PERKULIAHAN MATEMATIKA SPESIFIK KIMIA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS-MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS, DAN PEMECAHAN MASALAH KIMIA KUANTITATIF.

(1)

i

PERKULIAHAN MATEMATIKA SPESIFIK KIMIA

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

LOGIS-MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS, DAN

PEMECAHAN MASALAH KIMIA KUANTITATIF

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan Alam

Oleh FAHYUDDIN

1007050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

ii

PERKULIAHAN MATEMATIKA SPESIFIK KIMIA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS-MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS, DAN

PEMECAHAN MASALAH KIMIA KUANTITATIF

Oleh

Fahyuddin

S.Pd FKIP Unhalu, 1997 M.Si. dalam Ilmu Kimia, 2002

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) dalam bidang pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

© Fahyuddin 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

iv FAHYUDDIN

PERKULIAHAN MATEMATIKA SPESIFIK KIMIA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS-MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS, DAN

PEMECAHAN MASALAH KIMIA KUANTITATIF

Promotor

Prof. Dr. Liliasari, M.Pd. NIP. 19490927 197803 2001

Kopromotor

Prof. Jozua Sabandar, MA, Ph.D.

NIP. 19470524 198103 1001

Anggota

Dr. Muhamad Abdulkadir Martoprawiro

NIP. 19610308 198811 1001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan IPA

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Prof. Dr. Hj. Anna Permanasari, M.Si.


(5)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Definisi Operasional ... 12

BAB II PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA SPESIFIK KIMIA (MSK) DAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS A. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Spesifik Kimia ... 13

1. Bahan ajar MSK untuk mencapai kompetensi lulusan sarjana pendidikan kimia di Perguruan Tinggi (PT) ... 13

2. Prinsip pengembangan materi dalam bahan ajar MSK ... 15

3. Bahan ajar untuk perkuliahan matematika kimia ... 16


(6)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Transfer Pengetahuan antara Matematika dan Kimia ... 24 D. Penelitian Integrasi Matematika dan Kimia yang Relevan ... 27 E. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dalam Matematika dan Kimia 30 1. Berpikir Logis Matematis (LoM) ... 33 2. Kemampuan Pemecahan Masalah (PM) ... 40 3. Kemampuan Komunikasi Matematis (KoM) ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma dan Desain Penelitian ... 56 B. Metode Penelitian ... 60

1. Analisis struktur materi kimia kuantitatif dan konsep

matematika yang relavan ... 60 2. Analisis karakteristik mahasiswa kimia ... 61 3. Penetapan konsep matematika esensial dalam bahan ajar MSK .... 61 4. Integrasi konsep matematika dan kimia menjadi bahan ajar MSK 62 5. Evaluasi bahan ajar MSK ... 63 6. Implementasi bahan ajar MSK dalam perkuliahan

Matematika kimia... 64 C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya... 65

1. Pengembangan instrumen pada studi 1 (pengembangan

bahan Ajar MSK) ... 66 2. Pengembangan instrumen Kemampuan Berpikir Matematis (KBM) 67 3. Analisis butir soal instrumen kemampuan berpikir matematis ... 69 D. Variabel Penelitian dalam Implementasi bahan ajar MSK ... 70 E. Teknik Analisis Data ... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Struktur Materi dan Karakteristik Mahasiswa Kimia .. 77 1. Analisis struktur materi kimia dan konsep matematika


(7)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Analisis karakteristik mahasiswa kimia ... 79

B. Hasil Pengembangan Materi Bahan Ajar MSK ... 82

1. Konsep matematika esensial untuk mahasiswa kimia ... 82

2. Integrasi konsep matematika dan kimia dalam bahan ajar MSK ... 85

3. Evaluasi bahan ajar MSK ... 88

C. Hasil Implementasi Bahan Ajar MSK... 91

1. Analisis penguasaan konsep berdasarkan bahan ajar MSK ... 91

2. Peningkatan penguasaan konsep pada setiap jenis materi MSK ... 93

3. Analisis kemampuan berpikir LoM, KoM, dan PM ... 97

4. Peningkatan setiap jenis kemampuan KoM ... 103

5. Peningkatan kemampuan setiap jenis penalaran dalam berpikir LoM ... 105

D. Pembahasan ... 108

1. Struktur materi kimia kuantitatif dan karakteristik mahasiswa Kimia ... 108

2. Pengembangan materi bahan ajar matematika spesifik kimia (MSK) ... 111

3. Hasil implementasi bahan ajar MSK ... 116

a. Peningkatan penguasaan konsep MSK ... 116

b. Peningkatan kemampuan berpikir matematis ... 118

c. Efektivitas pendekatan belajar PLTJ dan PKoK pada implementasi bahan ajar MSK dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis ... 128

d. Kendala dalam pengembangan kemampuan berpikir matematis melalui implementasi bahan ajar MSK ... 131

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 138

B. Implikasi ... 139


(8)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA ... 141 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 153


(9)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PERKULIAHAN MATEMATIKA SPESIFIK KIMIA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS-MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS, DAN

PEMECAHAN MASALAH KIMIA KUANTITATIF

ABSTRAK

Representasi dan komunikasi dalam kimia kuantitatif lebih banyak dilakukan melalui sistem simbol termasuk persamaan matematis. Banyak mahasiswa yang mempelajari kimia mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep kimia yang disajikan, dan menggunakan simbol-simbol dan konsep matematika. Fokus utama penelitian adalah meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berpikir logis matematis (LoM), komunikasi matematis (KoM), dan pemecahan masalah (PM) melalui pengembangan dan implementasi bahan ajar matematik spesifik kimia (MSK) dalam perkuliahan. Pengembangan bahan ajar MSK menggunakan desain eksploratori. Hasil studi ini menunjukkan bahwa prinsip dan konsep-konsep matematika yang sesuai dengan karakteristik mahasiswa kimia, yang mendukung dan memberikan kemampuan belajar kimia dasar kuantitatif adalah: nilai pendekatan dan perbandingan, prinsip aljabar, fungsi, penyelesaian sistem persamaan, diferensial, dan integral. Implementasi bahan ajar MSK pada

perkuliahan menggunakan desain kuasi eksperimen, dan subyek penelitian adalah mahasiswa kimia semester tiga sebanyak 58 orang yang terdistribusi dalam dua kelas. Perkuliahan MSK pada salah satu kelas menggunakan pendekatan belajar latihan dan tanya jawab (PLTJ), sedangkan kelas lainnya dengan pendekatan konstruktivis kelompok kecil (PKoK). Hasil implementasi menunjukkan bahwa perkuliahan dengan materi MSK dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berpikir LoM, KoM, dan PM dengan kategori sedang. Peningkatan kemampuan PM lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan berpikir LoM dan KoM. Kelompok mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran MSK dengan PLTJ memperoleh peningkatan kemampuan PM yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan PKoK. Kemampuan berpikir matematis mahasiswa kimia di pengaruhi oleh konteks kimia dan faktor kognitif. Faktor-faktor yang menghambat pengembangan kemampuan berpikir matematika mahasiswa kimia melalui implementasi bahan ajar MSK meliputi: sifat abstrak dari materi MSK, kemampuan awal dan tahap perkembangan intelektual mahasiswa, pemahaman konsep, dan tingkat kecemasan.


(10)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif


(11)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

THE CHEMISTRY SPECIFIC MATHEMATICS COURSE TO IMPROVE MATHEMATICS LOGICAL THINKING, MATHEMATICAL COMMUNICATION, AND PROBLEM SOLVING

ABILITIES OF QUANTITATIVE CHEMISTRY

ABSTRACT

In general, representation and communication of chemistry ideas or concepts use symbolic system, including mathematical expressions. Many undergarduate students who study chemsitry have difficulties in understanding chemistry concepts that presented in symbolics and mathematical equations. This study focused on the improvement of students’ abilities in mathematics logical thinking (MLT), mathematical communication (MC), and problem solving (PS) by ways of using appropriate design and implementation of teaching material, namely specific mathematics for chemistry (SMC). Exploratory design had been used in the development of SMC teaching material, that included analysis of chemistry concepts that required mathematical knowledge, analysis of students’ prior knowledge and their intellectual development. The results of this study indicated that mathematics concepts and principles that support and enable the chemistry students to deal with quantitative based chemistry concepts are: approximation and proportion, algebraic, function, solution of equation system, differential, and integral. Students of the third semester of chemistry mathematics classes with 5 8 students, which distributed into two classes had participated in a quasi-experimental study of the implementation of SMC teaching material. The SMC lecture on one class used ask-responses and drill approach (ARDA), while the other using a small-group constructivist learning approach (SGCA). The result of

implementation showed that teaching and learning with SMC improved students’

abilities on MLT, MC, and PS in moderate category. The improving of students ability on PS significantly lower than MLT and MC. Regarding of the two learning setting, group of students with ARDA get better problem solving abilities than group of SGCA students. The students’ competence in mathematical thinking was influenced by many factors, such as chemistry contexts and cognitive factors. Furthermore, the results of analysis indicated that there were some challenges that hinder the development of students’ mathematical thinking skills, namely: the

abstract nature of SMC teaching materials, students’ prior knowledge, intellectual


(12)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ilmu kimia perlu dipahami melalui tiga jenis representasi, yaitu: makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Menurut Szostak (Repko, 2008), fenomena yang dipelajari dalam ilmu kimia adalah karakteristik unsur-unsur dalam membentuk senyawa, yang meliputi: komposisi, sifat, dan perubahannya. Fenomena kimia yang dapat diobservasi (makroskopik) merupakan akibat dari perilaku dan sifat partikel yang tidak dapat dilihat (submikroskopik) (Silberberg, 2006) dan dapat direpresentasikan ke dalam bentuk simbolik atau ekspresi matematika (Johnstone, 1991; Chandrasegaran et al., 2007).

