PEMBELAJARAN INKUIRI REFLEKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP TERMOKIMIA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA.

(1)

PEMBELAJARAN INKUIRI REFLEKTIF UNTUK

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP TERMOKIMIA

DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA

TESIS

Tesis ini Telah Disetujui untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA Konsentrasi

Pendidikan Kimia Sekolah Lanjutan

Oleh: Naning Marliani

1007035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KIMIA SEKOLAH LANJUTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Lembar Pengesahan

Tesis ini Telah Disetujui untuk Memenuhi Sebagaian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA

Konsentrasi Pendidikan Kimia Sekolah Lanjutan

Pembimbing I

Prof. Dr. Hj. Anna Permanasari, M.Si NIP. 195807121983032002

Pembimbing II

Dr. Ijang Rohman, M.Si NIP. 196310291987031001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pembelajaran Inkuiri

Reflektif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Termokimia dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 28 Februari 2013 Yang membuat pernyataan,


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suatu model pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep termokimia dan keterampilan berpikir kreatif yang teruji melalui implementasinya. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode mix methode dengan desain embedded dimana metode kualitatif dan kuantitatif dipergunakan untuk menganalisis data yang ada. Metode kualitatif menghasilkan data kualitatif yang diperoleh selama penelitian berlangsung, sedangkan Metode kuantitatif menggunakan eksperimen semu dengan the one group pretest posttest desain. Implementasi pembelajaran inkuiri reflektif menggunakan subjek sebanyak 38 siswa kelas XI IPA di sebuah SMA Negeri di Kabupaten Tasikmalaya. Untuk mengetahui keberhasilan implementasi pembelajaran inkuiri reflektif dihitung dengan nilai rata-rata % N-Gain. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri reflektif mampu meningkatkan pemahaman konsep pada sub pokok bahasan sistem dan lingkungan, proses ekoterm dan endoterm serta penentuan perubahan entalpi dengan kalorimeter, dengan % N-Gain berturut-turut adalah 96%, 88% dan 25%. Pembelajaran inkuiri reflektif juga mampu meningkatkan keterampilan berpikir kreatif pada tiga indikator yang diukur yaitu (1) dapat menyelesaikan masalah dari sudut pandang yang berbeda, (2) menghasilkan banyak gagasan, dan (3) dapat memerinci gagasan secara detail. Rata-rata perolehan % N-Gain dari ketiga indikator berturut-turut adalah 51%, 95,5% dan 87,5%.

Kata kunci: Pembelajaran inkuiri reflektif, pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif.


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ………...ii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. TujuanPenelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Definisi Operasional ... 11

BAB II INKUIRI REFLEKTIF, PEMAHAMAN KONSEP, KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF, DAN TERMOKIMIA A. Pembelajaran Inkuiri Reflektif ... 13

B. Pemahaman Konsep ... 30

C. Keterampilan Berpikir Kreatif... 34

D. Konsep Termokimia ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 49

B. Alur Peneltian ... 49

C. Subjek Penelitian ... 51

D. Prosedur Penelitian ... 51

E. Instrumen Penelitian ... 57


(6)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengembangandan Karakteristik Web ... 75 B. Dampak Implementasi Pembelajaran Inkuiri Reflektif terhadap

Pemahaman Konsep Termokimia... 100 C. Dampak Implementasi Pembelajaran Inkuiri Reflektif terhadap

Keterampilan Berpikir Kreatif ... 114 D. Dampak Pembelajaran Inkuiri Reflektif terhadap Pemahaman

Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif ... 120

E. Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Inkuiri Reflektif ……...……. 121 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 125 B. Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 128 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya. Pada awalnya kimia diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Dalam kimia dibahas tentang bagaimana mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran.

Agar pendidikan kimia lebih terarah, maka Departemen Pendidikan Nasional melalui Permen Diknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi secara khusus menuliskan salah tujuan pembelajaran kimia yaitu setelah mempelajari kimia siswa harus memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah, melalui percobaan dan eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis, serta memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling


(8)

sehari-hari dan teknologi. Dengan demikian setelah proses pembelajaran kimia, siswa harus mempunyai berbagai keterampilan berpikir agar dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari secara kreatif sesuai dengan kemampuannya sendiri.

Keterampilan berpikir tersebut dapat dimiliki oleh siswa apabila menerapkan pembelajaran inkuiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2011) yang menyatakan bahwa strategi pembelajaran inkuiri mampu mengembangkan kemampuan bepikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Sejalan dengan hal tersebut Depdiknas (2006) menyatakan proses inkuiri ilmiah bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Selama proses pembelajaran siswa harus mampu menuangkan dan mengembangkan gagasan-gagasan yang kreatif, tidak hanya terbatas menghafalkan konsep-konsep yang telah diberikan oleh guru.

Dengan pembelajaran inkuiri menurut Schmidt (Ibrahim, 2007) siswa belajar berdasarkan penemuan untuk mencari informasi dengan merumuskan suatu hipotesis, melakukan observasi atau eksperimen dalam mencari jawaban atau kesimpulan dan memecahkan masalah terhadap pertanyaan dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Sehingga menurut Bruner (Dahar, 1996) pembelajaran inkuiri (penemuan) merupakan pembelajaran yang sesuai dengan hakikat manusia untuk mencari pengetahuan secara aktif. Lebih jauh Dahar mengemukakan, dengan menerapkan pembelajaran inkuiri siswa


(9)

terbiasa melakukan eksperimen dan menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya.

Namun kenyataannya, berdasarkan hasil studi pendahuluan di beberapa sekolah menengah atas di Kabupaten Tasikmalaya, proses pembelajaran yang dilaksanakan hanya berorientasi pada peningkatan kemampuan berpikir tingkat rendah, serta mengabaikan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan berinkuiri dan keterampilan berpikir kreatif. Kenyataan lain menunjukkan bahwa pembelajaran kimia yang dilaksanakan bersifat teacher centered, dimana sebagian besar kegiatan pembelajaran berpusat pada guru sehingga siswa hanya sebagai objek dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang bersifat teacher centered juga terjadi pada pelaksanaan kegiatan eksperimen/ praktikum, pada umumnya praktikum yang dilakukan sangat tergantung pada peran guru, salah satu contoh guru mendemonstrasikan pembuatan bahan dan pemilihan alat praktikum. Siswa hanya membaca lembar kegiatan siswa (LKS) yang sudah dirancang oleh guru lengkap dengan prosedur praktikum yang harus dilakukan oleh siswa, sehingga praktikum adalah merupakan proses untuk pembuktian konsep yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya. Sementara itu dibeberapa sekolah yang lain, tidak melaksanakan praktikum dengan berbagai alasan, seperti keterbatasan sarana dan prasarana, serta keterbatasan waktu dalam melaksanakan praktikum, hal ini di karenakan guru harus menyelesaikan seluruh materi sesuai dengan target kurikum. Sehingga proses pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) lebih mudah untuk dilaksanakan.


(10)

Dengan pembelajaran yang dilakukan tersebut, tentunya memiliki dampak seperti rendahnya kemampuan berpikir siswa karena mereka kurang terlatih untuk mengasah keterampilan berpikirnya, terutama keterampilan berpikir kreatif. Oleh karena itu model pembelajaran yang hanya berpusat kepada guru (teacher

centered) apabila terus dipertahankan akan menghilangkan kreativitas siswa. Hal

tersebut mengakibatkan siswa terhambat dan tidak berdaya menghadapi masalah-masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah-masalah secara kreatif. Sehingga siswa kurang siap menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dampak lain adalah rendahnya pemahaman konsep yang ditunjukkan dengan rendahnya persentase ketuntasan pembelajaran kimia khususnya pada konsep termokimia. Berikut ini hasil penilaian terhadap pemahaman konsep termokimia di beberapa sekolah menengah atas di Kabupaten Tasikmalaya.

