IMPLEMENTASI IJARAH DI LEMBAGA KEUANGAN

IMPLEMENTASI IJARAH
DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (DALAM PERSPEKTIF FIQIH)
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah: Fiqih Kontemporer
Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun oleh:
Nyai Ayu Anggraeni Eknadi Putri 141271010
Kelas A

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) METRO
2017

A.

PENDAHULUAN
Dinamika kehidupan tidak memungkinkan manusia selalu berada dalam kondisi yang

berkecukupan untuk memenuhi kebutuhannya, kadang ketika mendapat kebutuhan seseorang

sedang berada dalam kondisi ekonomi yang tidak baik sehigga tidak dapat memenuhi
kebutuhannya. Ketika kondisi ini terjadi dibutuhkan solusi yang baik supaya dalam upaya
pemenuhan kebutuhan tidak keluar dari ketentuan syariat Islam, fiqh muamalah akan
senantiasa berusaha mewujudkan kemaslahatan, mereduksi permusuhan dan perselisihan
diantara manusia, karena Allah tidak menurunkan syariah, kecuali dengan tujuan untuk
merealisasikan kemaslahatan hidup hambaNya, tidak bermaksud memberi beban dan
menyempitkan ruang gerak kehidupan manusia.1

Bank syari‟ah adalah satu lembaga perbankan yang melaksanakan tiga fungsi
utama yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi,
menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana dari bank, dan juga
memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah. 2

B.

IMPLEMENTASI IJARAH PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
1. Implementasi Akad Ijarah Pada Bank Syariah
Salah satu produk penyaluran dana dari bank syariah kepada nasabah adalah
pembiayaan yang berdasarkan perjanjian/akad sewa-menyewa (ijarah). Ijarah merupakan
akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melelui pembayaran upah sewa, tanpa

diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.3
Ijarah sebagai suatu akad sewa-menyewa dapat diimplementasikan oleh bank
syariah sebagai salah satu produk penyaluran dana kepada masyarakat. 4 Walaupun
demikian praktik di lapangan belum banyak dilakukan oleh bank-bank syariah yang ada.
Produk penyaluran dana dari bank syariah sebagian besar berupa produk pembiayaan
yang didasarkan pada akad murabahah.5
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan
perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya, prinsip ijarah sama saja dengan
1 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 14.
2Ismail, Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 39.
3 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 175.
4 Khotibul Umam, Perbankan Syariah: Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia,

(Jakarta: Rajawali Pers,2016), h. 127.

5 Ibid., h. 128.

prinsip jual beli, tetapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli
objek transaksinya barang, pada ijarah objek transaksinya berupa barang dan jasa. 6
Pembayaran sewa dapat dibayar di muka, ditangguhkan ataupun diangsur sesuai

kesepakatan antara pemberi sewa dan penyewa.7
Ijarah dalam teknis perbankan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Transaksi ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi dasarnya
prinsip ijarah sama dengan prinsip jual-beli. Namun perbedaan terletak pada objek
transaksinya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang, maka pada
ijarah objek transaksinya adalah jasa.
b. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada
nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenai al-ijarah al-muntahiya
bittamlik (sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan).
c. Harga sewa dengan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan
nasabah.8
Fatwa DSN MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan mengenai ketentuan ijarah
dalam LKS sebagai berikut:
a. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
1) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
2) Menanggung biaya pemeliharaan barang.
3) Penjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
b. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
1) Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan
barang serta menggunakannya sesaui akad (kontrak);

2) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materil);
3) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan
yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam
menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.9
Bank Indonesia sebagai pemegang otoitas perbankan telah mengatur persyaratanpersyaratan yang harus dipenuhi oleh bank syariah yang hendak menyalurkan dananya
kepada masyarakat melalui mekanisme ijarah ini. Pengaturan sebagaimana dimaksud
dilakukan melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI), yakni PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana
serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No.
10/16/PBI/2008. Dalam pasal 1 angka 3 antara lain disebutkan bahwa pembiayaan adalah
6 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014),
h. 137.

7 Sri Nurhayati dan Wasilah, Akutansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), h. 246.
8 Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 120.
9 Ibid., h. 121.

penyediaan dana atau tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu dalam
transaksi sewa yang didasarkan atas akad ijarah dengan opsi perpindahan hak milik (ijarah
muntahiya bittamlik).10

Mengenai produk bank berupa ijarah ini juga telah diatur dalam fatwa DSN No.
09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah tertanggal 13 April 2000 yang menyatakan
bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat suatu barang sering
memerlukan pihak lain melalui akad ijarah. Ketentuan dalam fatwa dimaksud yang
menyatakan mengenai objek sewa-menyewa (ijarah) dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
b. Manfaat barang harus dapat dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
d. Kesanggupan memenuhi manfaat haryus nyata dan sesuai dengan syariah.
e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan
f.

ketidaktahuan (jahalah) yang akan mengakibatkan sengketa.
Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya.

Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.11
g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjiakan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat
pula dijadikan sewa dalam ijarah.
h. Pembayaeran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dari

i.

objek kontrak.
Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam
menentukan ukuran waktu, tempat dan jarak.12

Di samping itu, ketentuan teknis dan sekaligus sebagai peraturan pelaksana dari PBI
dimaksud yaitu SEBI No. 10/14/DPBS tertanggal 17 Maret 2008. Bahwa dalam kegiatan
penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad ijarah berlaku persyaratan
paling kurang sebagai berikut:
a. Bank bertindak sebagai pemilik dan/atau pihak yang mempunyai hak penguasaan
atas objek sewa baik berupa barang atau jasa, yang menyewakan objek sewa
b.

dimaksud kepada nasabah sesuai kesepakatan;
Barang dalam transaksi ijarah adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang

c.

dapat diambil manfaat sewa;

Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk
pembiayaan atas dasar ijarah, serta hak dan kewajiban nasbah sebagaimana

10 Ibid.,
11 ibid., h. 110.
12 Ibid., h. 111.

diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk
d.

bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan atas dasar ijarah kepada
nasabah yang antara lain meliputi aspek perfsonal berupa analisis atas karakter
(character) dan/atau aspek usaha antara lain seperti analisis kapasitas usaha

e.

(capacity), keuangan (capital), dan/atau prospek usaha (condition);
Objek sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasikan secara spesifik dan


f.

dinyatakan dengan jelas termasuk besarnya nilai sewa dan jangka waktunya;
Bank sebagai pihakyang menyediakan objek sewa, wajib menjamin pemenuhan
kualitas maupun kuantitas objek sewa serta ketepatan waktu penyediaan objek

g.

sewa sesuai kesepakatan;
Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyedian objeksewa yang

h.

dipesan nasabah;
Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian

i.

tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar ijarah;
Pembayaran sewa dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk


j.

pembebasan utang;
Bank dapat meminta nasabah untuk menjaga keutuhan objek sewa, dan
menanggung biaya pemeliharaan objek sewa sesuai dengan kesepakatan di mana
uraian biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural harus dituangkan

k.

dalam akad; dan
Bank tidak dapat meminta nasabah untuk bertanggung jawab atas kerusakann
objek sewa yang akan terjadi bukan karena pelanggaran akad atau kelalaian

nasabah.13
Jasa penyewaan dapat berupa uang, surat berharga dan atau benda lain berdasarkan
kesepakatan. Jasa penyewaan dapat dibayar dengan atau tanpa uang muka, pembayaran
didahulukan, pembayaran setelah objek ijarah selesai digunakan, atau diutang berdasarkan
kesepakatan. Uang muka ijarah yang sudah dibayar tidak dapat dikembalikan kecuali
ditentukan lain dalam akad. Uang muka ijarah harus dikembalikan oleh pihak yang

menyewakan jika pembatalan ijarah dilakukan oleh pihak yang menyewakan. Uang muka
ijarah tidak harus dikembalikan oleh pihak yang menyewakan jika pembatalan ijarah
dilakukan oleh pihak yang akan menyewa.14

13 Khotibul Umam, Perbankan Syariah..., h. 128.

14 Bagus Ahmadi, “ Akad Bay’, Ijarah Dan Wadi’ah Perspektif Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah (Khes)” dalam Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 7, No. 2, Desember 2012, (17-26),
h.18.

Kemudian dalam hal pembiayaan multijasa di mana pembiayaan diberikan oleh bank
kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa, menggunakan akad ijarah,
maka:
a. Ketentuan yang berlaku dalam pembiayaan atas dasar ijarah sebagaimana
dimaksud pada angka 1 kecuali pada huruf k dan l, berlaku pula pada pembiayaan
multijasa dengan menggunakan akad ijarah;
b. Bank memperoleh sewa atas transaksi multijasa berupa imbalan (ujrah);
c. Besarnya imbalan (ujrah) harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal yang tetap.
Jenis barang/jasa yang dapat disewakan adalah sebagai berikut :

a.
b.
c.
d.

Barang modal; aset tetap, seperti bangunan, gedung, kantor, dan ruko.
Barang produksi; mesin, alat-alat berat, dan lain-lain.
Barang kendaraan transportasi; darat, laut, dan udara.
Jasa untuk membayar ongkos; uang sekolah/kuliah, tenaga kerja, hotel,
angkutan/transportasi, dan sebagainya.15

Skema Pembiayaan Ijarah:

Skema Transaksi Ijarah

BANK
SYARIAH
(Pemberi Sewa)

1.
Negosiasi
atas akad
ijarah

NASABAH
(Penyewa)

4. Nasabah membayar sewa pada bank

2. Membeli barang/ jasa dari pemasok

15 Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah..., h. 122.