Karakteristik materi kimia di atas mengindikasikan bahwa untuk memahami ilmu kimia dengan baik, mahasiswa harus mempunyai pengetahuan dan kemampuan dasar matematika yang memadai. Nicoll and Francisco (2001); Leopold and Edgar, (2008); Potgieter et al. (2008); Donovan and Wheland, (2009) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi penguasaan materi kimia kuantitatif, namun faktor yang paling dominan adalah kemampuan matematika. Sejumlah faktor lain yang berpengaruh terhadap kelancaran belajar kimia adalah keterampilan berpikir logis (Valanides, 1998; Nicoll and Francisco, 2001; Tsitsipis et al., 2010), tahap perkembangan kognitif (Valanides, 1997; Tsitsipis et al., 2010; Fahyuddin,dkk. 2013b); minat dan motivasi (Nicoll and Francisco, 2001; Kalender and Berberoglu, 2009; Kim and Song, 2009); konten kurikulum, kemampuan koneksi, dan transfer belajar (Gilbert, 2006); aktivitas proses pembelajaran atau metode/strategi mengajar yang dilakukan guru/dosen (Tai et al., 2006; Leopold and Edgar, 2008; Kalender and Berberoglu, 2009), jenis pengetahuan awal (Hailikari and Nevgi, 2010).

Peranan matematika yang esensial diperkuat dengan hasil studi Bangash and Mustafa (2002), yang menemukan bahwa kesulitan mahasiswa dalam


(13)

2

menyelesaikan masalah kimia kuantitatif disebabkan pemahaman matematika yang kurang memadai. Tai et al. (2005); Tai et al. (2006) melaporkan bahwa nilai matematika, kalkulus, dan statistika merupakan prediktor terhadap kesuksesan mahasiswa dalam belajar kimia. Proses observasi dan pengumpulan data dalam sains tidak dapat dilakukan tanpa menggunakan matematika untuk menganalisis data secara kuantitatif dan menjelaskan hubungan antara variabel (Sherrod et al., 2009).

Kemampuan matematika sebagai syarat untuk memahami materi kimia (sains) telah dinyatakan sejak abad ke 16 oleh Galileo Galilei (Purcell et al., 2004), yang mengungkapkan bahwa obyek dari kajian sains direpresentasikan dalam model matematika, sehingga untuk mempelajari sains, kita harus dapat memahami bahasa dan karakter yang digunakan, yaitu matematika. Banyak konsep dalam matematika sangat diperlukan untuk memahami materi kimia (Offer

et al., 2009), seperti penggunaan ekspresi matematika pada konsep pH asam/basa,

kesetimbangan kimia, laju reaksi, dan termodinamika. Hal ini menunjukkan bahwa matematika dan sains (seperti kimia) sangat berhubungan secara logis dalam penyelesaian masalah (Pang and Good, 2000). Untuk itu diperlukan mata kuliah untuk memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan matematika kepada mahasiswa kimia.

Pada kurikulum pendidikan kimia, mahasiswa di beberapa perguruan tinggi diwajibkan mengikuti kuliah matematika dasar dan matematika kimia pada tahun pertama dan kedua. Tujuan mata kuliah matematika dasar adalah memberikan kemampuan dasar matematika untuk dapat diaplikasikan dalam pemecahan masalah kimia kuantitatif. Akan tetapi, hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada mahasiswa calon guru kimia dan kimia menunjukkan bahwa kemampuan mereka secara rata-rata pada konsep logaritma, notasi saintifik, dan prinsip aljabar tergolong rendah, sedangkan kemampuan grafik termasuk kategori buruk (Fahyuddin, 2011). Hal tersebut diduga disebabkan pelajaran matematika yang diperoleh tidak relevan dengan kebutuhan mahasiswa dalam pemecahan masalah kimia kuantitatif, serta tidak menggunakan konteks kimia dalam aplikasi konsep matematika. Sesuai dengan hasil studi Witten (2005), yang menyatakan bahwa


(14)

3

konten kuliah matematika yang diambil oleh mahasiswa kimia tidak sesuai dengan keterampilan kuantitatif yang dibutuhkan. Witten memberikan contoh sederhana, bahwa mahasiswa kimia yang telah mengambil mata kuliah matematika tidak dapat mengidentifikasi perbedaan antara variabel dan konstanta dalam sebuah persamaan matematika dari konsep kimia kuantitatif. Fenomena mahasiswa kimia yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan matematika dasar yang rendah, terjadi juga pada sejumlah negara, seperti di Amerika Serikat (Leopold and Edgar, 2008; Potgieter et al., 2008), di Negara Australia (Hoyles et al., 2001; Matthews et al., 2009; Rylands and Coady, 2009).

Rendahnya kemampuan matematika dasar akan menghambat kelancaran dalam belajar mata kuliah kimia lanjut, seperti dinyatakan oleh Potgieter et al. (2008), bahwa mahasiswa kimia sering menemukan kesulitan dalam memahami materi kimia pada topik yang membutuhkan penguasaan konsep matematika. Sebagai contoh, penggunaan persamaan Nernst dalam elektrokimia dan aplikasi dari persamaan Henderson-Hasselbach pada perhitungan pH larutan penyangga asam lemah, menimbulkan masalah bagi sebagian besar mahasiswa kimia (Silberberg, 2006), karena membutuhkan kemampuan matematika. Senada dengan Nicoll and Francisco (2001) yang melaporkan bahwa mata kuliah “kimia fisik” sangat sulit menurut pandangan mahasiswa dan dosen karena banyak menggunakan ekspresi matematika dalam menjelaskan konsep.

Penyebab lain mahasiswa kimia kesulitan memahami dan menyelesaikan masalah kimia kuantitatif adalah faktor transfer kemampuan matematika ke dalam pemahaman masalah kimia. Materi yang diajarkan pada mata kuliah matematika kimia belum menunjukkan kebutuhan secara proporsional karena tidak berdasarkan analisis kebutuhan, dan tidak mempunyai tujuan yang jelas (Fahyuddin, 2011). Pembelajaran lebih didominasi materi kalkulus, sedangkan prinsip matematika yang memberikan pemahaman dasar, seperti aljabar dan fungsi tidak diajarkan secara proporsional. Perkuliahan matematika kimia lebih bersifat matematis, dan sedikit aplikasi atau menggunakan konteks kimia kuantitatif dalam penjelasan konsep-konsep matematika.


(15)

4

Pembelajaran matematika tanpa menggunakan konteks kimia merupakan salah satu penyebab rendahnya transfer pengetahuan dan kemampuan matematika untuk pemecahan masalah kimia. Sesuai dengan hasil studi Akatugba and Wallace (2009), bahwa keahlian pemecahan masalah yang dipelajari dalam matematika tidak dapat ditransfer dalam pemecahan masalah fisika. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan matematika yang diperoleh dari pembelajaran yang terpisah dengan aplikasi pada konsep kimia tidak efektif digunakan pada pemecahan masalah kimia kuantitatif. Senada dengan itu, Boaler (1998); Walsh et al. (2007) melaporkan bahwa keahlian yang dipelajari secara terisolasi tidak dapat ditransfer secara efektif ketika menyelesaikan masalah dalam situasi baru.

Berdasarkan sejumlah hasil penelitian di atas, ada dua permasalahan utama yang menghambat mahasiswa kimia memahami kimia kuantitatif. Permasalahan pertama berhubungan dengan kemampuan matematika dasar, dan transfer kemampuan matematika yang tidak terjadi dengan pembelajaran terpisah. Banyak mahasiswa kimia yang belum memahami konsep dasar matematika yang dibutuhkan. Transfer pengetahuan dan kemampuan matematika yang rendah akan menyebabkan mahasiswa kimia mengalami kesulitan dalam belajar kimia kuantitatif. Masalah transfer pengetahuan didukung dengan hasil penelitian Gilbert (2006) yang menyatakan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi pendidikan sains, seperti kimia adalah transfer pengetahuan antara disiplin ilmu yang tidak terjadi. Permasalahan kedua berhubungan dengan pembekalan kemampuan matematika yang belum memadai yang mencakup: a) konten mata kuliah matematika yang tidak sesuai dengan kebutuhan mahasiswa kimia, b) konsep-konsep matematika yang diajarkan pada mata kuliah matematika kimia lebih didominasi kalkulus, dan tidak mempertimbangkan kemampuan awal mahasiswa, c) bahan ajar perkuliahan matematika kimia yang menggunakan konteks kimia dalam aplikasi konsep matematika belum tersedia; dan d) pembelajaran matematika dan matematika kimia tidak memberikan penekanan pada kemampuan berpikir matematis.


(16)

5

Untuk mengatasi sejumlah permasalahan tersebut, maka pemberdayaan kemampuan berpikir matematis dalam konteks kimia dari mahasiswa kimia harus menjadi penekanan melalui pengembangan bahan ajar untuk perkuliahan matematika kimia. Kemampuan berpikir matematis merupakan hasil pendidikan yang sesungguhnya amat bermanfaat, karena kemampuan berpikir matematis dapat ditransfer untuk memahami konten kimia dan pemecahan masalah yang sering dihadapi (Costa, 1989 dalam Valanides, 1998). Hal ini merefleksikan bahwa penguasaan konten kimia hanya dapat dicapai dengan keterampilan berpikir matematis (Resnick and Klopfer,1989). Misalnya, interpretasi variabel dan penalaran proporsional dalam kimia dipengaruhi secara langsung oleh kemampuan berpikir logis matematis. Menurut Nicoll and Francisco (2001); Tsitsipis et al. (2010), berpikir logis matematis merupakan faktor yang dominan untuk kesuksesan belajar kimia. Senada dengan hasil penelitian Chandran et al.(1987); Niaz (1996); Boujaoude et al. (2004) yang menyimpulkan bahwa berpikir logis sangat mempengaruhi performan siswa dalam sains dan matematika. Dengan demikian, keterampilan berpikir matematis merupakan representasi dari kemampuan matematika dan kemampuan transfer pengetahuan pada pemecahan masalah kimia

Peningkatan kemampuan berpikir matematis sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika (Educational Policies Commission dalam Valanides, 1997), dan pembelajaran sains (Liliasari, 2005), yaitu mengembangkan kemampuan berpikir rasional pebelajar yang merupakan bagian esensial dari kemampuan berpikir. Senada dengan pendapat Sabandar (2006), yang menyatakan bahwa tujuan prioritas dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan berpikir pemecahan masalah, sehingga pemberdayaan kemampuan ini harus dilakukan secara proporsional dan terencana.

Bahan ajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis melalui perkuliahan “matematika kimia” harus mengintegrasikan konsep matematika dan kimia. Pembelajaran dengan materi integrasi akan dapat memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa mengenai proses/hakikat penalaran dalam kimia menggunakan prinsip matematika. Habit of mind dengan


(17)

6

bahan ajar integrasi matematika dan kimia akan memberikan kemampuan berpikir dalam membuat keputusan dan mengambil tindakan (American

Association for the Advancement of Science, 1993). Oleh karena itu, pemahaman

terhadap materi bahan ajar yang mengintegrasikan konsep matematika dan kimia akan meningkatkan keterampilan berpikir matematis dalam konteks kimia.

