DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL DA

FISIPOL-UIR

Jurnal Siasat., Volume 10 (1), hal 69-79 (2016)

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL DALAM
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
Sri Maulidiah., M.Si
a

Ilmu Pemerintahan,, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Riau
b
Jalan Kharuddin Nasution No 113, Pekanbaru, 28284, Riau, Indonesia
Email:

Abstract
In government areas, there are elements of the local authorities and Representatives of the region, such as
those in the know the regional House of representatives as one of the tools to embody the values of
democracy ". In the course of a long system of local governance in Indonesia, the House of representatives in
the institutional Area experienced the ups and downs of the function and its existence in accordance with the
legislation. The position of the House of representatives of the regional institutional relationship to local
governments and Representatives of the region. In the system of national Government Representatives run

the legislative power was entrusted to the Constitution of the Republic of Indonesia in 1945, so the House of
representatives is called with the Legislature, but the regional House of representatives either province or
district/city can run "executive power". This condition resulted in the decline in the balance of power in the
system of Government in the area of Government of Indonesia, because only the elements organizer of local
governance, and the absence of institutions in the region called by the legislature of the region, therefore this
paper discusses the design of Government derah under law No. 5 of 1974, the design of local governance
under law number 22 in 1999, design local governance under Law Number 23 of 2004 local governance and
design berdasaarkan the ACT Number 23 2014.
Keywords: government, law, Indonesia

Abstrak
Dalam pemerintahan daerah, terdapat unsur pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, seperti yang di ketahui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai salah satu alat untuk mewujudkan
nilai-nilai demokrasi”. Dalam perjalanan panjang sistem pemerintahan daerah di Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah secara kelembagaan mengalami pasang surut dari sisi fungsi dan keberadaannya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berpengaruh
terhadap hubungan kelembagaan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Sistem
Pemerintahan Nasional Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan kekuasaan legislatif yang diamanahkan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga Dewan Perwakilan Rakyat disebut dengan
Lembaga Legislatif, akan tetapi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah baik provinsi maupun Kabupaten/Kota

pada hakekatnya menjalankan
”kekuasaan eksekutif”. Kondisi ini tentu berakibat berkurangnya
keseimbangan kekuasaan pemerintahan di daerah Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia, karena yang ada
hanya unsur penyelenggara pemerintahan daerah, dan tidak adanya lembaga di daerah yang disebut dengan
legislatif daerah, oleh karena itu tulisan ini membahas tentang desain pemerintahan derah berdasarkan UU
Nomor 5 Tahun 1974, desain pemerintahan daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999, desain
pemerintahan daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004 dan desain pemerintahan daerah berdasaarkan
UU Nomor 23 Tahun 2014.
Kata Kunci : pemerintahan daerah, undang-undang, indonesia.

69

SRI MAULIDIAH

PENDAHULUAN
Pemerintahan daerah merupakan subsistem dari
sistem pemerintahan nasional. Keberadaan
pemerintahan daerah diakui dan dilindungi dalam
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 maupun dalam Undang-Undang Dasar

Republik
Indonesia
Tahun
1945
hasil
Amandemen. Kertapraja (2010;1), menyatakan
bahwa;
”Sumber utama dan prinsip dasar yang dianut
dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan di
daerah adalah berdasarkan pada pasal 18 UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
(sebelum amandemen), yang berbunyi sebagai
berikut; ”Pembagian daerah Indonesia atas daerah
besar dan kecil dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan UndangUndang, dengan memandang dan mengingat
dasar
permusyawaratan
dalam
sistem
pemerintahan negara Republik Indonesia, dan
hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang

bersifat istimewa”.
Dalam pemerintahan daerah, terdapat unsur
pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, seperti dinyatakan Wasistiono dan
Wiyoso (2009;1), bahwa; ”Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sebagai salah satu alat untuk
mewujudkan nilai-nilai demokrasi”. Dalam
perjalanan panjang sistem pemerintahan daerah di
Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
secara kelembagaan mengalami pasang surut dari
sisi fungsi dan keberadaannya sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan,
seperti
dinyatakan Wasistiono dan Wiyoso (2009),
bahwa;
Pertama , Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah, memberikan peranan lebih
dominan

pada
pemerintah
daerah
(Executive Heavy).

