Tradisi Haul Dan Terbentuknya Solidaritas Sosial (Studi Kasus: Peringatan Haul Kh. Abdul Fattah Pada Masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan

(1)

TRADISI HAUL DAN TERBENTUKNYA SOLIDARITAS SOSIAL (STUDI KASUS: PERINGATAN HAUL KH. ABDUL FATTAH PADA MASYARAKAT DESA SIMAN KABUPATEN LAMONGAN)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

Ghundar Muhamad Al-Hasan 106032201104

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

(3)

(4)

(5)

i ABSTRAK

Skripsi yang berjudul Tradisi Haul dan Terbentuknya Solidaritas Sosial (Studi Kasus: Peringatan Haul KH. Abdul Fattah pada Masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan). ini dilatarbelakangi sebuah pelaksanaan acara ritual perayaan kematian tahunan seorang Ulama besar desa Siman Kabupaten Lamongan, yang berdampak secara langsung pada etika, perilaku, keimanan warganya, dan yang terpenting dalam pelaksanaan Haul ini adalah penyatuan, integritas, dan terbentuknya solidaritas sosial di masyarakat desa Siman.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Adapun pengumpulan datanya menggunakan wawancara dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai persepsi masyarakat Desa Siman tentang tradisi Haul KH. Abdul Fattah memberikan sumbangsih pada peningkatan kualitas diri seperti sebagai sarana introspeksi (pengingat kematian), sebagai sarana mengenang jasa dan perjuangan KH Abdul Fattah, lebih jauhnya bagi masyarakat Haul ini berimbas pada ketenangangan dan ketentraman jiwa warga desa siman.

Sementara terbentuknya solidaritas sosial sendiri melalui acara haul ini adalah karena beberapa motif dan hal, diantaranya adalah penguatan pada konsep silaturahmi, kembali menguatnya ikatan emosional, dan kesamaan tentang sesuatu yang diyakini (kepercayaan).

Terakhir dari hasil penelitian ini adalah menemukan bentuk-bentuk solidaritas sosial yang timbul karena Haul KH. Abdul Fattah yang disertai dengan totalitas warga guna terselengaranya kegiatan Haul KH Abdul Fattah. Bentuk solidaritas tersebut bermacam-macam baik tenaga, waktu, maupun materi. Mereka melakukannya dengan swadaya dan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Bagi mereka hal ini sebagai wujud nyata sebuah kontribusi dalam upaya turut mensukseskan tradisi peringatan Haul KH. Abdul Fattah.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya, serta tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. keluarganya, serta sahabat yang senantiasa mengikuti ajaran-ajarannya.

Setelah berjuang dengan keyakinan kuat dan di imbangi dengan usaha penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini tidak dapat rampung tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Zulkifli, MA selaku ketua Jurusan Program Studi Sosiologi dan Ibu Iim Halimatusa’diyah, MA selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Nur Kafid, MA selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktunya, tenaganya, perhatiannya, masukannya, saran-saran dan kritik yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi.

3. Seluruh dosen dan staf pengajar pada program studi Sosiologi atas segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan dan pengalaman yang mendorong penulis selama menempuh studi.

4. Keluarga tercinta, tiada yang lebih indah dan menyenangkan apabila berada di rumah sendiri. Penulis sangat berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada ayahanda H. Abdul Madjid dan ibunda Hj. Ummi Latifa atas segala


(7)

iii

kepercayaan, pendidikan, semangat, kesabaran, pengorbanan dan segala doa yang senantiasa mereka panjatkan untuk penulis, agar penulis sukses dalam penulisan skripsi ini dengan harapan nilai yang maksimal. Terima kasih juga untuk keluarga besar Cimanggis, paklek Abdul Hamid, Bulek Ida Rosyida. Tak terlupa juga untuk para sepupu Tahta Muslim Karim, Atina R. Mahsar, Asa Hikmah Aisyah dan Johannes Mehmet syafa’ atas semua doa dan supportnya.

5. Kepada Sahabat-sahabatku Irvan Matondang, Andri Prakarsa, Muhammad Ayub, Nana Saehuna yang terus memberikan semangat dan aura positif kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa juga kepada teman-teman sosiologi 06 M. al-Aufar, M. Tri Panca, Nana Saehuna, Luthfian, Yandhi Deslatama, Fina, Azharina, Rahmi, Kiki, Dijah, Febri, Erfan, Sofa, Budi Santoso dan Hazuri kalian semua adalah yang terbaik. Kepada Alm. Budiman semoga Allah SWT mengampuni semua dosamu dan menerima semua amalmu dan engkau mendapatkan tempat terbaik disisi-Nya. Amin.

6. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga besar paciran atas segala bentuk dukungan baik doa maupun motivasinya.

7. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga besar Yayasan Pondok Pesantren Al-Fattah atas segala dukungan dan bantuannya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini .

8. Terima kasih juga kepada Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(8)

iv

Penulis sadar tidak ada sesuatu yang sempurna kecuali Allah swt. Begitu pula dengan skripsi ini, skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat penulis sampaikan, Karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat dibutuhkan sebagai bahan perbaikan di masa mendatang bagi penulis.

Jakarta, 3 Desember 2013


(9)

v DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ……….. i

KATA PENGANTAR………... ii

DAFTAR ISI………... v

BAB I PENDAHULUAN A. pernyataan Masalah ………... 1

B. pertanyaan Penelitian……….. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 6

D. Kajian Pustaka………. 7

E. Kajian Teori………. 11

1. Perilaku Keberagamaan………. 11

1.1Pengertian Perilaku Keberagamaan………. 11

2. Fakta Sosial……… 12

2.1 Pengertian Fakta Sosial……… 12

3. Solidaritas Sosial……… 13

3.1 Pengertian Solidaritas Sosial……… 13

3.2Macam-macam Solidaritas Sosial……… 13

3.3Faktor yang mempengaruhi Solidaritas Sosial…………. 14

F. Metodologi Penelitian..……… 15


(10)

vi BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMAN

A. Sejarah munculnya Desa Siman………….……….. 21

B. Letak Geografis……… 24

C. Struktur dan Bagan Desa……… 25

D. Jumlah Penduduk……… 26

E. Pendidikan……….. 27

F. Ekonomi……….. 27

G. Agama………. 28

H. Budaya………. 28

BAB III TRADISI HAUL A. Pengertian tradisi haul……… 29

B. Sejarah tradisi haul………. 31

C. Profil dan Sejarah Haul KH. Abdul Fattah………... 32

D. Penyelenggara dan pelaksanaan tradisi Haul KH. Abdul Fattah……… 37

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Norma dan Nilai dalam Masyarakat Desa Siman……….. 40

B. Terbentuknya Solidaritas Sosial melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah….. 44

C. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial masyarakat desa Siman melalui Haul KH. Abdul Fattah……… 50

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan ………. 57


(11)

vii

DAFTAR PUSTAKA……….. 60


(12)

1 BAB I

A. Pernyataan Masalah

Penelitian ini ingin melihat dan mengetahui makna haul dan proses terbentuknya solidaritas sosial masyarakat dengan studi kasus: Peringatan Haul KH. Abdul Fattah pada masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan.

Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat yang hidup dan berkembang mulai zaman dahulu hingga sekarang yang secara turun temurun menggunakan bahasa Jawa dalam berbagai ragam dialeknya dan mendiami sebagian besar Pulau Jawa (Herusatoto, 1987:10). Di Jawa sendiri selain berkembang masyarakat Jawa juga berkembang masyarakat Sunda, Madura, dan masyarakat-masyarakat lainnya. Pada perkembangannya masyarakat Jawa tidak hanya mendiami Pulau Jawa, tetapi kemudian menyebar di hampir seluruh penjuru nusantara.

Sebagian besar masyarakat Jawa menganut agama Islam dan masyarakat Jawa bisa dikelompokkan menjadi dua golongan besar, golongan yang menganut Islam murni (sering disebut Islam santri) dan golongan yang menganut Islam Kejawen (sering disebut Agama Jawi atau disebut juga Islam abangan). Masyarakat Jawa yang menganut Islam santri biasanya tinggal di daerah pesisir, seperti Surabaya, Gresik, dan lain-lain,sedang yang menganut Islam Kejawen biasanya tinggal di Yogyakarta, Surakarta, dan Bagelen (Koentjoroningrat, 1995:211).


(13)

2

Masyarakat Jawa, seperti masyarakat yang lain, memiliki budaya yang khas terkait dengan kehidupan beragamanya. Karakteristik ini melahirkan corak, sifat, dan kecenderungan yang khas bagi masyarakat Jawa seperti berikut: 1) percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sangkan Paraning Dumadi, dengan segala sifat dan kebesaran-Nya; 2) bercorak idealistis, percaya kepada sesuatu yang bersifat immateriil (bukan kebendaan) dan hal-hal yang bersifat adikodrati (supernatural) serta cenderung ke arah mistik; 3) lebih mengutamakan hakikat daripada segi-segi formal dan ritual; 4) mengutakaman cinta kasih sebagai landasan pokok hubungan antar manusia; 5) percaya kepada takdir dan cenderung bersikap pasrah; 6) bersifat konvergen dan universal; 7) momot dan non-sektarian; 8) cenderung pada simbolisme; 9) cenderung pada gotong royong, guyub, rukun, dan damai; dan 10) kurang kompetitif dan kurang mengutamakan materi (Suyanto, 1990:144). Karakteristik ini dipengaruhi perkembanganKebudayaan Jawa pra Hindhu-Buddha, Kebudayaan Jawa masa Hindhu-Buddha, Kebudayaan Jawa masa kerajaan Islam (Simuh, 1996:110).

Pandangan hidup Jawa memang berakar jauh ke masa lalu.Masyarakat Jawa sudah mengenal Tuhan sebelum datangnya agama-agama yang berkembang sekarang ini.Semua agama dan kepercayaan yang datang diterima dengan baik oleh masyarakat Jawa. Mereka tidak terbiasa mempertentangkan agama dan keyakinan. Mereka menganggap bahwa semua agama itu baik dengan ungkapan mereka: “sedaya agami niku sae” (semua agama itu baik). Ungkapan inilah yang kemudian membawa konsekuensi timbulnya sinkretisme di kalangan masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa yang menganut Islam kejawen hingga sekarang masih


(14)

3

banyak ditemukan, terutama di Yogyakarta dan Surakarta.Secara formal mereka akan tetap mengakui Islam sebagai agamanya, meskipun tidak menjalankan ajaran-ajaran Islam yang pokok, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, dan haji (Koentjoroningrat, 1994:313).

Masyarakat Jawa, terutama yang menganut Kejawen, mengenal banyak sekali orang atau benda yang dianggap keramat. Biasanya orang yang dianggap keramat adalah para tokoh yang banyak berjasa pada masyarakat atau para ulama yang menyebarkan ajaran-ajaran agama dan lain-lain.Sedang benda yang sering dikeramatkan adalah benda-benda pusaka peninggalan dan juga makam-makam dari para leluhur serta tokoh-tokoh yang mereka hormati. Di antara tokoh yang dikeramatkan adalah Sunan Kalijaga dan para wali sembilan yang lain sebagai tokoh penyebar agama Islam di Jawa. Tokoh-tokoh lain dari kalangan Raja yang dikeramatkan adalah Sultan Agung, Panembahan Senopati, Pangeran Purbaya, dan masih banyak lagi tokoh lainnya. Masyarakat Jawa percaya bahwa tokoh-tokoh dan benda-benda keramat itu dapat memberi berkah.Itulah sebabnya, mereka melakukan berbagai aktivitas untuk mendapatkan berkah dan meneladani para tokoh dan benda-benda keramat tersebut. Salah satu aktivitas penghormatan kepada tokoh tertentu adalah dilaksanakannya peringatan setelah kematian, mulai dari 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hingga peringatan Haul (H. Munawir Abdul Fattah, 2006:270). Ritual-ritual ini tentunya terus berlangsung sampai sekarang dengan dipengaruhi nilai-nilai agama Islam.

