PRADIGMA POLISI SIPIL DALAM PENEGAKAN HU
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI
SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN MENENGAH
TOPIK :
PRADIGMA POLISI SIPIL DALAM PENEGAKAN HUKUM
PADA MASYARAKAT DEMOKRASI
JUDUL:
OPTIMALISASI PEMOLISIAN PROAKTIF
GUNA MENCEGAH TAWURAN ANTAR WARGA
DALAM RANGKA TERWUJUDNYA HARKAMTIBMAS
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sejak tanggal 1 April 1999 Polri dan TNI/ABRI secara resmi berpisah dan berdiri
sendiri. sebagaimana tertuang dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan
seperti: Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1999 tentang Pemisahan Polri dri TNI/ABRI, Tap
MPR Nomor VI/2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri, Tap MPR Nomor VII/2000 Tentang
Peran TNI dan Peran Polri, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Momentum
sejarah ini dipandang sebagai sebuah awal (starting point) untuk memulai kehidupan
masyarakat sipil (civil society) dengan polisi sipil (civilianz police) bertugas memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat yang memenuhi empat unsur yaitu: Security yaitu
perasaan bebas dari gangguan fisik dan psikis, Surety yaitu perasaan bebas dari kekhawatiran,
Safety yaitu perasaan terlindung dari segala bahaya, dan Peace yaitu perasaan damai lahiriah
dan batiniah.
Pemeliharaan kamtibmas pada hakekatnya merupakan rangkaian upaya pemeliharaan
ketertiban umum (maintaining law and order), penanggulangan kejahatan (fighting crime)
dan perlindungan warga (protecting people) terhadap kejahatan (crime) dan bencana
(disaster)1. Tayangan televisi memberitakan peristiwa tawuran antar pelajar, penyerangan
oleh kelompok gank motor, dan tawuran antar warga, berdampak terhadap rasa aman dan
tentram masyarakat secara luas, dalam hal ini Polri harus ekstra kerja keras meminimalisir
korban yang mungkin timbul saat peristiwa terjadi, tindakan represif dan pembubaran paksa
1 Makalah Jendral (Prn) Chairuddin Ismail “Tantangan Polri Dalam Pemeliharaan Kamtibmas Pada Masyarakat
Demokrasi” disampaikan pada Seminar Sekolah STIK Jakarta.
1
2
oleh petugas Polri lengkap dengan tembakan peringatan, bukan membuat jera pelaku justru
memancing mereka untuk kembali melakukan hal yang sama dilain tempat dan waktu yang
berbeda secara lebih brutal, serta mungkin lebih fatal bahkan warga tidak jarang berbalik
menyerang polisi hingga timbul korban di kedua belah pihak.
Tentu kondisi di atas semakin menjauhkan polisi dengan masyarakat yang dilayani,
harapan masyarakat terhadap kepolisian akan jaminan keamanan dan perlindungan Polri
secara maksimal baik atas dirinya, maupun keluarganya dan harta bendanya, serta kebutuhan
pelayanan yang lebih baik dari Polri. Menjebatani kondisi ini tidak hanya dibutuhkan
kemampuan personel polri dengan kwalitas yang mumpuni dalam melayani masyarakat, tapi
yang lebih penting adalah dengan mengoptimalkan metode proaktif dan mencerminkan
pradigma polisi sipil yang modern, bukan reaktif yang lebih cenderung bersifat militeristik.
Dari uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul penulisan NKP
yaitu : ” OPTIMALISASI PEMOLISIAN PROAKTIF
TAWURAN
ANTAR
WARGA
DALAM
GUNA MENCEGAH
RANGKA
TERWUJUDNYA
HARKAMTIBMAS” .
2.
Permasalahan
Tulisan
ini
akan
mengangkat
permasalahan
sebagai
berikut:
”Bagaimana
Mengoptimalkan Pemolisian Proaktif Guna Mencegah Tawuran Antar Warga
Sehingga Harkamtibmas Dapat Terwujud?
3.
Persoalan
a. Bagaimana Sumber Daya Manusia yang ada guna mendukung optimalisasi
Pemolisian Proaktif di Polres X ?
b. Bagaimana metode yang dilaksanakan guna mengoptimalkan Pemolisian Proaktif
di Polres X ?
c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi optimalisasi Pemolisian Proaktif di
Polres X ?
4.
Ruang Lingkup
3
Ruang lingkup dalam penulisan ini dibatasi pada kondisi sumberdaya manusia, metode
yang dillaksanakan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi Pemolisian Proaktif
guna mencegah tawuran antar warga di Polres X.
5.
Maksud dan Tujuan
a. Maksud :
Maksud penulisan ini untuk mengambarkan optimalisasi pemolisian proaktif guna
mencegah tawuran antar warga dalam rangka terwujudnya kamtibmas.
b. Tujuan :
Sebagai pemenuhan tugas matakuliah Pasis Sespimmen Polri Dik Reg Ke-54 T.P
2014 yaitu Polisi Sipil Sebagai Pradigma Baru Kepolisian. Memberikan sumbangan
pemikiran serta masukan kepada Pimpinan Polri tentang optimalisasi pemolisian proaktif,
sehingga dapat berjalan dengan maksimal.
6.
Metode Pendekatan
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
7.
Sistematika
BAB I
berisikan latar belakang, ruang lingkup, permasalahan, persoalan, maksud
dan tujuan, metode dan pendekatan, sistematika serta pengertian-pengertian
yang berkaitan dengan judul penulisan.
BAB II
berisikan tentang landasan teori yang digunakan dalam penulisan
BAB III berisikan tentang gambaran kondisi faktual.
BAB IV berisikan tentang berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi .
BAB V
berisikan tentang kondisi yang merupakan gambaran ideal atau kondisi
yang diharapkan.
BAB VI berisikan tentang konsepsi pemecahan masalah..
BAB VII berisikan tentang kesimpulan yang menjawab persoalan-persoalan yang
muncul, dan rekomendasi yang berisi harapan kepada satuan yang lebih
tinggi.
8.
Pengertian – Pengertian
a.
Optimalisasi
4
Dalam beberapa literatur manajemen, tidak dijelaskan secara tegas pengertian
optimalisasi, namun dalam Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S. poerdwadarminta ( 1997 :
753 ) dikemukakna bahwa : “Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan
keinginan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif
dan efisien”.
b. Pemolisian Proaktif
Pemolisian Proaktif berkaitan erat dengan praktek pemolisian masyarakat. Tujuan
komunitas kepolisian adalah "pemecahan masalah." Polmas menekankan penegakan
proaktif yang mengusulkan kejahatan jalanan dapat dikurangi melalui keterlibatan
masyarakat yang lebih besar dan integrasi antara warga dan polisi. Kepolisian dan
petugas harus komit waktu untuk mengembangkan sebuah "kemitraan" dengan
masyarakat untuk: 1) Mencegah dan kontra kejahatan; 2) Menjaga ketertiban; dan 3)
Mengurangi rasa takut kejahatan2.
c.
Mencegah Tawuran antar warga
Mencegah atau prevention adalah menekan seminimal mungkain suatu masalah
sebelum terjadi, tawuran dalam kamus bahasa Indonesia berarti perkelahian yang
melibatkan banyak orang, warga adalah kumpulan orang- orang yang teinggal pada
suatu tempat tertentu. Mencegah tawuran antar warga dapat diartikan menekan
seminimal mungkin sebelum terjadi perkelahian antar kelompok yang tinggal pada
loksai berbeda.
d.
Harkamtibmas
Pengertian Kamtibmas menurut Pasal 1 Undang-undang Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa pengertian Kamtibmas adalah: suatu
kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses
pembangunan nasional dalam rangka tercapainnya tujuan nasional yang ditandai oleh
terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman
yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan
masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk
pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan
masyarakat.
2 Robert C. Ankony, "Community Alienation and Its Impact on Police," The Police Chief, Oct. 1999, 150-
53.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
9.
Teori Manajemen Strategis
Menurut Pearce dan Robinson (2013;3-4) bahwa manajemen strategis dapat
didefinisikan sebagai suatu rangkaian keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi
dan implementasi rencana untuk mencapai tujuan.. Tahapan proses manajemen strategi,
penjabarannya sebagai berikut :
a.
Perumusan strategi mencakup kegiatan mengembangkan visi dan misi organisasi,
mengidenfikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, menentukan kekuatan
dan kelemahan internal organisasi, menetapkan tujuan jangka panjang organisasi,
membuat sejumlah strategi alternatif untuk organisasi dan memilih strategi tertentu
yang digunakan.
b.
Pelaksanaan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan sasaran tahunan,
membuat kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumber daya
sehingga perumusan strategi dapat dilaksanakan. Pelaksanaan strategi mencakup
pengembangan budaya yang mendukung strategi, penciptaan struktur organisasi
yang efektif, pengarahan kembali usaha-usaha pemasaran, penyiapan anggaran,
pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi, serta menghubungkan
kompensasi untuk karyawan dengan kinerja organisasi.
c.
Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategi, para manajer harus
benar-benar mengetahui alasan strategi-strategi tertentu tidak dapat dilaksanakan
dengan baik,. Tiga kegiatan pokok dalam evaluasi strategi adalah : (1) Mengkaji
ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan perumusan
strategi yang diterapkan sekarang ini. (2) Mengukur kinerja dan (3) Melakukan
tindakan-tindakan korektif.
10.
Analisa SWOT
Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunnities, Threats) yang disampaikan
oleh Freddy Rangkuti dalam bukunya “ Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis”.
6
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Rangkuti (2000; 19) berkata bahwa penelitian
menunjukkan kinerja perusahaan atau organisasi dapat ditentukan oleh kombinasi faktor
internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.
