PERCERAIAN KARENA GUGATAN ISTRI (Studi Kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal Dan Nomor : 0740/Pdt.G/2011/PA.Sal Di Pengadilan Agama Salatiga) - Test Repository

PERCERAIAN KARENA GUGATAN ISTRI

  (Studi Kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal Dan Nomor : 0740/Pdt.G/2011/PA.Sal Di Pengadilan Agama Salatiga)

  

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

  

Oleh:

HIMATUL ALIYAH

NIM 21109012

JURUSAN SYARI’AH

  

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2013

PERCERAIAN KARENA GUGATAN ISTRI

  (Studi Kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal Dan Nomor : 0740/Pdt.G/2011/PA.Sal Di Pengadilan Agama Salatiga)

  

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

  

Oleh:

HIMATUL ALIYAH

NIM 21109012

JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

  

2013

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Real success is determined by two factors. Firs is faith, and second is

action”

  

Kesuksesan sejat i dit entukan oleh dua f akt or. Pert ama adalah keyakinan, dan

kedua adalah t indakan.

  PERSEMBAHAN

  Untuk Suamiku tercinta, Muhammad Ardani Bapak Ibuku yang selalu memberikan kasih sayang dan doa demi keberhasilanku. Putri tercintaku, Axchelia Syaza Arsyila yang selalu menjadi penyemangat hidupku, dan Teman Teman AHS 09 yang kebersamaannya selalu saya rindukan.

  

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

  Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

  melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu kami harapkan syafaatnya. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan, pengarahan dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. oleh karena itu, penulis mengcapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

  1. Bapak Dr. Imam Soetomo, M.Ag., selaku Ketua STAIN Salatiga;

  2. Bapak Haryo Aji Nugroho, S.Sos, MA selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya guna membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini;

  3. Bapak Drs. Mubashirun, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga;

  4. Bapak Ilyya Muhsin, S.HI., M.Si selaku Ketua Program Studi Ahwal al Syakhshiyyah;

  5. Seluruh dosen STAIN Salatiga, yang selama 8 semester telah membagi ilmunya yang sangat bermanfaat;

  6. Orang tuaku dan suamiku yang telah turut serta membantu dan memberikan dukungan baik materi maupun non-materi;

  7. Nur Hidayati,S.pd.I yang selaku memberikan semangat;

  8. Teman-teman Syariah angkatan 2009, terutama sabahat peneliti, Ana, Nurul, Dyah, Hanif dan Affah;

  9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  Teriring do’a dan harapan semoa amal baik dan jasa semua pihak tersebut diatas akan mendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT.Amin.

  Wassalamualaikum wr.wb.

  Penulis

  

ABSTRAK

  Aliyah Himatul. 2013. PERCERAIAN KARENA GUGATAN ISTRI (Studi Kasus

  Perkara Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal Dan Nomor: 0740/Pdt.G/2011/PA.Sal Di Pengadilan Agama Salatiga). Skripsi.

  Jurusan Syariah. Program Studi Ahwal al Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Haryo Aji Nugroho, S.Sos, MA Kata Kunci: Perceraian, Cerai Gugat.

  Penulisan sripsi ini dilatar belakangi maraknya cerai gugat istri kepada suami di Pengadilan Agama Salatiga. Pada umumnya perceraian terjadi karena tidak adanya tanggung jawab suami. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana latar belakang sosio-ekonomi pelaku gugat cerai. (2) bagaimana faktor-faktor penyebab cerai gugat. (3) bagaimana dampak cerai gugat bagi istri. (4) bagaimana pertimbangan hakim memutus perkara cerai gugat.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) latar belakang pelaku gugat cerai di sebabkan umumnya berasal dari keluarga berstatus sosial ekonomi rendah. (2) faktor-faktor penyebab gugat cerai umumnya di dominasi alasan kurang adanya tanggung jawab suami. (3) dampak perceraian yaitu istri menanggung semua biaya anaknya sendiri tanpa bantuan mantan suami, (hadhanah) anak dipegang oleh ibunya. (4) Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebagai alasan tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam rumahtangga sebagaimana dalam Pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 yang berlaku di Indonesia.

  Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan wawasan kasus dan memberikan sumbangan informasi praktik-praktik Hukum islam khususnya perceraian. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan Ilmiah bagi peneliti-peneliti tentang faktor-faktor penyebab perceraian, dapat dijadikan bahan kajian untuk mencari solusi Ilmiah mengenai angka perceraian khususnya cerai gugat.

  

DAFTAR ISI

  SAMPUL…………………………………………………………………………..i LEMBAR BERLOGO………………………………………………………….....ii JUDUL……………………………………………………………………………iii PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………………...iv PENGESAHAN KELULUSAN…………………………………………………..v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………………………………………..vi MOTTO DAN PERSEMBAHAN……………………………………………….vii KATA PENGANTAR…………………………………………………………..viii ABSTRAK…………………………………………………………………...…...ix DAFTAR ISI……………………………………………………………………....x DAFTAR TABEL………………………………………………………………..xii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….xiii

  BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………….1 B. Penegasan Istilah……………………………………………………….7 C. Fokus Penelitian………………………………………………………..7 D. Tujuan Penelitian……………………………………………………….7 E. Manfaat Penelitian……………………………………………………...8 F. Metode Penelitian……………………………………………………....9 G. Sistematika Penelitian ………………………………………………...14 BAB II. KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

  1. Definisi Perceraian Secara Umum ………………………………16

  2. Definisi Perceraian menurut Hukum Islam……………………...21

  3. Prosedur Perceraian………………………………………………33

  4. Prosedur Gugat Cerai ……………………………………………34

  5. Dampak Perceraian……………………………………………….35

  B. Kajian Pustaka ……………………………………………………….47

  BAB III. PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Data Perceraian……………………………………………………….50 B. Profil Kasus Perceraian……………………………………………….51 BAB IV. PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Gugat Cerai ………………………………………..63 B. Problematika Dampak Gugat Cerai ………………………………….64 C. Pertimbangan Hakim memutus Perkara ……….…………………….70 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………………...73 B. Saran ….………………………………………………………………74 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-Lampiran Riwayat Hidup Penulis

  

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar cerai gugat …………………………………………………....6Tabel 3.2 Keadaan perkara di Pengadilan Agama Salatiga …………………...50Tabel 3.3 Perkara yang diputus Pengadilan Agama Salatiga …………………51Tabel 3.4 Data identitas pelaku perceraian …………………………………....51

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran I Lembar konsultasi sripsi Lampiran II Nota pembimbing Lampiran III Nilak SKK Mahasiswa Lampiran IV Daftar pertanyaan Lampiran V Permohonan izin penelitian Lampiran VI Jawaban permohonan izin penelitian Lampiran VII Fotocopi Akta Cerai Lampiran VIII Salinan putusan Lampiran IX Riwayat hidup penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia yang menjalaninya,

  tujuan perkawinan diantaranya untuk membentuk suasana bahagia menuju terwujudnya ketenangan, kenyamanan bagi suami isteri serta anggota keluarga.

  Dalam Islam, perkawinan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan seksual seseorang secara halal serta untuk melangsungkan keturunannya dalam suasana saling mencintai (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) antara suami istri. Ini sesuai dengan bunyi pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yakni: “perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah

  

warahmah ”. (KHI:Pasal 3). Jadi, pada dasarnya perkawinan merupakan cara

  penghalalan terhadap hubungan antar dua lawan jenis yang semula diharamkan, seperti memegang, memeluk, mencium dan berhubungan intim. Allah berfirman dalam surat Ar Ruum ayat 21:

  َﻖَﻠَﺧ ْنَأ ِﮫ ِﺗﺎَﯾآ ْﻦِﻣ َو ﻢُﻜَﻨْﯿَﺑ َﻞَﻌَﺟَو ﺎَﮭْﯿَﻟِإ اﻮُﻨُﻜْﺴَﺘِﻟ ﺎًﺟاَوْزَأ ْﻢُﻜِﺴُﻔْﻧَأ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜَﻟ ٍتﺎَﯾﻵ َﻚِﻟَذ ﻲِﻓ َّنِإ ًﺔَﻤْﺣَرَو ًةَّدَﻮَﻣ ْ ٍمْﻮَﻘِﻟ َنوُﺮَّﻜَﻔَﺘَﯾ

  Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S Ar Ruum, 30:21) Imam Syafi’i mengartikan nikah sebagai suatu akad yang dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita sedangkan menurut arti majazi, nikah itu artinya hubungan seksual. Menurut Prof. Ibrahim Hosen, nikah menurut arti asli dapat juga berarti aqad, dengan nikah menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita. (Ibrahim, 1971:65). Adapun menurut syara’ nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga.(Tihami, 2009:8) Para ulama merinci makna lafal nikah menjadi empat macam. Pertama, nikah diartikan percampuran suami istri dalam arti kiasan.

