PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK PADA MATERI KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ……… iv

ABSTRAK ………. v

KATA PENGANTAR……… vi

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiii BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah………..

B.Rumusan Masalah ………

C.Batasan Masalah………..

D.Tujuan Penelitian……….

E. Manfaat Penelitian………..

1 6 7 7 8 BAB II PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK

UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF PADA MATERI KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP

A.Pembelajaran Kooperatif... B.Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok... C.Pemahaman Konsep...

D.Keterampilan Berpikir Kreatif……….………

E. Pembelajaran Konvensional………

F. Ruang Lingkup Materi Keanekaragaman Makhluk Hidup……….

9 12 15 18 22 24 BAB III METODELOGI PENELITIAN

A.Definisi Operasional………..

B.Metode dan Desain Penelitian………

C.Populasi dan Sampel………..

D.Asumsi Penelitian………..

E. Hipotesis...

F. Prosedur Penelitian………

G.Instrumen Penelitian……….

H.Teknik Analisis Data……….

34 35 36 37 37 38 41 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian

1. Pemahaman konsep Keanekaragaman Makhluk Hidup... a. Pengujian Statistik Peningkatan Pemahaman Konsep……… b. Deskripsi Peningkatan Pemahaman Konsep……….. c. Deskripsi Peningkatan Pemahaman Konsep setiap Tipe

Kemampuan………

d. Deskripsi Peningkatan Pemahaman Konsep Tiap Label

Konsep……… 58 58 59 60 61


(2)

2. Keterangan berpikir Kreatif………. a. Pengujian Statistik Peningkatan Keterampilan Berpikir

Kreatif……….

b. Deskripsi Peningkatan Keterampilan Berpikir Kreatif…….

3. Keterlaksanaan Pembelajaran ……….

4. Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran ………. 5. Tanggapan Guru Terhadap Pembelajaran……….. B.Pembahasan

1. Pemahaman Konsep………

2. Keterampilan Berpikir Kreatif………

3. Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran………. 4. Kelebihan Pembelajaran kooperatif Tipe Investigasi Kelompok

Pada Materi Keanekaragaman Makhluk Hidup

63 63 64 67 72 74

74 78 80 81

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ………..

B.Saran ………

83 84

DAFTAR PUSTAKA ……… 86


(3)

Halaman 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif……… 12 2.2

2.3 3.1 3.2

Indikator Aptitude dari Berpikir Kreatif………..

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar……… Desain Penelitian………. Kategori Tingkat Kesukaran Butir Soal………..

20 24 36 44 3.3 3.4 3.5

Kategori Daya Pembeda Butir Soal………

Kategori Validitas Butir Soal………. Kriteria Reliabilitas Tes……….

44 45 46 3.6

3.7

Kriteria Tingkat Gain... Kriteria Pengambilan Keputusan Uji t...

47 49 3.8

3.9 3.10

Kategori Analisis Angket... Distribusi Soal Kemampuan Pemahaman Konsep... Distribusi Hasil Uji Coba Validitas Butir Soal...

50 50 51 3.11 3.12 3.13 3.14

Rekapitulasi Tingkat Kesukaran……….

Rekapitulasi Daya Pembeda………

Distribusi soal keterampilan Berpikir Kreatif………. Distribusi Hasil Uji Coba Validitas Tes………..

52 53 54 55 3.15 3.16

Rekapitulasi Tingkat Kesukaran……….

Rekapitulasi Daya Pembeda………

55 56 3.17 Jadwal Pelaksanaan Pembelajaran……….. 57 4.1

4.2

Hasil Uji Normalitas, Homogenitas dan Uji t Peningkatan

(N-gain) Tes Pemahaman Konsep……….

Hasil Uji Normalitas, Homogenitas, dan Uji t Peningkatan (N-gain) Tes Keterampilan Berpikir Kreatif………

59 64 4.3

4.4

Rekapitulasi Hasil Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran…


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

3.1 Alur Penelitian……….. 38

4.1 Perbandingan Persentase Skor Rata-Rata Tes awal, Tes akhir dan N-gain Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol... 61 4.2 Perbandingan Nilai N-gain untuk Setiap Tipe Kemampuan

Pemahaman Konsep………. 61

4.3 Perbandingan N-gain Pemahaman Konsep untuk Setiap Label

Konsep Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………….. 62 4.4 Perbandingan Persentase Skor Rata-Rata Tes awal, Tes akhir

dan N-gain keterampilan Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen dan

Kelas Kontrol……… 65

4.5 Perbandingan N-gain Keterampilan Berpikir Kreatif untuk


(5)

Halaman

A: Perangkat Pembelajaran ... 92

B: Instrumen Tes ... 126

C: Data Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif ... 155

D: Uji Statistik ... 170

E: Angket dan Observasi ... 176


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (BSNP, 2006). Carin dan Sund dalam BSNP, 2006 mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil

observasi dan eksperimen”. Merujuk pada pengertian IPA itu,maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu: (1) sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; (2) prosedur: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah yang meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; (3) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; (4) aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.

Sejauh ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafalkan.


(7)

Kelas masih terfokus kepada guru sebagai sumber pengetahuan, kemudian ceramah, tanya jawab, dan diskusi menjadi pilihan utama strategi mengajar (Depdiknas dalam Rustaman, et al, 2003). Hakekat pendidikan adalah untuk mengejar pencapaian kualitas hidup yang tinggi para peserta didiknya. Pendidikan harus mampu membongkar dan mengembangkan keseluruhan potensi kemanusiaan seorang peserta didik sehingga ia memiliki kesanggupan untuk hidup di era mendatang yang memiliki kompleksitas permasalahan yang jauh lebih rumit dari yang ada saat ini (Suhandoyo, 1993).

Pendidikan IPA bagi siswa harus dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kebiasaan untuk mengembangkan pemikiran, pengertian yang lebih baik tentang kontribusi IPA terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat serta meningkatkan tanggung jawab siswa terhadap sistem nilai dan etika yang positif (Hurd dalam Poedjiadi, 1992).

Kualitas pendidikan IPA dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: faktor anak didik, faktor guru, faktor sarana dan prasarana yang terakumulasi dalam penampilan proses pembelajaran. Jadi titik sentral pembenahan pendidikan IPA terletak pada kualitas proses pembelajaran yang terjadi (Soedjiarto, 1977).

Pembelajaran Biologi sebagai salah satu bagian dari sains memiliki empat tujuan yaitu mengajarkan fakta-fakta biologi, mengembangkan kemampuan, mengajarkan keterampilan, dan mendorong sikap yang nyata. Pendidikan hendaknya mampu mengondisikan, dan memberikan dorongan


(8)

untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta kreativitas, sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan kinerja, memberikan kesempatan bagi siswa untuk bekerja sebagai tim dan terlibat langsung dengan alam, serta berpengaruh dalam berperilaku dan peran sosial dalam kelompok (Sugar, et al (2008), Ekeke (2007) dan Anderson, 2009).

Beberapa alasan mengenai mengapa pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok perlu dikembangkan, menurut Mafune dalam Rusman (2011) Pertama dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu. Kedua untuk meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dapat di tempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju suatu kesadaran dan pengembangan alat bantu yang secara eksplisit mendukung kreativitas. Ketiga komponen emosional lebih penting daripada intelektual, yang tak rasional lebih penting daripada yang rasional.

Keanekaragaman makhluk hidup merupakan materi yang menarik untuk dijadikan dasar penelitian karena pada keanekaragaman makhluk hidup terdapat masalah-masalah berupa gangguan usaha pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam seperti ancaman punah atau hilangnya


(9)

spesies endemik. Menurut Wiryono (2010) dan junaidi (2006) dalam Bangka Pos (2010), mengatakan propinsi Kepulauan Bangka Belitung hanya memiliki 20 satwa langka seperti pelanduk (kancil), trenggiling, babi hutan dan aneka jenis ular termasuk ular lokal. Aktivitas perburuan liar disinyalir ikut menjadi penyebab kelangkaan hewan tersebut. Menurut Ramadoss dan Moli (2010) dan Randler (2008), bahwa program pendidikan keanekaragaman makhluk hidup secara aktif dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang spesies hewan atau tumbuhan, minat dan keterampilan dalam rangka melindungi dan melestarikan sumber daya alam setempat serta sebagai aspek fundamental untuk belajar dan memahami keanekaragaman makhluk hidup.

