DAYA LAYAN STRUKTUR BANGUNAN TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA (TES) GEMPA DAN TSUNAMI DI PULAU SERANGAN.
RENCANA TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA (TES)
PADA KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI
PROVINSI BALI
L
L
o
o
k
k
a
a
s
s
i
i
:
:
P
P
a
a
s
s
a
a
r
r
D
D
e
e
s
s
a
a
S
S
e
e
r
r
a
a
n
n
g
g
a
a
n
n
,
,
D
D
e
e
n
n
p
p
a
a
s
s
a
a
r
r
,
,
B
B
a
a
l
l
i
i
Oleh:
Dr. Ir. I Nyoman Sutarja, MS
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
(2)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
... II
DAFTAR GAMBAR
... IV
DAFTAR TABEL
... VI
BAB I PENDAHULUAN
... 1
1.1.
L
ATAR
B
ELAKANG
... 1
1.2.
T
UJUAN
... 2
1.3.
U
RGENSI
P
ENELITIAN
... 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
... 3
2.1.
P
ULAU
S
ERANGAN
S
EBAGAI
S
ATU
K
ESATUAN
K
AWASAN
... 3
2.2.
D
EFINISI
B
ENCANA
(
D
ISASTER)
... 5
2.2.1
G
EMPA
B
UMI
... 8
2.2.2
T
SUNAMI
... 13
2.2.2.1
P
ROSEST
ERJADINYAT
SUNAMI
... 13
2.2.3
M
ANAJEMEN
B
ENCANA
... 15
2.3
K
ONSEP
B
ANGUNAN
G
EDUNG
T
AHAN
G
EMPA
... 18
BAB III METODE
... 20
3.1
DATA
UMUM
... 20
3.2
SISTEM
DAN
DIMENSI
STRUKTUR
... 21
3.3
PEMODELAN
... 22
3.4
PEMBEBANAN
... 23
BAB IV HASIL ANALISIS
... 26
4.1
HASIL
ANALISIS
... 26
4.2
K
ONTROL
S
IMPANGAN
... 28
4.3
A
NALISIS P
USHOVER... 31
4.3.1
A
NALISIS
K
URVA P
USHOVER... 31
4.3.2
T
ARGET
P
ERPINDAHAN
... 33
4.4
E
VALUASI
K
INERJA
S
TRUKTUR
... 35
(3)
4.1.2
E
VALUASI
K
INERJA
S
TRUKTUR
B
ERDASARKAN
J
UMLAH
S
ENDI
P
LASTIS
... 39
4.5
A
NALISIS
D
AKTILITAS
S
TRUKTUR
... 39
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENSI
... 40
5.1
H
ASIL
A
NALISIS
S
TRUKTUR
... 40
5.2
R
EKOMENDASI
... 40
(4)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Peta Pulau Serangan (Anonim, 2010a)
... 3
Gambar 2. 2 Peta Bahaya Tsunami (M9) Pulau Serangan dan Sekitarnya
... 5
Gambar 2. 3 Letusan Gunung dan Tsunami
... 6
Gambar 2. 4 Angin cyclone dan Banjir
... 6
Gambar 2. 5 Pencemaran Industri dan Lumpur Lapindo
... 7
Gambar 2. 6 Kebakaran Hutan dan Kerusuhan Sosial
... 7
Gambar 2. 7 Kesetibangan Bahaya dan Kapasitas Masyarakat.
... 8
Gambar 2. 8 Pergerakan Lempeng sebagai penyebab Gempa dan Tsunami
... 8
Gambar 2. 9 Proses Terjadinya Gempa (Sumber, Subandono, 2008)
... 10
Gambar 2.10 Gempa sebagai gejala Gunung Berapi Meletus
... 11
Gambar 2.11 Peta Lokasi Gempa di Indonesia (1600-2004),
... 11
Gambar 2.12 Proses terjadinya tsunami (Sumber, Subandono, 2008) ... 13
Gambar 2.13 Tinggi dan Kecepatan Tsunami di Berbagai Kedalaman Laut ... 14
Gambar 2.14 Manajemen Bencana
... 16
Gambar 2.15
Global Response and Performance
(Dradjat, 2009),
... 19
Gambar 3.1 Model 3D Struktur
... 22
Gambar 3.2 Peta Lokasi
... 24
Gambar 3.3 Grafik Tanah Sedang Desa Serangan
... 24
Gambar 3.4 Skema beban lantai 1
... 25
Gambar 3.5 Skema beban lantai 2
... 25
(5)
Gambar 4.1 Denah elemen struktur yang tidak memenuhi kriteria desain Lt 1
... 26
Gambar 4.2 Denah elemen struktur yang tidak memenuhi kriteria desain Lt 1 Mach
... 27
Gambar 4.3 Denah elemen struktur yang tidak memenuhi kriteria desain Lt 2
... 27
Gambar 4.4 Denah elemen struktur yang tidak memenuhi kriteria desain Lt Atap
... 28
Gambar 4.5 Simpangan struktur
... 29
Gambar 4.6 Simpangan per-lantai akibat gempa arah X dan Y
... 30
Gambar 4.7 Titik perpindahan
... 31
Gambar 4.8 Perbandingan kurva pushover arah X dan Y (push-X & Y)
... 32
Gambar 4.9 Perilaku keruntuhan struktur TES arah X
... 37
(6)
(7)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pulau Serangan adalah salah satu wilayah Kota Denpasar yang merupakan “surga”
bagi ribuan wisatawan yang datang berkunjung ke pulau ini setiap tahun. Selama dasawarsa
terakhir, ekonomi Kota Denpasar umumnya dan Pulau Serangan pada khususnya telah
menjadi sangat bergantung pada industri pariwisata. Banyak pembangunan utama di Kota
Denpasar, khususnya yang berkaitan dengan pariwisata, berlokasi di Sanur dan Pulau
Serangan di pesisir selatan yang menghadap Samudera India. Di bawah samudera itu,
beberapa ratus kilometer di selatan Pulau Serangan, terletak salah satu zona tumbukan
tektonik utama di bumi (Lempeng Indo-Australia), yang merupakan area sumber utama
gempa bumi berpotensi tsunami. Karena itu, para ahli geologi dan tsunami menganggap Pulau
Serangan sebagai salah satu area berisiko tinggi bagi bahaya tsunami di Kota Denpasar karena
setiap tsunami besar yang menjangkau pulau itu akan berdampak parah pada penduduk dan
pengembangan pariwisatanya.
Pulau Serangan dilanda gempa bumi dan juga tsunami dimasa lalu, karena lokasinya
yang dekat dengan zona subduksi ditambah dengan riwayat seismiknya. Kalangan ilmiah
memperkirakan Pulau Serangan juga akan terdampak oleh tsunami di masa depan, walaupun
meramalkan secara persis adalah hal yang sulit (Anonim, 2010).
Kesiapsiagaan dan kewaspadaan adalah kunci untuk mengurangi risiko bencana, maka
diperlukan adanya a) peningkatan sistem informasi bencana gempa bumi dan tsunami yang
berbasis pada masyarakat, b) program pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan
ketangguhan sosial-ekonomi-budaya masyarakat dan c) pengembangan model Tempat
Evakuasi Sementara (TES).
Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi Bali, melalui Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) telah membangun sebuah bangunan Tempat Evakuasi Sementara di Pasar
Serangan, Pulau Serangan atas bantuan dana dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB). Bangunan TES tersebut setelah dibangun, perlu dikaji Laik Fungsinya, seperti
perilaku struktur bangunan TES tersebut bila dilanda gempa dan stunami. Pembangunan TES
haruslah selalu memenuhi kaedah-kaedah Teknologi Tepat Guna, yaitu secara teknis
(8)
(memenuhi persyaratan keamanan dan kenyamanan), ekonomis, ergonomis, sesuai dengan
sosial budaya masyarakat setempat, hemat energi, dan tidak merusak lingkungan (Nala,
1987).
Berdasarkan pertimbangan di atas dan pertimbangan fungsi gedung sebagai rencana
tempat evakuasi semntara (TES) kawasan rawan bencana tsunami maka perlu dilakukan
“
Pengujian Struktur Eksisting
”,
sehingga kondisi bangunan eksisting dapat diketahui dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Pada kegiatan ini dilakukan untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap kondisi
struktur eksisting baik dari segi kualitas material dan property struktur lainnya seperti
dimensi, layout dan jumlah tulangan. Setelah itu akan dilakukan analisis struktur gedung
secara keseluruhan untuk mengetahui dimensi-dimensi struktur yang memenuhi. Semua
kegiatan ini dapat disampaikan dalam rencana kerja pada subbab berikutnya.
