S PGSD 1003448 Chapter 4

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan pada beberapa siklus, mulai dari siklus I, siklus II, sampai siklus III. Hasil tersebut dijabarkan dalam deskripsi pembahasan. Tidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

A. Deskripsi Data Awal Penelitian

Data awal dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamat yang dilakukan oleh peneliti selama proses pembelajaran IPS di dalam kelas. Kegiatan ini merupakan observasi awal yang bertujuan untuk mengetahui kondisi awal kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS. Data awal ini digunakan sebagai bahan untuk merencanakan tindakan pembelajaran dengan melalui penerapan metode diskusi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Dari hasil observasi, terlihat bahwa hanya terdapat delapan siswa dari 25 jumlah siswa secara keseluruhan atau hanya 32% yang sudah mengindikasikan memiliki kemampuan berpikir kritis dan sepuluh siswa memiliki kemampuan berpikir kritis yang sangat kurang. Pembelajaran yang kurang variatif dan aktifitas antara guru dan siswa di dalam kelas kurang mengacu ke arah pembelajaran yang bersifat komunikatif dan individualis disinyalir menjadi penyebab siswa sulit untuk berpikir kritis.

Berdasarkan data tersebut, dilakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini berlangsung selama tiga siklus. Dalam setiap siklus terdapat perencanaan, pelaksanaan dan observasi, serta refleksi. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh hasil penelitian yaitu berupa lembar aktivitas guru dan siswa serta lembar observasi. Berikut hasil penelitian selama pelaksanaan siklus.


(2)

B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Siklus

Penelitian tindakan kelas dilakukan melalui beberapa siklus. Penelitian yang telah dilakukan mengenai penerapan metode diskusi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dilaksanakan sebanyak tiga siklus. Setiap siklus yang telah terlaksana merupakan hasil refleksi dari siklus sebelumnya. Berikut deskripsi pelaksanaan penelitian dari siklus I sampai siklus III.

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Siklus I

Pelaksanaan penelitian Siklus I dilaksanakan di SD Negeri 3 Cibogo Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat untuk kelas V. Jumlah siswa yang hadir pada siklus I yaitu 26 orang. Secara keseluruhan pelaksanaan siklus I sudah berjalan dengan lancar. Walaupun masih terdapat kekurangan dan kendala dalam pelaksanaannya. Berikut paparan pelaksanaan penelitian siklus I.

a. Perencanaan Pembelajaran Siklus I

Perencanaan pembelajaran Siklus I disusun berdasarkan data awal penelitian yang didapat melalui observasi. Pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan yang akan dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada proses penyusunan perencanaan pembelajaran tersebut dibuatlah tujuan, metode, media pembelajaran, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan lembar observasi.

Metode yang akan diterapkan adalah metode diskusi dengan teknik melalui presentasi dari kelompok. Penerapan teknik presentasi dipilih karena untuk memancing daya nalar dan kemampuan bertanya, perpendapat serta menyimpulkan hasil diskusi. Media yang digunakan adalah teks bacaan yang merupakan salah satu cara agar siswa mau membaca dan mengkritisi bahan bacaan tersebut agar proses diskusi berjalan dengan lancar. Rincian perencanaan dapat dilihat dalam lembar Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) siklus I yang terlampil.

Setting kelas menjadi proses selanjutnya dalam tahap perencanaan. Hal ini dilakukan agar terjadi pemerataan dalam pembagian kelompok. Kelompok yang dibentuk adalah kelompok heterogen, didalam satu kelompok terdapat empat sampai lima siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda agar proses diskusi


(3)

berjalan dengan lancar. Kelompok yang dibentuk adalah Kelompok A sampai dengan Kelompok F. Berikut pembagian kelompok yang peneliti lakukan pada siklus I.

Kelompok A beranggotakan AZ , SA, MR, RZ dan NA. Kelompok B beranggotakan KA, DN, RZ, AN. Kelompok C beranggotakan RI, AD, AS, FI. Kelompok D beranggotakan RD, AP, AI, EA, dan MN. Kelompok E beranggotakan NW, AA, NA, dan RN. Serta yang terakhir kelompok F beranggotakan EL, WY, DA, dan NR.

b. Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus I

Proses pembelajaran siklus I dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2014 dengan alokasi waktu 3 X 35 menit. Secara garis besar kegiatan pembelajaran dalam siklus I ini terbagi menjadi tiga langkah kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Kegiatan awal dimulai dengan menanyakan kabar kepada siswa dan memotivasi siswa agar semangat belajar. Selanjutnya guru memeriksa kebersihan, mengatur tempat duduk, memeriksa kelengkapan belajar siswa, dan memastikan siswa siap belajar. Langkah selanjutnya guru memberikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa tentang materi yang telah diajarkan sebelumnya. Tahap terakhir dalam kegiatan awal ini adalah setelah siswa siap untuk belajar guru memberikan penyampaian tentang tujuan belajar hari ini.

Kegiatan inti terbagi menjadi dua kegiatan yaitu ekplorasi dan elaborasi. Dalam eksplorasi siswa dan guru bertanya jawab mengenai hal-hal dalam persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Proses tersebut bertujuan untuk menggali dan mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan disampaikan.

Selanjutnya dalam elaborasi siswa diberikan teks bacaan mengenai usaha mempersiapkan kemerdekaan oleh BPUPKI dan PPKI, lalu siswa dibagi ke dalam 5 kelompok yang heterogen. Setelah siswa berkumpul dengan kelompoknya guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan yaitu berupa pertanyaan yang harus dijawab oleh kelompok dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya.

Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru. Selama siswa melakukan


(4)

kegiatan diskusi, guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif, dan agar diskusi lancar.

Kemudian setelah kelompok selesai berdiskusi setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Selanjutnya guru memberikan ulasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut. Siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari setiap kelompok.

Langkah terakhir dalam kegiatan elaborasi adalah siswa diberikan LKS sebagai evaluasi pembelajaran dan diminta untuk mengerjakannya selama 15 menit. Setelah selesai siswa diminta untuk mengumpulkan LKS yang telah dikerjakannya.

Sebagai konfirmasi setelah semua siswa selesai mengumpulkan LKS, siswa diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru tentang pembelajaran yang belum dimengerti. Langkah selanjutnya adalah siswa bersama guru menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan yaitu mengenai usaha mempersiapkan kemerdekaan oleh BPUPKI dan PPKI. Sebagai pemantapan siswa diberikan tugas oleh guru.

Langkah terakhir dalam kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan penutup. Siswa diminta untuk merapihkan alat tulis yang telah digunakan, lalu guru menutup pembelajaran dengan berdoa bersama siswa dan siswa dipersilahkan untuk pulang.

Selama proses pelaksanaan siklus I, peneliti didampingi oleh enam orang observer. Observer bertugas untuk mengamati dan memberikan penilaian terhadap aktivitas guru serta kemampuan berpikir kritis dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan peneliti dalam melaksanakan proses penelitian dalam siklus I, serta mngetahui kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran.

c. Observasi Siklus I

Observer diberikan lembar observasi aktivitas guru dan siswa terhadap penerapan metode diskusi serta lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa untuk mencatat temuan-temuan penting dan untuk mencatat hasil pengamatannya selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi yang dicatat oleh


(5)

observer digunakan sebagai bahan diskusi pada refleksi untuk dianalisis, serta untuk merencanakan pelaksanaan tindakan pada siklus selanjutnya.

1) Perencanaan Pembelajaran

Di dalam perencanaan pembelajaran, setting kelas dilakukan agar terjadi pemerataan dalam pembagian kelompok. Kelompok yang dibentuk adalah kelompok heterogen, didalam satu kelompok terdapat empat sampai lima siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda agar diskusi berjalan lancar.

Dari hasil observasi yang ditemukan, masih terdapat kelompok yang belum dapat berdiskusi dengan baik. Salah satu cirinya adalah dominasi satu sampai dua orang didalam kelompok sehingga siswa yang dirasa kurang hanya diam saja dan tidak berani bertanya, mengemukakan pendapat, serta memberikan kesimpulan. Sehingga untuk perencanaan selanjutnya pembentukan kelompok baru harus diutamakan.

Secara keseluruhan untuk tujuan, metode, dan media yang digunakan sudah terlaksana dengan baik. Teknik penyampaian materi melalui presentasi kelompok pun dapat dikatakan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Siswa sudah terlihat mau bertanya, berpendapat, dan memberikan kesimpulan ketika kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dalam siklus I diobservasi oleh enam observer. Observasi yang dilakukan yaitu untuk mengamati keterlaksanaan kegiatan penerapan metode diskusi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok dan diskusi kelas.

a) Aktivitas Guru

Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus I pada materi persiapan kemerdekaan yang dilakukan oleh BPUPKI dan PPKI dengan menerapkan metode diskusi secara umum sudah berjalan dengan lancar. Dari 14 langkah dalam proses pembelajaran yang berlangsung hanya 2 atau kurang 14% yang belum terlaksana yaitu memeriksa kelengkapan belajar siswa dan memberikan refleksi di akhir pembelajaran.

Proses pemeriksaan kelengkapan alat belajar terlewatkan oleh guru sehingga masih terlihat siswa yang belum mempersiapkan perlengkapan belajarnya pada


(6)

saat proses pembelajaran dimulai. Selanjutnya yaitu pada saat refleksi, guru tidak memberikan refleksi secara keseluruhan dari proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hal tersebut terjadi karena waktu yang dialokasikan sudah hampir habis sehingga guru langsung memberikan kesimpulan.

Selain itu yang menjadi catatan observasi adalah adanya langkah-langkah pembelajaran di kegiatan inti yang tertukar. Pada awal pembelajaran guru langsung membagi siswa kedalam enam kelompok sebelum guru membagikan bahan bacaan yang akan didiskusikan. Hal-hal yang telah disebutkan tersbut menjadi catatan bagi peneliti sebagai refleksi untuk pelaksanaan di siklus II. b) Aktivitas Siswa

Proses observasi aktivitas siswa terbagi menjadi dua yaitu ketika mengikuti pembelajaran dalam kelompok besar atau kelas dan ketika berdiskusi kelompok kecil. Pada saat awal pembelajaran berlangsung secara umum siswa dapat mengikuti instruksi atau langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.