Peringatan haul biasanya dilakukan setiap genap satu tahun. Sebenarnya tradisi Haul bisa dilakukan oleh siapapun dan dari kalangan apa saja baik dari


(15)

4

keluarga miskin, menengah, atau kaya.Yang di-Haul-i pun bisa tokoh kharismatik ataupun orang yang dipandang biasa saja.Akan tetapi tradisi Haul biasanya lebih menggema ketika dilakukan terhadap tokoh kharismatik. Kebanyakan tradisi haul biasanya dilakukan sebagai upaya memperingati meninggalnya sosok Kyai atau Ulama’ yang dianggap berjasa terhadap suatu desa atau dalam suatu kelompok masyarakat. Menurut Cliford Geertz seorang guru di suatu pondok dan setiap sarjana yang memiliki pemahaman dalam keislaman biasanya disebut Kyai (Raharjo, 1993:171). Tentunya banyak syarat yang harus dimiliki seorang guru dipesantren ketika ingin menjadi Kyai antara lain dari segi keilmuan, kualitas kepribadaian, atau kepemimpinan (Raharjo, 1993:171).Kyai biasanya juga memiliki kedudukan khusus karena pengetahuanya yang berasal dari sumber pengetahuan diluar desa (Raharjo, 1993:174). Biasanya para Kyai ini selalu melakukan pembaharuan terhadap masyarakat ketika kebiasaan masyarakat itu dianggap telah keluar dari nilai-nilai ajaran Islam. Dalam konteks nasional Kyai selalu dikelompokan sebagai golongan intelegensia tradisional (Raharjo, 1993:174).

Tradisi haul banyak dijumpai di Indonesia seperti halnya tradisi Haul KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang selalu menyedot banyak orang baik dari berbagai kalangan. Selain itu ada tradisi Haul KH. Abdullah Faqih di pesantren Langitan di Tuban ada juga tradisi Haul mbah Ma’sum di Lasem jawa Tengah danlain sebagainya. Bahkan tradisi Haul KH.Abdurahaman Wahid (Gus Dur) sering juga diikuti oleh orang-orang yang beragama selain Islam.


(16)

5

Demikian pula dalam masyarakat Desa Siman ada tradisi yang sering dirayakan setiap tahunya yaitu, tradisi Haul.Peneliti melihat tradisi Haul merupakan tradisi yang mampu menyedot banyak orang terutama masyarakat desa Siman dan sekitarnya. Ketika tradisi haul ini digelar banyak fenomena yang menarik seperti halnya masyarakat saling bahu-membahu mensukseskan tradisi itu. Selain itu masyarakat Desa Siman yang keberadaannya juga banyak berada diluar kota atau merantau ketika tradisi haul digelar biasanya mereka menyempatkan waktu untuk pulang ke desa Siman untuk mengikuti tradisi Haul ini.

Peringatan haul dalam masyarakat Desa Siman merupakan upaya penghormatan terhadapKH. Abdul Fattah yang dilaksanakan setiap tahun sekali. Biasanya, kegiatan haul ini dilaksanakan pada minggu pertama bulan Muharram dalam penanggalan Hijriyah. Kegiatan ini diikuti oleh Santri, masyarakat Desa Siman dan masyarakat sekitarnya serta para alumni Pondok Pesantren Al-Fattah yang didirikan oleh KH. Abdul Fattah.

Ada beberapa hal yang menjadi ketertarikan bagi peneliti dalam tradisi haul di Desa Siman ini yaitu, Pertama solidaritas masyarakat yang terdiri dari para tokoh ulama, pemerintahan setempat, alumni pesantren dan masyarakat sekitar untuk mensukseskan tradisi Haul ini. Kedua, kemampuan tadisi haul menyedot perhatian banyak orang memberikan dampak terhadap pendapatan ekonomi masyarakat. Karena dengan digelarnya tradisi haul biasanya masyarakat menjual barang-barang seperti halnya mainan, makanan dan pakaian.


(17)

6

Berangkat dari fenomena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih mendalam tentang tradisi haul dan solidaritas sosial masyarakat Desa Siman. Selanjutnya, penelitian penulis ini mengambil judul: “Tradisi Haul dan Terbentuknya Solidaritas Sosial (Studi Kasus Peringatan Haul KH Abdul Fattah pada masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan).

B. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan pernyataan masalahdiatas,maka peneliti mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah solidaritas sosial masyarakat desa Siman itu terbentuk melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah tersebut?

2. Apa saja bentuk-bentuk solidaritas sosial masyarakat desa Siman dalam merayakan tradisi Haul KH. Abdul Fattah tersebut?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1) Untuk mengetahui bagaimana masyarakat desa Siman mempersepsikan tradisi Haul KH. Abdul Fattah tersebut.

2) Untuk mengetahui bagaimanakah solidaritas sosial masyarakat desa Siman itu terbentuk melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah tersebut? 3) Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk solidaritas sosial


(18)

7 2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang mengambil tema tradisi peringatanHaul KH. Abdul Fattah terhadap solidaritas warga Desa Siman ini adalah: 1) Secara akademis diharapkan penelitian mengenai peringatan Haul KH.

Abdul Fattah terhadap solidaritas sosial warga masyarakat desa Siman berguna bagi perkembangan kajian Sosiologi yang terkait dengan tema- tema agama dan solidaritas sosial.

2) Secara praktis penelitian ini diharapkan menjadi informasi awal bagi penelitian yang serupa di waktu mendatang dan juga dapat memberikan acuan bagi model-model media untuk meningkatkan solidaritas sosial yang dapat dipakai oleh aparat pemerintah, LSM maupun stake holders yang lain untuk diterapkan di wilayah selain di desa Siman.

D. TINJAUAN PUSTAKA

Demi menyusun penelitian Haul dan Solidaritas Sosial ini peneliti melakukan penelusuran tinjauan pustaka. Berikut beberapa tinjauan pustaka yang peneliti dapatkan, yaitu:

Pertama, penelitian Tesis Zahara Nasution pada tahun 2008 yang berjudul Tradisi Wirid dan Pengaruhnya terhadap Solidaritas Sosial di Marelan Kelurahan Rengas Pulau Lingkungan 27 Kecamatan Medan Marelan.Adapun hasil penemuanya terhadap anggota yang selalu mengikuti tradisi wirid yaitu pertama, masyarakat rajin datang bertakziah ketika ada anggota yang sering mengikuti tradisi wirid meninggal. Masyarakat akan membantu keluarga yang


(19)

8

berduka tanpa harus bayar seperti merangaki bunga dan lain-lain.Kedua, Meningkatkan semangat gotong royong dimasyarakat seperti masyarakat membantu acara pesta, membersihkan mushola dan lain-lain. Ketiga, menjengungk anggota atau bukan anggota yang sakit. Keempat, memudahkan anggota dalam bergaul sehingga mereka tidak kaku ketika bergaul terutama sesame anggota wirid.Kelima, tradisi wirid menjadi sosialisasi bagi peserta wirid dalam belajar agama. Keenam, Solidaritas sosial bisa ditemukan meski dengan tidak hadir ke acara-acara tertentu akan tetapi cukup dengan memberikan sumbangan uang. Ketujuh, masyarakat yang tidak masuk dalam anggota tradisi wirid biasanya memiliki solidaritas rendah seperti merasa minder,susah bergaul, dan kehidupannya lebih tertutup. Kedelapan, anggota tradisi wirid bisa meminjam uang dari kas hasil iuran dari anggota yang sering mengikuti tradisi wirid.

Kedua, hasil penelitian Drs. Slamet Subekti dan Dra. Sri Indrahti M. Hum.Judul Penelitian

U

pacara Tradisi Sedekah Laut Sebagai Media Membangun. Solidaritas Sosial :Kasus Pada Masyarakat Nelayan Desa Bajomulyo, Juwana, Kabupaten Pati.Adapun hasil dari penelitian ini bahwa upacara tradisi sedekah laut memberikan dampak terhadap masyarakat yaitu solidaritas sosial. Masyarakat bergotong royong dalam menyukseskan upacara tersebut.Selain itu upacara ini juga mampu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat tersebut. Tentunya upacara ini tidak hanya dihadiri oleh masyarakat sekitar akan tetapi banyak masyarakat dari luar yang menghadiri upacara tersebut..


(20)

9

Ketiga,Disertasi M. Yusuf Wibisono dengan judul Keberagamaan Masyarakat Pesisir: Studi Perilaku Keagamaan Masyarakat PesisirPatimban Kecamatan Pusakanegara Kabupaten Subang Jawa Barat.Temuan dalam penelitian ini menjelaskan adanya keberagamaan muslim pesisir Patimban yang mempunyai kekhasan dengan berbagai dinamikanya. Varian umat Islam di Patimban pada umunya dibagi pada katagori santri dan non-santri, meskipun secara kuntitatif kalangan non-santri mayoritas. Kedua varian ini dalam banyak hal menunjukkan soliditasnya, namun dalam konteks loyalitas terhadap tradisi ritual, keduanya nampak ada perbedaan yang cukup signifikan. Kalangan non-santri menganggap tradisi ritual warisan leluhur itu mempunyai unsur religiusitas atau mana (kekuatan supernatural) sehingga ada keharusan untuk dilaksanakan dan dilestarikan. Bagi kalangan santri hal itu hanya warisan budaya yang berfungsi sebagai sarana kohesisosial, dan tidak adakaitannya dengan unsur religiusitas atau mana. Implikasi teoritiknya adalah; Pertama, perpaduan antara tradisi lokal dengan Islam bisa berwujud pola keberagamaan yang unik dan berbeda dengan kedua entitasaslinya –lebih tepatnya disebut Islam lokal atau disebut juga dengan Islam kompromis. Kedua, keberagamaan yang dilakukan masyarakat pesisir Patimban diwujudkan kedalam berbagai ritual keagamaan, sekaligus merefleksi pada tataran sosiologis dengan corak lokalitasnya, agar mereka tetap dapat bertahan hidup (survival).

Keempat, Hasil penelitian Christriyati ArianiUpacara Bersih Dusun Gua Cerme, Desa Selopamioro Kabupaten Bantul Sebagai Wujud Solidaritas Sosial.Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya upacara bersih dusun


(21)

10

yang dilakukan setiap tahun ternyata dapat menumbuhkan rasa solidaritas di antara para warga.Hal ini dapat diketahui dari adanya berbagai ubarampe yang digunakan dalam upacara tersebut.Misalnya dengan pemakaian sebuah jodhang yang memang sangat diwajibkan dalam upacara tersebut.Sebuah jodhang mewakili dari satu RT, dengan demikian pengerjaan kelengkapan upacara pun dilakukan secara bersama pula.Di samping itu dengan menggunakan jodhang pun juga melambangkan adanya rasa kebersamaan karena sebuah jodhang tidak dapat dibawa oleh seorang diri, melainkan harus dipikul secara bergantian sebanyak empat orang. Bentuk Solidaraitas lainnya adalah dalam hal pertanian, khususnya dalam pengerjaan lahan. Salah satu bentuk Solidaritas antar warga adalah prayakan yaitu pengerjaan pertanian yang dikerjakan oleh orang banyak dengan tidak mengeluarkan biaya.

Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Titin Listiani yang berjudul Partisipasi Masyarakat sekitar dalam ritual di Kelenteng Ban Eng Bio Adiwerna Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan ritual yang dilakukan di Kelenteng melibatkan masyarakat Tionghoa dan non Tionghoa baik sebagai pendukung, pengaman maupun penonton, sehingga terjadi suatu solidaritas sosial diantara mereka. Partisipasi masyarakat non Tionghoa dan Tionghoa dapat meningkatkan integrasi sosial masyarakat khususnya di Desa Adiwerna. Keterlibatan masyarakat sekitar kelenteng khususnya masyarakat non Tionghoa dalam ritual masyarakat Tionghoa diupayakan tidak mengarah pada terjadinya percampuran agama yang dianggap bisa menumbuhkan masalah baru dalam hubungan antar umat beragama.


(22)

11

Berdasarkan dari beberapa letiratur review di atas ada beberapa persamaan dan juga perbedaan mengenai hasil penelitian. Misalnya penelitian yang ditulis oleh Zahara Nasution, Drs. Slamet Subekti dan Dra. Sri Indrahti M. Hum, Christriyati Ariani, dan Titin Listiani. Hasil dari penelitian mereka menunjukkan adanya kesamaan yaitu terbentuknya sebuah solidaritas sosial melalui berbagi bentuk tradisi yang ada di masyrakat, sedangkan hasil penelitian yang ditulis oleh M. Yusuf Wibisono lebih kepada sebuah perilaku keagamaan dan penilaian beberapa pandangan masyarakat dalam menyikapi perilaku keagamaan tersebut.

Adapun persamaan dan perbedaan dengan penelitian penulis adalah adanya persamaan dalam konteks solidritas sosial namun berbeda dalam hal bentuk ritual tradisinya sehingga menurut hemat penulis penelitian ini masih relevan untuk dikaji dan dilakukan.

E. KAJIAN TEORI

1. Perilaku Keberagamaan

1.Pengertian Perilaku Keberagamaan

Perilaku keberagamaan berasal dari dua kata, yaitu perilaku dan keberagamaan.Secara bahasa, perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu dari gerak atau sikap yang tidak hanya badan atau ucapan saja (W.J.S Poerwadinata, 1985:671). Perilaku juga diartikan sebagai tingkah laku, yaitu gerak gerik, kegiatan aktifitas, tindakan, hal- ihwal dan perilaku manusia sebagai penampakan, realisasi, pernyataan, dan manifestasi dari gejala-gejala kejiwaan. Dengan demikian tingkah laku mengandung arti lebih kongkrit dari jiwa itu sendiri.Oleh


(23)

12

karenanya mudah diamati, bisa diramalkan, dan dapat ditafsirkan (Kafie, 1993:48). Jika dilihat dari jenisnya, tingkah laku dibagi dua, yaitu tingkah laku jasmani yang bersifat tertutup, subjektif dan rasional, dan tingkah laku rohani yang bersifat terbuka (Kafie, 1993:48).

Sedangkan keberagamaan itu adalah pembicaraan mengenai pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antara Agama dan penganutnya, atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong untuk bertingkah- laku yang sesuai dengan agamanya (Kafie, 1993:48).

2. Fakta Sosial

2.1 Pengertian Fakta Sosial

Fakta sosial merupakan semua cara bertindak, berfikir, dan merasa yang ada di luar individu, bersifat memaksa dan umum. Fakta sosial memiliki tiga karakteristik. Pertama, eksternal. Yaitu di luar individu. Fakta sosial itu ada sebelum individu ada dan akan tetap ada setelah individu tiada. Kedua, Determined. Yaitu fakta sosial selalu memaksa individu agar selalu sesuai dengannya. Ketiga, general. Yaitu tersebar luas dalam komunitas atau masyarakat, milik bersama, bukan milik individu (Damsar, 2010:27).

Masih dalam Damsar bahwa, Fakta sosial adalah suatu hal yang nyata,dan Durkhem membaginya dalam dua bentuk kategori. Yang pertama dalam bentuk material. Yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi seperti arsitektur dan norma hukum. Yang kedua dalam bentuk nonmaterial. Yaitu


(24)

13

sesuatu yang dianggap nyata, muncul dalam kesadaran manusia, seperti rasa hiba, kemarahan, dan lain-lain (2010:27).

A. Solidaritas Sosial

1. Pengertian solidaritas sosial

Kata solidaritas merupakan serapan dari bahasa inggris solidarity yang berarti kesetiakawanan, kekompakan (Echols dan Sadhily, 2003:539).Sedangkan MenurutZul Fajri dan Senja (2003:769) dalam kamus bahasa Indonesia, solidaritas mempunyai arti perasaan solider, sifat saling rasa, perasaan setia kawan.

Secara detail yang menjelaskan konsep solidaritas sosial adalah Emile Durkheim, yang mendeskripsikan solidaritas sebagai suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama (Johnson, 1986:181).

Sedangkan menurut A. Mukti Alidalam muqaddimah-nya Ibn Khaldun, konsepasabiyahjuga diterjemahkan sebagai solidaritas sosial (2000:50).

2. Macam-macam Solidaritas sosial

Menurut Emile Dhurkheim, ada dua macam bentuk solidaritas, yaitu: Pertama, Solidaritas mekanik, yang didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif” bersama yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentiment-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama.


(25)

14

solidaritas jenis ini bergantung pada individu-individu yang mempunyai sifat yang sama, yang menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. Ciri khas dari solidaritas ini didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan sebagainya (Johnson, 1986:183).

Kedua, Solidaritas organik, yang muncul karena adanya pembagian kerja yang bertambah besar.Solidaritas organik didasarkan pada tingkat saling ketergantungan tinggi. Saling ketergantungan itu bertambah sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi dan pembagian pekerjaan, yang memungkinkan dan juga menggairahkan bertambahnya perbedaan dikalangan individu (Johnson, 1986:183).Secara sederhana solidaritas organik merupakan sebuah keterpaduan dalam suatu organisme, yang berdasarkan atas keanekaragaman fungsi-fungsi untuk kepentingan bersama, setiap organ memiliki ciri, fungsi, dan tugasnya masing-masing. Setiap organ tidak bisa mengintervensi tugas organ yang lainnya (Laeyendeker, 1983:291).

Dalam kamus sosiologi, solidaritas mekanik mempunyai arti integrasi sosial yang didasarkan pada persamaan-persamaan.Sedangkan solidaritas organik adalah integrasi sosial yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan komplementer. (Soekanto, 1983:338).

3. Faktor yang mempengaruhi Solidaritas sosial

Timbul sebuah pertanyaan, apayang mempersatukan individu-individu dimasyarakat, sehingga membentuk solidaritas sosial. Solidaritas terbentuk karena individu-individu di masyarakat disatukan karena adanya kesamaan kepercayaan


(26)

15

(konsensus tentang satu yang diyakini), cita-cita, dan komitmen moral. Sebagaimana diutarakan Durkheim, bahwasannya pengajaran moralitas umum merupakan hal yang sangat penting untuk memperkuat dasar-dasar masyarakat dan meningkatkan integrasi serta solidaritas sosial (Johnson, 1986:181).

Ada beberapa faktor yang memengaruhi terbentuknya solidaritas sosial.Pertama, the Sacred (yang keramat) sebagai sumber solidaritas masyarakat. Kedua, agama dapat menjadi ikatan solidaritas masyarakat, terlebih lagi agama memiliki fungsi regulatif yang dapat menjadi pengawal batas antara yang diterima dan tidak diterima. Ketiga, memori kolektif, kesadaran, dan perasaan masa lalu bisa memberikan inspirasi untuk bersatu. Ketiga hal inilah secara langsung maupun tidak langsung membentuk solidaritas masyarakat (Sutrisno dan Putranto, 2005:101-104).

B. METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini ialah pendekatan penelitian kualitatif.Ada beberapa definisi mengenai penelitian kualitatif salah satunya adalahmenurut Bogdan dan Taylor (1975:5) menurut mereka“metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati” (Moleong, 2012:4) Namun secara sederhana dapat dikatakan bahwa “penelitian


(27)

16

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subbjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain yang secara utuh dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah”. (Lexy j. Moleong, 2012:6).

Adapun perbedaanya dengan penelitian kuantitatif adalah penelitian kuantitatif penelitian yang didasarkan atas perhitungan presentase, ci kuadrat, rata-rata dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain penelitian kuantitatif bersifat pada perhitungan atau angka-angka. (Moleong, 2012:3)

Dengan demikin penelitian ini dipandang tepat dengan menggunakan pendekatan kualitatif sehingga penulis dapat menggambarkan dan menganalisis secara menyuluruh dan mendalam.

2. Teknik Pengumpulan Data 2.1 Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan antara pewawancara dan terwawancara dengan maksud tertentu (Moleong, 2012:186). Wawancara tentunya dilakukan secara berhadap-hadapan antara pewawancara dan orang yang diwawancarai. Dengan melakukan wawancara ini tentunya untuk mendapatkan data yang lebih mendalam. Dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan alatbantu pedoman wawancara atau interview guide. Menurut Koentjaraningrat pedoman wawancara adalah suatu daftar dari pokok-pokok yang ditanyakan yang berhubungan dengan pokok yang menjadi fokus wawancara. (1977:181).


(28)

17 2.2Dokumentasi

Dokumentasi adalah proses pengumpulan data dengan mengumpulkan bahan-bahan tertulis yang dianggap terkait dengan objek yang diteliti. Dokumen- dokumen tersebut berupa buku, hasil penelitian, jurnal, kitab, dan bahan- bahan lainnya. Kegunaan dari dokumen itu adalah untuk menafsirkan, menguji bahkan untuk meramalkan dari sebuah peristiwa (Sugiyono, 2007:217).

4. Metode Penentuan Informan

Metode penentuan informan dalam penelitian skripsi ini adalah menggunakan Key Informan. Dalam hal ini peneliti melakukan pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam menentukan informan berdasarkan kateristik tertentu. Sehingga informan yang didapatkan benar-benar mewakili sehingga dapat menggambarkan dari hasil penelitianya.

Adapun informan yang peneliti ambil adalah 15 orang yang terdiri dari Tokoh Agama 2 orang, Tokoh masyarakat 4 orang, alumni pesantren 2 orang, dan warga masyarakat biasa 7 orang. Semua informan itu adalah orang-orang yang sering mengikuti acara Haul secara rutin.

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, yakni memberikan keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi informan yang sesuai dengan tujuan penelitian.peneliti menganggap mereka ini adalah orang-orang yang mengetahui dan memahami sepenuhnya mengenai objek kajian yang akan diteliti.


(29)

18 5. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian: Dilakukan mulai bulan April 2013 sampai dengan bulan September 2013.

2. Tempat Penelitian: Lokasi penelitian dilakukan di Desa Siman RT 004 RW 002 Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan propinsi Jawa Timur. 6. Teknik Analisis Data

Analisis data disebut juga dengan pengolahan data dan penfsiran data. Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran, verifikasi data agar sebuh fenomena memiliki nilai sosial, akademis, dan ilmiah (H.J. Koesoemanto (ed), 2006: 217-218).