1.2.
Tujuan
Mengetahui Laik Fungsi bangunan TES yang telah di bangun di Pasar Serangan, Pulau
Serangan dilihat dari Perilaku Strukturnya bila dilanda gempa dan stunami.
1.3.
Urgensi Penelitian
Pulau Serangan terletak sangat dekat dan berhadapan langsung dengan zona tumbukan
antara Lempeng Indo-Australia yang berpotensi menimbulkan gempa bumi dan tsunami
setiap saat. Diperkirakan bahwa gelombang tsunami dari area ini hanya memerlukan 30
hingga 60 menit untuk mencapai pantai selatan di Pulau Serangan (Anonim, 2010). Pulau
Serangan sebagai daerah yang akan terdampak oleh semua tsunami dengan tinggi gelombang
antara 0,5 dan 3 meter, dengan demikian masyarakat setempat akan mempunyai risiko tinggi
terhadap bahaya tsunami.
Di Pulau Serangan telah dibangun sebuah bangunan Tempat Evakuasi Sementara pada
tahun 2014 yang berbasis pada kearifan local. Kajian Laik Fungsi bangunan TES yang telah
dibangun, yang meliputi perilaku strukturnya bila terjadi gempa dan stunami sangatlah
diperlukan. Hal ini diperlukan untuk lebih memberikan jaminan keamanan kepada penerima
manfaat dari pembangunan TES tersebut.
(9)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Pulau Serangan Sebagai Satu Kesatuan Kawasan
Kawasan Pulau Serangan berada pada wilayah Kelurahan Serangan beserta seluruh
daratan hasil reklamasi oleh PT. BTID. Luas kelurahan Serangan (Pulau asli) adalah 101 Ha, dan
rencana pengembangan Pulau Serangan (versi BTID) adalah seiuas 526,02.Ha (Anonim 2010a).
Gambar 2. 1 Peta Pulau Serangan (Anonim, 2010a)
Pengembangan Pulau Serangan versi BTID akan terdiri dari Permukiman penduduk :
46,550 Ha; Areal Resort 476,302 Ha dan kanal wisata seiuas 3,170 Ha. Selanjutnya juga
dikembangkan fasilitas pendukung di luar Pulau Serangan yang akan dan telah di reklamasi yaitu
untuk
Causeway
dan
Marina
seiuas 13,600 Ha.
Batas-batas
Administratif
wilayah
Pulau
Serangan
adalah
sebagai
berikut:
Batas utara
: Desa Sanur Kauh
Batas Selatan
: Kelurahan Tanjung Benoa
Batas Barat
: Kelurahan Pedungan
Batas Timur
: Selat Badung
Kelurahan Serangan terdiri atas 6 banjar dan satu Kampung Bugis. Banjar tersebut
adalah
Banjar
1Dukuh,
Banjar
Pondok,
Banjar
Kaja,
Banjar
Kawan,
Banjar
Tengah, dan
Banjar
Peken.
Pulau Serangan termasuk dalam Kawasan Andalan. Pada RTRW Propinsi Bali
ditentukan kawasan-kawasan tertentu yang raemiliki nilai strategis nasional yang disebut
(10)
dengan Kawasan Andalan secara Nasional. Kawasan Metro Sarbagita (Denpasar dan
sekitarnya) di tetapkan sebagai kawasan tertentu dan kawasan andalan. Alasan penetapan
karena kawasan ini merupakan pusat kegiatan nasional, agromerasi sarana dan sarana sosial
ekonomi berskala regional dan nasional, memiliki sarana dan prasarana transportasi berskala
nasional dan internasional dan merupakan pusat kegiatan jasa dan perdagangan skala regional.
Untuk Kawasan Metro Sarbagita, yang ditetapkan sebagai kawasan tertentu adalah Teluk
Benoa. Kawasan Teluk Benoa termasuk dalam koridor empat Kawasan Pariwisata, yaitu
Kawasan Pariwisata Nusa Dua, Tuban, Kuta, dan Sanur. Berdasarkan Petunjuk Teknis
Serangan 2007, maka kawasan Pulau Serangan dibagi atas lima zone pengembangan sebagai
berikut:
1.
Zone A, Pengembangan permukiman berkepadatan rendah
2.
Zona B, Konservasi Permukiman Tradisional
3.
Zona C, Otorita BTID
4.
Zona D, Konservasi Lingkungan pantai dan pariwisata
5.
Zone E, proteksi kawasan suci dan kawasan lindung
Arahan fungsi pengembangan Kawassan Pulau Serangan adalah sebagai kawasan
lindung (tahura dan cagar budaya), kawasan permukiman (untuk penduduk asli), kawasan
resort wisata, kawasan industri bahari dan kawasan perikanan tradisional.
Pulau Serangan terletak sangat dekat dengan zona tumbukan antara Lempeng
Indo-Australia dan Lempeng Erasia. Zona subduksi yang terkait mewakili area sumber utama bagi
tsunami yang dapat memengaruhi khususnya bagian selatan pulau ini. Diperkirakan bahwa
gelombang tsunami dari area ini hanya memerlukan 30 hingga 60 menit untuk mencapai
pantai (Anonim, 2010). Catatan riwayat tsunami yang berkaitan dengan zona subduksi ini
adalah Tsunami Sumba (1977) dan Banyuwangi (1994) yang disebabkan oleh gempa bumi
dengan episenter di zona subduksi.
Warna merah (Gambar 2.2) menunjukkan daerah yang akan terdampak oleh semua
tsunami dengan tinggi gelombang antara 0,5 dan 3 meter
(11)
Gambar 2. 2 Peta Bahaya Tsunami (M9) Pulau Serangan dan Sekitarnya
(Sumber : Anonim, 2010)
2.2.
Definisi Bencana (
Disaster
)
Bencana sering diidentikan dengan sesuatu yang buruk. Paralel dengan istilah
disaster
. Secara etimologis berasal dari kata DIS yang berarti sesuatu yang tidak enak
(
unfavorable
) dan ASTRO yang berarti bintang (
star
).
Dis-astro
berarti
an event precipitated
by stars
(peristiwa jatuhnya bintang-bintang ke bumi).
Bencana adalah sesuatu yang tak terpisahkan dalam sejarah manusia. Manusia
bergumul dan terus bergumul agar bebas dari bencana (
free from disaster
). Dalam
pergumulan itu, lahirlah praktik mitigasi, seperti mitigasi banjir, mitigasi kekeringan (drought
mitigation), dan lain-lain.
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
atau manusia yang mengakibatkan timbulnya korban dan penderitaan manusia, kerugian harta
benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana umum, gangguan terhadap tata
kehidupan dan penghidupan serta pembangunan nasional, sehingga membutuhkan waktu
(12)
untuk proses pemulihannya dan membutuhkan bantuan dari luar. Faktor-faktor bencana
terbagi menjadi :
1.
Bahaya yang diakibatkan oleh faktor geologi : gempa, longsor, letusan gunung api,
tsunami, dan lain sebagainya.
Gambar 2. 3 Letusan Gunung dan Tsunami
2.
Bahaya yang diakibatkan oleh faktor klimatologi : banjir, kekeringan, badai, topan, dan
lain sebagainya.
Gambar 2. 4 Angin cyclone dan Banjir
3.
Bahaya ekologis : pencemaran akibat tumpahan minyak, pencemaran limbah industri,
tambang, kerusakan ekosistem, dan lain sebagainya.
(13)
Gambar 2. 5 Pencemaran Industri dan Lumpur Lapindo
4.
Bahaya antropogenik : kebakaran, kerusuhan sosial, kebocoran gas beracun, kerusuhan
sosial, dan lain sebagainya.
Gambar 2. 6 Kebakaran Hutan dan Kerusuhan Sosial
Menurut UU republik Indonesia no 24 tentang Penanggulangan Bencana, didefinikan
bahwa bencana ialah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis’
Bahaya sewaktu-waktu dapat berubah menjadi bencana yang menimbulkan kerusakan,
kerugian, korban harta dan jiwa. Kapan bahaya tersebut berubah menjadi bencana ?
Suatu kejadian bahaya dapat berubah menjadi bencana manakala kemampuan
masyarakat (dalam menghadapi bencana) lebih rendah dibanding dengan tingkat bahaya yang
mungkin terjadi padanya.