Berdasarkan hasil observasi, ketika guru memberikan apersepsi dengan menanyakan pembelajaran sebelumnya. Siswa sudah menyimak dan merespon pertanyaan yang diajukan oleh guru. Begitu seterusnya sampai pada langkah penyampaian tujuan pembelajaran. Siswa masih merespon dengan baik namun terlihat juga masih terdapat siswa yang belum mengerti sampai pada akhirnya siswa tersebut dapat memahami tujuan pembelajaran setelah guru melakukan pengulangan.

Selanjutnya yang menjadi catatan observer adalah ketika proses pembagian kelompok. Dikarenakan ada langkah pembelajaran yang tertukar akhirnya pada saat pembagian kelompok pun siswa terlihat tidak kondusif. Kelas dapat kembali kondusif ketika guru membimbing siswa untuk segera bergabung dengan kelompoknya sesuai dengan instruksi yang diberikan.

Proses diskusi kelompok belum berjalan dengan baik di dalam kelompok F. Hal tersebut dapat terlihat dari dominasi siswa perempuan dalam diskusi. Pembuatan laporan kelompok pun hanya dibuat oleh siswa perempuan. Siswa laki-laki masih terlihat bermain-main dan cenderung diam. Sedangkan untuk kelompok lainnya proses diskusi kelompok sudah berjalan dengan baik.


(7)

Pembagian tugas dalam penyusunan laporan kelompok sudah dikerjakan bersama-sama.

Temuan hasil observasi dalam diskusi kelompok kecil lainnya yaitu dalam pemecahan masalah yang diberikan oleh guru. Masih terdapat siswa bertanya langsung kepada guru terkait jawaban yang harus mereka cari. Setelah guru memberikan bimbingan kepada siswa agar pertanyaan tersebut harus didiskusikan didalam kelompok barulah mereka bekerjasama dan saling memberikan pendapat.

Setelah diskusi kelompok selesai dilanjutkan dengan mengulas laporan kelompok. Presentasi dilakukan di depan kelas dan hanya satu kelompok yaitu kelompok A yang membacakan hasil diskusinya. Hal tersebut dilakukan untuk mengefektifkan waktu. Kelompok lain menanggapi jawaban yang diberikan oleh kelompok A. Dalam kegiatan ini diskusi antar kelompok sudah terlihat baik, anggota kelompok lain aktif dan berani mengajukan pendapat yang berbeda dari yang disajikan oleh kelompok A.

Pada akhir pembelajaran siswa yang ditunjuk oleh guru menyimpulkan hasil diskusi yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu hanya beberapa siswa saja yang tercatat sudah memberikan kesimpulan. Dengan pemaparan catatan hasil observasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa selama pembelajaran dalam siklus I ini terkait penerapan metode diskusi belum terlaksana secara efektif.

3) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Siklus I

Kemampuan berpikir kritis siswa yang menjadi objek penelitian pada siklus I sebesar 58%. Peneliti menganalisis serta menginterpretasi aspek berpikir kritis berupa pertanyaan, pernyataan, serta kesimpulan yang diutarakan oleh siswa.

Dalam menganalisis pertanyaan, pernyataan, dan kesimpulan yang tercatat dalam lembar observasi, peneliti mengkategorikan aspek tersebut sesuai kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya menentukan skor berdasarkan pedoman penelitian. Berikut penjabaran hasil penilaian kemampuan berpikir siswa pada siklus I.

Siswa pertama beridentitaskan MN, kriteria kemampuan berpikir kritis pada siklus I dikatakan cukup karena mendapatkan skor lima dengan presentase 55,56%. Aspek mengungkapkan pertanyaan yang dia dapat adalah dua skor. Skor dua tersebut didapatkan berdasarkan pertanyaan yang dia ungkapkan pada proses


(8)

diskusi kelompok. Pertanyaan yang dia ajukan kepada teman sekelompoknya yaitu “Apa saja hasil dari sidang BPUPKI dan PPKI?”. Lalu aspek yang kedua adalah memberikan pernyataan, pernyataan yang dia ungkapkan ketika berdiskusi kelompok tidak sesuai dengan materi sehingga penilaian untuk aspek ini mendapatkan skor dua. Dia mengungkapkan pernyataan “Soekarno mah presiden pertama” ketika ditanya mengenai pembentukan BPUPKI oleh teman kelompoknya. Aspek terakhir yaitu memberikan kesimpulan, dalam aspek ini MN mendapatkan skor satu yang artinya dia tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.

Siswa kedua DN, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus I dikatakan cukup karena mendapatkan skor enam dengan presentase 66,67%. Aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua. Pertanyaan yang dia ajukan dalam proses diskusi kelas yaitu “Apa tujuannya BPUPKI dan PPKI?” pertanyaan itu diajukan pada saat dia sedang mencari jawaban untuk dicatatat dalam hasil diskusi kelompok. Aspek yang kedua yaitu memberikan pernyataan, pernyataan tersebut dia ajukan ketika menemukan jawaban dari pertanyaan yang dia ungkapkan sendiri bentuk pernyataannya yaitu “Nah ini tujuan terbentuknya BPUPKI, buat menyelidiki hal-hal penting mendirikan negara Indonesia”. Berdasarkan pedoman penilaian yang dibuat peneliti pernyataan terebut mendapatkan skor tiga. Terakhir aspek memberikan kesimpulan, dalam aspek ini dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan. Pada akhir pembelajaran dia belum mendapatkan kesempatan memberikan kesimpulan karena yang memberikan kesimpulan didominasi oleh siswa yang lebih pintar.

Selanjutnya yaitu RZ, kemampuan berpikir kritis yang ia dapatkan pada pembelajaran siklus I adalah 55,56% atau mendapatkan score lima. Kemampuan mengungkapkan pertanyaan mendapatkan score dua. Pertanyaan yang dia ajukan pada saat berdiskusi kelompok yaitu “ Hasil dari terbentuknya BPUPKI itu apa?”. Dari pertanyaan tersebut dapat dianalis bahwa untuk kategori indikator pertama ini dia mendapatkan score dua, karena bertanya dengan menggunakan kata tanya “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan materi pembelajaran. Lalu untuk aspek yang kedua dia mendapatkan score dua. Karena dia memberikan


(9)

pernyataan, namun tidak berhubungan dengan pembelajaran. Pernyataan yang diajukan adalah “Sini bacaannya, saya mau baca karena ada Bapak” hal tersebut terjadi ketika guru sedang memeriksa proses diskusi kelompok. Dan pernyataan tersebut selalu berulang selama proses diskusi kelompok berlangsung. Sedangkan, untuk aspek terakhir dia mendapatkan score satu karena pada akhir diskusi kelompok dia tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.

Siswa berikutnya adalah AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus I sebesar 66,67% dengan skor enam dan berada pada kategori cukup. Pertanyaan yang dia ungkapkan dalam proses diskusi kelompok yaitu “Apa saja hasil-hasil dari BPUPKI?”. Berdasarkan pedoman penilaian yang dibuat, pertanyaan tersebut mendapatkan kategori cukup dengan skor dua. Berbeda dengan aspek mengungkapkan pertanyaan, pada aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor tiga dengan kategori baik. Hal tersebut dikarenakan pada saat proses diskusi dia aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman kelompoknya. Salah satu pernyataan yang dia ungkapkan adalah “Ada anggapan PPKI badan yang dibentuk jepang, jadi golongan muda ngga mau kemerdekaan dibacakan di depan PPKI”. Terakhir, dalam aspek memberikan kesimpulan dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah dijelaskan.

Selanjutnya AS, kemampuan berpikir pada pembelajaran siklus I berada pada kategori cukup dengan skor lima dan presentase 55,56%. Aspek mengungkapkan mendapatkan skor dua dengan pertanyaan “Jadi, apa tujuan BPUPKI dan PPKI?”. Pertanyaan tersebut diajukan kepada AD ketika mereka sedang mendiskusikan tujuan dibentuknya BPUPKI. Lalu aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang sering diungkapkan tidak berhubungan dengan materi pembelajaran. Aspek terakhir dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan.

Berikutnya adalah MR, Kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus I mendapatkan kategori cukup dengan skor empat dan presentase 44,44%. Selama proses diskusi dia tidak bertanya sama sekali sehingga pada aspek ini mendapatkan skor satu. Untuk aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan tidak berhubungan dengan


(10)

pembelajaran. Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu karena dia tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.

Kemampuan berpikir kritis NA pada pembelajaran siklus I masuk dalam kategori cukup mendapatkan skor enam dengan presentase 66,67%. Pertanyaan yang dia ungkapkan adalah “Apa saja hasil-hasil dari BPUPKI?”, pertanyaan tersebut mendapatkan skor dua karena bertanya menggunakan kata tanya “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan materi pembelajaran. Lalu dalam aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua karena berdasarkan catatan observasi dia memberikan pernyataan namun tidak berhubungan dengan pembelajaran. Sedangkan kesimpulan yang dia berikan ketika ditanya oleh guru mengenai kesimpulan pembelajaran ini adalah “Indonesia merdeka pada tanggal 17 pak” sehingga mendapatkan skor karena sudah berani memberikan kesimpulan namun tidak sesuai dengan materi yang telah diajarkan.

Selanjutnya adalah AN, kemampuan berpikir kritis pada siklus I berada dalam kategori cukup dengan jumlah skor enam presentase 66,67%. Dia mengungkapkan pertanyaan “Kapan sih dibentuknya PPKI?” pada proses diskusi kelompok sehingga sesuai dengan indikator penilain dia mendapatkan skor dua. Lalu dia memberikan jawaban ketika temannya bertanya kapan terbentuknya BPUPKI, jawaban yang dia berikan yaitu “Nih BPUPKI resmi dibentuknya tanggal 29 April 1945” sehingga untuk aspek yang kedua dia mendapatkan skor tiga karena memberikan pernyataan yang sesuai dengan materi pembelajaran. Sedangkan untuk aspek terakhir dalam penilaian kemampuan berpikir kritis dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.

Siswa selanjutnya FI, pada pembelajaran siklus I kemampuan berpikir kritisnya dikategorikan cukup dengan mendapatkan skor empat dan presentase 44,44%. Pertanyaan yang diungkapkan yaitu “Apa saja hasil-hasil dari BPUPKI?”. Sehingga pada aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua. Sedangkan untuk memberikan pernyataan mendapatkan skor satu karena selama diskusi dia bertugas mencatat hasil-hasil diskusi sehingga dia tidak memberikan pernyataan selama proses diskusi kelompok. Begitu pula aspek


(11)

memberikan kesimpulan, dia tidak memberikan kesimpulan sehingga mendapatkan skor satu.