Sejumlah organisasi profesi dari berbagai disiplin ilmu, seperti NCSS,

NSTA, dan NCTM sependapat bahwa terdapat suatu nilai dan kebutuhan dalam pendekatan pembelajaran secara integrasi (Berlin and Lee, 2005). Nasional

Science Foundation melaporkan bahwa dibutuhkan kolaborasi interdisipliner

dalam pembelajaran matematika dan sains (Wright and Chorin, 2000). Integrasi matematika dan kimia akan menyebabkan kedua disiplin saling melengkapi satu sama lain dalam beberapa cara, sehingga kualitas pengetahuan matematika dan sains dapat ditingkatkan (Sherrod et al., 2009). Dengan demikian, pembelajaran yang mengintegrasikan matematika dan kimia akan memberikan manfaat pada kedua disiplin ilmu (Taylor and Jones, 2009). Penggunaan bahan ajar integrasi dapat meningkatkan motivasi (Guthrie et al., 2000) dan perhatian mahasiswa, karena mereka dapat mengaplikasikan secara langsung konsep matematika dalam pemecahan masalah kimia. Ketika mahasiswa mengetahui cara dan manfaat menggunakan konsep matematika dalam konsep kimia, maka dapat meningkatkan prestasi belajar mereka. Senada dengan itu, Hurley (2001) mengemukakan bahwa integrasi matematika dan kimia dalam pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar dalam kimia dan matematika.

Ilmu kimia sebagai proses membutuhkan kemampuan dalam memahami pembuktian, penalaran, dan mengevaluasi argumen. Sementara itu, ilmu matematika bersifat abstrak dan deduktif yang terdiri atas sejumlah aksioma, teorema, dan dalil, membutuhkan kegiatan berpikir atau penalaran. Rutherford and Ahlgren (1990) menjelaskan bahwa matematika terletak pada logika, dan merupakan ilmu pola dan hubungan timbal balik antara variabel, sehingga kemampuan berpikir matematis mahasiswa kimia dapat diberdayakan melalui perkuliahan matematika kimia menggunakan bahan ajar integrasi matematika kimia. Senada dengan itu, Costa (Valanides, 1998); Liliasari, (2005); mengemukakan


(18)

7

bahwa disiplin ilmu, seperti sains dapat menjadi wadah dalam pengembangan kemampuan berpikir.

Penggunaan persamaan atau ekspresi matematika dalam merepresentasikan masalah kimia yang dinyatakan secara verbal dapat mengembangkan kemampuan Komunikasi Matematis (KoM) mahasiswa. Sementara itu, pemahaman terhadap materi integrasi matematika dan kimia, seperti nilai pendekatan, bilangan berpangkat, logaritma dalam konteks kimia akan memberdayakan kemampuan berpikir Logis Matematis (LoM). Mahasiswa akan mengasah dan memberdayakan potensi keterampilan kognitif mereka melalui pembelajaran integrasi, seperti penalaran deduktif dan berpikir analogi dalam konteks kimia, ketika prinsip matematika digunakan untuk pemecahan masalah kimia kuantitatif. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Crawford (Sabandar, 2006), bahwa pemecahan masalah dalam matematika secara kontekstual dapat meningkatkan kemampuan pemahaman terhadap konsep-konsep matematika dan keterampilan intelektual lainnya. Untuk itu, pembelajaran konsep matematika yang terintegrasi dengan konsep kimia diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematik mahasiswa kimia, khususnya kemampuan Komunikasi Matematis (KoM) dan Logis Matematis (LoM). Selain itu, akan menghasilkan pembelajaran kimia secara bermakna dan memudahkan transfer belajar, sehingga dapat meningkatkan kemampuan Pemecahan Masalah (PM) kimia kuantitatif. Penggunaan konteks kimia pada pembelajaran konsep matematika dapat memberikan pemahaman konseptual yang koheren dan meningkatkan transfer belajar (Gilbert, 2006; Gilbert et al. 2011). Dengan demikian, keterampilan berpikir matematik dalam konteks kimia akan dapat ditingkatkan dengan pembelajaran matematika yang diintegrasikan dengan konsep-konsep kimia.

Kemampuan berpikir LoM, KoM, dan PM merupakan hal yang esensial dan perlu dikembangkan pada mahasiswa agar dapat memahami kimia kuantitatif pada tiga level representasi dan dapat memecahkan masalah kimia. Menurut Jonassen (2011), permasalahan kimia pada umumnya disajikan dalam bentuk cerita yang memerlukan kemampuan komunikasi matematis dan logis matematis untuk merepresentasikan variabel yang ada, dan hubungan antara


(19)

8

variabel. Senada dengan pendapat Carey dan Keil (Hung and Jonassen, 2006), yang menyatakan bahwa core dari kimia kuantitatif adalah adanya sifat hubungan sebab akibat, sehingga memerlukan kemampuan berpikir logis matematis dan komunikasi matematis. Misalnya, dalam proses memahami ilmu kimia pada level submikroskopik, berpikir logis-matematis diperlukan untuk memahami hubungan sebab akibat pada sejumlah variabel, dan berpikir komunikasi diperlukan untuk merepresentasikan fenomena dalam bentuk simbolik dan ekspresi matematika.

Penelitian ini berfokus pada peningkatan kemampuan mahasiswa kimia dalam berpikir LoM, KoM, dan PM melalui pengembangan bahan ajar integrasi konsep matematika dan kimia yang disebut dengan bahan ajar “Matematika Spesifik Kimia” (MSK). Materi matematika yang akan diintegrasikan dengan konsep kimia kuantitatif mempertimbangkan tiga hal utama, yaitu: 1) kemampuan awal mahasiswa pada sejumlah konsep matematika dasar 2) tahap perkembangan intelektual mahasiswa yang menjadi sasaran bahan ajar; dan 3) satuan kredit semester (SKS) mata kuliah matematika kimia untuk implementasi bahan ajar MSK dalam mengembangkan kemampuan berpikir matematis mahasiswa kimia. Berdasarkan tiga prinsip tersebut, maka tidak semua prinsip/konsep matematika yang dibutuhkan untuk mempelajari materi kimia kuantitatif menjadi materi dalam bahan ajar MSK. Perencanaan dan elaborasi materi perkuliahan yang berhubungan dengan matematika di perguruan tinggi harus mempertimbangkan tingkat pemahaman mahasiswa pada konsep dasar matematika (Nicoll and Francisco, 2001; Rylands and Coady, 2009), dan level atau tahap berpikir pebelajar (Tobin and Capie, 1981; Childs, 2009), karena informasi mengenai konsepsi awal mahasiswasangat penting untuk mendisain pembelajaran bermakna (Ausubel, 1968).

Prinsip dan konsep matematika yang relevan dengan kebutuhan belajar kimia dasar yang bersifat kuantitatif menjadi konsep matematika esensial dalam bahan ajar MSK. Pemahaman materi MSK memberikan kemampuan yang sangat mendasar untuk dapat mempelajari konsep matematika dan kimia yang lebih lanjut. Selain itu, kemampuan dan pengalaman berpikir matematis dapat ditransfer


(20)

9

untuk mempelajari materi integrasi matematika lanjut dalam pemecahan masalah kimia yang tidak termuat dalam bahan ajar MSK yang dikembangkan.

Desain pembelajaran integrasi matematika dan sains untuk mahasiswa telah banyak didiskusikan dan sudah dilakukan oleh sejumlah peneliti dengan tujuan yang berbeda. Witten, (2005) mendisain bahan ajar matematika untuk mahasiswa kimia dan geologi yang bertujuan meningkatkan pemahaman konsep matematika. White and Carpenter (2008) mengintegrasikan kalkulus ke dalam perkuliahan pengantar laboratorium biologi untuk membantu pemahaman terkait dengan laju perubahan dalam biologi. Arnett and Van Horn (2009) menghubungan matematika dan sains untuk mengurangi kecemasan mahasiswa dalam belajar matematika. Morrison et al.(2009) mengintegrasikan matematika dan sains untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam analisis data, representasi grafik, dan interpretasi data. Hasil kajian pustaka menunjukkan bahwa integrasi matematika dan kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir LoM, KoM dan PM belum pernah dikembangkan sehingga penelitian ini merupakan hal baru.

Efektivitas bahan ajar MSK dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematik pada perkuliahan matematika kimia dapat dipengaruhi oleh pendekatan belajar, seperti dinyatakan oleh Leung (2002) bahwa pemilihan strategi dan teori belajar yang tepat pada pembelajaran sains dan matematika berpengaruh pada prestasi belajar. Menurut Tai et al. (2006); Kalender and Berberoglu (2009), aktivitas proses pembelajaran atau metode/strategi mengajar yang dilakukan dosen/guru berpengaruh pada kesuksesan belajar mahasiswa/siswa.

Secara umum, terdapat dua pendekatan utama dalam pembelajaran, yaitu pembelajaran yang berpusat pada dosen dan pembelajaran berpusat pada mahasiswa. Pembelajaran yang berpusat pada dosen umumunya menggunakan teori belajar behaviorisme, sedangkan pembelajarn yang berpusat pada guru menganut teori belajar konstruktivisme. Teori behaviorisme berpandangan bahwa latihan dengan bimbingan dosen akan meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi, sementara itu aliran konstruktivisme berpandangan bahwa siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Kedua pendekatan pembelajaran sampai


(21)

10

saat ini masih digunakan dalam perkuliahan, dan mempunyai efektifas yang berbeda berdasarkan sejumlah hasil penelitian.

Kalender and Berberoglu (2009) melaporkan bahwa aktivitas proses pembelajaran yang berpusat pada guru berkorelasi positif dengan prestasi belajar siswa, sedangkan aktivitas yang berpusat pada siswa tidak memberikan kontribusi pada prestasi belajar sains secara positif. Senada dengan hasil studi Gerstner and Bogner (2010), bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran yang berpusat pada guru lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pembelajaran berpusat pada siswa dengan metode kooperatif. Akan tetapi, Harskamp and Ding (2006) menemukan bahwa belajar memecahkan masalah secara kolaboratif (berpusat pada siswa) dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa dibandingkan belajar berpusat pada guru.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian terhadap dua pendekatan pembelajaran di atas, maka usaha meningkatkan kemampuan mahasiswa kimia dalam berpikir LoM, KoM, dan PM melalui perkuliahan dengan bahan ajar MSK akan diterapkan dua pendekatan belajar, yaitu Pendekatan Latihan dan Tanya Jawab (PLTJ), dan Pendekatan Konstruktivis Kelompok Kecil (PKoK). Perkuliahan MSK dengan PLTJ lebih berpusat pada guru, sedangkan pembelajaran PKoK lebih berpusat pada mahasiswa. Lingkungan belajar yang berbeda diharapkan akan memberikan pengalaman belajar yang berbeda dalam pengembangan kemampuan berpikir matematis mahasiswa.