Menurut Piaget dan Vigotsky dalam Rusman ( 2011), adanya aspek sosial dari sebuah proses belajar dan juga tentang penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggotanya yang beragam, sehingga terjadi perubahan konseptual. Piaget menekankan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif dan pengetahuan di susun di dalam pikiran siswa. Di samping aktivitas dan kreativitas yang diharapkan dalam sebuah proses pembelajaran dituntut interaksi yang seimbang, interaksi yang dimaksudkan adalah adanya interaksi atau komunikasi banyak arah yang memungkinkan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru.


(10)

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan berpikir sains dan pemahaman konsep (Sopiah dan Adilah, 2008). Pembelajaran kooperatif investigasi kelompok memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi akademik dan pemahaman konsep termokimia dari pada pembelajaran kooperatif jigsaw (Kemal dkk, 2009). Model perubahan konseptual berseting investigasi kelompok meningkatkan pemahaman konsep dan pemecahan masalah dari pada model perubahan konseptual berseting STAD ataupun model linear berseting STAD (Santyasa, 2008). Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang menggunakan penilaian diri pada materi kalor dapat meningkatkan keterampilan generik sains dan pemahaman konsep siswa SMA (Junaedi, 2010). Penerapan model pembelajaran group investigasi berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan, proses skill, dan sikap mahasiswa calon guru biologi terhadap konservasi biodiversitas (Leksono, 2011).

Berdasarkan latar belakang dan kajian yang dikemukakan di atas, maka akan dilakukan penelitian peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa SMP melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada materi keanekaragaman makhluk hidup.


(11)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimanakah peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa SMP melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada materi keanekaragaman makhluk hidup ?

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka dapat diuraikan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan pemahaman konsep siswa SMP melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada materi keanekaragaman makhluk hidup ?

2. Bagaimanakah peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa SMP melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada materi keanekaragaman makhluk hidup ?

3. Bagaimanakah peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif untuk setiap indikator ?

4. Bagaimanakah perbedaan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ?

5. Bagaimanakah tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada materi keanekaragaman makhluk hidup ?


(12)

C. Batasan Masalah

Supaya permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah, maka permasalahan dibatasi sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran tipe investigasi kelompok dengan enam tahapan yaitu menyajikan berbagai masalah, merencanakan investigasi, melakukan investigasi, merencanakan presentasi, membuat dan melakukan presentasi dan penilaian.

2. Materi keanekaragaman makhluk hidup yang dipelajari meliputi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup, peranan keanekaragaman makhluk hidup

bagi manusia, dan usaha-usaha pelestarian keanekaragaman makhluk hidup. 3. Pemahaman konsep yang diukur mencakup tiga tingkatan yaitu translasi,

interpretasi, dan ekstrapolasi. Pengukurannya menggunakan tes pemahaman konsep.

4. Keterampilan berpikir kreatif meliputi; (1) kemampuan berpikir lancar, (2) Kemampuan berpikir luwes, dan (3) kemampuan berpikir orisinal.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada materi keanekaragaman makhluk hidup, serta bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran tersebut.


(13)

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat dalam memperbaiki proses pembelajaran IPA di SMP, khususnya tentang materi keanekaragaman makhluk hidup. Manfaat yang dapat di ambil antara lain:

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi, wawasan dan menjadi masukan untuk memperkaya alternatif model pembelajaran yang dapat menggali dan menumbuh-kembangkan kreativitas siswa dan pembelajaran IPA Terpadu khususnya biologi.

2. Bagi Pembuat Kebijakan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam membuat kebijakan pendidikan, yaitu dalam pengembangan pembelajaran pada tingkat nasional, daerah dan tingkat operasional sekolah.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan pengembangan ilmu bagi peneliti lain yang akan melaksanakan penelitian lebih jauh lagi mengenai pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok, baik pada materi yang sama maupun pada materi yang berbeda


(14)

BAB II

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN

KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF PADA MATERI KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP

A. Pembelajaran Kooperatif

Definisi belajar kooperatif menurut Johnson & Johnson (1994) adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Suherman (2001) mengemukakan hal-hal yang harus dipenuhi dalam kelompok kecil pembelajaran kooperatif adalah mereka harus merasa bahwa 1) mereka adalah bagian dari tim dan tujuan yang hendak dicapai adalah tujuan bersama, 2) masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan berhasil tidaknya kelompok menjadi tanggung jawab bersama, 3) untuk mencapai hasil maksimal mereka harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang mereka hadapi, dan 4) setiap pekerjaan siswa berakibat langsung pada keberhasilan kelompoknya.

Menurut Slavin (1995) suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri-dari empat sampai enam orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Anggela (1999) mendefinisikan


(15)

karakter pembelajaran kooperatif antara lain menukar gagasan dan ide, memberikan karakter pembelajaran kooperatif antara lain menukar gagasan dan ide, memberikan kesempatan yang sama untuk berhasil, pembagian kelompok heterogen dengan anggota empat sampai enam orang.

Di dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima unsur penting, yaitu: 1) Pertama, Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.

2) Kedua, Interaksi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengatasi masalah yang sedang dipelajari bersama.

3) Ketiga, Tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a)


(16)

membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.

4) Keempat, Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus. 5)Kelima, Proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik. (Johnson dan Sulton dalam Trianto,2009).

Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut, (1) tujuan kelompok; (2) tanggung jawab individual; (3) kesempatan yang sama untuk sukses; (4) kompetisi kelompok; (5) spesialisasi tugas; dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu (Slavin dalam Trianto, 2009).

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif . Langkah-langkah itu ditunjukkan pada Tabel 2.1.


(17)

Tabel 2.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan

pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3 Mengorganisasikan

siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar

melakukan transisi secara efisien. Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase-6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dari kelompok

Sumber: Ibrahim dalam Trianto (2009).

B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok

Dalam pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok terdapat tiga konsep utama, yaitu penelitian, pengetahuan dan dinamika kelompok (Winaputra, 2001). Penelitian merupakan proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan merupakan pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok siswa saling


(18)

berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui proses saling berargumentasi.

Penerapan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok terdiri atas enam atau fase yang bertindak sebagai petunjuk bagi guru dalam mengatur pembelajaran ( Tan, et al, 2006), yaitu

Tahap 1: Guru menyajikan berbagai masalah kepada seluruh siswa. Masalah biasanya disesuaikan dengan kurikulum. Pemberian masalah yang akan diselidiki dapat didukung dengan tampilan bahan ajar misalnya gambar, demonstrasi, video dan surat kabar dengan tujuan untuk membangun rasa ingin tahu dan ketertarikan siswa. Guru kemudian mengajukan pertanyaan dalam bentuk berbagai permasalahan. Semua pertanyaan tersebut kemudian dikategorikan menjadi beberapa topik untuk dapat diselidiki oleh kelompok secara terpisah.

Tahap 2: Kelompok merencanakan investigasi. Dalam kelompok masing-masing siswa terlibat dalam perencanaan penyelidikan secara kooperatif. Dari daftar pertanyaan, mereka memilih pertanyaan yang disesuaikan dengan topik dan menambahkan bahan-bahan yang mereka perlukan, menentukan seting pelaksanaan investigasi, dan langkah-langkah investigasi termasuk hasil pengamatan yang akan diperoleh. Mereka juga merencanakan alokasi waktu untuk bekerja.

Tahap 3: Kelompok melakukan investigasi. Siswa selanjutnya menerapkan apa yang telah mereka rencanakan. Mereka mencari


(19)

informasi dari berbagai sumber, mengorganisir temuan dan mencatat data hasil penyelidikan. Mereka melaporkan temuan mereka kepada teman sekelompoknya. Kemudian mereka berdiskusi, menganalisis, menerjemahkan dan mengintegrasikan temuan mereka untuk mempersiapkan sebuah hasil yang mencerminkan usaha setiap siswa. Tahap 4: Kelompok merencanakan presentasi. Kelompok merencanakan bagaimana melakukan presentasi didepan kelas. Kelompok menentukan temuan mereka dan bagaimana cara terbaik menyajikan temuan mereka. Penekanannya pada penyajian ide utama dan kesimpulan hasil penyelidikan mereka.

Tahap 5: Kelompok membuat dan melakukan presentasi. Setiap kelompok mempersembahkan satu aspek masalah umum yang telah mereka selidiki. Setiap kelompok mempelajari topik masalah yang berbeda dari kelompok lain.

Tahap 6: Penilaian. Siswa dan guru menilai setiap kontribusi kelompok selama presentasi. Evaluasi mengambil beberapa pertimbangan sebagai berikut: a) produk akhir kelompok; b) pengetahuan siswa yang diperoleh selama investigasi; c) seberapa baik proses penyelidikan dilakukan oleh kelompok; d) pengalaman individu selama proses investigasi.


