238207520 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA

PEGAWAI PADA KANTOR KECAMATAN 554587895522154854 KABUPATEN 223145655225

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan Program Strata Satu (S-1) Program Studi Administrasi Pemerintahan

oleh

SRIKANDI BINTI DRUPADA NPM. 10010289 PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SEKOLAH TINGGIILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP) BENTANG BARANANG ANTAH BERANTAH 2014

ABSTRAK

SRIKANDI BINTI DRUPADA (10010289) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225 – Sekolah Tinggi Imu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (STISIP) Bentang baranang – Antah berantah

Pembimbing:

Penelitian ini dilaksanakan pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) budaya organisasi dan kinerja pegawai di Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225, (2) pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai di Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225, dan (3) Besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai di Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, dengan pegawai di Kantor Camat 554587895522154854 Kabupaten 223145655225 yang seluruhnya berjumlah 32 orang. Teknik pengumpulan data untuk kedua variabel Budaya Organisasi dan kinerja pegawai menggunakan instrumen angket dengan skala ordinal serta menggunakan skala Likert.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Budaya organisasi pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225 berada pada tingkat yang sedang atau kualitasnya cukup baik dengan persentasi sebesar 77,61%. (2) Kinerja Pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225 tergambar dalam keadaan cukup baik yang ditunjukkan dengan tanggapan responden sebesar 73,17%. (3) Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan nilai t hitung (2,607) yang lebih besar daripada nilai t tabel (1,697) pada tingkat kekeliruan 5% dan db = 32-2=30. (4) Budaya Organisasi berpengaruh sebesar 16,80 % terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Camat 554587895522154854. Sedangkan sisanya sebesar 83,20 % merupakan pengaruh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan kedudukan dan peranan pegawai pemerintahan sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena pegawai pemerintahan merupakan unsur aparatur negara yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dalam usaha mencapai tujuan nasional. Unsur manusia merupakan unsur penting, karena manusia selalau berperan aktif dan dominan dalam setiap organisasi.

Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, bekerja secara

terus menerus untuk mencapai tujuan. 1 Secara eksplisit, definisi tersebut mengasumsikan kebutuhan untuk mengkoordinasikan pola interaksi manusianya. Pola interaksi SDM dalam organisasi harus diseimbangkan dan diselaraskan agar organisasi dapat tetap eksis.

Penyediaan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat (pelayanan publik) merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara negara. Keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat merupakan keberhasilan penyelenggaraan

1 Robbins S. P.,2001, Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi, edisi kedelapan versi

Bahasa Indonesia, Jilid 1 & 2, (Jakarta: PT Prenhallindo, 2001) p. 31 Bahasa Indonesia, Jilid 1 & 2, (Jakarta: PT Prenhallindo, 2001) p. 31

Berbagai masalah nasional saat ini adalah bagaimana dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat secara maksimal. Agar terpenuhinya pelayanan pemerintahan yang baik, tentunya harus didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai dan sesuai dengan jenis pekerjaan yang ada. Sumber daya manusia yang potensial apabila didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Melihat kondisi sumber daya manusia yang ada saat ini mengharuskan berpikir secara seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan secara optimal. Dari sisi lain tentunya agar di masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal memerlukan perencanaan dan pengembangan berkelanjutan secara maksimal dari masing- masing pihak yang berkepentingan. Kelemahan dalam penyediaan berbagai fasilitas pengembangan sumber daya manusia dapat mengakibatkan munculnya hambatan dalam pelayanan masyarakat dan produktivitas masyarakat. Pada umumnya mengenai kemampuan sumber daya manusia yang ada masih jauh dari yang kita harapkan.

Organisasi yang sukses membutuhkan pegawai yang akan melakukan melebihi tugas pekerjaan yang biasa mereka lakukan atau pegawai yang akan memberikan kinerja melebihi harapan organisasi. Dalam dunia kerja yang dinamis saat ini, dimana tugas-tugas makin banyak dilakukan dalam tim dan fleksibilitas menjadi sangat kritis, organisasi membutuhkan pegawai yang akan melakukan OCB (Organizational Citizenship Behavior), yakni perilaku pegawai yang melakukan tugas semata-mata bukan hanya karena bagian dari persyaratan kerja, melainkan juga karena pencapaian efektivitas kerja itu sendiri. Wujud perilaku tersebut antara lain: membantu rekan dalam timnya, secara sukarela melakukan pekerjaan ekstra, menghindari konflik yang tidak perlu, menghargai semangat serta aturan dan peraturan organisasi/perusahaan, dan sesekali menolerir pekerjaan yang dapat menjadi beban, gangguan dan menyusahkan.

Menyadari pentingnya peranan pegawai tersebut, pemerintah telah banyak melakukan kegiatan untuk memberdayakan pegawai pemerintahan sehingga memiliki kemampuan dan kinerja yang optimal dalam upaya pencapaian tujuan nasional. Hal ini juga jelaskan dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang dalam pen- jelasannya menyatakan bahwa kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintah- an dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara khususnya pegawai pemerintahan.

Kantor kecamatan sebagai ujung tombak pemerintahan daerah dalam hal melakukan pembangunan daerah tentunya harus didukung dengan Kantor kecamatan sebagai ujung tombak pemerintahan daerah dalam hal melakukan pembangunan daerah tentunya harus didukung dengan

Kinerja pegawai yang merupakan hasil olah pikir dan tenaga dari seorang pegawai terhadap pekerjaan yang dilakukannya, dapat berujud, dilihat, dihitung jumlahnya, akan tetapi dalam banyak hal hasil olah pikiran dan tenaga tidak dapat dihitung dan dilihat, seperti ide-ide pemecahan suatu persoalan, inovasi baru suatu produk barang atau jasa, bisa juga merupakan penemuan atas prosedur kerja yang lebih efisien. Temuan hasil studi tentang kinerja pegawai dipengaruhi oleh kepuasan kerja, budaya organisasi/ perusahaan, serta gaya kepemimpinan.