Tabel 1.1.

Nilai Pemahaman Konsep Termokimia di Beberapa SMA di Kabupaten Tasikmalaya

Nama

Sekolah KKM

Nilai Kognitif

Konsep Temokimia Prosentasi

Ketuntasan Nilai

tertinggi

Nilai terendah

Rata-rata

SMA “A” 78 95 9 55,2 20%

SMA “B” 70 78 30 58,6 30%

SMA “C” 65 71 55 61,38 39%

SMA “ D” 70 95 40 74,05 73% (Arsip guru bidang studi kimia 2011) Konsep termokimia merupakan salah satu konsep yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kreatif siswa. Berdasarkan hasil dari


(11)

analisis konsep, temokimia merupakan konsep yang bersifat abstrak dan berdasarkan prinsip. Termokimia mempunyai kompleksitas yang sangat tinggi, sehingga siswa menganggapnya sebagai sesuatu yang sulit untuk dipahami.

Data di atas menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan pemahaman konsep termokimia masih sangat rendah. Rendahnya pemahaman konsep ini disebabkan oleh banyak faktor seperti metode pembelajaran yang kurang sesuai dengan karakteristik materi termokimia, strategi pembelajaran klasikal yang hanya berpusat pada guru, dan masih banyak faktor lainnya. Menurut penelitian Liliasari (1996), rendahnya penguasaan konsep kimia disebabkan oleh pola pikir rasional yang rendah, pada pembentukan sistem konseptual kimia. Hal ini dikarenakan guru pada pengajarannya kurang variatif, hanya menggunakan kecenderungan pada salah satu metode saja, sehingga siswa kurang aktif dalam proses belajar mengajar, siswa lebih banyak mendengar dan menulis keterangan guru, yang menyebabkan isi pembelajaran kimia hanya sebagai hafalan. Akibat lebih lanjut siswa tidak memahami konsep dengan benar, tidak memiliki keberanian untuk bertanya, yang mengakibatkan semakin sulit memahami konsep yang diberikan oleh guru.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dilakukan pengembangan pembelajaran sebagai salah satu alternatif untuk menciptakan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatifnya, yaitu pembelajaran inkuiri reflektif. Dengan pengembangan pembelajaran inkuiri reflektif ini siswa dapat menjadi subjek selama proses pembelajaran berlangsung, sehingga mereka akan mendapatkan pengalaman


(12)

belajar yang nyata. Sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator untuk keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lie (2010), bahwa perlu adanya perubahan-perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar dan interaksi antara siswa dan guru. Seyogyanya kegiatan belajar mengajar juga mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Oleh karena itu perlu adanya pembelajaran yang mampu membelajarkan siswa untuk menemukan fakta dan informasi, mengolah dan mengembangkannya agar menjadi sesuatu yang berharga dan bermanfaat bagi dirinya. Proses pembelajaran hendaknya merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian, guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan haknya dalam membangun dan mengembangkan gagasannya (Ansari dan Yamin, 2008).

Apabila proses pembelajaran lebih banyak mengaktifkan siswa (student

centered), maka siswa mampu memahami konsep dengan baik dan benar serta

dapat berpikir lebih kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya antara lain, Iriani (2009) membuktikan bahwa pembelajaran inkuiri laboratorium berbasis teknologi informasi dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan peningkatan penguasaan konsep. Hasil penelitian Pullaila (2007) membuktikan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa secara signifikan untuk kelima indikator


(13)

keterampilan berpikir kreatif, serta hasil penelitian Ridwan (2006) tentang model pembelajaran inkuiri mampu meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir kritis siswa. Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri mampu mengaktifkan siswa, dengan menggunakan proses pembelajaran inkuiri siswa dapat belajar berdasarkan pengalaman, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir siswa.

Proses pembelajaran inkuiri juga mampu mengeksplorasi ide-ide kreatif siswa. Dengan demikian pembelajaran inkuiri juga mampu meningkatkan keterampilan berpikir kreatif. Dengan membiasakan siswa berpikir kreatif, maka diharapkan mereka juga mampu berkreativitas dan siap menghadapi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Berpikir kreatif akan lebih mudah diwujudkan dalam lingkungan belajar yang secara langsung memberikan peluang bagi siswa untuk berpikit terbuka dan fleksibel tanpa adanya rasa takut atau malu. Sebagai contoh, situasi belajar yang dibentuk harus memfasilitasi terjadinya diskusi dan mendorong seseorang untuk mengungkapkan ide atau gagasan.

Menurut National Science Education Standards (NRC, 1996), salah satu strategi yang dapat digunakan adalah pembelajaran inkuiri. National Science

Education Standards (NRC, 1996) menyatakan bahwa inkuiri merupakan inti dari

Ilmu Pengetahuan Alam dan pembelajaran IPA, serta merupakan strategi utama dalam proses pembelajaran IPA. Menurut Windschitl (NSTA, 2007), pengalaman melakukan inkuiri akan memotivasi siswa untuk memperoleh pengetahuan lebih banyak dan memahaminya secara mendalam, sehingga mampu meningkatkan


(14)

kemampuan penalaran dan mempraktekkan IPA. Martinello dan Cook (McBride

et al, 2004), menyatakan bahwa inkuiri merupakan proses dimana siswa secara

aktif melakukan penyelidikan terhadap fenomena alam yang terjadi disekitarnya dengan mengajukan berbagai pertanyaan dan mencari jawaban sendiri atas pertanyaan yang mereka ajukan tersebut, lebih lanjut McBride et al (2004) menuliskan, pengertian inkuiri menurut Pugliese, inkuiri merupakan jalan untuk mempelajari segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar berdasarkan permasalahan Ilmu Pengetahuan Alam yang berhubungan dengan kehidupan nyata, sehingga membentuk pengetahuan IPA yang riil.

Dengan pembelajaran inkuiri siswa tidak harus menghafalkan konsep-konsep, tetapi siswa harus mampu merefleksikan konsep-konsep yang dimiliki. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rusche dan Jason (2011) bahwa dengan menggunakan pembelajaran inkuiri merupakan langkah awal untuk melakukan refleksi. Siswa dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berdasarkan pada proses yang terjadi di lingkungan sekitar untuk memunculkan ide barunya sendiri atau untuk mengembangkan suatu analisis dari fenomena yang ada. Siswa juga dapat menggunakan pertanyaan untuk proses yang lebih dalam yang diperoleh dari hasil refleksinya. Lebih jauh Rusche dan Jason (2011), menyatakan bahwa inkuiri dan refleksi dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Sedangkan proses refleksi diri tidak hanya meningkatkan keterampilan berpikir kritis tetapi membantu siswa membangun pengetahuaan/konsepnya secara mandiri. Oleh karena itu inkuiri yang dibangun adalah inkuiri reflektif. Dengan pembelajaran


(15)

inkuiri reflektif diharapkan siswa mampu meningkatkan pemahaman konsep termokimia dan keterampilan berpikir kreatif.