Selanjutnya identifikasi dalam analisis SWOT akan dikaji menggunakan matrik TOWS.
David (1995) dalam Karyoso (2005,86-89) matrik TOWS digunakan dengan mendahulukan
analisis ancaman dan peluang untuk melihat sejauh mana kapabilitas internal sesuai dan
cocok dengan factor eksternal tersebut. Dalam hal ini ada 4 strategi yang tampil dari analisis
matrik TOWS tersebut yaitu : Strategi SO, Srategi WO, Strategi ST, Strategi WT.
11.
Konsep Polmas.
Polmas (Community Policing) merupakan gaya pemolisian yang mendekatkan
hubungan polisi dengan masyarakat yang dilayaninya (Customer). Dalam Polmas keberadaan
masyarakat bukan hanya sebagai obyek saja, akan tetapi menempatkan masyarakat sebagai
subyek. Dengan harapan masyarakat memiliki pemikiran yang berorientasi Kepolisian, yaitu
ikut serta dalam menentukan upaya-upaya penciptaan keamanan di lingkungannya masingmasing. Menurut Pror. Dr. Satjipto Rahardjo bahwa Community policing tidak dilakukan
untuk melawan kejahatan, tetapi mencari dan melenyapkan sumber kejahatan 3. Menurut
Jenderal (P) Drs. Sutanto, Community Policing adalah bentuk pemolisian sipil untuk
menciptakan dan menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat yang dilakukan
dengan tindakan-tindakan : (1) Polisi bersama-sama dengan masyarakat untuk mencari jalan
keluar atau menyelesaikan masalah sosial (terutama masalah keamanan) yang terjadi dalam
masyarakat. (2) Polisi senantiasa berupaya untuk mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan
adanya gangguan kriminilitas, (3) Polisi lebih mengutamakan pencegahan kriminalitas (crime
prevention), dan (4) Polisi senantiasa berupaya meningkatkan kualitas masyarakat4.
BAB III
3 Rahardjo, Satjipto., 2001, tentang Community Policing di Indonesia, Makalah Seminar;” Polisi antara harapan
dan kenyataan”, Hotel Borobudur, Jakarta
4 Sutanto. 2005, Polri Menuju Era Baru Pacu Kinerja Tingkatkan Citra
7
KONDISI FAKTUAL PEMOLISIAN PROAKTIF GUNA MENCEGAH TAWURAN
ANTAR WARGA SAAT INI
1.
Kondisi Sumber Daya Manusia Polres X guna mendukung optimalisasi
Pemolisian Proaktif saat ini.
a.
Kwantitas
Table :1
N
O
SATUAN
KERJA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Polres X
Polsek 1
Polsek 2
Polsek 3
Polsek 4
Polsek 5
J U M LAH
PAMEN
PAMA
BA
TA
PNS
RIIL
DSPP
5
1
6
27
6
4
6
4
2
49
560
93
74
48
70
26
871
-
5
5
592
100
78
54
74
28
926
500
90
50
50
50
30
770
Dislokasi Personel Polres X
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
SATUAN
Pimpinan
Bag Ops
Bag Sumda
Bag Ren
Sie Um
Sie Keu
Sie Was
Sie Tipol
Sie Propam
Sat Intelkam
Sat Sabhara
Sat Reskrim
Sat Binmas
Sat Narkoba
Sat Lantas
Sat Tahti
SPKT
Polsek 1
Polsek 2
Polsek 3
Polsek 4
Polsek 5 (KP3)
Ba Polres
JUMLAH
2
13
15
6
6
6
4
3
20
52
183
77
11
27
129
13
13
100
78
54
74
28
12
Jumlah
926
KET
1 PNS
1 PNS
1 PNS
1 PNS
1 PNS
+ 5 PNS
8
Jumlah personel yang dilibatkan sebagai bhabinkamtibmas selaku pengemban fungsi polmas
sebagai berikut:
Tabel: 2
NO
POLSEK
1.
2.
3.
4.
5.
POLSEK 1 (URBAN)
POLSEK 2
POLSEK 3
POLSEK 4
POLSEK 5 (KP3)
JUMLAH
b.
PERSONEL
BHABINKAMTIBMAS
JML
KELURA
HAN
JML
PERS
100
78
54
74
28
334
POLSEK
POLRES
JML
12
15
8
8
3
43
-
12
15
8
8
3
43
12
15
8
8
43
Kwalitas
Berbicara kualitas tentunya berbicara kemampuan dan cara mendapatkan
kemampuan
tersebut.
Dalam
hal
ini
adalah
kemampuan
personel
sebagai
Bhabinkamtibmas dan pelatihan/kursus serta hal lain yang mengembangkan
kemampuannya.
Tabel : 3
No
Dik / Lat
1
2
3
4
5
13.
Polmas
Babinkamtibmas
Negosiasi
Konflik Sosial
Dai kamtibmas
Jumlah
Perwira
Bintara
1
1
1
3
12
11
2
5
30
Ket
Metode.
Terdapat beberapa kondisi yang digunakan dalam menerapkan pemolisian proaktif
yang digunakan saat ini oleh Polres X guna mencegah tawuran antar warga, antara
lain:
a.
Perapan satu desa satu bhabinkamtibmas: metode ini digunakan sesuai program
kapolri penempatan satu desa satu polisi, mekanisme yang digunakan dengan
melakukan penunjukan langsung oleh kasatker melalui mekanisme wanjak,
9
namun penempatannya cenderung tidak sesuai dengan kometensinya ataupun
kemampuannya. hal ini menjadi tidak optimal karena personel yang ditempatkan
belum memiliki kesiapan mental menjadi seorang bhabinkamtibmas yang
berperan sebagai petugas polmas.
b.
Dengan menerapkan program Bankamdes (bantuan keamanan desa). Metode ini
merupakan program yang di kembangkan oleh salah satu kapolda di polda Y,
dengan melibatkan tokoh masyarakat yang berperan diwilayah tersebut. Namun
dalam kenyataannya pembinaan terhadap bankamdes yang sudah terbentuk tidak
berkesinambungan. Bankamdes cenderung sifatnya reaksional dan ketika terjadi
tawuran antar warga sering terjadi bankamdes ikut terlibat dalam tawuran tersebut
Karen pemahanan yang salah pada Bankamdes
c.
Melaksanakan penyuluhan kamtibmas bekerja sama dengan pihak kelurahan,
kegiatan penyuluhan yang dilakukan lebih sering hanya mengikuti kegiatan
kelurahan tanpa menggunakan jadwal kegiatan yang disusun atau terencana.
Sehingga tidak menyentuh akar permasalahan kejadian.
d.
Melakukan sambang dor to dor. Metode ini dilaksanakan oleh bhabinkamtibmas
sendiri dengan membawa buku kerja dan mencatat hasil sambaing untuk
dilaporkan ke satuan atas.
e.
Penyelesaian masalah jika terjadi tawuraan warga, petugas cenderung tidak
memiliki keyakinan diri untuk menentukan sikap. Karena kurangnya kepercayaan
diri petugas dan merasa tidak adanya back up dari fungsi lain dan atasan.
14.
Implikasi terhadap kurang optimalnya pemolisian proaktif
Masih kurang optimalnya penerapan pemolisian proaktif dengan hanya menyerahkan
sepenuhnya kepada petugas bhabinkamtibmas sebagai pengemban fungssi polmas
tanpa dukungan dari fungsi kepolisian yang di Polres X, tentunya merupakan suatu
kendala yang harus segera ditanggulangi, karena sebagaimana kita ketahui bahwa
Polmas merupakan strategi yang mengedepankan kemitraan antara Polisi dan
masyarakat didasari oleh peran aktif masyarakat. Kemitraan tersebut diwujudkan
melalui pemecahan persoalan yang ada dilingkungan masyarakat secara bersama-
10
sama. Jika Implementasi Polmas masih kurang mampu dioptimalkan, dikhawatirkan
Polmas sebagai suatu strategi dapat terhambat yang akan menimbulkan berbagai
persoalan seperti :
a.
b.
Meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban.
Potensi konflik yang muncul berpeluang menjadi konflik yang nyata sehingga
dapat mengganggu stabilitas keaman
BAB IV
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Langkah selanjutnya dilakukan diagnosa kinerja dengan menggunakan analisa SWOT
untuk mengetahui kondisi lingkungan internal yang diarahkan pada penilaian kekuatan
(strength) dan kelemahan (weakness) yang ada dan yang akan ada, dan lingkungan eksternal
yaitu peluang (opportunity) dan ancaman (threats) yang ada dan yang mungkin ada terhadap
organisasi. Penjelasan terhadap kedua lingkungan tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Faktor Internal
a.
Kekuatan
1)
2)
3)
4)
Kuantitas personel Polres X yang melebihi DSP;
Personel Polres X sebanyak 178 orang adalah putra daerah;
Banyaknya personel yang tinggal di luar asrama Polres.
Adanya sarana prasarana, materiil dan logistik berupa Alat Khusus (Alsus),
Alat Utama (Alut), Alat dan Perlengkapan (Alkap) dan Kendaraan Dinas
(Randis) yang dimiliki oleh Polres X yg cukup memadai.
5) Penerapan 1 polisi 1 desa sudah terlaksana, \
b. Kelemahan
1) Sikap premondial atau kedaerahan yang menggangu objektifitas kerja
personel;
2) Sikap terlalu kaku pada tugas fungsi kerja masing-masing;
3) Kurangnya personel yang memiliki kemampuan yang dibutuhkan dalam
pemolisian proaktif;
11
4) Kurangnya pemahaman tentang pentingnya tindakan preemtif baik level
perwira maupun bintara;
5) Kemampuan komunikasi efektif yang dimiliki sangat rendah sehingga
tekesan arogan;
6) Tunjangan bhabinkamtibmas yang tidaak sebanding dengan beban kerja
melemahkan etos kerja personel;.