B.Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan utama dalam

penelitian ini adalah: ”bagaimana pengembangan bahan ajar matematika spesifik

kimia (MSK), dan peningkatan kemampuan berpikir LoM, KoM, dan PM mahasiswa hasil perkuliahan MSK dengan PLTJ dan PKoK?”

Masalah penelitian tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(22)

11

1. Prinsip dan konsep-konsep matematika esensial apakah yang relevan dengan kebutuhan belajar kimia dasar kuantitatif dan sesuai dengan kakateristik pebelajar yang akan diintegrasikan dengan konsep kimia menjadi bahan ajar MSK?

2. Bagaimana karakteristik bahan ajar matematika spesifik kimia (MSK) yang dikembangkan yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir LoM, KoM, dan PM kimia kuantitatif?

3. Bagaimana penguasaan konsep mahasiswa kimia pada materi MSK dari hasil implementasi perkuliahan dengan dua pendekatan belajar (PLTJ dan PKoK)? 4. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir LoM, KoM, dan PM mahasiswa

kimia dari hasil perkuliahan bahan ajar MSK dengan dua pendekatan belajar? 5. Bagaimana struktur berpikir matematis mahasiswa kimia pada sejumlah

penalaran LoM dan KoM?

6. Bagaimana Efektivitas dua pendekatan belajar (PLTJ dan PKoK) dalam perkuliahan materi MSK dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis (LoM, KoM, dan PM) mahasiswa kimia?

7. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kapabilitas mahasiswa kimia dalam menggunakan kemampuan berpikir matematika dalam konteks kimia?

8. Apa kendala yang dihadapi dalam implementasi bahan ajar MSK pada perkuliahan dalam meningkatkan kemampuan berpikir LoM, KoM, dan PM mahasiswa kimia?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengembangkan bahan ajar matematika spesifik kimia (MSK) yang dapat memberikan pengalaman belajar berpikir matematis dalam konteks kimia. 2. Meningkatkan kemampuan berpikir matematis (LoM, KoM, dan PM)

mahasiswa dalam konteks kimia melalui perkuliahan dengan bahan ajar MSK, dan mempelajari faktor-faktror yang menghambatnya.

3. Mempelajari Efektivitas pembelajaran MSK dengan PLTJ dan PKoK dalam meningkatkan kemampuan berpikir LoM, KoM, dan PM mahasiswa kimia.


(23)

12 E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan jawaban atas permasalahan yang dirumuskan, maka terdapat sejumlah manfaat yang dapat diperoleh, yaitu:

1. Tersedianya bahan ajar MSK untuk perkuliahan matematika kimia yang dapat memberikan pengalaman belajar dalam berpikir matematis, serta sesuai dengan kebutuhan belajar kimia kuantitatif dan karakteristik pebelajar.

2. Meningkatnya kemampuan berpikir matematis (LoM, KoM, dan PM) mahasiswa untuk memudahkan mereka dalam mempelajari kimia kuantitatif pada tiga level representasi, khusunya level simbolik (persamaan kimia). 3. Tersedianya instrumen tes kemampuan berpikir matematika dalam konteks

kimia yang dapat mengukur efektivitas bahan ajar MSK.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Bahan ajar matematika spesifik kimia (MSK) adalah bahan ajar yang mengintegrasikan konsep matematika dan kimia kuantitatif menggunakan konsep matematika esensisal kimia dengan mempertimbangkan kemampuan awal dan perkembangan intelektual pebelajar

2. Perkuliahan matematika spesifik kimia adalah pembelajaran pada mata kuliah

“matematika dengan menggunakan sumber belajar “bahan ajar MSK”.

3. Kemampuan berpikir logis matematis (LoM) adalah suatu keterampilan penalaran berdasarkan aturan logika dan prinsip matematika yang meliputi: a) analogi; b) deduksi eksplisit; c) deduksi implisit; d) operasi matematika.

4. Kemampuan komunikasi matematik (KoM) adalah kemampuan

mendeskripsikan fenomena dan masalah kimia menggunakan simbol/notasi, empat macam bentuk representasi (pernyataan verbal, model matematis, tabel numerik, dan representasi grafik), dan transformasi antar bentuk representasi. 5. Kemampuan pemecahan masalah (PM) adalah kemampuan membuat


(24)

13

dan membuat model mental terhadap msalah) dan kemampuan manipulasi strategi penyelesaian.


(25)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab tiga ini dijelaskan tentang paradigma dan metode penelitian yang terdiri atas dua bagian utama, meliputi: pengembangan bahan ajar MSK dan

aplikasi dalam perkuliahan” matematika sepesifik kimia”. Pada bagian pertama dipaparkan langkah-langkah pengembangan bahan ajar MSK dan pengembangan instrumen tiga tingkat untuk mengases kemampuan berpikir matematis. Bagian kedua, menguraikan desain metode quasi eksperimen, variabel penelitian, jenis instrumen dan responden, serta teknik analisis data.

A.Paradigma dan Desain Penelitian

Paradigma yang mendasari keseluruhan proses penelitian adalah gabungan antara pandangan positivisme dan konstruktivisme seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. Materi kimia yang bersifat kuantitatif dapat direpresentasikan secara submikroskopik dan model matematis, sehingga membutuhkan kemampuan berpikir logis matematis dan komunikasi matematis. Kemampuan berpikir matematis tersebut ekivalen dengan tujuan pembelajaran matematika. Dengan demikian, integrasi konsep matematika dan kimia dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis.

Pengembangan bahan ajar integrasi matematika dan kimia dapat dilakukan melalui analisis struktur materi kimia kuantitatif dan konsep matematika relevan. Pemilihan materi matematika dan elaborasi bahan ajar integrasi berdasarkan kemampuan awal dan tahap berpikir pebelajar akan menghasilkan bahan ajar matematika sepesifik kimia (MSK), dan dapat meningkatkan hasil belajar.

Analisis struktur materi kimia kuantitatif dan konsep matematika yang relevan menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan analisis kemampuan awal dan perkembangan intelektual subyek sasaran bahan ajar MSK menggunakan pendekatan kuantitatif. Kemampuan awal mahasiswa pada prinsip/konsep dasar matematik dan perkembangan intelektual akan mempengaruhi tingkat pemahaman


(26)

57

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

konsep dan peningkatan kemampuan berpikir matematis. Sejalan dengan pendapat Piaget bahwa faktor pembatas pada materi yang dapat dipelajari kapan saja oleh mahasiswa adalah tahap perkembangan intelektualnya.

Gambar 3.1. Paradigma penelitian

Bahan Ajar Matematika Spesifik

Kimia (MSK)

Kimia Kuantitatif (Kimia Fisik, Analitik

Biokimia, Anorganik Radiokimia) Representasi submikrosopik Model Matematika Persamaan reaksi, Grafik, Tabel Representasi Simbolik Komunikasi, Penalaran, Analogi

Pemahaman konsep

Pemecahan masalah

Penalaran dan pembuktian

Komunikasi

Representasi

Perkuliahan Matematika Spesifik Kimia untuk Meningkatakan Kemampuan Berpikir LoM, KoM, dan PM Kimia Kuantitatif

Implementasi Pada Perkuliahan Matematika Kimia Matematik (Aproksimasi, rasio, aljabar, fungsi, kalkulus) Integrasi Pendekatan Integrasi (kontekstual dan interdisipliner) Kemampuan awal dan Perkembangan intelektual pebelajar Konsep matematika

esensial dan relevan belajar kimia

Kemampuan Pemecahan Masalah (PM)

Kimia Kemampuan Berpikir

logis matematis (LoM)

Kemampuan Komunikasi Matematis (KoM)


(27)

58

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Implementasi bahan yang mengintegrasikan materi kimia kuantitatif dengan konsep matematika relevan akan memberikan pengalaman belajar berpikir matematis dalam konteks kimia. Kemampuan berpikir matematis merupakan representasi dari pemahaman konsep matematika, dan transfer belajar matematika. Mahasiswa menggunakan konteks kimia dalam memahami konsep matematika, dan memecahkan masalah kimia menggunakan konsep matematika.

Pemecahan masalah kimia dengan pendekatan matematika akan memberdayakan kemampuan berpikir LoM, KoM, dan PM kimia kuantitatif. Ketiga kemampuan berpikir matematis tersebut sangat diperlukan untuk memahami materi kimia kuantitatif, khususnya pada level representasi submikroskopik dan simbolik yang banyak menggunakan model matematika, grafik, dan tabel. Kemampuan berpikir matematis dapat diukur menggunakan instrumen tes, sedangkan struktur berpikir matematis mahasiswa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dianalisis secara kualitatif.

Penelitian ini merupakan studi ganda, yaitu pengembangan bahan ajar MSK (studi 1) dan peningkatan kemampuan berpikir LoM, KoM, PM mahasiswa kimia melalui perkuliahan dengan materi MSK (studi 2). Desain penelitian menggunakan Mixed Methode Research (Cresweel and Clark, 2007). Pada pengembangan bahan ajar matematika spesifik kimia (MSK) menggunakan model eksploratori, sedangkan pada implementasi bahan ajar MSK menggunakan kuasi eksperimen dan follow-up explanation model (Gambar 3.2). Pada pengembangan materi bahan ajar MSK ditekankan pada data kualitatif antara kesamaan struktur simbolik dari konsep kimia kuantitatif dan konsep matematika relevan.

Konsep matematika dan kimia diintegrasikan berdasarkan sejumlah pendekatan integrasi. Pemilihan model integrasi memperhatikan konteks kimia yang diintegrasikan dan kemampuan berpikir yang akan dikembangkan pada materi bahan ajar. Implementasi bahan ajar MSK menekankan pada peningkatan kemampuan berpikir LoM, KoM, dan PM (data kuantitatif). Data kualitatif dari hasil pengelompokkan jenis kesalahan pada algoritma mahasiswa digunakan


(28)

59

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk menjelaskan temuan data kuantitatif serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.