Dalam manajemen kinerja (Amstrong, 1994) 2 istilah kompetensi mengacu kepada dimensi perilaku dari sebuah peran perilaku yang

diperlukan seseorang untuk dapat melaksanakan pekerjaannya secara memuaskan. Menurut Surya Dharma 3 kompetensi adalah apa yang

dibawa seseorang ke dalam pekerjaannya dalam bentuk jenis dan

2 Teguh Sulistiyani Ambar & Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori 3 dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. (Yogyakarta: Graha Ilmu. 2003) p. 205 Loc Cit 2 Teguh Sulistiyani Ambar & Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori 3 dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. (Yogyakarta: Graha Ilmu. 2003) p. 205 Loc Cit

Permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya manusia dalam suatu organisasi menuntut untuk diperhatikan, sebab secanggih apapun teknologi yang dipergunakan dalam suatu organisasi serta sebesar apapun modal organisasi, pegawai dalam organisasilah yang pada akhirnya yang menjalankan. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa didukung dengan kualitas yang baik dari pegawai dalam melaksanakan tugasnya keberhasilan organisasi tidak tercapai. Kontribusi pegawai pada suatu organisasi akan menentukan maju atau mundurnya organisasi.

Kontribusi pegawai pada organisasi akan menjadi penting, jika dilaku- kan dengan tindakan efektif dan berperilaku secara benar. Tidak hanya jumlah usaha tetapi juga arah dari usaha. Sifat-sifat yang ada pada diri pegawai, upaya atau kemauan untuk bekerja, serta berbagai hal yang merupakan dukungan

dari organisasi sangat besar artinya bagi keberhasilan kinerja pegawai. 4 Dengan demikian setiap pegawai perlu mengetahui dengan pasti apa yang

menjadi tanggung jawab utamanya, kinerja seperti apa yang harus dicapainya serta dapat mengukur sendiri sesuai indikator keberhasilannya. Banyak hal

4 Soehardi Sigit, Esensi Teori Perilaku Organisasional, (Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa Yogyakarta. 2001) 4 Soehardi Sigit, Esensi Teori Perilaku Organisasional, (Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa Yogyakarta. 2001)

Gagasan budaya organisasi telah menjadi penting dalam studi tentang perilaku organisasional. Meskipun ketidaksetujuan di antara beberapa elemen definisi dan pengukuran, para peneliti tampak sepakat bahwa budaya mungkin merupakan faktor penting dalam penentuan bagaimana sebaiknya seseorang individu menyesuaikan dengan konteks organisasi.

O’Reilly (1989), pada penelitian awal tentang norma pengukuran memperlihatkan dua karakteristik penting dari budaya yang kuat. Salah satunya adalah intensitasnya terhadap bagian anggota organisasi yakni menunjukkan persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap mereka yang bertindak dengan cara tertentu, kedua adalah adanya kristalisasi atau kesepakatan yang luas terhadap nilai tersebut diantara anggota. Jika tidak ada kesepakatan bahwa serangkaian nilai yang terbatas penting dalam suatu unit

sosial, budaya yang kuat tidak ada. 5

Jika ada kesepakatan kuat dan meluas tentang arti penting nilai-nilai tertentu, sistem nilai sentral atau budaya kuat mungkin ada. Banyak penelitian telah menyimpulkan bahwa kesesuaian pegawai terhadap budaya organisasi meningkatkan komitmen, kepuasan, dan kinerja. Namun penelitian empiris terhadap hubungan ini yang telah dilakukan masih sedikit. Sementara

5 O’ Reilly III C. A., Chatman J. Caldwell D. F., 1991, “People and Organizational Culture: A

Profile Comparison Approach to Assesing Person – Organization Fit”, Academy of Management Journal, Vol. 34, 3, p.487- 516.

pendapat Daulatram (2003), bahwa perembesan budaya organisasi membutuh- kan pengenalan dimensi-dimensi dasar dari budaya organisasi dan pengaruh- nya pada variabel yang berkaitan dengan pegawai seperti kepuasan,

komitmen, kohesi, implementasi strategi, kinerja, dan lain-lain. 6

Dalam studi yang berkaitan, Nystrom meneliti perawatan kesehatan, menemukan bahwa pegawai pada budaya yang kuat cenderung mengekspresi- kan komitmen organisasi yang lebih besar sebagaimana kepuasan kerja yang

tinggi. 7 Survei yang dilakukan Sheridan, menunjukkan bahwa budaya organi- sasi secara signifikan berhubungan dengan kinerja pegawai, voluntary

turnover, dan organizational commitment. 8 Dikatakan bahwa dalam berbagai cultural values memiliki pengaruh terhadap tingkat turnover dan kinerja

pegawai.

Berdasarkan latar belakang pemasalahan tentang kinerja pegawai yang belum optimal dan hubungannya terhadap budaya organisasi maka perlu kiranya kajian yang lebih dalam tentang pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian penulis pun tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai, khususnya pada pegawai Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225. Untuk itu penulis bermaksud mengadakan sebuah penelitian

6 Erni R. Ernawan, “Pengaruh Budaya Organisasi dan Orientasi Etika Terhadap Kinerja

Perusahaan Manufaktur”, Usahawan, September 2004, No. 09, Tahun XXXIII.

7 Nystrom P.C., ”Organizational Culture Strategies, and Committments in Health Care Organizations”, Health Care Management Review, 1993. Vol.18, p.43-9.

8 Sheridan J.E. “Organizational Culture and Employee Retention”, Academy of Management

Journal (Desember, 1992). pp. 1036 - 1056.

ilmiah dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225”.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, dapat teridentifikasi beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut.