(20)

C. Pemahaman Konsep

Belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan yang didalamnya terdapat konsep. Konsep merupakan gabungan mental dari gejala alam yang memiliki lingkup yang luas mengenai keteraturan kejadian atau obyek yang dinyatakan dalam suatu label (Novak & Canas, 2006). Konsep adalah dasar perkembangan mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Ausubel (Dahar, 1996) mengemukakan bahwa konsep diperoleh melalui dua cara yaitu ekspansi konsep dan asimilasi konsep. Ekspansi konsep erat kaitannya dengan perolehan ilmu melalui proses induktif sedangkan asimilasi konsep erat kaitannya dengan proses deduktif. Dalam biologi siswa dituntut untuk mampu memahami konsep yang ada. Pemahaman konsep akan membantu siswa memahami dan menyelesaikan soal-soal atau menyelesaikan permasalahan yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Menurut kamus Bahasa Indonesia, pengertian pemahaman adalah mengerti benar atau memahami benar. Menurut Johnson, et al (2000) pemahaman adalah kemampuan menerangkan sesuatu dengan kata-kata sendiri. Dalam pengertian ini pemahaman memiliki tiga aspek yaitu kemampuan menjelaskan, kemampuan mengenai informasi dan kemampuan menarik kesimpulan. Pengertian yang lain pemahaman adalah kemampuan menerapkan sesuatu dengan kata-kata sendiri, mengenali sesuatu yang dinyatakan dengan kata-kata yang berbeda dengan yang terdapat dalam


(21)

buku teks (Baharudin, 1982). Menurut Bloom dalam Sudjana (2005) pemahaman dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

a. Translasi, kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerjemahkan konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik sehingga siswa mudah mempelajarinya, contohnya: menerjemahkan kalimat soal menjadi bentuk lain berupa variabel-variabel, terdapat beberapa kemampuan dalam proses translasi diantaranya, yaitu:

1. Menerjemahkan suatu abstraksi kepada abstraksi yang lain 2. Menerjemahkan suatu bentuk simbol yang lain atau sebaliknya. 3. Menerjemahkan dari satu bentuk pengertian pada bentuk yang lain

b. Interpretasi, kemampuan ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi, misalnya diberikan suatu diagram, tabel, grafik atau gambar-gambar lainnya dalam pelajaran biologi dan minta ditafsirkan, terdapat beberapa kemampuan dalam proses interpretasi, yaitu: 1. Kemampuan memahami dan menginterpretasikan berbagai bacaan secara dalam dan jelas

2. Kemampuan untuk membedakan pembenaran atau penyangkalan suatu kesimpulan yang digambarkan oleh suatu data

3. Kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial

4. Kemampuan untuk membuat batasan (qualification) yang tepat ketika menafsirkan suatu data


(22)

c. Ekstrapolasi, kemampuan ekstrapolasi menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi misalnya membuat telaah tentang kemungkinan apa yang akan berlaku. Pemahaman ekstrapolasi menuntut kemampuan untuk meramalkan kecenderungan suatu data dan suatu bentuk data yang lain namun serupa. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses ekstrapolasi yaitu:

1. Kemampuan menarik kesimpulan dan suatu pernyataan yang eksplisit 2. Kemampuan menggambarkan kesimpulan dan menyatakannya secara efektif (mengenali batas data, memformulasikan kesimpulan yang akurat dan mempertahankan hipotesis)

3. Kemampuan menyisipkan satu data dalam sekumpulan data yang diketahui kecenderungannya

4. Kemampuan untuk memperkirakan konsekuensi dalam suatu bentuk komunikasi yang digambarkan

5. Kemampuan menjadi peka terhadap fakta-fakta yang dapat membuat prediksi tidak akurat

6. Kemampuan untuk membedakan konsekuensi yang menjadi peluang keluaran rendah dan tinggi

7. Kemampuan membedakan nilai pertimbangan dari suatu prediksi

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri karakter atau atribut yang sama dari sekelompok objek dan fakta, baik proses, peristiwa, fenomena alam yang membedakannya dari


(23)

kelompok lain yang dapat diterima secara umum. Dengan demikian pemahaman konsep diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengungkapkan kembali suatu objek tertentu berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh objek tersebut.

D.Keterampilan Berpikir Kreatif

Santrock (2007) menyatakan bahwa berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif dan memecahkan masalah. Berdasarkan prosesnya berpikir dapat dikelompokkan dalam berpikir dasar dan berpikir kompleks. Proses berpikir kompleks yang disebut berpikir tingkat tinggi meliputi pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.

Menurut Dewey (Filsaisme, 2008) berpikir kreatif sebagai proses pemecahan masalah. Dia mendeskripsikan proses pemecahan masalah dalam lima langkah logis: (1) sebuah kesulitan ditinggalkan, (2) kesulitan tersebut ditemukan dan didefinisikan , (3) mempertimbangkan beberapa solusi yang mungkin, (4) konsekuensi-konsekuensi dari solusi-solusi tersebut dipertimbangkan, dan (5) salah satu solusi diterima dan digunakan. Sedangkan Osbon dalam (Filsaisme, 2008) mendefinisikan berpikir kreatif sebagai proses penyelesaian masalah yang bisa memunculkan solusi-solusi kreatif untuk masalah yang ada. Proses ini mencakup tiga tahap: (1) penemuan fakta, (2) penemuan ide, dan (3) penemuan solusi.


(24)

Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada (Munandar, 1999). Sedangkan Perkin (Marzano, et al, 1988) mendefinisikan berpikir kreatif sebagai hasil tindakan internal (mengambil keputusan, merumuskan hipotesis, menarik kesimpulan), dan eksternal (membuat analogi, memiliki gagasan baru untuk eksperimen), berpikir yang konsisten, bermakna, berbicara hanya dalam garis besarnya saja, asli dan tepat sesuai kriteria yang dipersyaratkan.

Torrance (Munandar, 2009) mendefinisikan kreativitas dalam dimensi process yang pada dasarnya menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah,

yaitu: … the process of 1) sensing difficulties, problem, gaps in information, missing elements, something asked; 2) making guesses and formulating hypotheses about these deficiencies; 3) evaluating and testing these guesses and hypothese; 4) possibly revising and retesting them; and finally 5) communicating the results.

Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan berpikir kreatif yaitu (1) keterampilan berpikir lancar (fluency); (2) keterampilan berpikir luwes/fleksibel (flexibility); (3) keterampilan berpikir orisinal (originality); (4) dan keterampilan memperinci (elaboration) (munandar, 2009).

Berikut ini merupakan pemaparan ciri-ciri aptitude yang mengacu pada William (Munandar, 1999), yang meliputi perumusan definisi yang menjelaskan konsepnya, dan contoh perilaku siswa yang mencerminkan ciri-ciri tersebut sebagai tuntutan bagi para pendidik.


(25)

Tabel 2.2. Indikator Aptitude dari Berpikir Kreatif No Komponen

kreativitas

Definisi Perilaku Siswa

1 Kemampuan

berpikir lancar (Fluency)

a. Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah b. Memberikan banyak

cara atau saran untuk melakukan berbagai hal c. Selalu memikirkan

lebih dari satu jawaban

a. Mengajukan banyak pertanyaan b. Menjawab dengan sejumlah jawaban

jika ada pertanyaan

c. Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah

d. Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya

b. Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain. c. Dapat dengan cepat melihat

kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi

2 Kemampuan

berpikir luwes (flexibility)

a. Menghasilkan jawaban, gagasan, atau

pertanyaan yang bervariasi

b. Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda

c. Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda d. Mampu mengubah cara

pemikiran atau cara pendekatan

a. Memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek.

b. Memberikan macam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah

c. Menerapkan suatu konsep dengan cara yang berbeda-beda

d. Memberikan pertimbangan terhadap situasi

e. Dalam membahas atau

mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda atau bertentangan dari mayoritas

kelompok

f. Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya g. Menggolongkan hal-hal menurut

kategori yang berbeda-beda. h. Mampu mengubah arah berpikir

secara spontan.

