Konsep cinta tanah air perspektif aththahthawi dan relevansinya dengan pendidikan di Indonesia

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk

Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) Jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1)

Oleh

BAHIYYAH SOLIHAH

1110011000138

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk

Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) Jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1)

Oleh

BAHIYYAH SOLIHAH 1110011000138

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

SURAT PERNYATAAN KARYA

ILMIA}I

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

NIM Jurusan Alamat

Bahiyyah Solihah

1 I 1001 1000138

Pendidikan Agamalslam

Kp. Joglo. Rt 004 Rw 005 Desa Cisarua Kabupaten Bogor Indonesia

Cibeureum Kecamatan

Propinsi

Jawa Barat

Jakarta, 16 Maret 2015 Yang Menyatakan MEN-YATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Konsep cinta

Tanah

Air

perspektif Ath-Thahthawi Dan Reievansinya dengan Penaioitran cii

rndonesia adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama

Pembimbing :

prof. Dr. H. Ahmad

Syafi,i Noor

NIP

:

194709021967121001

Jurusan/Program

Studi

:

pendidikan Agama Islam Demikian surat pernyataan

ini

saya buat

dengan sesungguhn

ya

dan saya siap

ffH;:"

segara konsekuensi apabira terbukti uanwa skripsi ini bukan hasir kurya


(4)

Relevansinya dengan Pendidikan

di

Indonesia disusun oleh Bahiyyah Solihah, NIM. 1 110011000138, Jurusan Pendidikan Agama lslarn, Fakuttas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fahrltas.

Jakafta,16 Maret 2015

Prof. Dr. H. Ahmad Syafi'i Noor NIP. 19470902 196712

I

00t

ill


(5)

Agama Islam, diajukan kepada Fakultas IImu

Tarbiyah dan

r"grryuo, UIN

syarif Hidayatulrah Jakarta dan telah dinyatakan lurus dalam

uji",';;"n.l.n

pada tanggal 31 Maret

2015

di

hadapan dewan penguji.

Karena

itu,

penulis berhak memperoreh gerar Sarl'ana Pendidikan Isram (s. p;.

I

au'u- biddng pendidikan Agama Isram. Panitia Ujian

Munaqasah

Tanggal Ketua Panitia (Ketua Jurusan/program Studi)

Jakafta,l0 April2015

Tanda Tangan

S ekretaris (S ekretaris Jurusan/prodi)

Marhamah Saleh. Lc. MA. NiP. 19720313 200801 2010 Penguji

I

lviuhammad Zuhdi" A,I. Ed. p.hD NIP. 19720704 19978

I

0a2 Penguji II

NIP. 196s0s15 199403

I

006

(eo1 _tC

%/,r

Yly_(:l

Mengetahui: Dekan Fakultas

Prof. Dr. Ahm NIP. 19550421


(6)

v

Kata Kunci: Cinta Tanah Air, Ath- Thahthawi

Seiring dengan zaman yang semakin maju dan modern, sebuah rasa yang tercipta pada seorang diri terutama sebuah perasaan peduli terhadap tempat dimana ia dilahirkan semakin hari semakin patut dipertanyakan. Sikap dan perilaku yang mencerminkan perasaan cinta terhadap tanah airnya semakin tidak terlihat lagi. Cinta Tanah Air merupakan pengalaman dan wujud dari sila Persatuan Indonesia yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di keluarga, sekolah dan masyarakat. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara, syarat-syarat pembelaan negara diatur dalam Undang-undang. Kesadaran cinta tanah air itu pada hakikatnya berbakti kepada negara dan kesediaan berkorban membela negara.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif artinya penelitian ini menggunakan data informasi yang diperoleh dari kepustakaan. Dan metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif-analitif. Kemudian pada teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumentasi dan mempelajari karya ilmiah yang dikarang oleh Ath-Thahthawi sebagai objek yang diteliti.

Dalam konsep cinta tanah airnya, Ath-Thahthawi menyebutkan agar kiranya sebagai penduduk yang baik dapat mempertahankan negaranya dan membela negaranya bahkan mempertaruhkan nyawanya. Cinta tanah air tidak hanya diwujudkan untuk merebut kemerdekaan dari penjajah saja. Cinta tanah air pula harus diwujudkan untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut. Konsep tersebut relevan dengan sistem pendidikan di Indonesia yang mana pada kurikulum dan tujuan pendidikannya mencantumkan konsep cinta tanah air sebagai materi pelajaran dan juga sebagai harapan agar bangsa Indonesia dapat menanamkan kembali rasa cinta terhadap tanah air. Hal itu diwujudkan semata-mata untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan untuk mengharumkan nama Indonesia di matadunia.


(7)

vi

Keywords: nationalism, Ath-Thahthawi

A long with the era which is more proggessive and modern, a sense that is created into oneself especially sense of caring about a place where he was born there should be being asked day by day. Bearing and behavior which reflect the sense of nationalismare more disappear. Nationalism is an experience and a

manifestation of sila “The Unity of Indonesia (Persatuan Indonesia)” which is able to be manifested on daily life in family, school and society. Every civil society has the right and must join in defence the state, the requirements of defence the state are managed in constitution. The counciousness of nationalism actually is being loyal to the nation and being ready for sacrificing to provide it.

This research is a qualitative research, it means that this research uses

information data which is taken from literature. And method that’s used in this

research is descriptive-analytive. Then for technique of accumulation data is used by documentation study and studying from scientific paper that is composed by Ath-Thahthawi as object that is being researched.

In his nationalism concept, Ath-Thahthawi mentioned that as a good civil society should be able to defend their state and provide it even venture their soul. The nationalism is not only manifested by taking freedom from the colonialist, but also by defending that freedom. Its concept is relevant with educational system in Indonesia which its curriculum and educational destination included nationalism concept as a subject and also as prospects in order to the nation can reimpart sense of loving the country for defending Indonesia as freedom and making fragrant it in the eyes of the world.


(8)

vii

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt sebagai Sang Maha Pencipta, Penata dan Pemelihara alam semesta yang masih memberi hidayah dan inayah-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Konsep Cinta Tanah Air perspektif Ath-Thahthawi dan Relevansinya dengan Pendidikan di Indonesia”. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, karena dengan perjuangannyalah sinar Islam dapat menerangi peradaban dunia.

Adapun tujuan dari penulisan Skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat dalam mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa kemampuan penulis dalam menulis skripsi ini sangatlah terbatas. Walaupun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menutupi kesalahan dan kekurangan dalam menyempurnakan skripsi ini, sehingga kemudian penulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, masyarakat dan pengembangan ilmu pendidikan pada umumnya.

Sejak awal penulisan hingga tersusunnya skripsi ini, skripsi ini mungkin tidak akan terselesaikan tanpa adanya dukungan, dorongan dan partisipasi dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk menghaturkan rasa hormat, penghargaan dan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

viii

memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.

3. Zaimudin, MA. sebagai Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing dan memberikan nasehat dari awal masuk ke dalam dunia perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi ini.

4. Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’I Noor, sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktunya serta memberikan perhatian, arahan dan bimbingan kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Perpustakaan Utama

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Iman jama Lebak Bulus, Perpustakaan Islamic Centre Pejaten, Perpustakaan Darus-Sunnah International Institute For Hadith Science, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta untuk buku-buku referensi beserta tempat yang selalu tersedia.

6. Teruntuk yang teristimewa dan tersayang Ayahanda Munawar dan Ibunda

Iis Islahiyah, Adikku Kamaludin Cahya Kusuma, Najiyyah Sya’bani,

Farhanah Fuadiyyah dan Abdul Aziz, beserta kakak-kakak sepupuku Dida Farida S. Si Lc, Iwan Tyo, Shofwan Kemal Lc, Erwin Dwi Nugroho dan semua keluarga besarku yang dengan limpahan kasih dan kesabarannya yang tak terbatas, memberi dorongan dan sokongan serta menyalakan api semangat dalam jiwa penulis sehingga tulisan ini pun dapat terselesaikan. 7. Teruntuk yang teristimewa pula sebagai orang tua kedua penulis Prof. KH.

Ali Musthafa Yaqub, MA., yang dengan limpahan kasih beliau selalu senantiasa mengajarkan dan membimbing penulis agar selalu istiqamah dalam melaksanakan segala amal kebaikan terutama dalam menuntut ilmu. 8. Sahabat-sahabatku El-Bieya (Hayatun Nufus, Nur Fatimah, Eka Efrianti S. Pd. I dan Nur Annisa S. Pd. I), ka Syifa Ghalbe S. Pd. I Lc, Yeni Muspiroh S. E. Sy, Ainul-Rochmah, Neneng Maghfiroh, Amalia S. Pd. I, Fikri


(10)

ix

10.Keluarga besar Dhe Community angkatan 2010 PAI, You are my Everything.

11.Keluarga besar Forum Silaturrahim angkatan 13 (Fushilat) di Darus-Sunnah International institute for Hadith Sciences, terima kasih atas motivasi yang kalian berikan.

12.Teman sekamarku Ka Saidah Sholihah S. Sy Lc, Sartika, Deza Emira, Mardiah, Siti Masyitoh, Sinta, Syarifah Alawiyah dan Hafidhah, yang selalu memberikan semangat dan mendengarkan segala keluh kesahku. 13.Keluarga besar rayon PMII di PAI, terutama Seniorku ka Ahmad Fiqri

el-Qureshi S. Pd. I (Ka Cucur), Ka Yudi S. Pd. I, Ka Hamdillah S. Pd. I (ka Thile), Ka Ali Mudasir S. Pd. I, Ka Lutfi Kamil Mauln S. Pd. I (ka Igo), Ka Haris S. Pd. I dan kakak-kakak yang lain serta adik-adik yang telah setia menjawab pertanyaan-pertanyaan saat penulis mengalami kesulitan. 14.Semua pihak yang telah berpartisipasi yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu, yang telah memberikan segala bentuk bantuan.

