KH. MASTUR ASNAWI: STUDI PERAN SOSIAL KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1919-1982.
KH. MASTUR ASNAWI (STUDI PERAN SOSIAL KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1919-1982)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh: Vony Mayanti NS NIM: A0.22.12.021
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
(2)
(3)
(4)
(5)
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul KH. Mastur Asnawi (Studi Peran Sosial Keagamaan Pada Masyarakat Kota Lamongan Tahun 1919-1982) ini memiliki tiga fokus penelitian yaitu: 1) bagaimana biografi singkat KH. Mastur Asnawi? bagaimana kondisi sosial dan keagamaan masyarakat kota Lamongan? bagaimana peran KH. Mastur Asnawi dalam bidang sosial keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982?.
Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penulisan sejarah ini adalah: pemilihan Topik, Heuristik (mencari dan menemukan data), kritik sumber, interpretasi atau penafsiran dan penulisan (Historiografi). Secara umum penelitian ini adalah penelitian historis yang digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis yaitu sebagai alat bantu yang bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sesuatu yang berinteraksi antara manusia dengan masyarakat. Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori kepemimpinan kharismatik menurut Max Weber yakni berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi
Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa KH. Mastur Asnawi adalah tokoh yang sangat berpengaruh di kota Lamongan. Kondisi sosial dan keagamaan kabupaten Lamongan dalam bidang sosial terdapat empat aspek. Peran KH. Mastur Asnawi dalam bidang sosial keagamaan dan pendidikan diantaranya dalam mendirikan majlis ta’lim Tahfidhul Quran dan Masjid Agung Lamongan, dalam bidang pendidikan mendirikan pondok pesantren Al-Masturiyah, Madrasah Tsanawiyah Putra-Putri Lamongan dan Madrasah Aliyah Pembangunan Lamongan.
(6)
ABSTRACT
Thesis entitled KH. Mastur Asnawi (study of the role social religious in society Lamongan city year 1919-1982) has there research focuses, including: 1) how brief biography KH. Mastur Asnawi 2) how conditions social and religious in communities Lamongan city 3) how the role of KH. Mastur Asnawi preformance in the field of social religious community Lamongan city year 1919-1982?.
The methods used by researchers to writing of this history are: Election topics, heuristics (search and find data), Criticism resources, Interpretation and Writing (historiography). In general this research is historically used to describe the event that accured in the past. As for this study using sociological approach is a tool aims to describe the interaction between neighbor something with human society. Theory used in the writing of is Max Weber leadership theory that is based on the influence and personal dignity.
Of the research we concluded that KH. Mastur Asnawi is the most influential figures in the city of Lamongan. Social and religious conditions in the field social Lamongan district there are four aspects. Role KH. Mastur Asnawi in social and religious and education among others founded the majlis taklim Taghfidhul quran and Lamongan grand mosque. In the field of education established a boarding school Al Masturiyah, Madrasah Tsanawiyah sons and daughters and Madrasah Aliyah development Lamongan.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ………... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI …………... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 10
F. Penelitian Terdahulu ... 14
G. Metode Penelitian... 15
H. Sistematika Bahasan... 19
BAB II KH.MASTUR ASNAWI ... 21
A. Genealogi ... 21
B. Latar Belakang Kehidupan KH. Mastur Asnawi Waktu Kecil dan Keluarganya... 26
(8)
2. Kehidupan Keluarga KH. Mastur Asnawi ... 27
C. Latar Belakang Pendidikan ... 30
BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1975-1982 ………... 35
A. Deskripsi Kabupaten Lamongan ... 35
1. Letak Geografis ... 35
2. Letak Demografis ... 40
B. Kondisi Umum Masyarakat Kabupaten Lamongan ... 41
1. Bidang Sosial ... 41
2. Bidang Keagamaan ... 45
BAB IV KH. MASTUR ASNAWI DALAM MASYARAKAT …………... 50
A. Posisi KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat ... 50
1. Sebagai Seorang Ulama ... 50
2. Sebagai Seorang Pendidik ... 54
B. Peran KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat ... 57
1. Bidang Sosial-Keagamaan ... 57
a. Majlis Ta’lim Tahfidhul Qur’an... 57
b. Masjid Agung Lamongan ... 59
2. Bidang Pendidikan ... 71
a. Pondok Pesantren Al-Masturiyah ... 71
b. Madrasah Islam Nahdlatul Ulama’ Lamongan ... 73
1) Madrasah Tsanawiyah Putra-Putri Lamogan ... 73
2) Madrasah Aliyah Pembangunan Lamongan ... 76
3) Susunan Pengurus Madrasah Islam Nahdlatul Ulama’ ... 78
C. Pandangan Masyarakat Terhadap KH. Mastur Asnawi ………... 80
1. Warga Nahdlatul Ulama ... 81
(9)
BAB IV PENUTUP ... 86 A. Kesimpulan ... 86 B. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(10)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia tidak lepas dari peranan para kiai dan pemimpin Islam yang dengan penuh keikhlasan membimbing dan mengajak umat manusia agar menjadi manusia yang merdeka, memperoleh kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat. Ulama dan kiai turut mengatasi keadaan sebelum dan sesudah kemerdekaan, usaha aktifitas para kiai mampu membangkitkan semangat cinta tanah air dan melawan para penjajah sebagai jihad fisabilillah. Kiai-kiai di Jawa juga merupakan sektor kepemimpinan Islam yang dianggap paling dominan, dan selama berabad-abad telah memainkan peranan yang menentukan dalam proses perkembangan sosial, kultural, keagamaan dan politik.1
Istilah kiai dalam bahasa Jawa mempunyai pengertian yang luas. Ia berarti mencirikan baik benda maupun manusia yang diukur dengan sifat-sifatnya yang istimewa, dan karenanya sangat dihormati. Dalam konteks kebudayaan Jawa, gelar kiai juga diberikan kepada laki-laki yang berusia lanjut, arif dan dihormati. Bahkan persebaran agama Kristen, sebutan kiai juga dipakai untuk beberapa pengkabar Injil pribumi, guna membedakannya dengan pengkabar Injil Barat. Namun pengertian kiai dalam konteks Indonesia modern telah mengalami transformasi makna, yakni diberikan kepada pendiri
1
(11)
2
dan pemimpin sebuah pondok pesantren membaktikan hidupnya demi Allah serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan.2
Dalam penelusuran sejarah agama Islam masa lalu, ternyata kiai menjadi penggerak kebangkitan agama dengan memanfaatkan pengaruhnya yang amat besar terhadap masyarakat sekitar. Kuntowijoyo menegaskan bahwa kebangkitan agama dalam bentuk pembenahan lembaga pendidikan pesantren dan tarekat Islam pada abad ke-19, dipimpin oleh para kiai.3
Kiai merupakan status yang dihormati dengan segudang peran yang dimainkannya dalam masyarakat. Ketokohan dan kepemimpinan kiai sebagai akibat dari status dan peran yang disandangnya, telah menunjukkan betapa kuatnya kecakapan dan pancaran kepribadiannya dalam memimpin pesantren dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana seorang kiai dapat membangun peran strategisnya sebagai pemimpin masyarakat non formal melalui suatu komunikasi intensif dengan masyarakat. Kedudukannya yang penting di lingkungan pedesaan sama sekali bukan hal baru, tetapi justru sejak masa kolonial, bahkan jauh sebelum itu, tampak lebih menonjol dibandingkan dengan masa sekarang yang mulai memudar.4
Kepercayaan masyarakat yang begitu tinggi terhadap kiai dan didukung potensinya memecahkan berbagai problem menyebabkan kiai menempati posisi kelompok elit dalam struktur sosial dan politik di
2
Edi Susanto, Krisis Kepemimpinan Kiai Studi Atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat (Surabaya: Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel, 2007), 113.
3
Kuntowijiyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi (Bandung: Mizan,1991), 81.
4
(12)
3
masyarakat. Kiai sangat dihormati oleh masyarakat melebihi penghormatan mereka terhadap pejabat setempat. Petuah-petuahnya memiliki daya pikat yang luar biasa, sehingga memudahkan baginya menggalang massa baik secara kebetulan maupun terorganisasi. Ia memiliki pengikut yang banyak jumlahnya dari kalangan santri dalam semua lapisan mulai dari anak-anak sampai kelompok lanjut usia.5
Hubungan antara kiai dengan masyarakatnya diikat dengan emosi keagamaan yang membuat kekuasaan sahnya semakin berpengaruh. Kharisma yang menyertai kiai juga menjadikan hubungan itu penuh dengan emosi. Karena kiai telah menjadi penolong bagi para penduduk dalam memecahkan masalah-masalah mereka, yang tidak hanya terbatas pada masalah spiritual tetapi juga mencakup aspek kehidupan yang lebih luas, maka para penduduk juga mengganggap kiai sebagai pemimpin dan wakil mereka dalam sistem nasional.
Kharisma kiai memperoleh dukungan masyarakat hingga batas tertentu, disebabkan karena dia dipandang memiliki kemantapan moral dan kualitas keimanan yang melahirkan suatu bentuk kepribadian magnetis bagi para pengikutnya. Proses ini, mula-mula beranjak dari kalangan terdekat, sekitar kediamannya, yang kemudian menjalar ke luar tempat-tempat yang jauh. Kharisma yang dimiliki kiai tersebut dalam sejarahnya mampu menjadi sumber dan inspirasi perubahan dalam masyarakat.
5
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga), 29.
(13)
4
Kiai dengan kharisma yang dimilikinya tidak hanya dikategorikan sebagai elit agama, tetapi juga sebagai elit pesantren dan tokoh masyarakat yang memiliki otoritas tinggi dalam menyimpan dan menyebarkan pengetahuan keagamaan Islam serta berkompeten dalam mewarnai corak dan bentuk kepemimpinan terutama dalam pesantren. Tipe kharismatik yang melekat pada dirinya menjadi tolak ukur kewibawaan pesantren. Dilihat dari kehidupan santri, kharisma kiai merupakan karunia yang diperoleh dari kekuatan dan anugerah Tuhan.6
Sosok kiai sangat jelas dibutuhkan oleh umat, oleh karena itu untuk mengenang jasa para kiai yang membawa manfaat pada masyarakat, kiranya diperlukan upaya-upaya untuk mendokumentasikan riwayat hidup para tokoh keagamaan yang biasa disebut dengan kiai, baik yang berlatar pesantren ataupun tidak. Selain itu, dengan mengetahui riwayat hidup kiai atau ulama dapat memberikan informasi yang lebih konstruktif dan proporsional terhadap peran dan posisinya dalam sejarah sosial keagamaan di masyarakat luas.