(29)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.2. Desain Peneletian. Studi satu, Exploratory Design: Concept or Content Development Model (penekanan data kualitatif) Studi dua, Model Kuasi Eksperimen dan Follow-up Explanations Model (penekanan data kuantitatif)

Data KUAL

Prosedur:

Analisis buku teks kimia kuantitaif

Analisis buku teks matematika dasar Produk:

Konsep kimia kuant

Konsep matematika

Anal. KUAL Hasil KUAL Pengembangan klasifikasi konsep dan instrumen Data kuant Anal kuant Hasil kuant Interpretasi KUAL kuant

Prosedur:

Koding. klasifikasi

Representasi konsep Produk:

Sub materi mtk dan kimia

Instrumen tes konsep dasar mtk dan kimia Analisis data kual:

Prosedur:

Analisis konsep mtk relevan kimia kuantitaif

Koding, klasifikasi Produk:

Tabel konsep mtk dan kimia yang bersesuaian

Prosedur:

Survei pada mhs pend. Kimia (3 angkatan) dan jurusan kimia (angk 2011)

pelaksanaan tes: (KDM, KDK, dan TOLT) Produk:

Skor matamatika dasar dan kimia dasar

Presentasi pemahaman konsep dasar matamatika

Pengelompokan dan presentasi tahap berpikir

Prosedur:

Elaborasi materi berdasarkan hasil temuan data kuantitatif

Jusmen ahli dan uji coba Produk:

Bahan ajar MSK yang

representasi kimia kuant

Sesuai karakteristik pebelajar

Pembahasan manfaat konsep

Studi satu

Intervensi KUANT

Pre-tes KUANT

Pos-tes

Metode Quasi Eksperimen

Prosedur:

Dua kelompok belajar: PLTJ dan PKoK

Pelaksanaan tes berpikir mtk: 1) LoM, 2) KoM, dan 3) PM kimia kuant (pretes dan postes)

Penskoran, analisis deskripsi dan inferensial Produk:

Deskripsi kemampuan berpikir matematik

Peningkatan kemampuan berpikir (N-gian)

Perbandingan antar variabel independent Prosedur:

Koding, pengelompokan lembar jawaban Produk:

Respon jawaban yang salah dan respon jawaban yang benar

Identifikasi Respon untuk klasifikasi Interpretasi

Kual KUANT

Prosedur:

Analisis tahapan penyelesaian

Analisis kesalahan (kelemahan)

Menghitung kesalahan yang sama Produk:

Kategorisasi jenis kesalahan

Presentasi jenis kesalahan Prosedur:

Analisis algoritma pada setiap kelompok jawaban

Produk:

Struktur berpikir matematis

Faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir matematis

Studi dua Data Kual Anal Kual Hasil Kual


(30)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B.Metode Penelitian

1. Analisis struktur materi kimia kuantitatif dan konsep matematika relevan Kimia kuantitatif adalah konsep-konsep kimia yang dapat direpresentasikan secara simbolik dengan persamaan matematis. Analisis struktur materi kimia kuantitatif dilakukan pada sejumlah buku teks kimia dasar dan kimia lanjut yang umum digunakan oleh dosen sebagai referensi. Sejumlah buku yang dianalisis, seperti buku Physical Chemsitry (Atkins, 1990); Fundamental of Analytical

Chemistry (Douglas, 2002); Kimia Universitas: Asas dan Struktur (Brady, 2003);

dan Prinsip-prinsip Kimia Modern (Oxtoby et al., 2003).

Selain konsep kimia kuantitatif, dilakukan juga analisis konsep matematika yang relevan berdasarkan struktur persamaan matematik dari konsep kimia. Materi matematika dianalisis pada sejumlah buku teks matematika yang digunakan diperguruan tinggi pada tahun pertama untuk jurusan eksakta, seperti kimia, fisika, dan teknik yang dirujuk oleh sejumlah dosen pengampu mata kuliah matematika dasar. Buku teks matematika yang dianalisis diantaranya adalah: Kalkulus 1 (Stewar, 2001); Basic Engineering Mathematics (Bird, 2002); Mathematics for Chemistry and Physics (Turrel, 2002) Aljabar Elementer (Schmidt and Rich, 2002); Kalkulus 1 dan 2 (Purcell et al., 2004), dan

Mathematics for Physical Chemistry (Mortimer, 2005).

Setiap konsep kimia kuantitatif dideskripsikan kemampuan/keterampilan matematika yang relevan untuk dapat melancarkan belajar kimia. Selanjutnya ditetapkan konsep matematika pada setiap konsep kimia kuantitatif. Berdasarkan hasil pemetaan kesamaan antara konsep kimia kuantitatif dengan prinsip/konsep matematika yang dibutuhkan, ditetapkan konsep dasar matematika yang banyak digunakan dalam pemahaman kimia kuantitatif. Untuk mendapatkan justifikasi dan validasi awal tentang penetapan konsep matematika yang bersesuaian dengan konsep kimia kuantitatif dilakukan diskusi dengan ahli matematika. Verifikasi selanjutnya adalah menggunakan konteks kimia sebagai contoh pada aplikasi konsep matematika yang bersesuaian.


(31)

62 2.Analisis karakteristik mahasiswa kimia

Karakteristik mahasiswakimia yang menjadi subyek sasaran bahan MSK di analisis meliputi: kemampuan awal pada prinsip dan konsep matematika dasar, dan tahap perkembangan intelektual mereka. Prinsip dan konsep-konsep matematika dasar yang relevan dengan belajar kimia dasar dijadikan sebagai materi untuk penyusunan instrumen dalam mengases kemampuan awal mahasiswa kimia. Selain itu, kemampuan awal mahasiswa kimia pada konsep kimia dasar yang membutukan pemahaman matematika dievaluasi menggunakan konsep persamaan Nernst untuk mengetahui keterbatasan mahasiswa dalam memahami konsep terkait dengan kemampuan matematika mereka.

Tahap perkembangan intelektual mahasiswa kimia dan pendidikan kimia diakses menggunakan Test of Logical Thinking (TOLT) (Tobin and Capie, 1981) dalam konteks fisika dan umum, serta tes kemampuan berpikir logis dalam konteks kimia yang dikembangkan peneliti. Kedua tes mempunyai korelasi yang tinggi (0,85) dalam menempatkan mahasiswa ke dalam kelompok tahap berpikir konkrit, transisi, dan formal (Fahyuddin dkk., 2013b).

3. Penetapan konsep matematika esensial dalam bahan ajar MSK

Secara sistematik proses pengembangan bahan ajar matematika spesifik kimia (MSK) menggunakan model yang diadaptasi dari Duit (2007), seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3. Pada tahap awal dilakukan analisis konsep kimia kuantitatif yang direpresentasikan secara simbolik dan persamaan matematis, serta analisis konsep matematika yang relevan berdasarkan struktur simbolik. Pendekatan teoritik dan empiris merupakan dua metode yang digunakan dalam pengembangan bahan ajar.

Prinsip dan konsep matematika yang akan menjadi materi bahan ajar MSK adalah yang sangat esensial dan dapat dianggap menjadi literasi matematika bagi mahasiswa kimia untuk kelancaran belajar kimia dasar. Penetapan konsep matematika dan kimia dalam bajan ajar mempertimbangkan hasil analisis kemampuan awal, tingkat perkembangan intelektual subyek penelitian, satuan


(32)

63 kredit semester (SKS) mata kuliah “matematika kimia”, dan konsep kimia kuantitatif yang telah dipelajari mahasiswa atau merupakan konsep kimia dasar.

3. Integrasi konsep matematika dan kimia menjadi bahan ajar MSK

Prinsip dan konsep-konsep matematika yang telah ditetapkan menjadi materi bahan ajar MSK diintgerasikan dengan prinsip dan konsep-konsep kimia dasar. Pemilihan teknik intgerasi berdasarkan konteks kimia yang dipelajari dan tujuan memberikan pengalaman belajar yang dapat memberdayakan kemampuan berpikir LoM, KoM, dan PM. Setiap pokok bahasan MSK atau konsep dalam

Konstruksi struktur materi MSK (untuk perkuliahan) (1)Analisis struktur materi kimia kuantitatif dan konsep

matematika

Identifikasi konten matematika yang relevan dengan kimia

Analisis keterkaitan kimia dan matematika (koherensi) Struktur

Materi kimia kuantitatif dan konsep matematika

Konsep Matematika esensial kimia

Bahan ajar Matematika Spesisfik Kimia (MSK)

(2)Karakteristik pebelajar dan Penelitian integrasi

matematika dan kimia Konsep yang sulit dan esensial Perkembangan kognitif pebelajar Perspektif pebelajar (konsepsi dan

variabel yang berpengaruh) Pembelajaran integrasi

(3)Integrasi matematika dan kimia, dan evaluasi bahan ajar MSK

Intgerasi pendekatan kontekstual dan interdisipliner

Pemilihan jenis integrasi berfokus pada kemampuan berpikir matematis Jusmen ahli matematika dan kimia Uji coba dan revisi teknik integrasi

Gambar 3.3. Model konstruksi bahan ajar Matematika Spesifik Kimia (MSK) (diadaptasi dari Duit, 2007).


(33)

64

bahan ajar ditentukan konteks kimia yang tepat untuk penyusunan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang akan dicapai setelah pembelajaran. Berdasarkan kompetensi dasar, dianalisis indikator kemampuan berpikir matematis yang dapat dikembangkan dan diberdayakan dengan mempelajari materi bahan ajar MSK. Setiap jenis penalaran yang dapat dikembangkan dikarakterisasi dan dikelompokkan berdasarkan taksonomi kemampuan berpikir matematis dari NCTM (2000) dan Lazear (2004).

Pada tahap ini dilakukan integrasi konsep matematika dan kimia. Salah satu prinsip adalah penggunaan definisi, bahasa dan istilah yang sama antara matematika dan kimia. Pada setiap konsep matematika diperluas (dielaborasi) aplikasinya pada konsep kimia kuantitatif. Hubungan antara setiap materi bahan ajar MSK dengan berpikir matematis yang dapat dikembangkan akan menjadi dasar pertimbangan pemilihan pendekatan integrasi. Pengembangan materi menggunakan model pendekatan kontekstual menurut Gilbert (2006); dan pendekatan interdisipliner menurut Repko (2008).