1) Bagaimanakah budaya organisasi dan kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854, Kabupaten 223145655225?

2) Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854, Kabupaten 223145655225?

3) Seberapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854, Kabupaten 223145655225?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang teridentifikasi di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut.

1) Budaya organisasi dan kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854, Kabupaten 223145655225.

2) Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854, Kabupaten 223145655225.

3) Besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854, Kabupaten 223145655225.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Praktis

a. Menyajikan hasil empiris pengaruh Budaya Organisasi dan Kinerja Pegawai pada kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225.

b. Bagi institusi kecamatan, diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk meninjau kembali terhadap kebijakan yang telah dilakukan dalam kaitannya mengenai Budaya Organisasi dan Kinerja Pegawai pada kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225.

2. Kegunaan Teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan kajian empirik terutama menyangkut perilaku organisasi khususnya pada aspek Budaya Organisasi dan Kinerja Pegawai.

b. Bagi peneliti, memberikan solusi dalam pemecahan suatu masalah empiris yang didukung dengan teori yang mendukung sehingga dapat memberikan pola pikir yang terstruktur dalam memecahkan suatu permasalahan.

E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1. Kerangka Pemikiran

Budaya organisasi menurut McShane dan Von Glinow, organizational culture is the basic pattern of shared values and assumptions governing the way employees within an organization think about and act on problems and

opportunities. 9 McShane dan Von Glinow juga mengatakan, bahwa budaya organisasi yang kuat memiliki potensi meningkatkan kinerja, dan sebaliknya bila budaya organisasinya lemah mengakibatkan kinerja menurun. Budaya organisasi memiliki tiga fungsi penting yaitu sebagai sistem pengawasan,

perekat hubungan sosial, dan saling memahami. 10

Kepemimpinan berperan dalam memperkuat dan mengubah budaya organisasi, oleh karena pertama, pendiri dan pemimpin menjadi teladan dalam menjaga budaya organisasi. Pengaruh pendiri dan pemimpin melalui keteladannya akan memperkuat budaya organisasi. Kedua, sistem reward (pemberian penghargaan) disesuaikan dengan nilai-nilai budaya organisasi. Dengan demikian setiap anggota organisasi mengetahui dengan jelas perilaku

9 McShane, Steven L. & Von Glinow, Mary Ann. (2008). Organizational behavior (fourth

10 edition). (USA: McGRAW hill-International. 2008) p. 460 Ibid 10 edition). (USA: McGRAW hill-International. 2008) p. 460 Ibid

organisasi. 11

Budaya organisasi menurut Jones dan Goerge, organizational culture is the shared set of beliefs, expectations, values, norms, and work routines that influence the ways in which individuals, groups, and teams intreract with one

another and cooperate to achieve organizational goals. 12

Jones dan Goerge juga mengatakan, bahwa ketika para anggota organisasi memiliki komitmen yang kuat terhadap keyakinan, harapan, nilai- nilai, norma-norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang digunakannya dalam mencapai tujuan, menunjukkan budaya organisasi yang kuat.

Sebaliknya bila para anggota organisasi tidak memiliki komitmen yang kuat, menunjukkan budaya organisasinya lemah. Setiap organisasi memiliki budaya, tetapi budaya organisasi yang satu dengan organisasi yang lain belum tentu sama. Budaya organisasi dibentuk melalui interaksi 4 (empat) faktor utama, yaitu: Personal and professional characteristics of people within the

11 Ibid, p. 472

12 Jones, Gareth R. & George, Jennifer M. Contemporary management (fifth edition). (USA:

McGRAWhill-International. 2008) p. 105 McGRAWhill-International. 2008) p. 105

Budaya organisasi menurut Robbins, organizational culture refers to a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization

from other organizations. 14

Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa budaya organisasi merupakan pola dasar nilai-nilai, harapan, kebiasaan-kebiasaan dan keyakinan yang dimiliki bersama seluruh anggota organisasi sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan organisasi.

Karakteristik Budaya menurut Robbins dikemukakan ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya organisasi. Ketujuh karakter tersebut yaitu: inovasi dan mengambil risiko, perhatian pada rincian, orientasi hasil, orientasi manusia, orientasi tim,

agresivitas, dan stabilitas. 15

Inovasi dan pengambilan risiko berkaitan dengan sejauh mana para anggota organisasi/ karyawan didorong untuk inovatif dan berani mengambil risiko. Perhatian ke hal yang rinci berkaitan dengan sejauh mana para anggota organisasi/karyawan diharapkan mau memperlihatkan kecermatan (presisi), analisis, dan perhatian kepada rincian. Orientasi hasil mendiskripsikan sejauh

13 Ibid, p 415 14 Robbins, P. S. 2008. Organizational Behaviour (10thedition). (versi Bahasa Indonesia). (New

15 Jersey. Prentice Hall, Inc. 2008) hlm. 511 Ibid. hlm. 512 15 Jersey. Prentice Hall, Inc. 2008) hlm. 511 Ibid. hlm. 512

Orientasi orang menjelaskan sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil kepada orang-orang di dalam organisasi tersebut. Orientasi tim berkaitan dengan sejauh mana kegiatan kerja organisasi dilaksanakan dalam tim-tim kerja, bukan pada individuindividu. Keagresifan menjelaskan sejauh mana orang-orang dalam organisasi menunjukkan keagresifan dan kompetitif, bukan bersantai.

Stabilitas adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau inovasi. Masing-masing ciri tersebut di atas dapat dinilai dalam sebuah kontinum dari rendah sampai tinggi. Penilaian yang tinggi menunjukkan organisasi tersebut memiliki budaya yang kuat, dan sebaliknya penilaian rendah menunjukkan budaya organisasi lemah. Dengan menilai ketujuh dimensi organisasi, orang akan mendapatkan gambaran yang majemuk mengenai budaya suatu organisasi.