7) Masih memandang masyarakat sebagai objek bukan sebagai mitra ataupun
sebagai warga.
2.
Faktor Eksternal
a. Peluang
1) Program Bankamdes yang telah didukung oleh pemerintah daerah .
2) Adanya program pemberdayaan masyarakat pada setiap SKPD
3) Dukungan pemerintah untuk terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat.
4) Sarana dan prasarana daerah yang sudah memadai
5) Dukungan kerjasama antara Polres X dengan lembaga akademisi yang sdh
terjalin dengan baik.
6) Sikap sebagian besar masyarakat yang sudah jenuh akan terjadinya tawuran
antar warga.
7) Keinginan dan harapan masyarakat terhadap institusi Polres X untuk
meningkatkan harkamtibmas.
b. Kendala
1) Sikap masyarakat yang cenderung apatis dengan kepentingan individu lebih
menonjol.
2) Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi minuman keras.
3) Premondialisme yang cukup tinggi dan berkembang di masyarkat.
4) Pemberitaan di media massa yang tidak seimbang dan cenderung
mendeskriditkan polri.
5) Kultur masyarakat yang cenderung masih sangat terikat dengan tradisi
tradisional dan kurang terbuka dengan perubahan.
6) Adanya tokoh –tokoh informal yang kurang mendukung terhadap perubahan.
12
7) Melekatnya kebiasaan lama atau budaya tradisional yang bertentanga dengan
peraturan hukum yang berlaku.
BAB V
KONDISI IDEAL OPTIMALISASI PEMOLISIAN PROAKTIF GUNA MENCEGAH
TAWURAN ANTAR WARGA YANG DI HARAPKAN
17. Pemolisian Proaktif yang di harapkan.
Pelaksanaan pemolisian proaktif di Polres x yang diharapkan dilihat dari dua unsur yaitu
sumber daya anusia dan metode yang dilaksanakan atau di gunakan dapat di ketahui sebagai
berikut..
a.
Sumber daya manusia.
1)
Kualitas petugas
Pemilihan (Rekrutmen) Petugas Polmas dilaksanakan melalui proses seleksi
agar kemampuan petugas Polmas didalam melaksanakan tugas pokok, fungsi,
peranan dan kegiatannya yang ditujukan dalam mengupayakan penertiban,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
dapat berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu, keberadaan petugas Polmas
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, dimana ia bertugas, hal ini dikarenakan
kemampuan / pengetahuan baik bidang tugasnya maupun tentang kemasyarakatan
dikuasainya.. Disamping itu perlu memiliki pengetahuan dan kemampuan sebagai
penyuluh Kamtibmas dan juru pendamai bila terjadi perselisihan antar masyarakat.
2)
Kuantitas petugas
Pada setiap desa / kelurahan tidak hanya ditugas kan 1 petugas polmas saja
atau bhabinkamtibmas, tetapi sebagi strategi pemolisian proaktif harus dilaksanakan
oleh seluruh fungsi yang berada da;lam satuan tersebut. Untuk itu ditempatkan
seorang Petugas Polmas atau lebih, agar polisi dan masyarakat bekerja sama sebagai
mitra untuk mengidentifikasi, menentukan skala prioritas dan memecahkan masalahmasalah yang sedang dihadapi, ketidaktertiban fisik dan kekurangan/persoalan
13
masyarakat secara keseluruhan dengan tujuan untuk memantapkan situasi
Kamtibmas.
b.
Sistem dan Metode (HTCK)
1)
Internal
a)
Kapolres / Waka Polres sebagai penanggung jawab pelaksanaan
Pemolisian Proaktif di wilayah hukum Polres X, harus dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan optimal.
b)
Kasat Binmas sebagai koordinator dan penghimpun data serta
merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh tiap–tiap
fungsi.
c)
Kapolsek dan para Kasat di tingkat Polsek sebagai supervisor
yang mengendalikan langsung pelaksanaan petugas pada fungsi
masing-masing yang dapat berfungsi sebagai petugas Polmas.
2)
Eksternal
a)
Adanya komunikasi dan koordinasi petugas Polmas dengan
kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh adat, sehingga situasi
kamtibmas yang kondusif dapat tercipta.
b)
Adanya koordinasi dengan Pemda dan instransi terkait dan
adanya kerma polisionil dan bersinergi antara program pemda
dan program kepolisian. sehingga terwujud kerjasama antara
petugas kepolisian dengan Pemda dan instansi terkait termasuk
masyarakat dalam penanggulangan gangguan Kamtibmas.
18.
Kontribusi
Dengan sumber daya manusia petugas pengemban fungsi polmas dan
penerapan pemolisian proaktif yang ideal, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya
dan didukung dengan anggaran yang cukup, sistem dan metode serta pengawasan
yang baik dan konsisten serta sarana dan prasarana yang memadai maka keterpaduan
setiap kegiatan mulai kegiatan kepolisian yang melibatkannb seluruh fungsi di satuaan
Polres X membuat sinergitas kegiatan termasuk kerma dengan pemerintah daerah
melalui program pemberdayaan yang ada di SKPD, maka pencegahan tawuran warga
14
akan dapat dilakukan karena sudah adanya kegiatn dan program yang sudah terukur
dan terencana menyentuh pada akar permasalahan yang sebagian besaar di awali oleh
maslah social yang tidak terselesaikan. Bila dikaitkan dengan strategi penerapan
Polmas yang digulirkan oleh pimpinan Polri dalam menjawab tuntutan masyarakat
terhadap kinerja Polri sebagai akibat perkembangan lingkungan strategis, dimana
yang dikedepankan adalah pendekatan pelayanan kepada masyarakat, seiring dengan
perubahan paradigma baru Polri sebagai polisi sipil, akan segera terwujud dengan
meningakatkan peran dari petugas Polmas. Selain itu, dengan pengetahuan,
keterampilan, kemampuan dan sikap prilaku yang baik dari Petugas Polmas, maka
peran petugas Polmas dalam meningkatkan kualitas pelayanan Polri kepada
masyarakat akan terwujud, sehingga dapat mewujudkan Kamtibmas yang kondusif.
19.
Indikator keberhasilan penerapan Polmas
Sesuai dengan Peraturan Kepala Polisi Negara Republik Indonesia Nomor 7
tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat
dalam penyelenggaraan tugas Polri. Kriteria/indikator keberhasilan Polmas adalah
sebagai berikut :
a.
Intensitas
komunikasi
antara
petugas
dengan
masyarakat meningkat.
b.
Keakraban hubungan petugas dengan masyarakat
meningkat.
c.
Kepercayaan masyarakat terhadap Polri meningkat.
d.
Intensitas kegiatan forum komunikasi petugas dan
masyarakat meningkat.
e.
Kepekaan / kepedulian masyarakat terhadap malah
kamtibmas dilingkungannya meningkat.
f.
Daya
kritis
masyarakat
terhadap
akuntanbilitas
penyelesaian masalah kamtibmas meningkat.
g.
Ketataan warga masyarakat terhadap aturan yang
berlaku meningkat.
15
h.
Partisipasi
masyarakat
dalam
hal
deteksi
dini,
peringatan dini, laporan kejadian meningkat.
i.
Keberadaan dan berfungsinya mekanisme penyelesaian
masalah oleh polisi dan masyarakat.
j.
Gangguan kamtibmas menurun.
BAB VI
UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM OPTIMALISASI PEMOLISAIN PROAKTIF
GUNA MENCEGAH TAWURAN ANTAR WARGA
Dalam rangka Optimalisasi Pemolisian Proaktif guna mencegah tawuran antar warga,
maka diperlukan langkah-langkah strategis untuk mewujudkannya, mulai dari visi, misi,
tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan upaya (action plan) sebagaimana yang akan diuraikan
berikut ini, antara lain :
1.
Visi
Dengan Pemolisian Proaktif yaitu Polmas Terpadu
cegah tawuran antar warga
dalam rangka terwujudnya Harkamtibmas.
2.
Misi
a.
Menerapkan Pemolisian Proaktif sebagai strategi terintegrasi antar fungsi di
Polres Xkepemimpinan yang efektif secara berkelanjutan dan konsisten sesuai
karakter insan bhayangkara.
b. Menerapkan Polmas Terpadu dengan melibatkan berbagai pihak guna mencegah
tawuran antar warga di Polres X.
c.
Mengelola secara objektif, transparan dan akuntabel seluruh sumber daya Polres
X guna mendukung optimalisasi pemolisian proaktif.
3.
Tujuan
a.
Terwujudnya sinergitas antar fungsi dalam optimalisasi pemolisian proaktif
sebagai aktualisasi polisi sipil.
b. Terselenggaranya sinergitas antara Polres X dan pemda dalam mencegah tawuran
antar warga.
16
c.
Terwujudnya peningkatan tampilan kinerja atau performa anggota Polres X
berdasarkan keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja dalam menunjang
keberhasilan organisasi Polres X sesuai Visi dan Misinya.
4.
Sasaran
a.
Tersedianya SDM dan system yang handal dalam mengoptimalkan pemolisian
proaktif.
b.
Tersedianya metode kemitraan yang tepat dan dapat mendukung pencegahan
tawuran antar warga.
c.
Tergelarnya sarana dan prasarana untuk mendukung optimalisasi pemolisian
proaktif.