Reduksi yaitu menganalisa sesuatu secara keseluruhan kepada bagian-bagiannya atau menjelaskan tahap akhir dari proses perkembangan sebelumnya yang lebih sederhana. Tujuan dari reduksi data ialah untuk mengidentifikasi tema utama yang telah diteliti dengan memberikan kategori pada informan yang telah dikumpulkan (Novia Windy, 2008:538)

Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa data hasil pengamatan dan data hasil wawancara.Data pengamatan didapat terutama dari interaksi-interaksi antara penulis dan para informan.Pada saat pelaksanaan penelitian, penulis dan para informan sedang menyusun skripsi, maka intensitas untuk berinteraksi memungkinkan penulis untuk mengumpulkan beberapa data berupa hasil pengamatan yang membantu penulis dalam mencoba menjawab masalah penelitian.


(30)

19

Data wawancara dalam penelitian ini merupakan data utama yang menjadi bahan analisis untuk menjawab masalah penelitian.Wawancara dilakukan dengan model wawancara tak berstruktur.Dengan harapan eksplorasi yang bebas bisa menggali sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data yang dihasilkan dari wawancara tiap informan langsung diolah setiap kali selesai wawancara.Hasil wawancara langsung dibuat rangkumannya dan pernyataan-pernyataan inti dicatat dalam reduksi transkrip wawancara.Setelah itu baru kemudian data dimasukkan ke dalam satuan-satuan untuk dikategorisasikan. Data yang sudah dikategorikan kemudian diperiksa keabsahannya dengan cara mengkonfirmasi hasil wawancara pada tiap informan, dan membandingkannya dengan catatan hasil pengamatan. Untuk melengkapi data, dalam penelitian ini juga beberapa kali diajukan pertanyaan tambahan kepada tiap informan di luar wawancara formal. Ini dilakukan semata-mata demi untuk melengkapi apa yang sebelumnya di wawancara kurang tereksplorasi dengan baik. Dengan begitu penafsiran data bisa dilakukan dengan lebih baik.


(31)

20 C. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah penulisan, skripsi ini dibahas dalam beberapa bab, yang akan diuraikan sebagai berikut:

BAB I : Berisi pendahuluan yang terdiri dari pernyataan masalah, pertanyaan,penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kajian teoritis, metodologi penelitian, dan ditutup dengan sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum desa Siman yang meliputi sejarah munculnya Desa Siman, letak geografi, struktur dan bagan Desa Siman, jumlah penduduk, pendidikan, ekonomi, dan budaya.

BAB III : Bab ini menjelaskan seputar pengertian tradisi Haul, sejarah tradisi Haul, sejarah Haul KH. Abdul Fattah, penyelenggaraan dan pelaksanaan tradisi Haul KH. Abdul Fattah.

BAB IV : Bab ini menjelaskan tentang temuan dan analisis hasil penelitian yang diungkapkan dengan beberapa sub bab, yakni persepsi masyarakat Desa Siman tentang tradisi Haul KH. Abdul Fattah, terbentuknya solidaritas sosial melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah, dan bentuk-bentuk solidaritas sosial masyarakat Desa Siman melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah.

BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang menjelaskan kesimpulan dan saran-saran.


(32)

21 BAB II

GAMBARAN UMUM DESASIMAN

Dalam bab ini penulis menguraikan secara ringkas mengenai sejarah muncul, letak geografis, serta kondisi sosio-demografi Desa Siman.

A. Sejarah Munculnya Desa Siman

Berdasarkan informasi dari kepala Desa Siman yang tertera dalam RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) Siman tahun 2010. Dalam sejarah awalnya Desa Siman muncul dari sekumpulan orang yang selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Perpindahan adalah untuk mencari lahan yang sekiranya bisa ditanami. Salah satu bukti kehidupan mereka itu dapat dibuktikan dengan ditemukanya bekas-bekas reruntuhan bangunan kuno sepertihalnya pecahan genteng dibeberapa tanah tegalan.

Tepat pada hari Jum’at, ada seorang laki-laki dari sekumpulan orang itu yang bernamaGarim yang memberikan gagasan tentang pentingnya sebuah pemukiman bagi mereka. Dalam rangka mewujudkan gagasannya, Garim mengumpulkan warga kelompok tersebut untuk diajak berembuk. Dari hasil pertemuan itu lahirlah sebuah kesepakatan tempat bermukim tetap, yang bernama ”Desa Siman”.

Bagi mereka, nama ini mempunyai dua arti, Pertama, Siman memiliki makna“Isinya Iman”, yang berarti bahwa sejelek-jeleknya atau sejahat-jahatnya tingkah laku atau perbuatan manusia (warga Siman) masih mempunyai pondasi


(33)

22

yang kuat, yaitu Iman, masih ingat terhadap ajaran Ulama dan Kyai.Kedua,Siman memiliki makna “Kusi-Eman”, yang berarti bahwa masyarakat yang hidup sederhana, berkecukupan, irit, hemat, dan tidak suka foya-foya yang bersifat pemborosan.

Dalam perkembangannya, lambat laun Desa Siman mengalami kemajuan yang meningkat, terutama dalam bidang ekonomi. Selain itu, masyarakat Desa Siman dalam mengatur kehidupannya mengenal istilah organisasi.Selanjutnya untuk mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, maka Desa Siman pun dipimpin oleh seseorang yang dianggap mampu mengatur, kehidupan bermasyarakat. Berikut adalah beberapa pemimpin, yang pernah memimpin Desa Siman;

1. Garim tidak diketahui secara pasti, tapi yang pasti ia adalah yang pertama. 2. Sentono sampai pada tahun 1917

3. Saeman tahun 1917 sampai 1926 4. Naliran tahun 1926 sampai 1932

5. Muhammad Rayin tahun 1932 sampai 1959 6. H. Syamsul Hadi tahun 1959 sampai 1989 7. H. Suminto S.Ag tahun 1989 sampai 1998 8. Ir. Muchtar tahun 1998 sampai 2007 9. Usman tahun 2007 sampai sekarang.

Hampir semua pemimpin tersebut mempunyai garis keturunan dari Garim, kecuali dua orang, yaitu H. Suminto dan Ir. Muchtar.


(34)

23

Selain itu Desa Siman dikenal dengan sebuah desa yang memiliki nilai sejarah yaitu pondok pesantrennya. Sekitar tahun 1942, KH. Abdul Fattah bin Muhammad Ro’is mendirikan sebuah pondok pesantren bernama Al Fattah.

KH. Abdul Fattah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Nawawi merupakan putra desa asli dari Desa Siman.Kyai Nawawi adalah putra dari seorang modin bernama Mohammad Ro’is.Pondok pesantren yang dibangun saat itu berfungsi untuk menuntut ilmu agama juga berfungsi untuk membentuk putra – putri terbaik, yang kelak berguna untuk bangsa. Selain itu pondok pesantren itu sering dijadikan sebagi tempat berkumpulnya para pahlawan dalam melancarkan aksinya terhadap para penjajah Belanda.

Sekitar tahun tahun 1949 Belanda masuk Desa Siman, dalam rangka mencari tentara dan pejuang Indonesia yang bersembunyi di Desa Siman. Kedatangan para penjajah Belanda itu, ternyata untuk membawakepala Desa Siman.Rumah kepala desa dibakar habis oleh para penjajah Belanda. Melihat kenyataan itu, pejuang Hisbullah yang melakukan pertemuan di pondok pesantren Al Fattah untuk menyusun strategi, dalam rangka melakukan perlawanan terhadap para penjajah Belanda.

Maka pada tahun yang sama pengasuh pondok pesantren Al Fattah dan keluarganya harus mengasingkan diri dari Desa Siman untuk bersembunyi. Karena pada saat itu Belanda terus mencari para Ulama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk ditangkap, disiksa, bahkan sampai dibunuh.Selain itu, di Desa Siman juga terjadi pertempuran antara pejuang Hisbullah dengan tentara Belanda yang menewaskan dua orang pejuang. Kedua pahlawan itu bernama Kasbolah dan


(35)

24

Ngasijan. Keduanya tertembak di Desa Karang di sebelah Desa Siman. Awalnya Kasbuloh dan Ngasijan dimakamkan di Kuburan Utara. Akan tetapi kedua pahlawan itu dipindah ke makam Pahlawan Lamongan. Setelah kejadian itu Desa Siman mulai berangsur-angsur aman dan terkendali sampai saat ini.

B. Letak Geografi

Desa Siman terletak di wilayah Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur, Jarak tempuh ke ibu kota Kecamatan sekitar 2 kilometer, dengan waktu tempuh sekitar lima menit. Jarak ke Ibu kota Kabupaten Lamongan sekitar 23 kilometer, dengan waktu tempuh sekitar 30 menit.

Adapun batas Desa Siman, disebelah utaranya adalah Desa Kembangan, disebelah selatannya adalah Desa Bulu Tengger, disebelah timurnya adalah Desa Cungkup, disebelah baratnya adalah Desa Miru.

Sedangkan luas wilayah Desa Siman adalah 220 Ha. Yang dibagi menjadi: Lahan Sawah 159 Ha, lahan Tegal 10 Ha, lahan pemukiman 39 Ha, lahan pemukiman umum 5 Ha, lahan kas desa 4 Ha, lahan Bengkok perangkat 3 Ha.

Adapun Pembagian wilayah Desa Siman sebagai berikut:

Wilayah RW Membawahi Luas Wilayah

Rukun Warga 01 RT 01 3 Ha

RT 02 4 Ha

RT 08 3.9 Ha

RT 09 3 Ha

RT 10 3.6 Ha

Rukun Warga 02 RT 03 3.4 Ha

RT 04 6.2 Ha

RT 05 3.6 Ha

RT 06 4.5 Ha


(36)

25 Sumber: RPJMDes Siman 2010

C. Struktur dan bagan Desa Siman.

STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DESA SIMAN KEC.SEKARAN KABUPATEN LAMONGAN

PROVINSI JAWA TIMUR

KETERANGAN :

--- : Garis Koordinasi _____________ : Garis Komando

BPD KEPALA DESA

USMAN

SEKRETARIS DESA

KAUR KEUANGAN SHODIKUN KAUR UMUM

SHODIKIN

KEPALA DUSUN Drs.SOFIUL.

A SEKSI

KESMAS NARDI SEKSI

TRANTIB IMAM ROFI’I SEKSI

PEMERINTAHAN SUKARNO

SEKSI EKBANG


(37)

26

Nama Pejabat Pemerintah Desa Siman

No Pejabat Pemerintahan Jabatan Keterangan

1 Usman Kepala Desa

2 Sekretaris Desa Kosong sejak Th.

2010

3 Shodikin Kaur umum Meninggal akhir

2012

4 Shodikun Kaur keuangan

5 Sukarno Seksi Pemerintahan

6 Unsuri Seksi Ekbang

7 Imam Rofi’i Seksi Transtib

8 Nurdi Seksi Kesmas

9 Drs. Sofiul Anam Kepala Dusun

Sumber: RPJMDes Siman 2010

Nama badan musyawarah desa siman periode tahun 2013-2019

No Nama Jabatan Keterangan

1 Drs. Abdus Salam Ketua

2 Ali Rohman Wakil Ketua

3 Drs. Ahmad Arifin Sekretaris

4 Drs. Said Bendahara

5 Nur Hasan Anggota

6 Sugeng Guriso Anggota

7 Moh. Anwar Anggota

Sumber:RPJMDes Siman 2010

D. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk masyarakat Desa Siman sekitar 3.090 Jiwa.Yang terdiri dari 477 Kepala Keluarga, 1.997 jiwa laki-laki dan 1.093 jiwa perempuan.


