosis
Cara pemberian
Waktu
Furosemide
Concor
Ramipril
Micardis
1x40 mg
1x2,5 mg
1 x 5 mg
1x40 mg
P.O(Per Oral )
P.O(Per Oral )
P.O(Per Oral )
P.O(Per Oral )
Jam 06.00
Jam 07.00
Jam 19.00
Jam 20.00
Post operasi
Nama Obat
Dosis
Cara Pemberian
Waktu
Captopril
3x12,5 mg
P.O(Per Oral)
pemberian
Jam06.00-13.00-
P.O(Per Oral)
19.00
Jam 06.00-13.00-
P.O(Per Oral)
P.O(Per Oral)
IV( intra vena)
P.O(Per Oral)
P.O(Per Oral)
P.O(Per Oral)
19.00
Jam 06.00-18.00
Jam 07.00
Jam 06.00-18.00
Jam 13.00
Jam 06.00-18.00
Jam 06.00-13.00-
Laxadine Syr
3xCI
Ranitidin
Bisoprolol
Furosemide
Aptor
Ondansentron
Paracetamol
2x150 mg
1x1,25 mg
2x20 mg
1x100 mg
2x80 mg
3x1 gr
19.00
5. Skrining Gizi :
Pre operasi :Pasien tidak mengalami penurunan berat badan yang dalam 6 bulan
terakhir .Pasien
tidak mengalami penurunan nafsu makan/kesulitan menerima
makanan. Pasien memiliki diagnose khusus selain jantung.Skor gizi : 0,BB : 71
kg, TB : 165 cm
Post operasi : Pasien tidak mengalami penurunan berat badan yang dalam 6 bulan
terakhir .Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan/kesulitan menerima
makanan. Pasien memiliki diagnose khusus selain jantung.Skor gizi : 0,BB : 71
kg, TB : 165 cm
6. Status Fungsional :
Pre operasi : Sesuai format pengkajian fungsional Barthel index : kategori pasien
mandiri dengan skor 95
a. Pasien dapat
mengendalikan rangsang defekasi (kontrol BAB) secara
mandiri.Skor 10
b. Pasien dapat mengendalikan rangsang kemih. Skor 10
c. Pasien dalam membersihkan diri atau personal hygiene(cuci muka,sisir
rambut,gosok gigi) dapat dilakukan mandiri .Skor 10
d. Pasien
dalam
penggunaan
toilet
masuk/keluar
(melepas
pakai
celana,menyeka,menyiram)dapat dilakukan mandiri.Skor 10
e. Pasien dapat makan secara mandiri.Skor 10
f. Pasien dapat pindah tempat dari kursi ke tempat tidur secara mandiri. Skor 10
g. Pasien mampu mobilisasi berjalan secara mandiri.Skor 10
h. Pasien dalam berpakaian dilakukan secara mandiri.Skor 10
i. Pasien dibantu sebagian dalam naik turun tangga.Skor 5
j. Pasien dalam mandi dilakukan secara mandiri.Skor 10
Post operasi :
-Personal hygiene : dibantu total skor =0
-Mandi : dibantu total,skor = 0
-Makan : dibantu sebagian ,skor =5
-Toileting : dibantu total,skor =5
-Menaiki tangga: dibantu total,skor =0
-Memakai pakaian,dibantu sebagian,skor = 5
-BAB ,dibantu sebagian,skor=5
-BAK,dibantu total,skor =0
-Ambulasi,dibantu sebagian,skor =5
-Transfer kursi-Tempat tidur:dibantu sebagian,skor=5
Total skor =30,Pasien dengan kategori dibantu sebagian.
7.Skrining Resiko Jatuh:
Modifikasi Ann Hendrich
Pre operasi :
a. Disorientasi. Skor 0
b. Gangguan gaya berjalan. Skor 0
c. Riwayat jatuh dalam 12 bulan terakhir : Skor 0
d. Obat-obatan beresiko tinggi,skor 2
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan.skor :1
f. Pusing/vertigo,skor : 0
Total skor risiko jatuh : 3 (rendah)
Post Operasi :
a. Disorientasi. Skor 0
b. Gangguan gaya berjalan. Skor 0
c. Riwayat jatuh dalam 12 bulan terakhir : Skor 0
d. Obat-obatan beresiko tinggi,skor 2
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan.skor :1
f. Pusing/vertigo,skor : 0
Total skor risiko jatuh : 3 (rendah)
8. Kebutuhan komunikasi dan edukasi:
a. Fungsi bicara pasien normal
b. Bahasa sehari-hari yang digunakan : bahasa Indonesia dan bahasa daerah,tidak
perlu penterjemah, tidak menggunakan bahasa isyarat
c. Pasien tidak mengalami hambatan belajar secara fisk, budaya maupun bahasa
d. Pasien perlu diberikan edukasi mengenai obat-obatan, nutrisi setelah
operasi,cara batuk efektif,perawatan luka, manajemen nyeri dan program
rehabilitasi paska operasi.
