RUH MANUSIA DALAM AL QUR'AN DAN SAINS : STUDI KORELATIF FENOMENA RUH MANUSIA MENURUT PENAFSIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN TANTAWI JAUHARI DENGAN SAINS.
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh :
AHMAD DANI EL RASYAD NIM: E33212075
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Ahmad Dani El Rasyad. E33212075. Ruh Manusia Dalam Al-Qur’an dan Sains
(Studi Korelatif Fenomena Ruh Manusia Menurut Penafsiran M. Quraish Shihab dan T}ant}awi> Jauhari> dengan Sains)
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah tentang korelasi
penafsiran M. Quraish Shihab dan T}ant}awi> Jauhari> dalam menafsirkan ayat-ayat
tentang ruh dengan teori-teori sains yang telah berkembang saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fenomena ruh manusia dalam tinjauan ulama’ mufassirin dan juga penelitian serta temuan para ilmuwan sains.
Penelitian ini menggunanakan kaidah tafsir, kebahasaan serta
menggunakan sains sebagai pembuktian keilmiahan. Yakni memaparkan tentang penafsiran-penafsiran ayat mengenai ruh, lalu dikorelasikan dengan teori sains. Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini bersifat kepustakaan
(library research) dengan menggunakan Diskritif-Kualitatif yaitu
menggambarkan atau menjelaskan teori dan kaidah yang digunakan untuk menafsirkan secara ilmiah.
Data yang ditemukan bahwa maksud dari
حور
(ruh) adalah suatu barangnon material yang terdapat pada tubuh manusia dan diselipkan ke dalam tubuh manusia agar menjadikan manusia tersebut hidup. Bahkan manusia bisa dikatakan manusia adalah karena ruh tersebut.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C.Rumusan Masalah ... 9
D.Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 10
F. Telaah Pustaka ... 11
G.Metodologi Penelitian ... 12
1. Model Penelitian ... 12
2. Jenis Penelitian ... 12
(8)
4. Teknik Analisis Data ... 13 5. Sumber Data ... 13
H.Sistematika Pembahasan ... 15
BAB II TAFSIR ‘ILMI DAN SAINS
A. Tafsir ‘Ilmi ... 16
B.Sains ... 31 C.Islam dan Sains ... 33 BAB III PENAFSIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN THANTHAWI
AL-JAUHARI TENTANG AYAT-AYAT RUH SERTA PENELITIAN DAN TEORI SAINS
A.Ruh Manusia ... 42
B.Penafsiran M. Quraish Shihab dan Thanthawi al-Jauhari ... 67
C.Ruh dalam Dunia Sains ... 79
BAB IV ANALISIS PENAFSIRAN AYAT RUH DAN PENELITIAN SAINS
A.Analisa Penafsiran pada Ayat tentang Ruh Manusia ... 86
B. Analisa Penelitian dan Pendapat Ilmuwan tentang Ruh Manusia 90
C.Analisa Korelatif ... 93 BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ... 95 B.Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA
(9)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seluruh alam semesta dan isinya merupakan ciptaan Allah SWT yang
bersifat baru dan juga tidak kekal
.
Sedangkan alam lain yang diciptakan Allahadalah alam akhirat yang berada di luar alam semesta yang baru namun bersifat
kekal
.
Semua yang ada adalah makhluk (ciptaan) baik dari golongan barang nyatadan barang ghoib. Namun, Allah SWT yang bersifat ghaib bukanlah ciptaan
,
karena keberadaan Allah bukanlah karena diciptakan namun karena adanya zat itu sendiri
.
1Di antara alam semesta ini
,
salah satu ciptaan Allah yang berpenghuniadalah bumi
.
Bumi merupakan planet yang subur dan penuh dengan kehidupan,sehingga Allah mengirimkan makhluk yang telah ditakdirkan untuk menjadi Khalifah di bumi agar dapat mengolah dan menempati bumi sebagaimana
mestinya
.
Seperti dalam firman Allah Swt:
(10)
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."2
Manusia memiliki keunikan tersendiri di antara makhluk Allah yang lain di bumi, karena manusia merupakan kesatuan jiwa dan raga yang terdapat
pembawaan-pembawaan yang berpengaruh terhadap diri manusia itu tersebut
,
baik oleh kata-kata yang tertulis maupun kata-kata yang terdengar
.
3 Dalam hal ini,
jiwa sebagai pelengkap raga juga bisa mengkondisikan seseorang untuk
menjalarkan kedamaian dan penyakit
,
yang membawa kepada kebenaran dankesesatan
.
42 Al-Qur’an dan Terjemah, 2: 30
3 Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an (Bandung: Alfabeta, 2009),
107.
4 Muhammad Muhyidin, Kecerdasan Jiwa: Rahasia Memahami dan Mengobati Sakit
(11)
Dengan jiwa inilah
,
manusia dapat berkehendak,
berpikir,
dan berkemauan.
5Dengan jiwa yang sempurna
,
manusia dicirikan oleh sebuah intelegensi sentralatau total
,
bukan sekedar parsial atau pinggiran. Manusia dicirikan olehkemampuan mengasihi dan ketulusan
,
bukan sekedar refleks-refleks egoistis.
Sedangkan
,
binatang,
tidak mengetahui apa-apa diluar dunia inderawi,
meskipunterkadang memiliki kepekaan terhadap sesuatu yang ghoib
.
6Manusia memang sejatinya terdiri dari dua unsur pokok yakni
,
gumpalantanah (materi/badan) dan hembusan ruh (immateri)
.
Di mana antara satu dengansatunya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan agar dapat disebut
manusia
.
Dalam perspektif sistem nafs,
ruh menjadi faktor penting bagi aktivitasnafs manusia ketika hidup di muka bumi ini
,
sebab tanpa ruh,
manusia sebagaitotalitas tidak dapat lagi berpikir dan merasa
.
7al-ru>h juga mempunyai dua pengertian, pengertian pertama: ruh dalam pengertian biologis, yaitu benda halus yang bersumber dari darah hitam di dalam rongga hati yang berupa daging yang berbentuk seperti pohon cemara. Benda halus ini tersebar melalui nadi dan pembuluh balik pada seluruh bagian tubuh. Ruh jasmaniah ini mampu menjadikan manusia hidup dan bergerak serta merasakan berbagai rasa. Ruh ini dapat diumpamakan sebagai lampu yang
5 Mukhtar Solihin & Rosihon Anwar, Hakikat Manusia “Menggali Potensi Kesadaran
Pendidikan Diri, dan Psikologi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 9-10.
6 Ahmad Norma (ed.), Hakikat Manusia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 85. 7 Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur'an (Jakarta: Paramadina, 2000), 128.
(12)
kedua, Lut}f rabba>ni> yang merupakan makan hakekat hati. Ruh dan hati saling
bergantian pengacu pada Lut}f.8
Ruh merupakan zat yang dapat membuat manusia sampai saat ini hidup
,
namun sampai detik ini para mufassir dan pemikir islam hanya dapat mengungkapkan teori tanpa didasari oleh penelitian ilmiah dan ilmu-ilmu sains
yang telah menjadi ilmu terapan
.
Di satu sisi,
para pemikir Islam mungkin terpacuterhadap salah satu ayat al-Qur’an:
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.9
Tentang ayat di atas ada sebagian ulama’ yang berhenti untuk melakukan
pencarian lebih lanjut tentang ruh manusia
,
salah satunya dalam penafsiran BuyaHamka dalam kitab Tafsir al-Azhar bahwa Ruh adalah suatu perkara yang besar
,
yang mana ilmu manusia hanya sedikit dan supaya manusia dapat menyadari
dirinya bahwa manusia tidak akan bisa mengetahui hakikat dirinya sendiri
,
sepertidalam sebuah ungkapan: 10
8 Imam Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum Al-Din, Vol.III (Bairut: Dar Al-Kutub Al-Islamiy, t.
th), 3
9 Al-Qur’an dan Terjemah, 17:85
(13)
هبر فرع دقف هسفن فرع نم
Barang siapa mengetahui hakikat dirinya, niscaya ia akan mengetahui tuhannya.11
Sehingga menurut Buya Hamka
,
ayat ini merupakan bentuk peringatanakan kebodohan manusia yang tidak akan bisa sampai mengetahui hakikat
tuhannya karena mengeetahui dirinya saja tidak akan bisa sampai
,
maka manusiapun tidak akan mengetahui zat tuhan
.
12Ayat di atas memang apabila dilihat dari sekilas menyatakan ketidak
bolehan umat islam untuk mempertanyakan atau mencari tau tentang ruh
.
Hal inidapat menjadi kesalahpahaman
,
karena ayat di atas masih menyimpan arti“Tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit
.
” Dengan ini berarti umat manusia masih memiliki kesempatan untuk melakukan penelitian tentang ruh walaupun jawaban secara sempurna tidak akan tercapai karena masih terdapatilmu yang sedikit tersebut
.
13Sebagian ulama berpendapat bahwa hakikat ruh tidak mungkin bisa diketahui karena pengetahuan tentang ruh ini khusus bagi Allah, artinya hanya Allah yang mengetahuinya. Oleh karena itu, tidak mungkin manusia melakukan penelitian lebih lanjut tentang hakikat ruh. Allah Swt pun telah memberikan penjelasan bagi orang-orang yang bertanya tentang ruh, bahwa mereka hanya diberi sedikit ilmu yang tidak mungkin akan cukup untuk mengungkapkan hakikat
11 Ibid., 119
12 Ibid., 118-119
13 Bambang Pranggono, Percikan Sains dalam al-Qur’an: Menggali Inspirasi Ilmiah
(14)
untuk membuat definisi tentang ruh. Mereka mengatakan bahwa ruh adalah materi
yang berbeda dari materi yang bisa dilacak indra.14 Memang manusia tidak akan
tahu tentang hakikat murni dari ruh, yakni seperti apa ruh itu, bagaimana ia datang, bagaimana ia pergi, dimana ia berada, akan kemana perginya. Akan tetapi, manusia masih bisa mengindentifikasi sekelumit pengetahuan tentang ruh.