3 Kemampuan

berpikir orisinil

a. Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik

a. Memikirkan masalah- masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain


(26)

(Originality) b. Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkap-kan diri c. Mampu membuat

kombinas-ikombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.

b. Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru

c. Memilih asimetri dalam gambar atau membuat desain

d. Memiliki cara berpikir yang lain daripada yang lain

e. Mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip

f. Selalu membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru g. Lebih senang mensintesis daripada

menganalisis sesuatu

4 Kemampuan

Memerinci (Elaboration)

a. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk

b. Menambahkan atau memerinci detil-detil dari suatu objek, gagasan-gagasan atau situasi sehingga

menjadi lebih menarik.

a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci

b. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain

c. Mencoba atau menguji detil untuk melihat arah yang akan ditempuh d. Mempunyai rasa keindahan yang kuat

sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana

e. Menambahkan garis-garis atau warna-warna, dan detil-detil atau bagian-bagian terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain. 5 Sensitivitas

(Sensitivity)

Kepekaan menangkap dan menghasilkan masalah-masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi

Menangkap masalah-masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi

Sumber: Munandar (1999) & Amin (1987)


(27)

Dari beberapa pendapat diatas secara garis besar indikator keterampilan berpikir kreatif yang dikembangkan pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kelancaran (fluency), banyaknya mengemukakan gagasan.

2. Keluwesan (flexibility), banyaknya argumen jawaban yang berbeda. 3. Orisinalitas (originality), keunikan gagasan yang dikemukakan.

E. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran biasa yang

paling sering digunakan oleh guru. Pada pembelajaran ini guru memberikan penerangan atau penuturan secara lisan kepada sejumlah siswa. Siswa mendengarkan dan mencatat seperlunya. Pada umumnya siswa bersifat pasif yaitu menerima saja apa yang dijelaskan oleh guru. Dalam melaksanakan tugasnya itu guru sering menggunakan berbagai alat bantu, seperti papan tulis, spidol, kapur dan gambar.

Menurut Nasution (1982), gambaran ciri-ciri pembelajaran biasa (konvensional) yaitu:

a. Bahan pelajaran disajikan secara keseluruhan di kelas tanpa memperhatikan siswa secara individual.

b. Kegiatan pembelajaran umunya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru.


(28)

c. Siswa umumnya bersifat pasif, karena harus mendengarkan uraian guru.

d. Dalam hal kecepatan belajar, semua siswa belajar menurut kecepatan yang umumnya ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.

e. Keberhasilan belajar umumnya dinilai oleh guru secara subyektif. f. Diharapkan bahwa hanya sebagian kecil saja akan menguasai bahan

pelajaran secara tuntas, sebagian lagi akan menguasainya sebagian saja, dan ada lagi yang akan gagal.

g. Guru terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan sebagai sumber informasi/pengetahuan.

Metode konvensional (ceramah) memiliki kelemahan dan oleh berbagai kalangan dianggap telah membosankan. Menurut Djajadisastra (1994), kelemahan metode ceramah sebagai berikut: a) dapat menimbulkan verbalisme pada siswa, b) kurang merangsang pengembangan kreativitas, c) ceramah secara terus menerus untuk waktu yang lama membosankan bagi siswa, d) siswa hanya sebagai pendengar dan pencatat saja, e) penerimaan informasi tidak selalu baik sehingga mudah dilupakan. Wartono (1996), mengatakan keunggulan metode ceramah ini adalah dapat digunakan untuk siswa dalam jumlah yang besar dan dapat menyelesaikan suatu materi pelajaran dengan cepat.


(29)

A. Ruang Lingkup Materi Keanekaragaman Makhluk Hidup

Materi keanekaragaman makhluk hidup dalam Standar Isi 2006 terdapat pada semester 2 kelas VII SMP, dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai berikut:

Tabel 2.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami saling ketergantungan dalam ekosistem

1.1.Mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem

Berdasarkan kompetensi dasar tersebut, alokasi waktu dalam pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini dilaksanakan selama tiga kali pertemuan atau sebanyak 6 jam pelajaran (6 x 40 menit). Berikut adalah deskripsi materi keanekaragaman makhluk hidup.

1. Pentingnya Keanekaragaman Makhluk Hidup

Setiap makhluk hidup mempunyai peranan di dalam lingkungannya,

yaitu untuk menjaga keseimbangan dalam suatu ekosistem. Menurut Irwan, 1992 dan Resosoedarmo, dkk, 1986 dalam Indriyanto, 2008, ekosistem itu mempunyai keteraturan sebagai perwujudan dari kemampuan ekosistem untuk memelihara diri sendiri, mengatur diri sendiri, dan dengan sendirinya mengadakan keseimbangan yang terdapat dalam suatu ekosistem untuk


(30)

menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. Keseimbangan ekosistem itu di atur oleh berbagai faktor yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang terlibat dalam mekanisme yang mengatur penyimpanan bahan-bahan, pelepasan hara, pertumbahan organisme dan populasi, proses produksi, serta dekomposisi bahan-bahan organik.

Odum,1993 dan Resosoedarmo dkk dalam Indriyanto,2008 mengemukakan bahwa ekosistem ditinjau dari segi penyusunnya terdiri atas empat komponen, yaitu

a. Komponen abiotik, yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri atas tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain sebagainya.

b. Komponen produsen, yaitu organisme autotrofik yang pada umumnya berupa tumbuhan hijau.

c. Komponen konsumen, yaitu organisme heterotrofik misalnya hewan dan manusia yang makan organism lain.

d. Komponen pengurai, yaitu mikroorganisme yang hidupnya bergantung kepada bahan organik dari organisme mati (hewan, tumbuhan, dan manusia yang telah mati), misalnya bakteri dan jamur.

Selain itu, makhluk hidup, baik mikroorganisme, hewan, maupun tumbuhan sangat dibutuhkan oleh manusia. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa makhluk hidup yang lainnya. Mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan dimanfaatkan oleh manusia sebagai objek penelitian untuk pengembangan


(31)

sains. Berdasarkan hal tersebut, maka sudah sewajarnyalah manusia harus melestarikan keberadaannya (Nurhayati, 2010: 265).

Usaha pelestarian harus dilakukan karena telah terjadi kerusakan tumbuhan dan hewan. Kerusakan makhluk hidup yang berupa tumbuhan dan hewan disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor bencana alam dan faktor manusia.

a. Faktor Bencana Alam

Bencana alam banyak sekali jenisnya, seperti banjir, tanah longsor,

gunung meletus, kebakaran hutan, gempa bumi, dan gelombang tsunami. Bencana alam dapat mengakibatkan kepunahan makhluk hidup karena makhluk hidup tidak dapat mempertahankan hidupnya di lingkungan yang sudah terkena bencana alam. Misalnya, akibat dari banjir dan lahar panas dari letusan gunung berapi, menyebabkan hewan dan tumbuhan di daerah tersebut akan mati karena tertimbun pasir dan lahar panas.

b. Faktor Manusia

Punahnya tumbuhan dan hewan juga bisa disebabkan karena tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab sehingga mengganggu kelestarian tumbuhan dan hewan. Tindakan-tindakan yang tidak bertanggung jawab tersebut, antara lain sebagai berikut.

1) Penggundulan hutan, gunung, dan bukit menyebabkan bancana alam seperti banjir dan erosi.


(32)

2) Perburuan hewan liar di hutan yang lambat laun dapat menyebabkan kepunahan hewan tersebut.

3) Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan racun, mengakibatkan organisme lain yang ada di sungai atau laut tersebut akan ikut mati.

4) Pengikisan plasma nutfah disebabkan oleh tergesernya bibit-bibit tanaman tradisional oleh bibit unggul hasil penelitian. Misalnya jambu dan durian lokal jumlahnya semakin sedikit (sudah jarang), karena para petani lebih senang menanam jambu dan durian dari bibit unggul produk luar negeri.

2. Peranan Keanekaragaman Makhluk Hidup Bagi Manusia a. Keanekaragaman Tumbuhan dan Hewan

Di SMP Negeri 3 Simpangkatis terdapat tumbuhan antara lain pinang

(Areca catechu), petai (Parkia speciosa), durian (Durio zibethinus),karet (Hevea brasiliensis), papaya (Carica papaya), jarak (Ricinus communis), angsana (Pterocarpus indicus), jambu mete (Anacardium occidentale), rukem (Flacuortia rukam), kelapa (Cocus nucifera), bambu (Bambusa sp), pandan (Pandanus tectorius Sol), sirsak (Annona muricata),kelor (Moringa oleifera), cemara (Camara lantana), manggis dan rambutan (Nephelium lappaceum). Hewan yang terdapat pada SMP Negeri 3 Simpangkatis adalah kucing (Felis domestica), bunglon (Draco sp), kodok darat (Bufo terrestris), kadal (Lacerda sp), siput (Achatina fulica), capung (Hetaerina america), lipan (Scolopendra subspinipes), laba-laba (Eurypelma california),katak (Rana sp).