(38)

27 E. Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Siman cukup beragam. Untuk tingkat SD berjumlah 169 jiwa, SLTP 236 jiwa, SLTA 142 jiwa, dan perguruan tinggi 95 jiwa. Sedangkan yang buta aksara 36 jiwa.

F. Ekonomi

Desa Siman memiliki pasar Sido Mulyo sebagai tempat bagi masyarakat untuk mencari atau membeli kebutuhan sehari-hari.Tidak hanya itu pasar ini juga dijadikan sebagi tempat transaksi jual-beli hasil bumi.Karena mayoritas masyarakat Desa Siman bermata pencaharian sebagai petani.Dengan hasil pertanian seperti Padi, Jagung, Kacang Ijo, pisang dan lain-lain.Selain itu masyarakat Desa Siman juga memiliki beberapa peternakan sebagai usaha sampingan, yaitu kambing dan ayam kampung.Akan tetapi peternakan masyarakat Desa Siman hanya sebagai hewan peliharaan saja.

Adapun mata pencaharian masyarakat Desa Siman sangatlah beragam. Buruh Tani sekitar 206 jiwa, petani sekitar 1.500 jiwa, peternak sekitar 56 jiwa, pedagang sekitar 169 jiwa, PNS sekitar 26 jiwa, yang bergerak dalam bidang jasa sekitar 16 jiwa , pensiunan sekitar 12 jiwa, TNI/POLRI sekitar 29 jiwa, dan lainya sekitar 96 jiwa.


(39)

28 G. Agama

Semua anggota masyarakat Desa Siman beragama Islam. Dalam menjalankan ibadahnya masyarakat Desa Siman melakukannya di Masjid dan Musholla. Adapun jumlah tempat ibadah masyarakat Desa Siman terdiri dari 2 bangunan Masjid dan 10 bangunan Musholla.

H. Budaya

Adapun dalam soal budaya, masyarakat Desa Siman selama ini masih memegang teguh adat istiadat atau kebiasaan secara turun-temurun.Adat istiadat itu seperti Haul desa atau istilah orang-orang tua“Nyadran atau Sedekah Bumi” setiap tahun, yasinan, tahlilan, serta Hadrah. Setiap malam Jum’at Wage, sejak dulu sampai sekarang, masyarakat Desa Siman selalu mengadakan “Selametan”dengan cara berdoa dikuburan.

Karena masyarakat Desa Siman mayoritas beragama Islam, berbagai kegiatan yang menyangkut budaya bernuansa Islami.Padahal masyarakat desa Siman pada zaman dahulu, ketika mengadakan “Nyadran”sering dibarengi dengan kegiatan pertunjukan kesenian Wayang Kulit. Namun dengan perlahan, seiring banyaknya perubahan-perubahan yang dilakukan oleh KH. Abdul Fattah terhadap masyarakat Desa Siman tradisi “Nyadran” tersebut diganti diisi dengan acara doa dan tahlil yang ditujukan pada ahli kubur yang telah meninggal.


(40)

29 BAB III TRADISI HAUL

Bab ini menjelaskan atau membahas seputar pengertian Haul, sejarah tradisi Haul, serta sejarah tradisi Haul KH. Abdul Fattah di Desa Siman.

1. Pengertian Tradisi Haul

Dalam kamus bahasa Indonesia, menurut Santoso dan al-Hanif tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan masyarakat, penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar (2002:387). Sementara itu dalam Kamus Antropologi, tradisi diartikan sama dengan adat istiadat, yaitu kebiasaan yang bersifat magis-religius dari kehidupan penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan yang saling berkaitan yang kemudian menjadi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial (Ariyono dan Siregar, 1985:4). Sedangkan dalam Kamus Sosiologi, tradisi mempunyai arti sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun-temurun dapat dipelihara (Soekanto, 1993:459). Masih dalam kamus sosiologi, tradisi juga berarti aspek subyektif kebudayaan suatu kelompok yang dipelihara secara turun temurun melalui bahasa, nilai-nilai, kepercayaan, sikap-sikap, dan seterusnya (Soekanto, 1993:459).

Kata tradisi juga ada dalam bahasa Arab, yaitu turats, berasal dari unsur-unsur huruf wa ra tsa, yang dalam kamus klasik disepadankan dengan kata-kata irts, wirts, mirats.Semuanya merupakan bentuk masdhar (verbal noun) yang


(41)

30

mempunyai arti “segala yang diwarisi manusia dari kedua orang tuanya, baik yang berupa harta maupun pangkat atau keningratan” (Abed al-Jabiri, 2000:2).

Menurut Ensiklopedi Britanica, tradisi mempunyai pengertian kumpulan dari kebiasaan, kepercayaan, dan berbagai praktek yang menyebabkan lestarinya suatu kebudayaan, peradaban, atau kelompok sosial, dan karena itu membentuk pandangan hidupnya (Pranowo, 1998:5). Selain itu tradisi juga mempunyai arti segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini (Sztompka, 2007:70). Tradisi dianggap sebagai norma-norma, kaidah, dan kebiasaan-kebiasaan. Tradisi bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah, tapi justru dipadukan dengan keanekaragaman perbuatan manusia. Karena manusia yang membuat tradisi, maka manusia jugalah yang bisa menerima, menolaknya, dan atau bahkan mengubahnya (Van Peursen, 1976:11).

Adapun kata haul (peringatan satu tahun setelah kematian) menurut Jalaluddin as-Suyuthi (1417 H/1996:208) diambil dari sebuah ungkapan yang diambil dari hadits Nabi SAW.

“Rasulullah SAW setiap haul (setahun Sekali) berziarah kemakam syuhada perang Uhud. Ketika Nabi SAW sampai disuatu tempat bernama

Sya’b beliau mengeraskan suaranya dan berseru: keselamatan bagimu

atas kesabaranmu, alangkah baiknya tempatmu di akhirat. Abu Bakar ra.Juga melakukan seperti itu. Demikian juga Umar bin Khattab ra. Dan Usman bin Affan ra.” (H.R. Baihaqi)

Sedangkan dalam bahasa Arab kata haul semakna dengan sanah, yaitu tahun. Istilah itu sering juga oleh organisasi tradisional dalam memperingati hal-hal yang dianggap mempunyai makna yang sangat berarti setelah genap setahun, khususnya peringatan kematian para pembesar (elit) organisasi Nahdhatul Ulama


(42)

31

di Indonesia (sholeh So’an, 2002:121).Haul juga berasal dari bahasa Arab Al-Haul, yang memiliki arti telah lewat, dan berlalu, atau tahun. Dalam literatur fiqih pada bab Zakat, haul menjadi syarat wajibnya zakat hewan ternak, emas, perak, serta harta dagangan. Artinya wajib mengeluarkan Zakat atas barang tersebut bila telah mencapai satu tahun (Hanif Muslih, 2006:1). Karena haul juga mempunyai arti setahun, maka peringatan haul juga diartikan sebagai peringatan genap satu tahun (Fatah, 2012:270).

2. Sejarah Tradisi Haul

Dalam salah satu literatur disebutkan bahwa tradisi peringatan kematian pada masyarakat Jawa berasal dari tradisi sosio-religi bangsa Campa Muslim. Bangsaini berada di kawasan Vietnam selatan, sampai pada akhirnya mengalami pengusiran pada tahun 1446 dan 1471 M. Sedangkan tradisi muslim campa sendiri diwarisi dari kultur muslim kawasan Turkistan, Persia, Bukhara, dan Samarkand. Yang dari kawasan itulah islam berkembang di indo-cina, termasuk Campa pada abad ke 10 M (Solikhin Muhammad, 2010:438).

Setelah bangsa Campa mengalami pengusiran tersebut mereka banyak yang mengungsi di Indonesia dan menyebarakanIslam dengan budaya sosio-religinya. Diantara penyebaran budaya sosio-religi tersebut adalah tradisi haul, perayaan hari asyura’, maulid nabi, rebo wekasan, larangan hajat di bulan Muharram,dan lain sebagainya. Salah satu tokoh yang menyebarkan tradisi muslim Campa adalah Sunan Ampel yang kemudian diteruskan oleh muridnya,


(43)

32

seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunungjati, dan seterusnya (Solikhin Muhammad, 2012:438).

Tradisi haul di Indonesia umumnya berkembang kuat di kalangannahdhiyin atau masyarakat yang tergabung dalam wadah organisasi NU (Nahdhatul Ulama). Tradisi Haul dianggap atau dimaknai sebagai bentuk peringatan meninggalnya seseorang setiap tahun, yang biasanya dilaksanakan tepat pada hari, tanggal, dan pasaran meninggalnya seseorang (Fadeli dan Subhan, 2007:119).Peringatan ini bisa berlaku bagi siapa saja, tidak terbatas hanya pada orang-orang NU.Akan tetapi bagi orang-orang NU, haul lebih bernuansa sakral, dibandingkan orang Jawa biasa yang menyelenggarakannya (Fatah, 2012:271). Gema haul akan terasa lebih dahsyat jika yang meninggal adalah seorang tokoh kharismatik, ulama besar, atau pendiri Pesantren (Fatah, 2012:271). Acara haul seringkali diisi dengan pembacaan doa-doa, tahlil, dan dzikir secara bersama-sama.Kadang kala ditambah dengan ceramah agama dari para ulama atau Kyai (Fadeli dan Subhan, 2007:120).

3. Profil dan Sejarah Haul KH. Abdul Fattah

Tradisi peringatan Haul KH.Abdul Fattah berakar pada sosok almarhum KH. Abdul Fattah. KH. Abdul Fattah yang mempunyai sebutan lain Kyai Nawawi. KH. Abdul Fattah adalah warga asli Desa Siman beliau adalah putra pertama dari perkawinan Ahmad Rais dengan Teminah.Ahmad Rais adalah tokoh masyarakat dan agama yang menjabat sebagai modin Desa Siman pada waktu itu.KH.Abdul Fattah lahir pada tahun 1911 di Desa Siman Kecamatan Sekaran


(44)

33

Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur.KH.Abdul Fattah adalah pendiri Pondok Pesantren Al-Fattah yang terletak di Desa Siman Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan (Milad dan pesantren Ihya’uddin, 1985:1).

Pada tahun 1922 ketika beliau berusia 13 tahun beliau memulai karir studinya di berbagai pondok pesantren baik yang pesantren yang sudah terpandang maupun yang belum terpandang.Dimulai tahun 1922 beliau pertama kali menginjakkan kakinya dipesantren di Desa Miru dibawah asuhan Kyai Shoim, dipesantren ini beliau hanya mondok selama satu tahun.kemudian pada tahun 1923 beliau pindah pesantren di Desa Sungegeneng untuk menuntut ilmu pada Kyai Haji Abu Ali, disini beliau juga hanya satu tahun. selanjutnya pada tahun 1924 beliau menuju pondok pesantren di Desa Kebalandono dibawah asuhan Kyai haji Khozin selama kurang lebih tiga tahun sampai dengan tahun 1926. Di pesantren ini beliau memulai belajar ilmu Nahwu Shorof( ilmu tata bahasa bahasa Arab). Berkat ketekunan dan kesungguhan beliau dalam waktu tiga tahun itu beliau telah dapat membaca kitab kuning ( kitab yang bertuliskan bahasa arab gundul tanpa harokat yang dicetak menggunakan kertas berwarna kuning) (Milad dan pesantren Ihya’uddin, 1985:2).