(14)
Gambar 2. 7 Kesetibangan Bahaya dan Kapasitas Masyarakat.
(Sumber, Subandono, 2008)
Apabila kemampuan masyarakat (dalam menghadapi bencana) lebih besar dibanding
dengan tingkat bahaya yang mungkin terjadi padanya, maka bukan termasuk bencana.
2.2.1
Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi. Gempa
bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga
digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi
kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi
karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.
Gempa merupakan peristiwa alam, terjadi secara mendadak, timbul karena adanya
pelepasan energi, sebagai akibat pergeseran relatif batuan/lempeng tektonik/kerak bumi,
dalam banyak kasus menimbulkan banyak kerugian harta benda, bahkan korban manusia.
Gambar 2. 8 Pergerakan Lempeng sebagai penyebab Gempa dan Tsunami
(Sumber, Subandono, 2008)
(15)
Tipe gempa bumi
1.
Gempa bumi vulkanik ( Gunung Api ) ; Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas
magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin
tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan
terjadinya gempa bumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
2.
Gempa bumi tektonik ; Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu
pergeseran lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari
yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan
kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar
keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang
terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik
dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan
dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari
tectonic plate
(lempeng tektonik)
menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari
lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut
begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.
3.
Gempa bumi tumbukan ; Gempa bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid
yang jatuh ke bumi, jenis gempa bumi ini jarang terjadi
4.
Gempa bumi runtuhan ; Gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada
daerah pertambangan, gempa bumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.
5.
Gempa bumi buatan ; Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh
aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke
permukaan bumi.
Penyebab terjadinya gempa bumi
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan
oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian
membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan
lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.
(16)
Gambar 2. 9 Proses Terjadinya Gempa (Sumber, Subandono, 2008)
Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa
bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan
translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan
litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam
gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung
berapi. Beberapa gempa bumi juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar
di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi juga dapat terjadi karena
injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari
peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata
nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini
dinamakan juga seismisitas terinduksi.
(17)
Gambar 2.10 Gempa sebagai gejala Gunung Berapi Meletus
Gempa di Indonesia
Gambar 2.11 Peta Lokasi Gempa di Indonesia (1600-2004),
(Sumber, Endro, 2010)
Tabel 2.7 Catatan Gempa di Indonesia (Endro, 2010).
o
DAERAH
TAHUN
Aceh
1939, 1964, 1967, 1983, 1990, 2004
Sumatera
Utara
1861, 1873, 1921, 1934, 1935, 1936,
1943, 1974, 1977, 2005
(18)
Sumatera
Barat
1835, 1904, 1926, 1935, 1936, 1943,
1974, 1977, 1996, 2007
Bengkulu
1871, 1902, 1909, 1914, 1933, 1938,
1952, 1971, 1979, 1995, 2000
Lampung
1780, 1852, 1931, 1933, 1996
Jawa Barat
1833, 1834, 1844, 1852, 1862, 1873,
1875, 1900, 1912, 1913, 1972, 1973, 1974, 1979,
1980, 1982, 1990
Yogyakarta
1840, 1852, 1863, 1867, 1872, 1902,
1906, 1923, 1926, 1943, 1976, 2006
Jawa
Tengah
1821, 1856, 1866, 1877, 1890, 1924,
1939, 1950, 2006
Jawa
Timur-Bali
1915, 1917, 1930, 1936, 1938, 1957,
1958, 1960, 1961, 1962, 1963, 1967, 1972, 1976,
1979
0
NTB
1954, 1982
1
NTT
1896, 1908, 1938, 1965, 1975, 1987,
1989, 1991, 1992, 1995
2
(19)
2.2.2
Tsunami
2.2.2.1
Proses Terjadinya
Tsunami
Tsunami
(bahasa Jepang: tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah berarti
"ombak besar di pelabuhan", adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan
permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa
disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut,
longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke
segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi
ketinggian dan kelajuannya.
Gambar 2.12 Proses terjadinya tsunami (Sumber, Subandono, 2008)
Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km
per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam
hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang
berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun
hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai
puluhan meter. Hantaman gelombang tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir
pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena tsunami bisa diakibatkan karena
hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
(20)
Gambar 2.13 Tinggi dan Kecepatan Tsunami di Berbagai Kedalaman Laut
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya.
Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan
genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah
besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke
bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah
beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung
Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun
secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal
ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi
gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang
terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai
pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak
daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm
hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai
puluhan meter karena terjadi penumpukan massa air. Saat mencapai pantai, tsunami akan
merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus
meter bahkan bisa beberapa kilometer. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi
atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera
menelusup ke bawah lempeng benua.
(21)
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat
mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang
menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara
tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya
dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini
cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Tsunami dalam sejarah
a.
1 November 1755 - Tsunami menghancurkan Lisboa, ibu kota Portugal, dan menelan
60.000 korban jiwa.
b.
1883 - Pada tanggal 26 Agustus, letusan gunung Krakatau dan tsunami menewaskan lebih
dari 36.000 jiwa.
c.
2004 - Pada tanggal 26 Desember 2004, gempa besar yang menimbulkan tsunami menelan
korban jiwa lebih dari 250.000 di Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika. Ketinggian
tsunami 35 m
d.
2006 - 17 Juli, Gempa yang menyebabkan tsunami terjadi di selatan pulau Jawa,
Indonesia, dan setinggi maksimum ditemukan 21 meter di Pulau Nusakambangan.
Memakan korban jiwa lebih dari 500 orang. Dan berasal dari selatan kota Ciamis
e.
2007 - 12 September, Bengkulu, Memakan korban jiwa 3 orang. Ketinggian tsunami 3-4
m.
f.
2010 - 27 Februari, Santiago, Chili
g.
2010 - 26 Oktober, Kepulauan Mentawai, Indonesia
h.
2011 - 11 Maret, Sendai, Jepang
2.2.3
Manajemen Bencana
Untuk mengantisipasi dan mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh bencana maka
perlu adanya
disaster management
yang baik. Managemen bencana mulai saat prabencana,
saat bencana, pascabencana. Untuk jelasnya seperti yang di gambar.
(22)
Gambar 2.14 Manajemen Bencana
Pre-disaster
Kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi kerugian harta dan korban manusia yang
disebabkan oleh bahaya dan memastikan bahwa kerugian yang ada juga minimal ketika
terjadi bencana.
1.
Kesiapsiagaan : mencakup penyusunan rencana pengembangan sistem peringatan,
pemeliharaan persediaan, dan pelatihan personil. Langkah-langkah kesiapan tersebut
dilakukan sebelum peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban
jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi
2.
Mitigasi : mencakup semua langkah yang diambil untuk mengurangi skala bencana di
masa mendatang, baik efek maupun kondisi rentan terhadap bahaya itu sendiri. Lebih
difokuskan pada bahaya itu sendiri. Contoh : rumah tahan gempa, irigasi pada daerah
kekeringan.
Saat Bencana
Serangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
Meliputi : penyelamatan dan evakuasi korban maupun harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana.
(23)
Pascabencana (recovery)
1.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
2.
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan
pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Dalam managemen suatu bencana diperlukan relawan-relawan yang memang mau
untuk membantu. Namun banyak kita jumpai relawan yang hanya ingin berwisata bencana.
Relawan merupakan orang yang bekerja secara sukarela menggantikan tugas orang lain.
Selayaknya seorang sukarelawan memiliki:
1.
Willingness :
niat baik, bila menjadi relawan selayaknya tidak memilih-milih tugas.
2.
Professionalism.
3.
Good motivation.
4.
Berkemampuan untuk bekerjasama dengan yang lain, bukan malah bersaing antar tim.
Surveilans Bencana
Ketika kita berbicara tentang bencana, kita berbicara juga mengenai surveilans
bencana. Surveilans bencana adalah mengumpulkan data pada situasi bencana, data yang
dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal, luka/sakit, jenis luka, pengobatan yang
diperlukan, kebutuhan yang belum dipenuhi, jumlah korban anak-anak, dewasa, lansia, dan
lain-lain. Surveilans sangat penting untuk monitoring dan evaluasi dari sebuah proses,
sehingga dapat digunakan untuk menyusun kebijakan dan rencana program. Adapun tujuan
dari surveilance adalah untuk mendukung fungsi pelayanan bagi korban bencana secara
keseluruhan untuk menekan dampak negatif yang lebih besar.