(33)

b. Peranan Keanekaragaman Makhluk hidup Bagi Manusia

Tumbuhan dan hewan mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia. Mereka menjaga ekosistem di mana manusia hidup dan melangsungkan kehidupan. Beberapa peranan tersebut adalah

1) Sebagai Sumber Pangan, Perumahan, dan Kesehatan

Beberapa contoh tumbuhan dan hewan yang memiliki peranan penting untuk memenuhi kebutuhan pangan, perumahan, dan kesehatan misalnya: pangan berbagai biji-bijian (padi, jagung, kedelai, kacang), berbagai umbi-umbian (ketela, singkong, suwek, garut, kentang), berbagai buah-buahan (pisang, durian, nangka, mangga, rambutan), berbagai hewan ternak (ayam, kambing, sapi); perumahan: kayu jati, sonokeling, meranti, kamfer; dan kesehatan: tabat barito, pasak bumi, jahe, laos, lempuyang.

2) Sebagai Sumber Pendapatan

Keanekaragaman makhluk hidup merupakan bahan baku industri, misalnya industri kosmetik, energi, minuman. Industri kosmetik misalnya: kayu gaharu, cendana. Industri minuman: teh, kopi. Rempah-rempah: lada, vanili, cabai, empon-empon. Perkebunan: kelapa sawit, karet. Energi: ubi kayu untuk alkohol dan kayu urip untuk bensin.

3) Sebagai Sumber Plasma Nutfah

Hewan, tumbuhan, dan mikroba yang saat ini belum diketahui tidak perlu dimusnahkan, karena mungkin saja di masa yang akan datang akan memiliki peranan yang sangat penting. Sebagai contoh, tanaman mimba


(34)

(Azadirachta indica). Dahulu tanaman ini hanya merupakan tanaman pagar, tetapi saat ini diketahui mengandung zat azadirakhtin yang memiliki peranan sebagai anti hama dan anti bakteri. Buah mengkudu yang semula tidak dimanfaatkan, sekarang diketahui memiliki khasiat untuk meningkatkan kebugaran tubuh, mencegah dan mengobati penyakit tekanan darah.

4) Sebagai Keseimbangan Ekosistem

Keanekaragaman makhluk hidup memiliki peranan dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem. Masing-masing jenis organisme memiliki peranan di dalam ekosistemnya. Peranan ini tidak dapat digantikan oleh jenis yang lain. Sebagai contoh, burung hantu dan ular di ekosistem sawah merupakan pemakan tikus. Jika kedua pemangsa ini dilenyapkan oleh manusia, maka tidak ada yang mengontrol populasi tikus. Akibatnya perkembangbiakan tikus meningkat cepat dan di mana-mana terjadi hama tikus.

Tumbuh-tumbuhan merupakan penghasil zat organik dan oksigen, yang dibutuhkan oleh organisme lain. Selain itu, tumbuh-tumbuhan dapat membentuk humus, menyimpan air tanah, dan mencegah erosi. Keanekaragaman yang tinggi memperkokoh ekosistem. Ekosistem dengan keanekaragaman yang rendah merupakan ekosistem yang tidak stabil. Ekosistem dengan keanekaragaman yang tinggi merupakan ekosistem yang stabil. Bagi manusia, keanekaragaman yang tinggi merupakan gudang


(35)

sifat-sifat unggul (plasma nutfah) untuk dimanfaatkan di kemudian hari (Syamsuri, dkk, 2002: 80).

5) Sumber Keilmuan

Keberadaan makhluk hidup berperan penting bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan merupakan lahan penelitian dan pengembangan ilmu. 6) Sumber Keindahan

Keindahan alam tidak terletak pada keseragaman tetapi pada keanekaragaman. Bayangkan bila halaman rumahmu hanya ditanami satu jenis tanaman saja, apakah indah ? Tentu akan lebih indah bila ditanami berbagai tanaman seperti mawar, melati, palem, rumput, dan cabai.

3. Usaha-Usaha Pelestarian Keanekaragaman Makhluk Hidup

Perubahan habitat oleh manusia adalah ancaman tunggal terbesar terhadap keanekaragaman makhluk hidup. Perusakan secara besar-besaran di sebabkan oleh pertanian, pengembangan perkotaan, kehutanan, pertambangan dan

polusi lingkungan (Campbell, Reece, dan Mitchell, 2004: 414). Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk pelestarian

keanekaragaman makhluk hidup antara lain sebagai berikut.

a. Pelestarian Secara In Situ

Pelestarian secara in situ adalah pelestarian yang dilakukan di habitatnya. Misalnya: hutan lindung, taman nasional, perlindungan bunga bangkai di Bengkulu, perlindungan komodo di Pulau Komodo, dan perlindungan orang utan di Kalimantan.


(36)

b. Pelestarian Secara Ex Situ

Pelestarian secara ex situ adalah pelestarian hewan maupun tumbuhan dengan cara dikeluarkan dari habitatnya dan dipelihara di tempat lain.Pelestarian secara ex situ dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut.

1) Kebun Koleksi

Di kebun koleksi, plasma nutfah tanaman (biasanya dilakukan terhadap tanaman yang bermutu unggul saja) tetap dipertahankan dalam bentuk koleksi hidup. Kebun koleksi bermacam-macam, seperti kebun koleksi kelapa di Bone-Bone, buah-buahan di Paseh, mangga di Cukur Gondang, dan tebu di Pasuruan.

2) Kebun Plasma Nutfah

Merupakan pengembangan kebun koleksi yang cakupannya lebih luas, sebab tidak hanya tanaman yang unggul saja yang dipelihara, tapi juga sumber hayati lainnya. Misalnya, kebun plasma nutfah yang dimiliki oleh LIPI di Cibinong.

3) Kebun Botani

Kebun Raya Bogor adalah kebun botani pertama yang dikembangkan di Indonesia, didirikan pada tahun 1817. Koleksi yang dipertahankan lebih bersifat melestarikan jenis daripada plasma nutfah dalam arti yang sebenarnya sehingga untuk setiap jenis hanya ditanam 2-5 individu. Dengan cara ini, dapat ditampung ribuan jenis pada lahan yang luasnya terbatas.


(37)

Contoh lainnya adalah kebun botani Puspitek Serpong yang mengutamakan tumbuhan ekonomi yang belum mendapat prioritas utama

dalam pengembangannya serta yang berasal dari Indonesia sendiri. 4) Pengembangan Kebun Raya

Keindahan tanamannya juga dapat dijadikan sebagai obyek wisata berupa agrowisata. Banyak daerah di Indonesia yang memiliki kekhususan dalam kekayaan tanaman pangannya. Tanaman pangan, sebagai bagian dari daya tarik agrowisata dapat ditata sebagai kekayaan flora daerah. Contohnya, jika Manokwari akan mendirikan kebun raya, maka matoa dan talas yang

beranekaragam dapat dipamerkan di dalamnya. . 5) Penyimpanan dalam Kamar-kamar Bersuhu Dingin

Plasma nutfah yang disimpan dalam kamar bersuhu dingin ialah yang berupa biji atau berkulit biji keras (berbiji keras). Biji ini tahan untuk disimpan sampai puluhan tahun. Biji yang tidak dapat disimpan lama dengan cara ini adalah biji nangka, alpukat, dan durian, karena bijinya berkulit tipis. Di samping biji, jaringan, sel, dan organ tanaman pun dapat disimpan dalam kamar-kamar bersuhu dingin dengan teknik penyimpanan yang membutuhkan perlakuan secara cermat.

Karena keanekaragaman makhluk hidup sangat penting bagi manusia, maka diperlukan upaya lain untuk melindunginya. Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk melestarikan keanekaragaman makhluk hidup adalah


(38)

a. Membuat aturan perundangan yang dapat melindungi kelestarian makhluk hidup.

b. Melakukan penyuluhan dan kampanye tentang pelestarian keanekaragaman makhluk hidup.

c. Membuat taman nasional yang berfungsi sebagai tempat perlindungan terhadap makhluk hidup dan ekosistemnya. Contoh taman nasional Kerinci seblat di Jambi, Sumatra Barat, Sumatra Selatan dan Bengkulu.

d. Membuat cagar alam yang berfungsi untuk menjaga kondisi alam suatu wilayah tetap dalam keadaan alami. Contoh cagar alam Pangandaran di Jawa Barat.

e. Menetapkan hutan lindung yang berfungsi sebagai daerah resapan air, mencegah erosi, melindungi habitat berbagai jenis makhluk hidup dan menjaga tata guna air.

f. Membuat hutan wisata yang berfungsi sebagai hutan produksi guna di ambil manfaatnya dan dapat digunakan untuk objek wisata.

g. Membuat taman laut, yang berfungsi untuk menjaga wilayah laut yang memiliki keanekaragaman tinggi dan unik. Contoh taman laut Bunaken di Sulawesi Utara.

h. Membuat kebun raya, yang berfungsi sebagai tempat koleksi tanaman dari berbagai wilayah untuk dilestarikan, untuk penelitian dan tempat rekreasi.