  

Kedua, sebaliknya nikah diartikan percampuran suami istri dalam arti sebenarnya

  dan akad berarti kiasan. Ketiga, nikah lafal musytarak (mempunyai dua makna yang sama). Keempat, nikah diartikan adh-damm (bergabung secara mutlak) dan

  

al-ikhtilath (pencampuran). Dari keterangan tersebut, jelas bahwa nikah

  diucapkan pada dua makna yaitu akad pernikahan dan hubungan intim antara suami dan istri. Nikah menurut syara’ maknanya tidak keluar dari dua makna tersebut (Azzam, 2009:38).

  Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan. Islam mengatur masalah perkawinan dengan amat teliti dan terperinci, untuk membawa umat manusia hidup berkehormatan. Hubungan manusia laki-laki dan perempuan ditentukan agar didasarkan atas rasa pengabdian kepada Allah sebagai Al Khaliq. (Basyir, 1996:1) Diaturnya kehidupan manusia dalam perkawinan semata-mata adalah demi menjaga kehormatan mereka. Namun moral manusia yang semakin menipis bahkan hilang menjadikan mereka buta akan hukum yang mengatur dan membatasi hidup mereka. Dengan bangganya mereka menerobos batas-batas hukum tersebut. Termasuk dalam masalah perkawinan ini, mereka yang akan melakukan perkawinan berlaku sesuai keinginannya sendiri. Padahal dalam perkawinan, mereka diatur oleh kaidah- kaidah hukum yang harus mereka taati. Termasuk didalamnya aturan mengenai perceraian.

  Dewasa ini kemajuan sekarang ini, semakin banyak persoalan-persoalan baru yang melanda rumah tangga, semakin banyak pula tantangan yang di hadapi sehingga bukan saja berbagai problem yang dihadapi bahkan kebutuhan rumah tangga semakin meningkat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  Akibatnya tuntutan terhadap setiap pribadi dalam rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan semakin jelas dirasakan. Kebutuhan hidup yang tidak terpenuhi akan berakibat menjadi satu pokok permasalahan dalam keluarga, semakin lama permasalahan meruncing sehingga dapat menjadikan kearah perceraian bila tidak ada penyelesaian yang berarti bagi pasangan suami isteri. Era globalisasi merupakan pendukung kuat yang mempengaruhi perilaku masyarakat dan kuatnya informasi dari melalui media massa elektronik berpengaruh terhadap motif-motif perceraian. Infotaiment kawin cerai artis, sinetron, berita-berita koruptor, secara tidak langsung menyuguhkan contoh-contoh negatif yang memicu perubahan perilaku sosial masyarakat. Tayangan ini memberkontribusi bagi masyarakat untuk semakin memandang perkawinan bukan lagi hal yang sakral. Dampak dari krisis ekonomi pun turut memicu peningkatan perceraian. Dimulai dengan kondisi masyarakat yang semakin terbebani dengan tingginya harga kebutuhan, banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja oleh banyak perusahan, penurunan penghasilan keluarga, meningkatnya kebutuhan hidup dan munculah konflik keluarga.

  Perceraian pada hakekatnya adalah suatu proses dimana hubungan suami isteri tidak ditemui lagi keharmonisan dalam perkawinan. Mengenai definisi perceraian undang-undang perkawinan tidak mengatur secara tegas, melainkan hanya menetukan bahwa perceraian hanyalah satu sebab dari putusnya perkawinan, di samping sebab lain yakni kematian dan putusan pengadilan. Perceraian ialah penghapusan perkawinan karena keputusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu (Subekti, 1953:42) Dengan berlakunya UU Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, dimana peraturan itu juga dijadikan sebagai hukum positif di Indonesia, maka terhadap perceraian diberikan pembatasan yang ketat dan tegas baik mengenai syarat-syarat untuk bercerai maupun tata cara mengajukan perceraian, Hal ini di jelaskan dengan ketentuan pasal 39 UU No 1 Tahun 1974 yaitu:

  1. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak .”