3. Nasabah
menggunakan objek
ijarah

Objek Ijarah

Keterangan:
1) Bank syariah dan nasabah melakukan perjanjian dengan akad Ijarah, dalam akad
dijelaskan tentang objek sewa, jangka waktu sewa, dan imbalan yang diberikan oleh
lessee kepada lessor, hak opsi lessee setelah akad sewa berakhir dan ketentuan
lainnya.
2) Bank syariah membeli objek Ijarah dari supplier, asset yang dibeli oleh bank syariah
sesuai dengan kebutuhan lessee
3) Setelah supplier menggantarkan objek Ijarah kepada penyewa. Objek tersebut
dapat digunakan oleh penyewa.
4) Nasabah sebagai penyewa sesuai dengan perjanjian dengan bank syariah
melakukan pembayarannya kepada bank syariah sebagai pemberi sewa.16
Contoh Kasus Pembiayaan Ijarah:
Arief adalah seorang pengusaha Biro Perjalanan Haji. Dalam musim haji yang akan
datang ini, Arief harus membayar uang muka hotel, catering dan pesawat yang akan
digunakan oleh para calon jemaah haji. Berhubung tidak semua jemaah membayar
ONH secara penuh di muka, sedangkan biaya-biaya perjalanan haji sudah harus
dibayarkan, maka Arief membutuhkan “dana talangan” untuk menutupi kekurangan
pembayaran dimaksud. Suatu Bank Syariah yang bersedia memberikan dana talangan
kepada Arief menggunakan skema Modal Kerja Ijarah. Jadi, Bank Syariah akan
menalangi terlebih dahulu kekurangan uang muka untuk hotel, tiket pesawat dan
catering calon jemaah. Atas pemberian dana talangan tersebut, Bank Syariah berhak
atas ujroh (keuntungan) tertentu.
2.

Implementasi Akad Ijarah di BMT

Baitul Maal wat-Tamwil (BMT) adalah salah satu Lembaga Keuangan Syariah
yang memiliki perkembangan cukup pesat pada saat ini. Secara bahasa Baitul Maal
16 Osmad Muthaher, Akuntansi Perbankan Syariah, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), h. 123.

berarti rumah usaha. Baitul Maal pada masa Nabi Muhammad dahulu berfungsi untuk
mengumpulkan

sekaligus

menyalurkan

dana

sosial.

Sedangkan

Baitul Tamwil

merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba. 17
Prinsip operasi Baitul Maal Wat Tamwil didasarkan atas prinsip bagi hasil, jual beli
(ijarah) dan titipan (wadiah). Karena itu meskipun mirip dengan bank Islam, bahkan boleh
dikata menjadi cikal bakal bank Islam, Baitul Maal Wat Tamwil memiliki pangsa pasar
tersendiri, yaitu masyarakat kecil yang tidak terjangkau layanan perbankan serta pelaku
usaha kecil yang mengalami hambatan psikologis bila berhubungan dengan pihak bank.18
Pada dasarnya, prioritas usaha BMT hanyalah kegiatan keuangan, menggalakkan
simpanan dan pembiayaan bagi usaha anggota, usaha mikro dan kecil. Usaha-usaha di
sektor riil sangat tidak dianjurkan seperti membuka kios telepon, wartel, warnet, kios benda
pos, materai, voucher pulsa HP, dan lain sebagainya.19
Ruang gerak BMT yang paling pokok adalah mengurusi persoalan arus keuangan
umat, baik yang bersifat arus keuangan sosial maupun arus keuangan yang bersifat
komersial. Pengelolaan kedua arus keuangan inilah yang menjadi produk jasa BMT dengan
corak syariah yang ditawarkan sebagai salah satu alternatif dalam usaha meningkatkan taraf
hidup masyarakat.20

17 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Yogyakarta: UII Perss,
2004), hlm. 126.
18 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis
dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 363.

19 Baihaqi Abdul Majid, dkk, Pedoman Pendirian: Pembianaan dan Pengawasan LKM BMT,
(Jakarta: LAZNAS BMT, 2007), h. 24-25.

20 Lulail Yunus, Manajemen Bank Syariah Mikro, (Malang: UIN Malang Press (Anggota
IKAPI), 2009), h. 63.

DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2014.
Baihaqi Abdul Majid, dkk, Pedoman Pendirian: Pembianaan dan Pengawasan LKM BMT,
Jakarta: LAZNAS BMT, 2007.
Bagus Ahmadi, “ Akad Bay’, Ijarah Dan Wadi’ah Perspektif Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(Khes)” dalam Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 7, No. 2, Desember 2012,
(17-26).
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Ismail, Perbankan Syari’ah, Jakarta: Kencana, 2011, hlm.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 175.
Khotibul Umam, Perbankan Syariah: Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di
Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, Yogyakarta: UII Perss, 2004.

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,
Jakarta: Kencana, 2010.
Osmad Muthaher, Akuntansi Perbankan Syariah, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012.
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akutansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2013.
Lulail Yunus, Manajemen Bank Syariah Mikro, (Malang: UIN Malang Press (Anggota IKAPI),
2009.