Lebih lanjut, Al-Biqa>’I yang dikutip oleh M. Quraish Shihab
menghubungkan ayat ini (al-Isra>’ ayat 85) dengan ayat sebelumnya yang
berbicara tentang pertanyaan kaum musyrikin menyangkut kebangkitan setelah
manusia menjadi tulang belulang dan kepingan-kepingan kecil bagaikan debu (
Al-Isra>’ ayat 49)
.
Di ayat tersebut dinyatakan bahwa manusia akan kembalidihidupkan dan ruhnya akan dikembalikan ke jasad mereka
.
15Imam Ahmad mengatakan
,
Sabab Nuzul ayat ini adalah ketika ‘Abdulla>hIbn Mas’u>d sedang berjalan mengiringi Rasulullah Saw di sebuah lahan pertanian Madinah yang pada saat itu Rasulullah berjalan dengan memakai pelepah kurma
sebagai tongkatnya
.
Rasulullah kemudian bersua dengan sejumlah orang-orangyahudi
,
sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain,
“Tanyailahdia oleh kalian tentang ruh
.
” Akhirnya mereka bertanya kepada Rasulullah.
Makaturunlah al-Isra>’ ayat 85 ini sebagai jawaban untuk pertanyaan kaum Yahudi
.
16
14 Majdi Muhammad Asy-Syahawi, Memanggil Ruh dan Menaklukan Jin (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006), 6
15 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol.5, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 535 16 Imam Abu Fida Isma’il Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’a>n al-‘Ad}i>m, Terj Bahrun Abu
(15)
menjawab pertanyaan mereka karena mereka mengajukan pertanyaannya dengan
nada ingkar
.
Menurut pendapat lainnya lagi,
makna yang dimaksud “Katakanlahbahwa Ruh adalah Urusan Tuhanku” yakni termasuk sebagian dari syari’at-Nya
.
Dengan kata lain
,
masuklah kalian ke dalam agama-Nya,
karena pengetahuan initidak dapat diperoleh dari berfikir
,
namun dari ilmu-ilmu syari’at-Nya.
17Walaupun Al-Suhaili> mengatakan bahwa pendapat ini perlu dipertimbangkan
kebenarannya
,
akan tetapi hal ini bisa dianggap suatu acuan bahwa tidak menutupkemungkinan adanya pengetahuan ruh yang lebih luas di dalam ajaran Islam
,
karena Islam mengajarkan lebih dari sekedar barang ghoib seperti ruh manusia
.
18Dalam kitab tafsir Ma’alimut Tanzi>l karangan al-Bagha>wi
,
ketikamembahas ayat tersebut menuliskan bahwa Nabi Muhammad SAW mengerti
tentang ruh
,
tetapi tidak menggambarkannya pada orang lain atau sudahmenjelang ajal sebelum memberitahukannya
.
Sebenarnya para ulama’ klasikberinsiatif untuk mengunkap ruh
,
walaupun banyak kemasukan cerita isra’illiyatdan juga kepercayaan Yunani kuno
.
Ibn Qoyyim al-Jauziyah di abad ke 8 Hmenulis kitab al-Ru>h, berdasarkan dalil al-Qur’an
,
al-Sunah dan pendapat para17 Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’a>n..., 352 18 Ibid.
(16)
Islam membahas tentang ruh
.
19Maka dari itu penulis membuat Skripsi dengan judul
,
“Ruh ManusiaDalam Al-Qur’an dan Sains (Studi Korelatif Fenomena Ruh Manusia Menurut
Penafsiran M. Quraish Shihab dan T}ant}awi> Jauhari> dengan Sains) dengan harapan
adanya kemajuan Islam dibidang sains terutama untuk mengindentifikasi zat ruh
manusia
,
sehingga banyak ilmu yang berkembang di kedua bidang ilmu baikdibidang ilmu khazanah keislaman maupun dibidang ilmu sains.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan paparan di atas
,
diketahui bahwa masalah pokok dalam kajianini adalah Substansi Ruh Manusia
Adapun permasalahan-permasalahan yang teridentifikasi
,
di antaranya:1. Ruang lingkup Ruh Manusia menurut M
.
Quraish Shihab dan T}ant}awial-Jauhari>
2. Ruang Lingkup Ruh Manusia menurut beberapa Ilmuwan
3. Hal-hal mengenai ruh manusia menurut para Filosofi dan pemikir Islam
4. Tinjauan dan kolerasi antara pendapat Mufassir dan Ilmuwan
.
19 Pranggono, Percikan Sains ..., 120
(17)
untuk efisiensi waktu dan tenaga
,
maka dalam kajian ini akan ada pembatasanmasalah
.
Pembatasan masalah dilakukan agar kajian ini dapat memenuhi targetdengan hasil yang maksimal
.
Pembatasan masalah yang dimaksud,
yaitu akandifokuskan pada bagaimana penafsiran M
.
Quraish Shihab dan T}ant}awi al-Jauhari> terhadap ayat QS. Al-Hijr ayat 29, QS. Al-Sajdah ayat 9 dan QS. Al-Zumar ayat 42 mengenai ruh manusia.C. Rumusan Masalah
Untuk memberikan arahan yang jelas terhadap permasalahan yang akan
diteliti
,
maka perlu kiranya ada perumusan masalah.
Rumusan masalah yangdimaksud
,
di antaranya:1. Bagaimanakah Penafsiran M. Quraish Shihab dan T}ant}awi Jauhari> tentang
Ruh?
2. Bagaiamanakah pendapat ilmuwan tentang ruh?
3. Bagaimana korelasi dari pendapat antara pendapat mufassirin dan ilmuwan?
D. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas
,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam(18)
tentang Ruh.
2. Untuk mengetahui pendapat ilmuwan tentang ruh.
3. Untuk mengetahui korelasi dari pendapat antara pendapat mufassirin dan
ilmuwan?
E. Manfaat Penelitian
Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan tentang khazanah Islam dan
juga sains
.
Di sisi lain,
penelitian ini juga bermanfaat bagi peneliti untukmemperluas wawasan keislaman terutama pada pengembangan keilmuan dalam
bidang al-Qur’an dan Sains
.
Manfaat khusus penelitian Substansi Ruh manusia yang Pertama: untuk
memperluas kajian al-Qur’an kebidang ilmu lainnya
,
sehingga membuktikanbahwa al-Qur’an mampu menjadi induk segala ilmu yang dapat disandingkan
dengan cabang-cabang ilmu yang lain
.
Kedua: mengetahui substansi dari ruh sehingga manusia dapat mengenali
setiap jiwa masing-masing dan juga terhadap sang pencipta yaitu Allah
.
Ketiga; membuka wawasan baru dibidang sains sehingga bidang sains terutama dibidang fisika akan lebih maju dan memiliki wawasan luas terhadap
(19)
Telaah pustaka dalam sebuah penelitian dan penggambarkan hasil sebuah
kajian atau penelitian terdahulu dirasa sangat perlu
.
Tujuannya agar tidakmengganggu nilai orisinilitas penelitian yang akan dilakukan
.
Setelah peneliti melakukan penelusuran dan pengkajian terhadap karya
ilmiyah
,
baik dari beberapa buku atau skripsi yang ada,
terdapat permasalahanyang serupa dengan pembahasan ini
.
Yaitu:1. Ruh dalam perspektif Imam Fakhruddi>n al-Razi>. Penelitian ini ditulis oleh
Abdu al-Rahman Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis tahun 2002
.
Perbedaan karya Ilmiah penulis dengan karya ilmiah ini adalah dari perspektif
ulama’ dan juga keluasan pembahasan penulis akan menghubungkannya
dengan ilmu-ilmu sains
.
2. Ruh dalam al-Qur’an analisis penafsiran Quraish Shihab atas Surah al-Isra>’
ayat 85
.
Skripsi ini di tulis oleh Atti Nurliati Fakultas Ushuluddin JurusanTafsir Hadis tahun 2011
.
Karya ini menjelaskan dengan detail tentangQuraish Shihab dan penafsirannya pada al-Isra>’ ayat 85
.
Perbedaan dariskripsi penulis adalah bahwa skripsi ini sangat spesifik dalam menjelaskan
terhadap ayat
,
sedangkan skripsi penulis menjelaskan hal yang luas pada(20)
1. Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif
.
20 Sebuahmetode penelitian yang mendasarkan pada usaha mengungkap dan menformulasikan data dalam bentuk narasi verbal (kata- kata) dari satu obyek
yang dapat diamati dan diteliti
.
21 Model ini digunakan sebagai upayamemposisikan peneliti untuk bersifat obyektif dalam penelitian agar
menghasilkan data yang komprehensif
.
Bermula dari persoalan hubungan antara Penafsiran dan Ilmu Sains tentang ruh kemudian hal tersebut akan dikaji dengan seksama dari hal-hal yang bersifat umum hingga ditemukan berbagai kesimpulan terkait hakikat ruh manusia
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah library research (penelitian kepustakaan) yaitu
penelitian yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data
penelitiannya
.