Siswa yang terakhir yaitu DA, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus I dikategorikan cukup dengan skor enam dan presentase 66,67%. Ketika berdiskusi kelompok dia mengungkapkan pertanyaan “Kapan dibentuknya BPUPKI?”, sehingga dalam aspek ini dia mendapatkan skor dua. Pada aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor tiga dengan penilaian memberikan pernyataan yang berhubungan dengan pembelajaran. Bentuk pernyataannya yaitu “Tujuan dibentuknya BPUPKI tuh membuat dasar negara”. Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu karena dia tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.

Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I dengan menerapkan metode diskusi belum mendapatkan hasil maksimal. Hal tersebut akan menjadi bahan perbaikan pada siklus selanjutnya.

d. Refleksi Siklus I

Kegiatan refleksi dilakukan setelah peneliti menganalisis data dari pelaksanaan tindakan siklus I. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan siklus I yaitu hasil observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa terhadap pembelajaran, serta kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah menganalisis data-data tersebut, aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok belum berjalan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan masih ada beberapa kekurangan dalam pelaksanaan siklus I. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan perencanaan dan pelaksanaan untuk siklus selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi kemampuan berpikir kritis siswa dengan menerapkan metode diskusi.

Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu ditingkatkan dari pelaksanaan siklus I yang masih belum optimal untuk dilaksanakan pada siklus II.

1) Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk dirumuskan dengan tepat. Karena perencanaan pembelajaran merupakan hal pokok yang menjadi acuan dalam pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.


(12)

Perbaikan perencanaan pembelajaran dari siklus I untuk dilaksanakan pada siklus II yaitu:

a) Pembentukan kelompok baru agar siswa dapat lebih baik dalam berdiskusi. b) Perubahan indikator dalam RPP yang lebih tinggi agar kemampuan berpikir

kritis siswa semakin meningkat. 2) Pelaksanaan Pembelajaran

Berhasil tidaknya siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran ditentukan pula oleh proses pembelajaran yang dilakukan. Di dalam proses pembelajaran ini, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari siklus I yaitu:

a) Sistematika penyampaian materi harus diperhatikan, agar tidak ada langkah pembelajaran yang terlewat atau tertukar.

b) Memberikan instruksi yang lebih jelas kepada siswa agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif.

c) Adanya bimbingan lebih untuk siswa yang masih kesulitan dalam mengungkapkan pertanyaan, pendapat, dan memberikan kesimpulan.

d) Lebih menstimulus siswa untuk berkonsentrasi dan fokus memperhatikan penjelasan guru.

e) Memberikan kesempatan siswa yang masih kurang dalam menyimpulkan pembelajaran.

3) Kemampuan berpikir kritis siswa

Kemampuan berpikir kritis siswa dalam siklus I masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa masih perlu ditingkatkan lagi. Berdasarkan tiga aspek kemampuan berpikir kritis masih banyak siswa yang mendapatkan skor dibawah tiga atau masih berada didalam kategori cukup khususnya pada aspek memberikan kesimpulan. Oleh karena itu, pelaksanaan pembelajaran pada siklus II perlu menekankan pada pemberian kesempatan kepada siswa yang masih kurang untuk menyimpulkan materi yang telah diajarkan.

2. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Siklus II

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, masih diperlukan adanya tindak lanjut dalam pembelajaran. Tindak lanjut tersebut dilaksanakan pada pelaksanaan siklus II. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II


(13)

sama dengan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. Di dalam siklus II ini, kekurangan-kekurangan dalam siklus I diperbaiki dan disempurnakan pelaksanaannya.

Berdasarkan hasil kajian peneliti terhadap penyelenggaraan siklus I, diketahui bahwa siswa masih belum berani dan tepat dalam memberikan pernyataan serta kesimpulan. Oleh karena itu, pada siklus II ini, pelaksanaan pembelajaran lebih menekankan pada pemotivasian siswa untuk lebih mengemukakan pendapat pada saat berdiskusi kelompok. Berikut pemaparan pelaksanaan siklus II, dengan beberapa tahapan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

a. Perencanaan Pembelajaran Siklus II

Perencanaan pembelajaran pada siklus II merupakan refleksi dari pelaksanaan siklus I. Sehingga dalam pembuatan rencana pelaksanaan siklus II ini disusun tidak jauh berbeda dengan perencanaan pembelajaran pada siklus I, begitupun dengan langkah-langkah pembelajarannya. Yang menjadi perbedaan perencanaan pembelajaran pada siklus II dengan siklus I yaitu terletak pada pembahasan yang akan dipelajari yaitu pembahasan mengenai proses terbentuknya dasar negara. Berikut perencanaan pembelajaran siklus II yang merupakan hasil refleksi dari siklus I.

1) Pembentukan kelompok baru agar siswa dapat lebih baik dalam berdiskusi. Kelompok baru yang dibentuk sebagai berikut. Kelompok A beranggotakan KA , FI, AD, dan DN. Kelompok B beranggotakan RI, SA, RZ, dan EA. Kelompok C beranggotakan NA, AZ, AA, dan WY. Kelompok D beranggotakan NW, DA, AS, RN, dan MN. Kelompok E beranggotakan AN, DR, EL, NR, AP. Serta yang terakhir kelompok F beranggotakan MA, MR, RI, AI, dan NA.

2) Peningkatan indikator dari C1 ke C2. b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II

Proses pembelajaran siklus II dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2014 dengan alokasi waktu 3 X 35 menit. Secara garis besar kegiatan pembelajaran dalam siklus II ini sama dengan proses pembelajaran pada siklus I.

Kegiatan awal sama halnya pada siklus I yaitu dengan menanyakan kabar kepada siswa dan memotivasi siswa agar semangat belajar. Langkah selanjutnya


(14)

guru memberikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa tentang materi yang telah diajarkan sebelumnya . Selanjutnya guru memeriksa kebersihan, mengatur tempat duduk, memeriksa kelengkapan belajar siswa, dan memastikan siswa siap belajar. Tahap terakhir dalam kegiatan awal ini adalah setelah siswa siap untuk belajar guru memberikan penyampaian tentang tujuan belajar hari ini.

Kegiatan inti terbagi menjadi dua kegiatan yaitu ekplorasi dan elaborasi. Dalam eksplorasi siswa dan guru bertanya jawab mengenai dasar negara. Proses tersebut bertujuan untuk menggali dan mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan disampaikan.

Selanjutnya dalam elaborasi siswa diberikan teks bacaan mengenai perumusan dasar negara, lalu siswa dibagi ke dalam 5 kelompok yang heterogen. Setelah siswa berkumpul dengan kelompoknya guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan yaitu berupa pertanyaan mengenai perumusan dasar negara yang harus dijawab oleh kelompok dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya.

Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru. Selama siswa melakukan kegiatan diskusi, guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif, dan agar diskusi lancar.

Kemudian setelah kelompok selesai berdiskusi setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Selanjutnya guru memberikan ulasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut. Siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari setiap kelompok.

Langkah terakhir dalam kegiatan elaborasi adalah siswa diberikan LKS sebagai evaluasi pembelajaran dan diminta untuk mengerjakannya selama 15 menit. Setelah selesai siswa diminta untuk mengumpulkan LKS yang telah dikerjakannya.

Sebagai konfirmasi setelah semua siswa selesai mengumpulkan LKS, siswa diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru tentang pembelajaran yang belum dimengerti. Langkah selanjutnya adalah siswa bersama guru menyimpulkan


(15)

kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan yaitu mengenai perumusan dasar negara. Sebagai pemantapan siswa diberikan tugas oleh guru.

Langkah terakhir dalam kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan penutup. Siswa diminta untuk merapihkan alat tulis yang telah digunakan, lalu guru menutup pembelajaran dengan berdoa bersama siswa dan siswa dipersilahkan untuk pulang.

c. Observasi Siklus II

Sama halnya dengan proses pelaksanaan siklus I, pada saat pelaksanaan siklus II peneliti juga didampingi oleh enam orang observer. Observer bertugas untuk mengamati dan memberikan penilaian terhadap aktivitas guru serta kemampuan berpikir kritis dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada siklus II.

Observer diberikan lembar observasi aktivitas guru dan siswa terhadap penerapan metode diskusi serta lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa untuk mencatat temuan-temuan penting dan untuk mencatat hasil pengamatannya selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi yang dicatat oleh observer digunakan sebagai bahan diskusi pada refleksi untuk dianalisis, serta untuk merencanakan pelaksanaan tindakan pada siklus selanjutnya.

1) Perencanaan Pembelajaran

Setelah pembentukan kelompok baru dari hasil observasi yang ditemukan, masih terdapat kelompok yang belum dapat berdiskusi dengan baik. Salah satu cirinya adalah dominasi satu sampai dua orang didalam kelompok sehingga siswa yang dirasa kurang hanya diam saja dan tidak berani bertanya, mengemukakan pendapat, serta memberikan kesimpulan. Sehingga untuk perencanaan selanjutnya pembentukan kelompok baru harus dilakukan lagi.

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dalam siklus II diobservasi oleh enam observer. Observasi yang dilakukan yaitu untuk mengamati keterlaksanaan kegiatan penerapan metode diskusi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok dan diskusi kelas.


(16)

Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus II pada materi perumusan dasar negara dengan menerapkan metode diskusi secara umum sudah berjalan dengan lancar. Dari 14 langkah dalam proses pembelajaran yang berlangsung hanya 1 atau kurang 7% yang belum terlaksana yaitu menyimpulkan pembelajaran. Berikut peneliti paparkan lebih lanjut mengenai catatan observasi proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus II.

Berdasarkan catatan observasi, pada kegiatan pendahuluan atau kegiatan awal masih adanya langkah-langkah pembelajaran di awal yang tertukar. Langkah memeriksa kebersihan kelas tertukar dengan menyiapkan kelengkapan belajar. Lalu proses apersepsi belum memberikan perhatikan secara menyeluruh kepada seluruh siswa, hanya siswa dibarisan depan yang sudah memperhatikan.