Menurut Robbins, budaya sebagai tatanan sistem yang terus dikembangkan, meliputi empat fungsi, yaitu: Pertama, budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara organisasi yang satu dengan lainnya. Kedua, budaya memberikan identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mendorong timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada Menurut Robbins, budaya sebagai tatanan sistem yang terus dikembangkan, meliputi empat fungsi, yaitu: Pertama, budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara organisasi yang satu dengan lainnya. Kedua, budaya memberikan identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mendorong timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada

diantara sesama anggota organisasi. 16

Menurut Robbins 17 ada empat cara bagi anggota organisasi mempelajari budaya organisasi, yaitu: Pertama, melalui cerita mengenai

kegigihan pendiri organisasi atau orang-orang yang dianggap sukses di organisasi tersebut. Kedua, melalui ritual deretan kegiatan berulang yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi, misalnya apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting, dan mana yang dapat dikorbankan. Ketiga, melalui lambang dan kebendaan. Keempat, melalui bahasa.

Menurut Jones dan Goerge motivation is psychological forces that determine the direction of a person’s level of effort, and a person’s level of persistence. 18 Jones dan George juga mengatakan, bahwa motivasi merupakan

sentral manajemen, sebab menjelaskan bagaimana orang berperilaku dan cara mereka melakukan pekerjaan di dalam organisasi. Motivasi ada yang berasal dari dalam (intrinsic) dan ada yang berasal dari luar (extrinsic). Para pimpinan berusaha memiliki tim dengan kinerja yang tinggi perlu memotivasi anggotanya untuk bekerja mencapai tujuan organisasi, mengurangi kemalasan, dan membantu timnya mengatasi konflik secara efektif.

Menurut Jones dan George, motivasi menggambarkan bagaimana para pekerja berperilaku dalam melaksanakan pekerjaannya. Misalnya para pelayan

16 Ibid. hlm. 516

18 Robbins. Op.Cit. pp. 525-526 Jones dan George, Op.Cit. p. 519 dan 617 18 Robbins. Op.Cit. pp. 525-526 Jones dan George, Op.Cit. p. 519 dan 617

Bila motivasi kerja para pekerja rendah akan mengakibatkan para pelanggan kecewa. Motivasi ada yang berasal dari dalam diri pekerja, dan ada pula yang berasal dari luar diri pekerja. Oleh karena itu sangat penting mendorong agar para pekerja memiliki motivasi yang tinggi, agar kinerjanya tinggi, dan mampu memuaskan para pelanggan. Suatu organisasi akan menjadi efektif bila anggota organisasi termotivasi untuk memiliki kinerja pada tingkat yang lebih tinggi.

Menurut Mc.Shane dan Von Glinow, motivation refers to the forces within a person that affect the direction, intensity, and persistence of voluntary behavior. McShane dan Von Glinow juga mengatakan, bahwa motivasi merupakan salah satu dari empat faktor yang menggerakkan seseorang berperilaku dan menunjukan kinerjanya. Empat faktor tersebut adalah: motivation, ability, role perception, and situational factors of

individual behavior and results (MARS model). 19

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan baik berasal dari dalam diri seseorang maupun yang berasal dari luar yang menggerakkan seseorang melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Menurut hasil penelitian McClelland (dalam McShane, Von Glinow dan Mary Ann) terdapat tiga kebutuhan yang mendorong motivasi, yaitu: Need for achievement, need for

19 Mc.Shane dan Von Glinow, Op.Cit. p. 134 19 Mc.Shane dan Von Glinow, Op.Cit. p. 134

Bila kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi akan berakibat meningkatkan kinerja. Kinerja menurut Wirawan, adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau

suatu profesi dalam waktu tertentu. 21

Menurut Wirawan secara umum dimensi kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang

berhubungan dengan pekerjaan. 22

a. Hasil Kerja

Hasil kerja merupakan keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa yang dapat dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya. Pengukuran kinerja melalui hasil kerja pekerja sejalan dengan pendapat Peter Drucker melalui teori Management by Objectives (MBO). Seorang pekerja dinilai melalui hasil kerjanya baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Misalnya kuantitas hasil kerja seorang pegawai teller bank diukur seberapa banyak nasabah yang dilayaninya. Kualitas hasil kerjanya diukur seberapa tepat teller tersebut memenuhi standar layanan nasabah atau seberapa puas nasabah yang dilayaninya. Kuantitas hasil kerja seorang pekerja pabrik rokok diukur sebarapa banyak batang rokok yang berhasil dilinting setiap hari. Kualitas

20 Ibid. Pp. 140-141

21 Wirawan. Evaluasi kinerja sumber daya manusia. (Jakarta: Salemba Empat. 2009) p.5

22 Ibid. pp. 54-55 22 Ibid. pp. 54-55

b. Perilaku kerja

Ketika berada di tempat kerja karyawan memiliki dua perilaku, yaitu perilaku pribadi dan perilaku kerja. Perilaku pribadi merupakan perilaku yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: cara berjalan, cara berbicara, dan sebagainya. Perilaku kerja merupakan perilaku pekerja yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: kerja keras, ramah, disiplin, dan sebagainya. Perilaku kerja dicantumkan dalam standar kinerja, prosedur kerja, kode etik, dan peraturan organisasi. Perilaku kerja dapat dikelompokkan menjadi perilaku kerja umum dan khusus. Perilaku kerja umum merupakan perilaku yang diperlukan semua jenis pekerjaan, misalnya: loyal pada organisasi, disiplin, dan bekerja keras.