22 Jadi pengumpulan data-datanya diolah melalui penggaliandan penelusuran terhadap kitab-kitab
,
buku-buku dan catatan lainnya yangmemiliki hubungan dan dapat mendukung penelitian
.
Dan dengan caramencari dan meneliti ayat yang dimaksud
,
kemudian mengelolanya memakaikeilmuan tafsir
.
20 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2000), 33.
21 Ibid., 4-6.
(21)
Metode pengumpulan datanya dalam penulisan skripsi ini adalah
dengan dengan menggunakan metode dokumentasi
.
Mencari data mengenaihal-hal atau variable berupa catatan
,
buku,
kitab,
dan lain sebagainya.
Melalui metode dokumentasi
,
diperoleh data-data yang berkaitan denganpenelitian berdasarkan konsep-konsep kerangka penulisan yang telah
dipersiapkan sebelumnya
.
4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini
,
tehnik analisa datanya memakai pendekatan metodeAnalisa Deskriptif. Penelitian Deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang paling dasar, ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik,
perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan fenomena lain.23
5. Sumber Data
Data yang diambil dalam penelitian ini bersumber dari dokumen perpustakaan yang terdiri dari dua jenis sumber yaitu primer dan sekunder:
Sumber primer adalah rujukan utama yang akan dipakai yaitu dari
beberapa kitab tafsir
,
antara lain:
23 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya (Jakarta: PT
(22)
b)Tafsir al-Jawahir karya Thanthawi Jauhari
Sumber sekunder sebagai rujukan pelengkap
,
antara lain :a)Kitab al Ruh Karya Ibn Qayyim al-Jauziyyah
b)Kitab Ahwa al-Nafs, karya Ibnu Sina,
c)Buku A Lawyer Present the Case for The Afterlife karya Victor James
Zammit,
H. Sistematika Pembahasan
Agar penelitian ini sistematis
,
maka sistematika pembahasan diuraikanmenjadi lima bab:
Bab pertama berisi pendahuluan yang merupakan gambaran umum dan
sebagai pengantar pembahasan
.
Bab ini mengungkapkan latar belakang masalah,
rumusan masalah
,
tujuan penelitian,
kegunaan penelitian,
kerangka konseptual,
metode penelitian
,
kajian riset sebelumnya dan sistematika pembahasan.
Bab kedua berbicara tentang kajian teori tentang bagaimana Tafsir ‘Ilmi
dan juga hal-hal berkaitan dengan sains.
Bab ketiga ini terdiri dari beberapa sub bab yang kesemuanya merupakan hasil pembacaan dan temuan tentang ruh manusia yakni berisi tentang apa pengertian tentang ruh, penafsiran para mufassir dan juga tentang penelitian para ilmuwan
(23)
yakni analisis dan sintesa antara pendapat mufassir dan pendapat ilmuwan.
Bab kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran
.
Kesimpulanmerupakan jawaban atas masalah yang menjadi kajian dalam penelitian ini
.
Sedangkan saran
,
diharapkan menjadi masukan bagi segenap kalangan ulama’,
(24)
BAB II
TAFSIR ‘ILMI DAN SAINS
A. Tafsir ‘Ilmi
1. Pengertian Tafsir Ilmi
Kata tafsir berasal dari derivasi (isytiqâq) al-fasru (رسفلا) yang berarti
(فشكلاو ةنابإا) “menerangkan dan menyingkap”
.
Di dalam kamus,
kata al-fasru juga bermakna menerangkan dan menyingkap sesuatu yang tertutup.
1Adapun dikalangan mufassir
,
kata tafsir merupakan istilah yang khas iamemiliki pengertian tersendiri yang sedikit berbeda dengan arti bahasa
.
adabanyak pengertian tafsir yang dikemukakan oleh ulama
,
misalnya menurutAbu Hayan sebagai berikut:2
ةييبكرلااو ةيدارفاااهماكحاو اهاول دم و نأرقلا ظافلاب قطنلا ةيفيك نع ثحبي ملع
بيكرلا ةل اح اهيلع لم يلااهيناعمو
3Ilmu yang membahas mengenai tata cara lafadz-lafadz al-Qur’an, dalil-dalil, aturan-aturan ditinjau dari kata (mufrada>t), susunan kalimat, serta penjelasan makna yang terkandung dalam susunan kalimat.
1 Muh. Husein Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirin (Kairo: Maktabah Wahbah,
1976), 5
2 Ibid., 14
3 Mummad bin Yusuf bin Hayyan al-Andalusi, Tafsir al-Bah}ru Al-Muhi>t} (Bairut: Da>r al Kutu>b al ‘ilmiyyah, 1413 H), 6
(25)
Sedangkan Kata ‘ilm (ilmu) dapat diartikan sebagai ilmu empiris yang mempelajari berbagai gejala alam raya dan di dalam diri manusia agar sampai pada hukum yang menafsirkan perilaku gejala-gejala tersebut dan mengemukakan alasan terjadinya serta menyingkap fakta dan kebenaran yang
tercermin pada keimanan yang benar kepada Allah swt
.
4Secara sederhana corak Al-Tafsir al-‘Ilmi dapat didefinisikan sebagai
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan pendekatan ilmiah
.
Ayat-ayatyang ditafsirkan adalah ayat kauniyah
,
5 mendalami tentang teori-teori hukumalam yang ada dalam Al-Qur’an
,
teori-teori pengetahuan umum dansebagainya
.
6Lebih lanjut H}usain Al-Dhahabi> memberikan pengertian tafsir ‘Ilmi
yaitu:
4 Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains Al-Qur’an Menggali Ilmu Pengetahuan dari Al -Qur’an (Solo : Tiga Serangkai, 2004), 23
5 Kata kauniah berasal dari akar kata al-kaun, yang berarti yang dijadikan, makhluk, dan
alam semesta. Berdasarkan makna bahasa tersebut, tafsir kauniah dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memberi penafsiran yang bersifat ilmu pengetahuan kepada ayat-ayat al-Qur’an. Tafsir kauniah menggunakan temuan-temuan ilmiah untuk menafsirkan makna dan maksud dari suatu ayat al-Qur’an Ayat-ayat kauniah adalah ayat-ayat yang berbicara tentang hukum, data, atau setidaknya mengandung isyarat ilmiah. Para ulama telah memperbincangkan kaitan antara ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam Al-Qur’an dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang, sejauh mana paradigma-paradigma ilmiah itu memberikan dukungan dalam memahami ayat-ayat
Al-Qur’an dan penggalian berbagai ilmu pengetahuan, teori-teori baru dan hal-hal yang ditemukan setelah lewat masa turunnya Al-Qur’an, yaitu hukum-hukum alam, astronomi, teori-teori kimia dan penemuan-penemuan lain yang dengannya dapat dikembangkan ilmu kedokteran, astronomi, fisika, zoologi, botani, geografi, dan lain-lain. Lihat: Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta : Raja Grafindo Persada. 1994), 62
6 Mohamad Gufron & Rahmawati, Ulumul Qur’an : Praktis dan Mudah (Yogyakarta :
(26)
يذّلا رسفّتلا
رختسا ى دهت و نأرقلا تارابع ى ةّيملعلا تاحاطصإا مك
ا
فلتخ ج
اهنم ةّيفسلفلا ءارأاو مولعلا
7“Tafsir yang menetapkan istilah ilmu-ilmu pengetahuan dalam penuturan
Al-Qur’an. Tafsir ‘Ilmi berusaha menggali dimensi ilmu yang dikandung Al-Qur’an dan berusaha mengungkap berbagai pendapat keilmuan yang bersifat falsafi”.8
Sedangkan ‘Abd Al-Ma>jid ‘Abd Al-Sala>m Al-Mahrasi> juga
memberikan batasan kurang lebih sama terhadap tafsir ‘Ilmi, yaitu:
يذّلا رسفّتلا
نأرقلا تارابع عاضخإ هباحصأ ىّحوتي
ةّيملعلا تاحاطصإاو تايرظّنلل
اهنم ةّيفسْلفلا ءارأاو مولعلا لئ اسم فلتخ جارختسا ى دهجا ىضقآ اذبو
9“Tafsir yang mufassirnya mencoba menyingkap ibarat-ibarat dalam
Al-Qur’an yaitu mengenai beberapa pandangan ilmiah dan istilahnya serta mengerahkan segala kemampuan dalam menggali berbagai problem ilmu pengetahuan dan pandangan-pandangan yang bersifat falsafi”.10
Tafsir ‘ilmi merupakan penafsiran al-Qur’an yang pembahasannya
menggunakan pendekatan istilah-istilah (term-term) ilmiah dalam
mengungkapkan al-Qur’an
,
dan seberapa dapat berusaha melahirkan berbagai
7
Muh. Husein Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirin (Kairo: Maktabah Wahbah, 1976), 349
8 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia,
2004), 109
9‘Abd Al-Ma>jid ‘Abd Al-Sala>m Al-Mahrasi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi ‘As}r Al-Ra>hn, (Beirut: Maktabah al-Nahdhoh al-Isla>miyyah., 1982), 247
(27)
cabang ilmu pengetahuan yang berbeda dan melibatkan pemikiran-pemikiran filsafat
.
11Dijelaskan pula mengenai Tafsir ‘Ilmi yaitu penafsiran corak yang
berusaha untuk mengungkap hubungan ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur’an
dengan bidang ilmu pengetahuan untuk menunjukkan kebenaran mukjizat
Al-Qur’an
.