9. Psiko -sosial- ekonomi- spiritual
a. Pasien dalam keadaan sadar
b. Pasien tidak bekerja menggunakan jaminan perawatan dengan JKN mandiri
c.
Saat ini pasien membutuhkan bimbingan rohani islam, informasi tentang
kondisinya saat ini dan berada di samping keluarga.
10. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Electrocardiogram (20/04/ 2016 Jam 00.13)
EKG pre op : Irama : Regular, HR 51 x/mnt, gelombang P ada,interval PR
0,16 detik , QRS durasi 0,12 detik, terdapat depresi ST dan Gelombang T
inverted di V5-V6,terdapat gelomban Q di V1 dan V2 . Kesan sinus rhytm
dengan LBBB.
EKG post op (23/04/16 jam 16.30) : Irama : Iregular, HR 120-130 x/mnt,
gelombang P tidak ada ,PR tidak ada, QRS durasi 0,08 detik,
terdapat
depresi ST dan Gelombang T Segmen inverted di V5-V6.Kesan Atrial
Fibrilasi Rapid Ventrikel Respon
b. Echocardiogram (07/01/2016)
LV
dilatasi.Kontraktilitas
35%.Hipokinetik
global
berat
diastolic,kontraktilitas
RV
RV
menurun
basal-mid
normal,MR
dengan
EF
30-
anteroseptal.Disfungsi
mild.Echokardiogram
post
operasi(26/4/16) : EF: 26%,EDD 57,ESD 50,TAPSE 1,4 cm,PE (-)
c. Hasil kateterisasi jantung (RS Binawaluya)
LM : Stenosis non significant proksimal-distal
LAD
:
Stenosis
difus
osteal
hingga
mid
dengan
stenosis
60-
80%,kalsifikasi(+)D1 stenosis difus dengan stenosis 70-90%.
LCx : Stenosis 90% bifurcatioLcx-OM1,stenosis 90% pada OM1.
RCA : Stenosis 90% pada osteal RPDA dan RPL1
Kesan : Ireguler CAD
d. Hasil Foto Toraks (29/03/2016)
CTR 54%.Apeks tertanam, segmen pulmonal menonjol.Mediastinum superior
tidak melebar.Aorta elongasi ,kalsifikasi.
Paru : hilus kanan dilatasi.Vaskuler paru meningkat.Parenkim paru dalam
batas normal.Sinus costofrenikus dan diafragma baik. Tulang dan soft tissue
baik. Kesan : kardiomegali ec MI-MS,PH. Pulmo dalam batas normal.Aorta
kalsifikasi elongasi.
e. Hasil MSCT ( 22 Desember 2015)
-Terdapat plak lunak di distal Left main dengan stenosis 50%
- Terdapat plak lunak di proksimal dan mid LCx dengan stenosis masingmasing 40%
- Terdapat plak padat di LAD,LCx,dan RCA non significant stenosis
f. Hasil MRI ( 3 Februari 2016)
-
Menurunnya fungsi sistolik LV dengan LVEF 24,5%
-
Menurun fungsi sistolik RV dengan RVEF 37,1 %
-
Hipokinetik
berat
di
bagian
bawah-mid
anteroseptal,apicoseptal.
Hipokinetik sedang di segmen lain.
-
Hipoperfusi
sedang
di
mid
anterior,mid
anteroseptal,mid
inferoseptal,apicoseptal,apicoinferior.Hipoperfusi ringan di segmen lain.
-
1lateral,bawah-mid inferoseptal,bawah-apicoinferior.
-
Jaringan parut di mid anteroseptal,diperkirakan volumenya 15 %
g. Hasil Vaskuler Duplex Sonography Ektremitas bawah (31/3/2016)
Plaque stabil pada arteri femoralis comunis kanan-kiri. Chronic Venous
Insufficiency (CVI) ringan sampai sedang pada vena – vena dalam kedua
tungkai. Tidak ditemukan thrombosis (DVT) pada vena – vena dalam di
kedua tungkai. Normal flow arteri pada kedua tungkai.
h. Hasil Vaskuler Duplex Sonography Carotis (31/3/2016)
Plaque stabil pada bifurcatio arteri carotis kanan-kiri. Penebalan intima media
pada arteri carotis communis kanan- kiri. Normal flow pada semua level
arteri carotis kanan-kiri. Normal diameter dan flow pada arteri vertebralis
kanan-kiri.
i.