Menurut Richards (1990) refleksi atau refleksi kritis merupakan suatu aktivitas atau proses dimana suatu pengalaman dipanggil ulang, dipertimbangkan dan dievaluasi, biasanya berhubungan dengan tujuan yang luas. Towndrow et al (2008) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pengenalan pembelajaran inkuiri melalui penulisan jurnal sains secara reflektif dapat memfasilitasi rasa ingin tahu siswa terhadap sains dan dikaitkan dengan kerja di laboratorium. Penelitian ini menunjukkan bahwa menuliskan jurnal secara reflektif merupakan suatu alat serta sumber pembelajaran kreativitas siswa dan dapat meningkatkan pemahaman konsep mereka. Chin (Towndrow et al, 2008) melaporkan bahwa karakteristik pembelajaran inkuiri adalah kemampuan menggunakan teknik bertanya sehingga mereka dapat merefleksikan dalam aktivitasnya. Inkuiri reflektif merupakan suatu strategi pembelajaran yang sangat berguna. Dewey mengidentifikasi tiga sikap yang diperlukan dalam pembelajaran inkuiri reflektif yaitu; berpikiran terbuka, fokus dalam berpikir, dan bertanggung jawab (Lyons, 2010).

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah disebutkan diatas menyatakan bahwa inkuiri reflektif dapat meningkatkan kreativitas siswa dan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis, sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan meningkatkan pemahaman konsep termokimia.


(16)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah “ Bagaimana penerapan pembelajaran inkuiri reflektif untuk

meningkatkan pemahaman konsep pada termokimia dan keterampilan berpikir

kreatif siswa?”

Untuk mempermudah tahapan-tahapan penyelesaian masalah, maka rumusan masalah tersebut dirinci menjadi beberapa pertanyaan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana keterlaksanaan proses pembelajaran inkuiri reflektif pada materi termokimia?

2. Bagaimana dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif terhadap pemahaman konsep termokimia pada siswa SMA?

3. Bagaimana dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif terhadap peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa SMA?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

Mendapatkan suatu model pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep termokimia dan keterampilan berpikir kreatif dan yang teruji melalui implementasinya.


(17)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa

a. Dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa sehingga dapat belajar tuntas.

b. Dapat memotivasi siswa agar berperan aktif sebagai subjek dalam proses pembelajaran sehingga mampu memunculkan ide-ide dan gagasan baru yang lebih kreatif.

2. Bagi guru

a. Dari hasil penelitian dapat digunakan sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran, sehingga guru mampu mengembangkan wawasan berpikirnya untuk meningkatkan kompetensi professional guru dan meningkatkan mutu pembelajaran kimia.

b. Sebagai salah satu contoh kegiatan pembelajaran yang mengaktifkan siswa, sehingga proses pembelajaran kimia menjadi lebih bervariatif dan menarik agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran kimia.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, maka perlu diberikan definisi operasional sebagai berikut:

1. Inkuiri Reflektif

Inkuiri reflektif merupakan strategi pembelajaran yang digunakan agar siswa dapat mengetahui bagaimana cara berpikir dan mengetahui berbagai aktifitas


(18)

yang dilakukan siswa selama pembelajaran. Tahapan pembelajaran inkuiri reflektif adalah (1) melakukan observasi, (2) mengajukan pertanyaan dan merumuskan hipotesis, (3) melakukan investigasi, (4) melakukan refleksi, (5) mengkomunikasikan (6) menarik kesimpulan.

2. Pemahaman konsep

Pemahaman konsep identik dengan penguasaan konsep, yaitu sekelompok perubahan tingkah laku (kemampuan) siswa yang dipengaruhi oleh kemampuan berpikir yang meliputi jenjang: ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisa (C4), evaluasi (C5) dan kreatif (mencipta) (C6). Pemahaman konsep diuji dengan menggunakan tes tertulis.

3. Keterampilan berpikir kreatif

Keterampilan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk mengembangkan atau menemukan ide atau hasil asli, estetis dan konstruktif, yang berhubungan dengan pandangan dan konsep serta menekankan pada aspek berpikir intuitif dan rasional; khususnya dalam menggunakan informasi dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir. Indikator keterampilan berpikir kreatif adalah melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, mampu memerinci secara detail permasalahan dan menghasilkan berbagai gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.


(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan mix methode dengan desain

embedded” di mana metode kualitatif dan kuantitatif dipergunakan untuk mendapatkan data lengkap. Metode kualitatif menghasilkan data kualitatif yang diperoleh selama penelitian berlangsung berupa data hasil observasi, angket dan wawancara, sedangkan metode kuantitatif menggunakan eksperimen semu dengan

the one group pretest posttest desain. Berikut ini desain embedded yang divariasi

dengan metode eksperimen semu.

Gambar 3.1.

Desain Embedded : Model Eksperimen Embedded

(Creswell, 2007)

B. Alur Penelitian

Adapun prosedur penelitian ini dimulai dengan tahap persiapan, pelaksanaan penelitian, analisis data hasil temuan, dan laporan hasil. Berikut adalah digram alur penelitiannya:

implementasi

Kualitatif sebelum implementasi

Kuantitatif pretes

Kualitatif selama implementasi

Kualitatif sesudah implementasi Kuantitatif

postes

Interpretasi hasil berdasarkan data kuantitatif (kualitatif)


(20)

T

C. D.

Gambar 3.2. Tahap Penyelesaian

Tahap Pelaksanaan Tahap Persiapan

Studi Pendahuluan

Analisis Konsep

Penyusunan dan Validasi Instrumen Perumusan Masalah

Pembuatan Rancangan Pembelajaran Inkuiri Reflektif

Pengkajian dan Penentuan Indikator Keterampilan berpikir kreatif dan Pemahaman konsep

Pembelajaran Inkuiri Reflektif Instrumen Hasil Uji Coba dan Revisi

Pre tes

Temuan dan Pembahasan

observasi

Analisis Data

kesimpulan


(21)

Alur Penelitian

C. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA dari suatu SMA Negeri C di Kabupaten Tasikmalaya berjumlah 38 orang yang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki dan 24 orang siswa perempuan, seluruh siswa belum mempelajari materi termokimia. Sekolah ini mempunyai fasilitas laboratorium kimia yang cukup memadai sehingga siswa sudah terbiasa melaksanakan pembelajaran kimia dengan metode praktikum.

D. Prosedur Penelitian

Secara garis besar penelitian yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian.

1. Tahap Persiapan

Tujuan tahap ini adalah untuk menganalisis dan menemukan kendala yang dihadapi dalam pembelajaran, serta menentukan rancangan pembelajaran yang sesuai untuk mengatasi kendala yang ada. Adapun tahap-tahap dalam penelitian ini, yaitu:

1) Studi pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk melihat keadaan di lapangan. Tujuannya untuk memperoleh gambaran tentang kegiatan pembelajaran kimia di dalam kelas sehingga dapat diketahui kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa maupun guru pada materi termokimia. Secara bersamaan, pada tahap ini juga


(22)

dilakukan studi mengenai keterampilan berpikir kreatif pada pokok bahasan termokimia.

Instrumen: Pedoman wawancara

wawancara yang dilakukan bersifat semi struktur. Wawancara pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa dan guru mengenai kendala-kendala yang ada pada pembelajaran materi termokimia

2) Analisis Konsep

Analisis konsep merupakan identifikasi konsep-konsep utama pada pokok bahasan termokimia, dimana pembelajarannya akan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri reflektif. Pada tahap ini konsep-konsep utama disusun secara sistematis dalam bentuk tabel analisis konsep yang meliputi label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut konsep, posisi konsep, contoh dan non contoh. Tabel analisis lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 1. 3) Peta Konsep

Pembuatan peta konsep temokimia berdasarkan pada hasil analisis konsep. Tujuan penyusunan peta konsep ini untuk mengetahui hubungan hierarki antar konsep yang tercakup dalam materi termokimia, peta konsep secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.