Penulisan riwayat hidup seorang tokoh ini juga diharapkan mampu memberi cermin bagi generasi muda di masa sekarang dan selanjutnya. Selain itu, dengan mengetahui biografi ulama, kita dapat mengetahui segala latar belakang beliau serta perjuangannya dalam Islam. Oleh karena itu penulisan biografi ulama ini dilakukan dengan harapan riwayat hidup seorang tokoh dapat dijadikan percontohan bagi generasi muda Islam di masa sekarang dan seterusnya. Dengan penulisan biografi ini juga diharapkan dapat mengetahui
6
(14)
5
dan merekam kejadian dan situasi yang mengitari kehidupan tokoh tersebut. Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang artinya hidup, dan graphien yang artinya tulis. Biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku.7 Biografi adalah buku riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain yang bertujuan untuk menganalisa dan menerangkan beberapa peristiwa dalam hidup seseorang.
Kabupaten Lamongan ditengarai hari jadinya adalah pada hari Kamis Pahing tanggal 10 Dzulhijjah 976 H atau tanggal 26 Mei 1569 bertepatan pada Grebek Besar di Kedaton Giri yaitu saat pelantikan Rangga Hadi menjadi Tumenggung Soerodjojo (Bupati Lamongan Pertama).
Adapun Candrasengkala berdirinya kabupaten Lamongan menurut Soetrimo berada di halaman Masjid Agung Lamongan berbunyi Masjid Ambuko Sucining Manembah (berbentuk sebuah Masjid 1, Ambuko yang mempunyai arti pintu gerbang atau gapura 4, Sucining yang berarti tempat bersuci yaitu dua buah genuk berisi air bertuah 9, Manembah yang berarti sujud atau batu tepas pasujudan satu buah 1, atau diartikan tahun 1491 Saka sama dengan tahun 976 H atau 1569 M.8
Dalam bidang keagamaan perjuangan ulama-ulama Lamongan terlihat aktif dan dinamis sepanjang masa sejak awal penyebaran Islam sampai zaman
7Feedburner, “Pengertian Biografi Serta Cara Menulis”, dalam
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12 (11 November 2015).
8
Achmad Chambali, Enam Figur Ketua DPRD Kabupaten Lamongan 1951-2004 (Lamongan: Sanggar Pusaka, 2003), 73.
(15)
6
pembangunan yang bertujuan mengubah dan meluruskan akidah umat beragama menuju agama tauhid (mempunyai Tuhan Yang Maha Esa) yaitu agama Islam, agama yang lurus, agama yang benar yang menghapus kemusyrikan.9 Sehubungan dengan hal tersebut maka para ulama di Lamongan mendirikan beberapa pesantren. Khususnya KH. Mastur Asnawi yang mendirikan pesantren Al-Masturiyah berdiri tahun 1942 di kota Lamongan, lalu pondok pesantren KH. Abdul Latif di Tlogoanyar yang semuanya milik ulama Nahdlatul Ulama, dalam hal ini perjuangan para kiai (ulama), para ustadz dan para santri di kabupaten Lamongan adalah kuat berjuang bersama-sama untuk menegakkan agama Islam.
KH. Mastur Asnawi merupakan kiai yang mendapat dukungan semua kalangan masyarakat Lamongan dan pada umumnya mendapat penghormatan khusus oleh warga Nahdlatul Ulama Lamongan. Kiai Mastur lahir 3 Juli 1895 anak dari perkawinan Asnawi dengan Masyitoh yang ibunya merupakan keturunan orang Arab yang berasal dari Solo sedangkan ayahnya merupakan penduduk Lamongan asli.10
Ketika umur 10 tahun telah mengikuti belajar agama di pondok pesantren di beberapa tempat, menjelang usia 17 tahun seperti ulama pada umumnya KH. Mastur Asnawi dikirim ke Makkah al Mukarramah oleh orang tuanya untuk belajar agama disana mulai tahun 1912 sampai 1919 selama tujuh tahun bersama teman-temannya. Sepulang dari Makkah al Mukarramah yang mempunyai ilmu agama tinggi. Peranan KH. Mastur Asnawi di mulai
9
Achmad Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-Figur Kiaiku
(tth), 5.
10
(16)
7
dengan mendirikan majlis ta’lim yang bernama Tahfidhul Quran yang
pelajarannya lebih ditekankan pada kajian belajar Alquran dengan visi
“memberantas buta huruf Alquran dan meluruskan bacaan sesuai dengan ilmu
tajwid yang benar”.
Selain peranan dalam mendirikan majlis ta’lim KH. Mastur Asnawi juga mempunyai peranan penting dalam pembangunan Masjid Agung Lamongan berasal dari wakaf yang diberikan oleh KH. Mahmud yang tidak memiliki ahli waris. KH. Mahmud menyerahkan wakaf berupa tanah dan bangunan (seperti mushola) kepada umat Islam yang waktu itu diwakili oleh KH. Mastur Asnawi.
Pada waktu panitia akan melakukan proses pembangunan, KH. Mastur Asnawi mengusulkan agar posisi masjid dihadapkan arah kiblat. Namun, usul ini tidak bisa diterima oleh tim panitia, dikarenakan faktor pembiayaan yang amat besar. Pada tahun 1922 M tim pembangunan masjid dibubarkan oleh Bupati dan kelanjutan pembangunan diserahkan sepenuhnya kepada KH. Mastur Asnawi, dikarenakan tim panitia kala itu sudah tidak sanggup untuk meneruskan pembangunan. Beliaulah nadhir pertama dalam kepengurusan Masjid Agung Lamongan dan setelah wafatnya kiai Mastur pada tahun 1982 dibentuklah dewan nadhir yang dipimpin secara kolektif atau lebih dari satu orang.11
Sedangkan peran dalam bidang pendidikan seperti, mendirikan pesantren yang bernama Al-Masturiyah yang berada di Kranggan Lamongan.
11
(17)
8
Madrasah Tsanawiyah Putra Putri Lamongan dan Madrasah Aliyah Pembangunan Lamongan, pembangunan sekolah yang perlu dilakukan karena untuk mendidik masyarakat Lamongan yang pada saat itu masih dalam kebodohan. setelah KH. Mastur Asnawi wafat kepemimpinannya diteruskan oleh putranya yaitu KH. Mahbub Mastur.12
Saya tertarik untuk menulis biografi KH. Mastur Asnawi peran sosial keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982 karena bagi saya KH. Mastur Asnawi seorang kiai yang mempunyai kelebihan seperti sebutannya dengan kiai khos dan mempunyai karomah serta mempunyai peranan penting dalam pembangunan Masjid Agung Lamongan yang pada waktu itu masyarakat setempat masih belum mempunyai masjid karena pembangunannya terbengkalai. Selain peranan dalam pembangunan masjid juga mempunyai peran di Pondok Pesantren Al-Masturiyah dan lembaga pendidikan formal lainnya. Serta memperkenalkan kiai Mastur yang belum diketahui oleh masyarakat, sehingga saya ingin mengenalkan kepada masyarakat khususnya para pemuda- pemudi Indonesia untuk dapat meneladani perjuangannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi singkat KH. Mastur Asnawi?
12
(18)
9
2. Bagaimana kondisi sosial keagamaan masyarakat kota Lamongan tahun 1975-1982?
3. Bagaimana peran KH. Mastur Asnawi dalam bidang sosial keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan penelitian tentang KH. Mastur Asnawi (studi peran sosial keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982) adalah: 1. Untuk mengetahui biografi singkat KH. Mastur Asnawi
2. Untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial keagamaan masyarakat kota Lamongan tahun 1975-1982.
3. Untuk mengetahui peran KH. Mastur Asnawi dalam bidang sosial keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982.
D. Manfaat Penelitian
Mengenai kegunaan penelitian tentang KH. Mastur Asnawi adalah: 1. Bahwa peranan KH. Mastur Asnawi tentang peran sosial keagamaan pada
masyarakat terutama dalam pembangunan masjid Agung Lamongan merupakan hal yang luar biasa yang sangat baik untuk dijadikan contoh dan prinsip mengabdi kepada masyarakat secara ikhlas.
2. Sebagai calon sejarawan, penulis ingin memberikan sebuah manfaat kepada para pemuda-pemudi pada umumnya dan saya khususnya untuk menghormati kiai yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat.
(19)
10
3. Dapat dijadikan sebagai pengetahuan sejarah kepada generasi selanjutnya pada umumnya dan kepada diri saya sendiri pada khususnya.
4. Khususnya bagi penulis sendiri adalah sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.
E. Pendekatan dan Kerangka Teori
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan historis. Dalam hal ini penulis berusaha mengungkapkan bagaimana sejarah riwayat hidup KH. Mastur Asnawi dan perannya dalam bidang sosial keagamaan. Untuk melengkapi analisis, penulis juga menggunakan pendekatan sosiologis sabagai alat bantu. Penggunaan pendekatan tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sesuatu yang berinteraksi antara manusia dengan masyarakat, melalui pendekatan sosiologis ini diharapkan bisa mengungkapkan latar belakang KH. Mastur Asnawi dan kiprahnya dalam masyarakat. 13
Secara umum penelitian ini adalah penelitian historis yang mencoba menarasikan sejarah KH. Mastur Asnawi, dimana menurut Sartono Kartodirdjo yang dimaksud sejarah naratif adalah sejarah yang mendiskripsikan tentang masa lampau dengan merekontruksi apa yang terjadi serta diuraikan sebagai cerita dengan perkataan lain kejadian-kejadian penting
13
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), 4.
(20)
11
diseleksi dan diatur menurut poros waktu sedemikian sehingga tersusun sebagai cerita.14
Biografi sudah barang tentu merupakan unit sejarah yang sejak zaman klasik telah ditulis.15 Biografi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup dan graphein yang berarti tulis. Biografi adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang. Buku riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain.16 Sebuah biografi lebih kompleks dari pada sekedar daftar tanggal lahir atau mati dan data-data pekerjaan seseorang, biografi juga bercerita tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami kejadian-kejadian tersebut.
Dalam biografi tersebut dijelaskan secara lengkap kehidupan seorang tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan sampai meninggal dunia. Semua jasa, karya dan segala hal yang dihasilkan atau dilakukan oleh seorang tokoh.
Seorang penulis biografi diharapkan untuk mengetahui dan merekam kejadian dan situasi yang mengitari kehidupan tokoh, selain itu ia juga mendalami aspek-aspek struktural yang mengelilinginya. Dalam hal ini tugas utama penulisan biografi telah mencoba menangkap dan menguraikan jalan hidup seseorang dan dalam hubungannya dengan lingkungan sosial-historis yang mengitarinya
14
Ibid., 9.
15
Ibid., 76.
16
Zulfikar Fuad, Menulis Biografi, Jadikan Hidup Anda Lebih Bermakna!: Kiat Rhamadan K.H Menulis Biografi yang Memikat dan Menyejarah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 2.
(21)
12
Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori kepemimpinan menurut Max Weber. Max Weber mengklasifikasikan kepemimpinan menjadi 3 jenis:17
1. Otoritas Kharismatik yakni berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi. Hal ini berarti aspek tertentu dari seseorang telah memberikan suatu penampilan berkuasa dan menyebabkan orang lain menerima perintahnya sebagai sesuatu yang mesti diikuti. Ia diyakini memperoleh
bimbingan “wahyu”, memiliki kualitas yang dipandang sakral dan
menghimpun massa dari masyarakat kebanyakan.