Perilaku kerja khusus diperlukan untuk pekerjaan tertentu, misalnya: Satpam tegas dan tidak banyak bicara, penjual jasa dituntut ramah dan selalu ceria ketika melayani pelanggan. Sistem evaluasi kinerja yang menggunakan pendekatan perilaku kerja di antaranya model Behaviorally Anchor Rating Scale (BARS), Behavior Observation Scale (BOS), dan Behavior Expectation Scale (BES).

c. Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan

Seseorang memiliki banyak sifat pribadi yang dibawa sejak lahir dan diperoleh ketika dewasa dari pengalaman dalam pekerjaan. Sifat pribadi yang Seseorang memiliki banyak sifat pribadi yang dibawa sejak lahir dan diperoleh ketika dewasa dari pengalaman dalam pekerjaan. Sifat pribadi yang

Kinerja pekerja merupakan kombinasi dari hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Hasil kerja harus dicapai dengan berperilaku tertentu sesuai standar dan tidak boleh sekehendak hati pekerja. Demikian juga untuk mencapai hasil tertentu diperlukan sifat pribadi tertentu. Kombinasi ketiga dimensi kinerja bila dinyatakan dalam persentase untuk jenis pekerjaan yang satu berbeda dengan jenis pekerjaan yang lain. Misalnya untuk pekerja pabrik rokok persentase hasil kerja 80%, perilaku kerja 15%, dan sifat pribadi yang berhubungan pekerjaan 5%. Kinerja manajer sumber daya manusia mungkin untuk hasil kerja 15%, perilaku kerja 60%, dan sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan 25%. Ada juga yang mengkombinasikan antara hasil kerja dengan perilaku kerja, karena sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan dimasukkan ke dalam dimensi perilaku kerja.

Hubungan budaya organisasi dengan kinerja didukung oleh hasil penelitian Ojo Olu melalui tesisnya yang berjudul: Impact Assessment of Corporate Culture on Employee Job Performance yang diterbitkan oleh

Business Intelligence Journal bulan Agustus 2009 volume 2 nomor 2, menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara budaya organisasi dengan

kinerja pekerja perbankan di Nigeria. 23 Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini.

Budaya Organisasi (X) Kinerja Pegawai (Y)

1. Toleransi terhadap tindakan

1. Hasil Kerja

beresiko

2. Perilaku Kerja

2. Arah

3. Sifat Pribadi (Wirawan, 2008:27) 4. Dukungan dari manajemen

3. Integrasi

5. Toleransi terhadap konflik

6. Pola-pola komunikasi

(Gordon, terjemahan Pasolong,

2003:480) dan Robbins (1994)

Gambar 1.1: Kerangka pemikiran Budaya Organisasi dengan Kinerja

2. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang dikemukakan di atas, hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Budaya Organisasi Kinerja Pegawai

23 Olu, Ojo. (2009). Impact assessment of corporate culture on employee job performance. business intelligence journal – August, 2009 Vol.2 No.2 http://www.saycocorporatiivo.

com/SayCo.Uk/BIJ/journal/Vol2_No2/articleg.pc

”Terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225”

Operasional variabel penelitian mengacu pada semua variabel dan indikator-indikator variabel yang terkandung dalam hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut.

1) Variabel budaya organisasi sebagai variable indipenden (X1) yang akan ditelusuri melalui 6 (enam) indikator, yaitu: Toleransi terhadap tindakan beresiko, Arah, Integrasi, Dukungan dari manajemen, Toleransi terhadap konflik, dan Pola-pola komunikasi, berdasarkan pendapat Robbins.

2) Variabel kinerja sebagai variabel dipenden (Y) yang akan ditelusuri melalui 3 (tiga) indikator, yaitu: hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan, berdasarkan pendapat Wirawan.

F. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Penelitian

Penelitian tentang ”Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225” ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan yang ada dalam penelitian. Pendekatan ini menekankan pada prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya. Keketatan pendekatan ini sudah terlihat dari asumsi dasar penelitian kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan model penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungan- nya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan kulturalnya.

Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan bagaimana penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang bagaimana. Dalam penelitian tentang ”Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225” ini digunakan metode deskriptif verifikasi dengan menggunakan teknik survei. Singarimbun mengemukakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. 24 Sementara itu, Sugiyono mengemukakan bahwa menurut tingkat

24 Masri Singarimbun & Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai. (Jakarta: LP3ES. 2003) p. 3 24 Masri Singarimbun & Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai. (Jakarta: LP3ES. 2003) p. 3

2. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono, teknik pengumpulan data merupakan instrumen ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan, serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus penelitian yang sedang diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian di atas, teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini terutama ada dua

macam, yakni studi dokumentasi dan teknik angket. 26

a. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain yang ada pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku,

26 Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta. 2004) p. 11 Ibid 26 Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta. 2004) p. 11 Ibid

b. Teknik Angket

Angket yang disusun dan dipersiapkan disebar kepada responden sebagaimana ditetapkan sebagai sampel penelitian. Jumlah angket yang disebarkan seluruhnya adalah sebanyak sampel yang ditentukan untuk penelitian. Pemilihan dengan model angket ini didasarkan atas alasan bahwa (a) responden memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang diajukan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan dalam memilih jawaban, dan (d) dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dalam waktu yang cepat dan tepat.

Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk skala Likert. Adapun alasan menggunakan skala Likert ini untuk mengukur sikap, pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial. Permasalahan strategi pemasaran dan keputusan pembelian produk dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena itu, penggunaan skala Likert pada penelitian ini dapat diterima.