4) Perumusan Indikator

Perumusan indikator pembelajaran bertujuan untuk merumuskan indikator pemahaman konsep yang relevan dengan materi pokok termokimia serta penentuan indikator keterampilan berpikir kreatif yang sesuai dengan strategi pembelajaran inkuiri reflektif. Analisis hubungan kesesuaian tahapan inkuiri


(23)

reflektif, indikator berpikir kreatif dan pemahaman konsep dapat dilihat pada lampiran 3.

5) Pembuatan Rancangan Pembelajaran inkuiri reflektif

Tujuan dari kegiatan ini adalah mendesain strategi pembelajaran inkuiri reflektif yang bisa meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa. Kegiatan utama yang dilakukan pada tahap ini adalah: a) Merancang desain strategi pembelajaran inkuiri reflektif.

Desain strategi pembelajaran inkuiri reflektif yang digunakan merupakan hasil studi literatur dan mendapat pertimbangan dari ahli. Strategi pembelajaran inkuiri reflektif yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil modifikasi antara strategi pembelajaran inkuiri menurut

National Science Education Standar (NRC) (Towndrow et al, 2008)

dengan strategi pembelajaran refleksi menurut Richards (1990). Hasil modifikasi tersebut merupakan strategi pembelajaran inkuiri reflektif yang terdiri dari enam tahap yaitu (1) melakukan observasi, (2) mengajukan pertanyaan dan merumuskan hipotesis, (3) melakukan investigasi, (4) melakukan refleksi, (5) mengkomunikasikan (6) menarik kesimpulan. Strategi pembelajaran secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 4.

b)Membuat instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2011). Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes Essay untuk mengukur pemahaman konsep dan keterampilan


(24)

berpikir kreatif pada materi termokimia. Sedangkan instrumen non tes yang digunakan untuk menggali informasi pendukung berupa angket, pedoman wawancara dan lembar observasi.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini bertujuan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran inkuiri reflektif yang berorientasi pada upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi termokimia.

Desain yang digunakan untuk implementasi pembelajaran inkuiri reflektif adalah The One-Group Pretest-Postest Design (Frankel & Wallen, 2008). Gambar desain The One-Group Pretest-Postest dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3.

The One-Group Pretest-Postes Design

Keterangan: O1 = Pretes

O2 = Postes

X = strategi pembelajaran inkuiri reflektif

Pada tahap ini, dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Melaksanakan pretes sebelum dilakukan pembelajaran inkuiri reflektif

Pretes diberikan untuk mengukur kemampuan awal siswa. Pretes berupa soal essay yang terdapat pada lampiran 12 yang bertujuan untuk mengukur pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif.


(25)

2) Melaksanakan pembelajaran inkuiri reflektif

Untuk menggambarkan pembelajaran inkuiri reflektif yang dikembangkan dalam penelitian ini, pertama-tama guru membagi seluruh siswa menjadi sembilan kelompok, setiap kelompok beranggotakan empat atau lima orang. Pembagian kelompok ini dilakukan secara acak. Pembagian kelompok ini bersifat tetap, selama pelaksanaan pembelajaran inkuiri reflektif tidak diperkenankan melakukan pergantian kelompok.

Setelah dilakukan pembagian kelompok, maka dilaksanakan pembelajaran termokimia dengan strategi inkuiri reflektif. Pembelajaran termokimia dengan strategi inkuiri reflektif dibagi dalam tiga sub pokok bahasan yaitu sistem dan lingkungan, proses eksoterm dan endoterm, serta penentuan besarnya perubahan entalpi dengan kalorimeter.

Proses pembelajaran termokimia dengan inkuiri reflektif dilaksanakan dalam tiga kali tatap muka. Dalam pelaksanaannnnya guru mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan pembelajaran dengan strategi inkuiri reflektif dapat dilihat pada lampiran 6. Selama proses pembelajaran siswa diberi lembar kegiatan (LKS) sebagai panduan selama pembelajaran berlangsung. Lembar kegiatan siswa terdiri dari tiga kegiatan sesuai dengan sub pokok bahasan yang dipelajari yaitu sistem dan lingkungan (LKS 1), proses eksoterm dan proses endoterm (LKS 2), serta penentuan entalpi reaksi dengan kalorimeter (LKS 3). Lembar kegiatan siswa secara terperinci dapat dilihat pada lampiran 7 untuk LKS 1,


(26)

lampiran 8 untuk LKS 2 dan lampiran 9 untuk LKS 3. Pada tahap pelaksanaan diperoleh data kualitatif seperti aktivitas siswa selama pembelajaran berdasarkan lembar observasi kegiatan, angket danwawancara. Sedangkan data kuantitatif diperoleh di awal pembelajaran berupa hasil pretes siswa dan di akhir proses pembelajaran yaitu hasil postes siswa.

Pada tahap ini peneliti dibantu oleh tiga orang observer untuk mengamati kegiatan peneliti dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan tahap ini dilakukan pada tanggal 10 September 2012 – 1 Oktober 2012. Jadwal pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1.

Implementasi Pembelajaran Inkuiri Reflektif pada Konsep Temokimia

Pertemuan

ke Hari/Tanggal Kegiatan

1 Senin,

10 September 2012

Pretes

2 Jum’at,

14 September 2012

Kegiatan pembelajaran 1

3 Rabu,

19 September 2012

Kegiatan Pembelajaran 2

4 Jumat,

21 September 2012

Kegiatan Pembelajaran 3

5 Rabu,

26 September 2012

Postes

6. Senin,

1 Oktober 2012

Pengisian angket Wawancara


(27)

Data hasil penelitian berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh selama penelitian dalam bentuk hasil observasi, angket dan wawancara dengan siswa. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes siswa yang berupa tes tertulis untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif.

4) Menganalisis data hasil penelitian dan membahasnya

Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan dua cara yaitu analisis hasil uji coba dan analisis hasil implementasi pembelajaran inkuiri reflektif. Dari hasil uji coba analisis yang dilakukan meliputi analisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Sedangkan hasil implementasi pembelajaran inkuiri reflektif berupa uji normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk data hasil pretes dan postes, uji homogenitas dari hasil pretes dan postes, perhitungan gain dan penentuan kriteria N-Gain, serta pengujian perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan menggunakan t-test.

5) Menyimpulkan hasil penelitian

Kesimpulan hasil penelitian berdasarkan pada hasil analisis data, temuan dan pembahasan.

6) Menuliskan laporan hasil penelitian dalam draft tesis

Laporan hasil penelitian dikomunikasikan dalam bentuk tulisan yang berupa tesis.

E. Instrumen Penelitian 1. Tes Essay


(28)

Alat ukur tes yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif berbentuk tes essay dengan 6 butir soal. Pembuatan tes tertulis diawali dengan penyusunan analisis hubungan indikator soal dengan indikator pemahaman konsep serta keterampilan berpikir kreatif. Hasil analisis kesesuaian indikator soal dengan indikator pemahaman konsep serta indikator keterampilan berpikir kreatif dapat dilihat pada lampiran 10. Selanjutnya dilakukan pembuatan pedoman penskoran. Kriteria penskoran tes essay yang digunakan peneliti ditunjukkan pada lampiran 11. Penyusunan kisi-kisi soal tes tertulis ditunjukkan pada Tabel 3.2 sebagai berikut.