(24)
Peran surveilance dapat dibagi dalam beberapa tahap :
1.
Saat bencana : Rapid Health Assessment (RHA), melihat dampak-dampak apa saja yang
ditimbulkan dari bencana, seperti berapa jumlah korban, barang-barang apa saja yang
dibutuhkan, peralatan apa yang harus disediakan, berapa banyak pengungsi lansia dan
anak-anak, seberapa parah tingkat kerusakan, kondisi sanitasi lingkungan, dan lain-lain.
2.
Setelah bencana : data-data yang diperoleh dari kejadian bencana harus dapat dianalisis
dan dibuat kesimpulan berupa rencana kerja atau kebijakan, misalnya apa saja yang harus
dilakukan masyarakat untuk kembali dari pengungsian, rekonstruksi dan rehabilitasi
seperti apa yang harus diberikan.
3.
Menentukan arah respon/ penanggulangan dan menilai keberhasilan respon
2.3
Konsep Bangunan Gedung Tahan Gempa
Agar penghuni rumah dapat mencapai rasa aman dalam menempati rumahnya, maka
sistem struktur bangunan rumahnya harus mampu memikul seluruh beban yang bekerja,
termasuk beban gempa dan angin. Ada tiga konsep yang harus dipenuhi dalam redesain
rumah tinggal untuk memenuhi keamanan penghuni bila terjadi gempa dan angin (Dradjat,
2009), yaitu :
1.
Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan rumah tidak boleh mengalami kerusakan baik pada
komponen non-struktural (seperti, dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca
pecah) maupun pada komponen strukturalnya (seperti,kolom dan balok retak, pondasi
amblas), sehingga jiwa penghuni menjadi selamat.
2.
Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan rumah boleh mengalami kerusakan pada komponen
non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak, sehingga jiwa
penghuni tetap selamat.
3.
Bila terjadi Gempa Besar, bangunan rumah boleh mengalami kerusakan baik pada
komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni
bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi
penghuni bangunan untuk keluar/mengungsi ketempat aman.
Ketiga konsep diatas yang harus dipenuhi dalam redesain rumah tinggal untuk
memenuhi keamanan penghuni bila terjadi gempa dan angin dapat dijelaskan pada gambar
2.15 seperti berikut :
(25)
Gambar 2.15
Global Response and Performance
(Dradjat, 2009),
Filosofi keamanan komponen struktur suatu bangunan secara umum adalah
kekuatan komponen struktur harus lebih besar dari seluruh beban yang bekerja pada
komponen tersebut atau:
Kuat rencana struktur ≥ Kuat yang diperlukan untuk menahan seluruh beban bekerja
Ø R
n≥ R
u(∑γ
iQ
i)
Dimana :
Ø
: faktor reduksi kekuatan
R
n: kuat nominal komponen struktur
R
u: kuat
ultimate
komponen struktur
γ
i: faktor beban
Q
i: berbagai jenis beban,
D
: beban mati
L
: beban hidup
E
: beban gempa
W
: beban angin
Perencanaan suatu struktur rumah harus direncanakan kekuatannya, dimana beban
yang bekerja pada struktur dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu beban vertikal yang
meliputi beban mati dan beban hidup, serta beban horizontal yang meliputi beban gempa dan
beban angina (Arief, 2012 dan Nathan 2006). Besarnya beban yang bekerja pada struktur
dapat diambil dari Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) Tahun 1983.
(26)
BAB III
METODE
Metode dengan penjadwalan masing-masing kegiatan sesuai dengan urutan dan waktu
pelaksanaannya. Pembagian/alokasi waktu disesuikan dengan alokasi waktu dalam Kontrak.
Kegiatan pokok meliputi:
1.
Pemodelan struktur
Membuat model struktur gedung berdasarkan hasil pengukuran dilapangan dengan
menggunakan program Etabs 2015 secara 3 dimensi, dimana data-data yang digunakan
dalam pemodelan diambil berdasarkan data - data yang didapat pada gambar.
2.
Analisis Struktur
Model yang telah dibuat dengan program Etabs selanjutnya dianalisis untuk
mensimulasikan performa struktur tanpa memperhatikan interaksi antara struktur dengan
dinding dan didesain berdasarkan data aktual untuk komponen materialnya. Selanjutnya
dilakukan kontrol apakah kapasitas penampang yang terpasang (balok dan kolom)
mencukupi untuk memikul beban kerja.
3.
Laporan Kajian Teknis Struktur
Laporan kajian teknis struktur memuat tentang hasil pemodelan struktur dan hasil
analisis struktur.
Pekerjaan Uji Struktur Gedung Eksisting dan desain ulang menggunakan 3 (tiga)
macam metode, yaitu pengamatan lapangan, pengujian mutu beton, serta pemodelan dan
analisis struktur. Pada Bab ini akan dibahas mengenai teknik pemodelan dan analisis struktur,
kemudian hasil analisis akan dibahas pada Bab berikutnya.
3.1
DATA UMUM
Informasi Proyek:
Fungsi
: Tempat Evakuasi Sementara (TES)
Lokasi
: Pasar Desa Serangan, Denpasar, Bali
(27)
Referensi Desain:
Peraturan Pembebanan
:
Peraturan Pembebanan SNI 1727-2013
Peraturan Gempa SNI 03-1726-2012
Peraturan Struktur Beton :
Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung SNI 2847-2013
Peraturan Struktur Baja :
Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural SNI 1729-2015
AISC-LRFD Specification for Structural Steel Building 2005
AWS Structural Welding Code 1996
Mutu Bahan:
Beton :
Ditentukan berdasarkan data
Hammer Test
dan diasumsikan memiliki mutu
dengan nilai rata-ta adalah sebagai berikut :
Kolom, Balok dan Pelat
: f’
c25 Mpa
Baja Struktural :
Baja Tulangan ulir (D)
: f
yl390 Mpa (U-39)
Baja Tulangan polos (Ø)
: f
ys240 Mpa (U-24)
3.2
SISTEM DAN DIMENSI STRUKTUR
Bangunan Utama:
Struktur Utama : Sistem Rangka Beton Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
Dimensi Struktur Eksisting:
(28)
Tabel 3.1 Dimensi Kolom Eksisting
Balok
Tabel 3.2 Dimensi Balok Eksisting
Pelat
Tabel 3.3 Dimensi Pelat Eksisting
Tipe Pelat
Tebal Pelat
S1
150
3.3
PEMODELAN
(29)
3.4
PEMBEBANAN
Struktur dibebani dengan beban akibat berat sendiri struktur, beban mati tambahan,
beban hidup dan beban gempa. Beban yang digunakan yaitu:
1.
Beban mati (D) : berat sendiri struktur + beban mati tambahan
2.
Beban hidup (L) : beban penghuni gedung
3.
Beban gempa (E) : didisain dengan metode respon spektrum berdasarkan peta wilayah
gempa Indonesia
4.
Beban Angin (W) : beban tekanan angin
Kombinasi beban yang digunakan yaitu:
1.
1,4D
2.
1,2D + 1,6 L
3.
1,42D + L + 1,3E
4.
1,42D + L
–
1,3E
5.
0,58 D + 1,3E
6.
0,58D – 1,3E
7.
1,2D + 1L + 1,3W
8.
1,2D + 1L – 1,3W
Beban-beban yang bekerja pada struktur :
A.
Beban Gravitasi
Lantai 1
Beban Mati Struktur
Beban mati tambahan
Beban hidup
: dihitung program berdasarkan dimensi input
: 110 kg/m
2(penutup lantai, & finishing)
: 800 kg/m
2Lantai 2
Beban Mati Struktur
Beban mati tambahan
Beban hidup
: dihitung program berdasarkan dimensi input
: 150 kg/m
2(penutup lantai, finishing, MEP)
: 200 kg/m
2(dinding)
: 400 kg/m
2(pasar)
Atap
Beban Mati Struktur
Beban mati tambahan
Beban hidup
: dihitung program berdasarkan dimensi input
: 150 kg/m
2(penutup lantai, finishing, MEP)
: 200 kg/m
2(dinding)
: 400 kg/m
2(pasar)
(30)
B.
Beban horizontal
Beban gempa pada ETABS 2012 digunakan fitur pembebanan gempa dengan analisis
respon spektrum berdasarkan SNI Gempa tahun 2012 untuk kategori resiko gempa D pada
tanah sedang.