Semoga amal baiknya mendapat balasan kebaikan yang berlimpah dari Allah SWT. Amin Ya Rabb al’Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 16 maret 2015

Penulis Bahiyyah Solihah


(11)

x

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 11

3. Pembatasan dan Perumusan masalah ... 12

4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 12

BAB II Kajian Teori A. Cinta Tanah Air ... 14

1. Pengertian Cinta ... 14

2. Pengertian Tanah Air ... 15

3. Pengertian Cinta Tanah Air ... 17

B. Sistem Pendidikan di Indonesia ... 26

1. Pengertian Pendidikan ... 26

2. Tujuan Pendidikan ... 28

3. Kurikulum Pendidikan ... 31

BAB III Metodologi Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

2. Metodologi Penelitian ... 33

3. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 35

4. Pengecekan Keabsahan Data... 36

5. Teknik Analisis Data ... 36


(12)

xi

1. Riwayat Hidup Ath-Thahthawi ... 38

2. Latar Belakang Pendidikan Ath-Thahthawi ... 41

3. Guru-guru Ath-Thahthawi ... 42

4. Karya-karya Ath-Thahthawi ... 43

B. Pembahasan 1. Konsep Cinta Tanah Air sebagai Tujuan Pendidikan Islam perspektif Ath-Thahthawi ... 46

2. Relevansi pemikiran Cinta Tanah Air perspektif Ath-Thahthawi dengan Pendidikan di Indonesia... 56

BAB V Kesimpulan, Implikasi Dan Saran A. Kesimpulan ... 59

B. Implikasi ... 59

C. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Melihat pada realita yang ada sekarang ini di bumi kita Indonesia, banyak sekali problematika-problematika yang muncul ke dataran publik baik dari segi politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan masih banyak lagi. Berkaca pada beberapa permasalahan yang timbul di Indonesia ini, seperti:

Terdapat banyak kasus yang terjadi dalam beberapa dasa warsa terakhir ini, hal ini menyadarkan semua pihak bahwa ada sesuatu yang kurang beres dalam dunia pendidikan secara keseluruhan misalnya gejala penyalahgunaan obat terlarang, pergaulan bebas, tawuran pelajar dan bahkan tawuran antar kelompok masyarakat yang dirasakan sangat mengkhawatirkan ketenangan hidup masyarakat dan bahkan lebih jauh dikhawatirkan dapat menjadikan bangsa Indonesia makin terpuruk dalam berbagai sisi kehidupan.1

Selain permasalahan yang ada pada pendidikan di Indonesia ini, terdapat pula permasalahan di bidang lain yaitu ekonomi, persoalan yang juga akut menyangkut ekonomi ini seperti permasalahan pada pengembangan usaha kecil dan menengah. Karena keadaan mereka yang miskin, ketidakpastian dan resiko yang tinggi menyebabkan mereka menjadi terasingkan dari sumber-sumber modal, keahlian, informasi dan peluang bisnis. Oleh karenanya, perekonomian Indonesia tidak akan maju dengan keadaan masyarakat yang masih jauh tertinggal dengan negara lain baik dari segi pengetahuan mengenai perekonomiaannya ataupun strategi yang dipakainya.2

Sepertinya permasalahan mengenai ekonomi ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap permasalahan ekonomi yang bisa menghasilkan keuntungan untuk sendiri maupun untuk pemerintah sebagai kontribusi yang diberikan kepada tanah air serta kurangnya strategi yang

1

A. Qodri Azizy, Membangun Integritas Bangsa, (Jakarta: Renaisan, 2004), h. 69

2


(14)

digunakan dalam menjalankan usaha tersebut sehingga hasilnya pun tidak seperti apa yang diharapkan.

Dari segi politik, seorang warga negara berkewajiban untuk mengangkat seorang pemimpin untuk mengatur jalannya organisasi dalam pemerintahan. Badri Khaeruman mengambil contoh yaitu pada pemilu Presiden putaran ke-2 yang dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004 beberapa tahun yang lalu. Peran dan suara umat Islam khususnya, dan rakyat Indonesia pada umumnya dapat menentukan pilihan pemimpin yang ideal atau yang mendekatinya. Jika tidak ada calon yang ideal atau yang mendekatinya,

maka memilih untuk “tidak memilih” dari calon yang tersedia menjadi pilihan yang terbaik, atau istilah yang lebih dikenal pada masa ini yaitu “golput”.

Ketika hal tersebut dibiarkan, maka sama saja kita membiarkan atau memberi kesempatan kepada orang yang bermaksud tidak baik untuk memanfaatkannya. Pada pemilihan umum Presiden ini, masyarakat punya andil yang sangat besar dalam menentukan seorang pemimpin yang akan memimpin negara menuju sebuah perbaikan. Namun sayangnya hal ini tidak dijadikan ajang sebuah kesempatan sebagai suatu sikap yang menunjukkan sebuah kontribusi yang dilakukan masyarakat untuk tanah air mereka dalam menentukan seorang pemimpin bangsa ini.3

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan berdasarkan ambang batas konsumsi minimal, 14 % rakyat Indonesia masih tergolong miskin. Jumlah tersebut justru akan meningkat tajam jika ambang batas tersebut dinaikkan. Kemiskinan merupakan bukti kegagalan pemerintah dalam menyejahterakan rakyat yang juga merupakan masalah yang sangat mendasar dalam kehidupan kebangsaan Indonesia, dan menjadi salah satu dari 18 butir kekecewaan tokoh-tokoh agama yang kemudian dikenal sebagai 18 bentuk “kebohongan” pemerintah. Kemiskinan juga berpotensi menggiring bangsa Indonesia menjadi bangsa pekerja atau menjadi kuli bagi bangsa-bangsa lain sebagaimana sangat dicemaskan oleh Bung Karno.4

3

Badri Khaeruman, dkk. Islam dan Demokrasi Mengungkap Fenomena Golput sebagai Alternatif Partisipasi Politik Umat, (Jakarta: Nimas Multima, 2004), h.11

4

M. Azzam Manan dan Thung Ju Lan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya Indonesia: Sebuah Pengantar, (Jakarta: LIPI, 2011), h.1


(15)

Kemiskinan, korupsi, lemahnya ketahanan budaya dan juga konflik antar-etnik dan konflik yang mengatasnamakan agama yang marak terjadi di era reformasi merupakan tantangan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kadar nasionalisme atau cinta tanah air Indonesia di kalangan rakyatnya. Keterpurukan Indonesia sebagai bangsa dan negara telah

menyebabkan sebagian warga merasa “malu menjadi orang Indonesia”.5 Dan masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang dihadapi Indonesia selain yang tersebut di atas. Azzam Manan mengutip berita dari di Harian Kompas tanggal 3 Juni 2010, Riwanto Tirtosudarmo menyatakan:

Bahwa sekitar 2.000 warga di kabupaten Sanggau dan Bangka yang yang tinggal di perbatasan Kalimantan Barat-Sarawak memilih berganti kewarganegaraan menjadi warga Negara Malaysia. Perpindahan ini diawali dengan tindakan warga yang berimigrasi ke Sarawak untuk mencari peruntungan dan penghidupan yang lebih layak membuktikan bahwa kemiskinan dapat menjadi faktor yang sangat kuat untuk

merontokkan “Nasionalisme Indonesia” warga.6

69 tahun atau sekitar lebih dari enam dekade lamanya Indonesia menjadi negara yang merdeka. Namun, dengan usia kemerdekaan yang panjang ini nasionalisme atau rasa cinta terhadap tanah air Indonesia yang menjadi modal penggerak menuju kemerdekaan sampai saat ini masih belum terbangun dengan kokoh. Tantangan yang dihadapi Indonesia dari waktu ke waktu semakin kuat dan komplek.

Perkembangan zaman selalu membawa dampak dalam kehidupan sosial manusia. Dampak itu dapat berrpengaruh pada pembentukan karakter manusia itu sendiri sehingga setiap perubahan zaman pasti diiringi dengan perubahan karakter manusianya.

Sebagai warga negara Indonesia dan sebagai generasi penerus bangsa, patutlah kita mewujudkan sikap dan tingkah laku yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat dan menghindari penyimpangan-penyimpangan sosial yang dapat merusak norma-norma dan nilai-nilai kebudayaan Indonesia karena penyimpangan-penyimpangan bukan hanya merugikan diri sendiri tapi

5

Ibid., h.2

6


(16)

juga dapat merugikan masyarakat bahkan negara, serta mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan dan norma-normanya.

Kita tidak akan merasakan udara segar seperti sekarang ini apabila negara kita masih diperbudak dan dijajah oleh bangsa lain yang ingin menguasai negara kita. Bersyukurlah karena orang-orang terdahulu, para pahlawan dengan segenap jiwa raga sampai mempertaruhkan nyawa mereka untuk melawan, membela, mempertahankan serta merebut kembali kekuasaan dari tangan para penjajah.

Menurut Doni Koesoema, “Tidak ada sebuah bangsa yang bertanggung jawab jika tidak memiliki kemerdekaan, dan tidak ada kemerdekaan jika dalam mentalitas bangsa tidak ada semangat merdeka atau kemauan merdeka. Oleh karenanya karakter bangsa tidak akan terwujud jika prasyarat pokoknya yaitu kemerdekaan, tidak ada”.7

Dalizar Putra menambahkan, “Hidup tanpa kemerdekaan dan keamanan sama artinya dengan pembunuhan perlahan-lahan, disebabkan tidak dapatnya dia mengembangkan kehidupannya”.8

Sebagai bangsa yang telah mencapai kemerdekaan, Pancasila tercipta sebagai dasar dan ideologi negara yang akan menuntun kita untuk bersikap dan berprilaku layaknya warga negara yang baik. Pancasila mengandung dasar dari cita-cita Indonesia merdeka. Kemerdekaan sebagai hasil perjuangan bangsa Indonesia dengan persatuan, haruslah dijaga kelangsungannya. Untuk itu Indonesia merdeka haruslah mempunyai dasar, sebuah dasar yang diatasnya akan dibangun negara semua untuk satu, dan satu untuk semua.9 Pancasila sendiri mengandung nilai-nilai luhur yang harus tertanam pada diri seseorang sebagai warga negara yaitu nilai agama, nilai budaya, nilai pendidikan dan nilai kebangsaan atau nasionalisme.