5.
Kebijakan
a.
Melakukan perekrutan dan penerapan assessment center untuk penyiapan SDM
bhabinkamtibmas yang handal.
b. Melaksanakan pelatihan peningkatan kemampuan komunikasi efektif dan
problem solfing.
c.
Melaksanakan kegiatan rapat-rapat koordinasi untuk menyamakan persepsi
tentang pola kemitraan terpadu.
d. Menerapkan sinergitas kerja antar fungsi secara konsisten , efektif dan efisien.
e.
Meningkatkan kemempuan dan pemahaman personel baik kaemampuan teknis,
taktis, dan hubungan social kemasyaraktan.
6.
Strategi
Strategi yang dirumuskan dalam implementasi kepemimpinan efektif guna
meningkatkan profesionalisme polri, dilaksanakan melalui beberapa tahapan strategi
yakni:
a.
Strategi 1 : Menerapkan model penugasan terintegrasi antar fungsi dimana
satu desa ditugaskan lebih dari satu anggota sesuai job description
bhabinkamtibmas sebagai coordinator
b. Strategi 2
: Menerapkan Polmas Terpadu
17
c.
Strategi 3 : Melaksanakan pelatihan komunikasi efektif dan problem
solfing
d. Strategi 4
: Memanfatkan sarana prasarana yang ada semaksimal
mungkin untuk pelayanan masyarakat dan membangun kemitraan dgn
masyarakat
e.
Strategi 5 : Melaksanakan rewad and phunisment secara objektif dan
konsisten
31.
Upaya implementasi (action plan)
a. Strategi 1 : Menerapkan model penugasan terintegrasi antar fungsi dimana satu
desa ditugaskan lebih dari satu anggota sesuai job description bhabinkamtibmas
sebagai coordinator
1) Jangka Pendek (0 – 6 bulan)
a)
Menyiapkan personel yang akan ditugasakan.
b) Menyiapkan program penugasan dan jenis kegiatan yang tepat.
2) Jangka Menengah (6 – 12 bulan)
a)
Melaksanakan program penugasandan giat fungsi : beat patrol dialogis,
kring serse wilayah, baket dan penggalangan wilayah, dikmas lantas desa.
b) Penempatan personel sesuai zone wilayah tugas dan program.
3) Jangka Panjang 12 – 24 bulan
a)
Melaksanakan pengandalian dan penilaian
b) Melaksanakan evaluasi penugasan
b. Strategi 2 :
Menerapkan Polmas Terpadu
1) Jangka Pendek (0 – 6 bulan)
a)
Menyiapkan piranti lunak atau nota kesepahaman.
b) Melaksanakan rapat koordinasi
1) Jangka Menengah (6 – 12 bulan)
a)
Menyusun program Polmas Terpadu
b) Menyusun kebutuhan anggaran.
2) Jangka Panjang 12 – 24 bulan
a)
Melaksanakan program polmas terpadu
b) Melakukan evaluasi program polmas terpadu.
18
c.
Strategi 3 : Melaksanakan pelatihan komunikasi efektif dan problem
solfing
1) Jangka Pendek (0 – 6 bulan)
a) Menyiapkan piranti lunak pelatihan.
b) Menyiapkan perencanaan pelatihan
2) Jangka Menengah (6 – 12 bulan)
a)
Melaksanakan pelatihan sesuai jadwal yang ditentukan.
b) Melaksanakan kerjasama latihan dengan instansi terkait.
3) Jangka Panjang 12 – 24 bulan
a)
Melaksanakan penilaian
b) Melaksanakan evaluasi
d. Strategi 4 : Memanfatkan sarana prasarana yang ada semaksimal mungkin
pelayanan masyarakat dan membangun
untuk
kemitraan dgn masyarakat
1) Jangka Pendek (0 – 6 bulan)
a)
Melakukan pendataan sarana prasarana dan kondisi.
b) Menyiapkan perencanaan pemanfaatan sarana dan prasarana
2) Jangka Menengah (6 – 12 bulan)
a)
Melaksanakan menggunaan sarana prasana dengan efektif dan efisien.
b) Melaksanakan pengawasan penggunaan.
3) Jangka Panjang 12 – 24 bulan
a)
Melaksanakan penilaian
b) Melaksanakan evaluasi
e.
Strategi 5 : Melaksanakan rewad and phunisment secara objektif dan konsisten .
1) Jangka Pendek (0 – 6 bulan)
a)
Menyiapkan piranti lunak berupa SOP dan piranti lunak lainnya.
b) Mengajukan personel yang akan melaksanakan assessment
2) Jangka Menengah (6 – 12 bulan)
a)
Memperkuat personel pengawasan internal.
b) Melaksanakan Sosialisasi..
3) Jangka Panjang 12 – 24 bulan
a)
Melaksanakan dan menerapkan rewad dan phunishment secara objektif.
b) Melaksanakan pengandalian dan evaluasi
19
BAB VII
PENUTUP
1. Kesimpulan
a.
Pemolisian proaktif guna mencegah tawuran antar warga di Polres X belum
Optimal, untuk itu dibutuhkan kesiapan personel polri dengan keamampuan
berkomunikasi yang efektif dan perubahan cara pandang terhadap masyarakat dan
lingkungan dengan menempatkan masyarakat sejajar sebagai mitra bukan
menempatkan masyarakat sebagai objek, sehingga ada peran serta aktif
masyarakat untuk terwujudnya Harkamtibmas. Untuk itu perlu dilakukan
pelatihan dan perekrutan bhabinkamtibmas dengan menggunakan assessment
center dan tes psikologis, serta mengintensifkan pelatihan tentang kemampuan
polmas. Untuk memotivasi kerja petugas bhabinkamtibmas perlu adanya
tunjangan bhabinkamtibmas yang sesuai dengan beban kerjanya.
b. Penerapan satu desa satu polisi perlu didukung oleh fungsi pendukung lain
sebagai pembina ataupun narasumber sehingga dalam satu desa tidak hanya satu
babhinkamtibmas yang bertanggung jawab namun di dukung oleh fungsi
kepolisian lainnya seperti fungsi sabhara dengan patroli beat dialogis, fungsi intel
dalam hal pulbaket dan penggalangan, fungsi reeskrim dalam pembinan hukum
dan kring serse , fungsi lantas dalam hal ketertiban berlalulintas sehingga seluruh
kegiatan kemitraan dalam mencegah tawuran warga dapat optimal dan tidak
bergerak sendiri -sendiri. Diperlukan metode pemolisian proaktif yang terpadu
dengan program pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah daerah, karena
tawuran antar warga tentu didalamnya ada permasalahan sosial yang tidak
tertangani. Dengan demikian polisi, masyarakat, dan pemerintah daerah dapat
bersinegri
dalam
melaksanakan
program
pemolisian
proaktif.
memanfaatkaan Balai Bankamdes yang ada di desa masing-masing.
Dengan
20
c.
Optimalisasi pemolisian proaktif guna mencegah tawuran antar warga sangat di
pengaruhi oleh faktor internal baik sebagai kekuatan dan kelemahan, faktor
eksternal baik itu peluang dan kendala, kedua faktor tersebut dianalisa dan di
padukan untuk menentukan strategi yang tepat diterapkaan demi keberhasilan
optimalisasi pemolisian proaktif, faktor tersebut :
1) Faktor internal : kwalitas dan kwantitas personel, adanya program unggulan
dalam kemitraan, namun terdapat kelemahan yakni sikap primondial anggota,
sikap ego sentris terhadap tugas fungsi msing-masing, pemahaman tentang
tindakan preemtif masih rendah.
2) Faktor Eksternal: Program Bankamdes yang telah didukung oleh pemerintah
daerah, serta program pemberdayaan masyarakat pada setiap SKPD. Sikap
sebagian besar masyarakat yang sudah jenuh akan terjadinya tawuran antar
warga diikuti keinginan dan harapan masyarakat terhadap institusi Polres X
untuk
meningkatkan
harkamtibmas.
Adanya
kendala
yang
dapat
mempengaruhi seperti Sikap masyarakat yang cenderung apatis dengan
kepentingan individu lebih menonjol. Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi
minuman keras.. Kultur masyarakat yang cenderung masih sangat terikat
dengan tradisi tradisional dan kurang terbuka dengan perubahan.
2.
Rekomendasi
Dari uraian tersebut diatas, maka beberapa rekomendasi yang perlu diusulkan
dalam rangka optimalisasi pemolian proaktif guna mencegah tawuran antar warga di
Polres X diantaranya adalah:
a.
Mengajukan saran ke Polda untuk diusulkan ke mabes Polri , agar
bhabinkamtibmas dimasukkan sebagai jabatan fungsional sehingga dapat
didukung tunjangan jabatan dan anggaran operasional sesuai dengan beban
kerjanya dari dipa polri.
b.
Mengusulkan ke Polda untuk melaksanakan assessment bahabinkamtibmas, agar
di berikan kesempatan kepada seluruh perwira petugas bhabinkamtibmas untuk
menerima pelatihan tentang komunikasi efektif dan problem solfing baik pada
level daerah sampai dengan pusat dan memanfaatkan kerjasama dengan
perguruan tinggi negeri yang ada sesuai kopetensi yang di butuhkan dalam
mengoptimalkan pemolisian proaktif.
21
c.
Mengajukan saran ke Polda untuk membentuk Pemolisian Proaktif Terpadu
dalam satu atap, membuat MOU dengan kepala daerah sehingga pemolisian
proaktif dapat terintegrasi dengan programm pemberdayaan masyarakat yang ada
di masing – masing SKPD.mengimplementasikan kepemimpinan efektif pada
setiap level manajerial kewilayahan.
SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN MENENGAH
TOPIK :
PRADIGMA POLISI SIPIL DALAM PENEGAKAN HUKUM
PADA MASYARAKAT DEMOKRASI
JUDUL:
OPTIMALISASI PEMOLISIAN PROAKTIF
GUNA MENCEGAH TAWURAN ANTAR WARGA
DALAM RANGKA TERWUJUDNYA HARKAMTIBMAS
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sejak tanggal 1 April 1999 Polri dan TNI/ABRI secara resmi berpisah dan berdiri
sendiri. sebagaimana tertuang dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan
seperti: Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1999 tentang Pemisahan Polri dri TNI/ABRI, Tap
MPR Nomor VI/2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri, Tap MPR Nomor VII/2000 Tentang
Peran TNI dan Peran Polri, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Momentum
sejarah ini dipandang sebagai sebuah awal (starting point) untuk memulai kehidupan
masyarakat sipil (civil society) dengan polisi sipil (civilianz police) bertugas memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat yang memenuhi empat unsur yaitu: Security yaitu
perasaan bebas dari gangguan fisik dan psikis, Surety yaitu perasaan bebas dari kekhawatiran,
Safety yaitu perasaan terlindung dari segala bahaya, dan Peace yaitu perasaan damai lahiriah
dan batiniah.
Pemeliharaan kamtibmas pada hakekatnya merupakan rangkaian upaya pemeliharaan
ketertiban umum (maintaining law and order), penanggulangan kejahatan (fighting crime)
dan perlindungan warga (protecting people) terhadap kejahatan (crime) dan bencana
(disaster)1. Tayangan televisi memberitakan peristiwa tawuran antar pelajar, penyerangan
oleh kelompok gank motor, dan tawuran antar warga, berdampak terhadap rasa aman dan
tentram masyarakat secara luas, dalam hal ini Polri harus ekstra kerja keras meminimalisir
korban yang mungkin timbul saat peristiwa terjadi, tindakan represif dan pembubaran paksa
1 Makalah Jendral (Prn) Chairuddin Ismail “Tantangan Polri Dalam Pemeliharaan Kamtibmas Pada Masyarakat
Demokrasi” disampaikan pada Seminar Sekolah STIK Jakarta.
1
2
oleh petugas Polri lengkap dengan tembakan peringatan, bukan membuat jera pelaku justru
memancing mereka untuk kembali melakukan hal yang sama dilain tempat dan waktu yang
berbeda secara lebih brutal, serta mungkin lebih fatal bahkan warga tidak jarang berbalik
menyerang polisi hingga timbul korban di kedua belah pihak.
Tentu kondisi di atas semakin menjauhkan polisi dengan masyarakat yang dilayani,
harapan masyarakat terhadap kepolisian akan jaminan keamanan dan perlindungan Polri
secara maksimal baik atas dirinya, maupun keluarganya dan harta bendanya, serta kebutuhan
pelayanan yang lebih baik dari Polri. Menjebatani kondisi ini tidak hanya dibutuhkan
kemampuan personel polri dengan kwalitas yang mumpuni dalam melayani masyarakat, tapi
yang lebih penting adalah dengan mengoptimalkan metode proaktif dan mencerminkan
pradigma polisi sipil yang modern, bukan reaktif yang lebih cenderung bersifat militeristik.
Dari uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul penulisan NKP
yaitu : ” OPTIMALISASI PEMOLISIAN PROAKTIF
TAWURAN
ANTAR
WARGA
DALAM
GUNA MENCEGAH
RANGKA
TERWUJUDNYA
HARKAMTIBMAS” .
2.
Permasalahan
Tulisan
ini
akan
mengangkat
permasalahan
sebagai
berikut:
”Bagaimana
Mengoptimalkan Pemolisian Proaktif Guna Mencegah Tawuran Antar Warga
Sehingga Harkamtibmas Dapat Terwujud?
3.
Persoalan
a. Bagaimana Sumber Daya Manusia yang ada guna mendukung optimalisasi
Pemolisian Proaktif di Polres X ?
b. Bagaimana metode yang dilaksanakan guna mengoptimalkan Pemolisian Proaktif
di Polres X ?
c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi optimalisasi Pemolisian Proaktif di
Polres X ?
4.
Ruang Lingkup
3
Ruang lingkup dalam penulisan ini dibatasi pada kondisi sumberdaya manusia, metode
yang dillaksanakan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi Pemolisian Proaktif
guna mencegah tawuran antar warga di Polres X.
5.
Maksud dan Tujuan
a. Maksud :
Maksud penulisan ini untuk mengambarkan optimalisasi pemolisian proaktif guna
mencegah tawuran antar warga dalam rangka terwujudnya kamtibmas.
b. Tujuan :
Sebagai pemenuhan tugas matakuliah Pasis Sespimmen Polri Dik Reg Ke-54 T.P
2014 yaitu Polisi Sipil Sebagai Pradigma Baru Kepolisian. Memberikan sumbangan
pemikiran serta masukan kepada Pimpinan Polri tentang optimalisasi pemolisian proaktif,
sehingga dapat berjalan dengan maksimal.
6.
Metode Pendekatan
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
7.
Sistematika
BAB I
berisikan latar belakang, ruang lingkup, permasalahan, persoalan, maksud
dan tujuan, metode dan pendekatan, sistematika serta pengertian-pengertian
yang berkaitan dengan judul penulisan.
BAB II
berisikan tentang landasan teori yang digunakan dalam penulisan
BAB III berisikan tentang gambaran kondisi faktual.
BAB IV berisikan tentang berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi .
BAB V
berisikan tentang kondisi yang merupakan gambaran ideal atau kondisi
yang diharapkan.
BAB VI berisikan tentang konsepsi pemecahan masalah..
BAB VII berisikan tentang kesimpulan yang menjawab persoalan-persoalan yang
muncul, dan rekomendasi yang berisi harapan kepada satuan yang lebih
tinggi.
8.
Pengertian – Pengertian
a.
Optimalisasi
4
Dalam beberapa literatur manajemen, tidak dijelaskan secara tegas pengertian
optimalisasi, namun dalam Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S. poerdwadarminta ( 1997 :
753 ) dikemukakna bahwa : “Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan
keinginan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif
dan efisien”.
b. Pemolisian Proaktif
Pemolisian Proaktif berkaitan erat dengan praktek pemolisian masyarakat. Tujuan
komunitas kepolisian adalah "pemecahan masalah." Polmas menekankan penegakan
proaktif yang mengusulkan kejahatan jalanan dapat dikurangi melalui keterlibatan
masyarakat yang lebih besar dan integrasi antara warga dan polisi. Kepolisian dan
petugas harus komit waktu untuk mengembangkan sebuah "kemitraan" dengan
masyarakat untuk: 1) Mencegah dan kontra kejahatan; 2) Menjaga ketertiban; dan 3)
Mengurangi rasa takut kejahatan2.
c.
Mencegah Tawuran antar warga
Mencegah atau prevention adalah menekan seminimal mungkain suatu masalah
sebelum terjadi, tawuran dalam kamus bahasa Indonesia berarti perkelahian yang
melibatkan banyak orang, warga adalah kumpulan orang- orang yang teinggal pada
suatu tempat tertentu. Mencegah tawuran antar warga dapat diartikan menekan
seminimal mungkin sebelum terjadi perkelahian antar kelompok yang tinggal pada
loksai berbeda.
d.
Harkamtibmas
Pengertian Kamtibmas menurut Pasal 1 Undang-undang Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa pengertian Kamtibmas adalah: suatu
kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses
pembangunan nasional dalam rangka tercapainnya tujuan nasional yang ditandai oleh
terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman
yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan
masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk
pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan
masyarakat.
2 Robert C. Ankony, "Community Alienation and Its Impact on Police," The Police Chief, Oct. 1999, 150-
53.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
9.
Teori Manajemen Strategis
Menurut Pearce dan Robinson (2013;3-4) bahwa manajemen strategis dapat
didefinisikan sebagai suatu rangkaian keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi
dan implementasi rencana untuk mencapai tujuan.. Tahapan proses manajemen strategi,
penjabarannya sebagai berikut :
a.
Perumusan strategi mencakup kegiatan mengembangkan visi dan misi organisasi,
mengidenfikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, menentukan kekuatan
dan kelemahan internal organisasi, menetapkan tujuan jangka panjang organisasi,
membuat sejumlah strategi alternatif untuk organisasi dan memilih strategi tertentu
yang digunakan.
b.
Pelaksanaan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan sasaran tahunan,
membuat kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumber daya
sehingga perumusan strategi dapat dilaksanakan. Pelaksanaan strategi mencakup
pengembangan budaya yang mendukung strategi, penciptaan struktur organisasi
yang efektif, pengarahan kembali usaha-usaha pemasaran, penyiapan anggaran,
pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi, serta menghubungkan
kompensasi untuk karyawan dengan kinerja organisasi.
c.
Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategi, para manajer harus
benar-benar mengetahui alasan strategi-strategi tertentu tidak dapat dilaksanakan
dengan baik,. Tiga kegiatan pokok dalam evaluasi strategi adalah : (1) Mengkaji
ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan perumusan
strategi yang diterapkan sekarang ini. (2) Mengukur kinerja dan (3) Melakukan
tindakan-tindakan korektif.
10.
Analisa SWOT
Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunnities, Threats) yang disampaikan
oleh Freddy Rangkuti dalam bukunya “ Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis”.
6
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Rangkuti (2000; 19) berkata bahwa penelitian
menunjukkan kinerja perusahaan atau organisasi dapat ditentukan oleh kombinasi faktor
internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.