  2. Untuk melakukan perceraian harus cukup alasan bahwa antara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri.”

  3. Tata cara di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan sendiri.”

  Ketentuan pasal 115 Kompilasi Hukum Islam yaitu : “ Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”

  Undang-undang perkawinan prinsipnya memperketat terjadinya perceraian, dimana perceraian hanya dapat dilaksanakan dihadapan sidang pengadilan, dengan alasan-alasan tertentu. Putusnya perkawinan dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian maka dari berbagi peraturan tersebut dapat diketahui ada dua macam perceraian yaitu cerai gugat dan cerai talak Cerai talak hanya berlaku bagi mereka yang beragama Islam dan di ajukan oleh pihak suami. Cerai talak adalah istilah yang khusus digunakan dilingkungan Peradilan Agama untuk membedakan para pihak yang mengajukan cerai. Dalam perkara talak pihak yang mengajukan adalah suami sedangkan cerai gugat pihak yang mengajukan adalah isteri. Sebagaimana disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 114 bahwa : “Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak ataupun berdasarkan gugatan perceraian.”

  Pada dasarnya Undang-undang perkawinan mengatur dan menentukan tentang alasan-alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan perceraian, yaitu : 1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

  2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut- turut tanpa alasan yang sah atau karena alasan yang lain diluar kemampuannya.

  3) Salah satu pihak mendapat pihak mendapat hukuman penjara selama 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

  23

  30

  58 November

  31

  53 Oktober

  31

  55 September

  15

  43 Agustus

  33

  42 Juli

  20

  48 Juni

  59 Mei

  4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

  27

  51 April

  39

  58 Maret

  31

  41 Februari

  25

  Bulan Cerai Talak Cerai Gugat Januari

Tabel 1.1 daftar cerai gugat

  Hal ini dapat dilihat dari laporan tahunan Pengadilan Agama Salatiga tahun 2011 tentang cerai gugat,

  Penulis tertarik meneliti mengenai tingginya perceraian karena gugatan istri. Pemilihan tempat penelitian di Kota Salatiga ini dikarenakan angka kasus perceraian yang diajukan oleh pihak istri cukup tinggi.

  6) Antara suami-istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkeran dan tidak ada harapan lagi untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

  5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri.

  56 Desember

  24

  55 Jumlah 329 680 Sumber Data Buku Pendaftaran Cerai Gugat (2011:34)

  Perceraian karena gugatan istri ini sangatlah menarik untuk diteliti. Penulis mencoba mengangkat persoalan apa yang terjadi sehingga masyarakat mengajukan “PERCERAIAN KARENA GUGATAN ISTRI (Studi Kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal Dan Nomor : 0740/Pdt.G/2011/PA.Sal Di Pengadilan Agama Salatiga)

  B. Penegasan Istilah

  1. Perceraian adalah : penghapusan perkawinan karena keputusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.

  2. Cerai Gugat adalah : gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya melalui Pengadilan Agama.

  C. Fokus Penelitian

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan, maka perlu dibuat rumusan masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan yang terkait dengan tema, yaitu:

  1. Bagaimana Latar belakang sosio-ekonomi pelaku Cerai Gugat?

  2. Apakah faktor-faktor penyebab Cerai Gugat?

  3. Bagaimana dampak Cerai Gugat bagi istri?

  4. Bagaimana pertimbangan Hakim memutus perkara Cerai Gugat?

  D. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui diskripsi Latar belakang sosio-ekonomi pelaku Cerai gugat.

  2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Cerai gugat.

  3. Untuk mengetahui dampak perceraian bagi istri dan anak.

  4. Untuk mengetahui pertimbangan hakim memutus perkara cerai gugat pada dua kasus penelitian ini.

E. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat teoritis

  a) Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan wawasan kasus dan memberikan sumbangan informasi praktik-praktik Hukum Islam khususnya dalam masalah hukum Perceraian yang berkembang di Masyarakat..

  b) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan Ilmiah bagi penelitian-penelitian selanjutnya tentang perkembangan faktor-faktor penyebab perceraian dan proses penanganan perceraian dalam praktek yang dialami perempuan.

  c) Penelitian ini dapat menjadi bahan kajian mencari solusi ilmiah mengenai angka perceraian khususnya cerai gugat atau meminimalisir dampaknya.