Selanjutnya pada saat kegiatan inti yang menjadi catatan observasi adalah proses pemberian arahan mengenai cara-cara pemecahan masalah. Guru sudah jelas memberikan arahan namun masih ada siswa yang belum fokus dalam menyimak arahan guru tersebut sehingga proses penyampaian cara menyelesaikan dilaksanakan oleh guru secara berulang-ulang.

Selain itu yang menjadi catatan observasi pada kegiatan akhir adalah langkah kegiatan menyimpulkan pembelajaran tidak terlaksana. Hal tersebut terjadi karena kondisi siswa sudah tidak kondusif ingin segera mengikuti ekstrakulikuler pramuka. Hal-hal tersebut merupakan catatan observasi yang peneliti dapat pada saat pelaksanaan pembelajaran siklus II.

b) Aktivitas Siswa

Seperti halnya siklus I proses observasi aktivitas siswa pada siklus II pun terbagi menjadi dua yaitu ketika mengikuti pembelajaran dalam kelompok besar atau kelas dan ketika berdiskusi kelompok kecil. Pada saat awal pembelajaran berlangsung, secara umum siswa dapat mengikuti instruksi atau langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Hal tersebut terlihat pada saat guru bertanya sebagai proses apersepsi. Siswa sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Namun terlihat di barisan belakang siswa masih belum fokus sehingga siswa yang berada dibarisan tersebut masih belum fokus dan belum memperhatikan.


(17)

Selanjutnya yang menjadi catatan adalah pada saat kegiatan inti. Berdasarkan hasil observasi masih ditemukan siswa yang belum memperhatikan guru ketika sedang mengemukakan masalah yang sedang didiskusikan. Lalu ketika guru memberikan pengarahan mengenai cara berdiskusi atas pemecahan masalah masih ditemukan siswa yang belum merespon sehingga guru mengulang cara penyelesaiannya secara langsung kepada setiap kelompok. Barulah setelah itu siswa memahami cara penyelesaian masalah pada saat berdiskusi dengan temannya.

Proses diskusi dalam kelompok pun mendapatkan catatan tersendiri. Catatan utama dari observer adalah masih ada siswa yang keluar dari bangku dan menghampiri teman yang berbeda kelompok yaitu siswa yang berada pada kelompok A dan Kelompok B. Lalu pada kelompok F masih didominasi oleh satu orang yaitu RD hal tersebut terjadi karena RD tidak mendapatkan kelompok dengan teman dekatnya. Sehingga guru selalu memberikan arahan untuk bekerja sama pada kelompok ini.

Setelah diskusi kelompok selesai dilanjutkan dengan mengulas laporan kelompok. Presentasi dilakukan di depan kelas dan hanya satu kelompok yaitu kelompok F yang memprsentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain menanggapi jawaban yang diberikan oleh kelompok F. Pada kegiatan diskusi kelas ini siswa terlihat aktif memberikan pertanyaan dan jawaban apabila merasa berbeda dengan pemaparan kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Catatan pada saat aktivitas diskusi kelas adalah ketika ada siswa yang memberikan pertanyaan maupun pernyataan masih terdapat beberapa siswa yang tidak memperhatikan. Sehingga guru memberikan refleksi agar menghargai orang yang sedang berbicara. Lalu akhir dari kegiatan inti siswa mengerjakan LKS sebagai evaluasi pembelajaran

Pada akhir pembelajaran ketika proses refleksi siswa memperhatikan dan kondisi kelas kondusif sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru sebagai refleksi dari pembelajaran. Proses terakhir yaitu memberikan kesimpulan siswa memberikan kesimpulan dengan bimbingan guru sehingga kesimpulan yang diberikan lebih lengkap. Dengan pemaparan catatan hasil observasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa selama


(18)

pembelajaran dalam siklus II ini terkait penerapan metode diskusi masih perlu ditingkatkan.

c) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Siklus II

Secara umum kemampuan sepuluh siswa dalam berpikir kritis mengalami peningkatan menjadi 70%. Seperti halnya siklus I yang menjadi penilaian kemampuan berpikir kritis siswa adalah pertanyaan, pernyataan serta kesimpulan yang diungkapkan.

Dalam menganalisis pertanyaan, pernyataan, dan kesimpulan yang tercatat dalam lembar observasi, peneliti mengkategorikan aspek tersebut sesuai kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya menentukan skor berdasarkan pedoman penelitian. Berikut penjabaran hasil penilaian kemampuan berpikir siswa pada siklus II.

Siswa pertama beridentitaskan MN, kriteria kemampuan berpikir kritis pada siklus II dikatakan baik karena mendapatkan skor delapan dengan presentase 88,89%. Aspek mengungkapkan pertanyaan yang dia dapat adalah dua skor. Skor dua tersebut didapatkan berdasarkan pertanyaan yang dia ungkapkan pada proses diskusi kelompok. Pertanyaan yang dia ajukan kepada teman sekelompoknya yaitu “Apa hasil dari dibentuknya dasar negara?”. Lalu aspek yang kedua adalah memberikan pernyataan, pernyataan yang dia ungkapkan ketika berdiskusi kelompok sudah sesuai dengan materi sehingga penilaian untuk aspek ini mendapatkan skor tiga. Dia mengungkapkan pernyataan “Dasar negara diperlukan karena dasar negara kaya pondasi rumah” ketika berdiskusi mengenai pentingnya dasar negara. Aspek terakhir yaitu memberikan kesimpulan, dalam aspek ini MN mendapatkan skor tiga yang artinya dia kesimpulan atas materi yang telah diajarkan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Negara kita perlu ada dasar negara karena negara kita ingin memperjuangkan negara ke arah yang lebih baik dan agar kokoh”.

Siswa kedua DN, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus II dikatakan cukup karena mendapatkan skor tujuh dengan presentase 66,67%. Aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor satu karena dia tidak


(19)

mengungkapkan pertanyaan pada proses diskusi. Pada aspek yang kedua yaitu memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua. Pernyataan yang dia ungkapkan yaitu “Karena akan ada pancasila” ketika ditanya mengenai perumusan dasar negara. Terakhir aspek memberikan kesimpulan, dalam aspek ini dia mendapatkan skor tiga karena dia terlihat menyimpulkan hasil diskusi kelompok yang dicatat dalam laporan.

Selanjutnya yaitu RZ, kemampuan berpikir kritis yang ia dapatkan pada pembelajaran siklus II adalah 66,67% atau mendapatkan score enam. Pertanyaan yang dia ajukan pada saat berdiskusi kelompok yaitu “Kapan tahun dibuatnya Undang-undang Dasar?”. Dari pertanyaan tersebut dapat dianalis bahwa untuk kategori indikator pertama ini dia mendapatkan score dua, karena bertanya dengan menggunakan kata tanya “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan materi pembelajaran. Lalu untuk aspek yang kedua dia mendapatkan score tiga. Pernyataan yang dia ungkapkan ketika berdiskusi mengenai alasan diperlukannya dasar negara. Dia menjawab “Adanya dasar negara tuh biar lebih adil dan makmur, juga ngga mudah ditipu”. Sedangkan, untuk aspek terakhir dia mendapatkan score satu karena pada akhir diskusi kelompok dia tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.

Siswa berikutnya adalah AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus II sebesar 88,89% dengan skor delapan dan berada pada kategori baik. Pertanyaan yang dia ungkapkan dalam proses diskusi kelompok yaitu “Kapan Ir. Soekarno mengusulkan konsep dasar negara dalam rapat BPUPKI?”. Berdasarkan pedoman penilaian yang dibuat, pertanyaan tersebut mendapatkan kategori cukup dengan skor dua. Berbeda dengan aspek mengungkapkan pertanyaan, pada aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor tiga. Hal tersebut dikarenakan pada saat proses diskusi dia aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman kelompoknya. Salah satu pernyataan yang dia ungkapkan adalah “Karena masyarakat Indonesia tidak semua beragama islam jadi diganti” ketika ditanya alasan penggantian sila pertama pada piagam Jakarta. Terakhir, dalam aspek memberikan kesimpulan dia mendapatkan skor tiga karena dia memberikan kesimpulan atas materi yang telah


(20)

dijelaskan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Supaya negara tidak runtuh jadi kita butuh dasar negara”.

Selanjutnya AS, kemampuan berpikir pada pembelajaran siklus II berada pada kategori cukup dengan skor enam dan presentase 66,67%. Aspek mengungkapkan mendapatkan skor tiga dengan pertanyaan “Kenapa dasar negara harus dibentuk?”. Pertanyaan tersebut diajukan kepada kelompok ketika mereka sedang berdiskusi. Lalu aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang sering diungkapkan tidak berhubungan dengan materi pembelajaran. Pernyataan yang dia ungkapkan yaitu “Ketuhanan yang maha esa” ketika mendiskusikan arti dasar negara. Aspek terakhir dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan.

Berikutnya adalah MR, Kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus II mendapatkan kategori cukup dengan skor enam dan presentase 66,67%. Selama proses diskusi dia mengungkapkan pertanyaan “Ini dasar negara menurut siapa?” sehingga pada aspek ini mendapatkan skor dua. Untuk aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan tidak berhubungan dengan pembelajaran. Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan mendapatkan skor dua karena kesimpulan yang diberikan tidak sesuai dengan materi yang telah diajarkan.

Kemampuan berpikir kritis NA pada pembelajaran siklus II masuk dalam kategori cukup mendapatkan skor enam dengan presentase 66,67%. Pertanyaan yang dia ungkapkan adalah “Kenapa UUD yang diambil dari piagam Jakarta?”, pertanyaan tersebut mendapatkan skor tiga karena bertanya menggunakan kata tanya “mengapa”. Lalu dalam aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua karena berdasarkan catatan observasi dia memberikan pernyataan namun tidak berhubungan dengan pembelajaran. Pernyataan yang dia ungkapkan lebih sering berbincang mengenai ekstrakurikuler pramuka. Sedangkan untuk aspek terakhir dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah disampaikan.

Selanjutnya adalah AN, kemampuan berpikir kritis pada siklus I berada dalam kategori cukup dengan jumlah skor enam presentase 55,56%. Dia


(21)

mengungkapkan pertanyaan “Kapan panitia kecil mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI?” pada proses diskusi kelompok sehingga sesuai dengan indikator penilain dia mendapatkan skor dua. Lalu untuk aspek mengungkapkan pernyataan dia mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan lebih ke perintah untuk mencari jawaban atas permasalahan yang menjadi bahan diskusi. Sedangkan untuk aspek terakhir dalam penilaian kemampuan berpikir kritis dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.