Selanjutnya identifikasi dalam analisis SWOT akan dikaji menggunakan matrik TOWS.
David (1995) dalam Karyoso (2005,86-89) matrik TOWS digunakan dengan mendahulukan
analisis ancaman dan peluang untuk melihat sejauh mana kapabilitas internal sesuai dan
cocok dengan factor eksternal tersebut. Dalam hal ini ada 4 strategi yang tampil dari analisis
matrik TOWS tersebut yaitu : Strategi SO, Srategi WO, Strategi ST, Strategi WT.
11.
Konsep Polmas.
Polmas (Community Policing) merupakan gaya pemolisian yang mendekatkan
hubungan polisi dengan masyarakat yang dilayaninya (Customer). Dalam Polmas keberadaan
masyarakat bukan hanya sebagai obyek saja, akan tetapi menempatkan masyarakat sebagai
subyek. Dengan harapan masyarakat memiliki pemikiran yang berorientasi Kepolisian, yaitu
ikut serta dalam menentukan upaya-upaya penciptaan keamanan di lingkungannya masingmasing. Menurut Pror. Dr. Satjipto Rahardjo bahwa Community policing tidak dilakukan
untuk melawan kejahatan, tetapi mencari dan melenyapkan sumber kejahatan 3. Menurut
Jenderal (P) Drs. Sutanto, Community Policing adalah bentuk pemolisian sipil untuk
menciptakan dan menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat yang dilakukan
dengan tindakan-tindakan : (1) Polisi bersama-sama dengan masyarakat untuk mencari jalan
keluar atau menyelesaikan masalah sosial (terutama masalah keamanan) yang terjadi dalam
masyarakat. (2) Polisi senantiasa berupaya untuk mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan
adanya gangguan kriminilitas, (3) Polisi lebih mengutamakan pencegahan kriminalitas (crime
prevention), dan (4) Polisi senantiasa berupaya meningkatkan kualitas masyarakat4.
BAB III
3 Rahardjo, Satjipto., 2001, tentang Community Policing di Indonesia, Makalah Seminar;” Polisi antara harapan
dan kenyataan”, Hotel Borobudur, Jakarta
4 Sutanto. 2005, Polri Menuju Era Baru Pacu Kinerja Tingkatkan Citra
7
KONDISI FAKTUAL PEMOLISIAN PROAKTIF GUNA MENCEGAH TAWURAN
ANTAR WARGA SAAT INI
1.
Kondisi Sumber Daya Manusia Polres X guna mendukung optimalisasi
Pemolisian Proaktif saat ini.
a.
Kwantitas
Table :1
N
O
SATUAN
KERJA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Polres X
Polsek 1
Polsek 2
Polsek 3
Polsek 4
Polsek 5
J U M LAH
PAMEN
PAMA
BA
TA
PNS
RIIL
DSPP
5
1
6
27
6
4
6
4
2
49
560
93
74
48
70
26
871
-
5
5
592
100
78
54
74
28
926
500
90
50
50
50
30
770
Dislokasi Personel Polres X
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
SATUAN
Pimpinan
Bag Ops
Bag Sumda
Bag Ren
Sie Um
Sie Keu
Sie Was
Sie Tipol
Sie Propam
Sat Intelkam
Sat Sabhara
Sat Reskrim
Sat Binmas
Sat Narkoba
Sat Lantas
Sat Tahti
SPKT
Polsek 1
Polsek 2
Polsek 3
Polsek 4
Polsek 5 (KP3)
Ba Polres
JUMLAH
2
13
15
6
6
6
4
3
20
52
183
77
11
27
129
13
13
100
78
54
74
28
12
Jumlah
926
KET
1 PNS
1 PNS
1 PNS
1 PNS
1 PNS
+ 5 PNS
8
Jumlah personel yang dilibatkan sebagai bhabinkamtibmas selaku pengemban fungsi polmas
sebagai berikut:
Tabel: 2
NO
POLSEK
1.
2.
3.
4.
5.
POLSEK 1 (URBAN)
POLSEK 2
POLSEK 3
POLSEK 4
POLSEK 5 (KP3)
JUMLAH
b.
PERSONEL
BHABINKAMTIBMAS
JML
KELURA
HAN
JML
PERS
100
78
54
74
28
334
POLSEK
POLRES
JML
12
15
8
8
3
43
-
12
15
8
8
3
43
12
15
8
8
43
Kwalitas
Berbicara kualitas tentunya berbicara kemampuan dan cara mendapatkan
kemampuan
tersebut.
Dalam
hal
ini
adalah
kemampuan
personel
sebagai
Bhabinkamtibmas dan pelatihan/kursus serta hal lain yang mengembangkan
kemampuannya.
Tabel : 3
No
Dik / Lat
1
2
3
4
5
13.
Polmas
Babinkamtibmas
Negosiasi
Konflik Sosial
Dai kamtibmas
Jumlah
Perwira
Bintara
1
1
1
3
12
11
2
5
30
Ket
Metode.
Terdapat beberapa kondisi yang digunakan dalam menerapkan pemolisian proaktif
yang digunakan saat ini oleh Polres X guna mencegah tawuran antar warga, antara
lain:
a.
Perapan satu desa satu bhabinkamtibmas: metode ini digunakan sesuai program
kapolri penempatan satu desa satu polisi, mekanisme yang digunakan dengan
melakukan penunjukan langsung oleh kasatker melalui mekanisme wanjak,
9
namun penempatannya cenderung tidak sesuai dengan kometensinya ataupun
kemampuannya. hal ini menjadi tidak optimal karena personel yang ditempatkan
belum memiliki kesiapan mental menjadi seorang bhabinkamtibmas yang
berperan sebagai petugas polmas.
b.
Dengan menerapkan program Bankamdes (bantuan keamanan desa). Metode ini
merupakan program yang di kembangkan oleh salah satu kapolda di polda Y,
dengan melibatkan tokoh masyarakat yang berperan diwilayah tersebut. Namun
dalam kenyataannya pembinaan terhadap bankamdes yang sudah terbentuk tidak
berkesinambungan. Bankamdes cenderung sifatnya reaksional dan ketika terjadi
tawuran antar warga sering terjadi bankamdes ikut terlibat dalam tawuran tersebut
Karen pemahanan yang salah pada Bankamdes
c.
Melaksanakan penyuluhan kamtibmas bekerja sama dengan pihak kelurahan,
kegiatan penyuluhan yang dilakukan lebih sering hanya mengikuti kegiatan
kelurahan tanpa menggunakan jadwal kegiatan yang disusun atau terencana.
Sehingga tidak menyentuh akar permasalahan kejadian.
d.
Melakukan sambang dor to dor. Metode ini dilaksanakan oleh bhabinkamtibmas
sendiri dengan membawa buku kerja dan mencatat hasil sambaing untuk
dilaporkan ke satuan atas.
e.
Penyelesaian masalah jika terjadi tawuraan warga, petugas cenderung tidak
memiliki keyakinan diri untuk menentukan sikap. Karena kurangnya kepercayaan
diri petugas dan merasa tidak adanya back up dari fungsi lain dan atasan.
14.
Implikasi terhadap kurang optimalnya pemolisian proaktif
Masih kurang optimalnya penerapan pemolisian proaktif dengan hanya menyerahkan
sepenuhnya kepada petugas bhabinkamtibmas sebagai pengemban fungssi polmas
tanpa dukungan dari fungsi kepolisian yang di Polres X, tentunya merupakan suatu
kendala yang harus segera ditanggulangi, karena sebagaimana kita ketahui bahwa
Polmas merupakan strategi yang mengedepankan kemitraan antara Polisi dan
masyarakat didasari oleh peran aktif masyarakat. Kemitraan tersebut diwujudkan
melalui pemecahan persoalan yang ada dilingkungan masyarakat secara bersama-
10
sama. Jika Implementasi Polmas masih kurang mampu dioptimalkan, dikhawatirkan
Polmas sebagai suatu strategi dapat terhambat yang akan menimbulkan berbagai
persoalan seperti :
a.
b.
Meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban.
Potensi konflik yang muncul berpeluang menjadi konflik yang nyata sehingga
dapat mengganggu stabilitas keaman
BAB IV
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Langkah selanjutnya dilakukan diagnosa kinerja dengan menggunakan analisa SWOT
untuk mengetahui kondisi lingkungan internal yang diarahkan pada penilaian kekuatan
(strength) dan kelemahan (weakness) yang ada dan yang akan ada, dan lingkungan eksternal
yaitu peluang (opportunity) dan ancaman (threats) yang ada dan yang mungkin ada terhadap
organisasi. Penjelasan terhadap kedua lingkungan tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Faktor Internal
a.
Kekuatan
1)
2)
3)
4)
Kuantitas personel Polres X yang melebihi DSP;
Personel Polres X sebanyak 178 orang adalah putra daerah;
Banyaknya personel yang tinggal di luar asrama Polres.
Adanya sarana prasarana, materiil dan logistik berupa Alat Khusus (Alsus),
Alat Utama (Alut), Alat dan Perlengkapan (Alkap) dan Kendaraan Dinas
(Randis) yang dimiliki oleh Polres X yg cukup memadai.
5) Penerapan 1 polisi 1 desa sudah terlaksana, \
b. Kelemahan
1) Sikap premondial atau kedaerahan yang menggangu objektifitas kerja
personel;
2) Sikap terlalu kaku pada tugas fungsi kerja masing-masing;
3) Kurangnya personel yang memiliki kemampuan yang dibutuhkan dalam
pemolisian proaktif;
11
4) Kurangnya pemahaman tentang pentingnya tindakan preemtif baik level
perwira maupun bintara;
5) Kemampuan komunikasi efektif yang dimiliki sangat rendah sehingga
tekesan arogan;
6) Tunjangan bhabinkamtibmas yang tidaak sebanding dengan beban kerja
melemahkan etos kerja personel;.