Skala Likert yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 1.1 Penskoran Skala Likert

Bobot Pernyataan

Sangat setuju Skor : 5

Sangat baik Skor : 5

Setuju Skor : 4

Baik Skor : 4

Netral Skor : 3

Netral Skor : 3

Tidak setuju Skor : 2

Tidak baik Skor : 2

Sangat tidak setuju Skor : 1

Sangat tidak baik Skor : 1

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Camat 554587895522154854, yang berlokasi di Jl. Jangari, Kademangan, Kabupaten 223145655225. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, yakni dari bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Juli 2014. Rincian pelaksanaan penelitian dapat dijelaskan melalui tabel berikut.

Tabel 1.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Juni Juli No Kegiatan ri 2014

1 Kegiatan Prapenelitian XXX

2 Pengumpulan Data

XXX

3 Analisis Data

XXXXX

4 Penyusunan Laporan XXX X

5 Bimbingan dan

Perbaikan

6 Sidang Skripsi

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Secara sistematis, karya tulis ini dikembangkan dalam lima bagian sebagai berikut.

1. Bagian pertama merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran dan hipotesis, waktu dan lokasi penelitian, serta sistematika pengembangan skripsi.

2. Bagian kedua merupakan tinjauan teoretis yang berisi tentang pembahasan budaya organisasi dan kinerja pegawai.

3. Bagian ketiga merupakan pembatasan mengenai metode penelitian yang membahas tentang latar penelitian, metode dan teknik penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan data.

4. Pembahasan hasil penelitian yang berisi deskripsi, analisis, serta pem- bahasan hasil penelitian serta pembuktian hipotesis.

5. Bagian kelima merupakan kesimpulan atas seluruh hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian serta saran yang dapat dikemukakan berdasarkan temuan-temuan pada saat penelitian.

BAB II KAJIAN TEORETIS

A. Budaya Organisasi

Istilah budaya organisasi (organizational culture) banyak dijumpai di berbagai media, para ahli, praktisi maupun akademisi yang melakukan analisis dan kajian berkaitan dengan budaya organisasi. Diskusi maupun seminar telah banyak diselenggarakan untuk mengungkapkan berbagai substansi yang berkaitan dengan pengembangan budaya organisasi, fungsi dan pengaruh serta manfaatnya untuk sebuah organisasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa budaya organisasi memang dirasakan sangat penting dan memiliki manfaat baik langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan organisasi, tertutama dalam kancah persaingan yang semakin ketat.

Secara alami budaya sukar dipahami, tidak berwujud, implisit dan di- anggap biasa saja. Tetapi semua organisasi mengembangkan seperangkat inti pengandaian, pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari- hari dalam tempat kerja. Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan semakin penting bagi organisasi.

Para ahli berpendapat bahwa definisi budaya organisasi memiliki tiga hal yang merupakan ciri khas budaya organisasi tersebut, antara lain: (1) dipelajari, (2) dimiliki bersama, dan (3) diwariskan dari generasi ke generasi. Faktor yang paling penting bagi organisasi adalah bagaimana seorang Para ahli berpendapat bahwa definisi budaya organisasi memiliki tiga hal yang merupakan ciri khas budaya organisasi tersebut, antara lain: (1) dipelajari, (2) dimiliki bersama, dan (3) diwariskan dari generasi ke generasi. Faktor yang paling penting bagi organisasi adalah bagaimana seorang

Budaya organisasi merupakan perekat antar karyawan, oleh sebab itu sekolah harus memiliki budaya yang kuat, sehingga sekolah beserta warganya akan memiliki perilaku yang sejalan serta memiliki keyakinan kolektif yang dapat meningkatkan kemampuan profesional mereka dalam mewujudkan kualitas pendidikan.

Budaya organisasi adalah norma, nilai nilai asumsi, kepercayaan, filafat, kebiasaan organisasi dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam meng-hasilkan produk, melayani para konsumen dan

mencapai tujuan organisasi. 27

Wirawan lebih lanjut mengemukakan bahwa budaya organisasi mem- bentuk perilaku organisasi anggotanya, bahkan tidak jarang perilaku anggota organisasi sebagai individu. Definisi budaya organisasi tersebut berisi sejumlah kata kunci yang memerlukan penjelasan.

a. Isi budaya organisasi. Isi budaya organisasi terdiri atas beragam jenis. Isi budaya organisasi ada yang didapat di indera dengan mudah seperti artefak dan ada yang sukar di indera seperti nilai-nilai, norma, asumsi, dan filsafat organisasi. Isi budaya organisasi kecil dan sederhana.

27 Wirawan. Budaya dan Iklim Organisasi Teori Aplikasi dan Penelitian. (Jakarta: Penerbit Salemba Empat. 2007) p.10 27 Wirawan. Budaya dan Iklim Organisasi Teori Aplikasi dan Penelitian. (Jakarta: Penerbit Salemba Empat. 2007) p.10

c. Dikembangkan dalam waktu yang lama, budaya organisasi dikembangkan pertama kalinya oleh pendiri organisasi ketika mendirikan organisasi. Norma, nilai-nilai, pola pikir, budaya dan agama, dari pendiri organisasi mempengaruhi budaya organisasi yang dikembangkannnya.

d. Demikian juga, Negara Republik Indonesia dewasa ini tetap menggunakan dasar Negara Pancasila yang diajukan oleh para pendiri Negara: Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Isi Iklim organisasi merupakan gabungan persepsi-persepsi suatu evaluasi makro mengenai peristiwa organisasi, perilaku manusia, respons karyawan terhadap karyawan lainnya, harapan-harapan, konflik-konflik antar personal, dan kesempatan

bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut. 28

Schein mengemukakan bahwa budaya prganisasi adalah ”A pattern of basic assumption invented, discovered, or developed by given group as it learns to cope with it problems for external adaptation and internal integration that has worked well enough to be considered valid and therefore, to be though to new members as the correct way to perceine, think and feel in

28 Ibid. pp.10-11 28 Ibid. pp.10-11

Menurut Schein (2002), budaya yang ada dalam organisasi memiliki tiga elemen dasar, yaitu: artifak, nilai-nilai yang didukung (espoused values), serta asumsi yang mendasari (underlying assumtions).