Ketiga ,Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
memberikan peranan berimbang antara
susunan pemerintahan (pusat, provinsi,
kabupaten/Kota) sebagai keseimbangan
antara Kepala Daerah dengan DPRD.
(Equilebrium Decentralization).
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
berpengaruh
terhadap
hubungan
kelembagaan Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Sistem

Pemerintahan Nasional Dewan Perwakilan
Rakyat menjalankan kekuasaan legislatif yang
diamanahkan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945, sehingga Dewan
Perwakilan Rakyat disebut dengan Lembaga
Legislatif, akan tetapi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah baik provinsi maupun Kabupaten/Kota
pada hakekatnya menjalankan
”kekuasaan
eksekutif” .
Kondisi ini tentu berakibat berkurangnya
keseimbangan kekuasaan pemerintahan di daerah
Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia, karena
yang
ada
hanya
unsur
penyelenggara
pemerintahan daerah, dan tidak adanya lembaga
di daerah yang disebut dengan legislatif daerah,

oleh karena itu makalah ini membahas tentang
desain pemerintahan, dengan judul “DESAIN
PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL
DALAM
SISTEM
PEMERINTAHAN
INDONESIA”
PERMASALAHAN
1.

2.
Kedua , Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 Tentang Pemerintahan Daerah,
memberikan peranan lebih dominan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Legislative Heavy).

70


Terjadinya perbedaan
pandangan dan
penafsiran
dari
berbagai
komponen
masyarakat terhadap konsep otonomi daerah,
sehingga dapat menimbulkan kekeliruan dan
kesalahan dalam penerapannya di Indonesia.
Terjadinya Penempatan asas`otonomi daerah
pada dua tingkatan pemerintahan yakni pada
pemerintah
provinsi
dan
pemerintah
kabupaten/kota, sehingga terdapat dua
tingakatan daerah otonom di Indonesia. Hal ini
akan berakibat terjadinya kekaburan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.


DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

3.

4.

Gambaran umum menunjukkan terjadinya
kecenderungan
dari pemerintah dan
masyarakat daerah yang lebih menuntut hak
dan kewenangan dari pada memikirkan
tentang kewajiban daerah seperti yang diatur
dalam Pasal 1 Ketentuan Umum UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004.
Secara umum masih banyak urusan
pemerintah daerah yang harus ditetapkan oleh
pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah
masih tetap sangat bergantung dengan
pemerintah pusat walaupun dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 secara tegas
menyatakan
asas

Penyelenggaraan
pemerintahan adalah asas otonomi daerah dan
asas tugas pembantuan.

PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan dan uraian di atas,
maka dapat diturunkan Perumusan masalah dalam
penulisan ini adalah; Bagaimanakah konsep
otonomi daerah dalam sistem pemerintah
daerah dalam suatu Kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia ?

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5
TAHUN 1974
Sehubungan dengan keberadaan pemerintahan
daerah, Marbun (1983;23) menyatakan, bahwa;
“Mengingat Negara satu organisasi raksasa
harus tunduk kepada mekanisme organisme,

merupakan konsekuensi logis apabila penataan
organisasi Negara dibagi dalam tingkatan sesuai
dengan besar kecilnya organisasi. Negara
Kesatuan Republik Indonesia negara besar, baik
dilihat dari luas wilayah maupun jumlah
penduduk, ditinjau luas wilayah maupun jumlah
penduduk, ditinjau kerumitan organisasinya wajar
apabila
struktur
organisasinya
mengenal
pembagian kekuasaan, pendelegasian kekuasaan
berikut
pengendalian
terpusat
dan
tersebar.Undang-Undang Dasar Republik