Dilanjutkam pada tahun 1927 beliau melanjutkan jenjang studinya ke pondok pesantren Langitan Tuban. Di pesantren ini beliau menghabiskan usia mudanya untuk menuntut berbagai disiplin ilmu agama mulai dari ilmu Tauhid, Hadits, fiqh, dan sebagainya kepada Kyai Haji Abdul Hadi. Kepada Kyai Abdul Hadi ini beliau betul-betul berkhidmat dalam segala bentuk kehidupannya. Figur Kyai Haji Abdul Hadi ini merupakan panutan dalam segala perilaku dan langkah


(45)

34

perjuangannya dan banyak mengintuisi dalam perjalanan kekyaiannya.Kyai Abdul Hadi adala satu-satunya Kyai yang mematangkan jiwa, semangat, dan penguasaan ilmunya, sehingga menjadikan KH. Abdul Fattah menjadi tokoh Kyai yang terkenal sangat memegang prinsip kitab-kitab kuning (baca: ilmu agama) dan prinsipnya itu tidak bisa ditawar-tawar lagi atau dengan kata lain beliau adalah tokoh Kyai Konservatif yang kuat. Sebagaimana yang dikatakan oleh KH.Abdul Majid putra ke-2 KH. Abdul Fattah:

“bapak (KH. Abdul Fattah) itu persis sekali dengan Kyai Abdul Hadi, bisa diakatakan photocopy-nya Kyai Abdul Hadi” (Wawancara pribadi pada tanggal 10 Agustus 2013).

Dibawah asuhan Kyai Haji Abdul Hadi beliau menghabiskan waktunya kurang lebih selama 13 tahun yaitu, mulai tahun 1927 sampai dengan tahun 1939.

Tahun 1940 beliau KH.Abdul Fattah atas izin Kyai Haji Abdul Hadi meneruskan pendidikan pesantrennya ke pesantren Kasingan Rembang Jawa Tengah di bawah asuhan KH.Ahmad Kholil selama satu tahun, istilahnya hanya tabarrukan (mengharapkan berkah) saja.Selanjutnya pada tahun 1941 beliau tabarrukan ke berbagai pondok pesantren, diantaranya pondok pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan KH.Hasyim Asy’ari pendiri organisasi NU, kemudian kepada KH. Khozin Siwalan Panji Sidoarjo. Selama Tabarrukan ini beliau tidak pernah terlepas dari ijin Kyai Haji Abdul Hadi Langitan (Milad dan Pesantren Ihya’uddin, 1985:3).

KH.Abdul Fattah menyelesaikan karir belajarnya tepat pada awal tahun 1942.Setelah pamitan dan mohon izin kepada Kyai Haji Abdul Hadi Langitan dan selanjutnya beliau pulang ke kampung halamannya.Bersamaan dengan itu beliau


(46)

35

“di titipi” Kyai Haji Abdul Hadi beberapa santri untuk di asuh di kampung halamannya Desa Siman.Sesampainya di rumah beliau KH.Abdul Fattah atas perintah orangtunya beliau menikah dengan seorang wanita tetapi hanya kurang lebih satu bulan jodohnya hanya sampai di situ. Kemudian pada tahun itu juga yaitu pada tanggal 7 Maret 1942 beliau menikah dengan seorang gadis bernama Marwiyah binti H. Abdullah dari Desa Cangaan Kecamatan Kanor Bojonegoro, dan dari pernikahannya yang terakhir ini beliau di-karuniai tujuh orang putra dan satu orang putri. Bersama dengan ibu Nyai Marwiyah dan didukung pula oleh para tokoh masyarakat Desa Siman beliau mendirikan pondok pesantren Ihya’uddin pada tanggal 26 Agustus 1942.

Pada masa-masa awal saat didirikannya pesantren yang dilatarbelakangi oleh kondisi sosial ekonomi dan politik yang sangat mencemaskan, mayoritas masyarakat Desa Siman hidup di bawah garis kemiskinan yang amat dalam. Tidaklah mengherankan kalau taraf pemikiran dan kepandaian masyarakat seirama dengan dengan kondisi ekonominya. Mayoritas masyarakat Siman buta huruf latin dan hanya beberapa orang saja yang dapat membaca dan menulis huruf Arab (Milad dan pesantren Ihya’uddin, 1985:2).

Sebagaimana diketahui pada tahun 1942 adalah tahun masuknya penjajah Jepang di Indonesia. Pada waktu itu termasuk juga masyarakat Siman sempat merasakan injakan kaki penjajah, sehingga kehidupan masyarakat pada semua segi terkoyak-koyak dalam penindasan dan kesengsaraan lahir batin. Didorong oleh faktor-faktor tersebut di atas pemuda Nawawi terpanggil sanubarinya sebagai insan yang merasa bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsanya yang


(47)

36

kemudian mendirikan sebuah pesantren yang diberi namaIhya’uddin. (Milad dan pesantren Ihya’uddin, 1985:3) Hal ini diperkuat oleh perkataan KH.Abdul Majid selaku putra ke-2 KH. Abdul Fattah, beliau mengatakan:

“pada awal mulanya didirikannya pondok pesantren ini oleh KH. Abdul Fattah pesantren diberi nama Ihyauddin, namun seiring berjalannya waktu semenjak meninggalnya KH. Abdul Fattah untuk menghormati beliau sebagai pendiri pesantren maka diubahlah namanya menjadi Pondok Pesantren Al-Fattah” (Wawancara pribadi pada tanggal 10 Agustus 2013).

Sesuai dengan namaIhya’uddin yang berarti menghidupkan agama, adalah relevan dengan kondisi masyarakat dan tantangan pertama yang harus dihadapi. Sebab kondisi masyarakat Desa Siman dan sekitarnya pada waktu itu sangatlah memperihatinkan baik dari kadar pengetahuan maupun pengamalan agama. Pendirian pesantren Ihya’uddin dimaksudkan oleh beliau untuk menghidupkan cahaya keagamaan masyarakatnya, membuka tabir kegelapan, dan menyingkap kelam pekatnya kebodohan mereka melalui motivasi-motivasi nur keimanan islami. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan kepala Desa Siman bapak Usman Syarif mengenai sosok KH. Abdul Fattah tentang peran dakwahnya di desa tersebut:

“Melalui keberhasilan pendirian pesantren yang didirikan beliau, mbah

Fattah dinilai telah berhasil merubah masyarakat Desa Siman dan sekitarnya, yang semula dikenal sebagai masyarakat abangan (masyarakat yang belum mengenal ajaran-ajaran agama Islam), menjadi masyarakat santri, yaitu masyarakat yang mengenal sekaligus mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Atas alasan ini, masyarakat Desa Siman dan sekitarnya pada akhirnya menganggap KH. Abdul Fattah sebagai sosok yang layak dihormati, sosok yang dipandang berhasil menggagas perubahan masyarakat Desa Siman dan sekitarnya, dari masyarakat abangan menjadi masyarakat santri” (Wawancara pribadi pada tanggal 12 Agustus 2013).

Setelah wafatnya KH.Abdul Fatah tradisi-tradisi dakwahnya trus dilanjutkan oleh putra, putri dan murid-murid beliau. Sebagai bentuk


(48)

37

penghormatan atas jasa-jasa beliau maka keluarga dan masyarakat Desa Siman tetap mengenang almarhum dengan menyelenggarakan do’a tahunan seperti peringatan Haul, hal ini diperkuat seperti yang diceritakan oleh KH. Muhammad Ma’mun Fattah selaku putra ke-7 dari almarhum KH. Abdul Fattah yang mengatakan:

“Haul bapak ini dimulai sejak tahun kedua meninggalnya bapak atau sekitar tahun 1993, dan biasanya diadakan setiap tahun pada ulan Suro penanggalan hijriyah.” (Wawancara pribadi pada tanggal 17 Agustus 2013)

Berdasarkan penuturan dari KH.Muhammad Ma’mun Fattah ini bisa dikatakan bahwa pelaksanaan Haul KH.Abdul Fattah sampai saat ini sudah terlaksana cukup lama. Terhitung dari pertama kali dilaksanakan pada tahun 1993 hingga tahun 2012 maka Haul KH.Abdul Fattah ini sudah terselenggara sebanyak dua puluh kali.

4. Penyelenggara dan pelaksanaan tradisi Haul KH. Abdul Fattah.

Tradisi haul adalah tradisi yang dilaksanakan setiap setahun sekali.Begitu juga tradisi Haul KH.Abdul Fattah diadakan setiap setahun sekali pada bulan Muharram pada penanggalan Hijriyah.Seperti yang diungkapkan bapak Nurdi selaku ketua panitia acara Haul KH.Abdul Fattah yang ke-20.

“acara Haul KH. Abdul Fattah diselengarakan pada tanggal 1 ulansuro

(Muharram).Dibuka dan diawali dengan ziarah ke makam, dihadiri oleh para santri-santri pondok dan masyarakat desa Siman. Lalu kemudian dibuka dengan pembacaan khotmil Qur’an secarabil ghoib (dengan hafalan) selama tujuh hari di Masjid Jami’ desa Siman dan dipesantren. Selama tujuh hari itu Setiap hari dilaksanakan tahlilan dan khataman

alquran di makam oleh santri-santri setiap pagi, siang, dan malam yang telah terjadwal bergantian.Sedangkan untuk masyarakat bebas waktu.


(49)

38

Lalu kemudian setelah tujuh hari itu acara puncak dan pengajian bertempat dipondok.” (Wawancara pribadi pada tanggal 15 Agustus 2013)

Berdasarkan wawancara dengan bapak Nurdi tersebut acara Haul KH, Abdul Fattah pada setiap tahun dibuka pada tanggal 1 Muharram bertempat di pemakaman umum Desa Siman yang di situ juga terdapat makam KH. Abdul Fattah. kemudian acara dibuka dengan pembacaan al-Qur’an secara bil ghoib(dengan hafalan) yang dilakukan oleh para santri yang telah ditunjuk oleh pihak pesantren yang dilaksanakan di Masjid Jami’ Desa Siman.

Dalam pembacaan al-Qur’an ini biasanya dalam satu hari 30 juz selesai dan dilakukan selama seminggu berturut-turut hingga sampai pada hari acara puncak haul. Dalam masa pembacaan al-Qur’an ini masyarakat Desa Siman juga banyak yang mengikuti meskipun hal ini tidak diwajibkan. Adakalanya mereka hanya mengikuti sebentar saja dengan cara menyimak pembaca al-Qur’annya atau cuma sekedar datang dan cukup membaca tahlil saja di makam KH. Abdul Fattah. setelah itu langsung pulang. Jadi pembacaan al-Qur’an di makam ini bagi masyarakat Desa Siman atau orang lain yang bukan santri tetapi pesantren al-Fattah sifatnya hanya menghormati. Beda dengan santri yang setiap hari dan terjadwal atau giliran untuk datang ke makam.

Kemudian setelah pembacaan al-Qur’an bil ghoib selama satu minggu selesai pada malam sebelum acara puncak dilanjutkan dengan acara kenduri atau semacam acara selametan yang bertempat di rumah keluarga KH. Abdul Fattah. Acara ini dihadiri khusus oleh masyarakat Desa Siman dan sekitarnya saja. Dalam acara kenduri tersebut biasanya ini diisi dengan dengan pembacaan tahlil dan


(50)

39

doayang pahalanya diberikan kepada semua ahli kubur, kepada warga Desa Siman yang sudah meninggal, dan khususnya kepada almarhum KH. Abdul Fattah.