12 Meskipun Al-Qur’an bukan kumpulan ilmu pengetahuan,
namun didalamnya banyak terdapat isyarat yang berkaitan erat dengan ilmu
pengetahuan
,
serta motivasi manusia mendalaminya.
Pengertian tafsir ‘Ilmi secara singkat bisa disebut penafsiran
Al-Qur’an melalui pendekatan ilmu pengetahuan sebagai salah satu dari berbagai
dimensi ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an13 atau yang dimaksud
dengan tafsir ‘ilmi adalah suatu ijtihad atau usaha keras seorang mufassir
dalam mengungkapkan hubungan ayat-ayat kauniyah dalam al-Qur’an dengan
penemuan-penemuan sains modern
,
yang bertujuan untuk memperlihatkankemukjizatan al-Qur’an
.
14 Jadi secara garis besar, maksud dari Tafsir ‘Ilmiadalah yang mana antara ilmu pengetahuan dan tafsir dari al-Qur’an tidaklah
bertentangan, saling menguatkan satu sama lain, mengkorelasikan antara
Tafsir al-Qur’an dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan.
11 Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 2 (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2001), 135
12 Rahmawati, Ulumul Qur’an…, 195
13 Khaeruman, Sejarah Perkembangan…, 108
14 Muhammad Nor Ichwan, Tafsir ‘Ilmiy Memahami Al-Qur’an Melalui Pendekatan
(28)
Tafsir ‘Ilmi berprinsip bahwa Al-Qur’an mendahului ilmu
pengetahuan modern
,
sehingga mustahil Al-Qur’an bertentangan dengansains modern
.
15 Dari pandangan tersebut,
maka alasan yang mendorong paramufassir menulis tafsirnya dengan corak ini adalah disamping banyaknya
ayat-ayat Al-Qur’an yang secara eksplisit maupun implisit memerintah untuk
menggali ilmu pengetahuan
,
juga ingin mengetahui dimensi kemukjizatanAl-Qur’an dalam bidang ilmu pengetahuan modern
.
2. Sejarah dan Perkembangan Tafsir ‘IlmiPada dasarnya al-Qur’an adalah kitab suci yang menetapkan masalah
akidah
,
hukum syari’at dan akhlak.
Bersamaan dengan hal itu,
di dalamnya didapati juga ayat-ayat yang menunjukkan tentang berbagai hakikat (kenyataan)
ilmiah yang memberikan dorongan kepada manusia untuk mempelajari
,
membahas dan menggalinya
.
Sejak zaman dahulu sebagian kaum muslimintelah berusaha menciptakan hubungan seerat-eratnya antara al-Qur’an dan
ilmu pengetahuan
.
Mereka berijtihad menggali beberapa jenis ilmupengetahuan dari ayat-ayat al-Qur’an
,
dan di kemudian hari usaha inisemakin meluas
,
dan tidak ragu lagi,
hal ini telah mendatangkan hasil yangbanyak faedahnya
.
16
15 U. Syafrudin, Paradigma Tafsir Tekstual & Kontekstual Usaha Memaknai Pesan Al-Qur’an (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009),34
16 Muhammad Nor Ichwan. Memasuki Dunia Al-Qur’an (Semarang: Lubuk Raya,
(29)
Maka dari itu
,
lahirnya metode-metode penafsiran disebabkan olehtuntutan perkembangan masyarakat yang dinamis
.
Umat Islam yang semakinmajemuk dengan berbondong-bondongnya bangsa non-Arab masuk Islam
,
terutama setelah tersebarnya Islam ke daerah-daerah yang jauh di luar tanah
Arab
.
Kondisi ini membawa konsekuensi logis terhadap perkembanganpemikiran Islam
,
berbagai peradaban dan kebudayaan non-Islam masuk kedalam khazanah intelektual Islam
.
Akibatnya,
kehidupan umat Islam menjaditerpengaruh olehnya
.
Untuk menghadapi kondisi yang demikian,
para pakartafsir ikut mengantisipasinya dengan menyajikan penafsiran-penafsiran
ayat-ayat Al-Qur’an yang sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan
kehidupan umat yang semakin beragam
.
17 Sehingga dapat disimpulkan bahwacorak tafsir ‘Ilmi muncul akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha
penafsiran untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an sejalan dengan
perkembangan ilmu
.
18Corak penafsiran ilmiah telah lama dikenal
.
Benihnya bermula padaDinasti Abbasiyah
,
khususnya pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun(w
.
853 M),
19 pada masa pemerintahan Al-Ma’mun ini muncul gerakanpenerjemahan kitab-kitab ilmiah dan mulailah masa pembukuan ilmu-ilmu
17 Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), 6
18 Tim Kementrian Agama, Al Qur’an dan Tafsirnya (Kementerian Agama RI : Sinergi
Pustaka Indonesia, 2012), 76
19 M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
(30)
agama dan science serta klasifikasi
,
pembagian dan bab-bab dansistematikanya
.
Tafsir terpisah dari hadits,
menjadi ilmu yang berdiri sendiridan dilakukanlah penafsiran terhadap setiap ayat al-Qur’an dari awal sampai
akhir
.
20 Al-Makmun sendiri merupakan putra khalifah Harun al-Rasyid yangdikenal sangat cinta dengan ilmu
.
Salah satu karya besarnya yang terpentingadalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi
sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar
.
Pada masa inilah,
Islam mencapai peradaban yang tinggi sebagai pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan dunia
.
21Al-Qur’an menjadi sumber bermacam-macam ilmu pengetahuan di
zaman Abbasiyah
.
Ahli nahwu (tata bahasa) bertumpu pada al-qur’an dalammenentukan kaidah/peraturan bahasa Arab
.
Bagaomanapun juga,
keteranganpanjang lebar membantu dalam menginterpretasikan al-Qur’an dan dalam
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an tertentu
.
Maka dari itu ahli tata bahasamengarang buku-buku dengan judul The Meaning of The Quran
(maksud-maksud al-Qur’an)
,
para ahli hukum islam menjadikan al-Qur’an sebagaisumber primer ketika menulis karya mereka
,
yang mereka beri judulal-Ahkam Al-Qur’an
,
begitu juga dengan para teolog,
ahli astronomi,
20 ‘Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Terj. Ahmad Akrom (Jakarta:
Rajawali Pers, 1992), 23
21
(31)
matematika
,
kimia dan kedokteran muslim menginterpretasikan al-Qur’ansesuai dengan prinsip-prinsip masing-masing keilmuan mereka
.
22Al-Ghazali mempunyai peranan penting dalam memperkenalkan tafsir
ilmi kepada umat Islam yang dianggap sebagai perintis tafsir ‘Ilmi
.
SedangFahrur Ar-Razi23 merupakan orang pertama yang menerapkan ilmu
pengetahuan yang bercorak saintis dan pemikiran untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an
.
Hal tersebut dapat dilihat dalam kitabnya Mafatih Al-Ghaib atauyang juga populer dengan Tafsir Al-Kabir
.
Karya monumental TanthowiJauhari (w
.
1940),
24 yaitu Tafsir al-Jawahir,
cukup representatif untukdiajukan sebagai produk tafsir ilmi
.
Kitab itu seperti dijelaskan Baljon,
dapatdikualifikasikan sebagai pegangan ilmu lainnya
,
diantaranya adalah Tafsir
22 Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Terj. A. Bahauddin
(Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), 136-140
23 Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn Umar Ibn Husain Ibn
al-Hasan Ibn Ali al-Quraisy at-Taimi al Bakri ath-Thabrastani ar-Razi. Gelarnya Fakhruddin dan dikenal dengan Ibn Al-Khatib. Kitab tafsir Mafatih al-Ghaib terdiri dari delapan jilid yang tebal, dan mendapat perhatian yang besar dari para pelajar Al-Qur’an karena mengandung pembahasan yang dalam mencakup masalah-masalah keilmuan yang beraneka ragam. Menurut Mahmud dalam bukunya, tafsir ar-Razi secara global lebih pantas untuk dikatakan sebagai ensiklopedia yang besar dalam ilmu alam, biologi, dan ilmu yang ada hubungannya baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan ilmu tafsir dan semua ilmu yang menjadi sarana untuk memahaminya. Lihat: Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 320-324.
24 T}ant}awi Jauhari> adalah seorang ulama modern yang sangat fanatik terhadap corak
tafsir Ilmi. Dalam karyanya, Tafsir Al-Jawa>hir di Tafsir Al-Qur’an, ia menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang diduganya berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang “in” pada masanya. Karya tafsirnya layak dikatakan sebagai buku ilmu pengetahuan ketimbang
sebagai buku tafsir, sehingga ada ungkapan “di dalamnya terdapat segala sesuatu, kecuali
tafsir itu sendiri” Lihat: Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an (Bandung : Pustaka Setia. 2009), 198
(32)
Musthafa Zaid
,
Al-Qur’an Wa I’jazuhu al-Ilmi karya Isma’il Ibrahim,
Al-Qur’an wa ‘Ilm karya Ahmad Sulaiman,
dan lain-lain.
25Penafsiran ilmiah (tafsir ‘ilmi) ini akhirnya telah berkembang pesat
pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan
,
khususnya di negara-negara Barat sertaposisi dan sikap umat Islam dalam menghadapi perkembangan saat ini
.
Mufasir dan intelektual di Timur Tengah
,
Eropa dan Asia Selatan sangatprihatin tentang penafsiran ilmiah dan mereka menerapkannya dalam tulisan
mereka tentang penafsiran Al-Qur'an
.