2. Otoritas Tradisional yang dimiliki berdasarkan perwarisan. Bersumber pada kepercayaan yang telah mapan terhadap kesakralan tradisi kuno. Kedudukan pemimpin ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan lama yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam melaksanakan berbagai tradisi.
3. Otoritas Legal-Rasional yakni dimiliki berdasarkan jabatan serta kemampuan.18 Diwujudkan dalam organisasi birokrasi. Tanggung jawab pemimpin dalam mengendalikan organisasi tidak ditentukan oleh penampilan kepribadian individu melainkan dari prosedur aturan yang telah disepakati.
Dari klasifikasi yang dikemukakan oleh Max Weber. Maka KH. Mastur Asnawi termasuk kedalam klasifikasi kharismatik, berdasarkan wawancara dengan KH. Mahbub Mastur dan H. Yunani bahwa KH. Mastur
17
Susanto, Krisis Kepemimpinan Kiai Studi Atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat, 115-117.
18
(22)
13
Asnawi merupakan figur ulama yang mempunyai pengaruh luar biasa terhadap masyarakat, sehingga kiai Mastur sangat disegani dan dihormati masyarakat.
Dalam hal ini Max Weber membatasi bahwa kharismatik sebagai kelebihan tertentu dalam kepribadian seseorang yang membedakan dengan orang biasa dan diperlukan sebagai seseorang yang memperoleh anugerah kekuasaan adi kodrati, adi manusiawi atau setidak-tidaknya kekuatan atau kelebihan yang luar biasa. Kekuatan yang sedemikian rupa sehingga tidak terjangkau oleh orang biasa, tetapi dianggap individu tersebut diperlukan sebagai seorang pemimpin.
Pemimpin kharismatik biasanya lahir ketika suasana masyarakat dalam kondisi kacau, suasana ini memerlukan pemecahan yang tuntas agar keadaan masyarakat kembali normal. Untuk itu memang diperlukan kehadiran figur yang memang dianggap sanggup menyelesaikan krisis tersebut. Dalam konteks demikian, tidak heran bila proses kepemimpinan kharismatik hampir mendekati otoriter, kurang mengandalkan unsur musyawarah, rasional dan legal formal, meskipun bisa saja ia berjiwa demokratis.
Konsep kharismatik (charismatic) atau charisma (charisma) menurut Max Weber lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mengesankan dihadapan masyarakat, karenanya yang bersangkutan sering berpikir sesuatu yang gaib, melakukan meditasi untuk mencari inspirasi sehingga membuatnya terpisah dari kebiasaan yang dilakukan oleh orang lain. Meski demikian, seseorang yang berkharisma tidaklah mengharuskan semua karekteristik melekat utuh padanya.
(23)
14
Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan kharismatik yaitu:
1. Adanya seseorang yang memiliki bakat luar biasa 2. Adanya krisis sosial
3. Adanya sejumlah ide radikal untuk memecahkan krisis tersebut
4. Adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luar biasa yang bersifat transcendental dan supranatural. 5. Serta adanya bukti yang terus berulang bahwa apa yang dilakukan itu
mengalami kesuksesan.
Bukti dari kepemimpinan kharisma diberikan oleh hubungan pemimpin-pengikut. Seperti dalam teori awal oleh House (1977), seorang pemimpin yang memiliki kharisma memiliki pengaruh yang dalam dan tidak biasa pada pengikutnya. Para pengikut merasa mereka bahwa keyakinan pemimpin adalah benar, mereka bersedia mematuhi pemimpin, mereka merasakan kasih sayang terhadap pemimpin, secara emosional mereka terlibat dalam misi kelompok atau organisasi, mereka memiliki sasaran kinerja yang tinggi, dan mereka yakin bahwa mereka dapat berkontribusi terhadap keberhasilan dari misi itu.19
F. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu yang telah penulis teliti, penulis tidak menemukan karya yang meneliti tentang judul yang saat ini peneliti bahas, yakni tentang KH. Mastur Asnawi (studi peran sosial keagamaan pada
19
(24)
15
masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982). Namun penulis menemukan beberapa referensi yaitu:
1. Dokumen yang berupa arsip profil singkat tentang Masjid Agung Lamongan yang menceritakan tentang peranan KH. Mastur Asnawi.
2. Buku yang berjudul “Figur-Figur Kiaiku Pemerintah Kabupaten Daerah
Tingkat II Lamongan” karangan dari Drs. H. Achmad Chambali, buku ini menjelaskan tentang sekilas riwayat hidup KH. Mastur Asnawi.
3. Skripsi dari Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Adab
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam tahun 1994 yang berjudul “Peran
serta ulama dalam pembangunan masyarakat di desa Blajo kecamatan Kalitengah kabupaten Lamongan”.
Dari beberapa referensi di atas masih banyak yang harus diambil sebagai bahan referensi ataupun informasi dalam penulisan skripsi ini.
G. Metode Penelitian
Langkah-langkah yang digunakan oleh peneliti sejarah yang berkaitan dengan penerapan metode sejarah adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan Topik
Pada umumnya dalam melakukan suatu penelitian sejarah, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan topik, dalam menentukan topik harus topik sejarah yang dapat diteliti sejarahnya.20
Tema skripsi ini adalah “KH. Mastur Asnawi (Studi Peran Sosial
20
(25)
16
Keagamaan Pada Masyarakat Kota Lamongan Tahun 1919-1982)”. Alasan penulis menulis tema ini karena:
a. Ulama atau kiai sering dijuluki sebagai pemimpin non formal saja, akan tetapi sesungguhnya ulama itu mempunyai pengaruh yang sangat besar di tengah-tengah masyarakat. Selain itu ulama mempunyai kharisma yang tinggi dan juga mempunyai kepribadian yang bisa dijadikan tauladan bagi santrinya serta masyarakat yang ada disekelilingnya, ulama juga bisa dijadikan inspirasi bagi generasi yang akan datang.
b. Rasa ketertarikan penulis terhadap KH. Mastur Asnawi sebagai salah satu publik figur yang ada di sekelilingnya (khususnya di kota Lamongan).
2. Pencarian data (Heuristik)
Heuristik berasal dari bahasa Yunani heurishein yang artinya memperoleh, secara terminologi adalah suatu teknik, suatu seni mencari sumber dalam penelitian sejarah.21 Diharapkan sejarawan sebagai peneliti mencari sumber yang utama yang berkaitan dengan penelitian, karena sejarah tanpa sumber maka tidak bisa bicara.22 Maka sumber dalam penelitian sejarah merupakan hal yang paling utama yang akan menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa dipahami oleh orang lain.
Adapun sumber yang digunakan, yakni:
21
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 55.
22
(26)
17
a. Sumber Primer adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis oleh pihak-pihak yang secara langsung terlibat atau menjadi saksi mata dalam peristiwa sejarah23, dalam karya ini peneliti menggunakan sumber: 1) Dokumen yang berupa arsip profil singkat tentang Masjid Agung
Lamongan
2) Karangan kitab KH. Mastur Asnawi Tadzkiroh.
3) Sertifikat tanah musholla di Kenduruan sebagai tanda bukti hak milik
4) Sertifikat tanah Madrasah Islam Nahdlatul Ulama’ Lamongan
sebagai tanda bukti hak milik
5) Surat pernyataan waqaf Masjid Agung Lamongan
b. Sumber Sekunder adalah sumber yang dihasilkan oleh orang yang tidak terlibat atau menyaksikan secara langsung peristiwa yang ditulis.24
1) Wawancara langsung dengan KH. Mahbub Mastur putra KH. Mastur Asnawi di Kranggan Lamongan.
2) Wawancara langsung dengan H. Moch Yunani selaku takmir dan santri KH. Mastur Asnawi.
3) Achmad Chambali, Enam Figur Ketua DPRD Kabupaten
Lamongan 1951-2004. Lamongan: Sanggar Pusaka, 2003.
4) Achmad Chambali, Pemerintah Kabupaten Lamongan Daerah
Tingkat II Lamongan Figur-Figur Kiaiku. (Tanpa Tahun Terbit).
23
Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 64.
24
(27)
18
3. Kritik Sumber
Kritik sumber dilakukan terhadap sumber-sumber pertama, kritik ini menyangkut verivikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu. Dalam metode sejarah dikenal dengan kritik ekstern (mencari kredibilitas sumber) dan kritik intern (mencari otentisitas sumber). Kritik Ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang didapatkan autentik ataukah tidak, sedangkan kritik intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi sumber tersebut cukup layak atau tidak. 25
4. Interpretasi atau Penafsiran
Interpretasi atau Penafsiran sering disebut sebagai subyektivitas,26 adalah tahapan yang memberikan penafsiran atas data yang tersusun menjadi fakta juga merupakan suatu usaha sejarawan untuk mengkaji kembali terhadap sumber-sumber yang ada, apakah sumber-sumber yang didapatkan dan yang telah teruji keasliannya dapat saling berhubungan. Maka peneliti melakukan penafsiran terhadap sumber atau data yang telah didapatkan. Interpretasi juga menguraikan hal setelah data terkumpul dan dibandingkan, lalu disimpulkan untuk ditafsirkan sehingga dapat diketahui kualitas dan kesesuaian dengan masalah yang dibahas.
5. Penulisan (Historiografi)
Historiografi adalah cara penyusunan dan pemaparan hasil penelitian dalam bentuk tulisan yang didapatkan dari penafsiran
25
Lilik, Metodologi Sejarah I, 160.
26
(28)
19
sumber yang terkait dengan penelitian ini. Dalam buku lain, historiografi juga menunjuk kepada tulisan atau bacaan yang dapat diproses penulisan sejarah yakni. Mempersatukan didalam sebuah sejarah, unsur-unsur yang diperoleh dari rekaman-rekaman melalui penetrapan yang seksama.27 Dalam hal ini penulis berusaha menuliskan laporan penelitian ke dalam suatu karya ilmiah.
H. Sistematika Bahasan
Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini akan terbagi menjadi lima bab utama dengan beberapa sub bab yang mempunyai keterkaitan dengan bab tersebut. Untuk mendapatkan gambaran dari lima bab tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:
BAB I : Menjelaskan Pendahuluan, Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan Kerangka Teoritik, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Bahasan. BAB II: Menjelaskan tentang Genealogi KH. Mastur Asnawi, Latar Belakang Kehidupan KH. Mastur Asnawi Waktu Kecil dan Keluarganya, danLatar Belakang Pendidikan.
BAB III : Menjelaskan Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat KotaLamongan tahun 1975-1982, Deskripsi Kabupaten Lamongan meliputi letak geografis dan letak demografis, dan Kondisi Umum Masyarakat Kabupaten Lamongan meliputi bidang sosial dan keagamaan.