7) Masih memandang masyarakat sebagai objek bukan sebagai mitra ataupun
sebagai warga.
2.
Faktor Eksternal
a. Peluang
1) Program Bankamdes yang telah didukung oleh pemerintah daerah .
2) Adanya program pemberdayaan masyarakat pada setiap SKPD
3) Dukungan pemerintah untuk terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat.
4) Sarana dan prasarana daerah yang sudah memadai
5) Dukungan kerjasama antara Polres X dengan lembaga akademisi yang sdh
terjalin dengan baik.
6) Sikap sebagian besar masyarakat yang sudah jenuh akan terjadinya tawuran
antar warga.
7) Keinginan dan harapan masyarakat terhadap institusi Polres X untuk
meningkatkan harkamtibmas.
b. Kendala
1) Sikap masyarakat yang cenderung apatis dengan kepentingan individu lebih
menonjol.
2) Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi minuman keras.
3) Premondialisme yang cukup tinggi dan berkembang di masyarkat.
4) Pemberitaan di media massa yang tidak seimbang dan cenderung
mendeskriditkan polri.
5) Kultur masyarakat yang cenderung masih sangat terikat dengan tradisi
tradisional dan kurang terbuka dengan perubahan.
6) Adanya tokoh –tokoh informal yang kurang mendukung terhadap perubahan.
12
7) Melekatnya kebiasaan lama atau budaya tradisional yang bertentanga dengan
peraturan hukum yang berlaku.
BAB V
KONDISI IDEAL OPTIMALISASI PEMOLISIAN PROAKTIF GUNA MENCEGAH
TAWURAN ANTAR WARGA YANG DI HARAPKAN
17. Pemolisian Proaktif yang di harapkan.
Pelaksanaan pemolisian proaktif di Polres x yang diharapkan dilihat dari dua unsur yaitu
sumber daya anusia dan metode yang dilaksanakan atau di gunakan dapat di ketahui sebagai
berikut..
a.
Sumber daya manusia.
1)
Kualitas petugas
Pemilihan (Rekrutmen) Petugas Polmas dilaksanakan melalui proses seleksi
agar kemampuan petugas Polmas didalam melaksanakan tugas pokok, fungsi,
peranan dan kegiatannya yang ditujukan dalam mengupayakan penertiban,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
dapat berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu, keberadaan petugas Polmas
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, dimana ia bertugas, hal ini dikarenakan
kemampuan / pengetahuan baik bidang tugasnya maupun tentang kemasyarakatan
dikuasainya.. Disamping itu perlu memiliki pengetahuan dan kemampuan sebagai
penyuluh Kamtibmas dan juru pendamai bila terjadi perselisihan antar masyarakat.
2)
Kuantitas petugas
Pada setiap desa / kelurahan tidak hanya ditugas kan 1 petugas polmas saja
atau bhabinkamtibmas, tetapi sebagi strategi pemolisian proaktif harus dilaksanakan
oleh seluruh fungsi yang berada da;lam satuan tersebut. Untuk itu ditempatkan
seorang Petugas Polmas atau lebih, agar polisi dan masyarakat bekerja sama sebagai
mitra untuk mengidentifikasi, menentukan skala prioritas dan memecahkan masalahmasalah yang sedang dihadapi, ketidaktertiban fisik dan kekurangan/persoalan
13
masyarakat secara keseluruhan dengan tujuan untuk memantapkan situasi
Kamtibmas.
b.
Sistem dan Metode (HTCK)
1)
Internal
a)
Kapolres / Waka Polres sebagai penanggung jawab pelaksanaan
Pemolisian Proaktif di wilayah hukum Polres X, harus dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan optimal.
b)
Kasat Binmas sebagai koordinator dan penghimpun data serta
merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh tiap–tiap
fungsi.
c)
Kapolsek dan para Kasat di tingkat Polsek sebagai supervisor
yang mengendalikan langsung pelaksanaan petugas pada fungsi
masing-masing yang dapat berfungsi sebagai petugas Polmas.
2)
Eksternal
a)
Adanya komunikasi dan koordinasi petugas Polmas dengan
kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh adat, sehingga situasi
kamtibmas yang kondusif dapat tercipta.
b)
Adanya koordinasi dengan Pemda dan instransi terkait dan
adanya kerma polisionil dan bersinergi antara program pemda
dan program kepolisian. sehingga terwujud kerjasama antara
petugas kepolisian dengan Pemda dan instansi terkait termasuk
masyarakat dalam penanggulangan gangguan Kamtibmas.
18.
Kontribusi
Dengan sumber daya manusia petugas pengemban fungsi polmas dan
penerapan pemolisian proaktif yang ideal, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya
dan didukung dengan anggaran yang cukup, sistem dan metode serta pengawasan
yang baik dan konsisten serta sarana dan prasarana yang memadai maka keterpaduan
setiap kegiatan mulai kegiatan kepolisian yang melibatkannb seluruh fungsi di satuaan
Polres X membuat sinergitas kegiatan termasuk kerma dengan pemerintah daerah
melalui program pemberdayaan yang ada di SKPD, maka pencegahan tawuran warga
14
akan dapat dilakukan karena sudah adanya kegiatn dan program yang sudah terukur
dan terencana menyentuh pada akar permasalahan yang sebagian besaar di awali oleh
maslah social yang tidak terselesaikan. Bila dikaitkan dengan strategi penerapan
Polmas yang digulirkan oleh pimpinan Polri dalam menjawab tuntutan masyarakat
terhadap kinerja Polri sebagai akibat perkembangan lingkungan strategis, dimana
yang dikedepankan adalah pendekatan pelayanan kepada masyarakat, seiring dengan
perubahan paradigma baru Polri sebagai polisi sipil, akan segera terwujud dengan
meningakatkan peran dari petugas Polmas. Selain itu, dengan pengetahuan,
keterampilan, kemampuan dan sikap prilaku yang baik dari Petugas Polmas, maka
peran petugas Polmas dalam meningkatkan kualitas pelayanan Polri kepada
masyarakat akan terwujud, sehingga dapat mewujudkan Kamtibmas yang kondusif.
19.
Indikator keberhasilan penerapan Polmas
Sesuai dengan Peraturan Kepala Polisi Negara Republik Indonesia Nomor 7
tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat
dalam penyelenggaraan tugas Polri. Kriteria/indikator keberhasilan Polmas adalah
sebagai berikut :
a.
Intensitas
komunikasi
antara
petugas
dengan
masyarakat meningkat.
b.
Keakraban hubungan petugas dengan masyarakat
meningkat.
c.
Kepercayaan masyarakat terhadap Polri meningkat.
d.
Intensitas kegiatan forum komunikasi petugas dan
masyarakat meningkat.
e.
Kepekaan / kepedulian masyarakat terhadap malah
kamtibmas dilingkungannya meningkat.
f.
Daya
kritis
masyarakat
terhadap
akuntanbilitas
penyelesaian masalah kamtibmas meningkat.
g.
Ketataan warga masyarakat terhadap aturan yang
berlaku meningkat.
15
h.
Partisipasi
masyarakat
dalam
hal
deteksi
dini,
peringatan dini, laporan kejadian meningkat.
i.
Keberadaan dan berfungsinya mekanisme penyelesaian
masalah oleh polisi dan masyarakat.
j.
Gangguan kamtibmas menurun.
BAB VI
UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM OPTIMALISASI PEMOLISAIN PROAKTIF
GUNA MENCEGAH TAWURAN ANTAR WARGA
Dalam rangka Optimalisasi Pemolisian Proaktif guna mencegah tawuran antar warga,
maka diperlukan langkah-langkah strategis untuk mewujudkannya, mulai dari visi, misi,
tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan upaya (action plan) sebagaimana yang akan diuraikan
berikut ini, antara lain :
1.
Visi
Dengan Pemolisian Proaktif yaitu Polmas Terpadu
cegah tawuran antar warga
dalam rangka terwujudnya Harkamtibmas.
2.
Misi
a.
Menerapkan Pemolisian Proaktif sebagai strategi terintegrasi antar fungsi di
Polres Xkepemimpinan yang efektif secara berkelanjutan dan konsisten sesuai
karakter insan bhayangkara.
b. Menerapkan Polmas Terpadu dengan melibatkan berbagai pihak guna mencegah
tawuran antar warga di Polres X.
c.
Mengelola secara objektif, transparan dan akuntabel seluruh sumber daya Polres
X guna mendukung optimalisasi pemolisian proaktif.
3.
Tujuan
a.
Terwujudnya sinergitas antar fungsi dalam optimalisasi pemolisian proaktif
sebagai aktualisasi polisi sipil.
b. Terselenggaranya sinergitas antara Polres X dan pemda dalam mencegah tawuran
antar warga.
16
c.
Terwujudnya peningkatan tampilan kinerja atau performa anggota Polres X
berdasarkan keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja dalam menunjang
keberhasilan organisasi Polres X sesuai Visi dan Misinya.
4.
Sasaran
a.
Tersedianya SDM dan system yang handal dalam mengoptimalkan pemolisian
proaktif.
b.
Tersedianya metode kemitraan yang tepat dan dapat mendukung pencegahan
tawuran antar warga.
c.
Tergelarnya sarana dan prasarana untuk mendukung optimalisasi pemolisian
proaktif.
5.
Kebijakan
a.