Siswa selanjutnya FI, pada pembelajaran siklus II kemampuan berpikir kritisnya dikategorikan baik dengan mendapatkan skor delapan dan presentase 88,89%. Pertanyaan yang diungkapkan yaitu “Kapan panitia kecil mengadakan pertemuan?”. Sehingga pada aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua. Lalu untuk aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga. Pernyataan yang dia ungkapkan yaitu “Karena kalau ada dasar negara negara bisa melangkah maju” ketika ditanya mengapa dasar negara perlu dibentuk sebelum kemerdekaan. Untuk aspek yang terakhir dia memberikan kesimpulan dengan mengungkapkan hasil dikusi kelompoknya sehingga mendapatkan skor tiga.

Siswa yang terakhir yaitu DA, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus II dikategorikan cukup dengan skor empat dan presentase 44,44%. Ketika berdiskusi kelompok dia mengungkapkan pertanyaan “Kapan rumusan dasar negara dilaksanakan?”, sehingga dalam aspek ini dia mendapatkan skor dua. Pada aspek memberikan pernyataan dan memberikan kesimpulan dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan pernyataan dan kesimpulan ketika diskusi kelompok dan diskusi kelas.

Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus II dengan menerapkan metode diskusi sudah menunjukkan peningkatan namun masih belum mendapatkan hasil yang maksimal. Hal tersebut akan menjadi bahan perbaikan pada siklus selanjutnya. d. Refleksi Siklus II


(22)

Kegiatan refleksi dilakukan setelah peneliti menganalisis data dari pelaksanaan tindakan siklus II. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan siklus II yaitu hasil observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa terhadap pembelajaran, serta kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah menganalisis data-data tersebut, aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok belum berjalan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan masih ada beberapa kekurangan dalam pelaksanaan siklus II. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan perencanaan dan pelaksanaan untuk siklus selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi kemampuan berpikir kritis siswa dengan menerapkan metode diskusi.

Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu ditingkatkan dari pelaksanaan siklus II yang masih belum optimal untuk dilaksanakan pada siklus III.

1) Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk dirumuskan dengan tepat. Karena perencanaan pembelajaran merupakan hal pokok yang menjadi acuan dalam pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Perbaikan perencanaan pembelajaran dari siklus II untuk dilaksanakan pada siklus III yaitu:

a) Pembentukan kelompok baru karena masih terdapat siswa yang belum mau berdiskusi dengan teman kelompoknya agar siswa dapat lebih baik dalam berdiskusi.

b) Peningkatan indikator dalam RPP agar kemampuan berpikir kritis siswa meningkat.

c) Penggunaan media harus dimunculkan agar siswa tidak jenuh.

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Berhasil tidaknya siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran ditentukan pula oleh proses pembelajaran yang dilakukan. Di dalam proses pembelajaran ini, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari siklus II yaitu:

a) Sistematika penyampaian materi harus diperhatikan, agar tidak ada langkah pembelajaran yang terlewat atau tertukar.

b) Memberikan instruksi yang lebih jelas kepada siswa agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif.


(23)

c) Adanya bimbingan lebih untuk siswa yang masih kesulitan dalam mengungkapkan pertanyaan, pendapat, dan memberikan kesimpulan.

d) Memberikan kesempatan siswa yang masih kurang dalam bertanya, berpendapat, dan menyimpulkan pembelajaran.

3) Kemampuan berpikir kritis siswa

Kemampuan berpikir kritis siswa dalam siklus II sudah menunjukkan adanya peningkatan namun masih terdapat siswa yang mengalami penurunan. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa masih perlu ditingkatkan lagi. Berdasarkan tiga aspek kemampuan berpikir kritis masih banyak siswa yang mendapatkan skor dibawah tiga atau masih berada didalam kategori cukup. Oleh karena itu, pelaksanaan pembelajaran pada siklus III perlu menekankan pada pemberian kesempatan kepada siswa yang masih kurang untuk berani bertanya, berpendapat, dan memberikan kesimpulan.

3. Deskripsi Pelaksanaan Siklus III

Pelaksanaan siklus III merupakan kelanjutan dari tindakan siklus II. Tindakan siklus III dilakukan karena pada siklus II karena kemampuan kemampuan berpikir kritis siswa masih berada dalam kategori cukup. Dengan demikian, pelaksanaan siklus III dilakukan untuk memperbaiki serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus III. Berikut pemaparan pelaksanaan siklus III, dengan beberapak tahapan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

a. Perencanaan Pembelajaran Siklus III

Perencanaan pembelajaran pada siklus III merupakan refleksi dari pelaksanaan siklus II. Sehingga dalam pembuatan rencana pelaksanaan siklus III ini disusun tidak jauh berbeda dengan perencanaan pembelajaran pada siklus II, begitupun dengan langkah-langkah pembelajarannya. Yang menjadi perbedaan perencanaan pembelajaran pada siklus III dengan siklus II yaitu terletak pada pembahasan yang akan dipelajari yaitu pembahasan mengenai peranan tokoh-tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan. Berikut perencanaan pembelajaran siklus II yang merupakan hasil refleksi dari siklus II.


(24)

1) Pembentukan kelompok baru agar siswa dapat lebih baik dalam berdiskusi. Kelompok baru yang dibentuk sebagai berikut. Kelompok A beranggotakan KA , FI, NA, AD ,dan DN. Kelompok B beranggotakan RI, SA, RZ, dan EA. Kelompok C beranggotakan RD, DA, AI, dan MN. Kelompok D beranggotakan AZ, AN, AS, RN, dan MW. Kelompok E beranggotakan EL, NA, AA, NR, dan AP. Serta yang terakhir kelompok F beranggotakan NW, MR, RZ, NA, dan DI.

2) Peningkatan indikator dari C2 ke C3.

3) Penggunaan media gambar agar siswa mengenal tokoh yang sedang dibahas. b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III

Proses pembelajaran siklus III dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2014 dengan alokasi waktu 3 X 35 menit. Secara garis besar kegiatan pembelajaran dalam siklus II ini sama dengan proses pembelajaran pada siklus II.

Kegiatan awal sama halnya pada siklus II yaitu dengan menanyakan kabar kepada siswa dan memotivasi siswa agar semangat belajar. Langkah selanjutnya guru memberikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa tentang materi yang telah diajarkan sebelumnya . Selanjutnya guru memeriksa kebersihan, mengatur tempat duduk, memeriksa kelengkapan belajar siswa, dan memastikan siswa siap belajar. Tahap terakhir dalam kegiatan awal ini adalah setelah siswa siap untuk belajar guru memberikan penyampaian tentang tujuan belajar hari ini.

Kegiatan inti terbagi menjadi dua kegiatan yaitu ekplorasi dan elaborasi. Sebelum melakukan kegiatan eksplorasi guru menempelkan media gambar di depan kelas. Dalam eksplorasi siswa dan guru bertanya jawab mengenai tokoh-tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan. Proses tersebut bertujuan untuk menggali dan mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan disampaikan.

Selanjutnya dalam elaborasi siswa diberikan teks bacaan mengenai peranan tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan, lalu siswa dibagi ke dalam 5 kelompok yang heterogen. Setelah siswa berkumpul dengan kelompoknya guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan yaitu berupa pertanyaan mengenai peranan tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan yang harus dijawab


(25)

oleh kelompok dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya.

Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru. Selama siswa melakukan kegiatan diskusi, guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif, dan agar diskusi lancar.

Kemudian setelah kelompok selesai berdiskusi setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Selanjutnya guru memberikan ulasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut. Siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari setiap kelompok.

Langkah terakhir dalam kegiatan elaborasi adalah siswa diberikan LKS sebagai evaluasi pembelajaran dan diminta untuk mengerjakannya selama 15 menit. Setelah selesai siswa diminta untuk mengumpulkan LKS yang telah dikerjakannya.

Sebagai konfirmasi setelah semua siswa selesai mengumpulkan LKS, siswa diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru tentang pembelajaran yang belum dimengerti. Langkah selanjutnya adalah siswa bersama guru menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan yaitu mengenai perumusan dasar negara. Sebagai pemantapan siswa diberikan tugas oleh guru.

Langkah terakhir dalam kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan penutup. Siswa diminta untuk merapihkan alat tulis yang telah digunakan, lalu guru menutup pembelajaran dengan berdoa bersama siswa dan siswa dipersilahkan untuk pulang.

c. Observasi Siklus III

Sama halnya dengan proses pelaksanaan siklus II, pada saat pelaksanaan siklus III peneliti juga didampingi oleh enam orang observer. Observer bertugas untuk mengamati dan memberikan penilaian terhadap aktivitas guru serta kemampuan berpikir kritis dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada siklus III.


(26)

Observer diberikan lembar observasi aktivitas guru dan siswa terhadap penerapan metode diskusi serta lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa untuk mencatat temuan-temuan penting dan untuk mencatat hasil pengamatannya selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi yang dicatat oleh observer digunakan sebagai bahan diskusi pada refleksi untuk dianalisis, serta untuk merencanakan perbaikan selanjutnya.

1) Perencanaan Pembelajaran

Setelah pembentukan kelompok baru dari hasil observasi yang ditemukan, kelompok sudah dapat berdiskusi dan melakukan pembagian tugas dalam pengerjaan laporan kelompok. Penggunaan media juga sudah dilakukan oleh guru,sehingga memudahkan siswa mengenal tokoh yang sedang dipelajari.

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dalam siklus III peneliti diobservasi oleh enam observer. Observasi yang dilakukan yaitu untuk mengamati keterlaksanaan kegiatan penerapan metode diskusi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok dan diskusi kelas.

a) Aktivitas Guru

Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus III pada materi peranan tokoh-tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan dengan menerapkan metode diskusi secara umum sudah berjalan dengan lancar. Dari 14 langkah dalam proses pembelajaran yang berlangsung semuanya sudah terlaksana. Berikut peneliti paparkan lebih lanjut mengenai catatan observasi proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus III.