27
(29)
20
BAB IV: Menjelaskan tentang KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat antara lain: Posisi KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat yaitu Sebagai Seorng Ulama dan Sebagai seorang Pendidik. Peran KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat yaitu Bidang Sosial-Keagamaan dan Bidang Pendidikan.
BAB V: Penutup, di bab terakhir ini akan berisi kesimpulan atas apa yang telah dijabarkan untuk menjawab rumusan masalah yang ada dan saran-saran.
(30)
BAB II
KH. MASTUR ASNAWI
A. Genealogi
Kota Lamongan tempat KH. Mastur Asnawi berasal, merupakan kota berbeda dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur. Kota ini terdapat beberapa tempat peninggalan sejarah seperti dua buah genuk atau gentong yang berada di depan halaman Masjid Agung mempunyai arti bahwa perempuan meminang laki-laki di Lamongan Panji Laras Liris yang bertujuan syiar Islam.
Sebenarnya ulama di Kabupaten Lamongan tidak banyak yang diketahui setelah Sunan Drajat, Sunan Lamongan, Sunan Sendang Duwur karena keilmuan dan kealimannya yang luar biasa. Maka yang termasuk kategori ulama menurut masyarakat Lamongan adalah KH. Musthofa Kranji, KH. Masjkoer, KH. Abdul Fatah, dan KH. Mastur Asnawi.
Tokoh kharismatik yang mendapat dukungan semua kalangan masyarakat Lamongan pada umumnya dan mendapat penghormatan khusus oleh warga Nahdlatul Ulama di Lamongan adalah KH. Mastur Asnawi yang dikenal dengan sebutan mbah yai Mastur dilahirkan di Lamongan pada hari Rabu Wage tanggal 10 Muharram 1313 H atau 3 Juli 1895 M. KH. Mastur
(31)
22
Asnawi anak seorang santri pedagang bernama Asnawi asli Lamongan sedangkan ibunya bernama Masitoh keturunan Arab yang berasal dari Solo.1
Pada waktu itu di Lamongan terdapat pemukiman etnis antara orang Arab dan Jawa yang ada konflik berkepanjangan sehingga tidak bisa terselesaikan oleh kedua belah pihak yang pada akhirnya semua etnis Arab kalah dan harus meninggalkan Lamongan, termasuk ibu kiai Mastur Asnawi yang asalnya bertempat di Kranggan bersama keluarganya harus pindah ke Kembangbahu sampai wafat.2
Tidak ada cerita tentang peristiwa-peristiwa istimewa menjelang kelahiran KH. Mastur Asnawi, tidak ada kejadian-kejadian luar biasa yang menyertai pada saat maupun setelah dilahirkan. Mastur Asnawi lahir secara wajar dan biasa, sebagaimana biasanya kelahiran bayi-bayi yang lainnya. KH. Mastur Asnawi sewaktu kecil tumbuh menjadi anak yang lembut, santun dan cerdas. Kiai Mastur mewarisi sifat kedua orang tuanya yaitu gemar membaca Alquran dan belajar ilmu-ilmu agama. Sewaktu kecil KH. Mastur Asnawi
bernama Soleh penduduk setempat memanggilnya “Mas Sholeh” tetapi
ayahnya tidak suka karena penduduk setempat menyanjungnya dengan nama
“Mas” sehingga diganti ayahnya dengan nama Mastur, sedangkan nama
“Asnawi” yang terdapat dibelakangnya merupakan pelengkap yang diambil
dari nama asli ayahnya.3
1
Achmad Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II LamonganFigur-figur Kiaiku (tth), 21.
2
Mahbub Mastur, Wawancara, Lamongan, 1 November 2015.
3
(32)
23
KH. Mastur Asnawi memiliki postur tubuh tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu pendek, terlihat gemuk singset, berambut lurus dan berkumis tipis. Paras mukanya mencerminkan kelembutan, tatapan matanya teduh berwibawa, mengundang kedamaian sekaligus menimbulkan rasa hormat bagi siapa saja yang memandangnya. Dari gambaran tersebut dapat dipastikan bahwa pada masa mudanya termasuk seorang pemuda tampan dan simpatik. KH. Mastur Asnawi sejak kecil hidup dalam lingkungan masyarakat santri yang ketat didalam menghayati dan mengamalkan ajaran Islam. Sejak kecil Mastur Asnawi sudah tampak sebagai anak yang patuh dan taat kepada orang tua dan juga selalu taat melaksanakan ibadah, Mastur Asnawi merupakan anak yang berbakti terhadap kedua orang tua, selalu rajin membantu pekerjaan orang tua di sela-sela waktu belajar dan bermainnya.
KH. Mastur Asnawi termasuk orang alim yang dimuliakan Allah. KH. Mastur Asnawi mempunyai karomah karena banyak feeling dan perkataan yang cocok dengan kenyataan meskipun cara menyampaikan ceplas-ceplos. Islam melarang umatnya berbuat syirik, berbuat maksiat, belajar ilmu sihir, meramal nasib, jodoh, rezeki, lahir-mati seseorang dan mendatangi dukun perewangan Jin-Setan. Bila ada muslim belajar pengobatan dengan tenaga dalam berolah batin tafakur pada Allah memperoleh ketenangan batin dengan jalan berdzikir pada Allah tidak ada halangan dalam Islam. Hal ini justru akan menghalau serangan santet, sihir yang dimotori Iblis, orang yang dekat dengan Allah insyallah akan mendapat hidayah dan rahmat-Nya. Orang yang dekat
(33)
24
dikasihi Allah dinamakan waliyullah yang diberi kelebihan dan kemuliaan yang disebut dengan karomah.4
Keberadaan KH. Mastur Asnawi di tengah-tengah lingkungan masyarakat sekitarnya cukup dihormati dan disegani. Hal ini bukan semata-mata karena mempunyai ilmu agama yang tinggi, melainkan karena pengabdiannya terhadap masyarakat. Hampir semua perhatian dan aktifitas KH. Mastur Asnawi untuk masyarakat yang mana dalam hal ini KH. Mastur memberikan solusi terhadap masyarakat yang mempunyai masalah.5
KH. Mastur Asnawi dalam menegakkan Islam termasuk “ulama
pembaharu Islam”, Kiai Mastur adalah orang yang pertama kali memberantas
perbuatan syirik di kota Lamongan. Perbuatan orang mengirim sesaji ke punden-punden desa dengan tegas dilarangnya, perhitungan Nogodino (neptu hari baik) kepercayaan leluhur juga dilarangnya karena termasuk nujum perbuatan yang dilarang Allah Swt. Dakwahnya disampaikan melalui pengajian rutin bertempat dirumah Kepala Desa dan Carik Desa yang berdekatan dengan punden desa. Pada waktu itu KH. Mastur Asnawi pernah dikejar akan dibacok dengan calok oleh bapaknya H. Choiri Ndapur karena masalah punden ini. Namun karena dakwah yang disampaikan benar maka orang itu akhirnya sadar akan kekeliruannya lalu menjadi seorang sahabat dan ikut memberantas punden-punden desa yang ada, termasuk sesajinya dalam acara Sedekah Bumi.6
4
Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-figur Kiaiku, 22.
5
Moch Yunani, Wawancara, Lamongan, 16 September 2015.
6
(34)
25
Selain itu KH. Mastur Asnawi adalah perintis “pendiri madrasah” sebab pada waktu itu di masyarakat kota Lamongan masih belum ada madrasah, dalam hal ini kiai Mastur menghadapi banyak tantangan. KH. Mastur Asnawi menganjurkan wanita harus belajar menulis dan membaca karena saat itu banyak orang tua yang mengharamkan wanita dapat menulis. Dalam hal ini KH. Mastur Asnawi merupakan seorang ulama intelektual namun penampilannya tetap tradisional dan istiqomah.7
Jasa lain yang perlu diketahui bahwa pada tahun 1922 diadakan pembangunan secara total masjid Agung kota Lamongan yang dibangun atas upaya nadzir KH. Mastur Asnawi dengan bangunan kokoh terbuat dari kayu jati yaitu sebagai pengganti bangunan masjid sebelumnya yang di nadziri oleh Kiai Mahmud (makamnya sekarang berada dalam masjid Agung Lamongan).8
Datang dan pergi itu merupakan sesuatu yang biasa. Hidup dan mati seseorang juga sudah ditentukan oleh Allah Swt. Begitu pula dengan KH. Mastur Asnawi setelah sekian lama beliau berjuang untuk agama, masyarakat dan negaranya, akhirnya beliau pun harus kembali menghadap Allah. KH. Mastur Asnawi menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin Kliwon tanggal 2 Agustus 1982 M, di rumah Kranggan dalam usia 87 tahun karena sakit tua dan dimakamkan di dalam masjid Agung Lamongan berdampingan dengan makam kiai Mahmud. Ketika kiai Mastur wafat ribuan pelayat mengiringi kepergian dan suasana duka yang sangat mendalam bukan hanya dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan saja, akan tetapi masyarakat yang
7
Ibid, 22.
8
(35)
26
ditinggalkan pun merasa kehilangan salah satu kiai atau ulama yang menjadi panutan dan juga sangat berpengaruh di Lamongan.9
Penghormatan pemerintah Kabupaten Dati II Lamongan terhadap perjuangan KH. Mastur Asnawi terlihat bahwa setiap tahun bila memperingati hari jadi Lamongan selalu diadakan acara ziarah ke makam mbah Lamong dan KH. Mastur Asnawi sebagai tokoh sentral keagamaan di kota Lamongan.
B. Latar Belakang Kehidupan KH. Mastur Asnawi Waktu Kecil dan
Keluarganya
1. Masa Kecil dan Masa Dewasa KH. Mastur Asnawi
Masa kecil KH. Mastur Asnawi tumbuh dan berkembang secara wajar seperti halnya anak-anak yang lainnya. Kiai Mastur mempunyai sifat ramah tamah, sopan sehingga teman-temannya banyak yang senang bergaul dengan beliau. Sejak kecil kiai Mastur berada di bawah asuhan dan bimbingan langsung dari ayah dan ibunya. KH. Mastur Asnawi hidup dalam lingkungan keluarga santri yang sangat ketat dan mengamalkan ajaran agama. Sejak kecil kiai Mastur merupakan anak yang sangat patuh terhadap kedua orang tua dan juga taat dalam melaksanakan ibadah. Kiai Mastur merupakan anak yang berbakti terhadap kedua orang tua, selalu rajin membantu pekerjaan orang tua di sela-sela waktu belajar dan bermainnya.10
9
Ibid., 23.