Tabel 3.2. Kisi-kisi Soal

Konsep Indikator Berpikir

Kreatif Jenjang Kognitif

Nomor Soal

Lingkungan dan Sistem

Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda

C2 1a, 1b

Menghasilkan berbagai gagasan

C3 2a, 2b

Proses eksoterm dan Proses

endoterm

Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda

C3 C4, 5a,5b 5c Menghasilkan berbagai gagasan C3 C4 4b 4a Mampu memerinci

gagasan secara detail

C3 C4 C5 3a, 3b,3c 3e, 3f, 3d


(29)

Perubahan entalpi

Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda

C4 6

2. Angket

Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai implementasi strategi pembelajaran inkuiri reflektif. Angket ini berupa skala sikap yang penilaiannya menerapkan skala Likert yang terdiri dari 20 butir soal dengan 10 butir pernyataan positif dan 10 butir pernyataan negatif. Secara terperinci angket siswa dapat dilihat pada lampiran 16. Kisi-kisi angket ditunjukkan dalam Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3. Kisi-kisi Angket Siswa

No Aspek yang

Diungkap Indikator

No. Pernyataan

Positif (+) Negatif (-)

1. Sikap siswa terhadap pembelajaran dengan strategi inkuiri reflektif a) Menunjukkan ketertarikan terhadap pembelajaran dengan strategi inkuiri reflektif. b) Menunjukkan

persetujuan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi inkuiri reflektif

1, 5

3, 11,

10, 12, 15

16, 17, 18 5

5

2. Pendapat siswa mengenai strategi pembelajaran

a) Kesesuaian dengan kompetensi yang ingin dicapai

b) Kesesuaian antara

4, 7, 9, 14

2, 8

6, 13

19, 20

6


(30)

Untuk penskoran data angket siswa dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini: Tabel 3.4.

Penskoran Data Angket Siswa

Skala Skor untuk Pernyataan Positif (+) Negatif (-)

SS 4 1

S 3 2

TS 2 3

STS 1 4

3. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa tentang keunggulan dan kelemahan dari strategi pembelajaran inkuiri reflektif. Wawancara dilakukan secara terstruktur. Lembar wawancara terdiri dari 10 butir soal beralasan. Kisi-kisi pedoman wawancara dapat dilihat di lampiran 17.

4. Lembar observasi

Lembar observasi digunakan untuk menjaring informasi secara langsung mengenai kegiatan selama proses pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran. Format lembar observasi dapat

inkuiri reflektif pembelajaran inkuiri reflektif dengan keterampilan berpikir kreatif


(31)

dilihat di lampiran 13 untuk mengobservasi guru dan lampiran 14 untuk mengobservasi siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5.

Teknik Pengumpulan Data

No Jenis Data Teknik

Pengumpulan Data Keterangan

1 Pemahaman konsep

dan keterampilan berpikir kreatif

Pretes dan postes (tes essay)

Dilakukan di awal dan akhir pembelajaran

2 Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran

Lembar observasi kegiatan

pembelajaran

Dilakukan saat pembelajaran

3 Tanggapan terhadap strategi pembelajaran inkuiri reflektif

Angket dan wawancara (siswa)

Dilakukan setelah pembelajaran

G. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen

Instrumen yang akan digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba. Soal tes yang diuji cobakan berjumlah 6 butir soal. Uji coba dilakukan pada 31 siswa di SMAN C di Kabupaten Tasikmalaya. Hasil analisis uji coba secara keseluruhan


(32)

dapat dilihat pada lampiran 19. Adapun secara terperinci uji coba instrumen yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Validitas

Sudjana (2011) mengemukakan bahawa validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Ada empat jenis validitas yang sering digunakan, yakni validitas isi, valididtas bangun pengertian, validitas ramalan, dan validitas kesamaan. Pada penelitian ini, Uji validitas isi menggunakan judgement dengan pertimbangan ahli dengan tujuan untuk melihat kesesuain standar isi dan indikator yang ada dalam instrumen sedangkan uji validitas kriteria dihitung dengan menggunakan bantuan program Anates Versi 4 dan dengan perhitungan statistik

Rumus yang digunakan adalah:

q p St

t p pbis

M -M

r 

Keterangan:

p

M = rata-rata skor total yang menjawab benar pada butir soal

t

M = rata-rata skor total

t

S = standar deviasi skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar pada tiap butir soal

q = proporsi siswa yang menjawab salah pada setiap butir soal


(33)

2

1

2

pbis pbis

r n r t

  

Kriteria : jika t hitung > t tabel, maka butir soal valid, dengan α = 5% dan dk = (n-2) dan n adalah jumlah siswa (Sudjana, 2002).

Berdasarkan hasil perhitungan validitas pokok uji diperoleh bahwa semua soal yang diujikan valid dengan koefisien korelasi yang berbeda-beda. Seperti yang terlihat pada Tabel 3.6 berikut ini:

Tabel 3.6. Validitas Butir Soal

No Soal Koefisien

Validitas Keterangan

1 0,857 Valid

2 0,683 Valid

3 0,929 Valid

4 0,880 Valid

5 0,758 Valid

6 0,691 Valid

2) Reliabilitas

Menurut Sudjana (2011) reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapan pun penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Tes hasil belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya terhadap siswa yang sama. Untuk mengukur rliabilitas salah satunya dengan cara kesamaan rasional.


(34)

Prosedur ini dilakukan dengan menghubungkan setiap butir dalam tes dengan butir-butir lainnya dalam tes itu sendiri secara keseluruhan. Salah satu cara yang sering digunakan adalah menggunakan rumus Kuder-Richardson atau KR 21. Rumusnya adalah sebagai berikut:

 

                       1 2 2 k x X K X x K rXX  

Jika rxx > rtabel maka tes tersebut dikatakan reliabel.

Keterangan :

xx

r = reliabilitas insrumen k = banyaknya butir soal

2

x

 = variasi skor

X= skor rata-rata( mean skor)

Harga rxx yang dihasilkan dikonsultasikan dengan aturan penetapan

reliabilitas sesuai dengan Tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7.

Klasifikasi Koefisien Korelasi

Nilai r Keterangan

0,00 – 0,19 Sangat rendah 0,20 – 0,39 Rendah 0,40 – 0,59 Cukup 0,60 – 0,79 Kuat 0,80 – 1,00 Sangat kuat


(35)

Pada penelitian ini uji coba reliabilitas soal dengan Anates Versi 4 diperoleh hasil koefisien reliabilitas tes keseluruhan soal sebesar 0,88, hal ini menunjukkan setiap item soal memiliki reliabilitas yang sangat kuat. Berikut ini koefisien korelasi untuk masing-masing item soal dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8.

Reliabilitas dan Koefisien Korelasi Butir Soal

No Item Pernyataan

Koefisien

Validitas Keterangan

1 0,857 Sangat signifikan

2 0,683 Signifikan

3 0,929 Sangat signifikan

4 0,880 Sangat signifikan

5 0,758 Sangat signifikan

6 0,691 Signifikan

3) Tingkat Kesukaran

Sudjana (2011) menyatakan menganalisis tingkat kesukaran soal artinya mengkaji soal-soal dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. Asumsi yang disunakan untuk memperoleh kualitas soal yang baik, di samping memenuhi validitas dan reliabilitas, adalah adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut. Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara proporsional. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa menjawabnya, bukan dilihat dari sudut


(36)

pandang guru sebagai pembuat soal.

Lebih jauh Sudjana mengemukakan ada beberapa pertimbangan dalam menentukan proporsi jumlah soal kategori mudah, sedang, dan sukar. Pertimbangan pertama adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah soal sama untuk ketiga kategori tersebut. Pertimbangan kedua proporsi jumlah soal untuk ketiga kategori tersebut didasarkan atas kurva normal. Artinya, sebagian besar soal berada dalam kategori sedang, saebagian lagi termasuk ke dalam kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang. Perbandingan antara soal mudah-sedang-sukar bisa dibuat 3-4-3. Artinya, 30% soal kategori mudah, 40% soal kategori sedang, dan 30% lagi soal kategori sukar.

Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

N B I

(Sudjana, 2011)

Keterangan:

I = indeks kesulitan untuk setiap butir soal

B = banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal

N = banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh, makin sulit soal tersebut. Sebaliknya, makin besar indeks yang diperoleh, makin mudah soal tersebut. Kriteria indeks kesulitan soal itu adalah sebagai berikut: 0 – 0,30 = soal kategori sukar,


(37)

0,71 – 1,00 = soal kategori mudah.

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran tiap item soal dengan menggunakan Anates Versi 4 dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9. Tingkat Kesukaran Soal

No soal Tingkat

Kesukaran

1 Sedang

2 Mudah

3 Sedang

4 Sedang

5 Mudah

6 Sukar

4) Daya Pembeda

Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya. Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi; dan bila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya rendah.

Cara yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda adalah dengan menggunkan tabel atau kriteria dari Rose dan Stanley seperti dalam analisis tingkat kesukaran soal. Rumusnya adalah:


(38)

(Sudjana, 2011) Keterangan:

SR adalah siswa yang menjawab salah dari kelompok rendah ST adalah siswa yang menjawab salah dari kelompok tinggi

Untuk menghitung daya pembeda dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Memeriksa jawaban soal semua siswa peserta tes.

2) Membuat daftar peringkat hasil tes berdasarkan skor yang dicapainya

3) Menentukan jumlah sample sebanyak 27% dari jumlah peserta tes untuk kelompok siswa pandai (peringkat atas) dan 27% untuk kelompok siswa kurang (peringkat bawah).

4) Melakukan analisis butir soal, yakni menghitung jumlah siswa yang menjawab salah dari semua nomor soal, baik pada kelompok pandai maupun pada kelompok kurang.

5) Menghitung selisih jumlah siswa yang salah menjawab pada kelompok kurang dan kelompok pandai (SR – ST).

6) Membandingkan nilai selisih yang diperoleh dengan nilai Tabel Ross & Stanley.

7) Menentukan ada-tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal dengan

kriteria “ memiliki daya pembeda” bila nilai selisih jumlah siswa yang

menjawab salah dalam kelompok kurang dengan kelompok pandai sama atau


(39)

lebih besar dari nilai Tabel.

Berdasarkan hasil perhitungan, maka daya pembeda tiap soal dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut:

Tabel 3.10. Daya Pembeda Soal

No Soal Daya Pembeda

1 1,72

2 1,41

3 1,73

4 2,25

5 0,99

6 1,85

2. Teknik Pengumpulan Data Selama Penelitian

Setelah penelitian, ada beberapa teknik analisis data yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.4 berikut:

Data Pretes Data Postes

Data Gain Diuji Normalitas

(Kolmogorov-smirnov)

Diuji Homogenitas Penentuan Kategori N-Gain

Uji t test Pengujian Perbedaan dua rata-rata populasi


(40)

Gambar 3.4.

Teknik Analisis Data Setelah Penelitian

Berikut ini uraian tahap-tahap analisis data setelah penelitian secara terperinci:

1) Menghitung nilai hasil tes pemahaman konsep, tahapannya adalah:

 menghitung skor pretes dan postes dari kelompok eksperimen

 menghitung N-Gain dari hasil pretes dan postes.

postes pretes maksimum pretes

skor skor

N Gain

skor skor

  

(Hake, 1999)

Kriteria peningkatan gain menurut Hake dapat dilihat pada Tabel 3.11 berikut:

Tabel 3.11.

Kriteria Peningkatan Gain

Gain ternormalisasi Kriteria peningkatan

G < 0,3 Peningkatan rendah

0,3 ≤ G ≤ 0,7 Peningkatan sedang

G > 0,7 Peningkatan tinggi

Menilai tingkat pemahaman konsep siswa berdasarkan kriteria berikut ini:


(41)

Tabel 3.12.

Kriteria Pemahaman Konsep Siswa

Nilai (%) Kriteria Kemampuan

81-100 Sangat baik

61-80 Baik

41-60 Cukup

21-40 Kurang

0-20 Sangat kurang

2) Uji normalitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan dianalisis. Uji statistik yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov. Pengujian ini menggunakan kecocokan kumulatif sample X dengan distribusi probabilitas normal. Distribusi probabilitas pada variabel tertentu dikumulasikan dan dibandingkan dengan kumulasi sampel, sedangkan rumusan hipotesisnya sebagai berikut :

H0: Distribusi probabilitas X adalah distribusi probabilitas normal

H1: Distribusi probabilitas X bukan distribusi probabilitas normal

Perbandingan kumulasi tampak pada harga mutlak dari a1 atau a2 yang

terbesar dengan Tabel Kolmogorov-Smirnov. Harga a1 dan a2 adalah harga

mutlak. Untuk menentukan H0 diterima atau ditolak berdasarkan perbandingan

Tabel nilai kritis khusus untuk pengujian hipotesis Kolmogorov-Smirnov (Susetyo, 2010). Perhitungan uji normalitas pretes dapat dilihat pada lampiran 24, sedangkan uji normalitas postes dapat dilihat pada lampiran 25.


(42)

3) Uji homogenitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen dan kontrol mempunyai tingkat varians yang sama atau tidak, sehingga dapat digunakan untuk menentukan uji hipotesis yang digunakan.

terkecil ian

terbesar ian

F

var var

(Sudjana,2002) Dengan kriteria jika harga F hitung < F tabel maka kedua kelompok mempunyai varians yang sama atau tingkat homogenitas sama. Hasil pengujian homogenitas dapat dilihat pada lampiran 27.

4) Uji perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan

Uji perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan untuk skor pretes dan postes bertujuan untuk mengetahui apakah ada perubahan pemahaman konsep termokimia dan keterampilan berpikir kreatif yang terjadi sebelum dan sesudah implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada siswa. Hipotesis yang diajukan adalah :

a) H0, µ1 = µ2; tidak ada pengaruh implementasi pembelajaran inkuiri reflektif

pada pemahaman konsep temokimia dan keterampilan berpikir kreatif.

b) H1,1 2; ada pengaruh implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada

pemahaman konsep temokimia dan keterampilan berpikir kreatif. Pengajuan hipotesis


(43)

t hitung =

S

D D

dengan

S

D=

n SD

dk = n1 + n2 -2

S

D= simpangan baku rata-rata D (Susetyo, 2010)

Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut :

a) H0 diterima jika –t(1-1/2α)<thitung< t1-1/2α). Hal ini berarti tidak ada pengaruh

implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada pemahaman konsep temokimia dan keterampilan berpikir kreatif.

b) H0 ditolak jika selain –t(1-1/2α)<thitung< t1-1/2α). Hal ini berarti ada pengaruh

implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada pemahaman konsep temokimia dan keterampilan berpikir kreatif.

Hasil perhitungan uji perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan dapat dilihat pada lampiran 26.

Mengolah data kualitatif

Analisis data kualitatif yang dilakukan adalah analisis data hasil observasi, wawancara dan angket. Data hasil observasi diperoleh ketika siswa mengikuti pembelajaran, yang kemudian dideskripsikan dalam bentuk tulisan. Data kualitatif berupa angket, hasil observasi, dan hasil wawancara. Hasil angket berupa


(44)

tanggapan siswa diolah berdasarkan tes Skala Likert. Setelah skoring kemudian data diubah dalam bentuk persentasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Persentase yang diperoleh kemudian ditafsirkan dalam bentuk kalimat seperti yang terdapat pada Tabel 3.13 berikut ini.