7

Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi mendidik anak di Zaman Global, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 47

8

Dalizar Putra, HAM Hak Asasi Manusia menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Al- Husna Zikra, 1995), h. 48

9

Depdikbud, Tokoh-tokoh pemikir paham kebangsaan Ir. H. Soekarno dan KH. Ahmad Dahlan, (Jakarta: CV Ilham Bangun Karya, 1999), h. 56


(17)

Semangat juang yang tinggi, patriotisme dan nasionalisme yang tertanam pada diri mereka sebagai pahlawan Indonesia harus dijadikan acuan atau tolak ukur bagi kita sebagai penerus bangsa untuk memajukan dan mengembangkan bangsa kita menjadi negara yang unggul dalam segala bidang baik ekonomi, pendidikan dan bidang lainnya. Semangat nasionalisme sekarang ini semakin menurun. Itu terlihat dari sikap dan perilaku para elit, termasuk juga masyarakatnya yang tidak pernah rukun. Selalu ribut dalam perbedaan, khilafiyah. Segala sesuatu selalu dipolitisir dan dihubung-hubungkan, yang akhirnya hanya saling menyalahkan. Sarana untuk membangkitkan semangat nasionalisme atau cinta tanah air, dapat dilakukan dengan senantiasa memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan bernegara dalam kehidupan bermasyarakat yaitu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Ina Kusuma Aryani mengatakan:

Berkaitan dengan pendidikan sebagai alat untuk membangun masyarakat, masa depan, serta kepentingan pembangunan bangsa dan Negara, bangsa Indonesia telah memiliki pandangan hidup yang dianut sebagai filosofi bangsa dan dinamika sistem nilai atau budaya, yang menjadi falsafah kenegaraan dan bagian dari falsafah politik, lebih luas lagi mengenai sifat hakiki, asal mula, dan nilai dari Negara yaitu Pancasila.10

Melihat serta menganalisa secara seksama kondisi kekinian remaja atau anak-anak masa kini, rasa sikap kepedulian dan cinta terhadap tanah air itu mungkin jika diberi nilai akan mendapatkan nilai nol. Karena sikap mereka terhadap Pancasila sendiri sebagai dasar negara, jangankan hafal sila-silanya apalagi untuk mengamalkannya. Sungguh ironis ketika sikap bangsanya acuh tak acuh seperti itu, bagaimana bangsa akan berkembang apabila calon penerus bangsa memiliki sikap tersebut. Paling tidak dengan mengetahui nilai-nilai luhur yang terkandung pada diri pancasila, mereka bisa mencintai tanah air ini.

10

Ine Kusuma Aryani dan Markum Susatim, Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Nilai, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.35


(18)

Cinta tanah air merupakan salah satu hal utama dalam membentuk sebuah karakter warga negara, kemudian rasa memiliki, rasa menjaga, rasa melestarikan, rasa ingin memajukan akan tumbuh dengan bermula dari sikap cinta tersebut. Dengan sikap cinta itu pula keadaan negara akan menjadi lebih baik. Sebagai seorang warga negara wajib baginya untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air tersebut karena di tanah air itulah tempat ia berpijak baik secara kultural maupun historis. Oleh karenanya, patutlah kita sebagai warga negara untuk mengabdikan diri kepada negara kita sendiri bermula dengan menanamkan sikap cinta tanah air. Bukan hanya diungkapkan secara verbal dalam bentuk kata-kata saja, akan tetapi diwujudkan dalam upaya memperbaiki tatanan kehidupan bangsa.

Mukhlas Samani dan haryanto mengatakan, “Cinta tanah air adalah cinta dan penuh pengabdian kepada negaranya dan peduli terhadap pertahanannya, rela berkorban demi keutuhan negara”.11 Menurut Akhmad

Muhaimin Azzel, “Salah satu tanda bahwa seseorang telah mempunyai sikap cinta terhadap tanah air adalah bisa menghargai karya seni dan budaya nasional yang ada di Indonesia”. 12 Seseorang yang bisa menghargai karya seni dan budaya biasanya mempunyai sikap bisa menghargai karya orang lain, mempunyai kesabaran dalam berproses, juga mempunyai kebijaksanaan dalam hidup. Hal tersebut bisa menumbuhkan rasa cinta seseorang terhadap bangsa dan negeri sendiri. Dengan demikian, akan tumbuh pula rasa nasionalisme.

Tidak akan berdiri sendiri sebuah negara dengan utuh tanpa adanya warga negara, dan tidak pula warga negara berdiri sendiri karena negara merupakan tempat dimana ia terlahir dan berpijak. Jadi, antara negara dan warga negara itu saling membutuhkan dan saling melengkapi.

Menurut Erwin, “Salah satu upaya untuk membangun nasionalisme sebagai kesempurnaan yang ada pada suatu negara yaitu melalui sarana pendidikan dengan cara memprogramkan pendidikan kewarganegaraan di

11

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 127

12

Akhmad Muhaimin Azzel, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 75


(19)

lembaga-lembaga pendidikan”.13 Dan akhmad Muhaimin Azzel menambahkan, “Di sinilah sesungguhnya pendidikan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat penting untuk membangun karakter bangsa agar bisa menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia”.14

Cinta kepada tanah air sama halnya dengan cinta antar sesama manusia. Cinta seseorang kepada sesama juga merupakan wujud rasa cinta kepada Allah. Saling menasihati, saling bersilaturahim, saling mengunjungi dan saling memberi menunjukkan adanya saling mencintai. Kalau saja tidak ada cinta diantara keduanya maka tidak akan ada saling menyambung, bersilaturahim, menasihati, mengunjungi maupun memberi. Banyak bentuk kesenangan dan kenikmatan duniawi yang diperkenankan dan merupakan sumber pahala.

Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, termasuk di dalamnya terdapat nilai-nilai kemanusiaan yang ditujukan untuk bangsa. Pentingnya mencintai tanah air didasarkan pada sebuah peristiwa terkenal saat Nabi saw diusir keluar dari Makkah. Saat

hendak meninggalkan Makkah, beliau menghadap ke arah Ka’bah seraya berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah tanah Allah yang paling Dia cintai, lembah terbaik yang ada di atas muka bumi dan yang paling dicintai oeh Allah. Seandainya penduduk tidak

mengusirku, aku pasti takkan pernah meninggalkanmu.”15

Memang benar saat ini Indonesia sudah merdeka dari para penjajah, akan tetapi Indonesia hanya merdeka dalam bentuk fisik saja, sedangkan dalam bentuk moral Indonesia belum merdeka.

13

Muhamad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h.1

14

Azzel,op. cit., h. 74

15

Said Ismail Ali, Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), h. 281


(20)

Pada era globalisasi ini, rasa cinta terhadap tanah air masih sangat dibutuhkan. Kenapa? karena walaupun negara kita sudah merdeka dari penjajahan, kita masih memiliki kewajiban untuk menjaga kemerdekaan tersebut, kita harus menjaga keutuhan bangsa ini yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan. Memiliki rasa cinta terhadap tanah air itu tidak serta merta dimiliki saat hendak menghadapi penjajah yang menjajah negara kita. Karena penjajahan itu tidak hanya berbentuk fisik, akan tetapi dapat terjadi pula dengan bentuk penjajahan terhadap moral suatu bangsa. Maraknya teknologi yang semakin canggih membuat sikap dan prilaku masyarakat menjadi acuh terhadap keadaan di sekitar. Mereka cenderung beraktifitas secara individual. Penyalahgunaan teknologi yang tidak dimanfaatkan dengan baik dapat berakibat buruk terhadap generasi muda khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Karena hal tersebut dapat membunuh kreatifitas mereka yang mana mereka lebih senang memainkan teknologi yang mereka miliki dibanding berkarya untuk mengharumkan bangsa. Padahal seharusnya semua masyarakat Indonesia bekerja sama dengan negaranya agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain yang ada di dunia, mendapat prestasi di mata dunia serta dapat mengharumkan nama baik Indonesia.

Dalam hal ini pemerintah seharusnya berperan aktif dalam mengatur alur informasi mengenai hadirnya kemajuan teknologi ini, sehingga dengan kemajuan teknologi ini tidak menjadikan masyarakat Indonesia menjadi konsumtif, melainkan mereka dapat berperan aktif dalam berinovasi dengannya.

Pada masa sekarang ini, masyarakat Indonesia lebih cenderung mempermasalahkan kepentingannya sendiri, kepentingan kelompoknya, ataupun kepentingan para elit partai yang mengusung mereka, padahal hal tersebut dapat merugikan atau tidak memberikan manfaat bagi orang lain yang ada di sekitarnya.

Perwujudan rasa cinta tanah air tidak hanya bagi warga negara Indonesia kepada negara Indonesia, akan tetapi sebagai warga negara di negara mana pun itu kita harus memiliki rasa cinta tanah air, misalnya Mesir.


(21)

Pada abad ke 19, seorang tokoh Mesir bernama Ath-Thahthawi yang merupakan salah seorang tokoh pembaharu di bidang pendidikan membawa pembaharuan terhadap pendidikan di Mesir pada waktu itu, bahkan dikenal pula sebagai pioner pertama pembaharu pendidikan. Beliau merumuskan sebuah konsep pendidikan yang menjelaskan gagasan beliau mengenai pendidikan. Beliau berpendapat bahwasannya tujuan pendidikan itu adalah untuk pembentukan kepribadian, tidak hanya untuk kecerdasan. Lebih dari pada itu, tujuan pendidikan juga berupaya menanamkan rasa patriotisme (hubb al-wathan). Patriotisme merupakan dasar utama yang membawa seseorang untuk membangun masyarakat maju. Wacana patriotisme yang dimaksudkan Ath-Thahthawi adalah cinta pada tanah tumpah darah yaitu Mesir, bukan seluruh dunia Islam. Pemikiran Ath-Thahthawi tentang tujuan pendidikan tidak jauh berbeda dengan pemikiran yang berada di Indonesia, bahwasannya pendidikan itu tidak hanya untuk menambah pengetahuan akan tetapi ditunjukkan pula untuk kepentingan bangsa.