Setelah acara kenduri selesai para tamu diberi berkat yaitu bingkisan yang didalam bingkisan itu berisi nasi dan beberapa lauk pauk.Pemberian berkat ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Desa Siman. Bahwa setiap warga atau masyarakat Desa Siman yang mempunyai hajat atau sebuah acara ketika acara selesai pasti akan memberikan berkat kepada para tamu atau undangan yang datang ke acara tersebut. Bahkan pada kasus tertentu meskipun yang diundang tidak datang ke acara para sohibul hajat atau yang mempunyai acara itu tetap mengirimkan bingkisan tersebut kerumahnya.Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya masyarakat desa Siman mempunyai tradisi yang cukup membentuk solidaritas sosial yang cukup tinggi antar warganya.

Pada esok harinya setelah acara kenduren tersebut adalah acara inti atau puncak dari haul .Adapun acara haul bertempat di pondok pesantren al-Fattah. Dalam acara haul ini banyak dihadiri oleh para undangan, biasanya yang menghadiri adalah para tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, para pejabat pemerintahan, para alumni pesantren, dan khususnya masyarakat Desa Siman dan masyarakat desa sekitarnya.


(51)

40 BAB IV

HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang keyakinan masyarakat Desa Siman tentang tradisi Haul KH. Abdul Fattah, terbentuknya solidaritas sosial masyarakat Desa Siman melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah, serta bentuk-bentuk solidaritas sosial masyarakat Desa Siman melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah.

A. Norma dan Nilai dalam masyarakat Desa Siman

Setiap individu dalam suatu masyarakat mempunyai pandangan tersendiri dalam menentukan jalan hidupnya, begitu juga halnya dalam menentukan sebuah keyakinan yang dalam keyakinan itu mempengaruhi juga pandangan dan tindakan dalam menilai segala fenomena yang ada dalam masyarakat tersebut.

Tradisi Haul KH. Abdul fattah adalah sebuah fenomena yang ada di tengah masyarakat Desa Siman.Sebuah fenomena yang mempunyai arti tersendiri bagi masyarakat Desa Siman.Sebagai sebuah fenomena tradisi yang sudah berlangsung cukup lama tradisi Haul KH.Abdul Fattah ini mempunyai penilaian atau pandangan yang positif di mata masyarakat Desa Siman. Karena tradisi haul ini sifatnya sosio – religius dan meskipun pada sebagian masyarakat berpaham modern yang dalam hal ini diwakili kelompok keagamaan seperti Muhammadiyyah, Persatuan Islam (Persis) setidaknya tidak melaksanakan tradisi haul (seperti perdebatan khilafiyah dalam sejarah terbentuknya organisasi ini), namun bagi masyarakat Desa Siman hal itu tidak menjadi masalah karena bagi


(52)

41

masyarakat Desa siman memiliki keyakinan bahwa tradisi haul ini tidak bertentangan dengan keyakinan mereka,bahkan sejalan dengan ajaran Islam itu sendiri.

Ada beberapa persepsi yang ditemukan dimasyarakat Desa Siman tentang tradisi Haul KH. Abdul Fattah di antaranya adalah:

1. Haul sebagai sarana introspeksi diri untuk mengingatkan akan kematian . Dari sisi pemahaman keagamaan, sesungguhnya tradisi Haul KH.Abdul Fattah ini mempunyai manfaat terhadap masyarakat desa Siman tentang pentingnya mendoakan seseorang yang telah meninggal, karena menurut syariat Islam mendoakan seseorang yang telah meninggal adalah bagian dari amal ibadah.Dalam sebuah Hadist disebutkan “perbanyak olehmu mengingat-ingat kepada sesuatu yang melenyapkan segala macam kelezatan, yaitu kematian. (HR. Turmudzi)” (ash-Shan’ani, 1424 H/2004 M:302). Bahwa meninggalnya seseorang itu juga mempunyai manfaat terhadap orang yang belum meninggal, karena setiap manusia pasti akan mengalami kematian dan bagi seorang muslim orang yang sudah meninggal tidak ada bekal yang paling baik kecuali amal dan ibadah yang baik pula. Seperti yang diutarakan oleh bapak Muhammad Arifin selaku salah satu tokoh masyarakat Desa Siman, menurutnya:

“tradisi Haul ini harus tetap dilestarikan, karena menurut saya dengan adanya haul ini mengingatkan pada kita tentang kematian dan suatu saat kita juga kepingin di-Haul-i seperti itu, dan saya juga ingin ketika sudah

meninggal tetap diingat dan didoakan” (Wawancara pribadi pada tanggal

18 Agustus 2013).

Berbagai Perbedaan pandangan tentang pelaksanaan tradisi haul banyak terjadi dikalangan kelompok keagamaan di Indonesia, sebagian kelompok


(53)

42

menentang adanya tradisi ini, sebagian lagi tidak mempermasalahkan adanya tradisi ini. Bagi masyarakat Desa Siman hal ini tidak menjadi sebuah permasalahan. Seperti juga yang bapak Arifin tuturkan mengenai masalah ini, menurutnya:

“orang kita itu kan mengatakan kalo mendoakan orang yang meninggal dunia itu kan sampai, meskipun orang dari kelompok lain bilang itu tidak sampai, nah kita itu berpedoman doa-doa kita itu sampai, karna yang dimaksud dengan anak sholeh itu ya kita-kita orang yang mendoakan

orang yang meninggal itu” (Wawancara pribadi pada tanggal 18 Agustus

2013)

Dalam Hadist disebutkan bahwasanya orang yang sudah meninggal itu terputus semua amalnya kecuali tiga hal: pertama, sedekah jariyah. Kedua, ilmu yang bermanfaat. Ketiga, anak soleh yang berdoa kepadanya (ash-Shan’ani, 1424 H/2004 M:517). Pemaknaan terhadap sabda Nabi ini tidak dimaknai secara tekstualis saja tapi juga harus dimaknai secara lebih luas, yakni sebagai amalan yang bisa dilakukan bagi orang yang masih hidup yang pahalanya bisa dihadiahkan bagi orang yang meninggal. Bagi masyarakat Desa Siman, yang mayoritas warganya berideologi NU, tentu saja mendoakan orang yang meninggal sudah menjadi suatu tradisi yang cenderung mengarah pada sebuah keharusan, karena menurut mereka apa yang dilakukan itu mempunyai landasan dan argumen yang jelas berdasarkan pada faham ahlu sunnah wal jama’ah.

2. Haul Sebagai sarana mengenang jasa dan perjuangan sosok KH. Abdul Fattah. Selain megingatkan akan kematian ada pula yang mempersepsikan tradisi Haul KH. Abdul Fattah merupakan sarana untuk mengenang jasa dan perjuangan (proses dakwah) serta sebagai bentuk rasa hormat kepada KH. Abdul Fattah yang


(54)

43

telah banyak banyak berjasa bagi kehidupan bermasyarakat terutama dari sisi pendidikan dan keagamaan di Desa Siman. Seperti yang di utarakan bapak Abdul Ghofur, selaku warga Desa Siman:

“kalau menurut saya Haul mbah kyai fattah ini sangat penting sekali

untuk menunjukkan rasa simpati, rasa hormat, dan ucapan terima kasih atas jasa-jasa beliau yang telah memberikan pencerahan kepada kita melalui ilmu-ilmu agama. Jadi Haul ini bagi saya sangat berarti

sekali.”(Wawancara pribadi pada tanggal 19 Agustus 2013).

Bagi masyarakat Desa Siman warisan yang mulia ini di anggap sangat penting untuk terus dilestarikan. Ada begitu banyak sisi positif yang dapat diambil dari tradisi haul ini. Bagaimana pentingnya mengenang seseorang yang mempunyai peran yang signifikan bagi perubahan kehidupan masyarakat, terlebih berkaitan dengan pendidikan etika, dan prilaku masyarakat yang dihasilkan dari pelaksanaan tradisi haul ini.

3. Ketenangan dan ketentraman jiwa

Sebagai sebuah tradisi perilaku keberagamaan yang sudah terlaksana selama berpuluh-puluh tahun tradisi Haul KH.Abdul fattah memberikan kesan mendalam bagi masyarakat Desa Siman, memberikan sumbangsih terhadap ketenangan dan ketentraman jiwa pada masyarakatnya. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Mariatun selaku warga Desa Siman:

“saya merasa senang dengan adanya Haul mbah Fattah, kalau mengikuti

haul acara ini hati saya merasa terenyuh, damai, dan tentram”. (Wawancara pribadi pada tanggal, 19 Agustus 2013).

Apa yang dirasakan oleh individu maupun masyarakat melalui perantara ritual tradisi Haul KH. Abdul Fattah ini sangat terasa efeknya, melalui ritualtradisi


(55)

44

haul ini mereka mengalami perasaan-perasaan kearah positif seperti ketenangan, ketentraman, kedamaian di jiwa-jiwa individu pelaku ritual Haul.Bukan tanpa alasan mereka merasakan suasana hati seperti itu, hal ini disebabkan dari pelaksanaan tradisi haul sudah dimasuki oleh unsur-unsur yang bersifat keagamaan.Dalam acara haul ini setiap individu tidak hanya menjadi pendengar saja tapi juga ikut terlibat aktif dalam membaca doa-doa yang dibaca saat berlangsungnya acara haul tersebut, hal ini tentu saja menjadi pengalaman subjektif tersindiri yang dirasakan oleh individu.

Dari beberapa persepsi yang diutarakan oleh masyarakat Desa Siman mengenai tradisi Haul KH.Abdul Fattah bisa dikatakan bahwa masyarakat mempunyai persepsi yang beragam mengenai tradisi ini. Namun ada satu kesimpulan yang bisa ditarik bahwa semua pendapat mereka ini bersumber pada satu hal yang sama, yaitu agama. Agama dalam hal ini agama Islam benar-benar menjadi pedoman dalam setiap perilaku dan pandangan hidup masyarakat desa Siman.Bagi mereka agama menjadi dasar mereka mengenai sesuatu yang boleh atau yang tidak boleh, agama menjadi pedoman mereka untuk menilai sesuatu yang baik maupun yang buruk.