Penafsiran ilmiah dalam lingkuppenafsiran berdasarkan pendapat (tafsir bi al-ra'yi)
.
Sebagian ahli tafsirmenerima penafsiran yang didasarkan pada pendapat dengan kondisi (aturan) dan pedoman tertentu yang interpretasinya dilakukan dengan benar dan tidak bertentangan dengan makna sebenarnya dari yang dibutuhkan oleh ayat-ayat
Al-Qur'an
.
Dengan kata lain,
tafsir bi al-ra'yi dapat digunakan asalkandipandu oleh prinsip-prinsip umum Al-Qur'an dan Sunnah
.
Selain itu,
darisudut penulisan
,
karya-karya Timur Tengah yang sangat menonjol danpendekatan terkenal dalam menerapkan penafsiran ilmiah dari Al-Qur'an dalam tafsir komentar pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh
.
2625 Ibid., 284
26 Syamimi Mohd, Nor, Haziyah Hussin & Wan Nasyrudin Wan Abdullah. Article of
Scientific Exegesis in Malay Qur’anic Commentary (Malaysia : Canadian Center, 2014),
(33)
Sedangkan menurut Abdul Mustaqim munculnya tafsir ‘Ilmi ini karena dua faktor yaitu:
Pertama
,
faktor internal yang terdapat dalam teks al-Qur’an,
dimanasebagian ayat-ayatnya sangat menganjurkan manusia untuk selalu melakukan penelitian dan pengamatan terhadap ayat-ayat kauniah atau ayat-ayat
kosmologi (Lihat misalnya Q
.
S.
al-Gasyiyah (88): 17-20).
Bahkan ada pulaayat-ayat al-Qur’an yang disinyalir memberikan isyarat untuk membangun
teori-teori ilmiah dan sains modern
,
karena seperti dikatakan MuhammadSyahrur
,
wahyu al-Qur’an tidak mungkin bertentangan dengan akal danrealitas (revelation does not contradict with the reality)
.
Dengan asumsitersebut
,
ayat-ayat al-Qur’an yang dapat dideduksi untuk menggali teori-teoriilmu pengetahuan
,
oleh sebagian ulama ditafsirkan dengan pendekatan sainsmodern
,
meskipun hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw.
dan parasahabat
.
Sebab para pendukung tafsir ilmi sependapat,
bahwa penafsiranal-Qur’an sesungguhnya tidak mengenal titik henti
,
melainkan terusberkembang seiring dengan kemajuan sains dan ilmu pengetahuan
.
Sebagaicontoh
,
ayat yang berbunyi:
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.27
27 Al-Qur’an dan Terjemahnya, 96: 2
(34)
Dahulu
,
kata al-‘alaq dalam ayat ini ditafsirkan oleh para mufasirklasik dengan pengertian segumpal darah yang membeku
.
Namunsekarang
,
dalam dunia kedokteran akan lebih tepat jika ditafsirkan denganzigot
,
sesuatu yang hidup,
yang sangat kecil menggantung pada dindingrahim perempuan
.
28Kedua, faktor eksternal
,
yakni adanya perkembangan dunia ilmupengetahuan dan sains modern
.
Dengan ditemukannya teori-teori ilmupengetahuan
,
para ilmuan muslim (para pendukung tafsir ilmi) berusahauntuk melakukan kompromi antara al-Qur’an dan sains dan mencari
‘justifikasi telogis’ terhadap sebuah teori ilmiah
.
Mereka juga inginmembuktikan kebenaran al-Qur’an (baca: i’jaz ilmi) secara ilmiah-empiris
,
tidak hanya secara teologis-normatif
.
29Dari berbagai proses kemunculan perkembangan tafsir ‘Ilmi
,
terdapatisyarat ilmiah dalam Al-Qur’an yang banyak sekali
,
diantaranya yaitu:30Reproduksi manusia (surat al-Qiyamah ayat 37-39)
,
kejadian alam semesta(surat al-Anbiya ayat 30)
,
awan (surat al-Nur ayat 43),
kalender syamsiyahdan qomariyah (surat al-Kahfi ayat 25)
,
cahaya matahari bersumber daridirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan (surat Yunus ayat 5 dan Nuh
28 Abdul Mustaqim, “Kontroversi Tentang Tafsir Ilmi”. Jurnal ilmu-ilmu al-Qur’an dan
Tafsir, hlm. 5-6
29 Ibid.
(35)
ayat 16)
,
masa penyusunan ideal dan masa kehamilan minimal (suratal-Baqarah ayat 233 dan al-Ahqaf ayat 15)
,
adanya apa yang dinamai nurani(superego) dan bawah sadar manusia (surat al-Qiyamah ayat 14-15)
,
asalkejadian cosmos (surat Fushilat ayat 11)
,
pembagian atom (surat Yunus ayat61)
,
perjodohan bagi semua benda atau makhluk (surat al-Dzariyat ayat 49,
surat Yasin ayat 36)
,
selaput rahim (surat Zumar ayat 6),
penyerbukan denganangin (surat al-Hijr ayat 22)
,
sel-sel (benih hidup) (surat al-‘Alaq ayat 1-2),
penyelidikan dengan sidik jari manusia (surat al-Qiyamah ayat 3-4)
.
3. Kaidah penafsiran dengan corak Ilmi
a) Kaidah Kebahasaan (Semantik)
Kaidah kebahasaan merupakan syarat mutlak bagi mereka yang
ingin memahami Al-Qur’an
.
Baik dari segi bahasa Arabnya,
dan ilmuyang terkait dengan bahasa seperti í’rab
,
nahwu,
tashrif, dan berbagaiilmu pendukung lainnya yang harus diperhatikan oleh para mufassir
.
31Semantik atau kaidah kebahasaan ini tujuannya adalah mencari
sebuah makna dari suatu teks
.
32 Makna yang dimaksud dalam semantik iniadalah makna bahasa
,
baik dalam bentuk morfem,
kata,
atau kalimat.
Morfem boleh saja memiliki makna
,
misalnya reaktualisasi,
yangmaknanya perbuatan mengaktualisasikan kembali (Rekontrucksi
31 Ichwan, Tafsir Ilmy…, 161
(36)
Historis)
.
33 Coseriu dan Geckeler mengatakan bahwa istilah semantikmulai populer tahun 50-an yang diperkenalkan oleh sarjana Perancis yang
bernama M
.
Breal pada tahun 1883.
34Kaidah kebahasaan menjadi penting karena ada sebagian orang
yang berusaha memberikan legitimasi dari ayat-ayat Al-Qur’an terhadap
penemuan ilmiah dengan mengabaikan kaidah kebahasaan ini
.
35 Olehkarena itu
,
kaidah kebahasaan ini menjadi prioritas utama ketika seseoranghendak menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan apapun yang
digunakannya
,
terlebih dalam paradigma ilmiah.
b) Memperhatikan Korelasi Ayat (Munasabah)
Seorang mufasir yang menonjolkan nuansa ilmiah disamping harus
memperhatikan kaidah kebahasaan seperti yang telah disebutkan
,
ia jugadituntut untuk memperhatikan korelasi ayat (munasabah al-ayat) baik
sebelum maupun sesudahnya
.
Mufasir yang tidak mengindahkan aspek initidak menutup kemungkinan akan tersesat dalam memberikan pemaknaan
terhadap Al-Qur’an
.
Sebab penyusunan ayat-ayat Al-Qur’an tidakdidasarkan pada kronologi masa turunnya
,
melainkan didasarkan padakorelasi makna ayat-ayatnya
,
sehingga kandungan ayat-ayat terdahulu33 Ibid.,25.
34 Ibid.,3.
(37)
selalu berkaitan dengan kandungan ayat kemudian
.
36 Sehingga denganmengabaikan korelasi ayat dapat menyesatkan pemahaman atas suatu teks
.
c) Berdasarkan Fakta Ilmiah yang Telah Mapan
Sebagai kitab suci yang memiliki otoritas kebenaran mutlak
,
makaia tidak dapat disejajarkan dengan teori-teori ilmu pengetahuan yang
bersifat relatif
.
Oleh karena itu,
seorang mufassir hendaknya tidakmemberikan pemaknaan terhadap teks Al-Qur’an kecuali dengan h
akikat-hakikat atau kenyataan-kenyataan ilmiah yang telah mapan dan sampai pada standar tidak ada penolakan atau perubahan pada pernyataan ilmiah
tersebut
,
serta berusaha menjauhkan dan tidak memaksakan teori-teoriilmiah dalam menafsirkan Al-Qur’an
.
37 Fakta-fakta Al-Qur’an harusmenjadi dasar dan landasan
,
bukan menjadi objek penelitian yang harusmenjadi rujukan adalah fakta-fakta Al Qur’an
,
bukan ilmu yang bersifateksperimental
.
38d) Pendekatan Tematik
Corak tafsir ‘Ilmi pada awalnya adalah bagian dari metode tafsir tahlili (analitik)
.
Sehingga kajian tafsir ‘Ilmi pembahasannya lebih bersifat parsial dan tidak mampu memberikan pemahaman yang utuh tentang suatutema tertentu
.
Akibatnya pemaknaan suatu teks yang semula diharapkan36 Ichwan, Tafsir Ilmy…, 163 37 Ichwan, Tafsir Ilmy…, 169
(38)
mampu memberikan pemahaman yang konseptual tentang suatu persoalan
,
tetapi justru sebaliknya
,
membingungkan bagi para pembacanya.
39Misalnya ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang konsep
penciptaan manusia
,
yang dalam terminologi Al-Qur’an diilustrasikansebagai suatu proses evolusi dengan menggunakan beberapa term yang
berbeda-beda
.
Satu sisi manusia diciptakan dari tanah,
namun di sisi lain iadiciptakan dari dari air
,
atau air mani yang hina.
Jika ayat-ayat Al-Qur’anyang memiliki term yang sama ini tetap dikaji secara parsial dan berdiri
sendiri
,
tentu konsep yang dihasilkan pun juga bersifat parsial dan tidakutuh
.
Akibatnya,
pemaknaan atas persoalan tersebut akan menjadipertentangan dalam Al-Qur’an
.
40Oleh karena itu pada perkembangannya
,
paradigma tafsir ilmiahmenggunakan metode tafsir tematik yaitu penafsiran ayat-ayat dengan
menentukan terlebih dahulu suatu topik
,
lalu ayat-ayat tersebut dihimpundalam satu kesatuan yang kemudian melahirkan sebuah teori
.
41 Dengandemikian
,
bagi seorang mufassir ‘Ilmi haruslah menghimpun seluruhayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai kesamaan tema pembahasan
,
sehinggadapat sampai kepada makna hakiki
.
39 Ichwan, Tafsir Ilmy…, 171 40 Ibid.
41 Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Al-Qur’an (Bogor : Granada Sarana
(39)
B. Sains
Kata sains berasal dari kata science yang berarti pengetahuan
.
Kata sainsberasal dari bahasa latin yaitu iscire yang berarti tahu atau mengetahui
.
Sedangkan dalam bahasa Arab disebut dengan al`ilm yang berarti tahu
,
sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu atau ilmu pengetahuan
.
42Sains secara istilah pada hakikatnya adalah teorisasi tehadap fenomena
alam jagad raya
,
khususnya fenomena alam yang bersifat fisik kebendaan yangdapat dikuantitatifkan
.
Singkatnya sains adalah ilmu pengetahuan ilmiah tentangalam jagad raya yang bersifat fisik
,
seperti matematika,
fisika,
biologi astronomi,
kedokteran
,
dan sebagainya.
43 Berikut ini merupakan beberapa pendapat filosoftentang sains:44
a) Darmojo
,
1992 menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam atau Sainsadalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta
dengan segala isinya
.
b) Nash
,
1993 menyatakan bahwa Sains itu adalah suatu cara atau metodeuntuk mengamati alam
.
c) James
,
1997 mendefinisikan Sains sebagai suatu deretan konsep serta skemakonseptual yang berhubungan satu sama lain dan yang tumbuh sebagai hasil
42 Budi Handrianto, Islamisasi Sains Sebagai Upaya dalam Meislamkan Sains Barat
Modern (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), 39
43 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), 243. 44 Usman Samatowa, Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar, (Jakarta:
(40)
eksperimentasi dan observasi
,
serta berguna untuk diamati dandieksperimentasikan lebih lanjut
.
d) Whitehead
,
1999 menyatakan bahwa Sains dibentuk karena pertemuan duaorde pengalaman
.
e) Vessel
,
memberikan jawaban yang sangat singkat tetapi bermakna yakni“science is what scientists do”
.
Sains adalah apa yang dikerjakan para ahliSains (saintis)
.
45Sedangkan secara etimologi
,
istilah “teknologi” dalam bahasa Indonesiadiambil dari bahasa Inggris; “technology’
.
Menurut leksikon,
dikutip dalambukunya Abdurrahman technology berarti: “1
.
Scientific study and use ofmechanical arts and applied sciences
,
eg.
Engineering.
2.
Application of this to practical tasks in industry,
ect: recent advances in medical technology,
technology of computers.
”46Definisi di atas mengisyratkan beberapa hal penting
.
Pertama,
teknologiadalah ilmu tentang cara menerapkan sains
.
Kedua,
teknologi bersumber atauberkaitan erat dengan alam semesta
.
Ketiga,
tujuan,
penciptaan dan penerapanteknologi adalah untuk kenyamanan manusia
.
Dengan demikian,
teknologi tidak
45 Vessel, M.F, Elementary School Science Teaching (New Delhi: Pentice-Hall of India,
1965), 2
46 Abdurrahman Mas’ud, dkk, Paradigma Pendidikan Islam (Yokyakarta: Fak.Tarbiyah
(41)
dapat dipisahkan dari alam dan manusia
.
47 Maka dengan demikian, yangdimaksud dengan teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu saintik dengan dasar atau menggunakan apa yang ada di alam semesta untuk mempermudah segala kesulitan manusia.
Pengertian ilmu sebenarnya tidak berbeda dengan sains hanya saja sains
hanya dibatasi dalam bidang fisik dan indrawi
,
sedangkan ilmu melampauinyapada bidang-bidang non fisik seperti metafisika
.
48 Sehingga keduanya hanyaberbeda pada kekhususan dan juga keumuman dari suatu makna kalimat itu sendiri
.
C. Islam dan Sains
1. Pandangan Islam terhadap sains
Kebenaran itu telah ada sebelum manusia ada
.
Sebab kebenaransendiri berada di luar alam manusia
.
Kebenaran itu suatu esensi,
suatuhakikat
,
suatu ide yang mendahului manusia yang membutuhkannya.
Memang dalam pendekatan sejarah peradaban Barat diakui
,
kaum filsufdinilai sebagai pelopor pencari kebenaran
.
Kaum filsuf ditempatkan padakedudukan sebagai sosok yang cinta (philosphilre) kebenaran (Sophia)
.
47 Ibid., 349
(42)
Kebenaran yang dihasilkan oleh para filsuf adalah kebenaran yang didasarkan
pada penilaian menurut nalar manusia
.
49Dalam tradisi keilmuan barat
,
memang “perseteruan” antara filsafatdan agama
,
sudah berlangsung cukup lama.
Sejak zaman Yunani Kuno,
filsafat berbenturan dengan tradisi mitologi
.
Pada Abad Pertengahan,
parafilsuf dihadapkan pada nilai-nilai dogmatis gereja
.
Kasus yang dialamiGalileo Galilei (1564-1642) adalah bagian dari benturan pemikiran filsafat
dan dogmatis teologis
.
Teori heliosentris yang dikemukakan Galileo Galileidinilai bertentangan dengan pendapat gereja yang menganut teori ptolemaeus
,
yaitu bahwa bumi adalah pusat jagad
.
Galilei dihukum tahanan rumah hinggaakhir hidupnya
.
50Lalu jika melihat perkembangan keilmuan pada Islam sangatlah
baik
,
bahkan sejak awal kelahiran Islam,
baik secara normatif,
filosofis,
maupun aplikatif pragmatis telah memberikan perhatian yang besar terhadap
pentingnya sains dan teknologi
.
Ayat yang pertama kali turun,
yaitu ayat1-5 Surat Al-Alaq (96) antara lain berisi perintah membaca dan menulis dalam
arti yang seluas-luasnya
.
Kata “membaca” yang diulang sebanyak dua kali(ayat 1 dan 3) sebagaimana dikemukakan A
.
Baiquni:
Bukan hanya berarti membaca rangkaian huruf menjadi kata-kata, atau rangkaian kata-kata, atau rangkaian kata-kata menjadi kalimat
49 Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Kalam Mulia, 2011), 27 50 Ibid., 29
(43)
sebagaimana yang umumnya dipahami orang kebanyakan, melainkan juga berarti meneliti, mengobservasi, menelaah,
mengklasifikasi, membandingkan, menyimpulkan, dan
memverifiksi. Semua kegiatan yang terdapat dalam arti membaca ini merupakan kegiatan dalam rangka menghasilkan sains dan
tekhnologi.51
Sikap yang paling umum di dunia Islam adalah melihatnya sebagai
suatu kajian yang objektif terhadap alam dunia
,
yaitu sebagai suatu carauntuk menguraikan ayat-ayat Tuhan tentang alam semesta
.
52Sains dan ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok
kandungan kitab suci al-Qur’an
.
Kata ‘ilm itu sendiri disebut dalamal-Qur’an sebanyak 105 kali
,
bahkan kalau dengan kata jadiannya ia disebutlebih dari 744 kali
.
Sains merupakan salah satu kebutuhan agama Islam,
betapa tidak setiap kali umat Islam ingin melakasanakan ibadah selalu
memerlukan penentuan waktu dan tempat yang tepat
,
umpamanyamelaksanakan shalat
,
menentukan awal bulan Ramadhan,
pelaksanaan hajisemuanya punya waktu-waktu tertentu dan untuk mentukan waktu yang
tepat diperlukan ilmu astronomi
.
Maka dalam Islam pada abad pertengahandikenal istilah “sains mengenai waktu-waktu tertentu”
.
53
51 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009),
253-254
52 Muzaffar Iqbal Dkk, Tuhan, Alam Manusia: Prespektif Sains dan Agama (Bandung :
Mizan, 2005), 75
(44)
Para filosof Islam pun banyak yang mengakui bahwa sains
merupakan ilmu yang patut disejajarkan dengan ilmu-ilmu agama
.
Al-Ghazali
,
mengklasifikasikan ilmu kedalam dua kategori,
yaitu “ilmuagama” dan ilmu “non agama”
.
Ilmu agama yaitu ilmu yang diajarkan lewatajaran-ajaran nabi dan wahyu
,
sedangkan ilmu ilmu non agama beliaumengklasifikasikannya dengan tiga kategori
,
yaitu mahmud, mubah danmadzmum. Beliau memasukkan hukum mubah terhadap sejarah; ilmu sihir
termasuk kategori ilmu madzmum; ilmu-ilmu terpuji yang penting didalam
kehidupan sehari-hari termasuk fardu kifayah, seperti contoh ilmu
obat-obatan
,
matematika dan ilmu lain yang menunjang kemaslahatanmasyarakat termasuk fardu kifayah. Mulla Muhsin Faiydh Al-Kasyani
mengemukakan: Mempelajari hukum Islam sesuai dengan kebutuhannya
sendiri hukumnya wajib `ainy bagi setiap orang Islam dan belajar fiqih
untuk memenuhi kebutuhan orang lain adalah wajib kifayah
.
54Shadr al-Din Syirazi meragukan pendapat Al-Ghazali dan Alamah
Kasyani55 terhadap kategori yang termasuk fardu kifayah
,
beliaumengemukakan:
a) Klasifikasi ilmu kepada ilmu agama dan ilmu non agama
,
menyebabkanmiskonsepsi bahwa ilmu non agam itu terpisah dari Islam
,
dan tampaktidak sesuai dengan keuniversalan agama Islam yang menyatakan dapat
54 Mahdi Ghuzani, Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an (Bandung: Mizan 1988), 41 55 Ibid., 44
(45)
merahmati kebahagiaan penuh kepada kemanusiaan
.
Dalam Al-Qur’andan hadis
,
konsep ilmu secara mutlak muncul dalam maknanya yangumum
,
seperti dalam Al-Qur’an:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"56
b) Beberapa ayat al-Quran dan hadits secara eksplisit menunjukkan
bahwa ilmu itu tidak hanya belajar prinsip-prinsip dan hukum-hukum
agama saja
,
sebagai contoh dalam surat An-Naml ayat 15-16:
56 Al-Qur’an dan Terjemah, 2: 31(46)
15. dan Sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang melebihkan Kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman". 16. dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan Dia berkata: "Hai manusia, Kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan Kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata".57
Alasan lain untuk mempercayai bahwa ilmu terpuji tidak hanya sebatas pada studi-studi teologis dan hukum-hukum agama saja yang
berhubungan dengan halal haram saja
.
Hal ini dikukuhkan olehsejarawan-sejarawan pada masa kini bahwa selama beberapa abad para ulama-ulama
Islam merupakan pembawa obor pengetahuan
,
karya-karya mereka dipakaisebagai buku-buku teks di Eropa selama berabad-abad
.
Memilah-milahkelompok ilmu dengan alasan ilmu itu tidak memiliki kesamaan nilai
dengan studi-studi agama
,
tidaklah benar.
Karena bidang ilmu apapun yangkonsumtif terhadap pemeliharan dan kekuatan vitalitas masyarakat Islam
,
ilmu tersebut wajib kifayah.58
2. Hubungan Sains dengan Islam
.
Sains merupakan hal yang masih diperbincangkan baik dari pihak
Filosof agama dan juga ilmuwan
,
di mana keduanya,
yakni sains danagama
,
apakah bisa disejajarkan atau dipisahkan,
berikut adalah beberapatipologi hubungan sains dan agama:
57 Al-Qur’an dan Terjemah, 27: 15-16 58 Ghuzani, Filsafat Sains…, 44-47
(47)
a) Konflik
Pandangan konflik ini mengemuka pada abad ke–19 melalui
dua buku berpengaruh
,
yakni History of the conflict between Religionand Science karya J
.
W.
Draper dan History of the Warfare of Science with Theology in Christendom karya A.
D.
White.
59Pandangan ini menempatkan sains dan agama dalam dua
ekstrim yang saling bertentangan
.
Bahwa sains dan agama memberikanpernyataan yang berlawanan sehingga orang harus memilih salah satu
di antara keduanya
.
Masing-masing menghimpun penganut denganmengambil posisi-posisi yang bersebrangan
.
Sains menegasikaneksistensi agama
,
begitu juga sebaliknya.
Keduanya hanya mengakuikeabsahan eksistensi masing-masing
.
Adapun alasan utama parapemikir yang meyakini bahwa agama tidak akan pernah bisa
didamaikan dengan sains adalah sebagai berikut:60
1) Menurut mereka agama jelas-jelas tidak dapat membuktikan
kebenaran ajaran-ajarannya dengan tegas
,
padahal sains dapatmelakukan itu
.
2) Agama mencoba bersifat diam-diam dan tidak mau memberi
petunjuk bukti konkrit tentang keberadaan Tuhan
,
sementara
59 Maurice Buccaile, Bible, Qur'an dan Sains Modern, terj; H.M. Rasjidi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1999), 10.
60 Abdul Munir Mulkhan, Kesalehan Multikultural: Ber-Islam Secara
(48)
dipihak lain sains mau menguji semua hipotesis dan semua
teorinya berdasarkan pengalaman
.
Contoh kasus dalam hubungan konflik ini adalah hukuman yang diberikan oleh gereja Katolik terhadap Galileo atas aspek pemikirannya
tentang teori Copernicus
,
yakni bumi dan planet-planet berputar dalamorbit mengelilingi matahari
,
padahal otoritas gereja meyakini bumisebagai pusat alam semesta
.
Oleh karena demikian maka Galileo diadilipada tahun 1633
.
61b) Independensi
Satu cara untuk menghindari konflik antara sains dan agama adalah
dengan memisahkan dua bidang itu dalam kawasan yang berbeda
.
Agama dan sains dianggap mempunyai kebenaran sendiri-sendiri yang
terpisah satu sama lain
,
sehingga bisa hidup berdampingan dengandamai
.
Pemisahan wilayah ini tidak hanya dimotivasi oleh kehendakuntuk menghindari konflik yang menurut mereka tidak perlu
,
tetapi jugadidorong oleh keinginan untuk mengakui perbedaan karakter dari setiap
era pemikiran ini
.
62Pemisahan wilayah ini dapat berdasarkan masalah yang dikaji
,
domain yang dirujuk
,
dan metode yang digunakan.
Mereka
61 John F. Haught, Perjumpaan Sains dan Agama; dari Konflik ke Dialog,Terj.Fransiskus
Borgias (Bandung: Mizan, 2004), 3.
(49)
berpandangan bahwa sains berhubungan dengan fakta
,
dan agamamencakup nilai-nilai
.
Dua domain yang terpisah ini kemudian ditinjaudengan perbedaan bahasa dan fungsi masing-masing
.
63c) Dialog
Pandangan ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi yang lebih konstruktif daripada pandangan konflik dan
independensi
.
Diakui bahwa antara sains dan agama terdapat kesamaanyang bisa didialogkan
,
bahkan bisa saling mendukung satu sama lain.
Dialog yang dilakukan dalam membandingkan sains dan agama adalah
menekankan kemiripan dalam prediksi metode dan konsep
.
Salah satubentuk dialognya adalah dengan membandingkan metode sains dan
agama yang dapat menunjukkan kesamaan dan perbedaan
.
6463 Ibid.,13.
64 Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan, Antara Sains dan Agama, Terj. E.R. Muhammad,
(50)
BAB III
PENAFSIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN
T}ANT}AWI
JAUHARI<
TENTANG AYAT-AYAT RUH SERTA PENELITIAN
DAN TEORI SAINS
A. Ruh Manusia 1. Pengertian Ruh
Ruh merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan
,
karenakehidupan makhluk hidup tergantung dari ruhnya
.
Dalam bahasa Arab,
kataruh mempunyai banyak arti
,
kata ( حو ) ru>h yang berarti jiwa,
berbeda dengankata (حي ) ri>h yang berarti angin
,
kata ( حو ) rawh yang berarti rahmat.
Ruhdalam bahasa Arab juga digunakan untuk menyebut jiwa
,
nyawa,
nafas,
wahyu
,
perintah dan rahmat.
1Ibnu Zakariya (w
.
395 H / 1004 M) seperti yang dikutip olehBaharudin, menjelaskan bahwa kata al-ru>h dan semua kata yang memiliki kata
aslinya terdiri dari huruf ra, wawu, ha, mempunyai arti dasar besar
,
luas danasli
.
Makna itu mengisyaratkan bahwa al-ru>h merupakan sesuatu yang agung,
besar dan mulia
,
baik nilai maupun kedudukannya dalam diri manusia.
2
1 Ibn Manzur, Lisan al-'Arab, (ttp: Dar al-Ma'arif, t.th), 1763-1771. Lihat juga, Ahmad Warson M., Al-Munawwir (Yogyakarta: Pesantren Al-Munawwir, 1984), 1232.
2 Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam Studi tentang Elemen Psikologi dari al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 136-137
(51)
Kemudian untuk kata ruhani dalam bahasa Indonesia digunakan untuk
menyebut lawan dari dimensi jasmani
,
maka dalam bahasa Arab kalimatru>h}a>ni>un ru>h}a>ni> digunakan untuk menyebut semua jenis makhluk halus yang
tidak berjasad
,
seperti malaikat dan jin.
3Dalam al-Qur'an
,
ruh juga digunakan bukan hanya satu arti,
term-termyang digunakan al-Qur'an dalam penyebutan ruh bermacam-macam
,
diantaranya ruh di sebut sebagai sesuatu zat yang merupakan rahasia Allah:
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".4
Jawaban singkat al-Qur'an atas pertanyaan itu (lihat QS
.
Al-Isra': 85),
menunjukkan bahwa ruh akan tetap menjadi "rahasia" yang kepastiannya hanya bisa diketahui oleh Allah semata dan itu adalah urusan ketuhanan yang
menakjubkan
,
yang melemahkan kebanyakan akal dan paham dari padamengetahui hakikatnya
.
5Ruh manusia diyakini sebagai zat yang menjadikan seseorang masih
tetap hidup
,
seperti yang dikatakan al-Farra'6
3 Ibn Manzur, Lisan al-'Arab…, 1763-1771 4 Al-Qur’an, 17: 85
5 Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, jilid 2, ce.IV, (Singapore: Pustaka Nasional, 1998), 899-900.
6 AL-Farra dalam Edward William Lane, Arabic-English Lexicon (London: Islamic Texts Society Trust, 1984), 1182.
(52)
حورلا
وه
ي لا
شيعي
هب
ناسنإا
Ruh adalah Sesuatu yang dengannya manusia hidup.
Dengan adanya al-ruh dalam diri manusia menyebabkan manusia
menjadi makhluk yang istimewa
,
unik,
dan mulia.
Inilah yang disebut sebagaikhalqan akhar, yaitu makhluk yang istimewa yang berbeda dengan makhluk
lainnya
.
Al-Qur’an menjelaskan hal ini dalam QS.
Al-Mu’minun: 14.
7Kata al-Ruh disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 24 kali
,
masing-masing terdapat dalam 19 surat yang tersebar dalam 21 ayat
.
Dalam 3 ayat kataal-ruh berarti pertolongan atau rahmat Allah
,
dalam 11 ayat yang berarti Jibril,
dalam 1 ayat bermakna wahyu atau al-Qur’an
,
dalam 5 ayat lain al-ruhberhubungan dengan aspek atau dimensi psikis manusia
.
8Berikut ini merupakan beberapa penggolongan makna ruh dalam
al-Qur’an:9
a) Malaikat Jibril
,
atau malaikat lain dalam beberapa ayat,
salah satunya QS.
Al-Syu'ara>' 193
,
al-Baqarah 87,
al-Ma'a>rij: 4,
al-Naba>': 38 dan al-Qadr: 4.
Dia dibawa turun oleh Al-Ruh Al-Amin (Jibril)10
7 Baharuddin, Paradigma Psikologi…, 137 8 Ibid., 140-143
9 Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur'an (Jakarta: Paramadina, 2000), 128. 10 Al-Qur’an dan Terjemah, 26: 193.
(1)
BAB V
PENUTUP
A.Simpulan
Dari uraian yang lalu, maka dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut: 1. M. Quraish Shihab dan T}antawi Jauhari berpendapat bahwa ruh merupakan
makhluk Allah yang mulia dan hanya hak wewenang Allah untuk mengetahui rahasianya, penciptanya, dan memberikannya. Serta Allah memberikan ruh kepada manusia dengan cara ditiup, namun bukan berarti ditiup dengan angin, hanya saja menandakan bahwa ruh memiliki zat yang begitu ringan
2. Beberapa pakar fisikawan berpendapat bahwa ruh merupakan zat non material yang tercipta dari zat material, namun atom serta molekulnya bergerak serta membentuk pusaran cepat, sehingga ruh berbentuk sebuah energi. Dan juga memiliki sebuah atom yang begitu ringan, sehingga dapat berputar secara teratur hingga membuat zat ruh menjadi kasat mata
3. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa ruh itu ditiupkan ke dalam diri manusia, hal ini sama halnya dengan teori dari para ilmuwan bahwa terbentuknya non material adalah dari atom yang bergerak melebihi kecepatan cahaya. Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an memakai kata “meniupkan” adalah menandakan bahwa ruh terdiri dari partikel dan molekul yang ringan seperti angina dan juga menandakan merupakan proses
(2)
96
B.Saran
Setelah penulis meneliti masalah yang berkenaan dengan ruh manusia dalam al-Qur’an dan sains, maka menyarankan sebagai berikut:
1. Perlunya untuk selalu mengingat kematian, karena ruh manusia akan digenggam Allah saat tidur dan mati. Dan perlu juga memperbaiki diri, karena ruh manusia merupakan suatu energi yang kekal, sehingga kebangkitan setelah kematian memang benar adanya dan diakui dalam agama serta sains.
2. Hasil akhir dari penelitian di atas belum bisa dianggap sempurna. Mungkin masih ada hal-hal yang tertinggal atau terlupakan, sehingga perlu lebih teliti dan objektif
.
Sehingga dimohonkan kepada pembaca agar terus melakukan penelitian lebih lanjut.(3)
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad. 1966. Hayy bin Yaqzan li Ibn Sina wa Ibn Tufail wa al-Suhrawardi. Kairo: Dar al-Ma'arif.
Anwar, Abu Hasan Ali bin Isma'il. 1999. Maqalat Islamiyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, terj. Rosihan al-Asy'ari. Bandung: Pustaka Setia.
Anwar, Rosihon. 2009. Pengantar Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia.
Al-‘Aridl, ‘Ali Hasan. 1992. Sejarah dan Metodologi Tafsir. Jakarta: Rajawali
Pers
Azra, Azyumardi dkk. 1993. Ensiklopedi Islam. Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve. Baharuddin. 2004. Paradigma Psikologi Islam Studi tentang Elemen Psikologi
dari al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Baidan, Nashiruddin. 2005. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Barbour, Ian G. 2002. Juru Bicara Tuhan, Antara Sains dan Agama, Terj. E.R.
Muhammad. Bandung: Mizan..
Bastaman, Hanna Djumhana. 2001. Integrasi Psikologi Dengan Islam Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Buccaile, Maurice. 1999. Bible, Qur'an dan Sains Modern, terj; H.M. Rasjidi.
Jakarta: Bulan Bintang.
(4)
Carrington, Hereward. 1973. The World of Psychic Research. New Jersey: A.S Barns
Al-Ghazali. t.th Ihya’ ‘Ulum Al-Din. Bairut: Dar Al-Kutub Al-Islamiy. Ghuzani, Mahdi. 1988. Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an. Bandung: Mizan. Hamka. 1982. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Handrianto, Budi. 2010. Islamisasi Sains Sebagai Upaya dalam Meislamkan Sains Barat Modern. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Hassan, Hassan Ibrahim. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.
Haught, John F. 2004. Perjumpaan Sains dan Agama; dari Konflik ke Dialog.
Bandung: Mizan.
Ibn Kathir, Imam Abu Fida Isma’il. 2005. Tafsir al-Qur’a>n al-‘Ad}i>m, Terj
Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Ichwan, Muhammad Nor. 2001. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang: Lubuk Raya.
al-Jauziyah, Ibn Qayyim. 1986. Kitab al-Ruh. Bairut: Dar al-Kitab al-'Arabi. al-Jauziyah, Ibn Qayyim. T.th. Raudah al-Muhibbin wa Nuzah al-Mushtaqin.
Kairo: Dar al-Fikr al-'Arabi.
Mas’ud, Abdurrahman dkk. Paradigma Pendidikan Islam. 2001. Yokyakarta:
Fak.Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar.
Mahmud, Abd Halim. 2006. Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
(5)
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Mubarok, Achmad. 2000. Jiwa dalam Al-Qur'an. Jakarta: Paramadina.
Muhyidin, Muhammad. 2005. Kecerdasan Jiwa: Rahasia Memahami dan Mengobati Sakit dalam Jiwa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mulkhan, Abdul Munir. 2005. Kesalehan Multikultural: Ber-Islam Secara Autentik-Kontekstual di Aras Peradaban Global. Jakarta: PSAP.
an-Naisabury, Imam al-Qusyairy. 2000. Risalatul Qusyairiyah Induk Ilmu Tasawuf. Surabaya: Risalah Gusti.
Najati, M. Uthman. 2002. Al-Dirasah al-Nafsaniyyah 'inda al-'Ulama', terj. al-Muslimin. Bandung: Pustaka Hidayah.
Nata, Abuddin. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nawawi, Hadari 1993. Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Norma Ahmad. 1997. Hakikat Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.. Nurbakhsy, Javad. 2001. Psikologi Sufi. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
Ostrander, Sheila and Schroeder. 1973. PSI Psychic Discoveries Behind the Iron Curtain .London: Sphere Books Lynn.
Othman, Ali Issa. 1981. Manusia Menurut al-Ghazali. Bandung: Pustaka Bandung.
Pranggono, Bambang. 2005. Percikan Sains dalam al-Qur’an: Menggali Inspirasi Ilmiah. Jakarta: Niaga Swadaya.
(6)
Shihab, M.Quraish. 1992. Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati. Sina, Ibn. 1952 Ahwa al-Nafs. Kaira: Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah.
Solihin, Mukhtar & Rosihon Anwar. 2005 Hakikat Manusia “Menggali Potensi
Kesadaran Pendidikan Diri, dan Psikologi Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara
Syafrudin. 2009. Paradigma Tafsir Tekstual & Kontekstual Usaha Memaknai Pesan Al-Qur’an. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Asy-Syahawi, Majdi Muhammad. 2006. Memanggil Ruh dan Menaklukan Jin
Bandung: Remaja Rosdakarya
Syahidin. 2009. Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an. Bandung: Alfabeta.
asy-Syarqawi, Muhammad ‘Abdullah. 2003. Sufisme dan Akal. Bandung: Pustaka
Hidayah.
Tasmara, Toto. 2001 Kecerdasan Ruhaniah: Transcendental Intelligence. Jakarta: Gema Insani.
Zammit, Victor James. 2002. A Lawyer Present the Case for The Afterlife. Wasinghton DC: Gammel Pty Ltd.