10
(36)
27
Salah satu prinsip hidup yang beliau pegang sejak kecil yaitu selalu mengalah, itulah sebabnya sejak kecil kiai Mastur hampir tidak pernah terjadi pertengkaran dengan saudara-saudaranya atau teman-temannya. Kalaupun ada pertengkaran segera akan cepat selesai, namun dengan sifat mengalah itu bukan berarti beliau tidak memiliki ketegasan. Hitam dan putih adalah warna kesukaan KH. Mastur Asnawi. Jarang sekali kiai Mastur mengenakan pakaian berwarna lain kecuali hitam dan putih, bahkan kopyahnya juga beliau pilih dengan sorban warna putih. Tidak diketahui mengapa kiai Mastur menyukai warna putih, yang pasti putih adalah lambang kesucian, kebersihan dan kesederhanaan. Selain itu warna putih dapat mengingatkan manusia akan hakikat kefanaan wujudnya. Sebab pada akhir perjalanan hidup setiap manusia, yang menyelimuti jasadnya adalah kain kafan yang berwarna putih. Mungkin persepsi inilah yang melatar belakangi kiai Mastur menyukai warna putih. KH. Mastur Asnawi juga sangat menyukai sarung, sepanjang hidup selalu hampir tidak pernah menggunakan celana panjang dan selalu memakai sarung kemanapun akan pergi.
2. Kehidupan Keluarga KH. Mastur Asnawi
Orang tua KH. Mastur Asnawi merupakan seorang pedagang, kiai Mastur merupakan anak terakhir dan mempunyai dua saudara laki-laki dan perempuan. KH. Mastur Asnawi menikah selama empat kali, namun
(37)
28
beliau tidak pernah melakukan poligami terhadap istrinya melainkan karena istrinya meninggal sehingga kiai Mastur menikah lagi.11
Isteri pertama KH. Mastur Asnawi adalah Hj. juwariyah dari Sambeng yang tidak mempunyai keturunan sampai wafat. Kemudian KH. Mastur Asnawi menikah dengan Masturoh, lalu menikah dengan Hj. Latifah dan terakhir beliau menikah dengan Maskanah. Pernikahan dengan istri yang ketiga dan keempat juga tidak mempunyai keturunan. Sedangkan dengan ibu Masturoh kiai Mastur dikaruniai tujuh orang anak yaitu: jamilah, Muchtar Mastur, Raudhoh, khamim, Ramlah, Mahbub dan Khoiriyah.12
Setiap orang tua niscaya mencintai dan menyayangi anak-anaknya, begitu pula KH. Mastur Asnawi. Kiai Mastur sangat menyayangi putra dan putrinya. Salah satu contoh dari kesamarataan kasih sayang KH. Mastur Asnawi terhadap putra dan putrinya. Apabila KH. Mastur Asnawi mempunyai sesuatu maka sesuatu itu diberikan kepada anaknya dengan rata sehingga anak-anaknya tidak ada yang iri atau bertengkar. Kebijaksanaan KH. Mastur Asnawi ini berlangsung sejak anak-anaknya belum berkeluarga sampai dengan akhir hayat KH. Mastur Asnawi.
Anak KH. Mastur Asnawi yaitu Kiai Muchtar Mastur merupakan tokoh pendiri organisasi keagamaan Muhammadiyah di Lamongan. Padahal kiai Muchtar dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang berfaham Nahdlatul Ulama dan seorang pengurus besar Nahdlatul Ulama
11
Mahub Mastur, Wawancara, Lamongan, 1 November 2015.
12
(38)
29
bagian Syuriah. Suatu hal yang sangat mengherankan, bagaimana seorang
PBNU juga memimpin Muhammadiyah. Muchtar Mastur seorang
pengurus Nahdlatul Ulama, namun jiwa keagamaannya sudah tidak sefaham lagi dengan organisasi itu. Dia merasa bahwa Nahdlatul Ulama lebih condong menyuburkan masyarakat Islam tradisional tidak dapat dibenarkan. Muchtar disebut oleh orang-orang Muhammadiyah sangat keras dalam memberikan ceramah-ceramah keagamaan, bahkan tidak segan-segan mengkafirkan orang-orang yang tidak sefaham dengan Muhammadiyah.
Meskipun Kiai Muchtar Mastur menjadi pendiri Muhammadiyah di Lamongan tapi KH. Mastur Asnawi tidak melarangnya karena menurut kiai Mastur organisasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sama-sama organisasi Islam sehingga KH. Mastur Asnawi memberikan kemudahan pada anaknya Kiai Muchtar Mastur untuk memberikan ceramah-ceramah
keagamaan, menyampaikan pengajian-pengajian di tengah-tengah
masyarakat NU, dan itu baginya merupakan kesempatan untuk memasukkan ide-ide pembaharuan. Pada perkembangan selanjutnya
masyarakat mengetahui dari ketidakjelasan Muchtar itu, dan
menyimpulkan bahwa Muchtar benar-benar telah berfaham
Muhammadiyah. Hal itu terlihat jelas dalam pemikirannya yang disajikan dalam setiap pengajian yang mengarahkan pada masyarakat NU
(39)
30
meninggalkan tradisi-tradisi yang dianggapnya menyimpang dari Alquran dan Al-hadits.13
Keberadaan anak-anak KH. Mastur Asnawi di tengah-tengah lingkungan masyarakat sekitarnya cukup dihormati dan di segani. Hal ini bukan semata-mata mereka seorang putra kiai yang mempunyai peran penting di Lamongan melainkan karena penguasaan dan pengabdian mereka terhadap ilmu dan bidang yang mereka tekuni. Hampir semua perhatian dan aktifitas mereka curahkan untuk kepentingan masyarakat. Anak-anak dan cucu KH. Mastur Asnawi kini banyak yang terjun dalam dunia pendidikan agama sebagai kiai dan nyai mendirikan pesantren salafiyah dan ada yang menjadi tokoh Muhammadiyah.14
C.Latar Belakang Pendidikan
Kecenderungan intelektual keagamaan yang paling mencolok adalah harmonisasi antara syariat dan tasawwuf.15 Begitu juga perjalanan intelektual KH. Mastur Asnawi. Sejak kecil KH. Mastur Asnawi tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah formal “sekuler”. Kiai Mastur hanya mengenyam pendidikan agama di madrasah dan pondok pesantren saja. Potensi intelektual KH. Mastur Asnawi di bidang ilmu Alquran, mahir dalam
13Fathur Rochiem, “PimpinanDaerah Muhammadiyah Lamongan”,
dalam http://pdm-lamongan jatim.blogspot.com/p/sejarah.html (28 Oktober 2015).
14
Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-Figur Kiaiku, 24.
15
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Jakarta: Prenada Kencana, 2005), 20.
(40)
31
ilmu hadis, Asbabul Nuzul Alquran, dan juga mempunyai kelebihan di bidang ilmu tauhid, tasawwuf dan Fiqih (hukum Islam).16
KH. Mastur Asnawi mulai belajar agama di madrasah dan pondok pesantren ketika umur 10 tahun. Pertama Kiai Mastur menuntut ilmu di Pondok Pesantren Sidoresmo Surabaya, namun tidak berlangsung lama karena di pesantren sering bermain bola bersama teman-temannya sehingga oleh orang tua KH. Mastur Asnawi dipindahkan di Pesantren Maskumambang Gresik. Begitu pula di Pesantren Maskumambang juga tidak bertahan lama menuntut ilmu disana dikarenakan kebanyakan bermain bola sehingga pada akhirnya KH. Mastur Asnawi dipindahkan orang tuanya di Pesantren Langitan Widang Tuban yang pada saat itu pengasuhnya adalah KH. Khozin.17
Mata pelajaran yang diberikan di madrasah diantaranya adalah: Tauhid, Fiqih, Akhlak, Tajwid, Nahwu, Shorof, Bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama yang lainnya. Selama berada di madrasahKiai Mastur mempunyai prestasi yang sangat menonjol, Kiai Mastur dikenal sebagai murid yang rajin, tekun dan cerdas. Sehingga Kiai Mastur bisa mengikuti semua mata pelajaran yang diberikan tanpa mengalami kesulitan.
Sebelum belajar di madrasah Kiai Mastur telah mendapatkan pendidikan agama dari orang tuanya. Sejak kecil KH. Mastur Asnawi telah di didik oleh kedua orang tuanya belajar shalat dan membaca Alquran. KH. Mastur Asnawi bukanlah anak yang cepat puas dengan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari. Setelah lulus dari madrasah Kiai Mastur melanjutkan belajarnya di berbagai
16
Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-figur Kiaiku, 23.
17
(41)
32
pondok pesantren diluar Lamongan. Kiai Mastur meninggalkan kota kelahirannya untuk menuntut ilmu pengetahuan (agama Islam) sebanyak mungkin.18
Bagi KH. Mastur Asnawi menuntut ilmu merupakan tugas suci dari ajaran agama yang diyakini. Pentingnya ilmu menurut agama Islam merupakan dorongan serta kewajiban mencari dan menuntut ilmu, yang telah menjadikan dunia Islam pada suatu masa di zaman lampau pusat pengembangan ilmu dan kebudayaan. Di masa yang akan datang, kejayaan di zaman lampau itu Insyallah akan datang berulang. Kalau pemeluk agama Islam menyadari makna firman Allah: kuntum khaira ummatin ukhrijat lin nas (kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia).
Dengan bekal nasehat dan doa restu orang tua dari kedua orang tua KH. Mastur Asnawi mulai perjalanannya untuk berkelana mencari guru-guru yang masyhur dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan Islam. Kiai Mastur mengembara dari kiai yang satu ke kiai yang lainnya, dari satu pesantren ke pesantren yang lainnya. Kisah yang berkembang dari satu kiai kepada kiai lainnya ini menunjukkan karakter dasar santri, yakni mematuhi apa kata kiai tanpa membantah dalam kondisi dan situasi apapun. Masa remaja Kiai Mastur dihabiskan untuk menuntut ilmu pengetahuan agama Islam.
Ketika umur 10 tahun telah mengikuti belajar ilmu agama di beberapa pondok pesantren, seperti ulama pada umumnya menjelang usia 17 tahun KH. Mastur Asnawi setelah dari pesantren Langitan dikirim ke Makkah (kota suci)
18
(42)
33
oleh orang tuanya untuk belajar agama disana mulai tahun 1912-1919 selama tujuh tahun bersama teman-temannya. Kiai Mastur dalam perjalanannya menuntut ilmu ke Hijaz, pusat ilmu pengetahuan Islam, merupakan pilihan terbaik yang pernah dilakukan karena Kiai Mastur yakin bahwa ilmu pengetahuan adalah segalanya. Pada saat itu suasana di Saudi Arabia (Hijaz) dalam keadaan perang saudara yang masing-masing di dukung oleh Inggris dan Turki, sehingga mencari ilmu agama dalam keadaan sulit. Selain belajar agama di Makkah beliau dapat menunaikan ibadah haji setiap tahunnya disana, meskipun keadaan sangat sulit karena kiriman dari tanah air tidak dapat sampai.19
Untuk mengatasi kesulitan ini dan untuk bertahan belajar agama di Makkah terpaksa KH. Mastur Asnawi dengan teman-temannya menjadi tentara (asykar) berperang dipihak Raja Syarif Husain melawan pemberontak yang dibantu Turki. Selama tujuh tahun belajar agama di Makkah KH. Mastur Asnawi berteman dengan Mas Mansyur dari Surabaya (KH. Mas Mansur tokoh Muhammadiyah) dan dengan Muhammad Wahab (KH.Wahab pendiri Nahdlatul Ulama) tiga orang ini menjadi sahabat akrab.20
KH. Mastur Asnawi mengalami kesulitan karena suasana perang sehingga sulit untuk mencari makan dan kerja. Oleh sebab itu Muhammad Mastur masuk asykar dipihak penguasa yang sah waktu itu melawan pemberontak yang dibantu Turki dan pihak penguasa dibantu Inggris. Dengan menjadi asykar ini Muhammad Mastur mendapat gaji dan jata makanan, atas
19
Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-figur Kiaiku, 22.