Gambar 3.2 Peta Lokasi
Sumber: PUSKIM
Gambar 3.3 Grafik Tanah Sedang Desa Serangan
Sumber: PUSKIM
(31)
Faktor Keutamaan
: I = 1 [Kategori Resiko Bangunan II ]
Faktor daktilitas
: R = 8.0 [Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus]
Beban Angin diambil sebesar 0.49 kN/m
2arah tegak lurus bidang (angin tekan maupun
angin isap).
Gambar 3.4 Skema beban lantai 1
Gambar 3.5 Skema beban lantai 2
(32)
BAB IV
HASIL ANALISIS
4.1
HASIL ANALISIS
Struktur Tempat Evakuasi Sementara (TES) dimodel dan dianalisis dalam 3D
menggunakan ETABS 2015. Adapun bagian yang ditinjau adalah semua elemen struktur yang
meliputi kolom dan balok. Dalam analisis perletakan diasumsikan terjepit pada pondasi. Hasil
analisis dilakukan dua simulasi, yaitu: pertama, hasil analisis kebutuhan tulangan berdasarkan
beban gravitasi yang bekerja, kedua, hasil analisis kebutuhan tulangan berdasarkan beban
gravitasi dan beban gempa.
Berdasarkan hasil analisis, kondisi eksisting dan elemen strukturnya, simulasi pertama
mampu memikul beban gravitasi berdasarkan data pembebanan, tetapi pada simulasi kedua
beberapa elemen struktur tidak mampu memikul beban gempa sesuai SNI 1726-2012. Berikut
ini adalah hasil analisis struktur yang disajikan pada Gambar 3.1 s/d 3.3 yang berupa indikasi
posisi balok dan kolom yang
tidak memenuhi kebutuhan tulangan
. Sedangkan data berupa
tabel dapat dilihat pada lampiran.
Kolom Tidak OK:
Balok Tidak OK :
(Tul. Utama); (Torsi); (Geser)
(Tul. Utama);
(Torsi);
(Geser)
(33)
Kolom Tidak OK:
Balok Tidak OK :
(Tul. Utama); (Torsi); (Geser)
(Tul. Utama);
(Torsi);
(Geser)
Gambar 4.2 Denah elemen struktur yang tidak memenuhi kriteria desain Lt 1 Mach
Kolom Tidak OK:
Balok Tidak OK :
(Tul. Utama); (Torsi); (Geser)
(Tul. Utama);
(Torsi);
(Geser)
(34)
Kolom Tidak OK:
Balok Tidak OK :
(Tul. Utama); (Torsi); (Geser)
(Tul. Utama);
(Torsi);
(Geser)
Gambar 4.4 Denah elemen struktur yang tidak memenuhi kriteria desain Lt Atap
Untuk perhitungan lebih detail dan perbandingan desain eksisting dengan hasil
kebutuhan tulangan dapat dilihat pada tabel yang terlampiran.
4.2
Kontrol Simpangan
Simpangan antar lantai tingkat desain (∆) seperti yang ditentukan dalam SNI
03-1726-2012 tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (∆a) seperti yang didapatkan
pada tabel 5 (Lampiran A) untuk semua tingkat dengan kategori resiko gempa IV yaitu
simpangan yang dihitung tidak boleh melampaui 0,010 kali tinggi tingkat.
000
.
15
tota lhs
a
0
,
010
x
15
.
000
150
mm
Simpangan maksimum biasanya akan terjadi pada pembebanan gempa. Oleh karena itu,
diambil hanya pembebanan gempa yakni :
Ex = E
hx+ E
v(35)
a. Arah X
b. Arah Y
Gambar 4.5 Simpangan struktur
Sumber : Hasil analisis
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis diperoleh total besar simpangan arah X dan Y.
Dari ke-2 pembebanan tersebut didapatkan nilai simpangan nominal pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Simpangan arah X dan Y akibat gempa arah X dan Y.
X
Y
Simpangan
Nominal (mm)
16.4
29.20
Simpangan Ijin
(mm)
160
160
Keterangan
OK
OK
Simpangan
Arah
Sumber : Hasil analisis
Dari Tabel 4.1 nilai simpangan maksimum sebesar 29.20 mm akibat beban gempa.
Maka dapat disimpulkan struktur masih memiliki kekakuan yang cukup dan memenuhi
kelayakan sesuai standar SNI 03-1729-2012. Berikut juga ditabelkan simpangan antar lantai
pada Tabel 4.2.
(36)
Tabel 4.2 Simpangan antar lantai arah X dan Y akibat gempa.
X
Y
4
16.40
29.20
3
13.10
22.00
2
7.90
12.10
1
0.00
0.00
Simpangan (mm)
Lantai
Arah
Sumber : Hasil analisis
Dari Tabel 4.3 simpangan antar lantai di plot dalam Gambar 4.6
Gambar 4.6 Simpangan per-lantai akibat gempa arah X dan Y
Sumber : Hasil analisis
Berdasarkan Tabel 4.2, Gambar 4.6, didapatkan bahwa struktur arah Y memiliki
simpangan antar lantai yang lebih besar dibandingkan struktur arah X. Hal ini sudah pasti
dikarenakan bentuk struktur arah Y lebih panjang sehingga lebih kaku.
(37)
4.3
Analisis
Pushover
Analisis beban dorong
pushover
dilakukan dengan menentukan titik kontrol pada atap,
yaitu pada grid 1-A (Gambar 4.7). Struktur di dorong dengan beban gempa arah X maupun
arah Y, sampai bangunan mencapai kinerjanya dan terjadi keruntuhan bangunan. Dari analisis
pushover
maka didapatkan kurva
pushover,
pada analisis
pushover
model struktur diberi
beban gravitasi dan beban gempa hingga mengalami pola keruntuhan (
collapse
). Terdapat
pola keruntuhan yang terjadi secara bertahap, dimana tiap pola
memperlihatkan jumlah sendi
plastis yang terbentuk.
4.3.1
Analisis Kurva
Pushover
Dari analisis statik nonlinier
pushover
menggunakan program ETABS v.15,
didapatkan kurva pushover yang menunjukan hubungan antara perpindahan dan gaya geser
dasar untuk model TES (Gambar 3.1). Berikut adalah titik perpindahan yang ditinjau pada
joint 5 seperti Gambar 4.7 dan kurva
pushover
masing-masing model pada Gambar 4.8.
Gambar 4.7 Titik perpindahan
Sumber : Hasil analisis
(38)
Gambar 4.8 Perbandingan kurva pushover arah X dan Y (push-X & Y)
Sumber : Hasil analisis
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan kurva
pushover
pada arah
X dan Y, bahwa model arah X memiliki
strength
atau kekuatan yang lebih besar dalam
menahan beban gempa dibandingkan dengan arah Y. Besarnya gaya geser dasar ultimit dan
perpindahannya pada kurva
pushover
arah X (push-X) adalah
……..
KN
dan arah Y (push-Y)
adalah
……….
KN
. Berikut adalah gaya geser dasar dan perpindahan arah X dan Y pada
Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.
Tabel 4.3 Gaya geser dasar arah X dan Y pada kurva
pushover.
X
Y
Pada kondisi leleh (KN)
Presentase (%)
Pada kondisi batas (KN)
Presentase (%)
Gaya geser dasar
Arah
(39)
Tabel 4.4 Perpindahan arah X dan Y pada kurva
pushover.
X
Y
Pada kondisi leleh (mm)
Presentase (%)
Pada kondisi batas (mm)
Presentase (%)
Simpangan
Arah
Sumber : Hasil analisis
Berikut adalah perpindahan arah X dan Y masing-masing model pada kondisi beban
gempa yang sama pada model TES, bisa dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4.5. Perpindahan pada kondisi beban gempa yang sama pada kondisi batas
X
Y
Presentase (%)
Displascement (mm)
Arah
Simpangan
Sumber : Hasil analisis
4.3.2
Target Perpindahan
Dua metode yang digunakan untuk menentukan target perpindahan yaitu metode kinerja
batas ultimit (SNI 03-1726-2012) dan metode koefisien perpindahan (FEMA 356).
Berdasarkan metode koefisien perpindahan (FEMA 356) dari ETABS v.15, maka target
perpindahan pada titik kontrol δt, ditentukan sebagai berikut.
Keterangan :
C
0: koefisien faktor bentuk
C
1: faktor modifikasi yang menghubungkan perpindahan inelastic.
C
2: koefisien untuk memperhitungkan efek pinching.
C
3: pembesaran lateral akibat adanya efek P-delta.
Sa
: akselerasi respons spectrum.