B. Terbentuknya solidaritas sosial melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah

Bagi masyarakat Desa Siman tradisi Haul KH.Abdul Fattah merupakan sebuah refleksi sosial-keagamaan.Tradisi ini tidak hanya bernilai agamis semata, tetapi juga mempunyai makna sebagai ikatan sosial masyarakat.Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Emile Dhurkheim tentang solidaritas


(56)

45

mekanikbahwasannya hal tersebut didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif” bersama yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama. Solidaritas jenis ini bergantung pada individu-individu yang mempunyai sifat yang sama, yang menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. Ciri khas dari solidaritas ini didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan sebagainya (Johnson, 1986:183)

Persepsi bersama masyarakat Desa Siman tentang satu nilai yang disepakati tentang pelaksanaan tradisi Haul KH.Abdul Fattah yaitu berimbas pada mempereratnya hubungan dan identitas warga masyarakat Desa Siman, hal ini dikarenakan kesadaran bersama tentang nilai religiusitas yang di kandung dalam tradisi Haul tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Anas Rifa’i selaku warga Desa Siman mengatakan:

“wah senang sekali saya, dengan adanya Haul mbah Fattah ini saya bisa

bertemu dan bersilaturrahmi dengan teman-teman lama saya, apalagi teman-teman saya sekarang sudah banyak yang sudah bekerja di luar

desa.” (Wawancara pribadi pada tanggal 13 Agustus 2013)

Hal senada juga dikatakan oleh salah satu tokoh masyarakat Desa Siman bapak Sofyan as-Sauri M.Ag. tentang nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi Haul KH. Abdul Fattah, beliau menuturkan:

“bahwasannya melaksanakan Haul KH. Abdul Fattah memberikan nilai

lebih pada peningkatan keimanan dan ketakwaan masyarakat, hal ini terbukti dengan banyaknya majelis-majelis pengajian yang didirikan oleh masyarakat yang ramai dihadiri para jama’ahnya, itu merupakan sebuah indikasi kecil perubahan yang terjadi di masyarkat, terlebih khusus pada generasi mudanya” (Wawancara pribadi pada tanggal 21 Agustus 2013)

Selain menguatnya nilai-nilai yang dikandung tentang kepercayaan agama, Haul KH.Abdul Fattah juga berdampak pada menguatnya ikatan emosional yang


(57)

46

lebih pada masyarakat Desa Siman yang berada di luar desa tersebut untuk berkumpul. Pada dasarnya masyarakat Desa Siman adalah masyarakat yang mempunyai tradisi merantau, atau orang Siman menyebutnya dengan istilah Lungo.IstilahLungo adalah istilah yang biasa digunakan masyarakat Desa Siman untuk menyebut seseorang yang bekerja di luar Desa Siman yang biasanya ditujukan pada orang yang berdagang makanan di luar daerah atau di kota-kota besar. Misalnya, di Jakarta, Bandung, Surabaya, bahkan ada juga yang merantau sampai pulau Dewata, Bali. Hal ini sesuai seperti apa yang di tuturkan oleh bapak Abdul Ghofur selaku warga Desa Siman yang merantau ke jakarta, beliau memaparkan:

“biasanya dua minggu menjelang pelaksanaan Haul mbah Fattah kami

dikabari dari kampung tentang hari dan tanggal pelaksanaan haul tersebut, walaupun tidak ada keharusan untuk datang akan tetapi seolah-olah ada dorongan saya harus pulang dan ikut acara haul tersebut. Ini bukan tanpa alasan mengingat banyak hal yang bisa saya dapat seperti menambah ilmu, ajang pembersihan diri dan hal terpenting bagi saya adalah, momen Haul tersebut ajang silaturahmi, berkumpul khususnya dengan keluarga dan teman-teman saya pada umumnya yang merantau di daerah lain, untuk berbagi pengalaman satu dengan yang lainnya” (Wawancara pribadi pada tangal 19 Agustus 2013).

Dalam prosesnya masyarakat desa Siman ketika akan ada Haul KH. Abdul Fattah ini mereka saling berkomunikasi, saling memberi kabar satu sama yang lainnya, baik itu yang sesama berada di kampung, yang berada di perantauan atau yang di kampung memberi kabar yang ada diperantauan. Mereka sadar acara haul ini adalah sebuah momen penting bagi mereka sebuah momen pengikat persatuan dalam masyarakat, momen di mana mereka saling bersilaturrahmi, menyambung kembali ikatan sosial mereka yang lama terputus karena tuntutan pekerjaan meraka. Selain itu juga Haul KH.Abdul Fattah ini juga sebuah momen di mana


(58)

47

mereka me-refresh kembali kesadaran keagamaanya, dan juga sebagai ajang peningkatan keimanan dan ketaqwaanya.

Berbicara mengenai Desa Siman dan masyarakatnya hal ini tidak bisa dipisahkan dari keberadaan pesantren yang ada didesa tersebut yang didirikan oleh KH. Abdul Fattah, karena berdirinya pesantren tersebut tidak lepas dari dukungan masyarakat Desa Siman itu sendiri. Pesantren tersebut adalah lembaga pendidikan agama pertama yang ada di daerah Desa Siman dan sekitarnya, dengan demikian secara otomatismayoritas warga masyarakat Desa Siman dan sekitarnya pernah mengenyam pendidikan di pesantren yang didirikan KH. Abdul Fattah ini, baik itu yangmondok (tinggal di pesantren, asrama) atau sekedar mengaji saja tapi tidak mondok atau dengan kata lain setelah selesai mengaji mereka pulang kerumah masing-masing. Dari kenyataaan ini secara langsung mereka mengalami ikatan kebersamaan yang terjalin dalam satu pesantren, ikatan yang terjalin di bawah didikan KH. Abdul Fattah ketika akan atau saat pelaksanaan Haul KH. Abdul Fattah ikatan itu dirasakan kembali oleh mereka.Mereka merasakan kedekatan emosional yang kuat, kedekatan yang terbentuk melalui kebersamaan mereka ketika sama-sama menimba dan belajar ilmu agama dibawah bimbingan KH. Abdul Fattah, sehingga haul adalah sebuah momen pengikat ke-emosi-an bagi murid dan santri yang pernah belajar disana. Hal ini sesuai seperti apa yang dituturkan oleh ibu Siti Zubaidah selaku warga yang pernah mondok dan belajar di pesantren KH. Abdul Fattah:

“Ya sebagai warga Desa Siman yang mempunyai ikatan batin dengan

pondok khususnya samambah Fattah, yang pernah ngaji dengan mbah Fattah, ya saya merasa mempunyai kewajiban untuk pulang mas, ya


(59)

48

untuk ikut mensukseskan acara haul itulah mas” (Wawancara pribadi pada tanggal 14 Agustus 2013).

Tradisi Haul KH. Abdul Fattah juga memberikan pengaruh terhadap ikatan sosial yang terjalin antara warga Desa Siman dengan masyarakat desa sekitarnya.Salah satu dampak dari tradisi Haul KH. Abdul Fattah ini terbentuknya sebuah tradisi keagamaan baru yaitu acara safari tahlil atau ziarah dan berdo’a ke makam-makam yang ada di desa sekitar Desa Siman, hal ini sesuai dengan perilaku ke-nahdliyin-an warga Desa Siman dan warga desa sekitar yang mayoritas berfaham ahlu sunnah wal jama’ah yang khas dengan ke-NU-annya, hal ini bukan tanpa alasan mengingat KH. Abdul Fattah sendiri salah seorang ulama yang berfaham ahlu sunnah wal jama’ah dan sangat kuat tradis ke-NU-annya, yang begitu juga dengan keturunan dan murid-muridnya. Hal ini sesuai seperti yang diutarakan oleh bapak Abdus Salam S. Ag.selaku salah satu tokoh masyarakat Desa Siman. Beliau mengatakan:

“salah satu kegiatan yang terinspirasi dari Haul KH. Abdul Fattah yaitu adanya safari tahlil di makam desa-desa yang ada disekitar desa Siman.Yaitu, desa Kembangan, desa Widang, dan desa Karang.Ini dilakukan supaya warga dan santri-santrinya mbah Fattah itu tetap sambung karena santri-santri atau orang-orang yang ngaji ke mbah Fattah banyak yang dari desa-desa itu.Teman-teman seangkatan saya waktu ngaji dulu juga banyak dari desa-desa itu.”(Wawancara pribadi pada tanggal 15 Agustus 2013.)

Pengaruh dari tradisi Haul KH. Abdul Fattah bagi masyarakat Desa Siman sangat terasa adanya, tradisi haul sebagai sebuah perilaku keagamaan bagi masyarakat Desa Siman juga menginspirasi masyarakat Desa Siman untuk membuat sebuah tradisi keagamaan baru.Tradisi yang disebut dengan safari tahlil ini merupakan sebuah ritual ziarah dan membaca tahlil di makam-makam desa


(1)

61

---. 1977. Metode–metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.

---. 1995.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Jambatan.

Khaldun, Ibnu. 2000. Muqaddimah. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Koesoemanto, H.J. (ed), 2006. Fred N Kerlinger. Asas –asas penelitian behavioral. Ed.3, Cet. 12, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kafie, Jamaludin.1993. Psikologi Dakwah. Surabaya: Indah.

L. layendeker.1983. Tata, Perubahan dan Ketimpangan. Jakarta: PT. Gramedia. Milad dan Reuni Alumni Pesantren Darut Tauhid.Sejarah dan perkembangan

pondok pesantren ihya’udin. 1985.

Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Peursen, Van.1976. Sosiologi Kebudayaan. Jakarta: Kanisius.

Pranowo, Bambang M.1998. Islam Faktual: Antara Tradisi dan Relasi Kuasa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Raharjo, Dawam M.1993.Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa. Bandung: Mizan.

Raco,J.R. 2010.Metode Penelitian Kualitatif, Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta: PT. Gramedia widiasarana indonesia.

Suyanto. 1990. Pandangan Hidup Jawa. Semarang: Dahana Prize. Simuh.Sufisme Jawa. 1996. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Sutrisno, Mudji dan Hendra Putanto.ed. 2005.Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisial.

Sugiyono. 2007.Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Santoso, Ananda dan A.R. al-Hanif.2002.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Alumni.


(2)

62

So’an, Sholeh. 2002. Tahlilan: Penelusuran Historis atas Makna Tahlilan di Indonesia. Bandung: Agung Ilmu.

Solikhin, Muhammad KH. 2010. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta: Narasi.

Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Pranata Media Group.

Windy, Novia. 2008.Kamus Ilmiah Populer. Cet. 1, Wipres.

Internet

Nasution, Zahara. 2008. “ Tradisi Wirid dan Pengaruhnya terhadap Solidaritas Sosial di Marelan Kelurahan Rengas Pulau Lingkungan 27 Kecamatan Medan Marelan”. Diunduh pada tanggal 13 Januari 2013.http://digilib.unimed.ac.id/

Subekti, Slamet dan Sri Indrahti. 2006. “ Upacara Tradisi Sedekah Laut Sebagai Media Membangun. Solidaritas Sosial :Kasus Pada Masyarakat Nelayan Desa Bajomulyo Juwana, Kabupaten Pati”. Pusat Penelitian Sosial Budaya LEMLIT UNDIP, Diunduh pada tanggal 13 Januari 2013.http://eprints.undip.ac.id/20877/

Wibisono, Yusuf M. ”Keberagamaan Masyarakat Pesisir: Studi Perilaku Keagamaan Masyarakat PesisirPatimban Kecamatan Pusakanegara Kabupaten Subang Jawa Barat” Diunduh pada 13 Januari 2013.

http://www.uinsgd.ac.id/front/detail/karya_ilmiah/disertasi/keberagamaan-masyarakat-pesisir

Ariani , Christriyati. 2003. “Upacara Bersih Dusun Gua Cerme, Desa Selopamioro Kabupaten Bantul Sebagai Wujud Solidaritas Sosial” dalam PATRA-WIDYA, Vol. 4 No.1, Desember. Diunduh pada tanggal 13 Januari 2013.http://www.javanologi.info/main/index.php?page=artikel&id=55 Listiani, Titin. 2011. “Partisipasi masyarakat sekitar dalam ritual di Kelenteng

Ban Eng Bio Adiwerna”, jurnal Komunitas vol 3:124-130 september.

diunduh pada 13 Januari 2013.

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas

Suryasty.Blogspot.com/2010/05/perilaku-beragama-dalam-masyarakat.html?m=1; Diakses pada 15 April 2013.


(3)

(4)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Foto: Makam KH. Abdul Fattah.


(5)

Foto: Suasana didepan lokasi acara Haul KH. Abdul Fattah.

Foto: Suasana lokasi tamu putri acara Haul KH. Abdul Fattah.


(6)

Foto: suasana lokasi tamu putra pada saat acara Haul KH. Abdul Fattah.

Foto: Suasana pada saat acara Haul KH. Abdul Fattah.