Berdasarkan catatan observasi, pada kegiatan pendahuluan atau kegiatan awal sudah berjalan dengan sistematis. Kegiatan apersepsi dilakukan dengan menanyakan materi pembelajaran sebelumnya. Kegiatan memeriksa kebersihan kelas dan menyiapkan kelengkapan belajar pun sudah tertukar. Kegiatan akhir dalam pendahuluan yaitu menyampaikan tujuan pembelajaran pun sudah terlaksana. Penyampaian tujuan dilakukan berulang-ulang agar siswa lebih paham dan mengerti tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Selanjutnya pada kegiatan initi berdasarkan catatan observasi, guru sudah melakukan pembagian kelompok dengan sistematis dan jelas. Guru


(27)

mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dengan lantang dan jelas. Namun masih terdapat siswa yang belum fokus sehingga guru melakukan pengulangan dalam menyampaikan masalah.

Pengarahan mengenai pemecahan masalah dilakukan secara individual terlebih dahulu baru ketika ada siswa yang belum mengerti guru memberikan pengarahan secara klasikal kepada seluruh siswa. Sihingga pemantauan proses diskusi sudah dilakukan secara proporsional kepada setiap kelompoknya.

Setelah diskusi kelompok selesai guru mengulas laporan kelompok. Pengulasan laporan kelompok dilakukan dengan meminta satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas. Guru berperan sebagai moderator yang mengatur jalannya proses diskusi kelas. Guru juga memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa sebagai ulasan atas diskusi yang telah mereka lakukan. Sehingga siswa benar-benar mengerti dan paham atas jawaban dari permasalahan yang didiskusikan.

Kegiatan akhir dalam kegiatan inti pun sudah semua terlaksana yaitu guru sudah memberikan refleksi dan menyimpulkan pembelajaran dengan melakukan tanya jawab serta memberikan siswa kesempatan untuk menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

d) Aktivitas Siswa

Seperti halnya siklus II proses observasi aktivitas siswa pada siklus III pun terbagi menjadi dua yaitu ketika mengikuti pembelajaran dalam kelompok besar atau kelas dan ketika berdiskusi kelompok kecil. Pada saat awal pembelajaran berlangsung, secara umum siswa dapat mengikuti instruksi atau langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Hal tersebut terlihat pada saat guru bertanya sebagai proses apersepsi. Siswa sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Selanjutnya observer memberikan catatan ketika proses penyampaian tujuan pembelajaran siswa sudah menyimak pemaparan guru dan sudah bertanya ketika ada tujuan pembelajaran yang tidak dipahami sehingga guru melakukan pengulangan penyampaian tujuan pembelajaran.

Pada kegiatan pembagian kelompok siswa sudah terlihat tertib namun agak kurang antusias ketika guru menginstruksikan belajar dalam kelompok. Hal tersebut terjadi karena siswa merasa tidak suka dengan teman satu kelompoknya


(28)

dan tidak satu kelompok dengan teman dekatnya. Lalu pada saat guru menyampaikan masalah yang akan didiskusikan siswa sudah terlihat fokus memperhatikan. Begitu pun ketika guru memberikan pengarahan mengenai cara penyelesaian masalah, siswa sudah tidak ragu untuk bertanya kepada guru apabila ada yang tidak dipahami atau ada yang belum dimengerti terkait cara menyelesaikan masalahnya.

Selanjutnya pada saat proses dikusi kelompok secara keseluruhan siswa sudah dapat berdiskusi dengan baik. Siswa sudah saling membegi tugas dalam pemecahan masalah dan sudah berani bertanya maupun memberikan pernyataan ketika proses diskusi berlangsung. Sehingga jalannya diskusi pada siklus III ini berjalan dengan lancar. Hanya satu yang menjadi catatan observer yaitu, ada siswa yang langsung bertanya kepada guru ketika guru membimbing jalannya diskusi dengan mendatangi kelompok satu persatu. Namun setelah diberikan arahan agar pertanyaan itu didiskusikan dalam kelompok akhirnya siswa mulai mengerti.

Setelah diskusi kelompok selesai dilanjutkan dengan mengulas laporan kelompok. Presentasi dilakukan di depan kelas dan hanya satu kelompok yaitu kelompok C yang memprsentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain menanggapi jawaban yang diberikan oleh kelompok C. Proses diskusi kelas pada pembelajaran siklus III sudah lebih tertib dari pembelajaran sebelumnya. Pada kegiatan diskusi kelas ini siswa terlihat aktif memberikan pertanyaan dan jawaban apabila merasa berbeda dengan pemaparan kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Lalu akhir dari kegiatan inti siswa mengerjakan LKS sebagai evaluasi pembelajaran.

Pada akhir pembelajaran ketika proses refleksi siswa memperhatikan dan kondisi kelas kondusif sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru sebagai refleksi dari pembelajaran. Proses terakhir yaitu memberikan kesimpulan siswa memberikan kesimpulan dengan bimbingan guru sehingga kesimpulan yang diberikan lebih lengkap. Dengan pemaparan catatan hasil observasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa selama pembelajaran dalam siklus III ini terkait penerapan metode diskusi sudah berjalan dengan lancar.


(29)

e) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Siklus III

Secara umum kemampuan sepuluh siswa dalam berpikir kritis mengalami peningkatan menjadi 80%. Seperti halnya siklus II yang menjadi penilaian kemampuan berpikir kritis siswa adalah pertanyaan, pernyataan serta kesimpulan yang diungkapkan.

Dalam menganalisis pertanyaan, pernyataan, dan kesimpulan yang tercatat dalam lembar observasi, peneliti mengkategorikan aspek tersebut sesuai kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya menentukan skor berdasarkan pedoman penelitian. Berikut penjabaran hasil penilaian kemampuan berpikir siswa pada siklus III.

Siswa pertama beridentitaskan MN, kriteria kemampuan berpikir kritis pada siklus III dikatakan baik karena mendapatkan skor sembilan dengan presentase 100%. Aspek mengungkapkan pertanyaan yang dia dapat adalah tiga skor. Skor dua tersebut didapatkan berdasarkan pertanyaan yang dia ungkapkan pada proses diskusi kelompok. Pertanyaan yang dia ajukan kepada teman sekelompoknya yaitu “Bagaiamana sih peranan M. Yamin?”. Lalu aspek yang kedua adalah memberikan pernyataan, pernyataan yang dia ungkapkan ketika berdiskusi kelompok sudah sesuai dengan materi sehingga penilaian untuk aspek ini mendapatkan skor tiga. Dia mengungkapkan pernyataan “Karena tidak semua memeluk agama islam” ketika berdiskusi mengenai alasan penggantian poin pertama dalam Piagam Jakarta. Aspek terakhir yaitu memberikan kesimpulan, dalam aspek ini MN mendapatkan skor tiga yang artinya dia kesimpulan atas materi yang telah diajarkan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Kita juga harus disiplin dan sungguh-sungguh kalo belajar”.

Siswa kedua DN, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus III dikatakan cukup karena mendapatkan skor tujuh dengan presentase 66,67%. Aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor satu karena dia tidak mengungkapkan pertanyaan pada proses diskusi. Pada aspek yang kedua yaitu memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua. Terakhir aspek memberikan kesimpulan, dalam aspek ini dia mendapatkan skor tiga karena dia terlihat menyimpulkan hasil diskusi kelompok yang dicatat dalam laporan.


(30)

Selanjutnya yaitu RZ, kemampuan berpikir kritis yang ia dapatkan pada pembelajaran siklus III adalah 88,89% atau mendapatkan skor delapan. Pertanyaan yang dia ajukan pada saat berdiskusi kelompok yaitu “Siapa saja tokoh yang kita cari peranannya?”. Dari pertanyaan tersebut dapat dianalis bahwa untuk kategori indikator pertama ini dia mendapatkan score dua, karena bertanya dengan menggunakan kata tanya “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan materi pembelajaran. Lalu untuk aspek yang kedua dia mendapatkan skor tiga. Pernyataan yang dia ungkapkan merupakan meluruskan jawaban tentang Peranan Radjiman. Dia mengungkapkan “Nih yang bener, puncak peranannya menjadi ketua BPUPKI bukan anggota BPUPKI doang”. Lalu untuk aspek terakhir dia mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia ungkapkan adalah “Kita harus pantang menyerah seperti para pahlawan”.

Siswa berikutnya adalah AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus III sebesar 88,89% dengan skor delapan dan berada pada kategori baik. Pertanyaan yang dia ungkapkan dalam proses diskusi kelompok yaitu “Apa peranan Ahmad Soebarjo?”. Berdasarkan pedoman penilaian yang dibuat, pertanyaan tersebut mendapatkan kategori cukup dengan skor dua. Aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga. Dia menyatakan “Pahlawan memegang teguh prinsip” ketika berdiskusi mengenai nilai yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terakhir, dalam aspek memberikan kesimpulan dia mendapatkan skor tiga karena dia memberikan kesimpulan atas materi yang telah dijelaskan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Kita harus berpendirian teguh kaya pahlawan tapi harus menghormati pendapat orang lain juga”.

Selanjutnya AS, kemampuan berpikir pada pembelajaran siklus III berada pada kategori cukup dengan skor enam dan presentase 66,67%. Aspek mengungkapkan mendapatkan skor tiga dengan pertanyaan “Bagaimana peranan Soepomo dalam PPKI?”. Pertanyaan tersebut diajukan kepada kelompok ketika mereka sedang berdiskusi. Lalu aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang sering diungkapkan tidak berhubungan dengan materi pembelajaran. Pernyataan yang dia ungkapkan yaitu “Nih Moh. Hatta itu menjadi


(31)

anggota PPKI” ketika mendiskusikan peranan tokoh. Aspek terakhir dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan.

Berikutnya adalah MR, Kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus III mendapatkan kategori baik dengan skor enam dan presentase 77,78%. Selama proses diskusi dia mengungkapkan pertanyaan “Kapan Moh. Hatta lahir?” sehingga pada aspek ini mendapatkan skor dua. Untuk aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan hanya perintah kepada teman sekelompoknya untuk mencari jawaban atas permasalahan yang sedang didiskusikan. Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Cara menghargainya ya kita juga harus menghargai orang lain”.