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini definisi operasionalnya adalah

1. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok memiliki langkah-langkah pembelajaran yaitu 1) Pada awal pembelajaran siswa akan diberikan permasalahan yang berbeda kemudian setiap kelompok memilih permasalahan tersebut. 2) Merencanakan penyelidikan untuk menjawab permasalahan dengan berbagai pendekatan eksperimen dan alokasi waktu melakukan penyelidikan. 3) Melakukan penyelidikan. 4) Merencanakan presentasi hasil penyelidikan. 5) Melakukan presentasi hasil penyelidikan. 6) Penilaian dalam penelitian ini dilakukan penilaian mengenai pengalaman siswa secara individu dalam proses penyelidikan. Proses pembelajaran ini dilakukan oleh peneliti.

2. Pemahaman konsep adalah skor hasil tes objektif yang dikembangkan peneliti dan dijudgement oleh ahli pendidikan. Pemahaman konsep dalam penelitian ini mencakup tiga tingkatan yaitu: translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi.

3. Keterampilan berpikir kreatif adalah skor hasil tes uraian yang dikembangkan peneliti dan dijudgement oleh ahli pendidikan yang meliputi: kemampuan memberikan banyak gagasan, jawaban dalam menyelesaikan masalah; mencari banyak alternatif yang berbeda; selalu memikirkan lebih dari satu jawaban; mampu melahirkan ungkapan


(40)

yang baru; mampu membuat kombinasi yang tidak lazim dan mampu memperkaya dan mengembangkan gagasan.

4. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru yang di dominasi metode ceramah, di mana guru cenderung sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Langkah-langkah pembelajaran konvensional diawali guru memberi informasi di depan kelas, menerapkan suatu konsep, siswa mendengarkan penjelasan guru, siswa mencatat dan sedikitnya bertanya ketika ada penjelasan guru yang kurang dipahami serta latihan-latihan soal. Diakhiri pembelajaran guru memberikan soal-soal pekerjaan rumah. Proses pembelajaran ini di lakukan oleh guru SMP Negeri 3 Simpang katis kabupaten Bangka Tengah.

B. Metode dan Desain Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan peneliti adalah quasi eksperiment. Menurut Emzir (2008) penelitian eksperimen (experimental research) merupakan pendekatan penelitian kuantitatif yang paling penuh dalam arti memenuhi semua persyaratan untuk menguji hubungan sebab akibat.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain static

group pretes-postes design (Fraenkel & Wallen, 2006) artinya pengambilan

kelompok tidak secara acak, terdapat kelompok pembanding masing-masing kelompok diberi tes awal dan tes akhir dengan perlakuan yang berbeda.


(41)

Siswa yang menjadi subjek penelitian terbagi dalam dua kelas yaitu kelas eksperimen diberikan materi keanekaragaman makhluk hidup dengan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok, sedangkan untuk kelas kontrol diberikan materi yang sama menggunakan pembelajaran konvensional. Tabel 3.1 menunjukkan pola desain yang dilakukan.

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Kelompok Pre-test Perlakuan Pos-test

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O1 Y O2

Keterangan:

O1 = Pemberian tes awal (pre-test). O2 = Pemberian tes akhir (post-test)

X = Perlakuan dengan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok Y = Perlakuan dengan pembelajaran konvensiona.

C. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan pada siswa-siswi di salah satu SMP Negeri di kabupaten Bangka Tengah pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 dengan populasi subjek yang berjumlah 96 orang. Subjek penelitian ini tersebar pada tiga kelas (Kelas VII A, VII B, VIIC). Pengambilan sampel ditentukan secara purposive oleh peneliti dengan memilih dua kelas tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka ditetapkan kelas VII A sebagai kelas eksperimen dengan menggunakanpembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dan kelas VII B sebagai kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional.


(42)

D. Asumsi Penelitian

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Pemahaman konsep membantu siswa memahami informasi dan menarik kesimpulan dengan kata-kata sendiri (Johnson, et al, 2000).

2. Keterampilan berpikir kreatif meliputi kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas dan elaborasi yang akan membantu siswa untuk menciptakan ide-ide kreatif dan menyelesaikan masalah tertentu (Gilford dan Torrance dalam Filsaisme, 2008).

3. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok melibatkan siswa dalam penggalian informasi, investigasi, interaksi, interpretasi dan motivasi intrinsik untuk pembelajaran dan bekerja sama serta komunikasi dalam kelompoknya dapat ditingkatkan secara optimal (Sharan dalam Zingaro, 2008).

E. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada materi keanekaragaman makhluk hidup melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok.

H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada materi keanekaragaman makhluk hidup melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok.


(43)

F. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Studi Pendahuluan

Kajian kemampuan berpikir kreatif siswa Kajian tipe investigasi

kelompok Kajian konsep keanekaragaman

makhluk hidup, pemahaman konsep, dan keterampilan berikir kreatif

Ujicoba instrumen Rancangan pembelajaran tipe investigasi

kelompok materi keanekaragaman makhluk hidup

Penyusunan instrumen penelitian

Kelompok eksperimen

Pretes Pretes

Pembelajaran konvensional Pembelajaran kooperatif tipe

investigasi kelompok

Postes Postes

Analisis data

Interpretasi

Kesimpulan

Pelaporan

Kelompok kontrol Proses judgement

Revisi


(44)

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:

1. Tahap persiapan

Langkah pertama pada tahap persiapan adalah a) studi literature terhadap kurikulum mata pelajaran dan beberapa buku biologi untuk menganalisis konsep keanekaragaman makhluk hidup yang akan disampaikan pada proses pembelajaran , kajian pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif, b) membuat analisis konsep untuk menentukan label konsep, definisi konsep, jenis konsep dan atribut konsep tipe investigasi kelompok c) membuat peta konsep yang meliputi konsep-konsep yang relevan dengan menggunakan kata penghubung, d) studi keterampilan proses sains untuk menentukan indikator yang akan dikembangkan dalam pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok, e) menyusun instrumen meliputi kisi-kisi soal dan kisi-kisi tes pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif. Kemudian instrumen di judgement oleh ahli pendidikan. Hasil judgement ditunjukkan pada Lampiran F-2.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, dilakukan penerapan pembelajaran kooperatif yang telah disiapkan . Dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok, pelaksanaan dilapangan di bagi dalam dua kelompok yaitu:

a) Tahap uji coba soal, diberikan di kelas VII (kelas yang sudah menerima materi keanekaragaman makhluk hidup). Hasil uji coba


(45)

dianalisis secara kuantitatif untuk mengukur tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas dan reliabilitas selanjutnya dilakukan revisi soal sehingga diperoleh soal yang baik yang akan dipakai sebagai soal pre tes dan pos tes dalam penelitian.

b) Tahap pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dilakukan pada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol sebagai kelas pembanding menggunakan pembelajaran konvensional. Kedua kelas di mulai dengan tes awal, kemudian pada kelas eksperimen dilakukan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Pada akhir pembelajaran kedua kelas diberikan tes akhir. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok memerlukan waktu 8 jam pelajaran yang terdiri dari satu jam pelajaran (1 x 40 menit ) digunakan untuk tes awal, 6 jam pelajaran (6 x 40 menit) digunakan untuk kegiatan pembelajarn tipe investigasi kelompok yang terbagi menjadi 3 kali pertemuan dan satu jam pelajaran (1 x 40 menit) digunakan untuk tes akhir. Tes awal dan tes akhir meliputi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif. Selama kegiatan pembelajaran dilakukan observasi terhadap siswa yang dilakukan oleh guru biologi lainnya. Selanjutnya siswa diminta untuk mengisi angket untuk memberikan tanggapan mengenai pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang diterapkan.


(46)

3. Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan

Data yang terkumpul melalui penelitian ini di bagi menjadi 2 kelompok yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif disampaikan secara deskriptif sedangkan data kuantitatif diolah secara statistik kemudian dilakukan penyusunan laporan.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tes Pemahaman Konsep; Tes ini berbentuk pilihan ganda yang

digunakan untuk mengevaluasi pemahaman konsep keanekaragaman makhluk hidup yang dimiliki siswa. Tes ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum (tes awal) dan setelah perlakuan (tes akhir). Tes awal digunakan untuk mengetahui pemahaman awal siswa pada konsep tersebut. Tes akhir digunakan untuk mengetahui dampak dari perlakuan terhadap kondisi awal yang kemudian dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil tes ini akan dihitung gain yang dinormalisasi (N-gain) dan digunakan untuk melihat peningkatan pemahaman konsep yang dikembangkan melalui pembelajaran penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok.