20
(43)
34
jerih payah ini jatah makanan dan gaji para asykar dari Indonesia dikumpulkan untuk membiayai teman-teman Indonesia yang belajar agama di Makkah. Hal ini merupakan solidaritas yang tinggi di negeri orang.21
Ketika menjadi asykar Muhammad Mastur dengan teman-temannya berhasil membunuh Jendral Turki dengan tugas Snipper (penembak jitu), pada waktu itu dalam regu penembak jitu ternyata KH. Mastur Asnawi yang paling mahir menembak musuh. Setelah Syarif Husain kalah perang maka yang memegang kekuasaan adalah Raja Ibnu Saud, dengan kejadian ini maka tentara bantuan terdiri dari warga Indonesia termasuk KH. Mastur Asnawi dan teman-temannya dipulangkan ke Indonesia karena diusir oleh penguasa baru. Pada tahun 1919 KH. Mastur Asnawi diangkut pulang dengan kapal Inggris sampai di India dan ditelantarkan disana. KH. Mastur Asnawi bersama teman-temannya yang saat itu rata-rata berusia 23-24 tahun berusaha pulang dengan susah payah untuk kembali ke Indonesia.22
21
Ibid., 22.
22
(44)
BAB III
KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1975-1982
Untuk mengawali kajian mengenai kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat kota Lamongan, digambarkan terlebih dahulu gambaran geografis yang meliputi: luas wilayah, pembagian wilayah, keadaan topografi. Disamping itu juga dijelaskan gambaran demografi yang meliputi: jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan jumlah penduduk menurut usia. Selain itu menjelaskan kondisi umum masyarakat kabupaten Lamongan dalam bidang sosial terdapat empat aspek yakni aspek ekonomi, pendidikan, seni budaya dan perangkat pemerintah. Dalam bidang keagamaan, menjelaskan jumlah pemeluk agama dan jumlah tempat ibadah yang ada di kabupaten Lamongan.
A. Deskripsi Kabupaten Lamongan
1. Letak Geografis
Secara geografis Kabupaten Lamongan terletak antara
6º51'54''sampai dengan 7º23 6''lintang Selatan dan antara 112º4'41''sampai dengan 112º33'12'' bujur Timur. Kabupaten Lamongan memiliki luas wilayah kurang lebih 1. 628. 04 Km² +3.78% dari luas wilayah Propinsi Jawa Timur. Dengan panjang garis pantai sepanjang 47 km, maka wilayah perairan laut Kabupaten Lamongan adalah seluas 902,4 km2, apabila dihitung 12 mil dari permukaan laut. Kabupaten Lamongan adalah sebuah
(45)
36
kabupaten di provinsi Jawa Timur, batas administrasi wilayah Kabupaten Lamongan adalah:1
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Gresik
Sebelah Selatan : Kabupaten Jombang dan Kabupaten Mojokerto
Sebelah Barat : Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban
Secara garis besar daratan Kabupaten Lamongan dibelah oleh Sungai Bengawan Solo, dan secara garis besar daratannya dibedakan menjadi 3 karakteristik yaitu:2
a. Daratan bagian tengah belahan selatan, yaitu kawasan yang berada di sebelah selatan arteri primer Surabaya-Semarang terdiri dari dataran rendah yang relatif subur, meliputi wilayah Kecamatan Babat, Pucuk, Sukodadi, Lamongan, Kedungpring, Sugio, Kembangbahu, Deket dan Tikung. Di kawasan ini terdapat 25 waduk irigasi sebagai pendukung pertanian, termasuk Waduk Gondang yang merupakan waduk terbesar yang diresmikan Presiden Soeharto tahun 1987.
b. Daratan bagian utara terdiri dari daerah bonorowo yang rawan banjir, meliputi wilayah kecamatan Turi, Sekaran, Karanggeneng, Laren, Kalitengah, Karangbinangun, dan Glagah. Pada dekade 1970-an daerah ini merupakan daerah yang amat tidak produktif yang terkenal dengan pola sawah tambak.
1
Kantor Statistik Propinsi Jawa Timur (Statistik Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan, 1975-1978), 2.
2
Tim Peneliti dan Penyusun Buku Lamongan Memayu Raharja Ning Praja (Lamongan: Pemerintah Daerah Tingkat II, 1993), 1-2.
(46)
37
c. Daratan bagian selatan dan utara terdiri dari sebagian berupa pegunungan kapur dan sebagian berupa dataran agak rendah dengan tingkat kesuburan yang rendah, meliputi wilayah kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Modo, Sukorame, Brondong, Paciran dan Solokuro. Di daerah ini terdapat kawasan hutan yang luasnya mencapai 17,57%, Lamongan pada bagian utaranya terbentang kawasan pantai sepanjang 47 km yang kaya akan sumber daya perikanan.
Selain itu, Lamongan di batasi oleh dua sungai yaitu Sungai Bengawan Solo (berbatasan dengan kota Tuban) dan Kali Lamong (berbatasan dengan Kabupaten Gresik). Luas wilayah Kabupaten Lamongan adalah 1.628.040 Km². Sedangkan secara administratif Kabupaten Lamongan terbagi menjadi 22 kecamatan dengan Lamongan sebagai ibukota kabupaten.
Kondisi topografi kabupaten Lamongan menunjukkan dua karakteristik yang berbeda. Perbedaan tinggi rata-rata kecamatan dari permukaan air laut yang berada di Kabupaten Lamongan cukup bervariasi. Untuk kawasan selatan ketinggian dari permukaan laut lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan utara. Kecamatan Ngimbang tercatat sebagai kecamatan dengan wilayah yang memiliki ketinggian tertinggi di Kabupaten Lamongan yaitu 81,79 m. selanjutnya disusul oleh kecamatan Sukorame, kecamatan Bluluk kemudian kecamatan Sambeng. Keempat kecamatan tersebut termasuk kecamatan yang terdapat dikawasan selatan.3
3
(47)
38
Luas wilayah Kabupaten Lamongan adalah 1. 628. 04 Km² atau 181. 280.300 Ha, sama dengan 3,78% dari luas wilayah Propinsi Jawa Timur dengan perincian:
Tabel 3.1
Luas wilayah / Daerah Per-Kecamatan Dalam Daerah Kabupaten Lamongan
No Kecamatan Luas Kecamatan (Km²)
1 Lamongan 37, 59
2 Deket 41, 66
3 Turi 48, 62
4 Tikung 98, 82
5 Kembangbahu 64, 74
6 Sukodadi 87, 55
7 Sekaran 80, 75
8 Karanggeneng 37, 24
9 Babat 56, 64
10 Kedungpring 53, 46
11 Sugio 91, 29
12 Modo 76, 14
13 Ngimbang 88. 40
14 Bluluk 93, 54
15 Sambeng 145, 43
16 Mantup 100, 15
17 Paciran 143, 43
18 Brondong 68, 60
19 Laren 82, 33
20 Karangbinangun 41, 27
21 Glagah 54, 20
22 Kalitengah 36. 00
Jumlah 1. 628.04 Sumber Data: Kantor Statistik Kabupaten Lamongan
Dilihat dari segi tingkat kemiringan tanah daratan Kabupaten Lamongan merupakan daratan yang relatif datar. Sebanyak 72,46º atau setara dengan 131.352 hektar, daratan Kabupaten Lamongan memiliki tingkat kemiringan 0-2º yang tersebar di beberapa kecamatan yakni Kecamatan Lamongan, Deket, Turi, Sekaran, Tikung, Pucuk, Sukodadi,
(48)
39
Babat, Kalitengah, Karanggeneng, Glagah, Karangbinangun, Mantup, Sugio, Kedungpring, sebagian Bluluk, Modo dan Sambeng. Sedangkan untuk wilayah yang sedikit curah dengan kemiringan tanah diatas 40º hanya seluas 0,16% atau setara sebesar 282 hektar.4
Seperti daerah lainnya yang berada di garis khatulistiwa, Kabupaten Lamongan beriklim tropis dan mengenal 2 musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau berkisar antara bulan Mei sampai September dan di bulan selebihnya yaitu Oktober sampai bulan April adalah musim hujan. Suhu udara berkisar 20-35º derajat. Secara administratif, Kabupaten Lamongan terbagi menjadi 22 kecamatan, 475 desa dan 12 kelurahan.5
4
Ibid., 1.
5
(49)
40
Tabel 3.2
Pembagian Daerah Wilayah Kerja Dalam Daerah Tingkat II Lamongan
No Ex. Kawedanan Kecamatan Jumlah Desa
1. LAMONGAN Lamongan 20
Deket 17
Turi 19
Tikung 22
Kembangbahu 18
2. SUKODADI Sukodadi 37
Sekaran 38
Karanggeneng 18
3. BABAT Babat 23
Kedungpring 23
Sugio 21
Modo 17
4. NGIMBANG Ngimbang 19
Bluluk 18
Sambeng 22
Mantup 15
5. PACIRAN Paciran 27
Brondong 10
Laren 20
6. KARANGBINANGUN Karangbinangun 21
Glagah 30
Kalitengah 20
JUMLAH 22 Kecamatan 475 Desa
Sumber Data: Kantor Statistik Kabupen Lamongan
2. Letak Demografis
Penduduk kabupaten Lamongan menurut hasil registrasi penduduk tahun 1982 jumlahnya tercatat sebanyak 1.064.394 jiwa. Komposisi jumlah penduduk laki-laki sebanyak 519.960 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 544.434 jiwa. berdasarkan komposisi penduduk tersebut secara umum akan terlihat rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Lamongan dilihat dari desa dan kelurahan. Dengan mengetahui jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin tersebut menunjukkan bahwa
(50)
41
penduduk perempuan di kabupaten Lamongan lebih banyak dari pada penduduk laki-laki.6
Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk pada setiap tahunnya, sedangkan luas tidak berubah, maka angka kepadatan penduduk akan terus bergerak naik seiring dengan naiknya jumlah penduduk. Dilihat dari usia penduduk, jumlah terbanyak diduduki oleh kelompok umur 25-49 tahun yakni 167.410 jiwa, seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
No Usia Jumlah
1 0-4 Tahun 57.718
2 5-9 Tahun 70.251
3 10-14 Tahun 61.203
4 15-24 Tahun 108.397
5 25-49 Tahun 167.410
6 50 ke atas 79.252
Sumber Data: Kantor Statistik Kabupaten Lamongan
B. Kondisi Umum Masyarakat Kabupaten Lamongan
1. Bidang Sosial
a. Aspek Ekonomi
Dalam pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat, kondisi Kabupaten Lamongan tahun 1975 masih memperlihatkan beberapa pesoalan sosial yang patut dicermati, beberapa contoh persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, diantaranya pertama masalah kemiskinan. Dengan tingkat pendidikan penduduk yang minim dapat memepengaruhi tipe pekerjaan masyarakat. Dalam konteks ekonomi
6
(51)
42
Penduduk Kabupaten Lamongan banyak menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan perdagangan. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor perdagangan dan pertanian menjadi penopang utama dalam pengembangan perekonomian lokal. Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Lamongan cukup besar dan memiliki latar belakang pendidikan yang relatif rendah. Angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian diperkirakan sebesar 52,68%, sektor perdagangan 13,42%, sektor industri pengolahan sebanyak 8,75%, sedang untuk sektor-sektor yang lain sebesar 10,7%. Faktor wilayah secara langsung berdampak terhadap profesi penduduk wilayah tersebut.7
b. Aspek Pendidikan
Kondisi dan potensi Sumber Daya Manusia yang dimiliki daerah merupakan salah satu modal penting dalam pengembangan daerah tersebut. Berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah tertinggi adalah penduduk di Kabupaten Lamongan yang mengenyam pendidikan Sekolah Dasar/Sederajat. Berdasarkan data, penduduk Kabupaten Lamongan masih kurang kesadaran dalam hal pedidikan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah tidak semua penduduk mampu membayar kebutuhan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya suatu pendidikan. Berikut jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 1982.