Melakukan perekrutan dan penerapan assessment center untuk penyiapan SDM
bhabinkamtibmas yang handal.
b. Melaksanakan pelatihan peningkatan kemampuan komunikasi efektif dan
problem solfing.
c.
Melaksanakan kegiatan rapat-rapat koordinasi untuk menyamakan persepsi
tentang pola kemitraan terpadu.
d. Menerapkan sinergitas kerja antar fungsi secara konsisten , efektif dan efisien.
e.
Meningkatkan kemempuan dan pemahaman personel baik kaemampuan teknis,
taktis, dan hubungan social kemasyaraktan.
6.
Strategi
Strategi yang dirumuskan dalam implementasi kepemimpinan efektif guna
meningkatkan profesionalisme polri, dilaksanakan melalui beberapa tahapan strategi
yakni:
a.
Strategi 1 : Menerapkan model penugasan terintegrasi antar fungsi dimana
satu desa ditugaskan lebih dari satu anggota sesuai job description
bhabinkamtibmas sebagai coordinator
b. Strategi 2
: Menerapkan Polmas Terpadu
17
c.
Strategi 3 : Melaksanakan pelatihan komunikasi efektif dan problem
solfing
d. Strategi 4
: Memanfatkan sarana prasarana yang ada semaksimal
mungkin untuk pelayanan masyarakat dan membangun kemitraan dgn
masyarakat
e.
Strategi 5 : Melaksanakan rewad and phunisment secara objektif dan
konsisten
31.
Upaya implementasi (action plan)
a. Strategi 1 : Menerapkan model penugasan terintegrasi antar fungsi dimana satu
desa ditugaskan lebih dari satu anggota sesuai job description bhabinkamtibmas
sebagai coordinator
1) Jangka Pendek (0 – 6 bulan)
a)
Menyiapkan personel yang akan ditugasakan.
b) Menyiapkan program penugasan dan jenis kegiatan yang tepat.
2) Jangka Menengah (6 – 12 bulan)
a)
Melaksanakan program penugasandan giat fungsi : beat patrol dialogis,
kring serse wilayah, baket dan penggalangan wilayah, dikmas lantas desa.
b) Penempatan personel sesuai zone wilayah tugas dan program.
3) Jangka Panjang 12 – 24 bulan
a)
Melaksanakan pengandalian dan penilaian
b) Melaksanakan evaluasi penugasan
b. Strategi 2 :
Menerapkan Polmas Terpadu
1) Jangka Pendek (0 – 6 bulan)
a)
Menyiapkan piranti lunak atau nota kesepahaman.
b) Melaksanakan rapat koordinasi
1) Jangka Menengah (6 – 12 bulan)
a)
Menyusun program Polmas Terpadu
b) Menyusun kebutuhan anggaran.
2) Jangka Panjang 12 – 24 bulan
a)
Melaksanakan program polmas terpadu
b) Melakukan evaluasi program polmas terpadu.
18
c.
Strategi 3 : Melaksanakan pelatihan komunikasi efektif dan problem
solfing
1) Jangka Pendek (0 – 6 bulan)
a) Menyiapkan piranti lunak pelatihan.
b) Menyiapkan perencanaan pelatihan
2) Jangka Menengah (6 – 12 bulan)
a)
Melaksanakan pelatihan sesuai jadwal yang ditentukan.
b) Melaksanakan kerjasama latihan dengan instansi terkait.
3) Jangka Panjang 12 – 24 bulan
a)
Melaksanakan penilaian
b) Melaksanakan evaluasi
d. Strategi 4 : Memanfatkan sarana prasarana yang ada semaksimal mungkin
pelayanan masyarakat dan membangun
untuk
kemitraan dgn masyarakat
1) Jangka Pendek (0 – 6 bulan)
a)
Melakukan pendataan sarana prasarana dan kondisi.
b) Menyiapkan perencanaan pemanfaatan sarana dan prasarana
2) Jangka Menengah (6 – 12 bulan)
a)
Melaksanakan menggunaan sarana prasana dengan efektif dan efisien.
b) Melaksanakan pengawasan penggunaan.
3) Jangka Panjang 12 – 24 bulan
a)
Melaksanakan penilaian
b) Melaksanakan evaluasi
e.
Strategi 5 : Melaksanakan rewad and phunisment secara objektif dan konsisten .
1) Jangka Pendek (0 – 6 bulan)
a)
Menyiapkan piranti lunak berupa SOP dan piranti lunak lainnya.
b) Mengajukan personel yang akan melaksanakan assessment
2) Jangka Menengah (6 – 12 bulan)
a)
Memperkuat personel pengawasan internal.
b) Melaksanakan Sosialisasi..
3) Jangka Panjang 12 – 24 bulan
a)
Melaksanakan dan menerapkan rewad dan phunishment secara objektif.
b) Melaksanakan pengandalian dan evaluasi
19
BAB VII
PENUTUP
1. Kesimpulan
a.
Pemolisian proaktif guna mencegah tawuran antar warga di Polres X belum
Optimal, untuk itu dibutuhkan kesiapan personel polri dengan keamampuan
berkomunikasi yang efektif dan perubahan cara pandang terhadap masyarakat dan
lingkungan dengan menempatkan masyarakat sejajar sebagai mitra bukan
menempatkan masyarakat sebagai objek, sehingga ada peran serta aktif
masyarakat untuk terwujudnya Harkamtibmas. Untuk itu perlu dilakukan
pelatihan dan perekrutan bhabinkamtibmas dengan menggunakan assessment
center dan tes psikologis, serta mengintensifkan pelatihan tentang kemampuan
polmas. Untuk memotivasi kerja petugas bhabinkamtibmas perlu adanya
tunjangan bhabinkamtibmas yang sesuai dengan beban kerjanya.
b. Penerapan satu desa satu polisi perlu didukung oleh fungsi pendukung lain
sebagai pembina ataupun narasumber sehingga dalam satu desa tidak hanya satu
babhinkamtibmas yang bertanggung jawab namun di dukung oleh fungsi
kepolisian lainnya seperti fungsi sabhara dengan patroli beat dialogis, fungsi intel
dalam hal pulbaket dan penggalangan, fungsi reeskrim dalam pembinan hukum
dan kring serse , fungsi lantas dalam hal ketertiban berlalulintas sehingga seluruh
kegiatan kemitraan dalam mencegah tawuran warga dapat optimal dan tidak
bergerak sendiri -sendiri. Diperlukan metode pemolisian proaktif yang terpadu
dengan program pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah daerah, karena
tawuran antar warga tentu didalamnya ada permasalahan sosial yang tidak
tertangani. Dengan demikian polisi, masyarakat, dan pemerintah daerah dapat
bersinegri
dalam
melaksanakan
program
pemolisian
proaktif.
memanfaatkaan Balai Bankamdes yang ada di desa masing-masing.
Dengan
20
c.
Optimalisasi pemolisian proaktif guna mencegah tawuran antar warga sangat di
pengaruhi oleh faktor internal baik sebagai kekuatan dan kelemahan, faktor
eksternal baik itu peluang dan kendala, kedua faktor tersebut dianalisa dan di
padukan untuk menentukan strategi yang tepat diterapkaan demi keberhasilan
optimalisasi pemolisian proaktif, faktor tersebut :
1) Faktor internal : kwalitas dan kwantitas personel, adanya program unggulan
dalam kemitraan, namun terdapat kelemahan yakni sikap primondial anggota,
sikap ego sentris terhadap tugas fungsi msing-masing, pemahaman tentang
tindakan preemtif masih rendah.
2) Faktor Eksternal: Program Bankamdes yang telah didukung oleh pemerintah
daerah, serta program pemberdayaan masyarakat pada setiap SKPD. Sikap
sebagian besar masyarakat yang sudah jenuh akan terjadinya tawuran antar
warga diikuti keinginan dan harapan masyarakat terhadap institusi Polres X
untuk
meningkatkan
harkamtibmas.
Adanya
kendala
yang
dapat
mempengaruhi seperti Sikap masyarakat yang cenderung apatis dengan
kepentingan individu lebih menonjol. Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi
minuman keras.. Kultur masyarakat yang cenderung masih sangat terikat
dengan tradisi tradisional dan kurang terbuka dengan perubahan.
2.
Rekomendasi
Dari uraian tersebut diatas, maka beberapa rekomendasi yang perlu diusulkan
dalam rangka optimalisasi pemolian proaktif guna mencegah tawuran antar warga di
Polres X diantaranya adalah:
a.
Mengajukan saran ke Polda untuk diusulkan ke mabes Polri , agar
bhabinkamtibmas dimasukkan sebagai jabatan fungsional sehingga dapat
didukung tunjangan jabatan dan anggaran operasional sesuai dengan beban
kerjanya dari dipa polri.
b.
Mengusulkan ke Polda untuk melaksanakan assessment bahabinkamtibmas, agar
di berikan kesempatan kepada seluruh perwira petugas bhabinkamtibmas untuk
menerima pelatihan tentang komunikasi efektif dan problem solfing baik pada
level daerah sampai dengan pusat dan memanfaatkan kerjasama dengan
perguruan tinggi negeri yang ada sesuai kopetensi yang di butuhkan dalam
mengoptimalkan pemolisian proaktif.
21
c.
Mengajukan saran ke Polda untuk membentuk Pemolisian Proaktif Terpadu
dalam satu atap, membuat MOU dengan kepala daerah sehingga pemolisian
proaktif dapat terintegrasi dengan programm pemberdayaan masyarakat yang ada
di masing – masing SKPD.mengimplementasikan kepemimpinan efektif pada
setiap level manajerial kewilayahan.