71

Indonesia Tahun 1945 menggariskan bentuk
pengaturan pemerintah daerah, saling hubungan
dalam sistem Negara Republik Kesatuan Republik
Indonesia. Struktur pemerintah daerah merupakan
penjabaran struktur organisasi Negara Republik
Indonesia dalam arti terbatas. Yakni;
1. Pemerintah daerah adalah satu keharusan
dalam struktur
Negara
Republik
Indonesia;
2. Pemerintah daerah mempunyai kepala
daerah;
3. Pemerintah daerah dijalankan secara
demokrasi
“bersendi
atas
dasar
permusyawaratan” ;
4. Kepada daerah diberi prinsip otonom;
5. Pembentukan suatu daerah ditetapkan
dengan suatu undang-undang dan;
6. Pemberian otonomi diseseuaikan dengan
situasi dan kondisi daerah yang
bersangkutan”.
Kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan
daerah di Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 adalah Kepala Daerah,
seperti dinyatakan Kertapraja (2010;168), bahwa;
“Kekuasaan tertinggi pemerintahan daerah
menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
bukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
melainkan Kepala Daerah, karena perangkat
pemerintah daerah menurut Undang-Undang
adalah Kepala Daerah. Walaupun UndangUndang tersebut dinyatakan pemerintah daerah
adalah kepala daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah”.
Pimpinan penyelenggaraan pemerintahan
daerah diletakkan pada kepala daerah. Dalam
menjalankan hak, wewenang dan kewajiban
kepala
daerah
menurut
hierarkhi
bertanggungjawab kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri, tidak kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. menurut Kertapraja
(2010;169), bahwa:
“Satu-satunya batasan mengenai hubungan
pertanggungjawaban kepala daerah berkewajiban
memberikan keterangan pertanggungjawaban
kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

SRI MAULIDIAH

sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika
dipandang perlu atau diminta Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Adanya perbedaan makna
bertanggungjawab kepada dan memberikan
pertanggungjawaban. Dalam pengertian pertama,
kepala daerah seyogyanya tunduk dibawah
kewibawaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
kenyataannya
tidak. Selanjutnya Pengertian
kedua mengimplikasikan kesederajatan, kalau
bukan supermasi posisi kepala daerah terhadap
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”.
Pemerintah Derah berdasarkan pasal 13 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974,
adalah; “Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah”. Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah merupakan bagian pemerintah daerah,
sehingga diartikan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah berada pada “kamar eksekutif” daerah
bukan pada “kamar legislatif” daerah. Dalam
penyelenggaraan
pemerintah
daerah,
ada
pembagian tugas dalam kedudukan sama tinggi
antara kepala daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, Kepala Daerah memimpin badan
eksekutif daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah bergerak dalam bidang legislatif. Menurut
Marbun (1983;85), bahwa;
“Pasal 13 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 dirasakan agak kontradiktif dengan batasan
(limitasi) terdapat dalam Penjelasan Umum
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, yaitu;
“Kiranya perlu ditegaskan, walaupun Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah unsur pemerintah
daerah, tetapi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
tidak bulat mencampuri bidang eksekutif, tanpa
mengurangi hak-haknya. Bidang eksekutif adalah
wewenang dan tanggungjawab kepala daerah
sepenuhnya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 tidak mengenal Badan Pemerintah Harian
atau Dewan Pemerintah Daerah.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,
dibentuk sekretariat Daerah dan Dinas-Dinas
Daerah, diatur pasal 13 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974, bahwa; “Dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah dibentuk
sekretariat Daerah dan Dinas-Dinas Daerah”.
Sekretariat Daerah menurut pasal 47 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 adalah;
“unsur staf yang membantu Kepala Daerah dalam