(40)
Nilai parameter target perpindahan bisa dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Nilai parameter target perpindahan
X
Y
C0
C1
C2
C3
Sa
Te
Vt (KN)
Arah
Parameter
Sumber : Hasil analisis
Performance point
juga dapat ditentukan dengan metode
capacity spectrum ATC40
yang sudah built-in pada program ETABS v.15.
Performance point
berdasarkan metode
displacement coefficient FEMA 356
dan metode
capacity spectrum
yang menunjukan nilai
target perpindahan dan gaya geser dasar saat mencapai target perpindahan ditampilkan pada
Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Nilai
Performance Point
X
Y
Vt (KN)
Vt (KN)
ATC-40
Arah
Metode
FEMA 356
(mm)
(mm)
(41)
Tabel 4.8 Nilai Periode Dan Redaman Masing-Masing Struktur
X
Y
Telf
Beff
Arah
Performance
Sumber : Hasil analisis
Berdasarkan metode kinerja batas ultimit SNI 03-1726-2012 dan FEMA 356,
maka mengacu pada beban nominal yang diperoleh dari analisis struktur dengan cara statik
ekivalen diperoleh simpangan pada atap seperti terlihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Nilai target perpindahan berdasarkan SNI 03-1726-2012 dan FEMA 356
X
Y
Simpangan Nominal
(mm)
Simpangan ultimit
SNI 2012
ξ
R.x (mm)
FEMA356 (δt) mm
Simpangan
Arah
Pada SNI 03-1726-2012, untuk gedung beraturan model TES maka
ξR
= 0,7x8.
Simpangan yang terjadi masih lebih kecil dari syarat menurut SNI 03-1726-2012 dan
FEMA 356.
4.4
Evaluasi Kinerja Struktur
Struktur dievaluasi pada kondisi dimana target perpindahan tercapai. Kriteria evaluasi
kinerja didasarkan pada gaya dan deformasi yang terjadi. Level kinerja bangunan terhadap
gempa mengacu pada perilaku kurva
pushover
(Gambar 2.18) yang diidealisasi adalah titik
pada kurva sebagai berikut : A:
Origin
Point (titik awal), B:
Yield Point
(titik leleh), IO:
(42)
Collapse Prevention
(pencegahan keruntuhan), C:
Ultimate Point
(titik batas), D:
Residual
Point
(titik sisa), dan E:
Failure Point
(titik keruntuhan). Berikut ini adalah target
perpindahan titik kontrol model TES pada masing-masing pola arah gempa.
4.1.1
Model Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (Model TES)
a.
Mekanisme Terjadi Sendi Plastis model TES
Tabel 4.10 Tabel mekanisme terjadi sendi plastis model TES arah X
Step Displacement BaseForce AtoB BtoIO IOtoLS LStoCP CPtoC CtoD DtoE BeyondE
Total
mm KN
0
1
(leleh)
2
3
4
5
6
7
8
9
(batas)
10
11
(43)
b. Portal 1-1 pada step 4 (
Ultimate
)
Gambar 4.9 Perilaku keruntuhan struktur TES arah X
Pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.9 menunjukan bahwa kinerja struktur hanya mencapai
level D
(titik sisa) dan belum mencapai E (titik keruntuhan). Pada kondisi leleh terjadi pada
portal 2-2 pada balok lantai 2 step 1 dimana kinerja struktur A (titik awal) terjadi 318 sendi
plastis, B
(titik leleh) terjadi 2 sendi plastis dan IO (penggunaan sedang) sampai E (titik
keruntuhan) tidak terjadi sendi plastis. Pada kondisi batas terjadi pada portal 1-1 pada balok
lantai 2 step 9 dimana kinerja struktur A (titik awal) terjadi 252 sendi plastis, B
(titik leleh)
terjadi 4 sendi plastis, IO (penggunaan sedang) terjadi 56 sendi plastis, LS
(aman untuk
dihuni) terjadi 8 sendi plastis, CP (pencegahan keruntuhan) terjadi 4 sendi plastis, C (titik
batas) terjadi 2 sendi plastis, dan D
(titik sisa) sampai E (titik keruntuhan) tidak terjadi sendi
plastis. Dimana target perpindahan pada kondisi leleh
δt …….
mm dengan gaya geser dasar
……..
KN
dan perpindahan pada kondisi batas δt ……..
mm dengan gaya geser dasar
…….. KN.
(44)
b.
Mekanisme Terjadi Sendi Plastis Model TES Arah Y
Tabel 4.11 Tabel mekanisme terjadi sendi plastis model TES arah Y
Step Displacement BaseForce AtoB BtoIO IOtoLS LStoCP CPtoC CtoD DtoE BeyondE Total
mm KN
0
1
(leleh)
2
3
4
5
6
7
(batas)
8
9
a. Portal B-B pada step 2 (leleh)
b. Portal A-A pada step 7 (
Ultimate
)
Gambar 4.10 Perilaku keruntuhan struktur TES sumbu Y
Pada Tabel 4.11 dan Gambar 4.10 menunjukan bahwa kinerja struktur hanya mencapai
level D
(titik sisa) dan belum mencapai E (titik keruntuhan). Pada kondisi leleh terjadi pada
portal B-B pada balok lantai 2 step 1 dimana kinerja struktur A (titik awal) terjadi 318 sendi
plastis, B
(titik leleh) terjadi 2 sendi plastis dan IO (penggunaan sedang) sampai E (titik
keruntuhan) tidak terjadi sendi plastis. Pada kondisi batas terjadi pada portal A-A pada balok
lantai 2 step 7 dimana kinerja struktur A (titik awal) terjadi 234 sendi plastis, B
(titik leleh)
terjadi 2 sendi plastis, IO (penggunaan sedang) terjadi 36 sendi plastis, LS
(aman untuk
dihuni) terjadi 38 sendi plastis, CP (pencegahan keruntuhan) terjadi 4 sendi plastis, C (titik
batas) terjadi 6 sendi plastis, dan D
(titik sisa) sampai E (titik keruntuhan) tidak terjadi sendi
(45)
plastis. Dimana target perpindahan pada kondisi leleh
δt
………
mm dengan gaya geser dasar
…………..
KN dan perpindahan pada kondisi batas
δt
…………..
mm dengan gaya geser
dasar
…………
KN.
4.1.2
Evaluasi Kinerja Struktur Berdasarkan Jumlah Sendi Plastis
Model TES dapat juga dilakukan evaluasi kinerja sistem struktur berdasarkan jumlah
sendi plastis yang terjadi pada saat kondisi perpindahan tertentu seperti disajikan pada Tabel
4.12.
Tabel 4.12 Jumlah sendi plastis yang terjadi pada kondisi perpindahan tertentu
BtoIO
IOtoLS
LStoCP
CPtoC
CtoD
DtoE
BeyondE
Titik leleh
Titik batas
Titik leleh
Titik batas
Arah
Model
Sumbu
Kondisi
X
Y
4.5
Analisis Daktilitas Struktur
Daktilitas didapat berdasarkan saat titik batas dibagi titik leleh dari analisis
pushover
.
Daktilitas setiap model TES bisa dilihat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Perbandingan daktilitas model struktur
X
Y
Arah
Simpangan Runtuh (mm)
Daktilitas
Model
Pushover
Simpangan Leleh (mm)
Dari Tabel 4.13 terlihat bahwa Arah X memiliki nilai daktilitas lebih besar dari arah
Y, dimana nilai daktilitas
……
arah X dan
…….
arah Y.
(46)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENSI
5.1
Hasil Analisis Struktur
Simulasi pertama, struktur
TES
yang berupa struktur rangka beton bertulang mampu
memikul beban gravitasi, tetapi pada smulasi kedua beberapa balok dan kolom struktur tidak
mampu menahan beban gempa berdasarkan SNI 1726-2012.
5.2
Rekomendasi
Perkuatan elemen-elemen struktur
TES
perlu dilakukan untuk meningkatkan
kekampuan struktur agar mampu menahan beban yang direncanakan. Perkuatan dapat
dilakukan antara lain menambah dimensi elemen struktur, menambah tulangan utama maupun
tulangan geser, atau perkuatan lainnya yang dianggap mampu untuk meningkatkan kekuatan
elemen struktur, sehingga struktur mampu dan aman menahan beban-beban yang
direncanakan.