Sebelum pemikiran mengenai konsep cinta tanah air ini berkembang, Mesir pada saat itu dalam bernegara masih dilandasi oleh sentiment-sentimen keagamaan. Titik permulaan terbukanya pandangan orang Islam terhadap dunia luar berawal dari Napoleon Bonaparte yang mendarat di Mesir. Kedatangannya itu, tidak hanya dalam rangka politik akan tetapi memperkenalkan kemajuan materi, gaya hidup dan sistem nilai barat serta ide-ide yang baru dalam pandangan masyarakat Mesir. Saat itu, Mesir dipimpin oleh Muhammad Ali Pasya.

Pada saat itu pula Ath-Thahthawi beserta rombongan dikirm ke Prancis. Sekembalinya ia ke Mesir, Dikembangkanlah suatu ide yang berhubungan dengan konsep tanah air. Yang mana pemikiran tersebut ia bawa dari Prancis untuk kemudian dikembangkan di Mesir agar Mesir mengalami kemajuan seperti Negara-negara Barat.

Salah satu pemikiran yang Ath-Thahthawi bawa dari Paris adalah pemikiran mengenai nasionalisme atau cinta tanah air Bangsa Barat yang menjadikan Negara mereka lebih maju dari bangsa lainnya. Oleh karena itu,


(22)

Ath-Thahthawi berkeinginan untuk mewujudkan hal yang serupa sebagaimana yang terdapat di Barat tersebut, karena menurutnya Mesir pun akan dapat menjadi Negara maju seperti halnya bangsa Barat dengan konsep cinta tanah air yang ia rangkai.

Yang menarik untuk diamati di sini adalah seperti apa konsep cinta tanah air Ath-Thahthawi sebagai tujuan pendidikan Islam untuk membangun bangsa Mesir saat itu. Dilihat dari kondisi kekinian bangsa yang sekarang terlihat jelas bahwasannya sikap saling menghargai, kepedulian dan cinta tanah air pada diri warga Negara Indonesia semakin menurun. Dari sinilah peneliti merasakan adanya inspirasi untuk meneliti pemikiran tokoh terdahulu yang masih relevan dengan realita pendidikan sekarang ini agar bisa dijadikan pedoman bagi para pelaksana pendidikan yang ada di lembaga pendidikan pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Mengingat bahwasannya pendidikan yang bertujuan untuk membangun sebuah bangsa masih belum terlihat jelas titik keberadaannya, terlebih lagi sikap cinta yang ditujukan untuk tanah air semakin berkurang. Hal ini sangat penting untuk digali kembali karena sikap cinta terhadap tanah air yang kian hari kian menurun.

Maka dengan latar belakang yang telah penulis ungkapkan di atas, penulis tertarik untuk menganalisa lebih jauh terkait “Bagaimana Konsep

Cinta Tanah Air sebagai Tujuan Pendidikan Islam Perspektif Ath-Thahthawi.

B. Identifikasi Masalah

Seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Sedikit pengetahuan dalam dunia pendidikan terhadap sosok Ath-Thahthawi.

2. Sedikit pengetahuan dalam dunia pendidikan Islam terhadap pemikiran Ath-Thahthawi.


(23)

3. Sedikit kesadaran masyarakat terutama pelajar tentang rasa cinta terhadap tanah airnya.

4. Sedikit pendidikan yang mengajarkan akan pendidikan karakter kebangsaan.

5. Sedikit kesadaran masyarakat mengenai peranan dirinya terhadap bangsanya.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan skripsi ini pembatasan masalah dalam karya ilmiah ini adalah “Tujuan pendidikan di sini hanya membahas mengenai konsep cinta tanah air”.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan menjadi pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana Konsep “Cinta Tanah Air” perspektif Ath-Thahthawi? b. Apa relevansinya dengan pendidikan di Indonesia?

D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan pembahasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi mengenai konsep cinta tanah air yang berada di Mesir yang bisa dijadikan suatu pandangan untuk Indonesia dalam mengambil pelajaran mengenai sikap sebagai warga Negara yang baik.

2. Untuk memberi wawasan tentang bagaimana sikap cinta tanah air yang sebenarnya.

3. Untuk menumbuhkan kembali semangat cinta terhadap tanah air sendiri di kalangan warga masyarakat.

4. Sebagai literature bagi khasanah keilmuan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.


(24)

Adapun kegunaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Bagi Almamater: Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam menambah nuansa karya ilmiah di lingkungan kampus.

2. Bagi Masyarakat: Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu sumber informasi dan untuk memberikan wawasan tentang pentingnya pembaharuan pendidikan demi tercapainya maksud dan tujuan perkembangan pendidikan terutama sikap patriotisme kita sebagai seorang warga negara.

3. Bagi penulis: Penelitian ini dijadikan sebagai ajang latihan penelitian dalam menambah wawasan dan wujud aktualisasi diri dalam mengembangkan pikiran yang ada sebagai insan akademika yang bergelut dalam dunia pendidikan serta untuk melengkapi tugas dan syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(25)

13

A. Cinta Tanah Air 1. Pengertian Cinta

Dalam konteks membangun moral bangsa, maka diperlukan nilai-nilai yang harus disepakati dan dihayati bersama. Hal ini harus digali dan dirumuskan oleh orang-orang arif dan tokoh masyarakat, yakni the founding fathers suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia sendiri, nilai-nilai tersebut terdapat dalam diri Pancasila. Nilai-nilai yang telah disepakati tersebut harus dihayati, karena dengan penghayatan nilai dapat berfungsi dalam kehidupan ini. Dan hanya dengan penghayatan pula, karakter dapat terbentuk.1

Salah satu nilai yang terdapat dalam diri Pancasila adalah sikap cinta tanah air. Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari cinta tanah air.

Disebutkan dalam Al-Qur’an kitab Cinta karya al-Buthy, perasaan cinta antara seorang laki-laki dan perempuan disebut dengan istilah mawaddah, rahmah, syaghafa, mail, dan hubb-mahabbah. Istilah-istilah tersebut menunjukkan sebuah kerumitan, kedalaman dan keragaman cinta. Cinta memang memiliki dimensi yang sangat luas dan mendalam dengan berbagai perbedaan karakteristik yang akan membawa kepada implikasi pada perbedaan tingkah laku.2

Menurut al-Buthy, “Cinta dapat diartikan ke dalam tiga karakteristik yaitu apresiatif (ta’dzim), penuh perhatian (ihtimaman) dan cinta (mahabbah). Secara lebih spesifik, bahasa Arab menyebutnya dengan 60 istilah cinta seperti ‘isyqun (menjadi asyik), hilm, gharam (asmara), wajd, syauq dan lahf. Namun, Al-Qur’an hanya menyebut 6 term”.3

Cinta merupakan bagian terpenting dari kehidupan. Cinta mengangkat setiap jiwa yang meresapinya, dan mempersiapkan jiwa

1

M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 348

2

Al-Buthy, op. cit., h. vii

3


(26)

itu untuk perjalanan menuju keabadian. Cinta adalah sebuah anugerah dari Tuhan untuk hambanya agar senantiasa selalu menjalin kasih sayang baik untuk dirinya sendiri, masyarakat ataupun bangsanya. Jiwa membaktikan hidupnya untuk tugas suci ini, yang demi tugas tersebut, ia rela mengorbankan dan memikul segala penderitaan yang paling pedih dan seperti ketika ia melafalkan cinta pada hembusan nafas terakhirnya, ia juga akan mengucapkan cinta ketika diangkat pada hari pembalasan kelak. Jika seseorang tidak memiliki cinta, maka dia belum dapat naik ke horizon kesempurnaan manusia, karena manusia penuh dengan rasa cinta. Mementingkan orang lain adalah sikap mulia yang dimiliki manusia, dan sumbernya adalah cinta. Siapapun yang memiliki cinta, maka mereka merupakan pahlawan-pahlawan cinta. Pahlawan cinta ini akan senantiasa hidup walau mereka telah tiada. Orang-orang yang membaktikan hidup untuk orang lain adalah pejuang yang gagah berani. Seperti halnya seorang ibu yang melahirkan anaknya, pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Itu semua timbul karena adanya rasa cinta.4

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwasannya cinta yang dimaksud di sini merupakan sebuah perasaan kasih, perhatian dan kepedulian yang ditujukan oleh seorang manusia untuk tanah airnya. Yang mana dengan perasaan tersebut dapat membangkitkan dirinya untuk rela mengorbankan jiwa raganya dalam mengemban tugas untuk mempertahankan tanah airnya.

2. Tanah Air

Ada beberapa istilah yang berarti tanah air, diantaranya yaitu al-wathan, al-balad dan dar. Dalam kamus mu’jam al-wasith, disebutkan:

ُنَطَولا

َدِلُو ،ُ ُؤاَمِتْنِ ِ ْيَلِاَو ،ُ ُرَقَمَو ِناَسْنِإا ِةَماَقِ ُناَكَمَوُ

ِ ِب

وَأ

ََْ

دَلْوُ ي

.

Al-wathan berarti tempat tinggal seseorang, tempat dimana ia bertumbuh dan tempat dimana ia dilahirkan.

اًدَلَ ب ِضْرَأا َنِم ُعِساَولا ُناَكَمْلا ىَمَسُيَو ٌتاَعاَََ ُ ُنِطْوَ تْسَي ُدْوُدْحَمْلا ُناَكَمْلا َوُ ُدَلَ بلا

.

4

M. Fethullah Gulen, Cinta dan Toleransi, (Tangerang: Bukindo Erakarya Publishing, 2011), h. 1-2

5Mu’jam al


(27)

Al-Balad mempunyai arti tempat yang dibatasi yang dijadikan tempat tinggal oleh sekelompok orang, atau dinamakan dengan tempat yang luas yang ada di bumi ini.

ُلِزْنَمْلاو ،َةَحاَسلاَو َءاَنِبلا ُعَمَْ ُلَحَمْلا َوُ ُراَدلا

.