2. Tes Keterampilan Berpikir Kreatif; Tes ini berupa tes uraian

yang digunakan untuk mengevaluasi keterampilan berpikir siswa. Aspek-aspek keterampilan berpikir kreatif yang akan diukur pada penelitian ini adalah peserta didik dapat memberikan banyak gagasan,


(47)

jawaban dalam menyelesaikan masalah; mencari banyak alternatif yang berbeda; selalu memikirkan lebih dari satu jawaban; mampu melahirkan ungkapan yang baru; mampu membuat kombinasi yang tidak lazim dan mampu memperkaya dan mengembangkan gagasan. Tes ini diberikan sebelum dan setelah pembelajaran berlangsung.

3 Angket Skala Likert; Penggunaan angket dalam penjaringan data

pada penelitian ini untuk memperoleh informasi mengenai respon siswa dan guru terhadap penggunaan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok. Guru dan siswa diminta untuk melakukan persetujuan terhadap setiap pernyataan yang diberikan sesuai dengan yang mereka alami, rasakan, dan lakukan dengan cara memberi tanda ceklist pada setiap pernyataan. Bentuk pertanyaan dan pernyataan yang terdapat pada angket berupa pilihan jawaban yang berjumlah sesuai dengan aspek yang akan diukur. Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert, dengan empat kategori tanggapan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

4. Lembar Observasi Aktivitas Siswa dan Guru; Observasi

dilakukan untuk mengetahui bagaimana keterlaksanaan pembelajaran melalui observasi aktivitas siswa dan guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh pengamat dengan cara mengisi lembar observasi yang telah disiapkan oleh peneliti. Observasi dilakukan pada kelompok eksperimen dan


(48)

kontrol untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa dan guru selama kegiatan pembelajaran. Observer melakukan pengamatan dan memberi penilaian sesuai rambu-rambu yang telah digariskan dalam lembar observasi, berupa memberi tanda ceklist pada kolom Ya atau Tidak yang menandakan kegiatan pada setiap fase pembelajaran dapat terlaksana atau tidak berdasarkan pengamatan observer.

H. Teknik Analisis Data 1. Analisis Butir Soal

Untuk keperluan pengumpulan data dibutuhkan suatu tes yang

baik. Tes yang baik biasanya memenuhi kriteria tingkat kesukaran yang layak, daya pembeda yang baik, validitas tinggi, dan reliabilitas tinggi. Untuk mengetahui karakteristik kualitas tes yang digunakan tersebut, maka sebelum dipergunakan, tes tersebut diuji coba untuk mendapatkan gambaran tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas, dan reliabilitasnya. Langkah-langkah pengujian instrumen adalah sebagai berikut:

a. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal, dengan menggunakan rumus:

B

P

JS

(Arikunto, 2002) dengan:

P : Indeks kesukaran


(49)

JS : Jumlah seluruh siswa peseta tes

Klasifikasi untuk indeks kesukaran adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Kategori Tingkat Kesukaran Butir Soal Batasan Kategori

0,00 ≤ P < 0,30 sukar 0,30 ≤ P < 0,70 sedang 0,70 ≤ P ≤ 1,00 mudah

b. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah, dengan menggunakan persamaan:

A B

A B

A B

B

B

D

P

P

J

J

(Arikunto, 2002)

dengan:

D : daya pembeda

A

J

: Banyaknya peserta kelompok atas

B

J

: Banyaknya peserta kelompok bawah

A

B

: Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar

B

B

: Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar

A

P

: Proporsi kelompok atas yang menjawab benar

B

P

: Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Tabel 3.3. Kategori Daya Pembeda Butir Soal Batasan Kategori

0,00 ≤ D ≤ 0,20 jelek 0,20 < D ≤ 0,40 cukup 0,40 < D ≤ 0,70 baik 0,70 < D ≤ 1,00 baik sekali


(50)

c. Validitas

Validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauh mana tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus:



2 2

2

2

xy

N

XY

X

Y

r

N

X

X

N

Y

Y

 

 

 

(Arikunto, 2002)

dengan:

xy

r

: Koefisien korelasi product moment

X : Skor tiap butir soal yang diraih oleh tiap siswa

Y: Skor total yang diraih tiap siswa dari seluruh siswa N : Jumlah siswa

Interpretasi besarnya koefisien korelasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.4. Kategori Validitas Butir Soal Batasan Kategori

0,80 ≤

r

xy ≤ 1,00 sangat tinggi 0,60 <

r

xy≤ 0,80 tinggi 0,40 <

r

xy ≤ 0,60 cukup 0,20 <

r

xy ≤ 0,40 rendah 0,00 ≤

r

xy ≤ 0,20 sangat rendah

d. Reliabilitas

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya Menghitung reliabilitas soal dengan rumus :


(51)

1 12 2

11 1 1 2 2 2 1 r r r

 (Arikunto, 2002)

Dimana:

r

11 : Koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan 1 1

2 2

r : Koefisien korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Harga dari 1 1

2 2

r dapat ditentukan dengan menggunakan rumus

korelasi Product moment Pearson sebagai berikut

 

 

1 1

2 2

2 2 2 2

N XY X Y

r

N X X N Y Y

    

      (Arikunto, 2005)

Keterangan: 1 1

2 2

r : Koefisien korelasi antara skor-skor setiap belahan tes X : Skor item ganjil

Y : Skor item genap N : Jumlah sampel

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas (

r

11), digunakan tolok ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (Arikunto, 2005) seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.5. Kriteria Reliabilitas Tes Koefisien Reliabilitas Kriteria

r

11 ≤ 0,20 sangat rendah 0,20 <

r

11≤ 0,40 rendah 0,20 <

r

11 ≤ 0,60 sedang 0,20 <

r

11 ≤ 0,80 tinggi 0,80 <

r

11≤ 1,00 sangat tinggi


(52)

2. Analisis Data Penelitian

Pengolahan dan analisis data menggunakan uji statistik dengan tahapan sebagai berikut:

a. Menghitung Skor Gain yang Dinormalisasi

Untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif antara sebelum dan sesudah pembelajaran, dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil perhitungan skor gain yang dinormalisasi dengan rumus N-gain yaitu:

post pre

maks pre

S

S

g

S

S

(Hake, 1999)

dengan:

S

post = skor tes akhir

S

pre = skor tes awal

S

maks = skor maksimal ideal

Tinggi rendahnya gain yang dinormalisasi diklasifikasikan seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.6. Kriteria Tingkat Gain

Tingkat Gain Kriteria

0,00 – 0,30 rendah 0,31 – 0,70 sedang 0,71 – 1,00 tinggi

b. Uji Normalitas Data

Uji normalitas distribusi data dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal. Uji normalitas data menggunakan rumus:


(53)

2 1 k i i i i

O

E

x

E

(Sudjana, 2005)

Keterangan:

2

x : Uji normalitas Chi-kuadrat

i

O

: Frekuensi hasil pengamatan

i

E

: Frekuensi hasil yang diharapkan

Kriteria penerimaan dari tabel distribusi frekuensi dengan dk = k-1

dan taraf. nyata α = 0,05. Data berdistribusi normal jika 2 2

hitung tabel

xx

c. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk menguji apakah kedua varian data kedua kelompok homogen. Rumus yang digunakan adalah:

2 2 terbesar terkecil

S

F

S

(Sudjana, 2005)

Kriteria pengujian adalah data dikatakan homogen jika:

1 2

12 ,

hitung v v

FF

dengan

1 2

1 ,

2 v v

F

diperoleh dari daftar distribusi F dengan peluang

1

2 sedangkan derajat kebebasan v1 dan v2 masing-masing sesuai

dengan dk pembilang dan penyebut.

d. Uji t

Dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas, diketahui data berdistribusi normal dan homogen, maka dilanjutkan dengan uji parametrik yaitu uji t. Uji t dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata antara nilai pretest dan posttest pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif, yang disajikan pada table berikut;


(54)