4. Evaluasi bahan ajar MSK

Hasil pengembangan bahan ajar MSK dievaluasi dengan dua cara, yaitu validasi pakar (ahli kimia dan ahli matematika) dan uji coba lapangan. Sejumlah aspek yang di nilai oleh pakar matematika dan kimia meliputi: kebenaran konsep, hirarki, dan kesesuaian antara konsep matematika dan kimia yang diintegrasikan.

Hasil revisi dari validator selanjutnya dilakukan uji coba selama satu semester untuk mendapatkan gambaran kesesuaian antara kemampuan berpikir pebelajar dan tingkat kesulitan konsep, ketepatan metode integrasi, kesesuaian waktu dengan jumlah materi, dan perbaikan lembar kerja mahasiswa yang digunakan dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil uji coba, bahan ajar MSK direvisi agar lebih efektif dan efisien dalam pembelajaran guna memberdayakan kemampuan berpikir matematis mahasiswa kimia. Bahan ajar MSK yang telah direvisi selanjuntya diimplementasikan dalam perkuliahan matematika kimia.


(34)

65 6. Implementasi bahan ajar MSK dalam perkuliahan matematika kimia

Bahan ajar MSK yang dikembangkan diaplikasikan pada perkuliahan matematika kimia untuk melihat efektivitas peningkatan kemampuan berpikir matematika menggunakan dua pendekatan belajar (PLTJ dan PKoK). Subyek penelitian adalah mahasiswa kimia semester tiga angkatan 2011/2012 di salah satu perguruan tinggi di Sulawesi Tenggara yang terdiri atas dua kelas paralel. Kelas pertama berjumlah 28 orang dan kelas kedua adalah 30 orang, dan telah terbentuk sejak mereka mengikuti kuliah pada semester satu berdasarkan kategori stambuk mahasiswa. Pengelompokkan dengan cara tersebut tidak memenuhi kaidah

random assignment sebagai syarat suatu penelitian eksperimen. Menurut Gall et

al. (2003), desain yang paling tepat untuk dua perlakuan (pendekatan belajar) pada dua kelompok belajar yang sudah terbentuk sejak awal adalah kuasi eksperimen. Selanjuntnya, Gall et al mengemukakan bahwa desain kuasi eksperimen yang mempunyai validitas tinggi dalam penelitian pendidikan untuk membandingkan dua kelompok belajar yang sudah terbentuk adalah

prettest-posttest two group disign, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Desain quasi eksperimen pada implementasi bahan ajar MSK

(prettes-posttes two group design)

Simbol Disain Uraian

KBGj O1 PLTJ O2 Eksperimen pertama

KBGn O3 PKoK O4 Eksperimen kedua

Ket: KBGj = Kelompok belajar matematika kimia stambuk ganjil (PLTJ) KBGn = Kelompok belajar matematika kimia stambuk genap (PKoK) O1 dan O3 = pretes. O2 dan O4 = postes

Bahan ajar matematika spesifik kimia (MSK) terdiri atas enam materi (sub bab) yang meliputi: nilai pendekatan dan perbandingan, aljabar, fungsi, dan sistem persamaan, diferensial, dan integral. Empat materi pertama diajarkan sebenyak tujuh kali pertemuan, dan dua materi selanjutnya (diferensial dan integral) juga diajarkan selama tujuh kali pertemuan. Sebelum pembelajaran keempat materi pertama dilakukan tes kemampuan berpikir LoM, KoM, dan PM (pretes), dan


(35)

66

setelah pembelajaran, mahasiwa di tes kembali dengan menggunakan instrumen yang sama (postes). Perlakuan yang sama diterapkan juga pada pembelajaran materi diferensial dan integral. Pemahaman konsep MSK terintgerasi dalam setiap butir soal kemampuan berpikir matematis. Artinya, kemampuan berpikir matematis merepresentasikan juga pemahaman konsep dari materi MSK.

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Untuk mendapatkan data pada penelitian ini dikembangkan instrumen tes. Sejumlah instrumen yang digunakan pada pengembangan bahan ajar MSK berdasarkan jenis data dan responden disajikan pada Tabel 3.2 (studi satu). Hasil analisis data yang dihasilkan oleh setiap instrumen menjadi panduan dalam pemelihan materi matematika dan kimia dan elaborasi awal dalam pengembangan bahan ajar MSK. Konsep matematika yang dipilih berdasarkan kebutuhan belajar esensial dan tingkat pengetahuan awal matematika dan tahap perkembangan intelektual subyek sasaran bahan ajar.

Tabel 3.2. Jenis instrumen dan responden pada pengembangan bahan ajar MSK

Nama dan Jenis Instrumen Responden

Tes kemampuan matematika dasar esensial (pilihan ganda)

Mahasiswa pendidikan kimia, terdiri tiga angkatan yang berbeda dan mahasiswa jurusan kimia semester 3

Test of logical thinking (TOLT)

konteks umum dari Tobin and Capie (pilihan ganda beralasan)

Mahasiswa pendidikan kimia (angkatan 2011) dan mahasiswa jurusan kimia (angkatan 2010)

Angket validasi bahan ajar MSK bentuk skala Likert

Ahli kimia dan ahli matematika (bergelar doktor)

Angket validasi instrumen kemampuan berpikir matematis

Ahli kimia dan ahli matematika (bergelar doktor)

Tes kemampuan berpikir

matematika dalam konteks kimia (uji coba bahan ajar MSK)

Mahasiswa pendidikan kimia semester dua (angkatan 2011)


(36)

67

Bahan ajar MSK yang dikembangkan diimplementasikan dalam perkuliahan matematika kimia. Instrumen yang digunakan untuk mengukur Efektivitas bahan ajar MSK dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis dirangkum pada Tabel 3.3 (studi 2). Tes TOLT pada saat implementasi bertujuan untuk mengetahui perkembangan intelektual subyek penelitian. Tes kemampuan berpikir matematis merupakan permasalahan kimia kuantitatif yang proses pemecahannya menggunakan keterampilan berpikir matematis (LoM, KoM, dan PM).

Tabel 3.3. Jenis instrumen dan responden pada implementasi bahan ajar MSK

Nama dan Jenis Instrumen Responden

Test of logical thinking (TOLT)

konteks umum dari Tobin and Capie untuk mengetahui perkembangan intelektual subyek penelitian

Mahasiswa kimia semester tiga yang memprogramkan mata kuliah

matematika kimia (subyek penelitian)

Tes kemampuan berpikir logis matematis dalam konteks kimia (pilihan ganda dua tingkat dan penjelasan singkat)

Mahasiswa kimia semester tiga yang memprogramkan mata kuliah

matematika kimia (subyek penelitian) Tes kemampuan berpikir LoM dan

KoM (pilihan ganda dua tingkat dan penjelasan singkat)

Mahasiswa kimia semester tiga yang memprogramkan mata kuliah

matematika kimia (subyek penelitian) Tes kemampuan PM (tes bentuk esai)

Mahasiswa kimia semester tiga yang memprogramkan mata kuliah

matematika kimia (subyek penelitian)

1. Pengembangan instrumen pada studi 1 (pengembangan bahan ajar MSK)

Instrumen yang digunakan dalam pengembangan bahan ajar kimia adalah, tes kemampuan matematika dasar, Test of logical thinking (TOLT), dan angket validasi bahan ajar MSK oleh pakar. Instrumen kemampuan matematika dasar diadaptasi dari Leopold and Edgar (2008) (ada pada Lampiran 1). Konsep-konsep matematika yang digunakan untuk mengases kemampuan mahasiswa merupakan konsep-konsep dasar yang banyak dibutuhkan dalam kimia, meliputi: logaritma, notasi saintifik, prinsip aljabar, dan grafik. Gambaran pemahaman mahasiswa


(37)

68

terhadap konsep matematika dasar sangat penting untuk pemilihan konsep matematika dan elaborasi bahan ajar MSK.

Test of Logical Thinking (TOLT) untuk mengukur tahap perkembangan

intelektual mahasiswa kimia merupakan hasil pengembangan dari Tobin dan Capie (1981) (ada pada Lampiran 1). Menurut Tobin dan Capie, TOLT

mempunyai korelasi yang tinggi (0,82) dengan hasil wawancara klinis dari Piaget dalam menempatkan siswa pada tahap berpikir konkrit, praformal, dan formal.

Tes TOLT tersebut telah digunakan oleh sejumlah peneliti (seperti, Sumarmo,

1987; Valanides, 1997, 1998; Fah, 2006) pada sejumlah jenjang pendidikan dengan disiplin ilmu yang beragam untuk mengases tingkat perkembangan intelektual siswa dan mahasiswa.

Angket validasai bahan ajar MSK oleh pakar (Lampiran 1) dikembangkan berdasarkan kriteria umum dari suatu bahan ajar yang baik. Sejumlah aspek yang dinilai oleh pakar meliputi: kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafisan. Kelayakan isi merupakan komponen penting dari bahan integrasi matematika dan kimia. Kesesuaian dengan kebutuhan mahasiwa kimia, kebenaran konsep matematika, kesesuaian konsep matematika dan aplikasi, dan hierarki penyajian konsep merupakan contoh komponen dari kelayakan isi yang sangat penting.

2. Pengembangan instrumen kemampuan berpikir matematis (KBM)

Instrumen kemampuan berpikir matematis yang digunakan dalam penelitian ini telah dikembangkan dan diuji coba oleh Fahyuddin (2013), dan analisis terhadap kualitas butir soal menunjukkan hasil yang dapat diterima. Jenis kemampuan berpikir matematika yang dikembangkan sesuai dengan jenis penalaran yang dapat diberdayakan ketika memperoleh pengalaman belajar dengan materi MSK yang meliputi: berpikir logis matemetis (LoM), komunikasi matematis (KoM), dan pemecahan masalah (PM).

Jenis tes kemampuan berpikir LoM, KoM, dan sebagian kemampuan PM yang dikembangkan merupakan tes pilihan ganda beralasan (tes dua tingkat) yang disertai algoritma. Pengembangan instrumen tes pilihan ganda dua tingkat diadaptasi dari model Treagust (1988) yang terdiri atas tiga tahap (Gambar 3.4),


(38)

69

meliputi: 1) analisis materi kimia yang memerlukan aktifitas kognitif berpikir KoM, LoM, dan PM, 2) analisis kemampuan berpikir matematik mahasiswa kimia dan miskonsepsi pada sejumlah konsep kimia, 3) pengembangan tes pilihan ganda dua tingkat dan validasi butir soal secara kualitatif dan kuantitatif.