  2. Manfaat Praktis

  Sebagai bahan acuan upaya pemecahan masalah yang di hadapi oleh masyarakat dalam penyelesaian kasus perceraian. Sebagai bahan acuan dalam upaya pemecahan masalah yang di hadapi oleh masyarakat, dalam penyelesaian kasus perceraian yang jelas-jelas Perceraian merupakan hal yang dibenci oleh Allah SWT.

  1) Manfaat bagi hakim dapat memperkaya pertimbangan sosiologis dalam memutuskan perkara cerai gugat.

  2) Manfaat bagi ulama agar menambah wawasan tentang problematika cerai gugat untuk disampaikan kepada masyarakat.

  3) Manfaat bagi pasangan suami istri agar mereka memperbaiki kehidupan pernikahan mereka.

  4) Manfaat bagi mereka pelaku cerai gugat agar lebih tahu dampaknya.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian dan pendekatan

  Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, bertujuan untuk memahami keadaan atau fenomena, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dalam penelitian kualitatif, metode yang biasa digunakan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen. (Moleong, 2006:6) Penelitian ini adalah usaha untuk mengetahui atau mendalami kasus-kasus perceraian yang terjadi di PA Salatiga. Penelitian kualitatif di pilih karena dipandang cocok untuk mengekpresikan temuan kasus-kasus perceraian melalui paparan diskripsi. Data diskripsi mampu mengungkap realita sebab musabab dan proses perceraian mereka. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan fenemenologis. Pendekatan fenemenologis mengangkat pengalaman pelaku berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui (Moleong, 2006:14) Pendekatan fenemenologi menempatkan pikiran-pikiran pelaku perceraian sebagai penjelasan realistic tentang kasus yang mereka alami. Pelaku perceraian adalah mereka yang paling tahu akan keadaan yang mereka alami sendiri.

  2. Lokasi Penelitian

  Penelitian kasus perceraian ini dilakukan di kota Salatiga, dengan pertimbangan bahwa di wilayah Pengadilan Agama Salatiga cukup tinggi diantaranya kasus perceraian banyak diajukan pihak istri, terdapat 680 Kasus perceraian yang diajukan oleh istri (cerai gugat) dalam kurun Tahun 2011 sehingga dengan data tersebut penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang melatar belakangi cerai gugat.

  3. Sumber Data

  a. Data Primer Merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan mengadakan peninjauan langsung pada obyek yang diteliti. Data ini didapat dari pelaku, atau peristiwa-peristiwa yang diamati seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi

  (Moleong, 2006:157) Dalam hal ini penulis melakukan penelitian terhadap dua pelaku cerai gugat yang sudah di putus di Pengadilan Agama Salatiga.

  b. Data Sekunder Merupakan data yang diperoleh melalui studi pustaka yang bertujuan untuk memperoleh landasan teori yang bersumber dari Al-Quran, Al-Hadist, perundang- undangan, buku dan literatur sebagai materi yang di bahas.

4. Prosedur Pengumpulan Data a. Penelitian Lapangan

  Yaitu metode pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke dalam obyek penelitian, dalam pengumpulan data lapangan ini penulis menggunakan metode yaitu:

  1. Observasi Observasi adalah studi yang disengaja, sistematis tentang fenomena sosial gejala- gejala psikis, dengan jalan pengamatan. Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang diteliti. (Narbuko, 1997:37) dalam hal ini penulis melakukan observasi secara berkesinambungan terhadap responden di lapangan guna mendapatkan data latar belakang, sosio-ekonomi pelaku cerai gugat dan perkembangan kehidupan mereka.

  2. Wawancara Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan untuk memperoleh informasi. (Nasution, 2001:25) Disini penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung kepada dua pelaku perceraian sebagai informan yang banyak untuk mengetahui permasalahan yang pernah dihadapi mereka. Kedua informan ini semuanya adalah perempuan yang pernah melakukan cerai gugat kepada suami masing-masing.