Tabel 3.7. Kriteria Pengambilan Keputusan Uji t

Tes Probabilitas α = 0,05 Kesimpulan

Pemahaman Konsep

0,000 0,000 < 0,05 Berbeda nyata (signifikan) Keterampilan

Berpikir Kreatif

0,000 0,000 < 0,05 Berbeda nyata (signifikan)

e. Analisis Data Angket Skala Likert

Data yang diperoleh melalui angket dalam bentuk skala kualitatif dikonversi menjadi skala kuantitatif. Untuk pernyataan bersifat positif diberi skor tertinggi 4 yang menyatakan Sangat Setuju (SS), skor 3 yang menyatakan Setuju (S), skor 2 yang menyatakan Tidak Setuju (TS) dan skor 1 yang menyatakan Sangat Tidak Setuju (STS), dan sebaliknya jika digunakan pernyataan negatif pada daftar pernyataan pada angket. Data yang terkumpul selanjutnya dijumlahkan dari masing-masing pilihan. Untuk menghitung persentase hasil angket respon siswa dan guru dengan rumus:

%persetujuan Jumlah Skor Yang Diperoleh PadaTiap Itemx100%

Jumlah Skor IdealUntuk Seluruh Item

(Sugiono, 2008) Untuk analisis data angket digunakan teknik pengelompokan seperti pada tabel berikut:


(55)

Tabel 3.8. Kriteria Analisis Angket Skor Angket Kriteria

3,40 – 4,00 Sangat Baik 2,80 – 3,39 Baik

2,20 – 2,79 Sedang 1,60 – 2,19 Kurang

1,00 – 1,59 Sangat Kurang

3. Hasil Uji Coba Instrumen

a. Tes Pemahaman Konsep

Instrumen tes pemahman konsep yang digunakan terdiri dari soal-soal yang ditujukan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep siswa yang terdiri dari kemampuan translasi, interpretasi dan ekstrapolasi. Distribusi soal pemahaman konsep berdasarkan kemampuan pemahaman konsep materi Keanekaragaman Makhluk Hidup ditunjukkan oleh Tabel 3.9.

Tabel 3.9. Distribusi Soal Kemampuan Pemahaman Konsep

No

Kemampuan Pemahaman

Konsep

Nomor Soal Jumlah

1 Translasi 1,2,5,9,11,15 6

2 Interpretasi 4,6,7,8,10,13,14,17,18,19 10

3 Ekstrapolasi 3,12,16,20 4


(1)

invstigasi kelompok belum pernah dilakukan disekolah ini. Tanggapan mengenai pembelajaran ini, baru menurut siswa memperoleh skor 3,17 dan dikategorikan baik.

Secara umum siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok. Tanggapan positif siswa ini mampu memberikan kemudahan kepada siswa untuk mempelajari suatu materi, baik secara mandiri, ataupun dalam kelompok untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif. Peningkatan ini dipengaruhi oleh motivasi siswa dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lie (2002) pembelajaran kooperatif diyakini lebih efektif dan lebih menyenangkan bagi siswa untuk bekerjasama dengan siswa lainnya dan pernyataan Clark (1990) yang menyatakan bahwa hasil belajar siswa 70% dipengaruhi kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi lingkungan belajarnya.

4..Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup

Berdasarkan hasil penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada materi keanekaragaman makhluk hidup dapat dikemukakan kelebihan dan kelemahan pembelajaran ini. Kelebihannya adalah (1) proses pembelajaran kelompok didasarkan pada kebutuhan dan pengalaman individu, sehingga siswa bebas memilih anggota yang disenangi dengan permasalahan yang sesuai dengan


(2)

82

Odi Zubriadi, 2013

Peningkatan Pemahaman Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok Pada Materi Keanekaragaman Makhluk Hidup

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.

memutuskan bagaimana melaksanakannya, dan menentukan sumber-sumber mana yang akan dibutuhkan untuk melakukan investigasi, (3) dapat memberikan motivasi dan percaya diri bagi siswa, ketika merencanakan dan melakukan investigasi, presentasi dan evaluasi, (4) memberikan peluang bagi siswa untuk lebih aktif dalam belajar mandiri, dan siswa memberikan respon terhadap permasalahan serta memecahkan masalah untuk menemukan sendiri konsep melalui proses penyelidikan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada keanekaragaman makhluk hidup dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa SMP. Peningkatan pemahaman konsep keanekaragaman makhluk hidup melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok secara signifikan lebih baik dibandingkan pada pembelajaran konvensional.

Peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada materi keanekaragaman makhluk hidup secara signifikan lebih baik dibandingkan pada pembelajaran konvensional.

Peningkatan pemahaman konsep terjadi pada indikator translasi, interpret asi, dan ekstrapolasi dengan N-gain kategori sedang dan peningkatan keterampilan berpikir kreatif terjadi pada indikator keluwesan, kelancaran dan orisinalitas, meskipun N-gain pada kategori sedang dan rendah.

Pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif lebih meningkat setelah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok. Hal ini terlihat dari perolehan rata-rata nilai postes kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan rata-rata nilai postes kelas kontrol.


(4)

84

Odi Zubriadi, 2013

Peningkatan Pemahaman Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok Pada Materi Keanekaragaman Makhluk Hidup

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.

Secara umum siswa dan guru memberikan tanggapan positif bahwa pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok sangat menarik dan dapat membantu memahami materi keanekaragaman makhluk hidup.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dapat diterapkan pada pokok bahasan lainnya seperti pencemaran dan kerusakan lingkungan, karena siswa lebih termotivasi belajar, dan dapat mempermudah siswa memahami konsep dalam memperoleh pengetahuan yang berinteraksi dengan lingkungan. 2. Model pembelajaran yang dikembangkan hanya melibatkan beberapa

indikator pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif, karena itu harus dilakukan upaya pengembangan indikator lainnya, pada penerapan berbagai konsep.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang lebih luas, untuk mendapatkan masukan yang lebih lengkap agar pengaruh pembelajaran ini jelas teramati.

4. Perlu perencanaan waktu yang ketat dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada keanekaragaman makhluk hidup dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa SMP. Peningkatan pemahaman konsep keanekaragaman makhluk hidup melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok secara signifikan lebih baik dibandingkan pada pembelajaran konvensional.

Peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada materi keanekaragaman makhluk hidup secara signifikan lebih baik dibandingkan pada pembelajaran konvensional.

Peningkatan pemahaman konsep terjadi pada indikator translasi, interpret asi, dan ekstrapolasi dengan N-gain kategori sedang dan peningkatan keterampilan berpikir kreatif terjadi pada indikator keluwesan, kelancaran dan orisinalitas, meskipun N-gain pada kategori sedang dan rendah.

Pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif lebih meningkat setelah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok. Hal ini terlihat dari perolehan rata-rata nilai postes kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan rata-rata nilai postes kelas kontrol.


(6)

84

Odi Zubriadi, 2013

Peningkatan Pemahaman Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok Pada Materi Keanekaragaman Makhluk Hidup

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.

Secara umum siswa dan guru memberikan tanggapan positif bahwa pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok sangat menarik dan dapat membantu memahami materi keanekaragaman makhluk hidup.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dapat diterapkan pada pokok bahasan lainnya seperti pencemaran dan kerusakan lingkungan, karena siswa lebih termotivasi belajar, dan dapat mempermudah siswa memahami konsep dalam memperoleh pengetahuan yang berinteraksi dengan lingkungan. 2. Model pembelajaran yang dikembangkan hanya melibatkan beberapa

indikator pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif, karena itu harus dilakukan upaya pengembangan indikator lainnya, pada penerapan berbagai konsep.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang lebih luas, untuk mendapatkan masukan yang lebih lengkap agar pengaruh pembelajaran ini jelas teramati.

4. Perlu perencanaan waktu yang ketat dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games Tournament) terhadap pemahaman konsep matematika siswa

1 8 185

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PREDICT OBSERVE EXPLAIN (POE) TERHADAP AKTIVITAS DAN PEMAHAMAN KONSEP OLEH SISWA PADA MATERI POKOK KEANEKARAGAMAN CIRI MAKHLUK HIDUP

6 59 54

Peningkatan Logika Berpikir Sains Siswa melalui Konsep Tekanan dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

0 28 132

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA MATERI KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP MENGGUNAKAN UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA MATERI KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP MENGGUNAKAN STRATEGI PEMBELAJARAN INDEX CARD MATCH PADA SISWA KELAS VII B SMP NE

0 0 14

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN INDUKTIF PADA MATERI KALOR UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR RASIONAL SISWA SMP.

4 7 37

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK.

0 2 40

PEMBELAJARAN INKUIRI REFLEKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP TERMOKIMIA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA.

0 6 52

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK PADA MATERI KALOR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMA.

0 0 38

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC DAN TIPE JIGSAW DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA PADA MATERI DINAMIKA ROTASI.

0 2 43

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DIPADU PETA KONSEP TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA

0 0 17