ARTIFAK

Struktur organisasi dan proses yang tampak (sulit diterjemahkan)

NILAI-NILAI YANG

Strategi, sasaran, filosofi (alasan

DIDUKUNG

yang didukung)

ASUMSI DASAR

Bawah sadar, keyakinan yang dianggap sudah ada, persepsi pemikiran, dan perasaan (sumber

akhir dari nilai dan tindakan)

Gambar 2.1 Tingkat Budaya Schein 30

Artifak merupakan hal-hal yang dilihat, didengar, dan dirasa kalau seseorang berhubungan dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang tidak dikenalnya. Yang termasuk dalam artifak antara lain: produk, jasa,

29 Schein, Edgar H. (copyright 1985). Organizational Culture and Leadership. (San Francisco: 30 Jossey-Bass Publishers. 2002) p. 12 Ibid. p.17 29 Schein, Edgar H. (copyright 1985). Organizational Culture and Leadership. (San Francisco: 30 Jossey-Bass Publishers. 2002) p. 12 Ibid. p.17

Dengan demikian, budaya organisasi merupakan pemahaman terhadap norma, nilai, sikap, dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh semua anggota

organisasi. 31 Atau, budaya organisasi merupakan kerangka kerja yang menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari, pedoman dalam membuat keputusan, serta

mengarahkan tindakan anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya harus sejalan dengan tindakan-tindakan organisasi, seperti: perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Apabila budaya tidak sejalan dengan tugas-tugas tersebut maka organisasi akan

menghadapi masa-masa yang sulit. 32 Oleh karena itu, budaya memiliki peran sentral dalam manajemen strategis.

Bagi organisasi, budaya organisasi merupakan tekanan normatif pada setiap individu yang ada dalam organisasi untuk memiliki perilaku tertentu. Perilaku tersebut antara lain perilaku untuk setia/loyal pada

31 Stoner, James A.F; Freeman, R. Edward; Gilbert Jr., Daniel R. Management, diterjemahkan oleh Sindoro, Alexander. 1996. Manajemen. (Jakarta: Indeks, Gramedia Grup. 1995), p. 15

32 Kotter, J.P. & Heskett, J.L. Corporate Culture and Performance. (New York: Free Press. 1992), p.19 32 Kotter, J.P. & Heskett, J.L. Corporate Culture and Performance. (New York: Free Press. 1992), p.19

komitmen yang tinggi pada organisasi. 33

Soetjipto (2002) juga menambahkan bahwa individu yang memiliki komitmen yang tinggi pada organisasi biasanya rela berkorban, memiliki tekat yang kuat dan peduli pada kemajuan organisasi. Hal tersebut tercermin dari tindakan individu untuk bekerja sebaik mungkin bagi organisasi. Budaya organisasi yang bisa menciptakan “good organizational citizens” merupakan dambaan setiap pemimpin. Apabila perilaku karyawan “goes above and beyond the call of duty” maka bisa dipastikan organisasi bisa membuat

kompetisi menjadi tidak relevan. 34 Artinya, organisasi akan memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi yang sulit untuk ditiru oleh pesaing.

Oleh karena itu, budaya organisasi seharusnya tumbuh dan mengakar secara kuat dalam setiap organisasi. Budaya organisasi harus selaras dengan situasi dan kondisi persaingan di mana organisasi terlibat di dalamnya dan/atau mendukung strategi bisnis yang diterapkan organisasi. Selain itu, budaya organisasi juga harus memberi perhatian yang penuh, tidak hanya pada para pemegang saham dan pelanggan, tetapi juga pada seluruh individu organisasi dan masyarakat secara luas. Budaya organisasi modern harus kuat tapi terbatas, membedakan asumsi dasar yang dianggap penting (vital bagi

33 Soetjipto, Budi W. 2002. Menuiai Sukses dalam Kegiatan Usaha. (Usahawan No. 12, Th. XXXI, Desember. 2002), pp. 47-50.

34 Averett, Todd. Executive Commentary. Academy of Management Executive, Vol. 17, No. 3. 2003, pp. 72-73.

kelangsungan hidup organisasi dan keberhasilan) dari segala sesuatu yang lain

yang hanya dalam tahap relevan saja (diinginkan tetapi tidak wajib). 35

Menurut Vijay Santhe, sebagaimana dikutip oleh Taliziduhu Ndraha, budaya adalah: “The set of important assumption (often unstated) that

members of community share in common”. 36 Dari teori yang dikemukakan oleh Vijay Sathe dan Schein di atas, ditemukan kata kunci dari pengertian

budaya yaitu shared basic assumptions atau menganggap pasti terhadap sesuatu. Sathe, dalam Ndraha, lebih lanjut mengemukakan bahwa shared basic assumptions meliputi: (1) shared things; (2) shared saying, (3) shared

doing;dan (4) 37 shared feelings. Pada bagian lain, Schein menyebutkan bahwa basic assumption dihasilkan melalui : (1) evolve as solution to problem

is repeated over and over again; (2) hypothesis becomes reality, dan (3) to learn something new requires resurrection, reexamination, frame breaking. 38

Taliziduhu Ndraha mengemukakan bahwa asumsi meliputi beliefs (keyakinan) dan value (nilai). Beliefs merupakan asumsi dasar tentang dunia dan bagaimana dunia berjalan. Belief (keyakinan) merupakan state of mind (lukisan pikiran) yang terlepas dari ekspresi material yang diperoleh suatu komunitas. Value (nilai) merupakan suatu ukuran normatif yang

mempengaruhi manusia untuk melaksanakan tindakan yang dihayatinya. 39

35 Schein. Opcit. 36 Ndraha, Taliziduhu. 1997. Budaya Organisasi. (Jakarta : PT Rineka Cipta. 1997), p. 46 37 Ibid.

39 Schein, Opcit. Ndraha. Opcit.

Menurut Vijay Sathe dalam Ndraha bahwa nilai merupakan “ basic assumption about what ideals are desirable or worth striving for”.