Sedangkan dar berarti tempat berkumpulnya bangunan dan halaman, tempat tinggal. Makna dari ke tiga kata tersebut mempunyai satu makna yaitu tempat tinggal.

Begitu pula Muhammad Imarah yang mengutip pendapatnya Az-Zamakhsyari dalam kitab asas al-balaghah menyatakan tentang cinta

tanah air: “masing-masing orang mencintai tanah airnya, negeri asalnya

dan tempat tinggalnya”.8

Tanah tumpah darah tempat kita dilahirkan merupakan tempat yang kita cintai. Untuk mengetahui betapa besarnya rasa cinta kita terhadap tanah air kita sendiri, maka cobalah untuk merantau ke negeri orang sejenak. Walaupun kita sudah merantau jauh-jauh, pastilah kita akan terbayang tempat kelahiran kita. Dan apabila bendera bangsa-bangsa berkibar di PBB, maka bendera yang pertama kali kita cari, pasti dimana

letak bendera “Merah-Putih”. Sejak saat itulah kita mengetahui bahwa kita mempunyai rasa cinta terhadap tanah air kita sebagai tempat dimana kita dilahirkan.9

Kita percaya kepada Tuhan dan mengabdi kepada-Nya. Kita bersyukur kepada-Nya karena kita dilahirkan di atas setumpuk dunia yang indah. Tanah air adalah nikmat Ilahi. Karena di atas bumi-Nyalah kita dilahirkan dan hasil daripada bumi-Nya kita gunakan.10

Tanah air berarti negeri tempat kelahiran atau tumpah darah. Tanah air merupakan tempat kelahiran maupun tempat tinggalnya. Adapun

6

Ibid., h. 70

7

Ibid., h. 313

8

Muhammad Imarah, Perang Terminologi Islam versus Barat,(Jakarta: Rabbani Press, 1998), h. 271

9

Hamka, Pandangan Hidup Muslim(Jakarta: Bulan Bintang, 1961), h. 220

10


(28)

kata negeri (wathan) menurut istilah bahasa Arab sebagaimana

diartikan dalam “Lisan al-A’rab” oleh Ibnu Manzhur berarti tempat tinggal yang merupakan tempat bermukim manusia. Akan tetapi negeri dalam tradisi Arab lebih dikenal dengan nama diyar yang merupakan bentuk jamak dari lafadz dar yang berarti negeri atau tempat tinggal. Oleh karenanya, beredar pula ungkapan negeri Islam dengan istilah dar al-Islam. Referensi bahasa Arab tersebut tidak hanya menjelaskan pengertian wathan secara etimologis sebagai negeri akan tetapi juga menjelaskan pengertian lain yaitu fitrah rasa cinta pada negeri kelahiran seseorang, sebagaimana telah dikemukakan oleh Zamakhsyari dalam kitab asas al-balaghah bahwa

“Masing-masing orang mencintai tanah airnya, negeri asalnya dan

tempat tinggalnya”. Dan adapun menurut istilah syari’at, negeri asal

berarti ahl (warga), negeri kelahiran dan tempat tinggal.11

Pada masa Ath-Thahthawi ini terdapat perbedaan pemahaman pada makna dari lafadz al-wathan. Orang-orang muslim memahami bahwa makna dari wathan adalah tanah air tiap orang muslim. Maksudnya, Negara manapun yang berisi orang muslim maka dinamakan dengan wathan. Namun, Ath-Thahthawi mempunyai paham yang berbeda dalam memaknai istilah wathan. Menurut Ath-Thahthawi wathan adalah tanah tumpah darah seseorang bukan seluruh dunia Islam. Pengertian Ath-Thahthawi tersebut semakna dengan pengertian orang Indonesia yang menyebutkan bahwasannya tanah air itu merupakan tanah kelahiran seseorang.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dari wathan di sini adalah tempat tinggal, tempat di mana kita dilahirkan, dan tempat mengais rezeki, serta tempat kita bernaung.

3. Pengertian Cinta Tanah Air

Melihat pada rangkaian kata

نطولا بح

,

نطولا بح

merupakan sebuah kalimat yang tersusun dari dua kata yaitu hubb dan al-wathan, bila diartikan kata perkata maka arti dari kata hubb yaitu cinta, dan al-wathan yang berarti tanah air. Maka arti dari hubb al-wathan adalah cinta tanah air.

11


(29)

Seiring dengan pergeseran makna yang terjadi dari masa ke masa, pada pengertian hubb al wathan ini penulis menemukan persamaan makna dari cinta tanah air dengan nasionalisme dan patriotisme. Padahal bila ditinjau kembali mengenai makna dari ketiga bentuk kata tersebut berbeda. Di Indonesia sendiri cinta tanah air itu mempunyai arti yang berbeda dengan nasionalisme ataupun patriotisme. Cinta tanah air mempunyai makna yang umum, sedangkan nasionalisme dan patriotisme mempunyai makna yang khusus atas dasar hasil yang diperbuat. Cinta tanah air merupakan perasaan seseorang untuk mencintai tanah airnya sebagai tanah kelahirannya dan sebagai tempat ia bernaung. Nasionalisme berarti sebuah paham di mana kedudukan bangsa diletakkan di atas segala-galanya, hal tersebut dilakukan semata-mata sebagai bentuk perwujudan rasa cintanya terhadap tanah airnya. Sedangkan patriotisme merupakan bentuk pembelaan seseorang terhadap negaranya yang mengandung nilai pengorbanan dan kecintaan terhadap tanah airnya.

Hal tersebut merupakan sesuatu hal yang biasa terjadi, karena perbedaan pemahaman ketika menerjemahkan bahasa orang lain ke dalam bahasa kita yaitu bahasa Indonesia tidak semuanya semakna ataupun sepadan dengan makna yang mereka maksud. Seperti halnya pada lafadz hubb al-wathan yang ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti cinta tanah air. Dan cinta tanah air yang ada di Indonesia hanya merupakan sebuah perasaan cinta seseorang kepada bangsanya dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh aparat pemerintahan, menjaga dan melestarikan alam beserta budayanya.

Akan tetapi, yang dimaksud oleh mereka, cinta tanah air tersebut tidak hanya sekedar bermakna itu saja. Namun lebih kepada wujud kecintaan seorang warga terhadap tanah airnya, tempat di mana ia dilahirkan dengan mengorbankan seluruh jiwa dan raganya untuk mempertahankan bangsanya tersebut. Ketika mereka mengartikannya seperti itu, di Indonesia hal tersebut disebut dengan patriotisme yang tidak semua warga negara Indonesia mempunyai sikap tersebut. Patriotisme


(30)

sendiri dipahami oleh penulis merupakan sebuah sikap cinta tanah air yang berada di tingkat paling tinggi. Yang mana tidak semua warga Indonesia memiliki sikap tersebut. Dan orang-orang yang memiliki sikap tersebut hanyalah pahlawan-pahlawan terdahulu yang memang benar-benar membela dan mempertahankan serta memperjuangkan bangsa ini dengan mengerahkan seluruh kekuatan baik jiwa ataupun raganya.

Cinta tanah air berarti cinta pada negeri tempat seseorang memperoleh penghidupan dan mengalami kehidupan dari sejak dilahirkan sampai akhir hayatnya. Cinta tanah air dan bangsa merupakan suatu sikap yang dilandasi ketulusan dan keikhlasan yang diwujudkan dalam perbuatan untuk kejayaan tanah air dan kebahagiaan bangsanya.

Cinta tanah air merupakan suatu sikap yang ditujukan untuk negara. Berdirinya negara itu sendiri harus memenuhi beberapa unsur, diantaranya:

a. Adanya rakyat

Rakyat merupakan unsur terpenting demi terbentuknya sebuah negara, karena rakyatlah orang yang pertama kali berkehendak untuk membentuk sebuah negara. Rakyat adalah semua orang yang tinggal di wilayah suatu negara. Menurut pasal 26 ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa “yang menjadi warga ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai warga negara”, oleh karenanya rakyat meliputi penduduk atau orang asing.

b. Adanya wilayah

Wilayah merupakan kawasan yang dijadikan tempat tinggal oleh rakyat dan menjadi tempat bagi terselenggaranya pemerintahan. Wilayah juga merupakan sebuah unsur negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada negara tanpa ada batas-batas teritorial yang jelas.


(31)

c. Adanya pemerintahan

Pemerintahan merupakan alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah negara. Pemerintahan sebagai aparat yang mengatur jalannya roda pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas pokok dalam suatu negara.

d. Adanya pengakuan dari negara lain

Unsur pengakuan oleh negara lain hanya bersifat menerangkan tentang adanya suatu negara. Untuk menjadi sebuah negara yang diakui oleh dunia, maka diperlukan sebuah pengakuan dari negara lain mengenai keberadaannya baik negara yang berdiri sendiri ataupun negara yang memerdekakan diri dari penjajahan. Karena hal ini termasuk dalam tata hubungan internasional.12

Cinta tanah air merupakan sebuah nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Oleh karenanya, perwujudan nilai cinta tanah air ini merupakan salah satu tujuan dari materi Pancasila. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan nasional dan juga yang termuat dalam SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan bahwa tujuan materi Pancasila dalam rambu-rambu Pendidikan Kepribadian mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan dan beranekaragam kepentingan, memantapkan kepribadian agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan

12

A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,(Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2013), h. 121


(32)

ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan penuh rasa tanggung jawab dan bermoral.13

Selain itu, dijelaskan juga di dalam nilai-nilai sila persatuan Indonesia yaitu sebagai berikut:

1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama.

2. Sanggup rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.

3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.

4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadaan sosial.