(47)
LAMPIRAN-LAMPIRAN
SKEMATIK GAMBAR STRUKTUR
TABEL ANALISIS STRUKTUR
KETERANGAN:
KODE BALOK :
1 A/B - 2
KODE KOLOM :
A 1 - 2
Kode Grid
searah sumbu batang (sb.1)
(menunjukan posisi grid batang)
Kode Grid
tegak lurus sumbu batang (sb.2)
(menunjukan posisi bentang batang)
Kode level
(Lantai)
(menunjukan posisi batang berada di level berapa)
Kode Grid X
(menunjukan posisi kolom di Grid X)
Kode Grid Y
(menunjukan posisi kolom di Grid Y)
Kode level
(Lantai)
(48)
RENCANA TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA (TES)
PADA KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI
PROVINSI BALI
GAMBAR DENAH
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
JULI 2015
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
RENCANA TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA (TES)
PADA KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI
PROVINSI BALI
HASIL ANALISIS STRUKTUR
CEK DIMENSI & KEBUTUHAN TULANGAN
KOLOM
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
JULI 2015
(54)
Longitudinal
Geser
Longitudinal
Geser
mm²
mm²/mm
mm²
mm²/mm
Atap
A1-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.11
OK utama
OK geser
B1-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.12
OK utama
OK geser
G1-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.14
OK utama
OK geser
H1-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.1
OK utama
OK geser
C1-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0
OK utama
OK geser
D1-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0
OK utama
OK geser
E1-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0
OK utama
OK geser
F1-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0
OK utama
OK geser
Lantai 2
A1-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
0.38
OK utama
OK geser
B1-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
0.56
OK utama
OK geser
C1-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
0.69
OK utama
OK geser
D1-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
0.87
OK utama
OK geser
E1-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
0.87
OK utama
OK geser
F1-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
0.72
OK utama
OK geser
G1-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
0.53
OK utama
OK geser
H1-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
0.26
OK utama
OK geser
Lantai 1
A1-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.41
OK utama
OK geser
Mach
B1-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.48
OK utama
OK geser
C1-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.37
OK utama
OK geser
D1-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.51
OK utama
OK geser
E1-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.43
OK utama
OK geser
F1-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.51
OK utama
OK geser
G1-1M.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
1.44
OK utama
OK geser
H1-1M.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
1.44
OK utama
OK geser
Lantai 1
A1-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.52
OK utama
OK geser
B1-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.48
OK utama
OK geser
C1-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.45
OK utama
OK geser
D1-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.43
OK utama
OK geser
E1-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.52
OK utama
OK geser
F1-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.34
OK utama
OK geser
G1-1.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
1.44
OK utama
OK geser
H1-1.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.66
OK utama
OK geser
(55)
Longitudinal
Geser
Longitudinal
Geser
mm²
mm²/mm
mm²
mm²/mm
Atap
A2-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.2
OK utama
OK geser
B2-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.2
OK utama
OK geser
G2-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.21
OK utama
OK geser
H2-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.21
OK utama
OK geser
Lantai 2
A2-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
0.68
OK utama
OK geser
B2-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
0.79
OK utama
OK geser
C2-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
1.69
OK utama
OK geser
D2-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
1.76
OK utama
OK geser
E2-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
1.77
OK utama
OK geser
F2-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
1.6
OK utama
OK geser
G2-2.2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
3.45
OK utama
NOT OK geser
H2-2.1
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
2.35
OK utama
OK geser
Lantai 1
A2-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.84
OK utama
OK geser
Mach
B2-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.65
OK utama
OK geser
C2-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.61
OK utama
OK geser
D2-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.66
OK utama
OK geser
E2-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.63
OK utama
OK geser
F2-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.6
OK utama
OK geser
G2-1M.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
1.52
OK utama
OK geser
H2-1M.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
2.01
OK utama
OK geser
Lantai 1
A2-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.51
OK utama
OK geser
B2-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.45
OK utama
OK geser
C2-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.38
OK utama
OK geser
D2-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.33
OK utama
OK geser
E2-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.39
OK utama
OK geser
F2-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.32
OK utama
OK geser
G2-1.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
1.44
OK utama
OK geser
H2-1.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
1.97
OK utama
OK geser
Lantai
Kode
Type
Dimensi
Tulanagn Eksisting
Tulanagan Perlu
Keterangan
(56)
Longitudinal
Geser
Longitudinal
Geser
mm²
mm²/mm
mm²
mm²/mm
Atap
A3-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.2
OK utama
OK geser
B3-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.21
OK utama
OK geser
G3-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.22
OK utama
OK geser
H3-A
K3 25x25
250x250
1335
1.57
625
0.22
OK utama
OK geser
Lantai 2
C3-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
1.67
OK utama
OK geser
D3-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
1.76
OK utama
OK geser
E3-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
1.76
OK utama
OK geser
F3-2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
1.61
OK utama
OK geser
G3-2.2
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
1.15
OK utama
OK geser
A3-2.1
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
1.05
OK utama
OK geser
B3-2.1
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
1.28
OK utama
OK geser
G3-2.1
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
0.64
OK utama
OK geser
H3-2.1
K2 D80
D 800
7603
2.36
5027
2.43
OK utama
NOT OK geser
Lantai 1
C3-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.65
OK utama
OK geser
Mach
D3-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.71
OK utama
OK geser
E3-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.71
OK utama
OK geser
F3-1M
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.56
OK utama
OK geser
A3-1M.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.92
OK utama
OK geser
B3-1M.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
1.12
OK utama
OK geser
G3-1M.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
1.58
OK utama
OK geser
H3-1M.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
4.54
OK utama
NOT OK geser
Lantai 1
C3-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.4
OK utama
OK geser
D3-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.37
OK utama
OK geser
E3-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.33
OK utama
OK geser
F3-1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.44
OK utama
OK geser
A3-1.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.95
OK utama
OK geser
B3-1.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
0.76
OK utama
OK geser
G3-1.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
3.95
OK utama
NOT OK geser
H3-1.1
K1 D100
D 1000
23562
2.36
7854
2.5
OK utama
NOT OK geser
Lantai
Kode
Type
Dimensi
Tulanagn Eksisting
Tulanagan Perlu
Keterangan
(1)
2'C/D-A B6 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 596 318 743 0 1.04 OK utama
567 851 567 319 233 356 OK torsi
OK geser
2'D/E-A B2 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 1169 319 1168 0 1.83 NOT OK utama
567 851 567 654 738 655 OK torsi
NOT OK geser
2'E/F-A B6 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 745 319 597 0 1.04 OK utama
567 851 567 357 234 319 OK torsi