Tabel 3.13.

Tafsiran Persentase Data Kualitatif

Persentase (%) Kategori

80-100 Baik sekali

66-79 Baik

56-65 Cukup

40-55 Kurang

0-39 Kurang sekali


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan, dapat dibuat beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada materi termokimia mampu dilaksanakan dengan baik sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran inkuiri reflektif yang terdiri dari enam tahap yaitu (1) melakukan observasi, (2) merumuskan hipotesis, (3) melakukan investigasi, (4) melakukan refleksi, (5) mengkomunikasikan dan (6) menyimpulkan.

2. Dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada pokok bahasan termokimia secara keseluruhan mampu meningkatkan pemahaman konsep termokimia siswa dengan kategori N-Gain tinggi dan sedang. Pemahaman konsep siswa tentang materi termokimia pada masing-masing sub pokok bahasan yaitu sistem dan lingkungan dapat dikategorikan tinggi, pada sub pokok proses eksoterm dan endoterm juga dapat dikategorikan tinggi, sedangkan pada sub pokok bahasan penentuan perubahan entalpi dengan kalorimeter dikategorikan rendah.

3. Pembelajaran inkuiri reflektif pada materi termokimia mampu meningkatkan 3 indikator berpikir kreatif yaitu (1) dapat menyelesaikan masalah dari sudut pandang yang berbeda, (2) menghasilkan banyak


(46)

gagasan, dan (3) dapat memerinci gagasan secara detail. Secara keseluruhan dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif terhadap ketiga indikator berpikir kreatif dapat dikategorikan tinggi. Sedangkan perolehan rata-rata kategori N-Gain dari ketiga indikator dapat dikategorikan sedang dan tinggi, sehingga dapat disimpulkan pembelajaran inkuiri reflektif dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dengan baik.

B. Saran

Berdasarkan temuan di lapangan dan kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran kimia dengan strategi pembelajaran inkuiri reflektif harus terus dikembangkan karena dengan mengimplementasikan pembelajaran inkuiri reflektif mampu meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir siswa.

2. Guru kimia lebih sering menerapkan pembelajaran inkuiri reflektif karena siswa umumnya tidak dapat memperoleh pengalaman belajar secara nyata jika hanya dijelaskan secara verbal.

3. Implementasi langkah-langkah pembelajaran inkuiri reflektif belum

maksimal terhadap pemahaman konsep siswa terutama pada materi kimia yang berbasis operasi matematik sehingga diperlukan penyempurnaan dan penguatan terutama pada tahap melakukan refleksi perlu diberikan


(47)

pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak dan mengarahkan siswa untuk berlatih secara mandiri.

4. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, implementasi pembelajaran

inkuiri reflektif dapat dilaksanakan secara optimal pada siswa yang telah terbiasa menerapkan pembelajaran inkuiri.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. dan Kratwohl, D.R. (Eds). (2001). Abridged Education a

Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing (A Revision of Bloom’s

Taxonomy of Educational Objective). New York: longman, Inc.

Ansari, I.B dan Yamin,M. (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan

Individual siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.

Arends R.I. (2008). Learning to Teach edisi 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brady, J.E. (2003). Kimia Universitas Asas dan Struktur Jilid Satu. Tangerang:

Bina Rupa Aksara.

Chang. (2005). Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Jakarta: Erlangga.

Creswell, J.W and Clark, P.V. (2007). Designing and Conducting Mixed Methods

Research. London: Sage Publication.

Costa,A. (1988). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thingking. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development. Dahar R.W.,(1996). Teori- teori Belajar. Bandung: Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Permen Diknas No. 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Getliffe K.A. (1996). An Examanition of The Use of Reflective Practice within the Contect of Clinical Supervision. Dalam Journal of Advance Nursing. Vol 27. 4 halaman.

Guthrie, L. (2010). Reflective Pedagogy: Making Meaning in Experiential Based Online Courses. Florida State University Holly McCracken, University of Illinois at Springfiel . Dalam The Journal of Educators Online, Vol 7 (2). 21 halaman.


(49)

Hake,R,R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Indiana: Indiana University. Hake, R. (1999). Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A

six-thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses. Dalam Journal American Association of Physics Teacher. Vol 66 (1). 10 halaman.

Hamruni. (2011). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.

Hofstein, Avi and Lunetta. Vincent N. (1982). The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research. Dalam Review of Educational

Research. Vol 52 (2). 7 halaman.

Iriani. (2009). Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Berbasis Teknologi

Informasi pada Konsep Laju Reaksi untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kreatif Siswa SMU, Tesis UPI Bandung:

Tidak diterbitkan.

Ibrahim,M. (2007). Pembelajaran Inkuiri (online). Tersedia :

http://org/index.php?option=com_frontpage&itemid=28 [14februari 2012]

Jauhar,M. (2011). Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Konstruktivistik sebuah Pengembangan Pembelajaran Berbasis (CTL).

Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Kim et al. (2010). Application of Critical Reflective Inquiry in Nursing Education. Dalam Handbook of Reflection and Reflective Inquiry:

Mapping a Way of 159 Knowing for Professional Reflective Inquiry,

Springer Science-Business Media, LLC.

Lie, Anita. (2010). Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Liliasari. (1996). Beberapa Pola Berpikir dalam Pembentukan Pengetahuan

Kimia oleh Siswa SMA . Disertasi IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Liona. (2010). Hand Book of Reflection and Reflective Inquiry. New York: Springer.


(50)

Loo dan Thorpe. (2002). Using Reflective Learning Journal to Improve Individual and Team Performance. Dalam An internatioanal Journal. Vol 8 (5). 6 halaman.

Tersedia:

http://www.emeraldinsight.com/researchregisters [12 oktober 2012]

Matlin, W.M. (2003). Cognition Fifth Edition. USA: John Wiley & Sons. Inc. McBride, J.W. et al. (2004). Using an inquiry approach to teach science to

secondary school science teachers. IOP Publishing LTD.Dalam Physics

Education [Online], Vol 39 (5), 6 halaman.

Tersedia:

www.iop.org/journals/physed [14 september 2012]

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Grains in Physics: A Possible “Hidden Variable” in

Diagnostice Pretest Scores. Dalam American Journal Physics,Vol 70 (12), 27 halaman.

National Research Council. (1996). The National Science Education Standards. Washington, D.C.: National Academy Press.

National Science Teacher Assosiation. (2007). Science as Inquiry in the

Secondary Setting. Arlington Virginia: NSTA Press. Puskur. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. Pullaila, A. (2007) Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan

Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA pada Materi Suhu dan Kalor. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Richards. C.J. (1990). Towords Reflective Teaching The Teacher Trainer. Back articles. Dalam Teacher trainer. 5 halaman.

Tersedia:


(51)

Ridwan Iwan. (2006). Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan

Keterampilan Berpikir Kritis siswa SMA pada topic Hukum-Hukum Dasar Kimia. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Roestiyah, N.K. (2008). Stategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ross. L.W. (1985). The Evolution of the Relationship Between Reflective Inquiry

and Social Studies Education: Implication for the Future. Chicago: Ohio

State University.

Rusche, S.N and Jason K. (2011). “You have to absorb Yourself in it”: Using Inquiry and Reflection to Promote Student Learning and Self Knowladge. Dalam Amerian Sociology Asociation. Vol 39 (4).

Tersedia:

http://ts.sagepub.com [25 April 2012]

Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Bandung: Mulia Mandiri Pers.

Rutherford, F. James and Ahlgen, Andrew. (1990). Science for All Americans, USA. Oxford University Press.