Analisis konsep kimia yang menjadi konteks masalah pengembangan instrumen Analisis jenis instrumen yang dapat mengases

kemampuan berpikir matematis

Tahap 1. Analisis Jenis instrumen

Analisis kemampuan berpikir matematis menggunakan tes pilihan ganda dengan

memberikan alasan terbuka Mengelompokan jenis miskonsepsi dalam

berpikir matematis

Menentukan materi kimia kuantitatif pengembangan tes berpikir matematis

Tahap 2. Analisis miskonsepsi dalam berpikir matematik

Gambar 3.4. Diagram pengembangan instrumen tes berpikir matematika tiga tingkat dalam konteks kimia (diadaptasi dari Treagust, 1988)

Pengembangan instrumen (draf awal)

Perbaikan instrumen (draf kedua) Validasi isi

(2 orang ahli) Tahap 3.

Pengembangan tes berpikir

matematik

Instrumen berpikir matemati (valid and reliable)

Ujicoba (analisis Butir)


(39)

70 3. Analisis butir soal instrumen kemampuan berpikir matematis

Analisis butir soal bertujuan untuk meningkatkan mutu soal yang telah dikembangkan. Terdapat dua cara dalam analisis kualitas butir soal, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif meliputi analisis isi dan kebenaran dan kesesuaian konten dari setiap butir soal, sedangkan metode kuantitatif berkaitan dengan ciri-ciri statistik dari hasil uji coba instrumen. Analisis secara kualitatif mencakup pertimbangan validitas isi dan konstruk dari dua panelis (ahli matematika dan ahli kimia). Pada analisis kuantitatif, sejumlah atribut yang menentukan kualitas butir soal, yaitu daya pembeda, tingkat kesukaran, korelasi (validitas), dan reliabilitas.

Hasil analisis validitas isi dan muka dari ahli matematika tidak berbeda secara signifikan dengan hasil dari ahli kimia pada setiap butir soal yang dikembangkan. Kedua ahli merekomendasikan bahwa ketiga instrument tes (LoM, KoM, dan PM) memenuhi validitas isi dan konstruk berpikir matematika, dan valid untuk mengukur kemampuan berpikir matematis dalam konteks kimia. Selanjutnya instrumen divalidasi secara kuantitatif melalui uji lapangan dengan mahasiswa kimia setelah memperoleh pembelajaran dengan materi MSK.

Indeks daya pembeda dari ke 31 butir soal terdistribusi antara 0,35 dan 0,68. Lien (Othman et al., 2008), merekomendasikan bahwa butir soal dengan indeks daya pembeda antara 0,2 dan 0,4 tergolong dalam kategori memuaskan, dan lebih besar dari 0,4 termasuk kategori sangat baik. Berdasarkan kriteria dari Lien, butir soal kemampuan berpikir matematis mempunyai indeks daya pembeda yang memuaskan dan sangat baik.

Tingkat kesukaran tes kemampuan berpikir matematis terdistribusi dari nilai 0,28 sampai 0,56. Menurut Tan (Othman et al., (2008), butir soal yang ideal mempunyai indeks kesukaran sedang (0,4 - 0,6), sedangkan butir soal dengan indeks kesukaran lebih kecil dari 0,4 dikategorikan sulit. Namun demikian, tingkat kesukaran butir soal berdasarkan analisis klasik tidak selamanya memberikan informasi secara akurat, karena indeks tingkat kesukaran dapat dibiaskan oleh karakteristik sampel (Haladyna, 1997). Cheong et al. (2010), butir soal dengan indeks kesukaran antara 0,3 sampai 0,7 sangat optimal untuk membedakan


(40)

71

prestasi belajar mahasiswa dengan efektif.

Hasil analisis validitas (product moment) menunjukkan hasil yang signifikan (valid). Reliabilitas instrumen tes ketiga kemampuan berpikir matematis menggunakan kriteria nilai Cronbach’s alpha adalah 0,917. Hasil ini mengindikasikan bahwa instrumen berpikir matematis yang dikembangkan mempunyai konsistensi internal yang sangat tinggi. Instrumen tes kemampuan berpikir LoM mempunyai reliabilitas tertinggi (0,833) dibandingkan dengan tes kemampuanKoM (0,759), dan PMsecara matematik (0,63). MenurutCrocker and Algina (2008), tes yang ideal mempunyai nilai reliabilitas (Cronbach’s alpha) minimal 0,70. Akan tetapi menurut Nunnally (1978), nilai batas minimum yang masih dapat diterima adalah 0,50. Nilai koefisien alfa dari dari semua jenis instrumen berpikir matematika melebihi kriteria reliabilitas minimum (0,5) yang direkomendasikan oleh Nunnally. Berdasarkan kriteria reliabilitas koefisien alfa secara total, instrumen tes berpikir LoM, KoM, dan KoM valid untuk digunakan.

D. Variabel Penelitian dalam Implementasi bahan ajar MSK

Variabel penelitian dibagi menjadi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah pendekatan pembelajaran pada implementasi bahan ajar matematika spesifik kimia yang terdiri atas: 1) pembelajaran dengan pendekatan latihan dan tanya jawab (PLTJ); dan 2) pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis kelompok kecil (PKoK). Variabel terikat terdiri dari, 1) kemampuan berpikir logis-matematis (LoM), 2) kemampuan komunikasi matematis (KoM), dan kemampuan pemecahan masalah (PM). .

Indikator berpikir LoM terdiri empat jenis penalaran, yaitu: 1) analogi, 2) deduksi eksplisit, 3) deduksi implisit, dan 4) operasi matematik. Indikator berpikir KoM terdiri atas enam jenis komunikasi yaitu: 1) interpretasi tabel; 2) interpretasi model matematik secara grafik, 3) representasi model matematik dari pernyataan verbal, 4) representasi grafik dari pernyataan verbal, 5) representasi grafik dari model matematik, dan 6) representasi model matematik dari grafik. yaitu, representasi masalah, membuat strategi penyelesaian, dan melakasanakan penyelesaian. Interaksi variabel bebas dan terikat ditunjukkan pada Gambar 3.5.


(41)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Variabel Independen

PM KoM LoM

Deskripsi:  Pretes

 Postes

N-gain

Inferensial N-g:

 Antara MSK

 Antara KBM

 Model LoM

 Model KoM Kualitas N-gain Struktur penalaran

 LoM

 KoM

 PM

Variabel Dependen (KBM) Indikator Setiap KBM Data dan Teknik Analisis Gambar 3.5. Tabulasi variabel independen dan dependen serta indikator KBM dan metode analisis data

Pendekatan Pembelajaran

PLTJ

PKoK

KBM

Bahan Ajar MSK

Analogi Deduksi eksplisi Deduksi implisit Operasi matematik

Interpretasi tabel Interpretasi MM Komunikasi MM Komunikasi grafik

Memahami masalah Model mental Penyelesaian strategi


(1)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Lemke, J.L. (1998). “Multiplying Meaning: Visual and Verbal Semiotics in

Scientific Text”. InJ.R. Martin and R. Veel (Eds.), Reading science (pp. 87–113). London: Routledge.

Leopold, D. G. and Edgar, B. (2008). “Degree of Mathematics Fluency and Success in Second-Semester Introductory Chemistry”. Journal of Chemical Education, 85(5), 724-731.

Leung, F. K. (2002). Behind the high achievement of East Asian students. Educational Research and Evaluation, 8, 87–108.

Liliasari. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia melalui Pendidikan Sains. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Tidak dipublikasikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Lunsford, E., Melear, C. T., Roth, W-M., Perkins, M., and Hickok, L. G. (2007).

“Proliferation of Inscriptions and Transformations Among Preservice Science Teachers Engaged in Authentic Science”. Journal of Research in Science Teaching, 44, 538-564.

Maloney, D. P., O‟Kuma, T. L., Hieggelke, C. J., and van Heuvelen, A. (2001). “Surveying Students‟ Conceptual Knowledge of Electricity and

Magnetism”. American Journal of Physics, Supplement, 69(7), S12.

Matthews, K. E., Adams, P., and Goos, M. (2009). “Putting it Into Perspective: Mathematics in The Undergraduate Science Curriculum”. International Journal of Mathematics Education in Science and Techonology, 40(7), 891-902.

Meltzer, D. E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physics: A possible „„Hidden Variable‟‟ in Diagnostic Pretest Scores”. American Journal of Physics, 70, 1259–1268.

Morgen, G.A., Leech, N. L., Gloeckner, G. W., and Barrett, K. C. (2004). SPSS for Introductory Statistics: Use and interpretation. (Second Editian). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc.

Morrison, Judith, and McDuffie, A. R. (2009). “Connecting Science and Mathematics: Using Inquiry Investigations to Learn about Data Collection, Analysis, and Display”. Journal of School Science and Mathematics, 109 (1).

Mortimer, R. G. (2005). Mathematics for Physical Chemistry. 3nd Edition, Amsterdam: Elsevier Academic Press.

Munir, R. (2010). Matematika Diskrit. Edisi 3. Bandung: Informatika.

NCTM. (2000). Curriculum and evaluation standards for School Mathematics. Reston: Author.

Niaz, M. (1996). “Reasoning Strategies of Students in Solving Chemistry Problems as a Function of Developmental Level, functional M-capacity and Disembedding Ability”. International Journal of Science Education, 18(5), 525–541.


(2)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Nicoll, G. and Francisco, J. S. (2001). “An Investigation of the Factors Influencing Student Performance in Physical Chemistry”. Journal of Chemical Education, 78(1), 99 – 102.

Niklasson, C., Christie, M., Larsson, S., O¨ hrstro¨ , L., and Bowden, J. (2003).

“Integration of Mathematics/Numeric Analysis with Chemistry/Chemical Engineering”. http: //www.math.chalmers.se/_stig/papers

/JEE%20paper%20031101.pdf. (Diakses 21 Desember 2010).

Nitko, A. (1996). Educational Assessment of Students.2th Ed. Ohio: Merrill an imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs.

NRC. (1996). National Science Education Standards. Washington, DC: National Academy Press.

NSTA(1996). NSTA Board Endorses New Position Statement on Interdisciplinary Learning. PreK-Grade 4. NSTA Reports!, 6, 8.

Nunnally, J. C. (1978). Psychometric Theory. 2th Ed. New Delhi: Tata McGrawHill Publishing Company Limited.