Kemampuan berpikir kritis NA pada pembelajaran siklus III masuk dalam kategori baik mendapatkan skor delapan dengan presentase 88,89%. Pertanyaan yang dia ungkapkan adalah “Bagaimana peranan Ahmad Soebarjo?”, pertanyaan tersebut mendapatkan skor tiga karena bertanya menggunakan kata tanya “mengapa”. Lalu dalam aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua karena berdasarkan catatan observasi pernyataan yang dia berikan masih belum sesuai dengan materi pembelajaran. Dia meminta temannya untuk dapat lebih bekerja sama dalam menjalankan tugasnya di dalam kelompok. Untuk aspek terakhir dia mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Kalo kita menghargai pahlawannya dengan ikut upacara bendera pak”.

Selanjutnya adalah AN, kemampuan berpikir kritis pada siklus III berada dalam kategori baik dengan jumlah skor tujuh presentase 77,78%. Dia mengungkapkan pertanyaan “Siapa saja tokoh yang berperan? Biar aku yang catet”pada proses diskusi kelompok sehingga sesuai dengan indikator penilain dia mendapatkan skor dua. Lalu untuk aspek mengungkapkan pernyataan dia mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan lebih ke perintah untuk mencari jawaban atas permasalahan yang menjadi bahan diskusi. Sedangkan untuk aspek terakhir dalam penilaian kemampuan berpikir kritis dia mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia ungkapkan yaitu “Kita harus belajar lebih giat dan ngga mudah nyerah kaya pahlawan”.


(32)

Siswa selanjutnya FI, pada pembelajaran siklus III kemampuan berpikir kritisnya dikategorikan baik dengan mendapatkan skor delapan dan presentase 88,89%. Pertanyaan yang diungkapkan yaitu “Bagaimana sih peranan masing-masing tokoh?”. Sehingga pada aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor tiga. Lalu untuk aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor dua. Pernyataan yang dia ungkapkan lebih banyak perintah kepada temannya untuk mencari jawaban atas masalah yang diberikan. Untuk aspek yang terakhir dia memberikan kesimpulan “Kita harus pantang menyerah kalo belajar seperti pahlawan” sehingga mendapatkan skor tiga.

Siswa yang terakhir yaitu DA, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus III dikategorikan cukup dengan skor lima dan presentase 55,56%. Ketika berdiskusi kelompok dia mengungkapkan pertanyaan “Apa sih peranan Soepomo?”, sehingga dalam aspek ini dia mendapatkan skor dua. Pada aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua karena lebih sering meminta temannya untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diberikan. Aspek terakhir mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan. Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus III dengan menerapkan metode diskusi sudah menunjukkan peningkatan.

e. Refleksi Siklus III

Kegiatan refleksi dilakukan setelah peneliti menganalisis data dari pelaksanaan tindakan siklus III. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan siklus III yaitu hasil observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa terhadap pembelajaran, serta kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah menganalisis data-data tersebut, aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok sudah berjalan dengan baik.

Keberhasilan pembelajaran pada siklu III ini tidak terlepas dari aktivitas guru yang dilaksanakan. Guru sudah melaksanakan langkah-langkah pembelajaran sesuai dalam RPP. Guru telah melaksanakan pembelajaran dengan baik, mulai dari memberi motivasi, apersepsi, menyampaikan tujuan


(33)

pembelajaran, menjelaskan materi, membimbing siswa dalam kelompok, memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, serta memberikan evaluasi kepada siswa.

Keberhasilan siklus III pun tidak lepas dari peran dan aktivitas siswa. Aktivitas siswa pada siklus III ini berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan. Siswa sudah mulai terbiasa untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas dengan kelompoknya. Dengan adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 80% maka kegiatan penelitian dianggap tuntas dan tidak dilakukan tindakan berikutnya.

Rekap hasil keterlaksanaan pembelajaran pada semua siklus 1. Aktivitas Guru

Gambar 4.1

Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus I, II, dan III 2. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa


(34)

Gambar 4.2

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis MN pada Siklus I, II, dan III

b) Kemampuan Berpikir Kritis DN

Gambar 4.3

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis DN pada Siklus I, II, dan III c) Kemampuan Berpikir Kritis RZ


(35)

Gambar 4.4

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis RZ pada Siklus I, II, dan III

d) Kemampuan Berpikir Kritis AD

Gambar 4.5

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis AD pada Siklus I, II, dan III e) Kemampuan Berpikir Kritis AS


(36)

Gambar 4.6

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis AS pada Siklus I, II, dan III

f) Kemampuan Berpikir Kritis MR

Gambar 4.7

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis MR pada Siklus I, II, dan III g) Kemampuan Berpikir Kritis NA


(37)

Gambar 4.8

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis NA pada Siklus I, II, dan III

h) Kemampuan Berpikir Kritis AN

Gambar 4.9

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis AN pada Siklus I, II, dan III i) Kemampuan Berpikir Kritis FI


(38)

Gambar 4.10

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis FI pada Siklus I, II, dan III

j) Kemampuan Berpikir Kritis DA

Gambar 4.11

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis DA pada Siklus I, II, dan III C. Pembahasan Hasil Penelitian


(39)

Berdasarkan data awal penelitian peneliti menemukan masalah siswa dalam pembelajaran IPS. Permasalahan tersebut yaitu kemampuan sepuluh siswa dalam berpikir kritis masih rendah. Hal ini masih belum sesuai dengan salah satu karakteristik pembelajaran IPS yaitu mengutamakan peran aktif siswa agar siswa mampu mengembangkan berpikir kritis, rasional dan analitis.

Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti mencari solusi dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas dalam pembelajaran IPS melalui penerapan metode diskusi. Penerapan metode diskusi dalam pembelajaran IPS dimaksudkan untuk melatih siswa agar lebih berani bertanya, berpendapat, serta memberikan kesimpulan. Dengan kata lain tujuan dari penerapan metode diskusi pada pembelajaran IPS dalam materi pokok perjuangan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Upaya peneliti dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas telah menunjukkan perubahan yang sangat berarti. Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa dari siklus I sampai siklus III. Perubahan yang jelas terlihat yaitu pada siklus III. Secara keseluruhan kemampuan berpikir kritis siswa mencapai 80%.

Salah satu proses pembelajaran yang penting agar siswa dapat terlatih berpikir kritis yaitu pembelajaran antara guru dengan siswa harus lebih komunikatif serta memberikan kesempatan siswa untuk bekerjasama dengan temannya. Oleh karena itu pemilihan metode diskusi dalam proses pembelajaran IPS dirasa tepat. Di dalam metode diskusi siswa dapat mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya dan membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa penerapan metode diskusi pada pembelajaran IPS dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Lan Wright dan C. L. Bar, L.M Sartolli dan R. Swartz dan S, Parks (Sidik, 2010; 44) bahwa “cara dan strategi untuk melatih kemampuan berpikir kritis diantaranya adalah dengan diskusi yang kaya”. Faktor pertama yang menjadi penyebabnya yaitu


(40)

permasalahan yang dikemukakan oleh guru sebagai bahan diskusi kelompok sudah dapat memancing siswa untuk saling bertanya, berpendapat dan memberikan kesimpulan. Lalu faktor kedua yaitu dibentuknya kelompok secara heterogen. Kelompok terdiri dari empat sampai lima siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Setting kelompok ini bertujuan agar proses diskusi dapat berjalan dengan lancar.

Aktivitas guru pada siklus I sudah cukup baik hal tersebut dapat dilihat dari keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran. Dari 14 langkah pembelajaran hanya 2 aktivitas yang terlewatkan atau 86% sudah terlaksana. Akan tetapi, aktivitas siswa dalam diskusi pada siklus I masih kurang. Dominasi siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis baik dalam pembagian tugas untuk penyusunan laporan tidak terhindarkan. Sehingga masih terdapat siswa yang berdiskusi diluar permasalahan yang diberikan oleh guru. Lalu yang menjadi penghambat siswa dalam berdiskusi adalah faktor psikologis siswa. Faktor psikologis yang dimaksud adalah siswa yang tidak sekelompok dengan teman dekatnya akan cenderung diam dan tidak mau berdiskusi.

Proses pembelajaran mulai menunjukkan perubahan saat dilakukan pembelajaran siklus II. Keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran sudah mencapai 93% dari 14 langkah atau hanya 1 aktivitas yang terlewatkan. Dari hasil refleksi siklus I, peneliti kembali membentuk kelompok baru dengan mempertimbangkan faktor psikologis siswa agar proses diskusi berjalan dengan baik. Dari proses pembelajaran siklus II aktivitas siswa dalam diskusi kelompok dan kelas sudah mengalami peningkatan. Sebagian besar siswa sudah berani mengungkapkan pertanyaan, pendapat, dan kesimpulan.

Aktivitas guru lebih baik lagi pada siklus III. Di dalam pelaksanaan siklus III, langkah-langkah pembelajaran sudah terlaksana 100%. Begitu pula dengan aktivitas siswa dalam kelompok, siswa sudah mulai terbiasa membagi tugas dalam mengerjakan laporan diskusi kelompok. Sehingga aktivitas siswa lebih efektif dan tertib dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Dengan terbiasanya siswa berdiskusi, maka terbiasa pula siswa saling menghargai pendapat orang lain.


(41)

Berikut presentase aktivitas guru dalam menerapkan metode diskusi pada pembelajaran IPS.

Gambar 4.12

Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus I, II, dan III

Dari bagan di atas, dapat dikatakan pahwa penerapan metode diskusi oleh guru pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri 3 Cibogo menunjukkan peningkatan. Peningkatan tersebut diikuti juga oleh peningkatan aktivitas siswa ketika berdiskusi di dalam kelompok seperti yang telah peneliti paparkan sebelumnya.

Peningkatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran tidak meningkat dengan sendirinya. Peran guru dalam menciptakan dan mengendalikan suasana belajar merupakan faktor yang menentukan. Dalam setiap siklus yang dilakukan, guru memberikan masalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang dapat memungkinkan siswa untuk berpikir kritis. Guru pun melakukan teknik pembahasan hasil diskusi dengan presentasi oleh satu kelompok dan kelompok lainnya menanggapi. Sehingga siswa dapat mengungkapkan pemikiran mereka melalui pernyataan-pernyataan apabila ada jawaban yang berbeda dari temannya.