Sanjaya, Wina. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Santrock, John W. (2007). Psikologi Pendidikan edisi kedua. Jakarta: Prenada Media Group.

Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito.

Sudjana, N. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.

Suparno paul. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik &


(52)

Torrance, E.P. (1990) Thingking Creatively with Words Manual. Bensevile IL: Scholastic Testing Service, Inc.

Tapilouw, S. Fransiska. (1997). Kreativitas Berpikir Anak Usia Sekolah Dasar

dalam Memecahkan Masalah-Masalah IPA. Disertasi Doktor pada FPS

IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Towndrow, P.A. et al. ( 2008). Promoting Inquiry Through Science Reflective Journal Writing. Dalam Eurasia Journal of Mathematics, Science &

Technologi Education.Vol 4(3). 5 halaman.

Tersedia:


(1)

127

pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak dan mengarahkan siswa untuk berlatih secara mandiri.

4. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, implementasi pembelajaran

inkuiri reflektif dapat dilaksanakan secara optimal pada siswa yang telah terbiasa menerapkan pembelajaran inkuiri.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. dan Kratwohl, D.R. (Eds). (2001). Abridged Education a

Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing (A Revision of Bloom’s

Taxonomy of Educational Objective). New York: longman, Inc.

Ansari, I.B dan Yamin,M. (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan

Individual siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.

Arends R.I. (2008). Learning to Teach edisi 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brady, J.E. (2003). Kimia Universitas Asas dan Struktur Jilid Satu. Tangerang:

Bina Rupa Aksara.

Chang. (2005). Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Jakarta: Erlangga.

Creswell, J.W and Clark, P.V. (2007). Designing and Conducting Mixed Methods

Research. London: Sage Publication.

Costa,A. (1988). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thingking. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development. Dahar R.W.,(1996). Teori- teori Belajar. Bandung: Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Permen Diknas No. 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Getliffe K.A. (1996). An Examanition of The Use of Reflective Practice within the Contect of Clinical Supervision. Dalam Journal of Advance Nursing. Vol 27. 4 halaman.

Guthrie, L. (2010). Reflective Pedagogy: Making Meaning in Experiential Based Online Courses. Florida State University Holly McCracken, University of Illinois at Springfiel . Dalam The Journal of Educators Online, Vol 7 (2). 21 halaman.


(3)

129

Hake,R,R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Indiana: Indiana University. Hake, R. (1999). Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A

six-thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses. Dalam Journal American Association of Physics Teacher. Vol 66 (1). 10 halaman.

Hamruni. (2011). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.

Hofstein, Avi and Lunetta. Vincent N. (1982). The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research. Dalam Review of Educational

Research. Vol 52 (2). 7 halaman.

Iriani. (2009). Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Berbasis Teknologi

Informasi pada Konsep Laju Reaksi untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kreatif Siswa SMU, Tesis UPI Bandung:

Tidak diterbitkan.

Ibrahim,M. (2007). Pembelajaran Inkuiri (online). Tersedia :

http://org/index.php?option=com_frontpage&itemid=28 [14februari 2012] Jauhar,M. (2011). Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai

Konstruktivistik sebuah Pengembangan Pembelajaran Berbasis (CTL).

Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Kim et al. (2010). Application of Critical Reflective Inquiry in Nursing Education. Dalam Handbook of Reflection and Reflective Inquiry:

Mapping a Way of 159 Knowing for Professional Reflective Inquiry,

Springer Science-Business Media, LLC.

Lie, Anita. (2010). Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Liliasari. (1996). Beberapa Pola Berpikir dalam Pembentukan Pengetahuan

Kimia oleh Siswa SMA . Disertasi IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Liona. (2010). Hand Book of Reflection and Reflective Inquiry. New York: Springer.


(4)

Loo dan Thorpe. (2002). Using Reflective Learning Journal to Improve Individual and Team Performance. Dalam An internatioanal Journal. Vol 8 (5). 6 halaman.

Tersedia:

http://www.emeraldinsight.com/researchregisters [12 oktober 2012] Matlin, W.M. (2003). Cognition Fifth Edition. USA: John Wiley & Sons. Inc. McBride, J.W. et al. (2004). Using an inquiry approach to teach science to

secondary school science teachers. IOP Publishing LTD.Dalam Physics

Education [Online], Vol 39 (5), 6 halaman.

Tersedia:

www.iop.org/journals/physed [14 september 2012]

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Grains in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostice Pretest Scores. Dalam American Journal Physics,Vol 70 (12), 27 halaman.

National Research Council. (1996). The National Science Education Standards. Washington, D.C.: National Academy Press.

National Science Teacher Assosiation. (2007). Science as Inquiry in the

Secondary Setting. Arlington Virginia: NSTA Press. Puskur. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. Pullaila, A. (2007) Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan

Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA pada Materi Suhu dan Kalor. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Richards. C.J. (1990). Towords Reflective Teaching The Teacher Trainer. Back articles. Dalam Teacher trainer. 5 halaman.

Tersedia:


(5)

131

Ridwan Iwan. (2006). Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan

Keterampilan Berpikir Kritis siswa SMA pada topic Hukum-Hukum Dasar Kimia. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Roestiyah, N.K. (2008). Stategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ross. L.W. (1985). The Evolution of the Relationship Between Reflective Inquiry

and Social Studies Education: Implication for the Future. Chicago: Ohio

State University.

Rusche, S.N and Jason K. (2011). “You have to absorb Yourself in it”: Using Inquiry and Reflection to Promote Student Learning and Self Knowladge. Dalam Amerian Sociology Asociation. Vol 39 (4).

Tersedia:

http://ts.sagepub.com [25 April 2012]

Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Bandung: Mulia Mandiri Pers.

Rutherford, F. James and Ahlgen, Andrew. (1990). Science for All Americans, USA. Oxford University Press.

Sanjaya, Wina. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Santrock, John W. (2007). Psikologi Pendidikan edisi kedua. Jakarta: Prenada Media Group.

Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito.

Sudjana, N. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.

Suparno paul. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik &


(6)

Torrance, E.P. (1990) Thingking Creatively with Words Manual. Bensevile IL: Scholastic Testing Service, Inc.

Tapilouw, S. Fransiska. (1997). Kreativitas Berpikir Anak Usia Sekolah Dasar

dalam Memecahkan Masalah-Masalah IPA. Disertasi Doktor pada FPS

IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Towndrow, P.A. et al. ( 2008). Promoting Inquiry Through Science Reflective Journal Writing. Dalam Eurasia Journal of Mathematics, Science &

Technologi Education.Vol 4(3). 5 halaman.

Tersedia:


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI ABDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA PADA MATERI DINAMIKA.

0 4 36

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA.

0 0 41

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI BEBAS YANG DIMODIFIKASI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FLUIDA STATIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA.

18 67 43

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMP.

0 0 34

PENGGUNAAN LKS (LEMBAR KERJA SISWA) TERBUKA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP, KETERAMPILAN PROSES SAINS (KPS) DAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA PADA KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN.

0 2 47

PENGGUNAAN MULTIMEDIA INTERAKTIF (MMI) DALAM PROSES PEMBELAJARAN MATERI TEORI KINETIK GAS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA.

2 5 44

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA.

0 1 21

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI PADA KONSEP LAJU REAKSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMU.

1 1 40

Keefektifan Pembelajaran Fisika Berbasis Kerja Laboratorium dengan Metode Eksperimen Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep, Keterampilan Proses, dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA.

0 0 1

PROFIL BERPIKIR KRITIS SISWA SMA DALAM M

0 1 19