7
(52)
43
Tabel 3.4
Penduduk Kabupaten Lamongan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 1982
No Keterangan Jumlah
1 Penduduk tamat SD/Sederajat 82.227
2 Penduduk tamat SLTP/Sederajat 8.116
3 Penduduk tamat SLTA/Sederajat 1.568
Sumber Data: Kantor Statistik Kabupaten Lamongan
Dengan adanya fasilitas pendidikan turut menunjang masyarakat yang mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Berikut jumlah sekolah menurut tingkat sekolah yang ada di Kabupaten Lamongan tahun 1982.
Tabel 3.5
Jumlah Fasilitas Pendidikan Kabupaten Lamongan Tahun 1982
No Kecamatan Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Sekolah
SD SLTP SLTA
1 Bluluk 1 - -
2 Ngimbang 1 - -
3 Sambeng 15 1 -
4 Mantup 16 2 -
5 Kembangbahu 16 2 -
6 Sugio 19 2 -
7 Kedungpring 14 - -
8 Modo 12 - -
9 Babat 25 4 2
10 Sukodadi 55 3 -
11 Lamongan 12 2 1
12 Tikung 25 3 -
13 Deket 21 2 -
14 Glagah 41 6 2
15 Karangbinangun 24 2 -
16 Kalitengah 15 - -
17 Turi 27 3 1
18 Karanggeneng 24 2 1
19 Sekaran 51 6 -
20 Laren 40 2 1
21 Brondong 17 2 1
22 Paciran 59 16 7
Jumlah 530 56 16
(53)
44
Dengan adanya fasilitas pendidikan keagamaan turut menunjang jumlah masyarakat yang mengikuti kegiatan belajar mengajar khususnya dalam ajaran agama Islam. Berikut jumlah fasilitas pendidikan keagamaan yang ada di Kabupaten Lamongan pada tahun 1982.
Tabel 3.6
Jumlah Lembaga Pendidikan Keagamaan Kabupaten Lamongan Tahun 1982
No Nama Sekolah Kelas Jumlah Murid
1 Roudlatul Atfal 103 248 9.316
2 Madrasah Diniyah 12 35 982
3 Pondok Pesantren 29 8 2.208
Sumber Data: Kantor Departemen Agama Kabupaten Lamongan
c. Aspek Perangkat Pemerintah
Lamongan seperti halnya kadipaten-kadipaten lain
pemerintahan di Lamongan dan pengaturannya sesuai dengan penataan hirarki-birokrasi model Barat. Lamongan dimasukkan dalam kesatuan wilayah administratif propinsi dan karesidenan, diletakkan dalam kedudukan pada tingkat kabupaten (Regent). Secara hirarki-birokrasi kabupaten Lamongan terbagi dalam tingkatan (berturut-turut dari atas kebawah):8
Regent (Kabupaten)
District (Kawedanan/ pembantu Bupati) Onderdistrict (Kaonderan/kecamatan) Kelurahan (Desa)
8
(54)
45
Pada masa peralihan secara administratif Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan dibagi dalam 6 wilayah kerja pembantu Bupati, 22 Kecamatan, 8 Kelurahan dan 467 desa. Pemerintah Daerah Tingkat II Lamongan dilengkapi dengan Dinas Daerah sebagai unsur pelaksana di bidang otonomi daerah, secretariat wilayah/daerah sebagai unsur staf/pembantu pimpinan, dan secretariat DPRD sebagai unsur staf perangkat pimpinan DPRD. Perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II Lamongan juga dilengkapi dengan instansi-instansi vertikal sebagai aparat dekonsentrasi yaitu kantor Departemen, Kantor, Badan dan sebagainya.9
2. Bidang Keagamaan
Sebagaimana di daerah-daerah lainnya di Jawa, berkembangnya agama Islam di daerah Lamongan lewat usaha yang sungguh-sungguh oleh para ulama dan para pedagang. Para ulama penyebar Islam pada masa awal itu oleh masyarakat diidentifikasi sebagai Waliyullah atau secara mudah disebut Wali. Wali berarti orang yang sangat taat kepada Allah, terpelihara dari perbuatan maksiat dan memiliki karomah yakni kemuliaan, kelebihan dalam arti ilmu dan kesaktian.
Penyebaran Islam di Kabupaten Lamongan merupakan dakwah dikawasan Kali Segunting yaitu tanah rawah, tanah dataran, dan pegunungan kapur Kendeng yang diapit dua buah kali yaitu kali Lamong dan kali Solo. Pada masa penjajahan Belanda yang membawa misi agama
9
(55)
46
Kristen dan Katolik. Pada masa itu para ulama di Lamongan mendirikan lembaga pendidikan tradisional pondok pesantren untuk mengantisipasi berkembangnya agama yang dibawa kolonial Belanda. Di kawasan Lamongan pada zaman ini tidak ada pondok pesantren yang besar sehingga pada waktu itu banyak orang Lamongan yang mengaji pergi ke pesantren di Langitan Widang Tuban, Tebuireng Jombang dan beberapa pesantren lainnya.10
Penduduk Kabupaten Lamongan terdiri dari beragam agama dan kepercayaan. Dilihat dari jumlah pemeluk agama, jumlah terbanyak didapatkan oleh agama Islam sebesar 1.061.195 jiwa. Sedangkan posisi kedua diduduki oleh pemeluk agama Protestan yakni sebesar 2.453 jiwa. Pada posisi ketiga diduduki oleh pemeluk agama Katolik, Hindu dan Budha. Seperti yang terlihat pada tabel berikut:11
Tabel 3.7
Daftar Pemeluk Agama Dalam Daerah Kabupaten Lamongan
No Tahun Islam Protestan Katolik Hindu Budha
Lain-lain
1 1981/1982 1.054.232 1.449 1.286 451 42 203
2 1982/1983 1.061.195 2.453 285 365 47 198
Penduduk Kabupaten Lamongan yang terdiri dari beragam agama dan kepercayaan membutuhkan fasilitas keagamaan untuk mendukung kegiatan beribadah, misalnya dengan adanya tempat beribadah yang sesuai
10
Achmad Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-figur Kiaiku
(tth), 5.
11
(56)
47
dengan kebutuhan penduduk. Jumlah tempat ibadah yang ada di Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.8
Jumlah Tempat-Tempat Ibadah Dalam Daerah Kabupaten Dati II Lamongan Keadaan Tahun 1982
No Kecamatan Masjid Langgar Jumlah Gereja
1 Bluluk 16 57 73 1
2 Ngimbang 24 55 79 -
3 Sambeng 36 107 143 -
4 Mantup 53 110 163 -
5 Kembangbahu 60 149 209 1
6 Sugio 83 169 252 1
7 Kedungpring 49 183 232 -
8 Modo 51 168 219 -
9 Babat 51 218 269 -
10 Sukodadi 98 391 489 -
11 Lamongan 26 129 155 2
12 Tikung 70 204 274 -
13 Deket 49 55 104 -
14 Glagah 52 116 168 -
15 Karangbinangun 34 99 133 1
16 Kalitengah 34 132 166 -
17 Turi 63 188 251 1
18 Karanggeneng 33 251 284 -
19 Sekaran 55 361 416 1
20 Laren 37 176 213 -
21 Brondong 30 96 126 -
22 Paciran 55 313 368 -
Jumlah 1.059 3.727 4.786 8
Sumber Data: Departemen Agama Kabupaten Lamongan
Sesuai dengan jumlah pemeluk agama terbanyak adalah muslim, sehingga tempat ibadah yang paling banyak dijumpai adalah Masjid atau Langgar. Jumlah kedua adalah Gereja. Tempat ibadah pemeluk agama tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Tempat ibadah juga digunakan untuk pertemuan pemeluk agama atau memperingati hari besar agama masing-masing, misalnya di masjid
(57)
48
terdapat ceramah agama atau kegiatan sosial seperti pembagian zakat. Lain halnya dengan Gereja yang digunakan untuk memperingati bangkitnya Isa Almasih dengan melakukan Misa Natal.
Kota Lamongan sebagai pusat pemerintahan kota, masyarakat setempat tetap memilih beribadah di masjid atau langgar karena menurut mereka dengan beribadah secara berjamaah maka akan menambah rasa silaturahmi antar tetangga dan antar manusia.
Penduduk Kabupaten Lamongan yang mayoritas beragama Islam memberikan corak tersendiri dalam kehidupan sosial budayanya. Masyarakat Kabupaten Lamongan dapat dibedakan tiga kelompok yaitu:12
Pertama, kelompok masyarakat yang berada di bagian utara yang dibatasi oleh sungai Bengawan Solo disebelah selatan dan laut Jawa di bagian utara, memiliki budaya Islami yang cukup tinggi dengan ikatan keagamaan yang sangat kuat. Wilayah ini sejak dahulu telah menjadi salah satu pusat penyebaran Islam yang yang dipimpin oleh Sunan Drajat, tepatnya di desa Drajat kecamatan Paciran. Di daerah ini banyak dijumpai sekolah umum keagamaan dan pondok pesantren yang santrinya berasal dari dalam dan luar Pulau Jawa. Para kiai atau ulama bertindak sebagai pemimpin informasi, masyarakat di wilayah ini juga memiliki dinamika sosial yang cukup tinggi.