6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika. 7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.14

Memiliki rasa cinta tanah air merupakan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Bahkan hal tersebut telah ditetapkan sebagai tujuan pendidikan di Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. Menurut Iqbal Hasan Pendidikan nasional bertujuan untuk:

a. Meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, Terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggungjawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.

b. Menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi ke masa depan.15

Cinta tanah air merupakan sikap batin yang dilandasi ketulusan dan keikhlasan yang diwujudkan dalam perbuatan demi kemajuan dan kejayaan bangsa dan tanah air. Maksud dari tanah air itu sendiri adalah tempat dimana ia dilahirkan, memperoleh penghidupan dan menjalankan

13

Kaelan M. S, Pendidikan Pancasila Pendidikan untuk Mewujudkan Nilai-Nilai Pancasila, Rasa Kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2006 (Yogyakarta: Paradigma, 2008), h. 15

14

Syaiful bakhri, Ilmu Negara, (Jakarta: Total Semesta Press, 2004), h. 13-14

15

M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 28


(33)

kehidupan sampai akhir hayatnya. Oleh karenanya, kita sebagai warga negara yang bertanggungjawab atas keamanan negara harus cepat tanggap terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi terhadap negara berupa ancaman yang dapat mengganggu stabilitas ataupun kehidupan warga dan negaranya.

Cinta tanah air merupakan kewajiban kita sebagai warga negara dan sebagai makhluk Allah swt. Allah swt bahkan menganjurkan kita untuk mencintai tanah air kita, karena ketika kita tidak mencintai tanah air kita sendiri maka kita termasuk orang yang dzalim. Sebagaimana Firman Allah swt:

َا

ُمُكاَهْ نَ ي

ُ َللا

ِنَع

َنيِذَلا

ََْ

ْمُكوُلِتاَقُ ي

ِِ

ِنيِدلا

َََْو

ْمُكوُجِرَُْ

ْنِم

ْمُكِراَيِد

ْنَأ

ْمُ وُرَ بَ ت

اوُطِسْقُ تَو

ْمِهْيَلِ

َنِ

َ َللا

ُبُِ

َِْطِسْقُمْلا

)

8

(

اَََِ

ُمُكاَهْ نَ ي

ُ َللا

ِنَع

َنيِذَلا

ْمُكوُلَ تاَق

ِِ

ِنيِدلا

ْمُكوُجَرْخَأَو

ْنِم

ْمُكِراَيِد

اوُرَ اَظَو

ىَلَع

ْمُكِجاَرْخِ

ْنَأ

ْمُ ْوَلَوَ ت

ْنَمَو

ْمََُُوَ تَ ي

َكِ َلوُأَف

ُمُ

َنوُمِلاَ لا

)

9

[ (

ةنحتمما

:

8 ، 9

]

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Q.S Al-Mumtahanah: 8-9)16

Perwujudan cinta tanah air telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as, ketika beliau memanjatkan doa kepada Allah swt untuk negerinya. Sebagaimana firman Allah swt:

ْذِ َو

َلاَق

ُميِ اَرْ بِ

ِبَر

ْلَعْجا

اَذَ

اًدَلَ ب

اًنِمآ

ْقُزْراَو

ُ َلْ َأ

َنِم

ِتاَرَمَثلا

ْنَم

َنَمآ

ْمُهْ نِم

ِ َللاِب

ِمْوَ يْلاَو

ِرِخ ْآا

َلاَق

ْنَمَو

َرَفَك

ُ ُعِ تَمُأَف

ًايِلَق

َُ

ُ ُرَطْضَأ

ََِ

ِباَذَع

ِراَنلا

َ ْ ِبَو

ُرِصَمْلا

)

ةرقبلا

:

126

(

16


(34)

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali.(Q.S Al-Baqarah: 126)17

Perwujudan cinta tanah air dicontohkan pula oleh Rasulullah saw ketika beliau hendak meninggalkan kota Mekkah dan menuju kota Madinah. Beliau seraya berdoa untuk tanah airnya. Sebagaimana sabda Nabi saw:

َةَشِئاَع ْنَع ،ِ يِبَأ ْنَع ،َةَوْرُع ِنْب ِماَشِ ْنَع ،ُناَيْفُس اَنَ َدَح ،َفُسوُي ُنْب ُدَمَُُ اَنَ َدَح

ْتَلاَق ،اَهْ نَع ُ َللا َيِضَر

:

َمَلَسَو ِ ْيَلَع ُها ىَلَص ُِ َنلا َلاَق

:

«

َةَنيِدَما اَنْ يَلِ ْبِبَح َمُهَللا

اَنِدُم ِِ اَنَل ْكِراَب َمُهَللا ،ِةَفْحُجا ََِ اَ اَُْ ْلُقْ ناَو ،َدَشَأ ْوَأ َةَكَم اَنْ يَلِ َتْبَبَح اَمَك

اَنِعاَصَو

»

“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Hisyam bin 'Urwah dari Ayahnya dari Aisyah r.a dia berkata; Nabi Shallallahu 'alahi wasallam bersabda: "Ya Allah, berilah kecintaan kami terhadap Madinah sebagaimana kecintaan kami terhadap Mekkah atau lebih cinta lagi, dan pindahkanlah demamnya ke daerah Juhfah, ya Allah berkahilah kami di mud dan sha' kami. (H. R Shahih Bukhari)18

Cinta tanah air merupakan sebuah sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang yang tinggal di suatu tempat dimana ia dilahirkan. Sebuah paham untuk mengajarkan akan kecintaan terhadap tanah air, bangsa atau Negara sendiri disebut nasionalisme, hal ini dilihat dari sebuah pengertian nasionalisme pada kamus besar bahasa Indonesia kontemporer.19

Arti dari cinta tanah air adalah cinta kepada Negara tempat kita dilahirkan, dibesarkan dan memperoleh kehidupan di dalamnya. Karena

17

Al-Qur’an dan Terjemahnya. Op. cit., h. 19

18

Bukhari, Shahih Bukhari, (Kairo: Dar at-Taqwa li at-Turats, 2001), J.8, h. 80

19

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), h. 1026


(35)

dari Negara kita tersebut semua yang kita butuhkan akan kita dapatkan. Cinta tanah air sama halnya dengan rela berkorban demi kepentingan Negara, memajukan kehidupan bangsa, mencerdaskan diri demi ikut berpartisipasi dalam rangka proses pembangunan tanah air atau negaranya dari Negara yang kecil, berkembang menjadi Negara yang maju.

Dari definisi cinta dan tanah air di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwasannya pengertian dari cinta tanah air adalah suatu perasaan yang timbul dalam diri seseorang yang meliputi unsur kasih dan sayang terhadap tempat kelahirannya, serta pengakuan sebagai warga Negara yang selalu bersedia berkorban dan mengabdikan diri untuk negaranya. Ketika rasa cinta tanah air telah tumbuh pada diri seseorang maka akan timbul suatu perasaan bangga, memiliki, menghargai, menghormati, mengabdi, memelihara, membela serta melindungi tanah airnya dari berbagai ancaman dan gangguan. Karena pada hakikatnya sikap cinta tanah air merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mana tanah air merupakan tempat kita lahir dan besar serta telah memberikan kehidupan pada kita.

Kenyataan hidup berbangsa dan bernegara bagi kita bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan sejarah bagaimana Indonesia bisa mencapai kemerdekaan seperti sekarang ini. Bermula dari perjuangan rakyat melawan penjajah yang kemudian diakhiri dengan kemerdekaan Indonesia serta termasuk di dalamnya penetapan Pancasila sebagai dasar Negara.

Pengetahuan mengenai sejarah Indonesia saat zaman kemerdekaan tanpa dilandasi rasa peduli ataupun sebuah penghargaan, maka hal tersebut menjadi tidak begitu bermakna. Pantas saja pengamalan Pancasila pun tidak terealisasi. Padahal ketika kita berkaca pada masa tersebut, kita dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga bahwa ternyata selama ini kita belum menghayati perjuangan yang telah dilakukan para pahlawan.

Menghayati arti dari cinta tanah air bukanlah suatu perkara yang mudah, untuk menjalankan hal tersebut dibutuhkan sebuah kesabaran dan


(36)

kerendahan hati. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya ancaman dan tantangan yang datang dari mana saja baik dalam diri ataupu dari luar diri kita. Akan tetapi, jika kita mempunyai tekad yang kuat untuk mencintai tanah air dengan sepenuh hati, pasti semuanya akan dimudahkan. Dan perlu kita ketahui bahwa mencintai tanah air dengan sepenuh hati merupakan sebagian dari iman.

Cinta tanah air merupakan salah satu aspek dari jati diri manusia yang sehat akal dan jiwanya yang erat kaitannya dengan nilai-nilai kebangsaan. Nilai-nilai kebangsaan tersebut dapat ditegakkan dan dikukuhkan melalui pendidikan agama. Karena hal tersebut menjadi tolak ukur keimanan seseorang.20 Oleh karena itu sikap cinta tanah air menjadi kewajiban untuk dilakukan oleh semua warga Negara dengan tulus dan ikhlas. Biasanya orang yang memiliki sikap cinta tanah air merupakan orang yang mendekatkan diri kepada Tuhan, mendalami dan mengikuti kegiatan keagamaan yang sangat mempengaruhi jika orang hidup dalam lingkungan yang baik, maka perilaku kita pun akan baik dan sebaliknya.

Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia juga sebagai jati diri bangsa. Pancasila adalah pilihan sejak dulu hingga kini, dan masih tetap dinilai baik dan benar, walaupun dalam kehidupan kesehariannya sering terabaikan. Di dalam Pancasila terdapat lima sila, yaitu:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

Di dalam sila ini dijelaskan bahwa Negara kita merupakan Negara yang beragama, tidak menganut paham komunis. Selain itu, sila ini juga dijelaskan bahwa Negara kita telah mengatur sebagaimana rupanya menjadi Negara yang bersahaja dan percaya akan semua yang ada di dunia ini ada penciptanya dan kita sebagai warga negaranya harus bersyukur mengenai hal tersebut.

2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

20


(37)

Di dalam sila ini dijelaskan bahwa warga Negara Indonesia harus menjunjung tinggi sikap keadilan dan berkeadaban. Dimana antar warga Negara yang satu dan yang lainnya dapat saling mengasihi, tolong menolong, membantu dan saling mendukung. Tidak ada kesewenang-wenangan dengan mengunggulkan yang satu. Karena warga Negara Indonesia ini memiliki hak keadilan yang sama.