Hasil Laboratorium
Tanggal
29-03-2016
Pemeriksaan
- Analisa gas darah
Hasil
PH
7.451
pO2
132,5 mmhg
pCO2
32,1 mmhg
HCO3
22,6 mmol/L
Actual BE
0,0 mmol/L
Saturasi
99.9 %
- Hematologi
Hemoglobin
12,5 g/dl
Hematokrit
36,6 %
Leukosit
7590 /ul
Trombosit
305 ribu/ul
- fungsi renal
Ureum
38,86 mg/dL
Creatinin
1,10 mg/dL
BUN
18
Gula darah sewaktu
81 mg/dL
Natrium
139 mmol/L
Kalium
4,0mmol/L
Calcium ion
1.31mmol/L
Chlorida
97 mmol/L
Magnesium ion
-
Hepatitis B
HBs Ag
-
Non reaktif
Hepatitis C
Anti HCV
CK
22/04/2016
0.52 mg/dL
CKMB
- Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Non reaktif
175
19
10,0 g/dl
29,5 %
Leukosit
26320 /ul
- Trombosit
162 ribu/ul
- fungsi renal
Ureum
62,79 mg/dL
Creatinin
0,97 mg/dL
BUN
29
Gula darah sewaktu
210 mg/dL
Natrium
139 mmol/L
Kalium
4,7mmol/L
Calcium total
2,25mmol/L
Chlorida
105 mmol/L
ANALISA DATA PRE OPERASI
Tangga
l
19/4/16
NO
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1
Data subjektif
Klien
mengatakan
takut terhadap
proses operasi
yang akan
dijalani
Klien sering
bertanya kepada
perawat tentang
prosedur
persiapan
tindakan operasi
Klien
mengatakan
semalam susah
tidur
Data Objektif :
Klien terlihat
gelisah
Klien tampak
Kurang
pengetahuan
tentang tindakan
yang akan
dilakukan
Cemas
cemas
Wajah klien
terlihat tegang
Kontak mata
kurang
Kurang istirahat
BP : 159/96
mmHg, HR :
59x/menit, RR : 16x/
menit
Analisa data post operasi
Tanggal
23/04/1
6
N
O
1
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
Data Subjektif : Pasien mengeluh
Gangguan
Penurunan
berdebar dan pusing
irama jantung cardiac
Data Objektif :
-Tekanan darah139/79 mmHg,
HR : 120 x /menit,MAP : 80 RR :
24x/menit,saturasi oksigen
100%,nadi teraba kuat dan tidak
teratur, suhu : 36,5 C,
-EKG (23/11/15) : Irama tidak
teratur,rate120x/menit,gelomban
g P tidak ada, PR interval tidak
ada.Kesan EKG: Atrial Fibrilasi
Rapid Ventrikuler Respon
- kulit terasa dingin dan lembab
Echo post op ( 26/04/16 : EF
26%,TAPSE 1,4 cm,tidak ada
output
PE,efusi pericard tidak ada.
-Urine Output : 200 cc selama 5
jam(1/2 cc/KgBB/jam)
Data
2
23/04/1
6
Subjektif
:
Pasien Injury
fisik/rusak
mengatakan nyeri luka operasi
jaringan
Data Objektif :
paska
- Tekanan darah 139/79 mmHg,
pembedahan
Nyeri
HR : 120 x /menit,MAP : 80 RR :
24x/menit,saturasi oksigen
100%,CVP 16,nadi teraba kuat
dan tidak teratur, suhu : 36,5 C.
- Pasien tampak kesakitan dengan
skala nyeri 5/10
-Terdapat luka operasi di sternum
vertical kurang lebih 10 cm
tertutup kasa, tidak terdapat tanda
infeksi.Terdapat luka post graft di
kedua tungkai.
-Pasien mendapat terapi obat :
paracetamol 3 x 1 gr ( P.O)
Data Subjektif : tidak ada
3
23/04/1
6
Data Objektif :
Resiko
- Tekanan darah di arteri
infeksi
Faktor-faktor
line139/79 mmHg, HR : 120 x
risiko :
/menit,MAP : 80 RR :
- Prosedur
Infasif
24x/menit,saturasi oksigen
- Tidak
100%,CVP 16,nadi teraba kuat
adekuat
dan tidak teratur, suhu : 36,5 C.
pertahanan
sekunder
- Terdapat luka operasi di
(penurunan
sternum vertical kurang lebih 10
Hb,
cm tertutup kasa, tidak terdapat
tanda infeksi.Terdapat luka post
graft di kedua tungkai
- Pasien terpasang central vena
line di vena subclavia sinistra,
wire pacemaker lokasi di
ventrikel kanan,Dower kateter
hari ke 4
-Hasil laboratorium :
Hb:10,0,Ht : 29,5 Leukosit
Leukopeni
a,
penekanan
respon
inflamasi)
- Pertahanan
primer
tidak
adekuat
(kerusakan
kulit,
trauma
jaringan)
26320,/uL
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PRE OPERASI
Tanggal 19-04-2016
Diagnosa
TGL N
O
Rencana keperawatan
Keperawatan/
Masalah
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
19/4/ 1
Cemas
NOC :
NIC :
16
berhubungan
-
Kontrol kecemasan
Anxiety Reduction (penurunan
dengan kurang
-
Koping
kecemasan)
pengetahuan
Setelah
akan tindakan
selama 1x24 jam pada klien,
operasi