Oehrtman, M. and Lawson, A.E. (2008). “Connecting Science and Mathematics: The Nature of Proof and Disproof In Science and Mathematics”.

International Journal of Science and Mathematics Education, 6, 377- 403.

Offer, Joey, and Mireles, S.V. (2009). “Mix It Up: Teachers' Beliefs on Mixing Mathematics and Science”. Journal of School Science and Mathematics, 109, (3).

Ostermeier, C., Prenzel, M., and Duit, R. (2010). “Improving Science and

Mathematics Instruction: The SINUS Project as an Example for Reform as Teacher Professional Development”. International Journal of Science Education, 32(3), 303–327.

Othman, J., Treagust, D.F. and Chandrasegaran, A.L. (2008). “An Investigation Into The Relationship Between Students‟ Conceptions of The Particulate

Nature of Matter and Their Understanding of Chemical Bonding”.

International Journal of Science Education, 30 (11), 1531–1550.

Oxtoby, D.W., Gillis, H.,P., and Nachtrieb, N.H. (2003). Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jilid 2. Alih bahasa, Achmadi, S.S. Ed. Keempat. Jakarta: Erlangga.

Pang, J. S. and Good, R. (2000). “A review of the Integration of Mathematics and Science: Implications for Futher Research”. School Science and

Mathematics, 100, 73-82.

Poedjiadi, A. (1999). Pengantar Filsafat Bagi Pendidik. Bandung: Cipta Cendrawasih.

Poedjiadi, A. dan Supriyanti, F. M.T. (2005). Dasar-dasar Biokimia. (Edisi Revisi). Jakarta: UI Press.


(3)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Potgieter, M., Harding, A., and Engelbrecht, J. (2008). “Transfer of Algebraic and Graphical Thinking between Mathematics and Chemistry”. Journal of Research In Science Teaching, 45(2), 197–218.

Prancis, P. G. (1984). Mathematics for Chemists, 1st Editioan, New York: Chapman and Hall Ltd.

Purcell, E.J., Varberg, D., and Rigdon, S. E. (2004). Kalkulus Jilid I. Ed. Kedelapan ). Alih Bahasa, Gresando, J. Jakarta: Erlangga.

Rutherford, J. and Ahlgren, A. (1990). Science for all Americans. New York: Oxford University Press.

Repko, A. F. (2008). Interdisciplinary Research: Process and Theory. Los Angeles: Sage Publications, Inc.

Resnick, L. B. and L. Klopfer. 1989. Toward the Thinking Curriculum: Current Cognitive Research. Alexandria, Va.: Association for Supervision and Curriculum Development.

Rylands, L. J. and Coady, C. (2009). “Performance of Students with Weak Mathematics in First-year Mathematics and Science”. International Journal of Mathematical Education in Science and Technology, 40 (6), 741–753.

Sabandar, J (2006). “Pertanyaan Tantangan dalam Memunculkan Kemampuan

Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran Matematika”. Artikel

Ilmiah.” Journal Pendidikan, 2(25).

Sadiman, A.S. (2004). Pendayagunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pembelajaran. Makalah.

Schmidt, P.A., and Rich, B.,(2002). Aljabar Elementer. Ed. Ketiga. Alih Bahasa, Gresando, J. Jakarta: Erlangga.

Schulman, L.S. (2002). Foreword. In M. Taylor Huber and S.P. Morreale (Eds.), Disciplinary Styles in The Scholarship of Teaching and Learning: Exploring Common Ground. Menlo Park, CA: American Association for Higher Education.

Scusa, T. and Yuma, C. O. (2008). Five Processes Of Mathematical Thinking: Math in the Middle Institute Partnership. University Of Nebraska – Lincoln: Summative Projects For Ma Degree.

Seery, M.K. (2009). “The Role of Prior Knowledge and Students Aptitude in

Undergraduate Performance in Chemistry: A Correlation-Prediction

Study”. Chemsitry Education Research and Practice, 10, 227-232 Setiono, K. (2000). Psikologi Perkembangan: Kajian Teori Piaget, Selman,

Kohlberg dan Aplikasi Riset. Edisi kedua, Bandung: Widya Padjadjaran. Shapiro, A. M. (2004). “How Including Prior Knowledge as a Subject Variable

may Change Outcomes of Learning Research? American Educational Research Journal, 41(1), 159–189.


(4)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sherrill, J. M. (1983). “Solving Textbook Mathematical Word Problems”. Alberta Journal of Educational Research, 29(2), 140–152.

Sherrod, S.E., Dwyer, J., and Narayan, R. (2009). “Developing Science and Math Integrated Activities for Middle School Students”. International Journal of Mathematics Education in Science and Techonology, 40 (2), 247-257. Silberberg, M. S. (2006). Chemistry: The Molecular Nature of Matter and Change

(4th e d.).New York: McGraw-Hill.

Skoog, D.A., Holler, F.J., and Nieman, T.A. (1998). Principles of Instrumental analysis. (5th ed.). Philadelphia, PA: Saunders College Publishing.

Sözbilir, M. (2004). “What Makes Physical Chemistry Difficult?” Journal of Chemical Education, 81(4), 573-578.

Stewar, J. (2002). Calculus. (Fourth Edition). Alih Bahasa Susila, I Nyoman and Gunawan, H (Kalkulus Jilid 1). Jakarata: Erlangga.

Stinson, K., Harkness, S. S., Meyer, H., and Stallworth, J. (2009). “Mathematics and Science Integration: Models and Characterization”. Journal of School Science and Mathematics, 109, (3).

Sumarno, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Bandung: Disertasi SPS UPI.

Taber, K. S. and Bricheno, P. (2009). “Coordinating Procedural and Conceptual Knowledge to Make Sense of Word Equations: Understanding the

complexity of a „simple‟ completion task at the learner‟s resolution”. International Journal of Science Education, 31(15), 2021–2055

Tai, R. H., Sadler, P. M., and Loehr, J. F. (2005). “Factors Influencing Success in Introductory College Chemistry”. Journal of Research in Science Teaching, 42, 987-1012.

Tai, R. H., Ward, R. B., and Sadler, P. M. (2006). “High School Chemistry Content Background of Introductory College Chemistry Students and Its Association with College Chemistry Grades”. Journal of Chemical Education, 83, 1703-1711.

Taylor, A. and Jones, G. (2009). “Proportional Reasoning Ability and Concepts of Scale: Surface Area to Volume Relationships in Science”. International Journal of Science Education, 31(9), 1231–1247.

Tan et al. (2008). “Students‟ Conceptions of Ionisation Energy: A Cross-cultural Study. International Journal of Science Education, 30 (2), 263 – 283. Testa, I., Monroy, G., and Sassi, E. (2002). “Students‟ Reading Images in

Kinematics: The Case of Real-time Graphs”. International Journal of Science Education, 24, 235–256.

Tobin, K. and Capie, W. (1981). “The Development and Validation of a Group Test of Logical Thinking”. Educational and Psychological Measurement, 41, 413-423.


(5)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Treagust, D. F. (1988). “The Development and Use of Diagnostic Instruments to Evaluate Students‟ Misconceptions in Science”. International Journal of Science Education,10, 159–169.

Tsaparlis, G. and Papaphotis, G. (2009). “High-school Students‟ Conceptual Difficulties and Attempts at Conceptual Change: The Case of Basic

Quantum Chemical Concepts”. International Journal of Science Education, 31(7), 895–930.

Tsitsipis, G., Stamovlasis, D., and Papageorgiou, G. (2010). “ The Effect of Three

Cognitive Variables on Students‟ Understanding of the Particulate Nature of Matter and its Changes of State”.International Journal of Science Education, 32(8), 987–1016.

Turrell, G. (2002). Mathematics for Chemistry and Physics. New York: Academic Press.

Valanides, N. (1998). “Formal Operational Performance And Achievement of Lower Secondary School Students”. Studies in Educational Evaluation, 24 (1), 1 - 23.

Valanides, N. (1997). “Formal Reasoning Abilities and School Achievement”.

Studies in Educational Evaluation, 23(2), 169-185.

Van de Walle, J.A. (2007). Elementary and middle school mathematics. Teaching Developmentally (6th ed) Boston, MA: Pearson Education.

Walsh, L. N., Howard, R. G., and Bowe, B. (2007). Phenomenographic Study of

Students‟ Problem Solving Approaches in Physics. Phy. Rev. Spec. Topic-Peb, 3, 020108.

Webb, N. L. and Coxford, A. F. (Eds, 1993). Assesment in Mathematics Classroom. Virginia: NCTM.

White, J. D. and Carpenter, J. P. (2008). “Integrating Mathematics into the Introductory Biology Laboratory Course”. Primus : Problems, Resources, and Issues in Mathematics Undergraduate Studies, 18(1).

Wilhelm, J. A. and Confrey, J. (2003). “Projecting Rate of Change in the Context of Motion onto the Context of Money, Int”. Journal Mathematics

Education Science Technology, 34(6), 887–904.

Witten, G. Q. (2005). “Designing A Mathematics Course for Chemistry and

Geology Students”. Educational Studies in Mathematics, 58, 1–19.

Wood, P. K. (1983). Inquiring Systems and Problem Structure: Implications for Cognitive Development. Human Development, 26(5), 249–265.

Wright, M., and Chorin, A. (2000). Mathematics and Science. National Science Foundation Report. from http://nsf.gov/pubs/2011/mps0001/mps001. (Diakses 23 Januari 2011).

Wu, Y.T. and Tsai, C. C. (2007). “High School Students‟ Informal Reasoning on a Socio-scientific Issue: Qualitative and Quantitative Analyses”.


(6)

Fahyuddin, 2014

Perkuliahan matematika kimia untuk meningkatkan kemampuan berpikir

logis,matematis,,komunikasi matematis,dan pemecahan masalah kimia kuantitatif Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Wu, H.-K., Krajcik, J. S., and Soloway, E. (2001). “Promoting Understanding of Chemical Representations: Students‟ Use of a Visualization Tool in the Classroom”. Journal of Research in Science Teaching, 38, 821–842. Zakaria, E. and Nordin N. M. (2008). “The Effects of Mathematics Anxiety on

Matriculation Students as Related to Motivation and Achievement”. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 4(1), 27-30

Zohar, A. (2006). “ Connected Knowledge in Science and Mathematics Education”. International Journal of Science Education, 28(13), 1579– 1599.