  3. Dokumentasi Yaitu mencari dan mengumpulkan data pendukung berupa foto saat proses pernikahan,surat-surat dokumen bila ada, kartu identitas subyek dan para informan, dan dokumen lain yang diperlukan untuk menunjang penelitian yang dilakukan.

b. Penelitian Kepustakaan

  Yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara membaca atau mempelajari buku peraturan perundang-undangan dan sumber kepustakaan lainya yang berhubungan dengan obyek penelitian. (Hadikusuma, 1991:80) Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder mengenai permasalahan yang ada relavansinya dengan obyek yang diteliti, dengan cara menelaah atau membaca Al- Quran, buku-buku, peraturan perundang-undangan, maupun kumpulan literatur yang ada hubunganya dengan masalah yang dibahas. Data pendukung ini penting dalam rangka penulisan sripsi ini.

5. Metode Analisa Data

  Setelah data dikumpulkan dengan lengkap, tahapan berikutnya adalah tahap analisa data. Pada tahap ini data akan dimanfatkan sedemikian rupa sehingga diperoleh kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalaan yang diajukan dalam penelitian. Setelah jenis data yang dikumpulkan maka analisa data dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Adapun metode analisa data yang dipilih adalah model analisa interaktif. Didalam model analisa interaktif menurut Miles dan Huberman (dalam Sutopo,2006:43) terdapat tiga komponen pokok berupa: a. Reduksi data Reduksi data adalah sajian analisa suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur sedemikian rupa sehinga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

  b. Sajian Data Sajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan dengan melihat suatu penyajian data. Peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut, c. Penarikan kesimpulan

  Penarikan kesimpulan yaitu kesimpulan yang ditarik dari semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data. Pada dasarnya makna data harus di uji validitasnya supaya kesimpulan yang diambil menjadi lebih kokoh. Adapun proses analisisnya adalah sebagai berikut : Langkah pertama adalah mengumpulkan data, setelah data terkumpul kemudian data direduksi artinya diseleksi, disederhanakan, menimbang hal-hal yang tidak relevan, kemudian diadakan penyajian data yaitu rakitan organisasi informasi atau data sehingga memungkinkan untuk ditarik kesimpulan.

  Apabila kesimpulan yang ditarik kurang mantap dan terdapat kekurangan data maka penulis dapat melakukan lagi pengumpulan data. Setelah data-data terkumpul secara lengkap kemudian diadakan penyajian data lagi yang susunanya dibuat sistematis sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan berdasarkan data tersebut.

6. Pengecekan Keabsahan Data Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data.

  Di mana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004:330). Pengecekan keabsahan data ini dilakukan dengan cara membandingkan berbagai dokumen, oservasi dan mencari informasi dari berbagai pihak yaitu pelaku perceraian dan saksi yang terlibat dalam kasus perceraian tersebut.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan penulisan penelitian, maka secara garis besar dapat di gunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

  BAB I PENDAHULUAN : Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Permasalahan, Penegasan Istilah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian yang berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Kehadiran Peneliti, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, Tahap-tahap Penelitian, dan terahir yakni Sistematika Pembahasan. BAB II KAJIAN PUSTAKA : Bab ini berisi tinjauan umum tentang Perceraian, Definisi Perceraian, Hukum Perceraian, Konsep Cerai Gugat, Sebab-sebab Perceraian, Dampak-dampak Perceraian, Syarat Administrasi, penelitian serupa sebelumnya. BAB III : dalam bab ini memaparkan seluruh hasil penelitian yang peneliti lakukan meliputi keaadaan perkara perceraian di pengadilan agama Salatiga, pasangan pelaku perceraian dan data yang berkaitan dengan kasus perceraian dengan informan penelitian.

  BAB IV : bab ini berisi analisis praktek perceraian, berupa faktor-faktor penyebab perceraian, proses perceraian, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi. BAB V PENUTUP : berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang diberikan penulis kepada pihak-pihak yang tekait dengan penelitian ini

BAB II KERANGKA DAN KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Perceraian Dalam Perundang-undangan No. 1 Th 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun1974 mengatur putusnya hubungan perkawinan sebagaimana berikut :

  1. Putusnya Hubungan Perkawinan

  a. Pasal 113 KHI, menyatakan perkawinan dapat putus karena : 1) Kematian 2) Perceraian, dan 3) Atas putusan pengadilan

  b. Pasal 115 KHI dan Pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974 menyatakan : Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama,setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dantidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

  c. Pasal 114 KHI menyatakan : Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan cerai.