Pada tingkat ini organisasi dan anggotanya membutuhkan tuntunan strategi (strategies), tujuan (goals) dan filosofi dari pemimpin organisasi untuk bertindak dan berperilaku. Sedangkan pada tingkat basic underlying assumptions (asumsi dasar) berisi sejumlah keyakinan (beliefs) bahwa para anggota organisasi mendapat jaminan (take for granted) bahwa mereka diterima baik untuk melakukan sesuatu secara benar dan cara yang tepat.

Schein (2002) mengemukakan bahwa budaya organisasi dapat dibagi ke dalam dua dimensi yaitu:

1) Dimensi external environments; yang di dalamnya terdapat lima hal esensial yaitu: (a)mission and strategy; (b) goals; (c) means to achieve goals; (d) measurement; dan (e)correction.

2) Dimensi internal integration yang di dalamnya terdapat enam aspek utama, yaitu : (a)common language; (b) group boundaries for inclusion and exclusion; (c) distributing power and status; (d) developing norms of intimacy, friendship, and love; (e) reward and punishment; dan

(f) explaining and explainable : ideology and religion. 40 Pada bagian lain, Edgar Schein mengetengahkan sepuluh karateristik

budaya organisasi, mencakup: (1) observe behavior: language, customs, traditi-ons; (2) groups norms: standards and values; (3) espoused values: published, publicly announced values; (4)

formal philosophy: mission; (5) rules of the game: rules to all in organization; (6) climate: climate of group in interaction; (7) embedded skills; (8) habits of thinking,

40 Schein. Opcit.

acting, paradigms: shared knowledge for socialization; (9) shared meanings of the group; dan (10) metaphors or symbols. 41

Luthans mengemukakan bahwa ”budaya organisasi merupakan norma- norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi di mana setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar

diterima oleh lingkungannya”. 42 Budaya organisasi memiliki karakteristik yang penerapan-nya mendukung pencapaian sasaran organisasi. Karakteristik

ini merupakan ciri utama budaya organisasi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, juga berlaku pada semua jenis organisasi baik yang berorientasi kepada jasa atau produk.

Luthans mengetengahkan enam karakteristik penting dari budaya organisasi, yaitu: (1) obeserved behavioral regularities; yakni keberaturan cara bertindak dari para anggota yang tampak teramati. Ketika anggota organisasi berinteraksi dengan anggota lainnya, mereka mungkin menggunakan bahasa umum, istilah, atau ritual tertentu; (2) norms; yakni berbagai standar perilaku yang ada, termasuk di dalamnya tentang pedoman sejauh mana suatu pekerjaan harus dilakukan; (3) dominant values; yaitu adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi, misalnya tentang kualitas produk yang tinggi, absensi yang rendah atau efisiensi yang tinggi; (4) philosophy; yakni adanya kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam memper-lakukan pelanggan dan karyawan (5) rules; yaitu adanya pedoman yang ketat, dikaitkan dengan

42 Ibid. Luthans, Fred. Organizational Behaviour. (N.Y. : McGraw-Hill. 2002), p. 122 42 Ibid. Luthans, Fred. Organizational Behaviour. (N.Y. : McGraw-Hill. 2002), p. 122

anggota organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain. 43

Karakteristik budaya organisasi yang dikemukakan Luthans di atas tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya, unsur-unsur tersebut men-cerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi baik yang ber-orientasi pada pelayanan jasa atau organisasi yang menghasilkan produk.

Luthans juga menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang menentukan kekuatan budaya organisasi adalah sebagai berikut.

1) Kebersamaan yaitu sejauh mana anggota organisasi mempunyai nilai-nilai inti yang dianut secara bersama. Derajat kesamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi dan imbalan. Orientasi dimaksudkan pembinaan kepada anggota- anggota baru khususnya melaui program-program pelatihan, sedangkan imbalan dapat berupa kenaikan gaji, jabatan (promosi), hadiah-hadiah dan tindakan-tindakan lainnya yang memperkuat nilai-nilai budaya organisasi.

2) Intensitas merupakan suatu hasil dari struktur imbalan keinginan pegawai untuk melaksanakan nilai-nilai budaya dan bekerja semakin meningkat apabila mereka diberi imbalan, oleh karena itu pimpinan organisasi perlu memperhatikan dan mentaati struktur imbalan yang diberikan kepada

43 Ibid.

anggota-anggota organisasi guna menanamkan nilai-nilai inti budaya organisasi. 44

Budaya organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Mc Namara 45 mengemukakan bahwa dilihat dari sisi input, budaya organisasi

mencakup umpan balik (feed back) dari masyarakat, profesi, hukum, kompetisi dan sebagainya. Sedangkan dilihat dari proses, budaya organisasi mengacu kepada asumsi, nilai dan norma, misalnya nilai tentang : uang, waktu, manusia, fasilitas dan ruang. Sementara dilihat dari out put, berhubungan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi, teknologi, strategi, image, produk dan sebagainya.

Jones dan George mengemukakan bahwa ”Organizational culture is the shared set of beliefs, expectations, values, norms, and work routines that influence the ways in which individuals, groups, and teams intreract with one

another and cooperate to achieve organizational goals.” 46 Budaya organisasi adalah himpunan bersama keyakinan, harapan, nilai, norma, dan rutinitas kerja yang mempengaruhi cara di mana individu, kelompok, dan tim saling berinteraksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi.