Konsep multiple intelligences dan aplikasinya dalam pembelajaran PAI SMP pada kurikulum 2013 ONENG NURUL BARIYAH

(1)

PENELITIAN INTERNAL DOSEN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

KONSEP MULTIPLE INTELLIGENCES

DAN APLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN PAI SMP PADA KURIKULUM 2013

TIM PENGUSUL

Ketua:

Dr.Oneng Nurul Bariyah, M.Ag Anggota:

Siti Rohmah, M.Pd

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2014


(2)

(3)

Daftar Isi ……….. iii

Abstrak……….. iv

BAB I PENDAHULUAN………..

A. Latar Belakang Masalah………

B. Permasalahan………

1.Identifikasi Masalah………

2.Pembatasan Masalah………

3.Perumusan masalah………

C. Tujuan penelitian………

D. Manfaat penelitian ………

E. Luaran Penelitian………..

1 1 3 4 4 4 4 4 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………

A. Konsep Multiple Intelligences ………

B.Pembelajaran Pendidikan Agama Islam……… 6 6 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN...

A. Jenis Penelitian……….

B. Metode Penelitian ………...

C. Sumber Data……… ……….

D. Teknik Pengumpulan Data……… ……….

E. Teknik Analisis Data………

F. Jadwal pelaksanaan………..

36 36 36 36 36 36 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………

A. Aplikasi Konsep Multiple Intelligences Dalam PAI di SMP……….. B. Model Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences

(Kecerdasan Majemuk)………...

38 38 47

BAB V PENUTUP………

A. Kesimpulan………

B. Saran-saran………..

52 52 53

DAFTAR PUSTAKA……….. 54


(4)

masalah penelitian adalah bahwa proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam saat ini lebih cenderung mementingkan aspek-aspek akademik cenderung memberikan tekanan pada perkembangan intelegensi hanya terbatas pada aspek kognitif, sehingga manusia telah dipersempit menjadi sekedar memiliki kecerdasan kognitif atau yang sering disebut IQ. Padahal, menurut Howard Gardner “People are born with certain amount of intelligences” bahwa seorang anak yang lahir memiliki berbagai macam kecerdasan multiple intelligences

(kecerdasan majemuk).

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aplikasi konsep multiple intelligences dalam pembelajaran PAI di SMP pada Kurikulum 2013. Data penelitian bersumber dari data pustaka karena penelitian ini merupakan Penelitian Kepustakaan (Library Research). Sumber data yang digunakan ada dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah kurikulum 2013 mata pelajaran PAI tingkat SMP & buku tentang konsep Multiple Intelligences. Adapun Data sekunder adalah berupa buku yang berbicara mengenai kecerdasan yang pernah di tulis oleh para ahli, bisa berupa majalah, jurnal, makalah, internet dan sebagainya yang mempunyai relevansi dengan judul penelitian. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk adalah sebgai berikut: Fase 1:Guru merencanakan suatu pendekatan pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku. Fase 2: Guru merencanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang ingin dicapai. Fase 3: Guru menentukan metode/teknik pembelajaran yang paling sesuai/cocok dengan kompetensi yang ingin dicapai. Kemudian Guru mengidentifikasi jenis kecerdasan yang paling dominan/efektif digunakan sesuai dengan teknik/metode yang digunakan. Fase 4: Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan meminta siswa untuk ikut berperan aktif dan bekerjasama mengenali dan mengoptimalkan jenis-jenis kecerdasan yang ada pada diri mereka. Fase 5: Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat . Fase 6: Guru mengevaluasi hasil belajar siswa tentang materi yang telah dipelajari, berupa tes, baik tes lisan, tes tertulis ataupun presentasi. Fase 7: Guru mencari cara atau metode untuk menghargai prestasi siswa baik upaya maupun hasil belajar siswa (Memberikan Reward/Penghargaan). Fase 8: Guru memberikan informasi tentang materi pertemuan selanjutnya dan menugaskan siswa untuk menuliskan ide-ide baru/pertanyaan-pertanyaan baru dalam jurnal harian siswa.


(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus-menerus. Hal tersebut sesuai dengan perintah Allah yang pertama kepada Nabi Muhammad yaitu membaca (QS.al-„Alaq:1). Membaca merupakan proses meningkatkan kecerdasan seseorang dalam menunjang keberhasilan pendidikannya.

Menurut Suparlan, kurikulum pendidikan di Indonesia menilai kecerdasan manusia terlalu sempit, manusia dianggap hanya memiliki satu kecerdasan yang dapat diukur yang disebut kecerdasan logika-matematika, sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur kecerdasan tersebut adalah tes IQ. Praktek-praktek pembelajaran di Indonesia yang masih mengandalkan pada cara-cara yang lama yang menganggap anak hanya perlu melaksanakan kewajiban yang telah digariskan oleh guru dan orang tua harus diubah. Pembelajaran satu arah, yang berorientasi pada keinginan guru dan kurikulum, dan cenderung sangat mengutamakan prestasi akademik saja perlu dikaji ulang, karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat.1 Tampaknya pendapat tersebut dapat diterima, karena kehidupan dan budaya masyarakat terus berkembang yang ditandai dengan banyaknya penemuan baru berkaitan dengan teknologi yang menopang kehidupan manusia.

Kecenderungan pembelajaran yang selalu menekankan pada prestasi akademik tersebut akan menghasilkan generasi muda yang kurang berinisiatif seperti menunggu instruksi, takut salah, malu mendahului yang lain, hanya ikut-ikutan, salah tetapi masih berani bicara (tidak bertanggung jawab), mudah

1

Suparlan. Mencerdaskan Kehlmidupan Bangsa, Dari Konsepsi Sampai Dengan Implementasi. (Yogyakarta: HLMikayat. 2004). hlm.7.


(6)

bingung karena kurang memiliki percaya diri, serta tidak peka terhadap lingkungannya. Di samping itu generasi demikian akan memiliki sifat-sifat yang tidak sabar, ingin cepat berhasil walaupun melalui jalan pintas, kurang menghargai proses, mudah marah sehingga banyak menimbulkan kerusuhan dan tawuran. Pendekatan di dalam pembelajaran yang sangat mementingkan aspek-aspek akademik cenderung memberikan tekanan pada perkembangan intelegensi hanya terbatas pada aspek kognitif, sehingga manusia telah dipersempit menjadi sekedar memiliki kecerdasan kognitif atau yang sering disebut IQ.

Howard Gardner memperkenalkan penelitiannya yang berkaitan dengan

multiple intelligences (kecerdasan majemuk). Gardner menyatakan bahwa People

are born with certain amount of intelligences bahwa seorang anak yang lahir memiliki berbagai macam kecerdasan.2 Gardner menghilangkan anggapan yang ada selama ini tentang kecerdasan manusia. Gardner menolak asumsi, bahwa kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan tunggal. Meskipun sebagian besar individu menunjukkan penguasaan seluruh spektrum kecerdasan, tetapi setiap individu memiliki tingkat penguasaan yang berbeda. Individu memiliki beberapa kecerdasan, dan kecerdasan itu bergabung manjadi satu kesatuan dan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi.3 Perbedaan kecerdasan yang dimiliki setiap individu melahirkan aktivitas yang berbeda-beda dalam kehidupan manusia. Dalam proses pendidikan, ada standar utama yang dapat dijadikan tolak ukur dalam penilaian keberhasilan seorang siswa. Namun, seorang guru pun harus memahami keberagaman tingkat kecerdasan yang dimiliki oleh siswa.

Dalam pendidikan, guru menginginkan siswanya berhasil. Seorang guru ketika memilih karir menjadi pendidik dan sebagai pendidik akan merasa puas jika dapat membuat perubahan dalam kehidupan generasi muda. Oleh karena itu, sudah seharusnya para guru tidak hanya menggunakan satu metode dalam pengajaran, guru dapat menggunakan berbagai macam variasi metode dan model pembelajaran yang berlainan disesuaikan dengan intelegensi peserta didik, sebab

2

Howard Gardner, Changing Minds (Massachusetts, USA, Harvard Business School Press, 2006), hlm 29

3


(7)

para peserta didik mempunyai intelegensi yang berbeda dan siswa akan lebih mudah belajar bila materi disajikan dengan cara yang sesuai dengan intelegensi mereka yang menonjol.

Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu bidang studi yang wajib dipelajari siswa di sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Perguruan Tinggi. Berdasarkan pengamatan penulis di beberapa sekolah SMP di Kecamatan Ciputat metode pengajaran PAI pada umumnya menggunakan metode ceramah dan praktik (untuk materi ibadah salat dan membaca al-Quran).4 Materi PAI secara garis besar meliputi bidang akidah, syari‟ah, akhlak, dan sejarah.

Keterbatasan metode pengajaran PAI yang dilaksanakan guru melahirkan siswa tidak memiliki kecerdasan majemuk. Artinya, siswa lebih memahami materi PAI secara teoritis dan sedikit yang bersifat praktis. Penilaian kemampuan siswa lebih menekankan pada aspek kognitif tidak pada aspek psikomotor. Akibatnya, tujuan pengajaran Agama Islam secara umum tidak tercapai dimana belum dapat merubah karakter siswa. Selain itu, pengukuran penilaian kemampuan siswa hanya menitikberatkan pada beberapa indicator dan kecerdasan.

Padahal, menurut teori Gardner bahwa siswa memiliki kecerdasan majemuk (multiple intellegences) sehingga seorang guru dapat menggunakan berbagai metode dalam menyampaikan pelajaran kepada anak-didik. Berdasarkan pemikiran tersebut, PAI sebagai salah satu bidang studi yang wajib dipelajari siswa semestinya juga dapat melahirkan berbagai kecerdasan anak didik. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa penting untuk mengkaji tentang Konsep Multiple Intellegence dan Aplikasinya dalam Pembelajaran PAI SMP. Pada penelitian ini materi PAI berdasarkan Pada Kurikulum 2013.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

4


(8)

1) Pembelajaran materi Akidah di SMP belum menerapkan pembelajaran berdasarkan kecerdasan majemuk?

2) Pembelajaran materi Fikih di SMP belum menerapkan pembelajaran berdasarkan kecerdasan majemuk?

3) Pembelajaran materi Akhlak di SMP belum menerapkan pembelajaran berdasarkan kecerdasan majemuk?

4) Pembelajaran materi Qur‟an Hadis di SMP belum menerapkan pembelajaran berdasarkan kecerdasan majemuk?

5) Pembelajaran materi Sejarah di SMP belum menerapkan pembelajaran berdasarkan kecerdasan majemuk?

2.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, Penelitian ini dibatasi pada : Konsep Multiple Intellegence dan Aplikasinya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP berdasarkan Kurikulum 2013 . Dalam penelitian ini akan dibatasi pada Konsep multiple intelligence berdasarkan konsep Howard Gardner.

2.Perumusan M asalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut : Bagaimana aplikasi konsep

Multiple Intelligences dalam pembelajaran PAI di SMP pada kurikulum 2013?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aplikasi konsep multiple

intelligences dalam pembelajaran PAI di SMP pada Kurikulum 2013.

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperkaya khazanah pemikiran dalam pendidikan agama Islam. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam


(9)

berbasis tuntutan zaman sesuai dengan perkembangan psikologi dan kecerdasan peserta didik.

3. Sebagai rujukan bagi guru dan praktisi pendidikan dalam menggali potensi kecerdasan peserta didik untuk mendesain pembelajaran sesuai dengan gaya belajar mereka.

E. Luaran Penelitian

Penelitian yang dilakukan melahirkan konsep tentang aplikasi multiple intelligences pada pengajarn Pendidikan Agama Islam di SMP pada kurikulum 2013. Tindak lanjut dari penelitian ini yaitu penyusunan buku tentang Pengajaran Agama Islam Berbasis Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences)


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Multiple Intelligence 1. Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan (inteligensi) merupakan salah satu dari beberapa gejala kejiwaan yang sulit dipahami. Padahal sudah tidak diragukan lagi, bagaimana peranannya dalam berbagai bidang kehidupan, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.5

Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, masalah kecerdasan merupakan salah satu masalah pokok, karena itu tidak mengherankan kalau masalah itu banyak dikupas orang, baik secara khusus maupun sambil lalu dalam pertautan dengan pengupasan yang lain.

Dalam pertautan dengan pengupasan yang lain,6Kecerdasan didefinisikan bermacam-macam. Para ahli, termasuk para psikolog, tidak semua sepakat dalam mendefinisikan arti kecerdasan. Karena, memang tidak mudah mendefinisikan kecerdasan. Bukan saja karena definisi kecerdasan itu berkembang sejalan dengan perkembangan ilmiah menyangkut studi kecerdasan dan sains-sains yang berkaitan dengan otak manusia, seperti, neurology atau neurobiology atau

neurosains, dan penekanannya. Namun, hal demikian terjadi juga karena

penekanan definisi kecerdasan tersebut sudah barang tentu akan sangat bergantung, pertama, pada pandangan dunia, filsafat manusia, dan filsafat ilmu yang mendasarinya; kedua, bergantung pada teori kecerdasan itu sendiri. Sebagai contoh, teori kecerdasan IQ sudah barang tentu akan berbeda dengan teori EQ dan SQ dalam mendefinisikan kecerdasan.7

Menurut Spearman (yang terkenal dengan teori Spearman), ada dua faktor pada kecerdasan, yaitu faktor umum dan faktor khusus. Faktor umum mendasari

5

Add. Rachlmman Abror. Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: Tiara Wacana. 1993). hlm 43

6

Sumadi Suryabrata. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT.RajaGrafindo. 1998), hlm 121 7


(11)

hampir semua perbuatan individu, sedang faktor khusus berfungsi dalam kegiatan-kegiatan tertentu yang khas.8

Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran inteligensi yang hidup antara tahun 1857 – 1911, bersama Theodore Simon mendefinisikan inteligensi terdiri dari tiga komponen yaitu:

a. Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan. b. Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah

dilaksanakan.

c. Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri.9

Pada tahun 1916 Lewis Madison Terman mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan seseorang untuk berfikir secara abstrak. Sedangkan H.H. Goddard pada tahun 1946 mendefinisikan kecerdasan sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang datang.10 Donald Sterner memberikan definisi tentang kecerdasan yaitu kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang sudah ada untuk memecahkan masalah-masalah baru; tingkat kecerdasan diukur dengan kecepatan memecahkan masalah.11 Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai "kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih ". Dengan kata lain, kecerdasan dapat bervariasi menurut konteksnya.12

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan itu merupakan kemampuan yang dimiliki setiap orang untuk

8

Nana Syaodihlm Sukmadinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 2005). hlm 93

9

Syaifuddin Azwar. Pengantar Psikologi Inteligensi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002). hlm.5

10

Ibid 11

HLMarry Alder. Boost Your Intelligense. (Jakarta: Erlangga. 2001). hlm.15

12

Colin Rose dan Malcolm J. Nichlmoll, Accelerated Learning For Thlme 21ST Century, (Bandung: Nuansa, 2006), hlm.58


(12)

memecahkan suatu masalah. Masalah yang dihadapi setiap orang berbeda berdasarkan kondisi sosial, ekonomi, serta pendidikan.

2. Teori Multiple Intellegence

1) Kecerdasan Intelektual (IQ)

Selama ini yang diketahui untuk mengetahui kecerdasan dikenal dengan IQ sebagai standar pertama dan utama kecerdasan kita. Semakin tinggi tes IQ seseorang, maka dia dikatakan memiliki kualitas kecerdasan intelektual yang tinggi, dan kemudian orang tersebut dipuji-puji sebagai orang "pintar" dan bahkan "brilian". Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tes IQ seseorang, semakin rendah pula derajat kecerdasan intelektualnya, dan kemudian dia dicap sebagai orang bodoh.

Cerdas-tidaknya otak seseorang , sepertinya hanya ditentukan melalui tes kecerdasan yang populer dengan sebutan School Aptitude Test (SAT). Ini mengantar manusia menuju dekade-dekade yang oleh Gardner disebut "cara berpikir IQ": "bahwa orang itu entah cerdas atau tidak terlahir secara demikian; bahwa tak ada banyak hal yang dapat Anda lakukan untuk mengubahnya; dan bahwa tes-tes itu dapat menunjukkan apakah Anda termasuk orang cerdas atau bukan".13 Pendapat tersebut tentu berbeda dengan dasar pemikiran dalam Islam bahwa setiap manusia diberi akal untuk berfikir. Namun, manusia memiliki keterbatasan dan hanya sedikit ilmu yang diketahui oleh manusia, disamping manusia itu sendiri memiliki kemampuan berbeda-beda.

Di berbagai sekolah dan perguruan tinggi, mahasiswa yang ber-IQ tinggi biasanya menduduki rangking tinggi dan sekaligus memperoleh prestasi akademis. Demikian pula dalam dunia kerja; mereka akan segera memperoleh pekerjaan yang menjanjikan selepas dari perguruan tinggi. Apalagi, banyak perusahaan besar telah lama melakukan semacam "nota kesepakatan" dengan perguruan tinggi bergengsi dalam rangka perekrutan lulusan-lulusan terbaik untuk bergabung ke dalam perusahaan.

13


(13)

Mata rantai itulah yang kemudian memperkuat persepsi dan citra di kalangan masyarakat luas bahwa orang yang ber-IQ tinggi akan mempunyai masa depan yang lebih cemerlang dan menjanjikan. Sampai-sampai hal itu merasuk kuat ke dalam ingatan kolektif masyarakat: Ber-IQ tinggi menjamin kesuksesan hidup; sebaliknya, ber-IQ sedang-sedang saja, apalagi rendah, begitu suram masa depanya.

2) Kecerdasan Emosional (EQ)

Istilah kecerdasan emosional baru dikenal secara luas pertengahan 90-an dengan diterbitkannya buku Daniel Goleman, Emotional Intelligence. Sebenarnya Goleman telah melakukan riset kecerdasan emosional ini lebih dari 10 tahun. Ia menunggu waktu sekian lama untuk mengumpulkan bukti ilmiah yang kuat. Sehingga saat Goleman mempublikasikan penelitiannya, Emotional Intelligence

mendapat sambutan positif baik dari akademisi maupun praktisi.14

Keterampilan kecerdasan emosional bekerja secara sinergi dengan keterampilan kognitif, orang-orang yang berprestasi tinggi memiliki keduanya. Makin kompleks pekerjaan, makin penting kecerdasan emosional. Emosi yang lepas kendali dapat membuat orang yang pandai menjadi bodoh.

Tanpa kecerdasan emosional, orang tidak akan mampu menggunakan kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum. Yang diperlukan untuk sukses dimulai dengan keterampilan intelektual, tetapi orang juga memerlukan kecerdasan emosional untuk memanfaatkan potensi bakat mereka secara penuh. Penyebab tercapainya potensi maksimum adalah karena ketidaksetabilan emosi.15

Kecerdasan emosional bukan merupakan lawan kecerdasan intelektual yang biasa dikenal dengan IQ, tetapi keduanya berinteraksi secara dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan di sekolah, tempat kerja, dan dalam

14

Agus Nggermanto, Quantum Quotient, (Bandung: Nuansa, 2005), hlm98

15

HLMamzahlm B.Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,2006), hlm69


(14)

berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Goleman (1995) mengungkapkan 5 (lima) wilayah kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :

a. Mengenali emosi diri

Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan.

b. Mengelola emosi

Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri.

c. Memotivasi diri

Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut : 1) cara mengendalikan dorongan hati; 2) derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; 3) kekuatan berfikir positif; 4) optimisme; dan 5) keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.


(15)

d. Mengenali emosi orang lain

Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.

e. Membina hubungan dengan orang lain

Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min al-naas". Pusat dari EQ adalah "qalbu". Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerjasama, memimpin dan melayani.

Keharusan memelihara hati agar tidak kotor dan rusak, sangat dianjurkan oleh lslam. Hati yang bersih dan tidak tercemar-lah yang dapat memancarkan EQ dengan baik. Di antara hal yang merusak hati dan memperlemah daya kerjanya adalah dosa. EQ berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan. Apabila petunjuk agama dijadikan panduan kehidupan, maka akan berdampak positif terhadap kecerdasan emosional. Begitu pula sebaliknya. Jika petunjuk agama tidak dijadikan panduan kehidupan, maka akan berdampak negatif terhadap kecerdasan emosional.

4) Kecerdasan Spritual (SQ)

Menurut Ary Ginanjar Agustian di dalam ESQ, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya, dan memiliki pola pemikiran tauhidi, serta berprinsip "hanya karena Allah".16

16

Ary Ginanjar Agustian, Rahlmasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ,, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001), hlm.57


(16)

SQ berbeda dengan IQ dan EQ. IQ adalah jenis kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah logika dan strategis. Sementara EQ adalah jenis kecerdasan yang memberi kita rasa empati, cinta, motivasi dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat.

Perlu ditegaskan bahwa secara harfiah SQ menumbuhkan otak manusiawi kita. SQ adalah kecerdasan yang mampu "menyalakan" kita. Dengan SQ, kita akan menjadi manusia seperti adanya sekarang dan memberikan kita potensi untuk "menyala" lagi – untuk tumbuh dan berubah serta menjalani lebih lanjut evolusi potensi manusiawi. Dengan SQ pula, kita bisa menjadi kreatif, luwes, berwawasan luas, atau spontan secara kreatif, untuk berhadapan dengan masalah eksistensial – yaitu saat secara pribadi kita merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masalah masa lalu akibat penyakit dan kesedihan. SQ-lah yang menjadikan kita sadar bahwa kita mempunyai masalah eksistensial. SQ akan membuat kita mampu mengatasinya; memberi kita suatu rasa yang "mendalam" menyangkut perjuangan hidup; pedoman kita di saat kita berada di "ujung". SQ adalah hati nurani kita, yang mampu membuat kita menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. SQ membantu kita menjalani hidup pada tingkatan makna yang lebih dalam; menghadapi masalah baik dan jahat, hidup dan mati, serta asal-usul sejati dari penderitaan dan keputusasaan manusia.17

Dari sudut psikologi memberi tahu kita bahwa ruang spiritual pun memiliki arti kecerdasan. Logika sederhananya: di antara manusia ada yang tidak cerdas secara spiritual, dengan ekspresi keberagamaannya yang monolitik, eksklusif, dan intoleran, yang sering kali berakibat pada kobaran konflik atas nama agama. Begitu juga sebaliknya, di antara manusia bisa juga ada orang yang cerdas secara spiritual sejauh orang itu mengalir dengan penuh kesadaran, dengan sikap jujur dan terbuka, inklusif, dan bahkan pluralis dalam beragama di tengah pluralitas agama.

17


(17)

5. Kecerdasan majemuk/ganda (Multiple Intelligences)

Menurut Howard Gardner bahwa kecerdasan itu meliputi beberapa macam, yaitu:18 (1) kecerdasan linguistic-verbal / linguistic intelligence (2) kecerdasan logika-matematik / logical mathematical intelligence (3) kecerdasan visual-spasial / spatial intelligence , (4) kecerdasan ritmik-musik / musical intelligence, (5) kecerdasan kinestetis / Bodily-Kinesthetic intelligence, (6) kecerdasan sosial /

interpersonalintelligence , (7) kecerdasan Diri Pribadi / intrapersonal intelligence

(8) kecerdasan naturalis.

a. Kecerdasan Linguistic-Verbal19

Kecerdasan ini berupa kemampuan untuk menyusun pikirannya dengan jelas juga mampu mengungkapkan pikiran dalam bentuk kata-kata seperti berbicara, menulis, dan membaca. Orang dengan kecerdasan verbal ini sangat cakap dalam berbahasa, menceriterakan kisah, berdebat, berdiskusi, melakukan penafsiran, menyampaikan laporan dan berbagai aktivitas lain yang terkait dengan berbicara dan menulis. Kecerdasan ini sangat diperlukan pada profesi pengacara, penulis, penyiar radio/televisi, editor, guru.

Lebih jelasnya kecerdasan ini memiliki ciri-ciri kemampuan sebagai berikut. 1. Mampu membaca, mengerti apa yang dibaca.

2. Mampu mendengar dengan baik dan memberikan respons dalam suatu komunikasi verbal.

3. Mampu menirukan suara, mempelajari bahasa asing, mampu membaca karya orang lain.

4. Mampu menulis dan berbicara secara efektif.

5. Tertarik pada karya jurnalism, berdebat, pandai menyampaikan cerita atau melakukan perbaikan pada karya tulis.

6. Mampu belajar melalui pendengaran, bahan bacaan, tulisan dan melalui diskusi, ataupun debat.

18

Howard Gardner, Multiple Intelleigence, Intelleigence Reframed for the 21st (New York, USA: Basic Books, 1999), h.43-48; Paul Suparno, Teori Intelligensi Ganda Dan Aplikasinya Di Sekolahlm, (Jakarta : Kanisius, 2004), hlm 15.

19


(18)

7. Peka terhadap arti kata, urutan, ritme dan intonasi kata yang diucapkan.

8. Memiliki perbendaharaan kata yang luas, suka puisi, dan permainan kata.

Profesi: pustakawan, editor, penerjemah, jurnalis, tenaga bantuan hukum, pengacara, sekretaris, guru bahasa, orator, pembawa acara di radio / TV, dan sebagainya.

b. Kecerdasan Logika-Matematik

Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan angka-angka dan bilangan, berpikir logis dan ilmiah, adanya konsistensi dalam pemikiran. Seseorang yang cerdas secara logika-matematika seringkali tertarik dengan pola dan bilangan/angka-angka. Mereka belajar dengan cepat operasi bilangan dan cepat memahami konsep waktu, menjelaskan konsep secara logis, atau menyimpulkan informasi secara matematik.

Kecerdasan ini amat penting karena akan membantu mengembangkan keterampilan berpikir dan logika seseorang. Dia menjadi mudah berpikir logis karena dilatih disiplin mental yang keras dan belajar menemukan alur piker yang benar atau tidak benar. Di samping itu juga kecerdasan ini dapat membantu menemukan cara kerja, pola, dan hubungan, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, mengklasifikasikan dan mengelompokkan, meningkatkan pengertian terhadap bilangan dan yang lebih penting lagi meningkatkan daya ingat.

Lebih jelasnya kecerdasan ini memiliki ciri-ciri kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal dan mengerti konsep jumlah, waktu dan prinsip sebab-akibat. 2. Mampu mengamati objek dan mengerti fungsi dari objek tersebut. 3. Pandai dalam pemecahan masalah yang menuntut pemikiran logis.

4. Menikmati pekerjaan yang berhubungan dengan kalkulus, pemograman komputer, metode riset.


(19)

5. Berpikir secara matematis dengan mengumpulkan bukti-bukti, membuat hipotesis, merumuskan dan membangun argumentasi kuat.

6. Tertarik dengan karir di bidang teknologi, mesin, teknik, akuntansi, dan hukum.

7. Menggunakan simbol-simbol abstrak untuk menjelaskan konsep dan objek yang konkret.

Profesi: auditor, akuntan, ilmuwan, ahli statistik, analisis / programer komputer, ahli ekonomi, teknisi, guru IPA / Fisika, dan sebagainya.

c. Kecerdasan Spasial-Visual

Kecerdasan ini ditunjukkan oleh kemampuan seseorang untuk melihat secara rinci gambaran visual yang terdapat di sekitarnya. Seorang seniman dapat memiliki kemampuan persepsi yang besar. Bila mereka melihat sebuah lukisan, mereka dapat melihat adanya perbedaan yang tampak di antara goresan-goresan kuas, meskipu orang lain tidak mampu melihatnya.

Dengan mengamati sebuah foto, seorang fotografer dapat membuat analisis mengenai kelemahan atau kekuatan dari foto tersebut seperti arah datangnya cahaya, latar belakang, dan sebagainya, bahkan mereka dapat memberi jalan keluar bagaimana seandainya foto itu ditingkatkan kualitasnya.

Kecerdasan ini sangat dituntut pada profesi-profesi seperti fotografer, seniman, navigator, arsitek. Pada orang-orang ini dituntut untuk melihat secara tepat gambaran visual dan kemudian member arti terhadap gambaran tersebut.

1. Lebih jelasnya kecerdasan ini memiliki ciri-ciri kemampuan sebagai berikut.

2. Senang mencoret-coret, menggambar, melukis dan membuat patung.

3. Senang belajar dengan grafik, peta, diagram, atau alat bantu visual lainnya.


(20)

4. Kaya akan khayalan, imaginasi dan kreatif.

5. Menyukai poster, gambar, film dan presentasi visual lainnya. 6. Pandai main puzzle, mazes dan tugas-lugas lain yang berkaitan

dengan manipulasi.

7. Belajar dengan mengamati, melihat, mengenali wajah, objek, bentuk, dan warna.

8. Menggunakan bantuan gambar untuk membantu proses mengingat.

Profesi: insinyur, surveyor, arsitek, perencana kota, seniman grafis, desainer interior, fotografer, guru kesenian, pilot, pematung, dan sebagainya.

d. Kecerdasan Ritmik-Musik

Kecerdasan ritmik-musikal adalah kemampuan seseorang untuk menyimpan nada di dalam benaknya, untuk mengingat irama, dan secara emosional terpengaruh oleh musik. Kecerdasan musikal merupakan suatu alat yang potensial karena harmoni dapat merasuk ke dalam jiwa seseorang melalui tempat-tempat yang tersembunyi di dalam jiwa (Plato). Musik dapat membantu seseorang mengingat suatu gerakan tertentu, perhatikan seseorang atau sekelompok orang yang sedang menari atau berolahraga senam ritmik mesti selalu disertai dengan alunan musik.

Banyak pakar berpendapat bahwa kecerdasan musik merupakan kecerdasan pertama yang harus dikembangkan dilihat dari sudut pandang biologi (saraf) kekuatan musik, suara dan irama dapat menggeser pikiran, member ilham, meningkatkan ketakwaan, meningkatkan kebanggaan nasional dan mengungkapkan kasih sayang untuk orang lain.

Kecerdasan musikal dapat memberi nilai positip bagi siswa karena: (a) meningkatkan daya kemampuan mengingat; (c) meningkatkan prestasi/kecerdasan; (c) meningkatkan kreativitas dan imajinasi.


(21)

Suatu studi yang dikutip oleh May Lim (2008) menunjukkan bahwa sekelompok siswa yang kepadanya diperdengarkan musik selama delapan bulan mengalami peningkanan dalam IQ spatial sebesar 46% sementara kelompok kontrol yang tidak diperdengarkan musik hanya meningkat 6%.Mungkin sering kita melihat ada siswa atau orang yang lebih suka belajar bila ada musik yang diperdengarkan (Gaya belajar auditory). Pada orang ini informasi akan lebih mudah tersimpan di dalam memorinya , karena mereka mampu mengoasiasikan irama musik dengan informasi pengetahuan yang mereka baca meskipun kadang-kadang mereka tidak menyadarinya.

Lebih jelasnya kecerdasan ini memiliki ciri-ciri kemampuan sebagai berikut.

1. Menyukai banyak jenis alat musik dan selalu tertarik untuk memainkan alat musik.

2. Mudah mengingat lirik lagu dan peka terhadap suara-suara. 3. Mengerti nuansa dan emosi yang terkandung dalam sebuah

lagu.

4. Senang mengumpulkan lagu, baik CD, kaset, atau lirik lagu. 5. Mampu menciptakan komposisi musik.

6. Senang improvisasi dan bermain dengan suara. 7. Menyukai dan mampu bernyanyi.

8. Tertarik untuk terjun dan menekuni musik, baik sebagai penyanyi atau pemusik.

9. Mampu menganalisis / mengkritik suatu musik.

Profesi: DJ, musikus, pembuat instrumen, tukang stem piano, ahli terapi musik, penulis lagu, insinyur studio musik, dirigen orkestra, penyanyi, guru musik, penulis lirik lagu, dan sebagainya.

e. Kecerdasan Kinestetik

Kecerdasan ini ditunjukkan oleh kemampuan seseorang untuk membangun hubungan yang penting antara pikiran dengan tubuh, yang memungkin tubuh untuk memanipulasi objek atau menciptakan


(22)

gerakan. Secara biologi ketika lahir semua bayi dalam keadaan tidak berdaya, kemudian berangsur-angsur berkembang dengan menunjukkan berbagai pola gerakan, tengkurap, “berangkang”, berdiri, berjalan, dan kemudian berlari, bahkan pada usia remaja berkembang kemampuan berenang dan akrobatik.

Kecerdasan ini amat penting karena bermanfaat untuk (a) meningkatkan kemampuan psikomotorik, (b) meningkatkan kemampuan sosial dan sportivitas, (c) membangun rasa percaya diri dan harga diri dan sudah barang tentu (d) meningkatkan kesehatan.

Lebih jelasnya kecerdasan ini memiliki ciri-ciri kemampuan sebagai berikut.

1. Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara trampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran, perasaan, dan mampu bekerja dengan baik dalam menangani objek.

2. Memiliki kontrol pada gerakan keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak.

3. Menyukai pengalaman belajar yang nyata seperti field trip, role play, permainan yang menggunakan fisik.

4. Senang menari, olahraga dan mengerti hidup sehat.

5. Suka menyentuh, memegang atau bermain dengan apa yang sedang dipelajari.

6. Suka belajar dengan terlibat secara langsung, ingatannya kuat terhadap apa yang dialami atau dilihat.

Profesi: ahli terapi fisik, ahli bedah, penari, aktor, model, ahli mekanik/montir, tukang bangunan, pengrajin, penjahit, penata tari, atlet profesional, dan sebagainya.

f. Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan ini berkait dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Pada saat berinteraksi dengan orang lain, seseorang harus dapat memperkirakan perasaan, temperamen,


(23)

suasana hati, maksud dan keinginan teman interaksinya, kemudian memberikan respon yang layak. Orang dengan kecerdasan Interpersonal memiliki kemampuan sedemikian sehingga terlihat amat mudah bergaul, banyak teman dan disenangi oleh orang lain. Di dalam pergaulan mereka menunjukkan kehangatan, rasa persahabatan yang tulus, empati. Selain baik dalam membina hubungan dengan orang lain, orang dengan kecerdasan ini juga berusaha baik dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan perselihanan dengan orang lain.

Kecerdasan ini amat penting, karena pada dasarnya kita tidak dapat hidup sendiri (No man is an Island). Orang yang memiliki jaringan sahabat yang luas tentu akan lebih mudah menjalani hidup ini. Seorang yang memiliki kecerdasan “bermasyarakat” akan (a) mudah menyesuaikan diri, (b) menjadi orang dewasa yang sadar secara sosial, (b) berhasil dalam pekerjaan.

Lebih jelasnya kecerdasan ini memiliki ciri-ciri kemampuan sebagai berikut :

1. Memiliki interaksi yang baik dengan orang lain, pandai menjalin hubungan sosial.

2. Mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku, dan harapan orang lain.

3. Memiliki kemampuan untuk memahami orang lain dan berkomunikasi dengan efektif, baik secara verbal maupun non-verbal.

4. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kelompok yang berbeda, mampu menerima umpan balik yang disampaikan orang lain, dan mampu bekerja sama dengan orang lain.

5. Mampu berempati dan mau mengerti orang lain. 6. Mau melihat sudut pandang orang lain.


(24)

Profesi: administrator, manager, kepala sekolah, pekerja bagian personalia / humas, penengah, ahli sosiologi, ahli antropologi, ahli psikologi, tenaga penjualan, direktur sosial, CEO, dan sebagainya. g. Kecerdasan Intrapersonal.

Oliver Wendell Holmes berpendapat: Apa yang didepan dan apa yang ada di belakang kita adalah hal yang kecil dibandingkan dengan apa yang ada di dalam diri kita. Inilah kira-kira pandangan yang dianut oleh orang yang memiliki kecerdasan intrapersonal ini. Kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan yang menyangkut kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri dan bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri.

Orang-orang dengan kecerdasan ini selalu berpikir dan membuat penilaian tentang diri mereka sendiri, tentang gagasan, dan impiannya. Mereka juga mampu mengendalikan emosis mereka untuk membimbing dan memperkaya dan memperluas wawasan kehidupan mereka sendiri.

Lebih jelasnya kecerdasan ini memiliki ciri-ciri kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal emosi diri sendiri dan orang lain, serta mampu menyalurkan pikiran dan perasaan.

2. Termotivasi dalam mengejar tujuan hidup.

3. Mampu bekerja mandiri, mengembangkan kemampuan belajar yang berkelanjutan dan mau meningkatkan diri.

4. Mengembangkan konsep diri dengan baik.

5. Tertarik sebagai konselor, pelatih, filsuf, psikolog atau di jalur spiritual.

Tertarik pada arti hidup, tujuan hidup dan relevansinya dengan keadaaan saat ini.

6. Mampu menyelami / mengerti kerumitan dan kondisi manusia.

Profesi: ahli psikologi, ulama, ahli terapi, konselor, ahli teknologi, perencana program, pengusaha, dan sebagainya.


(25)

h. Kecerdasan Naturalis.

Kemampuan untuk mengenali dan mengelompokkan serta menggambarkan berbagai macam keistimewaan yang ada di lingkungannya. Beberapa pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan naturalis ini adalah ahli biologi atau ahli konservasi lingkungan.

Kecerdasan naturalis ini berkaitan dengan wilayah otak bagian kiri, yakni bagian yang peka terhadap pengenalan bentuk atau pola kemampuan membedakan dan mengklasifikasikan sesuatu. Jika anak dengan mudah dapat menandai pola benda-benda alam, dan mengingat benda-benda alam yang ada di sekitarnya, maka anak dapat dikatakan memiliki kecerdasan naturalis tinggi.

Lebih jelasnya kecerdasan ini memiliki ciri-ciri kemampuan sebagai berikut.

1. Suka mengamati, mengenali, berinteraksi, dan peduli dengan objek alam, tanaman atau hewan.

2. Antusias akan lingkungan alam dan lingkungan manusia. 3. Mampu mengenali pola di antara spesies.

4. Senang berkarir di bidang biologi, ekologi, kimia, atau botani. 5. Senang memelihara tanaman, hewan.

6. Suka menggunakan teleskop, komputer, binocular, mikroskop untuk mempelajari suatu organisme.

7. Senang mempelajari siklus kehidupan flora dan fauna.

8. Senang melakukan aktivitas outdoor, seperti: mendaki gunung, scuba diving (menyelam).

Profesi: dokter hewan, ahli botani, ahli biologi, pendaki gunung, pengurus organisasi lingkungan hidup, kolektor fauna / flora, penjaga museum zoologi / botani dan kebun binatang, dan sebagainya.


(26)

B. Pembelajaran PAI

1. Pengertian Pembelajaran PAI

Pembelajaran adalah proses interaksi antar Peserta Didik, antara Peserta Didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pendidikan agama Islam adalah organisasi masyarakat yang memberi pengaruh aktivitasnya bagi keluarga dan lembaga sekolah, dalam upaya mengembangkan potensi anak didik, baik dari aspek jasmani, akal, maupun akhlak. Dengan demikian, memungkinkan anak didik dapat hidup sesuai dengan perkembangan lingkungan di mana dia berada.20

Omar Muhammad Al-Toumy al-Syaebany mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan. Usaha melakukan perubahan ini harus dilandasi oleh nilai-nilai islami, yakni Qur'an dan Sunnah Nabi.21

Di dalam GBPP pendidikan agama Islam di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.22

Dari beberapa pendapat para ahli tentang pendidikan agama Islam di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar, sistematis dan pragmatis berupa bimbingan, latihan dan asuhan yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak didik yang sesuai dengan ajaran Islam untuk mencapai kebahagian di dunia dan akhirat.

Jadi dapat diambil suatu pengertian bahwa pembelajaran pendidikan agama Islam adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu di mana terdapat unsur manusiawi, material, fasilitas, prosedur dan perlengkapan yang saling

20

Ibid., 93

21

Sama'un Bakry, Menggagas Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Bani Qurasy, 2005), hlm 10

22


(27)

mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam juga bertujuan untuk memperoleh perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dangan lingkungannya agar tercipta suasana dan kondisi belajar yang kondusif bagi siswa sehingga siswa bergairah dan aktif belajar dalam rangka memperoleh hasil yang maksimal yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak didik yang sesuai dengan ajaran Islam.

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:

1. mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik;

2. sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;

3. mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;

4. memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan;

5. kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar matapelajaran;

6. kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;


(28)

7. kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai berikut:

1) pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama;

2) pola pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-lingkungan alam, sumber/media lainnya);

3) pola pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet); 4) pola pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin

diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains); 5) pola belajar kelompok (berbasis tim);

6) pola pembelajaran berbasis alat multimedia;

7) pola pembelajaran berbasis kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik;

8) pola pembelajaran pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan

9) pola pembelajaran kritis.

Prinsip pembelajaran yang digunakan sebagai berikut: 1. dari pesertadidik diberi tahu menuju pesertadidik mencari tahu;

2. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajarmenjadi belajar berbasis aneka sumber belajar;

3. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah;

4. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; 5. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;


(29)

6. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;

7. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;

8. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills);

9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;

10. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan(ing

ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan

mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);

11. pembelajaranyang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; 12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa

saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas.

13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan

14. Pengakuan atas perbedaan individualdan latar belakang budaya peserta didik.

2.Kompetensi Inti (KI) & Kompensi Dasar (KD) PAI tingkat SMP

KELAS: VII K.1

1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya ; Kompetensi Dasar.1

1.1 Menghayati Al-Quran sebagai implementasi dari pemahaman rukun iman. 1.2 Beriman kepada Allah SWT

1.3 Beriman kepada malaikat Allah SWT

1.4 Menerapkan ketentuan bersuci dari hadas kecil dan hadas besar berdasarkan syariat Islam

1.5 Menunaikan shalat wajib berjamaah sebagai implementasi dari pemahaman rukun Islam


(30)

1.6 Menunaikan shalat Jumat sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Jumu„ah (62): 9

1.7 Menunaikan shalat jamak qasar ketika bepergian jauh (musafir) sebagai implementasi dari pemahaman ketaatan beribadah

KI.2

2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya;

KD.2

2.1 Menghargai perilaku jujur sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Baqarah (2): 42 dan hadis terkait

2.2 Menghargai perilaku hormat dan patuh kepada orang tua dan guru sebagai implementasi dari Q.S. Al-Baqarah (2): 83 dan hadis terkait

2.3 Menghargai perilaku empati terhadap sesama sebagai implementasi dari Q.S. al-Nisa (4): 8 dan hadis terkait

2.4 Menghargai perilaku ikhlas, sabar, dan pemaaf sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. al-Nisa (4):146, Q.S. Al Baqarah (2):153, dan Q.S. Ali Imran (3): 134, dan hadis terkait

2.5 Menghargai perilaku amanah sebagai implementasi dari Q.S. Al-Anfal (8): 27 dan hadis terkait

2.6 Menghargai perilaku istiqamah sebagai implementasi dari pemahaman QS Al-Ahqaf (46): 13 dan hadis terkait

2.7 Menghargai perilaku semangat menuntut ilmu sebagai implementasi dari pemahaman sifat Allah (Al-‟Alim, al-Khabir, as-Sami‟, dan al-Bashir) dan Q.S. Al-Mujadilah (58): 11 dan Q.S. al-Rahman (55):33 serta hadis terkait 2.8 Meneladani perjuangan Nabi Muhammad SAW periode Mekah dan Madinah 2.9 Meneladani sikap terpuji khulafaurrasyidin


(31)

KI.3

3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata ;

KD.3

3.1 Memahami makna al-Asmaul-Husna: Al-‟Alim, al-Khabir, al-Sami‟, dan al -Bashir

3.2 Memahami makna iman kepada malaikat berdasarkan dalil naqli

3.3 Memahami kandungan Q.S. Al- Mujadilah (58): 11 dan Q.S. al-Rahman (55): 33 serta hadits terkait tentang menuntut ilmu.

3.4 Memahami makna empati terhadap sesama sesuai kandungan Q.S. An-Nisa (4): 8 dan hadis terkait

3.5 Memahami kandungan Q.S. al-Nisa (4) : 146, Q.S. Al-Baqarah (2): 153, dan Q.S. Ali Imran (3): 134 serta hadis terkait tentang ikhlas, sabar, dan pemaaf 3.6 Memahami makna amanah sesuai kandungan Q.S. Al-Anfal (8): 27 dan hadis

terkait

3.7 Memahami istiqamah sesuai kandungan Q.S. Al-Ahqaf (46): 13 dan hadis terkait

3.8 Memahami ketentuan bersuci dari hadas besar berdasarkan ketentuan syari‟at Islam

3.9 Memahami ketentuan shalat berjamaah 3.10 Memahami ketentuan shalat Jumat 3.11 Memahami ketentuan shalat Jamak Qasar

3.12 Memahami sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW periode Mekah 3.13 Memahami sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW periode Madinah 3.14 Mengetahui sikap terpuji khulafaurrasyidin

KI.4

4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak


(32)

(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori ;

KD.4

4.1 Menyajikan contoh perilaku yang mencerminkan orang yang meneladani al-Asmaul-Husna: Al-‟Alim, al-Khabir, al-Sami‟, dan al-Bashir.

4.2 Menyajikan contoh perilaku yang mencerminkan iman kepada malaikat. 4.3.1 Membaca Q.S. Al- Mujadilah (58):11, Q.S. Rahman (55): 33, Q.S.

al-Nisa (4): 146, Q.S. Al-Baqarah (2): 153, dan Q.S. Ali Imran (3): 134 dengan tartil

4.3.2 Menunjukkan hafalan Q.S. Al- Mujadilah (58): 11, Q.S. al-Rahman (55): 33, Q.S. al-Nisa (4):146, QS. Al Baqarah (2):153, dan Q.S. Ali Imran (3): 134 dengan lancar.

4.4 Mencontohkan perilaku empati terhadap sesama sesuai kandungan QS An-Nisa (4): 8 dan hadis terkait

4.5.1 Membaca Q.S.al-Nisa (4): 146, Q.S. Al-Baqarah (2): 153, dan Q.S. Ali Imran (3): 134 dengan tartil

4.5.2 Menunjukkan hafalan Q.S. al-Nisa (4):146, QS. Al Baqarah (2):153, dan Q.S. Ali Imran (3): 134 dengan lancar

4.6 Mencontohkan perilaku amanah sesuai kandungan Q.S. Al-Anfal (8): 27 dan hadis terkait

4.7 Mencontohkan perilaku istiqamah sesuai kandungan QS. Al-Ahqaf (46): 13 dan hadis terkait

4.8 Mempraktikkan tata cara bersuci dari hadas besar 4.9 Mempraktikkan shalat berjamaah

4.10 Mempraktikkan shalat Jumat

4.11 Mempraktikkan shalat jamak dan qasar

4.12 Menyajikan strategi perjuangan yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. periode Mekah


(33)

4.13 Menyajikan strategi perjuangan yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. periode Madinah

4.14 Mencontohkan perilaku terpuji dari khulafaurrasyidin

KELAS: VIII KI.1

1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya ; KD.1

1.1 Menghayati Al-Quran sebagai implementasi dari pemahaman rukun iman. 1.2 Meyakini Kitab suci Al-Quran sebagai pedoman hidup sehari-hari

1.3 Meyakini Nabi Muhammad SAW sebagai nabi akhir zaman 1.4 Menunaikan shalat sunnah

1.5 Menerapkan ketentuan sujud syukur, sujud tilawah dan sujud syahwi berdasarkan syariat Islam

1.6 Menunaikan puasa Ramadhan dan puasa sunnah sebagai implementasi dari pemahaman rukun Islam

1.7 Menerapkan ketentuan syariat Islam dalam mengonsumsi makanan yang halal dan bergizi

KI.2

Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya ;

KD.2

2.1 Menghargai perilaku jujur sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Maidah (5): 8 dan hadits terkait

2.2 Menghargai perilaku hormat dan patuh kepada orang tua dan guru sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. al-Nisa (4): 36 dan hadits terkait


(34)

2.3 Menghargai perilaku gemar beramal saleh dan berbaik sangka kepada sesama sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-„Ashr (103): 2-3, Q.S. Al-Hujurat (49): 12 dan hadits terkait

2.4 Menghargai perilaku rendah hati, hemat, dan hidup sederhana sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al Furqan (25): 63, Q.S. Al Isra‟(17): 27 dan hadits terkait

2.5 Menghargai perilaku mengonsumsi makanan dan minuman yang halal dan bergizi dalam kehidupan sehari-hari sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. al-Nahl (16): 114 dan hadits terkait

2.6 Menghargai perilaku menghindari minuman keras, judi, dan pertengkaran sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Maidah (5): 90–91 dan 32 serta hadits terkait.

2.7 Menghargai perilaku semangat menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan sebagai implementasi dari pemahaman sifat Allah (Al-‟Alim, al-Khabir, as-Sami‟, dan al-Bashir) dan Q.S. Al-Mujadilah (58): 11 dan al-Rahman (55): 33 serta hadits terkait

2.8 Meneladani semangat ilmuwan muslim dalam menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari

KI.3

Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata ;

KD.3

3.1 Memahami makna Q.S. Al-Furqan (25): 63 dan Q.S. Al Isra‟(17) : 27 serta hadits terkait

3.2 Memahami makna Q.S. al-Nahl (16):114 serta hadits terkait

3.3 Memahami makna Q.S. Al-Maidah (5): 90–91 dan 32 serta hadits terkait 3.4 Memahami makna beriman kepada Kitab-kitab Allah Swt


(35)

3.6 Memahami hikmah shalat sunnah berjamaah dan munfarid 3.7 Memahami hikmah sujud syukur, sujud sahwi, dan sujud tilawah 3.8 Memahami hikmah puasa wajib dan sunnah

3.9 Memahami hikmah penetapan makanan dan minuman yang halal dan haram berdasarkan Al-Quran dan Hadits

3.10 Memahami sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan sampai masa Umayah dan masa Abbasiyah

KI.4

Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

KD.4

4.1.1 Membaca Q.S. Al Furqan (25): 63 dan Al-Isra‟(17): 27 dengan tartil

4.1.2 Menunjukkan hafalan Q.S. Al-Furqan (25) ayat 63 dan Al-Isra‟(17): 27 serta Hadits terkait

4.2.1 Membaca Q.S. An Nahl (16): 114 dengan tartil

4.2.2 Menunjukkan hafalan Q.S. An Nahl (16): 114 serta Hadits terkait 4.3.1 Membaca Q.S. Al-Maidah (5): 90–91 dan32 dengan tartil

4.3.2 Menunjukkan hafalan Q.S. Al-Maidah (5): 90–91 dan32 serta Hadits terkait 4.4 Menyajikan dalil naqli tentang beriman kepada Kitab-kitab Allah Swt

4.5 Menyajikan dalil naqli tentang iman kepada Rasul Allah Swt 4.6.1 Memahami hikmah shalat sunnah berjamaah dan munfarid 4.6.2 Mempraktikkan shalat sunnah berjamaah dan munfarid 4.7 Mempraktikkan sujud syukur, sujud sahwi, dan sujud tilawah

4.8 Melaksanakan puasa wajib dan puasa sunnah sebagai implementasi dari pemahaman hikmah puasa wajib dan puasa sunnah


(36)

4.10 Merekonstruksi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan sampai masa Umayah dan masa Abbasiyah untuk kehidupan sehari-hari

KELAS IX KI.1

1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya KD.1

1.1 Menghayati Al-Quran sebagai implementasi dari pemahaman rukun iman 1.2 Beriman kepada Hari Akhir

1.3 Beriman kepada Qadha dan Qadar

1.4 Menerapkan ketentuan syariat Islam dalam pelaksanaan penyembelihan hewan 1.5 Menunaikan ibadah qurban dan aqiqah sebagai implementasi dari surah

al-Kautsar

KI.2

Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya

KD.2

2.1 Menghargai sikap optimis, ikhtiar, dan tawakal sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. al-Zumar (39): 53; Q.S. al-Najm (53): 39-42; Q.S. Ali Imran (3): 159 dan hadits terkait.

2.2 Menghargai perilaku toleran dan menghargai perbedaan dalam pergaulan di sekolah dan masyarakat sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Hujurat (49): 13 dan hadits terkait.

2.3 Menghargai perilaku jujur dalam kehidupan sehai-hari sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Ali Imran (3): 77; Q.S. Al-Ahzab (33): 70 dan hadits terkait.


(37)

2.4 Menghargai perilaku hormat dan taat kepada orang tua da guru sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al- Isra (17): 23 dan Q.S. Luqman (31): 14 dan hadits terkait.

2.5 Menghargai perilaku yang mencerminkan tata krama, sopan-santun, dan rasa malu sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al- Baqarah (2): 83 dan hadits terkait.

2.6 Menghargai sikap empati, peduli, dan gemar menolong kaum dhuafa sebagai implementasi dari pemahaman makna ibadah qurban dan aqiqah

2.7 Menghargai sikap mawas diri sebagai implementasi dari pemahaman iman kepada Hari Akhir

2.8 Menghargai sikap tawakal kepada Allah sebagai implementasi dari pemahaman iman kepada Qadha dan Qadar

KI.3

Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata

KD.3

3.1 Memahami Q.S. al-Zumar (39): 53; Q.S. al-Najm (53):39-42; dan Q.S. Ali Imran (3): 159 serta hadits terkait tentang optimis, ikhtiar, dan tawakal serta hadits terkait.

3.2 Memahami Q.S. Al-Hujurat (49): 13 tentang toleransi dan menghargai perbedaan dan haditst terkait.

3.3 Memahami Q.S. Ali Imran (3): 77 dan Q.S. Al-Ahzab (33): 70 serta hadits terkait tentang perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari.

3.4 Memahami Q.S. Al- Isra (17): 23 dan Q.S. Luqman (31): 14 dan hadits terkait tentang perilaku hormat dan taat kepada orang tua dan guru.

3.5 Memahami Q.S. Al- Baqarah (2): 83 dan hadits terkait tentang tata krama, sopan-santun, dan rasa malu.


(38)

3.6 Memahami makna iman kepada hari Akhir berdasarkan pengamatan terhadap dirinya, alam sekitar, dan makhluk ciptaan Nya.

3.7 Memahami makna iman kepada Qadha dan Qadar berdasarkan pengamatan terhadap dirinya, alam sekitar dan makhluk ciptaan-Nya

3.8 Memahami ketentuan penyembelihan hewan dalam Islam 3.9 Memahami hikmah qurban dan aqiqah

3.10 Memahami ketentuan haji dan umrah

3.11 Memahami sejarah perkembangan Islam di Nusantara

KI.4

4. Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

KD.4

4.1.1 Membaca Q.S. al-Zumar (39): 53; Q.S. al-Najm (53): 39-42, dan Q.S. Ali Imran (3): 159 sesuai dengan kaedah tajwid dan makhrajul huruf

4.1.2 Menunjukkan hafalan Q.S. al-Zumar (39): 53; Q.S. al-Najm (53): 39-42, dan Q.S. Ali Imran (3): 159

4.2.1 Membaca QS. Al Hujurat (49) : 13 sesuai dengan kaedah tajwid dan makhrajul huruf

4.2.2 Menunjukkan hafalan QS. Al Hujurat (49) : 13

4.3 Menyajikan contoh perilaku jujur dalam kehidupan sehai-hari sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Ali Imran (3): 77; Q.S. Al-Ahzab (33): 70 dan hadits terkait

4.4 Menyajikan contoh perilaku hormat dan taat kepada orang tua da guru sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al- Isra (17): 23 dan Q.S. Luqman (31): 14 dan hadits terkait

4.5 Menyajikan contoh perilaku tata krama, sopan-santun, dan rasa malu sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al- Baqarah (2): 83 dan hadits terkait.


(39)

4.6 Menyajikan dalil naqli yang menjelaskan gambaran kejadian hari akhir 4.7 Menyajikan dalil naqli tentang adanya qadha dan qadar

4.8 Memperagakan tata cara penyembelihan hewan

4.9 Mempraktikkan pelaksanaan ibadah qurban dan akikah di lingkungan sekitar rumah

4.10 Mempraktikkan manasik haji

4.11.1 Melakukan rekonstruksi sejarah perkembangan Islam di Nusantara 4.11.2 Menceritakan sejarah tradisi Islam Nusantara


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Kepustakaan (Library Research), dengan menggunakan metode deskriptif analitis.

C. Sumber Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan literatur yang berkaitan dengan teori, ada dua bentuk sumber data:

1. Data primer

Data primer adalah kurikulum 2013 mata pelajaran PAI tingkat SMP & buku tentang konsep Multiple Intelligences.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah berupa buku yang berbicara mengenai kecerdasan yang pernah di tulis oleh para ahli, bisa berupa majalah, jurnal, makalah, internet dan sebagainya yang mempunyai relevansi dengan judul penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dokumenter, yaitu mencari atau mengumpulkan data mengenai hal-hal atau variabel penelitian yang berupa buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya.

E. Teknik Analisis Data


(41)

1. Metode deduktif, yaitu cara berpikir dengan menggunakan analisis yang berpijak pada pengetian atau fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian diteliti dan hasilnya dapat memecahkan persoalan khusus.

2. Metode induktif, yaitu cara berpikir yang berpijak dari fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian diteliti dan akhirnya ditemui pemecahan persoalan bersifat umum.

F. Jadwal Pelaksanaan

N o

Kegiatan Bulan

I II III IV V VI

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Penyusu

nan proposal

√ √ 2 Diskusi

Proposal

√ 3 Penyera

han proposal

√ 4 Pengum

pulan data

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 5 Pengola

han Data

√ √ √ √

6 Analisis Data

√ √

7 Penyusu nan Laporan

√ √ √ √

8 Seminar Hasil Pnlt

10 Perbaika n Hasil

11 Penggan daa Penjilid an

12 Pengiri man Hasil Pnlt

13 Publikas i


(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Aplikasi Konsep Multiple Intelegence Dalam PAI di SMP 1. Mengenal multiple intelligences siswa

Pada dasarnya, hal terpenting dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah bagaimana seorang guru mampu menyampaikan informasi dengan baik selanjutnya disebut sebagai gaya mengajar. Begitu juga, bagi siswa harus dapat menerima informasi yang disampaikan oleh gurunya secara baik pula –yang selanjutnya saya sebut sebagai gaya belajar. Gaya mengajar adalah strategi transfer informasi yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Sedangkan gaya belajar adalah bagaimana sebuah informasi dapat diterima dengan baik oleh siswa. Seorang pengajar (guru), perlu mengetahui gaya belajar siswa. Guru harus mampu membantu mereka untuk memaksimalkan dan menggunakan gaya belajar mereka, dan mengembangkan kemampuan yang kurang dominan. Dengan demikian, guru perlu menyampaikan informasi dengan menggunakan gaya mengajar yang berbeda.

Dengan adanya variasi dalam menyampaikan informasi kepada siswa secara keseluruhan memungkinkan siswa untuk belajar lebih baik dan lebih cepat, terutama jika metode mengajar yang dipilih digunakan lebih cocok gaya belajar yang disukai mereka. Selain itu, siswa bisa belajar dengan cara lain, tidak hanya dalam gaya yang disukai mereka.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Howard Gardner, ternyata gaya belajar siswa tercermin dari kecenderungan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa tersebut. Oleh karena itu, seharusnya setiap guru memiliki data tentang gaya belajar siswanya masing-masing. Kemudian, setiap guru harus menyesuaikan gayanya dalam mengajar dengan gaya belajar siswanya yang diketahui dari

Multiple Intelligences Research (MIR).

a. Anak Visual (spatial).

Anak visual banyak belajar dan menyerap informasi dari apa-apa yang dilihatnya. Mereka sangat menyukai gambar, warna, diagram, dan segala yang


(43)

terlihat, baik dalam bentuk 2 dimensi atau 3 dimensi. Anak visual biasanya juga spasial, pandai membayangkan ruang 3 dimensi. Jika bepergian suatu tempat, mereka tidak mengingat berdasarkan nama jalan, tetapi bangunan atau simbol yang mereka lihat sebagai penanda visual.

Media dan cara belajar:

 menggunakan gambar, diagram, grafik, warna-warni, besar-kecil,

 belajar berkhayal secara visual, membayangkan sebuah konsep/informasi dengan: tempat, bentuk, warna,

 menggunakan layout, spasial, peta, maket, realitas

 mainan: kamera, pensil/spidol warna, balok aneka warna,  ganti kata dengan gambar; bantu pemahaman kata dengan warna

b. Anak Aural (auditory-musical).

Anak aural menyerap informasi dengan pendengaran; baik suara maupun musik. Mereka sensitif dengan intonasi, irama, dinamika, tempo, keras-pelan, suara jauh-dekat. Anak aural belajar sambil mendengarkan musik, tidak menyukai “kesunyian”. Mereka senang bersenandung, membuat nada/rima sendiri. Bagi anak aural, bunyi/nada/lagu membawa pada sebuah emosi atau peristiwa tertentu. Walaupun sedang membaca buku, mereka membutuhkan suara/musik untuk menemaninya.

Media dan cara belajar:

 menggunakan metode ceramah/kuliah  menggunakan melodi untuk teks; bergumam  membaca dengan suara keras (read aloud)

 membangun suasana musikal utk menciptakan suasana  menggunakan media audio visual CD/VCD

 mendengarkan kuliah/pidato/radio di rumah dan jalan

c. Anak Verbal (linguistic).

Anak verbal menyukai kata dan bahasa. Mereka pandai membuat distingsi makna kata, baik secara lisan maupun tulisan. Anak-anak verbal


(44)

memilih kata, berkata-kata atau menulis secara terstruktur dengan pilihan kata/kalimat yang baik. Mereka sensitif terhadap pilihan kata dan mengingat sebuah tempat/peristiwa/konsep dengan nama dan kata-kata kunci. Anak-anak verbal biasanya senang membaca dan menulis; membuat sajak, puisi, diari, rima, berpidato, dan sebagainya.

Media dan cara belajar:

 menggunakan cara yang umum seperti di kelas;  buku dan ceramah

 melakukan diskusi  membaca dan menulis  bermain peran (role-playing)  Anak Fisik (kinesthetic).

d. Anak fisik

menggunakan anggota badan mereka untuk belajar. Mereka senang mencoba dan melakukan segala sesuatu sendiri (learning by doing). Mereka belajar dengan cara: menyentuh, membangun, memperbaiki, membuat. Mereka seringkali tidak sabar membaca buku petunjuk atau diagram, dan langsung ingin mencoba melakukan sendiri.

Anak-anak fisik sensitif terhadap tekstur, cara kerja, dan realitas fisik yang terlihat nyata di hadapannya. Mereka tidak suka berkhayal atau membayangkan.

Media dan cara belajar:

 menggunakan pekerjaan tangan, hands-on projects  menulis, menggambar, membuat maket

 merakit benda, memperbaiki barang rusak, membuat rancangan  berolahraga dan permainan

 aktivitas di luar rumah (outdoor activities)  drama dan permainan peran

 balok, robot, mesin, alat-alat olahraga


(45)

Anak logis menggunakan logika, argumen, dan mencari pola keteraturan. Anak logis senang mencari struktur dan pola dari segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Mereka pandai mencari hubungan, membuat perbandingan, memilah dan membuat klasifikasi. Anak logis senang melakukan pekerjaan mental/berfikir.

Anak logis adalah tipikal anak yang berhasil di model belajar seperti sekolah. Masyarakat saat ini sangat menghargai anak logis.

Media dan cara belajar:

 menggunakan buku & teori mengenai berbagai hal  bermain puzzle dan teka-teki

 membuat aturan dan prosedur yang jelas  membuat rencana dan jadwal

 Anak Sosial (interpersonal).

f. Anak sosial

memiliki kecenderungan untuk bergaul dan berkelompok secara sosial. Mereka supel dan pandai bergaul dengan siapapun, baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih tua/lebih muda. Orang mendengarkan dan menyukai mereka. Mereka menikmati pertemanan, berbagi cerita atau ilmu dengan orang lain.

Anak sosial mendapatkan ilmu dari mendengarkan orang lain atau mencari umpan balik dari respon orang lain terhadap apa-apa yang disampaikannya.

Media dan cara belajar:

 mengikuti kelompok, klub, organisasi  melakukan proyek yang dikerjakan bersama  berdiskusi dan bermain peran (role-playing)

 melakukan kegiatan lapangan yang melibatkan banyak orang  mengikuti seminar atau training dengan sistem kelas

g. Anak Penyendiri (intrapersonal).

Anak penyendiri memiliki kecenderungan pendiam dan reflektif. Mereka lebih efektif untuk belajar jika seorang diri, bukan dalam kelompok.


(46)

Anak penyendiri biasanya memiliki kecenderungan untuk mandiri, mengenali kekuatan dan kekurangan pribadi.

Anak penyendiri sensitif terhadap pribadi dan kedalaman saat mempelajari atau mengerjakan sesuatu.

Media & cara belajar:

 menekuni hobi atau sesuatu yang ditekuni

 mengeksplorasi buku atau materi-materi yang bisa dilakukan sendiri  mengerjakan proyek mandiri

 membuat jurnal, diari, blog

Apabila seseorang diriset dengan MIR, maka akan terbaca kecenderungan kecerdasan dan gaya belajarnya, mulai dari skala tertinggi sampai terendah. Hasil MIR ini merupakan data yang sangat penting untuk diketahui oleh guru dan siswanya. Setiap guru akan masuk ke dunia siswa sehingga siswa merasa nyaman dan tidak berhadapan dengan risiko kegagalan dalam proses belajar. Hal ini menurut Bobbi DePorter dinamakan sebagai asas utama quantum learning, yaitu masuk ke dunia siswa.

Berpijak pada konsep keragaman gaya belajar dan perbedaan tingkat kecenderungan multiple intelligence siswa mengenai adanya perbedaan individual, kiranya penting untuk diperhatikan bagi para guru untuk memahami keragamaan gaya belajar siswa ini. Dengan demikian, diharapkan setiap individu siswa dapat belajar secara menyenangkan, karena model pembelajarannya didesain berlandaskan pada gaya belajar dan kecerdasan yang ada pada masing-masing siswa.

Terkait dengan potensi yang dimiliki oleh setiap siswa, menurut ajaran Islam bahwa setiap anak memiliki bakat dan kemampuan. Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak, peran orang tua sangat penting. Yang demikian itu sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad saw. yang berbunyi sebagai berikut:


(47)

ُدَلوُي ٍدوُلْوَم ُلُك َمهلَسَو ِْيَلَع ُهَا ىهلَص ُِِهلا َلاَق َلاَق َُْع ُهَا َيِضَر َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع

ىَلَع

ِةَميِهَبْلا ِلَثَمَك ِِناَسِّجَُُ ْوَأ ِِناَرِّصَُ ي ْوَأ ِِناَدِّوَهُ ي ُاَوَ بَأَف ِةَرْطِفْلا

اَهيِف ىَرَ ت ْلَ َةَميِهَبْلا ُجَتْ ُ ت

َءاَعْدَج

23

Artinya: Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah (beragama), maka kedua orang tuanyalah yang membawa anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi (penyembah matahari), sebagaimana hewan melahirkan hewan pula. Apakah engkau melihat sesuatu yang cacat padanya? (HR al-Bukhari)

Berdasarkan hadis di atas bahwa manusia memiliki potensi yang sama yaitu fitrah suci yakni potensi utama yang dimiliki setiap manusia. Potensi yang dibawa oleh setiap manusia berupa kecerdasan spiritual, emosional, dan potensi yang melekat dalam diri.

Potensi yang dimiliki setiap anak yang lahir itu, dapat dipengaruhi oleh dua factor yaitu faktor dari dalam maupun factor dari luar. Faktor dari dalam yang ada pada diri manusia yaitu potensi spiritual yang telah melekat dalam diri sejak melakukan perjanjian dengan Tuhan. Hal tersebut dijelaskan dalam Al-Quran surat al-A‟raf /07 ayat 172 yang berbunyi:

ْمُ َدَهْشَأَو ْمُهَ ته يِّرُذ ْمِِروُهُظ نِم َمَداَء َِِب نِم َكُبَر َذَخَأ ْذِإَو

ْمُكِّبَرِب َتْسَلَأ ْمِهِسُفنَأ ىَلَع

َيِلِفاَغ اَذاَ ْنَع اهُك هَِإ ِةَماَيِقْلا َمْوَ ي ْاوُلوُقَ ت نَأ ََْدِهَش ىَلَ ب ْاوُلاَق

172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Kecerdasan yang melekat dalam diri manusia itu dapat dipengaruhi oleh pendidikan yang diterima dari lingkungan terutama keluarga yaitu ayah dan ibu. Apabila ayah dan ibu tidak menjalankan perannya dalam menegmbangkan potensi yang dimiliki anak, maka lingkungan lain akan mempengaruhi anak itu berupa

23

Al-Bukhari, Muhamamd bin Ismaā‟īl bin Ibrāhīm, al-Jāmi’ al-Shahīh al-Mukhtashar

min Umūri Rasūlillāh saw wasunanuh waayyāmuh, Juz II (Ttp: Dār Thawq al-Najāt, 1422H), Cet I, hlm 100


(1)

pengajaran ibadah seperti praktek sholat, wudhu,dan tayamum. Pada materi PAI untuk SMP pada kurikulum 2013, materi ibadah meliputi: shalat wajib, shalat jum‟at, shalat safar (jamak dan qashar) dan ibadah haji. Pada materi ibadah siswa diharuskan untuk mempraktikan tata cara ibadah secara bergiliran di depan kelas. Pada materi salat jumat, siswa laki-laki belajar berkhutbah.

 Kecerdasan Musikal dapat diungkapkan dengan memberikan kesempatan dan tugas siswa membaca Quran dengan berbagai lagu dalam qiraat al-Quran, membuat nasyid atau mengungkapkan bahan ajar dalam bentuk suara. Guru sendiri dalam menyiapkan bahan ajar dapat merencanakan penjelasan tentang teknik membaca al-Quran (ilmu qiro‟at). Selain itu, materi seperti aqidah dalam menghafal nama-nama Allah (asmaul Husna) bisa dilafalkan dengan lagu.

 Kecerdasan Interpersonal dapat diekspresikan dalam bentuk kegiatan sharing, diskusi kelompok, kerjasama membuat proyek atau praktikum bersama, permainan bersama maupun simulasi bersama. Yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa setiap siswa dalam kelompok harus aktif bekerjasama, sehingga kerjasama tidak dikuasai oleh satu siswa saja dan yang lain pasif. Dalam pembelajaran al-Quran, siswa yang mampu membaca dengan benar dapat membantu temannya yang belum lancar.  Kecerdasan Intrapersonal dapat dikembangkan dengan memberikan

waktu sendiri pada siswa untuk refleksi dan berfikir sejenak. Beberapa soal yang perlu diberikan merupakan persoalan terbuka dimana siswa secara mandiri dapat mengungkapkan gagasannya. Guru sendiri perlu belajar untuk menyajikan bahan pelajaran dengan memasukkan perasaannya dengan humor dan keseriusannya, dengan kata lain sikap pribadi guru perlu juga ditunjukkan untuk membantu siswa yang intrapersonal.

 Kecerdasan Natural dapat dibantu dengan merangsang siswa agar merasa nyaman dengan suasana alamiah seperti mengajak jalan-jalan di alam terbuka atau bisa juga dengan memutar video atau film tentang sejarah


(2)

para Nabi dengan media yang bervariatif dan interaktif yang dapat divisualisasikan pada alam. Dalam hal ini, guru agama dapat menjelaskan tentang ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda kebesaran Allah) melalui ciptaan-Nya yang ada di alam (tadabbur alam). Jadi pengajaran Aqidah yang terkait dengan keyakikan kepada Allah dapat dilakukan dengan mengajak siswa memahami ciptaan Allah mulai dari dirinya sendiri, orang lain serta alam sekitar. Dengan memahami ciptaan Allah, siswa memiliki kecerdasan naturalis sehingga dapat memahami aqidah Islam dengan baik karena adanya rasa nyaman dan tenang, apalagi melalui pengamatan terhadap makhluk-makhluk ciptaan Allah baik secara langsung maupun melalui film atau video tentang alam semesta.

Fase 6

 Guru mengevaluasi hasil belajar siswa tentang materi yang telah dipelajari, berupa tes, baik tes lisan, tes tertulis ataupun presentasi. Dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam, bentuk tes yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Tes tertulis untuk materi aqidah, ibadah, akhlak.

b. Tes lisan dan praktik untuk materi baca al-Quran, bacaan salat. Secara umum evaluasi berfungsi untuk mengetahui tingkat ketercapaian dan kegagalan suatu program kegiatan dalam mewujudkan tujuan yang seharusnya dicapai. Dalam kaitannya dengan program pendidikan, tujuan evaluasi pendidikan adalah untuk mendapatkan data pembuktian yang menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam pelaksanaan proses pembelajarannya.

Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar menunjuk pada prestasi


(3)

belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indicator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa.

Hasil belajar sebagai hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah yakni, ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor yang masing-masing ranahnya mempunyai tingkatan kemampuan atau sering disebut dengan tipe hasil belajar.

Fase 7

 Guru mencari cara atau metode untuk menghargai prestasi siswa baik upaya maupun hasil belajar siswa (Memberikan Reward/Penghargaan) Seorang pendidik diupayakan untuk memberikan reward atau penghargaan kepada anak atas berbagai prestasi yang dilakukan. Sebaliknya sedapat mungkin menghindari bentuk punishment atau hukuman. Sebab,hukuman yang melebihi batas kewajaran atau berlebihan akan membuat harga diri anak down atau turun.

Kekuatan otak baru akan muncul secara dahsyat apabila kondisi seseorang itu berada dalam balutan emosi positif. Emosi positif adalah keadaan di mana seseorang itu berada dalam kenyamanan (bebas stres) dan senang.

Fase 8

 Guru memberikan informasi tentang materi pertemuan selanjutnya dan menugaskan siswa untuk menuliskan ide-ide baru/pertanyaan-pertanyaan baru dalam jurnal harian siswa.

Berdasarkan uraian diatas, maka untuk menerapkan konsep kecerdasan majemuk diperlukan suatu reformasi pendidikan. Untuk dapat mengadakan reformasi pendidikan, hal-hal berikut perlu mendapatkan pertimbangan:

a) peserta didik dijadikan subjek pendidikan dan pusat proses pembelajaran;


(4)

b) teori aktivitas diri dan aktif-positif merupakan dasar dari proses pembelajaran.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab terdahulu dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembelajaran berbasis Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengenalkan konsep kecerdasan majemuk pada siswa dengan cara membuat suatu iklan berupa poster warna ukuran besar sehari atau beberapa hari sebelum proses pembelajaran dimulai, yang berisi delapan kecerdasan yang dimiliki setiap individu untuk merangsang dan memicu siswa didalam menyadari, mengenali serta menggali kecerdasan-kecerdasan dalam dirinya.

Strategi Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk adalah sebgai berikut:

Fase 1: Guru merencanakan suatu pendekatan pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku.

Fase 2: Guru merencanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang ingin dicapai.

Fase 3: Guru menentukan metode/teknik pembelajaran yang paling sesuai/cocok dengan kompetensi yang ingin dicapai. Kemudian Guru mengidentifikasi jenis kecerdasan yang paling dominan/efektif digunakan sesuai dengan teknik/metode yang digunakan.

Fase 4: Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan meminta siswa untuk ikut berperan aktif dan bekerjasama mengenali dan mengoptimalkan jenis-jenis kecerdasan yang ada pada diri mereka. Fase 5: Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan perencanaan pembelajaran


(5)

Fase 6: Guru mengevaluasi hasil belajar siswa tentang materi yang telah dipelajari, berupa tes, baik tes lisan, tes tertulis ataupun presentasi. Fase 7: Guru mencari cara atau metode untuk menghargai prestasi siswa baik

upaya maupun hasil belajar siswa (Memberikan Reward/Penghargaan)

Fase 8: Guru memberikan informasi tentang materi pertemuan selanjutnya dan menugaskan siswa untuk menuliskan ide-ide baru/pertanyaan-pertanyaan baru dalam jurnal harian siswa.

B. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis dapat merumuskan saran-saran sebagai berikut:

1) Hasil penelitian ini agar dapat disosialisasikan kepada para guru PAI SMP

2) Hasil penelitian ditindaklanjuti dengan penelitian tindakan

3) Hasil penelitian ditindaklanjuti dengan penyusunan buku atau modul pembelajaran PAI berbasis multiple intelligences bagi para guru


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran al-Karim

Al-Bukhari, Muhamamd bin Ismaā‟īl bin Ibrāhīm, 1422H. al-Jāmi’ al-Shahīh al

-Mukhtashar min Umūri Rasūlillāh saw wasunanuh waayyāmuh, Juz II. Ttp: Dār Thawq al-Najāt, 1422H. Cet I

Efendi, Agus. 2005, Revolusi Kecerdasan Abad 2, Bandung : Alfabeta. Evelyn Williams English, 2005, Mengajar Dengan Empati, Bandung : Nuansa. Gardner, Howard. 1999. Multiple Intelleigence, Intelleigence Reframed for the

21st .New York, USA: Basic Books

Howard Gardner, 2006. Changing Minds (Massachusetts, USA, Harvard Business School Press

Kementerian Pendidikan Nasional, Kurikulum 2013 mata pelajaran PAI SMP Muhaimin, 2004, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Paul Suparno, 2004, Teori Intelligensi Ganda Dan Aplikasinya Di Sekolah,

Jakarta : Kanisius.

Suparlan. 2004. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Dari Konsepsi Sampai Dengan Implementasi. Yogyakarta: Hikayat.

Sama'un Bakry, 2005, Menggagas Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Bani Qurasy.

Suparlan , 2004, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Yogyakarta : Hikayat.

Thomas R. Hoerr , 2004, Buku Kerja Multiple Intelligences, Bandung : Kaifa Mizan.