Perbedaan Tingkat Stres Wanita Karir dan Bukan Wanita Karir yang Mengalami Persalinan Preterm.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Dalam dua dekade terakhir jumlah wanita karir meningkat signifikan hampir
menyamai jumlah pria yang bekerja di beberapa sektor (Bombuwela dan Chamaru,
2013). Meningkatnya jumlah wanita karir ditunjukkan oleh data dari Badan Pusat
Statistik, bahwa jumlah wanita yang bekerja di DKI Jakarta pada tahun 2006
melonjak dibanding tahun 2002, dimana pada tahun 2002 berjumlah 1.062.568
meningkat menjadi 1.137.410 orang pada tahun 2006 (Mufida, 2008). Adanya
peningkatan terkait jumlah wanita karir juga terlihat dari peningkatan prosentase
wanita yang bekerja sejak terjadinya revolusi industri di Eropa. Tercatat

dari

penduduk wanita usia 16-64 tahun yang terdata oleh UK National Statistic pada tahun
1971, terdapat 53% di antaranya adalah pekerja, angka ini terus meningkat hingga
pada tahun 2011, dimana prosentase wanita yang bekerja di Inggris menyentuh angka
67% (Office For National Statistic, 2013).
Peningkatan jumlah wanita yang bekerja memberikan beberapa akibat baik
bagi sosial, negara, dan individu wanita itu sendiri. Penelitian yang dilakukan Abadi
(2012) terhadap wanita yang ada di Iran menunjukkan adanya perbedaan kondisi

psikis pada wanita yang bekerja dengan wanita yang tidak bekerja. Kondisi psikis
yang dimaksud adalah keadaan stres pada wanita di sana. Kedua kondisi stres pada
wanita, baik bekerja ataupun tidak bekerja terjadi dengan faktor yang berbeda.
Kepercayaan diri yang baik, hubungan sosial yang aktif, serta kemampuan finansial
yang baik berpengaruh positif terhadap tingkat stres wanita karir, sebaliknya tanggung
jawab tugas pekerjaan yang tinggi, serta waktu istirahat yang kurang berpengaruh

negatif. Hal yang senada dapat diperoleh dari wanita yang tidak bekerja atau ibu
rumah tangga, kondisi yang menjadi faktor positif terhadap tingkat stres antara lain
intensitas berkumpul dengan keluarga yang tinggi, dan waktu istrahat yang cukup,
berlawanan dengan keadaan bosan akan kegiatan yang monoton di rumah serta
kecendrungan kebebasan finasial yang kurang baik memberi pengaruh negatif bagi
tingkat stres.
Tingginya tingkat stres pada wanita memberikan dampak yang berarti secara
fisik terhadap kesehatannya, terutama ketika wanita tersebut mengandung. Rondó et
al. (2003) mengatakan, stres yang muncul pada wanita yang sedang dalam kondisi
hamil memiliki risiko buruk bagi janin yang dikandungnya. Salah satu risiko yang
dapat terjadi adalah kelahiran preterm (Dunkel, 2012). Kelahiran preterm terjadi
lebih sering dalam beberapa tahun terakhir, pada tahun 2014 WHO mencatat dari
seluruh persalinan yang ada di Indonesia, 15,5 % dari setiap 100 kelahiran hidup

merupakan persalinan preterm, dan membuat Indonesia menduduki posisi 9 tertinggi
dalam jumlah persalinan preterm di dunia. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Karanganyar tahun 2014, terdapat 12.998 kelahiran, dengan 510 kelahiran
di antaranya merupakan kelahiran dengan belum cukup bulan, atau sekitar 3,9 % dari
total kelahiran.
Ketika seorang wanita dalam kondisi stres, maka respon tubuh yang terjadi
adalah dengan mengeluarkan beberapa hormon sehingga stres dapat ditangani.
Hormon tersebut bekerja, dan menimbulkan gejala fisiologis seperti dada berdebar,
berkeringat, sulit tidur, dan sebagainya. Keluarnya hormon tersebut merupakan peran
dari sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Namun hal berbeda dapat terjadi
ketika wanita yang dalam kondisi stres tersebut hamil, hormon yang dikeluarkan

dapat memengaruhi kesejahteraan janin (Rondó et al., 2003). Hormon tersebut dapat
berakibat pada beberapa hal, seperti; malposisi pada plasenta, hipertensi pada
kehamilan, dan perdarahan pada kehamilan usia tua. Efek hormonal tersebut pada
akhirnya dapat menyebabkan kelahiran belum cukup bulan atau kelahiran preterm.
Bayi yang dilahirkan dalam usia yang belum cukup bulan, dapat memiliki
masalah medis tertentu, disebabkan sistem organ dalam tubuhnya belum sepenuhnya
berfungsi dengan baik. Dan kematian bayi merupakan hal yang paling dikhawatirkan
pada kelahiran preterm. Kematian bayi yang baru dilahirkan merupakan masalah bagi

suatu negara, di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan hal yang menjadi
fokus utama pembangunan kesehatan. Sehingga kematian bayi baru lahir akibat
persalinan preterm haruslah dihindari. Itulah sebabnya kesejahteraan janin melalui
kesehatan fisik dan mental ibu perlu menjadi perhatian khusus ketika seorang wanita
hamil.
Perdebatan kemudian muncul ketika fakta di lapangan menunjukkan
persalinan preterm terjadi pada ibu rumah tangga atau bukan wanita karir, yaitu
wanita yang tidak bekerja di luar pekerjan rumah. Dengan penyebab yang sama
seperti persalinan preterm pada wanita karir. Hal ini dimungkinkan karena pada
kenyataannya tidak bekerja juga dapat meningkatkan stres pada wanita yang
tergolong bukan wanita karir.
Jika demikian, adakah perbedaan tingkat stres pada wanita karir dan bukan
wanita karir yang mengalami persalinan preterm? Seberapa besar perbedaan yang
ada? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut maka penulis merasa perlu
adanya penelitian tentang perbedaan tingkat stres pada wanita karir dan bukan wanita
karir yang mengalami persalinan preterm. Dengan tujuan hasil penelitian dapat

digunakan untuk mengurangi angka persalinan preterm melalui edukasi dini pada
wanita hamil, baik yang tergolong wanita karir dan bukan wanita karir.