72

menyelenggarakan pemerintah daerah”. Dari sisi
struktur keorganisasian, sekretariat daerah
dipimpin seorang Sekretaris Daerah. Urusan yang
diselenggarakan Dinas Daerah adalah urusan yang
menjadi urusan rumah tangga daerah, seperti
diatur poin (i) Penjelasan Umum
UndangUndang Nomor 5 Tahun 1974, berbunyi;
“Urusan-urusan yang diselenggarakan oleh DinasDinas Daerah adalah urusan-urusan yang telah
menjadi urusan rumah tangga daerah. Dalam
menjalankan tugasnya, Dinas Daerah berada
sepenuhnya di bawah dan bertanggungjawab
kepada Kepala Daerah.” Keberadaan dinas
daerah, menurut Marbun (1983;96), yakni;
“Oleh karena dinas daerah adalah unsur
pelaksana pemerintah daerah, maka pembentukan
dinas daerah dimaksudkan disini adalah
menyelenggarakan urusan yang oleh pemerintah
pusat telah diserahkan kepada daerah menjadi
urusan rumah tangganya. Dengan demikian
pembentukan dinas daerah untuk melaksanakan
urusan yang masih menjadi wewenang
pemerintah pusat dan belum diserahkan kepada
daerah otonom dengan suatu undang-undang atau
peraturan pemerintah menjadi urusan rumah
tangganya, tidak dibenarkan”.
Asas penyelenggaraan pemerintahan daerah
pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
terdiri
dari;
Asas
Dekonsentrasi,
Asas
Desentralisasi dan Asas Tugas Pembantuan,
seperti dinyatakan pada Konsiderans UndangUndang pada bagian “Menimbang” huruf (f),
berbunyi: “bahwa penyelenggaraan pemerintah di
daerah, selain didasarkan pada asas desentralisasi
dan
asas
dekonsentrasi
juga
dapat
diselenggarakan
berdasarkan
asas
Tugas
Pembantuan”.
Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dalam sistem pemerintahan daerah terjadi
pasang surut dari sisi kewenangan, seperti
dinyatakan Marbun (1983;35), bahwa;
“Sejak tahun 1945 hingga sekarang lembaga
legislatif daerah mengalami perkembangan cukup
menarik. Baik dilihat dari segi hukum maupun
praktek legislatif daerah. Pertumbuhan dan
pergeseran kedudukan legislatif daerah selalu
dikaitkan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur tentang pemerintahan

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

daerah. Praktek ini sejalan dengan ide dasar pasal
18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun
1945
dan
penjelasannya,
yaitu
pembentukan pemerintah daerah berikut badan
permusyawaratan daerah yang mendampingi
unsur pemerintah daerah”.
Menurut Wasistiono dan Wiyoso (2009;27),
bahwa;
“Undang-Undang nomor 5 Tahun 1974
memiliki nuansa bercorak sentralistik.Kepala
wilayah
penguasa
tunggal
di
bidang
pemerintahan.
Konsep
penguasa
tunggal
sebenarnya konkordansi dengan kedudukan
Presiden
sebagai
mandataris
Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Sebagai penguasa
tunggal
kepala
wilayah
(Gubernur,
Bupati/walikotamadya) menjadi koordinator
instansi vertikal di daerah, dalam wadah
Musyawarah Pimpinan daerah. Melalui forum
Musyawarah Pimpinan Daerah, kepala daerah
juga kepala wilayah melakukan hubungan
koordinasi.
Anggaran
pelaksanaan
asas
desentralisasi,
dekonsentrasi
dan
tugas
pembantuan dijadikan satu dalam Anggaran
pendapatan dan Belanja Derah. Konkordan
dengan dominasi Presiden mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Kepala Daerah juga
Kepala Wilayah memegang peranan dominan
dalam pemerintahan daerah (Executive heavy).
Perumusan dan pelaksanaan kebijakan daerah
dikuasai eksekutif, legislatif daerah lebih banyak
sebagai stempel karet (Ruber Stam).
Karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bukan legislatif daerah tetapi merupakan bagian
eksekutif (pemerintah) daerah, Kepala daerah
hanya
menyampaikan
keterangan
pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan
Rakyat daerah. Tetapi apabila Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sebagai legislatif daerah, sesuai
teori
trias
politik
unsur
eksekutif
bertanggungjawab kepada legislatif, kepala
daerah (eksekutif) bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif).
Sehubungan dengan hubungan kerja Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah
menurut Kertapraja (2010;169) bahwa;
“Konstruksi Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 menetapkan pemerintah daerah