3) Persatuan Indonesia

Di dalam sila ini dijelaskan bahwa selaku warga Negara Indonesia harus menjunjung tinggi rasa kesatuan dan persatuan. Karena dengannya Indonesia akan selalu kokoh dan terciptanya Negara yang aman dan tentram.

4) Kemanusiaan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.

Di dalam sila ini dijelaskan bahwa pemerintahan Indonesia menjunjung tinggi permusyawaratan dalam masyarakat. Oleh karena itu, Indonesia disebut dengan Negara demokrasi. Sebagaimana slogan

dari demokrasi sendiri “Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Hal

ini dilakukan untuk memenuhi keinginan rakyat dalam turut serta membangun bangsa.

5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Di dalam sila ini dijelaskan bahwa seluruh rakyat Indonesia memiliki hak untuk mendapatkan keadilan. Sila ini disebut sebagai cerminan hukum untuk Indonesia yang diikuti oleh Undang-undang.

Kelima sila di atas merupakan pedoman hidup seluruh rakyat Indonesia yang harus dijalani dalam kehidupannya. Oleh karena itu, kita sebagai warga Negara Indonesia harus memiliki rasa cinta terhadap tanah air. Walaupun dengan keadaan kita yang multikultural, kita harus tetap bersatu demi memajukan Negara.


(38)

B. Sistem Pendidikan di Indonesia 1. Pengertian Pendidikan

Dalam bahasa Indonesia, istilah pendidikan berasal dari kata

“didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “an”, mengandung

arti perbuatan (hal, cara dan sebagainya). Dalam bahasa Arab istilah ini

sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan. Tarbiyah atau pendidikan secara harfiah atau ahli kebahasaan mengandung arti mengembangkan, menumbuhkan, memelihara dan merawatnya dengan penuh kasih sayang.21

Dalam perkembangannya istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.22

Pendidikan merupakan proses tanpa akhir yang diupayakan oleh siapapun, terutama sebagai tanggung jawab negara. Sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kesadaran dan ilmu pengetahuan, pendidikan telah ada seiring dengan lahirnya peradaban manusia. Dalam hal inilah, letak pendidikan dalam masyarakat sebenarnya mengikuti perkembangan corak sejarah manusia.23

Dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional pasal I, menyebutkan bahwa, “pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya ntuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

21

Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h, 19

22

Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), h.13

23

Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis, Postmodern, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 29


(39)

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.24

Ahmad D. Rimba memberikan definisi “pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya

kepribadian yang utama”.25

M.J Lengeveld menyatakan bahwa pendidikan atau pedagogi adalah kegiatan membimbing anak manusia menuju pada kedewasaan dan kemandirian.26

Berdasarkan definisi pendidikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwasannya pendidikan adalah suatu proses perkembangan sikap, potensi, karakter, maupun psikologi seorang atau sekelompok orang dengan adanya interaksi antara peserta didik, pendidik dan sumber pendidikan melalui upaya pengajaran maupun pelatihan.

2. Tujuan Pendidikan

Pendidikan merupakan bagian dari sebuah proses untuk mencapai suatu tujuan. Menurut ath-Thahthawi pendidikan secara umum adalah

ُةَفِرْعَمَو ِةَيِسِن أَتلا ِةَيِعْمَجا ِدِئاَوَع ِِْْسََْ ىَلَع ُلوُصُْْا يِ َةَيِموُمُعلا َةَيِبْرَ تلا َنِ

اًحوُرَو اًدَسَج ِْرِغَصلا ِةَيِمْنَ تِب َكِلَذَو ،ِد َاِبلا ِباَد ِب ِبُدَأَتلاَو ًاَمَعَو اًمْلِع اَِِاَدآ

ِ ِداَدْعِتْساو ِ ِتَيِلِباَق ِرْدَقِب اًق َاْخَأَو

.

Sesungguhnya pendidikan secara umum adalah untuk memperbaiki adat istiadat masyarakat dan mengetahui tingkah laku masyarakat baik ilmunya maupun perbuatannya dan mempunyai sikap kebangsaan. Hal itu diperuntukkan untuk pertumbuhan anak baik jasadnya ruhnya dan akhlaknya sesuai dengan kemampuannya.

24

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahin 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Republik Indonesia tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan serta Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara Bandung, 2010), h.2

25

Ahmad D. Rimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al- Ma’arif, 1980), cet. Ke 4, h. 19

26

Kartini Kartono, Pengantar Mendidik: Apakah Pendidikan masih Diperlukan?, (Bandung: CV. Mandar maju, 1992), h. 22

27

Muhammad Imarah, Al-A’mal Al-Kamilah Li Rifa’ah Rafi’ Ath-Thahthawi, (Riyadh: Silsilah at-Turats, 2010), j. 1, h.287


(40)

Tujuan pendidikan merupakan suatu komponen yang penting dalam dunia pendidikan, karena hal tersebut berkaitan dengan sesuatu yang harus dituju demi tercapainya segala sesuatu yang diharapkan.

“Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada

hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. Tujuan-tujuan diperintahkan oleh tujuan-tujuan akhir yang pada esensinya ditentukan oleh masyarakat dan dirumuskan secara singkat dan padat, seperti kematangan dan integritas atau kesempurnaan pribadi dan terbentuknya kepribadian muslim. Hal ini merupakan cita-cita paedagogis atau dunia cita-cita yang ditemukan sepanjang sejarah hampir di semua negara”.28

Adapun tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana terdapat dalam Undang-undang RI nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan

nasional Bab II pasal 4, menyebutkan: “pendidikan nasional bertujuan

mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepata Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.29

Adapun tujuan pendidikan nasional Indonesia menurut UU no. 4

Tahun 1950 adalah “membentuk manusia susila yang cakap, warga negara yang demokratis dan manusia bertanggung jawab terhadap kesejahteraan

masyarakat dan tanah air”.30

Dan tujuan pendidikan menurut UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu sebagai berikut, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik

28

Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 59

29

Lembaga Penelitian IAIN Jakarta, Islam dan Pendidikan Nasional, (Jakarta: Lembaga Penelitian IAIN Jakarta, 1983), h. 90

30

Muhammad Rifai, Politik Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 45


(41)

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.31

Di dalam buku Islam dan Pendidikan Nasional yang ditulis oleh

lembaga penelitian IAIN Jakarta menyebutkan, “Pendidikan bertujuan

mewujudkan kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat berdasarkan keimanan kepada Allah swt. Untuk itu perlu dibina dan dikembangkan kepribadian beradab dan berbudaya yang dilandasi iman kepada Allah

swt”.32

Menurut Abuddin Nata, “Ketika pendidikan dihubungkan dengan

Tuhan, maka tujuan pendidikan yang utama adalah membentuk manusia agar beriman kepada Allah swt, yang dilanjutkan dengan berbuat amal

saleh, yakni amal yang sesuai dengan kehendak Allah swt”.33

Dan beliau menegaskan kembali, “Ketika pendidikan dihubungkan

dengan filsafat manusia, maka tujuan pendidikan dapat dirumuskan sebagai usaha untuk mewujudkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang tergali, terbina dan terlatih potensi intelektual, spiritual, emosional, sosial dan fisiknya, sehinga dapat menolong dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya”.34

John Dewey merumuskan, “tujuan pendidikan untuk diarahkan pada upaya melahirkan manusia yang terbina seluruh potensi dirinya, terutama potensi intelektual dan keterampilannya, sehingga ia dapat melaksanakan tugas-tugas di masyarakat, dan menjadi orang yang dapat menolong dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya”.35

Menurut Hasan Langgulung tujuan pendidikan menurut Islam adalah sama dengan tujuan hidup manusia dalam Islam yaitu memikul amanah Allah swt. Adapun secara terperrinci menjadi:

31

Ibid., h. 48

32

Lembaga Penelitian IAIN Jakarta. Op. cit., h. 109

33

Nata. Op. cit., h. 51

34

Ibid.,. 89

35


(42)

1. Membina generasi muda agar menyembah Allah swt dengan menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. 2. Mendidik generasi muda agar dapat hidup bersosialisasi dengan

masyarakat dengan mengakui adanya prinsip kerja sama, persaudaraan serta persamaan.

3. Mendidik generasi muda agar dapat menggunakan akal pikirannya dengan cermat dan produktif.

4. Membentuk pribadi yang terbuka dan bergaul dengan orang lain serta menghindari sikap menyendiri dan menonjolkan dirinya.

5. Mendidik generasi muda agar dapat menggunakan pemikiran ilmiah.36 Tujuan yang dirumuskan oleh Hasan Langgulung tersebut,

“diarahkan pada pembentukan lisan yang saleh, yaitu mendekati

kesempurnaan yang ditandai dengan memiliki sifat-sifat terpuji seperti menghargai diri, perikemanusiaan, jujur, adil dan sebagainya. Selain itu tujuan pendidikan tersebut diarahkan pada pengembangan masyarakat yang saleh, yaitu masyarakat yang percaya bahwa ia memiliki jiwa sebagai

pengemban misi kebenaran dan kebaikan”.37

Adapun tujuan pendidikan menurut Rifa’ah Ath-Thahthawi berdasarkan kutipan dari Buku Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan karya Harun nasution adalah “mengajarkan ilmu pengetahuan,

untuk membentuk rasa kepribadian dan untuk menanamkan rasa

Patriotisme (

نطولا بح

)”.38

Adapun dalam al-A’mal al-Kamilah disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah

ِِْعَ ي ٍدِحاَو ٍنآ ِِ اًق َاْخَأَو اًحوُرَو اًدَسَج ِْرِغَصلا ُةَيِمْنَ ت ِةَيِبْرَ تلا َنِم ُضْرَغْلاَف

ِ ِداَدْعِتْساو ِ ِتَيِلِباَق ِرْدَقِب ِ ِتَاّيِوَنْعَمَو ِ ِتاَيِسِح ُةَيِمْنَ ت

.