Kedua, kelompok masyarakat di bagian tengah yang mendiami wilayah sepanjang jalan Surabaya-Semarang sampai sepanjang aliran
12Fathur Rochiem, “Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan”, dalam
http://pdm-lamongan-jatim.blogspot.com/p/sejarah.html (28 Oktober 2015).
(58)
49
sungai Bengawan Solo bagian utara, memiliki budaya Islami dengan ikatan keagamaan yang cukup kuat. Memiliki mobilitas yang relatif tinggi terutama pada musim lepas dan pasca panen, warga di wilayah ini rela meninggalkan kampong halaman untuk merantau. Akulturasi dengan budaya luar membimbing masyarakatnya memiliki pola pikir yang lebih kritis. Para pemimpin informasi bisa dari berbagai kalangan, namun masih di bawah pengaruh para tokoh agama.
Ketiga, kelompok mayarakat yang berada di wilayah bagian selatan, memiliki ikatan keagamaan yang lebih longgar, sehingga kepemimpinan informasi berada di tangan pejabat pemerintahan.
(59)
BAB IV
KH. MASTUR ASNAWI DALAM MASYARAKAT
A. Posisi KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat
1. Sebagai Seorang Ulama
Dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan atau menjelaskan terlebih dahulu tentang definisi ulama.
Ulama adalah pewaris Nabi dalam kehidupan Islam setelah Rosulullah SAW wafat yang berperan adalah Khulafaurrasyidin, lalu
Tabi’in. generasi sesudah Tabi’in termasuk ulama yang mewarisi ilmunya nabi. Di Jawa dan di Indonesia ulama dikenal dengan waliyullah atau orang karomah, orang alim yang terkenal seperti Walisongo.1
Menurut Imam Munawwir bahwasanya ulama adalah seseorang yang paling mengetahui tentang seluk-beluk agama, karena ilmu dan kepribadian yang dimiliki, takut kepada Tuhan dan juga disegani oleh masyarakat. Ulama merupakan titik sentral manusia guna untuk meminta fatwa, pendapat, saran atau pikiran. Ulama akan berpegang teguh pada kebenaran, tanpa dipengaruhi oleh perasaan keakuan, kesukuan, fanatisme golongan dan lain sebagainya.2
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Faathir ayat 28 yang berbunyi:3
1
Achmad Chambali, Pemerintah Daerah Tingkat II Lamongan Figur-figur Kiaiku (tth), 10.
2
Imam Munawwir, Mengapa Umat Islam Dilanda Perpecahan (Surabaya: Bina Ilmu, 1985), 65.
3
(60)
51
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba
-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesunguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.”
Dari definisi atau pendapat serta dipertegas oleh kalamullah tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud ulama adalah seorang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan ilmu Allah Swt yang mendalam serta mempunyai akhlak yang mulia dan terpuji. Mereka mampu mencerna makna dari ciptaan Tuhan yang kemudian mengimaninya sekaligus mengamalkannya dalam bentuk perilaku maupun amalan-amalan yang shaleh dan selalu menjalankan perintah-Nya.
Untuk lebih jelasnya yang dimaksud dengan istilah ulama adalah orang Islam, alim yang berilmu tinggi dimuliakan Allah, istiqomah melaksanakan dengan baik ilmunya dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain untuk pengembangan agama Islam. Sedangkan untuk istilah kiai adalah suatu gelar yang diberikan kepada individu. Disamping itu, sebagai pengasuh pondok pesantren cukup lama akan dipanggil orang kiai dan ia juga termasuk tokoh yang berwibawa, arif dan bijaksana dalam mengemban tampuk kepemimpinan, dimana mereka juga ikut andil dalam pengembangan agama Islam.
Setelah penulis memaparkan definisi ulama akhirnya dapat disimpulkan siapakah orang atau kriteria seseorang yang diberi gelar oleh masyarakat. Demikian halnya dengan KH. Mastur Asnawi diberi gelar
(1)
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Dari beberapa uraian dan penjelasan dalam skripsi ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. KH. Mastur Asnawi lahir di Lamongan pada hari Rabu Wage, tanggal 10 Muharram 1313 H bertepatan pada tanggal 3 Juli 1895 M. Dari pasangan Asnawi seorang pedagang asli penduduk Lamongan dan Masitoh keturunan Arab yang berdomisili di Lamongan, sewaktu kecil KH. Mastur Asnawi bernama Soleh penduduk setempat memanggilnya “Mas Sholeh” tetapi ayahnya tidak suka karena penduduk setempat menyangjungnya dengan nama “Mas” sehingga diganti ayahnya dengan nama Mastur, sedangkan Asnawi yang terdapat dibelakangnya merupakan pelengkap yang diambil dari nama asli ayahnya. Keluarganya merupakan keluarga yang sangat ketat menjaga tradisi dan nilai-nilai keagamaan, sehingga sejak kecil KH. Mastur Asnawi di didik dalam tradisi keagamaan dan pesantren yang sangat ketat.
2. Kondisi sosial masyarakat kota Lamongan terdiri dari aspek ekonomi, pendidikan dan perangkat pemerintah. Sedangkan dalam bidang keagamaan Lamongan terdiri dari beragam agama dan kepercayaan, jumlah pemeluk agama terbanyak didapatkan oleh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha
(2)
87
3. KH. Mastur Asnawi adalah tokoh yang sangat berpengaruh di kota Lamongan, kiai Mastur menjadi panutan masyarakat kota Lamongan tentang keilmuan agama sekaligus sesepuh yang sangat dihormati baik oleh para santri, masyarakat ataupun para kiai di Lamongan dimana pada saat itu para kiai apabila ada masalah agama maka rujukannya pada kiai Mastur. Peran KH. Mastur Asnawi dalam bidang sosial keagamaan dan pendidikan sangat besar sekali diantaranya dalam mendirikan majlis ta’lim Tahfidhul Quran dan Masjid Agung Lamongan. Selain dalam bidang sosial keagamaan ada juga dalam bidang pendidikan dimana hal ini KH. Mastur Asnawi mendirikan pondok pesantren Al-Masturiyah, Madrasah Tsanawiyah Putra-Putri Lamongan dan Madrasah Aliyah Pembangunan Lamongan.
B. Saran-saran
Berdasarkan penelitian tentang KH. Mastur Asnawi (studi peran sosial keagamaan pada masayarakat kota Lamongan tahun 1919-1982), maka kami menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Penulis berharap, agar penulisan buku-buku yang mengungkap tentang biografi atau riwayat hidup para tokoh Muslim perlu diperbanyak agar peranan serta perjuangan para tokoh Muslim tidak hilang dalam sejarah perjuangan bangsa.
2. Bagi seluruh masyarakat Lamongan dan sekitarnya, diharapkan dapat mengambil hikmah dan manfaat serta teladan yang dicontohkan oleh KH. Mastur Asnawi yang bertujuan agar nantinya menjadi orang yang
(3)
88
tawadhu’ dan tanpa membeda-bedakan stratifikasi sosial, semoga kita bisa
menjadi generasi yang memiliki ilmu dan berpandangan luas.
3. Dengan diangkatnya masalah ini diharapkan dapat menjadi motivasi untuk meneliti lebih lanjut dan lebih mendalam tentang tokoh-tokoh Muslim yang berada di sekitar masyarakat sehingga akan dapat memperluas wawasan kita tentang tokoh-tokoh Muslim.
4. Kami merasa hasil penelitian ini masih sangat sederhana dan jauh dari sempurna, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali, 1983.
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Al-Qur’an dan Terjemah
Arsip Profil Masjid Agung Lamongan. Lamongan: Arsip Masjid Agung Lamongan Jawa Timur, 2014.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Prenada Kencana, 2005.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Statistik Daerah Kabupaten Lamongan, 2014.
Bakri, Sama’un. Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005.
Chambali, Achmad. Enam Figur Ketua DPRD Kabupaten Lamongan 1951-2004. Lamongan: Sanggar Pusaka, 2003.
Pemerintah Kabupaten Lamongan Daerah Tingkat II Lamongan Figur-Figur Kiaiku. (tth).
Dhafir, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1982.
Fuad, Zulfikar. Menulis Biografi, Jadikan Hidup Anda Lebih Bermakna!: Kiat Rhamadan K.H Menulis Biografi yang Memikat dan Menyejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah Cet 4. Jakarta: UI Press, 1985.
ICMI. Pedoman Manajemen Masjid. Jakarta: yayasan kado anak muslim, tth. Ismail, Faisal. NU Gusdurisme dan Politik Kiai. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 1999.
Kantor Statistik Propinsi Jawa Timur. Statistik Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan, 1975-1978.
(5)
Kartodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Kuntowijiyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi. Bandung: Mizan, 1991. Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah .Yogyakarta: Benteng Budaya, 2001. Munawwir, Imam. Mengapa Umat Islam Dilanda Perpecahan. Surabaya: Bina
Ilmu, 1985.
Pedoman Kerja Pengurus Madrasah Islam Nahdlatul Ulama’. Madrasah Tsanawiyah Putra-Putri Lamongan dan Madrasah Aliyah Pembangunan Lamongan. Lamongan, 2015.
Putra, Haidar. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Qomar, Mujamil. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisas Institusi. Jakarta: Erlangga, Tanpa Tahun.
Soekanto, Soejono. Sosiologi Suatu Pengantar cet 4. Jakarta: Raja Grafindo, 1990.
Susanto, Edi. Krisis Kepemimpinan Kiai Studi Atas Kharisma Kiai Dalam Masyarakat. Surabaya: Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel, 2007. Sukamto. Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren. Jakarta: PT Pustaka LP3ES,
1995.
Tim Peneliti dan Penyusun Buku Lamongan Memayu Raharja Ning Praja. Lamongan: Pemerintah Daerah Tingkat II, 1993.
Turmudi, Ending. Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2003.
Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren. Yogyakarta: LkiS, 2001.
Yacub, M. Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: Angkasa Anggota Ikapi, 1993.
Yuk!. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: Index, 2005.
Ziamik, Manfred. Pesantren Dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M, 1986. Zulaicha, Lilik. Metodologi Sejarah I. Laporan Penelitian, 2005.
(6)
Internet
Fathur Rochiem Syuhadi, “Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan”, dalam http://pdm-lamongan-jatim.blogspot.com/p/sejarah.html (28 Oktober 2015)
Feedburner, “Pengertian Biografi Serta Cara Menulis”, dalam http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12 (11 November 2015)
Wawancara
Achmad Chambali, santri KH. Mastur Asnawi. Wawancara. Lamongan. 16 September 2015.
Faqih Arifin. Cucu dari KH. Mastur Asnawi. Wawancara. Lamongan. 4 Desember 2015.
Mahbub Mastur. Anak KH. Mastur Asnawi. Wawancara. Lamongan.16 September 2015.
Moch Yunani. Santri KH. Mastur Asnawi sekaligus pengurus ta’mir masjid Agung Lamongan. Wawancara. Lamongan. 16 September 2015.
Soemarsono. Ketua pengurus yayasan Madrasah Islam Nahdlatul Ulama’ Lamongan. Wawancara. Lamongan. 12 November 2015.