2. Alasan-alasan Perceraian

  Alasan-alasan perceraian termuat dalam pasal 116 KHI dan pasal39 ayat 1 UU No. 1 / 1974, antara lain : a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

  b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain yang diluar kemampuanya.

  c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

  d. Salah satu pihak melakukan kekerasan atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.

  e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

  f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

  g. Suami melanggar taklik talak.

  h. Pemeliharaan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

3. Macam dan Cara Pemutusan Hubungan Perkawinan

  Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI menyebutkan tentang macam-macam talak dan cara pemutusan sebagaimana berikut: Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131 KHI.

  b. Pasal 118 dalam KHI memuat :

  Talak raj.’i adalah talak ke satu atau kedua, dalam talak ini suami berhak rujuk selama isteri dalam masa iddah.

  c. Pasal 119 dalam KHI memuat :

  Talak ba.’in shughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh

  akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam keadaan iddah .

  Talak ba.’in shughra sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah : 1) Talak yang terjadi qabla ad-dukhul.

  2) Talak dengan tebusan atau khuluk. 3) Talak yang dijatuhkan oleh pengadilan agama.

  d. Pasal 120 dalam KHI menyatakan : Talak ba.’in kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya.

  Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da ad-dukhul dan habis masa iddahnya.

  e. Pasal 121 dalam KHI memuat :

  Talak sunni adalah talak yang dibolehkan, yaitu talak yang dijatuhkan

  terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.

  f. Pasal 122 dalam KHI memuat :

  Talak bid.’i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan

  pada waktu isteri dalam keadaan haid, atau isteri dalam keadaan sucitapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.

  g. Pasal 123 dalam KHI memuat : Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan didepan sidang pengadilan.

  h. Pasal 124 dalam KHI memuat : Khuluk harus berdasarkan atas alasan perceraian sesuai ketentuan pasal 116 KHI.

4. Proses Mengajukan Cerai Gugat

  Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI menyebutkan tentang proses mengajukan cerai gugat sebagaimana berikut :

  4.1 Pasal 132 dalam KHI

  a. Gugatan perceraian diajukan isteri atau kuasanya pada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami. b. Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, ketua Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada tergugat melalui perwakilan Indonesia setempat.

  4.2 Pasal 133 dalam KHI

  c. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 huruf b dalam KHI dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.

  d. Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali berumah tanggal bersama .

  4.3 Pasal 134 dalam KHI Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 huruf f dalamKHI dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan agama mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri tersebut.

  4.4 Pasal 135 dalam KHI Gugatan perceraian karena alasan suami mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukumannya lebih berat sebagai dimaksud dalam

  pasal 116 huruf c dalam KHI, maka untuk mendapatkan putusan perceraiansebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutuskan putusan disertai keterangan yang menyatakan bahwaputusan itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap. a. Selama berlangsung gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, pengadilan agama dapat mengizinkan suami isteri untuk tidak tinggal dalam satu rumah.

  b. Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat, pengadilan agama dapat : 1) Menentukan hal-hal yang harus ditanggung oleh suami. 2) Menentukan hal-hal yang perlu untuk dijamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang- barang yang menjadi hak isteri.

2. Pengertian PerceraianDalam Fiqh Islam

  a. Pengertian Talak Talak diambil dari kata “ithlak” yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Menurut syara’, talak yaitu:

  m ﱠﺰﻟ ا ِﺔَﻄِﺑ َﺮﻟ ِﺔﱠﯿِﺟ ْو ﱠﺰﻟ ا ِﺔَﻗ َﻼَﻌْﻟا ُء ﺎَﮭْﻧ ِاَو ِج اَو

  Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.

  Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya. (Ghazaly, 2006:191)Namun ini berlaku untuk talak ba’in untuk raj’i seorang suami masih diperbolehkan ruju’ kepada istri sebanyak dua kali, selama masih dalam masa iddah

  Lafal talak telah ada sejak zaman Jahiliyah. Syara’ datang untuk menguatkannya bukan secara spesifik atas umat ini. Penduduk Jahiliyah menggunakannya ketika melepas tanggungan, tetapi dibatasi tiga kali. Hadis diriwayatkan dari Urwah bin Zubair berkata: “Dulunya manusia menalak istrinya tanpa batas dan bilangan.” Seseorang yang menalak istri, ketika mendekati habis masa menunggu, ia kembali kemudian menalak lagi begitu seterusnya kemudian kembali lagi dengan maksud menyakiti wanita, Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki pada zaman Jahiliyah menalak istrinya kemudian kembali sebelum habis masa menunggu.

  Andaikata wanita di talak seribu kali kekuasaan suami untuk kembali masih tetap ada. Maka datanglah seorang wanita kepada Aisyah ra.

  Mengadu bahwa suaminya menalaknya dan kembali tetapi kemudian menyakitinya. (Azzam, 2009:255) Menurut syara’ yang dimaksud talak ialah memutuskan tali perkawinan yang sah, baik seketika atau di masa mendatang oleh pihak suami dengan mengucapkan kata-kata tertentu atau cara lain yang menggantikan kedudukan kata-kata tersebut. Menurut bahasa, talak berarti menceraikan atau melepaskan (Umar, 1986:386)Kata “talak” dalam bahasa Arab berasal dari kata “thalaqa- yutahliku-thalaqaqan” yang bermakna melepas atau mengurai tali pengikat. Baik tali pengikat itu bersifat kongkrit seperti pengikat kuda maupun bersifat abstrak seperti tali perkawinan. Kata talak merupakan isim masdar dari kata thallaqa-

  

yuthaliku-tathliiqan . Jadi kata ini semakna dengan kata taqliq yang bermakna “irsal” dan “tarku”yaitu melepaskan dan meninggalkan. Menurut Sabiq (2009:2) Kata Talak berasal dari kata thalaq adala h al-

  ithlaq , artinya melepaskan atau meninggalkan. Dalam syariat Islam, talak

  artinya melepaskan ikatan pernikahan atau mengakhirinya

  b. Dalil disyariatkan talak Dalil disyariatkan talak adalah Alquran, sunnah, dan ijma’. Dalam Alquran Allah berfirman:

  9` »|¡ ômÎ*Î/ 7x ƒÎŽô£ s? ÷rr& >$ r á ÷èoÿÏ3 88 $|¡ ø BÎ*sù ( È b $s?§ sD ß ß , »n=© Ü9$#

   

  Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan

cara yang baik. (QS. Al-Baqoroh :229)

  Ulama sepakat bolehnya talak, ungkapannya menunjukkan bolehnya talak sekalipun makruh. Akad nikah sebagaimana yang kami sebutkan dilaksanakan untuk selamanya sampai akhir hayat. Agar suami istri dapat membangun rumahtangga sebagai pijakan berlindung dan bersenang-senang di bawah naungannya dan agar dapat mendidik anak- anaknya dengan pendidikan yang baik. (Azzam, 2009:257)

  Oleh karena itu, hubungan antara suami istri adalah hubungan yang tersuci dan terkuat. Tidak ada dalil yang menunjukkan kesuciannya dari pada Allah menyebutkan akad antara suami istri sebagai janji yang berat (mitsaq ghalizh) sebagaimana firman Allah: Dan mereka (isteri-isterimu

  telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat . (QS.An-Nisa’(4): diremehkan dan direndahkan. Segala sesuatu yang melemahkan hubungan ini dibensi Islam karena mengakibatkan luputnya manfaat dan hilangnya maslahat antara pasangan suami istri tersebut. Telah kami isyaratkan pada hadist Rasulullah.

  ( ﻢﻛ ﺎﺤﻟاو ﮫﺟ ﺎﻣ ﻦﺑاو دواد ﻮﺑا هاور ) ْق َﻼﱠﻄﻟا ُﷲا َﻰﻟِإ ِل َﻼَﺤْﻟ ا َﺾَﻐْﺑ َأ Artiya: Sesuatu perkawinan yang dibenci oleh Allah adalah talak/perceraian . (Ibnu Majah jus 1)

  Siapa saja manusia yang menghendaki rusaknya hubungan antara suami istri, dalam pandangan Islam ia keluar dari padanya dan tidak memiliki sifat kehormatan. Rasulullah bersabda: Tidak tergolong kami