Hal lain yang penting yaitu, peningkatan indikator dalam setiap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada setiap siklus. Peningkatan yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan kognitif dari kemampuan C1 sampai dengan C3. Pada siklus I indikator yang digunakan berada pada kemampuan C1 dan C2,


(1)

siklus II berada pada kemampuan C2, dan untuk siklus III berada pada kemampuan C3. Untuk lebih jelas mengenai indikator dalam RPP dapat dilihat dalam lampiran. Peningkatan indikator dilakukan agar kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan sesuai dengan yang dikemukakan oleh Glaser (Fisher, 2002: 3) bahwa berpikir kritis merupakan “suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang”.

Peningkatan aktivitas guru dan siswa ternyata berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Secara keseluruhan kemampuan berpikir kritis siswa setiap siklusnya mengalami peningkatan yang ditunjukkan dalam persen. Presentase kemampuan berpikir siswa pada siklus I yaitu 58%. Pada siklus II meningkat menjadi 70%. Dan pada siklus 3 presentase kemampuan berpikir kritis siswa kembali meningkat menjadi 80%. Berikut bagan peningkatan presentase kemampuan berpikir kritis siswa.

Gambar 4.13

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Siklus I, II, dan III

Dari bagan di atas, dapat dikatakan bahwa penerapan metode diskusi tidak hanya meningkatkan aktivitas guru dan siswa, tetapi juga meningkatkan


(2)

kemampuan berpikir kritis siswa. Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa metode diskusi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPS.

Lebih khusus lagi akan peneliti jabarkan kemampuan berpikir kritis masing-masing siswa yang didapat selama pembelajaran dari siklus I sampai siklus III. Penjabaran hanya berisi presentase kemampuan berpikir kritis secara keseluruhan pada setiap siklus dan skor per indikator yang di dapat dari masing-masing siswa. Untuk analisis catatan observasi kemampuan berpikir kritis siswa yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran.

Siswa pertama MN, pada siklus I kemampuan berpikir kritisnya 55,56% dengan skor total lima. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan dua, dan menyimpulkan satu. Siklus II presentase kemampuan berpikirnya 88,89% dengan skor total delapan. Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan tiga, dan menyimpulkan tiga. Siklus III presentase kemampuan berpikir kritisnya 100%. Keseluruhan aspek penilaian indikator mendapatkan skor tiga. Berdasarkan data tersebut pembelajaran menggunakan metode diskusi sangat berpengaruh pada MN dengan menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis yang signifikan.

Kedua yaitu DN, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar 66,67% dengan skor total enam. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, sedangkan indikator memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga, dan indikator memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus II sebesar 66,67% dengan rincian mendapatkan skor satu pada indikator mengungkapkan pertanyaan, skor dua pada memberikan pernyataan, dan skor tiga untuk memberikan kesimpulan. Presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus III juga masih 66, 67%. Untuk perolehan skor setiap indikatornya masih sama dengan siklus II. Berdasarkan data tersebut secara keseluruhan kemampuan berpikir kritisnya tidak menunjukkan peningkatan di setiap siklusnya.


(3)

Penurunan terjadi pada indikator pertama dan kedua. Untuk indikator pertama pada siklus I dia mendapatkan skor dua, namun pada siklus II dan siklus III mendapatkan skor satu. Hal tersebut terjadi karena dia lebih cenderung diam dan menyimak apa yang didiskusikan oleh teman-teman kelompoknya. Begitu pula dengan indikator kedua. Pernyataan yang dia berikan lebih cenderung tidak berhubungan dengan materi pembelajaran. Sehingga peningkatan hanya ditunjukkan pada indikator memberikan kesimpulan. Pada siklus satu DN masih belum memberikan kesimpulan sedangkan pada siklus II dan siklus III selalu memberikan kesimpulan yang sesuai dengan materi.

Siswa ketiga RZ, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar 55,56% dengan skor total 5. Indikator mengungkapkan pertanyaan dan pernyataan mendapatkan skor dua, sedangkan untuk memberikan kesimpulan mendapatakan skor satu. Presentase siklus II sebesar 66,67% dengan skor enam. Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua. Sedangkan untuk indikator memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga. Serta untuk indikator memberikan kesimpulan belum menunjukkan peningkatan yaitu masih mendapat skor satu. Siklus III menunjukkan peningkatan yang signifikan. Presentase kemampuan berpikir kritis yang didapat adalah sebesar 88,89% dengan skor delapan. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua. Sedangkan indikator memberikan pernyataan dan kesimpulan mendapatkan skor tiga. Peningkatan yang terlihat yaitu pada indikator kedua dan ketiga. Pada iindikator kedua terlihat RZ sudah memberikan pernyataan yang relevan dengan materi pembelajaran begitu pun dengan kesimpulan yang diberikan.

Siswa keempat AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar 66,67% dengan skor enam. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga, dan membuat kesimpulan satu. Selanjutnya untuk siklus II menunjukkan penigkatan. Presentase kemampuan berpikir kritis yang didapat sebesar 88,89% dengan skor delapan,. Rincian perolehan skor yang didapat pada siklus II yaitu,indikator mengungkapkan pernyataan mendapatkan skor dua dan untuk indikator memberikan pernyataan serta memberikan kesimpulan mendapatkan skor tiga.


(4)

Sedangkan untuk siklus III presentase kemampuan berpikir kriti dan skor yang didapat sama dengan siklus II yaitu sebesar 88,89% dengan skor total delapan. Skor yang didapat pada setiap indikatornya dalam siklus III masih sama dengan siklus II.

Siswa kelima yaitu AS, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar 55,56% dengan skor total lima. Indikator pertama mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor dua, dan memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Lalu untuk siklus II presentase kemampuan berpikir kritisnya sebesar 66,67% dengan skor enam. Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor tiga, memberikan pernyataan mendapatkan skor dua, dan memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Selanjutnya siklus III, presentase kemampuan berpikir yang didapat sebesar 66,67% dengan skor total enam. Untuk perolehan skor indikator pada siklus III sama dengan perolehan pada siklus II. Berdasarkan hasil tersebut terlihat siswa menunjukkan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Namun , pada siklus III kemampuan berpikir kritis AS stabil atau tidak menunjukkan peningkatan.

Siswa keenam yaitu MR, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar 44,44% dengan skor empat. Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor satu, memberikan pernyataan mendapatkan skor dua, dan memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Lalu siklus II presentase kemampuan berpikir kritisnya yaitu 66,67%. Keseluruhan indikator mendapatkan skor dua. Untuk siklus III presentase kemampuan berpikir kritis sebesar 77,78% dengan skor tujuh. Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan penyataan mendapatkan skor dua, dan memberikan kesimpulan mendapatkan skor tiga. Peningkatan kemampuan berpikir kritis MR selalu terjadi disetiap siklusnya. Yang paling terlihat selalu meningkat adalah indikator memberikan kesimpulan. Hal tersebut terjadi karena guru sedikit memberikan paksaan agar siswa mau menyimpulkan.

Siswa ketujuh yaitu NA, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar 55,56% dengan skor total lima. Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor dua, dan


(5)

memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Peningkatan terjadi pada siklus II yaitu, menjadi 66,67% dengantotal skor yang didapat enam. Peningkatan terjadi pada indikator pertama dari skor dua menjadi skor tiga. Sedangkan untuk indikator memberikan pernyataan dan memberikan kesimpulan masih sama dengan yang didapat pada siklus I. Pada siklus III pun presentase kemampuan berpikir kritis siswa kembali meningkat menjadi 88,89%. Peningkatan signifikan terdapat pada indikator memberikan kesimpulan, dari yang hanya mendapatkan skor satu meningkat jadi tiga. Hal tersebut terjadi karena guru kembali memberikan kesempatan yang lebih kepada NA untuk memberikan kesimpulan.

Siswa kedelapan yaitu AN, presentase kemampuan berpikir kritisnya sebesar 66,67% dengan skor total enam. Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga, dan memberikan kesimpulan mendapadatkan skor satu. Untuk hasil presentase kemampuan berpikir kritis disiklus II mengalami penurunan yaitu menjadi 55,56% dengan skor 6. Penurunan terjadi pada indikator memberikan pernyataan dari tiga menjadi dua. Jal tersebut terjadi karena siswa cenderung memberikan pernyataan berupa perintah kepada teman sekelompoknya. Sedangkan untuk siklus III kembali mengalami peningkatan menjadi 77,78% dengan total skor tujuh. Peningkatan terjadi pada indikator memberikan kesimpulan dari skor dua menjadi skor tiga. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan dan memberikan pernyataan sama dengan siklus dua yaitu mendapatkan skor dua.

Siswa kesembilan yaitu FI, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar 44,44% dengan skor total empat. Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, sedangkan untuk indikator memberikan pernyataan dan memberikan kesimpulan hanya mendapatkan skor satu. Pada siklus II peningkatan terjadi signifikan menjadi 88,89% dengan mendapatkan skor total delapan. Peningkatan terjadi pada indikator mengungkapkan pernyataan dan memberikan kesimpulan yaitu mendapatkan skor tiga. Sedangkan untuk indikator mengungkapkan pertanyaan masih mendapatkan skor dua. Pada siklus III presentase kemampuan berpikir kritis masih 88,89%. Namun yang menarik adalah adanya penurunan pada indikator memberikan pernyataan. Penurunan tersebut


(6)

dikarenakan pada saat pelaksanaan siklus II siswa mendapatkan tugas mencatat. Untuk aspek mengungkapkan pertanyaan dan memberikan kesimpulan meningkat mendapatakan skor tiga.

Siswa terakhir yaitu DA, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar 66,67% dengan skor total enam. Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga, dan memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Pada siklus II presentase siswa mengalami penurunan menjadi 44,44%. Hal tersebut terjadi karena siswa tidak satu kelaompok dengan teman dekatnya sehingga lebih cenderung diam. Namun peningkatan kembali terjadi pada siklus III tapi tidak lebih dari apa yang didapat dalam siklus I. Presentase pada siklus III sebesar 55,56% dengan skor total lima. Peningkatan terjadi pada indikator memberikan pernyataan. Siswa sudah berani memberikan pernyataan walaupun tidak berhubungan dengan pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas, sebagian besar penerapan metode diskusi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Namun ada satu siswa yang kemampuan berpikir kritisnya stagnan dan ada juga satu siswa yang mengalami penurunan. Seperti yang peneliti paparkan di atas, faktor terbesar yang menjadi penyebab penurunan kemampuan berpikir kritis yaitu faktor psikologis.