OK geser
2'F/G-A B2 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 868 269 610 0 1.69 NOT OK utama
567 851 567 495 699 593 OK torsi
NOT OK geser
2'A/B-A B4 25x40 250x400 851 567 851 402 1.57 206 133 413 0 1.38 OK utama
567 851 567 163 319 269 OK torsi
OK geser
1'G/H-A B4 25x40 250x400 851 567 851 402 1.57 1154 280 652 0 o/s NOT OK utama
567 851 567 754 907 393 OK torsi
(2)
Geser Geser
(mm) End I Middle End J Badan mm²/mm End I Middle End J Badan mm²/mm
H0/1-A B7 NPa 300x500 1134 851 1134 804 1.57 9 -645 131 0 1.29 OK utama
851 1134 851 30 -645 65 OK torsi
OK geser
H1/2-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 686 301 739 603 o/s OK utama
851 1418 851 606 736 566 OK torsi
NOT OK geser
H4/4'-A B7 NPb 300x500 1134 851 1134 804 1.57 217 -554 97 183 1.79 OK utama
851 1134 851 154 -554 136 OK torsi
NOT OK geser
G0/1-A B7 NPa 300x500 1134 851 1134 804 1.57 137 -508 386 275 o/s OK utama
851 1134 851 190 -508 261 OK torsi
NOT OK geser
G1/2-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 1120 401 1035 802 o/s NOT OK utama
851 1418 851 929 1453 940 OK torsi
NOT OK geser
G4/4'-A B7 NPb 300x500 1134 851 1134 804 1.57 403 -488 158 315 1.78 OK utama
851 1134 851 280 -488 213 OK torsi
NOT OK geser
F0/1-A B7 NPa 300x500 1134 851 1134 804 1.57 201 -444 385 402 o/s OK utama
851 1134 851 252 -444 292 OK torsi
NOT OK geser
F1/2-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 417 118 482 0 1.13 OK utama
851 1418 851 206 219 238 OK torsi
OK geser
F3/4-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 486 152 278 0 0.90 OK utama
851 1418 851 306 219 204 OK torsi
OK geser
F4/4'-A B7 NPb 300x500 1134 851 1134 804 1.57 366 -481 164 329 2.13 OK utama
851 1134 851 265 -481 205 OK torsi
NOT OK geser
E0/1-A B7 NPa 300x500 1134 851 1134 804 1.57 197 -448 431 394 o/s OK utama
851 1134 851 259 -448 313 OK torsi
NOT OK geser
E1/2-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 407 138 486 0 0.87 OK utama
851 1418 851 201 217 277 OK torsi
OK geser
E3/4-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 486 153 342 0 0.90 OK utama
851 1418 851 308 217 199 OK torsi
OK geser Keterangan
Longitudinal mm² Longitudinal mm²
(3)
E4/4'-A B7 NPb 300x500 1134 851 1134 804 1.57 471 -403 242 484 o/s OK utama
851 1134 851 356 -403 302 OK torsi
NOT OK geser
D0/1-A B7 NPa 300x500 1134 851 1134 804 1.57 245 -401 474 489 o/s OK utama
851 1134 851 306 -401 359 OK torsi
NOT OK geser
D1/2-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 388 169 522 0 0.98 OK utama
851 1418 851 260 231 342 OK torsi
OK geser
D3/4-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 486 148 485 0 1.31 OK utama
851 1418 851 298 214 239 OK torsi
OK geser
D4/4'-A B7 NPb 300x500 1134 851 1134 804 1.57 434 -444 202 403 2.58 OK utama
851 1134 851 317 -444 265 OK torsi
NOT OK geser
C0/1-A B7 NPa 300x500 1134 851 1134 804 1.57 160 -485 363 321 o/s OK utama
851 1134 851 205 -485 261 OK torsi
NOT OK geser
C1/2-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 383 181 559 0 1.40 OK utama
851 1418 851 303 258 366 OK torsi
OK geser
C3/4-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 486 143 486 0 1.26 OK utama
851 1418 851 289 216 272 OK torsi
OK geser
C4/4'-A B7 NPb 300x500 1134 851 1134 804 1.57 392 -446 199 399 2.26 OK utama
851 1134 851 295 -446 249 OK torsi
NOT OK geser
B0/1-A B7 NPa 300x500 1134 851 1134 804 1.57 173 -472 415 347 o/s OK utama
851 1134 851 234 -472 293 OK torsi
NOT OK geser
B1/2-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 430 197 611 0 1.59 OK utama
851 1418 851 383 302 399 OK torsi
NOT OK geser
B3/4-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 486 171 528 0 1.37 OK utama
851 1418 851 331 238 346 OK torsi
OK geser
B4/4'-A B7 NPb 300x500 1134 851 1134 804 1.57 362 -522 123 246 1.82 OK utama
851 1134 851 242 -522 192 OK torsi
NOT OK geser
A0/1-A B7 NPa 300x500 1134 851 1134 804 1.57 9 -645 178 0 1.64 OK utama
851 1134 851 29 -645 89 OK torsi
(4)
A1/2-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 422 206 639 0 1.66 OK utama
851 1418 851 474 316 416 OK torsi
NOT OK geser
A3/4-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 461 183 566 0 1.45 OK utama
851 1418 851 394 277 370 OK torsi
OK geser
A4/4'-A B7 NPb 300x500 1134 851 1134 804 1.57 139 -645 7 0 1.12 OK utama
851 1134 851 69 -645 36 OK torsi
OK geser
H2/3-A B1 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 507 173 533 0 0.78 OK utama
851 1418 851 332 456 349 OK torsi
OK geser
H3/4-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 338 13 337 0 0.88 OK utama
851 1418 851 248 91 168 OK torsi
OK geser
G2/3-A B1 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 1338 606 1152 537 o/s OK utama
851 1418 851 783 1161 778 OK torsi
NOT OK geser
G3/4-A B5 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 465 0 223 0 1.32 OK utama
851 1418 851 230 105 187 OK torsi
OK geser
F2/3-A B1 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 1534 470 1456 0 2.04 NOT OK utama
851 1418 851 785 1492 808 OK torsi
NOT OK geser
E2/3-A B1 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 1823 655 1789 338 o/s NOT OK utama
851 1418 851 1033 1849 1043 OK torsi
NOT OK geser
D2/3-A B1 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 1786 655 1828 338 o/s NOT OK utama
851 1418 851 1045 1850 1031 OK torsi
NOT OK geser
C2/3-A B1 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 1484 478 1561 0 2.05 NOT OK utama
851 1418 851 807 1487 783 OK torsi
NOT OK geser
B'B/C-A B7 NPa 300x500 1134 851 1134 804 1.57 101 87 99 0 0.57 OK utama
851 1134 851 50 28 50 OK torsi
OK geser
B'1/2-A B6 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 319 212 671 0 0.96 OK utama
567 851 567 212 319 323 OK torsi
OK geser
B'2/3-A B2 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 1019 317 1036 0 1.60 NOT OK utama
567 851 567 550 572 539 OK torsi
(5)
B'3/4-A B6 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 640 202 319 0 0.94 OK utama
567 851 567 319 319 202 OK torsi
OK geser
B'4/4'-A B7 NPb 300x500 1134 851 1134 804 1.57 113 100 112 0 0.50 OK utama
851 1134 851 56 32 56 OK torsi
OK geser
D'0/1-A B7 NPa 300x500 1134 851 1134 804 1.57 117 94 99 0 0.65 OK utama
851 1134 851 58 28 49 OK torsi
OK geser
D'1/2-A B6 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 319 213 674 0 0.97 OK utama
567 851 567 213 319 325 OK torsi
OK geser
D'2/3-A B2 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 1111 319 1113 0 1.77 NOT OK utama
567 851 567 644 701 643 OK torsi
NOT OK geser
D'3/4-A B6 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 673 212 319 0 0.97 OK utama
567 851 567 324 319 212 OK torsi
OK geser
D'4/4'-A B7 NPb 300x500 1134 851 1134 804 1.57 100 95 118 0 0.52 OK utama
851 1134 851 50 28 59 OK torsi
OK geser
F'0/1-A B7 NPa 300x500 1134 851 1134 804 1.57 98 85 97 0 0.55 OK utama
851 1134 851 49 27 49 OK torsi
OK geser
F'1/2-A B6 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 319 200 632 0 0.92 OK utama
567 851 567 200 319 319 OK torsi
OK geser
F'2/3-A B2 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 1050 319 1024 0 1.61 NOT OK utama
567 851 567 539 572 549 OK torsi
NOT OK geser
F'3/4-A B6 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 665 210 308 0 0.94 OK utama
567 851 567 320 319 210 OK torsi
OK geser
F'4/4'-A B7 NPb 300x500 1134 851 1134 804 1.57 92 80 96 0 0.44 OK utama
851 1134 851 46 26 48 OK torsi
OK geser
H'0/1-A B6b 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 34 37 67 0 0.36 OK utama
567 851 567 17 17 34 OK torsi
OK geser
H'1/2-A B6b 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 104 64 261 0 0.37 OK utama
567 851 567 64 74 129 OK torsi
(6)
H'3/4-A B6b 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 277 68 155 0 0.39 OK utama
567 851 567 137 68 77 OK torsi
OK geser
H'4/4'-A B6b 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 81 49 44 0 0.36 OK utama
567 851 567 40 20 22 OK torsi
OK geser
X0/1-A B6b 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 36 46 79 0 0.36 OK utama
567 851 567 18 35 65 OK torsi
OK geser
X1/2-A B6b 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 145 115 324 0 0.50 OK utama
567 851 567 154 130 213 OK torsi
OK geser
X3/4-A B6b 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 319 81 259 0 0.59 OK utama
567 851 567 163 81 128 OK torsi
OK geser
X4/4'-A B6b 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 139 78 40 0 0.54 OK utama
567 851 567 69 34 20 OK torsi
OK geser
H'2/3-A B6b 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 319 95 319 0 0.57 OK utama
567 851 567 191 208 195 OK torsi
OK geser
X2/3-A B6b 25x40 250x400 851 567 851 804 1.57 327 116 357 0 0.68 OK utama
567 851 567 280 319 233 OK torsi
OK geser
B2/3-A B1 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 1557 682 1581 744 1.99 NOT OK utama
851 1418 851 939 1351 950 OK torsi
NOT OK geser
A2/3-A B1 30x50 300x500 1418 851 1418 804 1.57 920 168 839 0 1.41 OK utama
851 1418 851 517 535 486 OK torsi