Tujuan dari pada pendidikan adalah mengembangkan potensi anak baik dari segi jasmani, rohani dan akhlak pada masa tertentu yaitu

36

Ibid., h. 342

37

Ibid., h. 342

38

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), h. 48

39


(1)

61

kepemudaan yang mencerminkan cinta terhadap tanah air dimulai dengan bangga dan menghargai budaya, bahasa, adat serta keragaman yang ada di Indonesia. Kemudian tunjukkan jiwa semangat yang menggelora dalam membela, memperjuangkan dan mempertahankan tanah air Indonesia ini agar tidak kembali dikuasai oleh Negara lain yang ingin menguasai Negara kita yang kaya akan hasil buminya dan keindahan alamnya.


(2)

62

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: PT Syamil Cipta Media. 2005.

Al-Bukhari, Husain Fauzi. Rifa’ah ath-Thahthawi. Kairo: Maktabah Mesir. t.t. Al-Buthy. Al-Qur’an Kitab Cinta. Bandung: Mizan Media Utama. 2010.

Ali, Said Ismail. Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2010.

Aryani, Ine Kusuma dan Susatim, Markum. Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Nilai. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.

Ath-Thahthawi. al-Mursyid al-Amin li al-Banat wa al-Banin. Kairo: Haiat al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab. 2010.

Azizy, A. Qodri. Membangun Integritas Bangsa. Jakarta: Renaisan. 2004.

Azzel, Akhmad Muhaimin. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011.

Bakhri, Syaiful. Ilmu Negara. Jakarta: Total Semesta Press. 2004. Bukhari. Shahih Bukhari. Kairo: Dar at-Taqwa li at-Turats. 2001.

Depdikbud. Tokoh-tokoh pemikir paham kebangsaan Ir. H. Soekarno dan KH. Ahmad Dahlan. Jakarta: CV Ilham Bangun Karya. 1999.

Erwin, Muhamad. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama. 2010.

Gulen, M. Fethullah. Cinta dan Toleransi. Tangerang: Bukindo Erakarya Publishing. 2011.

Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik,. Jakarta: Bumi Aksara. 2013.

Hamka. Pandangan Hidup Muslim. Jakarta: Bulan Bintang. 1961.

Hasan, M. Iqbal. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002.

Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2001.

Imarah, Muhammad. Perang Terminologi Islam versus Barat. Jakarta: Rabbani Press. 1998.

Al-A’mal Al-Kamilah Li Rifa’ah Rafi’ Ath-Thahthawi. Riyadh: Silsilah at-Turats. 2010


(3)

63

Kartono, Kartini. Pengantar Mendidik: Apakah Pendidikan masih Diperlukan?. Bandung: CV. Mandar maju. 1992.

Khaeruman, Badri, dkk. Islam dan Demokrasi Mengungkap Fenomena Golput sebagai Alternatif Partisipasi Politik Umat. Jakarta: Nimas Multima. 2004. Koesoema, Doni. Pendidikan Karakter Strategi mendidik anak di Zaman Global.

Jakarta: Grasindo. 2010.

Lembaga Penelitian IAIN Jakarta. Islam dan Pendidikan Nasional. Jakarta: Lembaga Penelitian IAIN Jakarta. 1983.

M. S, Kaelan. Pendidikan Pancasila Pendidikan untuk Mewujudkan Nilai-Nilai Pancasila, Rasa Kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2006. Yogyakarta: Paradigma. 2008.

Manan, M. Azzam dan Lan, Thung Ju. Nasionalisme dan Ketahanan Budaya Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta: LIPI, 2011.

Mu’jam al-Wasith. Mesir: Maktabah asy-Syuruq Ad-Dauliyah. 2011.

MTT, A. Malik. Inovasi Kurikulum Berbasis Lokal di Pondok Pesantren. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta. 2008.

Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang. 1982.

Nasution, S. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Nata, Abuddin. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012.

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1999.

Nurdin, Syaifuddin dan Usman, Basyiruddin. Guru Profesional & Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Press. 2002.

Putra, Dalizar. HAM Hak Asasi Manusia menurut Al-Qur’an. Jakarta: Al- Husna Zikra. 1995.

Rifai, Muhammad. Politik Pendidikan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011. Rimba, Ahmad D. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al- Ma’arif. 1980.

Rusli, Ris’an. Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2013.

Salim, Peter dan Salim, Yenny. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press. 2002.

Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011.


(4)

64

Shihab, M. Quraish. Menabur Pesan Ilahi. Jakarta: Lentera Hati. 2006.

Soejono dan Abdurrahman. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: Rineka Cipta. 1999.

Soyomukti, Nurani. Teori-teori Pendidikan Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis, Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2013.

Ubaedillah, A. dan Rozak, Abdul. Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Jakarta. 2013.

Uhbiyati,Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. 1999.

Wibisono, A.Fattah. Pemikiran para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam. Jakarta: Rabbani Press. 2009.

Yasin, A. Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN- Malang Press. 2008.


(5)

NAMA NIM

JUDLJL SKRIPSI

UJI REFERENSI

:

BAHIYYAH SOLIHAH

:

1110011000138

:

KONSEP CINTA TANAH AIR SEBAGAI TUJUAN

PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF ATH-THAHTHAWI

Neqe

l4s

A. Qodri Azizy. Membangun Integritas Bangsa. Jakarta:

Renaisan.2004.

Badri Khaeruman. dkk.Islam dan Demokrasi Mengungkap Fenomena Golput sebagai Alternatif Partisipasi Politik Umat.

.lzrkarta: Nimas Multima. 2004.

M. Azzam Manan dan Thung Ju Lan. Nasionalisme dan

Ketohanan Budaya Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta: LIPI,

201 1.

Doni Koesoema A. Pendidikan Karakter Strategi mendidik anak

:!i Z, o,"o" Clob"t.l

Dalizar Putra. HAM Hak Asasi Manusia menurut Al-Qur'an.

.lakarta: Al- Husna Z1kra.1995.

Depdikbud. Tokoh-tokoh pemikit' paham kebangsaan Ir. H.

Sockarno dan KH. Ahmad Dahlan. Jakarta: CV Ilham Bangun

Karya, 1999.

Irre l(usuma Aryani dan Markum Susatim. Pendidikan

Kav,arganegaraan Berbasis l,lilai. Bogor: Ghalia Indonesia, t01 0.

Mr-rchlas Samani dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan

fq,r'rftlu". Bund""g

Alilrmad Muhaimin Azzel. Urgensi Pendidikan Karakter di

J

lll!

"" t i

t.

J

"

gl

^k"ft^, At -Fr"rt

M"d*,

m

Mr-rhamad Erwin. P endidikan Kew ar gane gar qan Republik

Inclonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2010.

Al-Bnthy. Al-Qur'an Kitab Cinta. Bandung: MrzanMedia

Utama,2010

Said Ismail Ah. Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh.

JuLut1u' Ptttuku Al-K

M. Quraish Shihab. Menabur Pesan llahi. Jakarta: Lentera Hati, 2006.

M. Fethullah Gulen. Cinta dan Toleransi.Tangerang: Bukindo

Eralrarva Publishins . 201 I.

M u'.j a m al - Wcts ith. Me sir : Maktabah asy- S yuruq Ad-Dauliyah, 2011.

llamka. Pandancun Hidup Muslim. Bulan Bintans.1961

MLrhammad Imarah. Perang Terminologi Islam versus Barat.


(6)

20. 11.

tl

tl

rJ r1

-;

A. Ubaedillah dan Abdul Rozak. Pancasila, Demokrasi, HAM

clun Masvarakat Madani. Jakall;a: ICCE UIN Jakar1a.2013.

Kaelan M. S. Pendidikan Pancasila Pendidikan untuk

l,[cv,tiudkan ]Vilai-Nilai Pancasila, Rasa Kebangsaan dan cinta

tuntth air se,suai dengan SK DIRJEN DIKTI NO.

I 3 i D I KTI/ KE P / 2 0 0 6 " Y ogy akarta: Paradi

s

M. Iqbal Hasan. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila.

.lal<arta: PT Raia Grafindo Persada, 2002.

Bulrhari. Shahih Bukhari. Kairo: Dar at-Taqwa li at-Turats, 2001. Pcter Salim dan Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia

\plt,

*p

"r rr. I

"lr*t^.

Vra

Mnhammad Imarah. Al-A'mal Al-Kamilah Li Rifa'ah

Rafi'Ath-7'h u h thaw i. Riyadh: Silsilah at-Turats, 20I 0.

Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam.

Ilordung, Prttuku S"tiu, 2

I-enrbaga Penelitian IAIN Jakarta. Islam dan Pendidikan

l,lusional. Jakarta: Lembasa Penelitian IAIN Jakarta, 1983.

Muhammad Rifai. Politik Pendidikan Nasional. Jogiakarta:

Ar-l{uzz Media.20II.

Abtrddin Nata. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat. Jakarta: PT

Raia Grafi ndo Persada. 2012.

IJartrn Nasution. Pembaharuan dalam Islam Seiarah Pemikiran

dun Gerakan. Jakarlra: Bulan Bin 1982.

A. Fatalr Yasin. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang:

I ilN- Malans Press. 2008.

NLrr Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka

Setia" 1999.

I\4olr. Nazir . Metode Penelitian. Jakarla: Ghalia Indonesia, 1999.

inram Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik.

.lalrarta: Bumi Aksara. 2013.

Soejono dan Abdurrahman. Metode Penelitian Suatu Pemikiran

dan Pener .Takarta: Rineka Cipta, 1999.

Ilis'an Rusli. Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam. Jaliauta: PT Raia Grafindo Persada,2013.

Htr sain F auzi al- Bukhari . Rifa' a h ath-Thahthaw i. Karr o'.

Maktabah Mesir.

A.Fattah Wibisono. Pemikiran para Lokomotif Pembaharuan di

Dtmia Islam. Jakarta: Rabbani Press, 2009.

Mrrslim. Shahih Muslim. Beirut: Dar al-Ihva at-Turats al-'Arabi.

Arh-Thahrha*i.

o

-Amin li al-Banat wa al-Banin.

Kairo: al-Haiat al-Mishriyyah al-'Ammah li al-Kitab. 2010.

r0. at -)+. 35. 36 37. 38. 39. 27,49,50,52, 53.54 30,4r,42.45, 46.47 40.43,45,46