73

adalah menunjukkan pemerintah daerah sebagai
lembaga otonom bertugas menjalankan semua
hak, wewenang dan kewajiban penyelenggaraan
pemerintahan daerah, dalam pengertian mengatur
dan mengurus rumah tangganya, bahwa kepala
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
baik
sendiri
maupun
bersama-sama
menyelenggarakan pengaturan dan pengurusan
pemerintahan yang diserahkan menjadi urusan
rumah tangganya. Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tidak hanya berfungsi mengatur
(regeling), tetapi berfungsi mengurus (bestuur)
rumah tangga daerahnya sendiri.
Setiap tahunnya Kepala Daerah membuat
laporan pertanggungjawaban kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri bagi Gubernur
Kepala Daerah, kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Gubernur bagi Bupati/Walikota. Kepala
daerah sekurang-kurangnya sekali setahun
memberikan keterangan pertanggungjawaban
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR
TAHUN 1999.
Menurut pasal 1 poin (d) Undang-Undang
Nomor 22 tahun 1999, bahwa; “Pemerintahan
daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan
daerah otonom oleh pemerintah daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Sedangkan
Pemerintah Daerah berdasarkan pasal 1 point (b)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 bahwa;
“Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah dan
Perangkat Daerah Otonom sebagai badan
eksekutif daerah”. Kepala Daerah merupakan
pimpinan daerah, seperti diatutr pasal 30 UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999, bahwa; “Setiap
Daerah dipimpin seorang Kepala Daerah sebagai
Kepala Eksekutif Daerah dibantu Wakil Kepala
Daerah”. Kepala Daerah Provinsi disebut
Gubernur dan bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, seperti dinyatakan
pada pasal 31 , yakni:
1.Kepala
Daerah
Provinsi
disebut
Gubernur;
2.Dalam
menjalankan
tugas
dan
kewenangan sebagai Kepala daerah,
Gubernur bertanggungjawab kepada

SRI MAULIDIAH

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi; dan
3.Tata
cara
pelaksanaan
pertanggungjawaban, ditetapkan dengan
peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.

pemerintahan daerah, dan tidak mempunyai
kekuasaan legislasi, karena dalam sistem
pemerintahan negara yang berbentuk Negara
Kesatuan (Unitary state) hanya ada satu parlemen
yang tugas utamanya antara lain membentuk
undang-undang “.

Berdasarkan pasal 60 Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999, bahwa; “Perangkat
Daerah terdiri sekretariat daerah, Dinas Daerah,
dan lembaga teknis daerah lainnya”. Pasal 65
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
dinyatakan; “Di daerah dapat dibentuk lembaga
teknis daerah sesuai kebutuhan daerah”. Khusus
pemerintah kabupaten/kota dibentuk Kecamatan
dan Kelurahan sebagai bagian perangkat daerah.

Sehubungan hal tersebut, maka Marbun
(1983), menyatakan;
“Kedudukan legislatif daerah atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam setiap
peraturan berlaku selama ini merupakan
panorama sangat menarik. Dalam kurun waktu
dari tahun 1945 hingga saat ini terjadi pergeseran
kedudukan Dewan perwakilan rakyat Daerah
cukup fundamental. Perubahan ketentuan
kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dari satu peraturan ke peraturan lainnya sangat
signifikan dan
merupakan perubahan total,
terkadang substansi peraturan tersebut kembali
atau mendekati kepada sebelumnya. Dalam setiap
perubahan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pemerintahan daerah, secara
otomatis ikut mengatur tentang kelembagaan
lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Titik
sentralnya ialah tentang peranan dan ruang
lingkup tugas dan hak dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah serta Kepala Daerah.

Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dinyatakan pasal 1 poin (c) UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999, yakni; “Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut
Badan Legislatif Daerah”. Pemerintah daerah
disebut Badan Eksekutif Daerah. Kepala Daerah
sebagai eksekutif daerah bertanggungjawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai
legislatif daerah”, artinya lembaga “Eksekutif
Daerah” bertanggungjawab kepada Badan
Legislatif Daerah. Kedudukan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, Menurut Kertapraja (2010;362363), bahwa;
“Setidaknya ada dua pendapat berbeda
mengenai status Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Pertama , memandang Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sama statusnya dengan Dewan
Perwakilan Rakyat, kalau di pusat disebut dengan
“Parlemen” sebagai badan legislatif yang
mempunyai kekuasaan membuat undang-undang,
maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah
dipandang sebagai “parlemen daerah” atau
“Badan Legislatif Daerah” yang sama mempunyai
kekuasaan legislasi, anggaran, dan kontrol,
sehingga ada hubungan hierarkhis dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, setidaknya ada
hubungan
fungsional.
Pandangan
kedua ,
menganggap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
tidak sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat,
bahkan tidak ada hubungan sama sekali, dimana
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan
bagian perangkat pemerintahan daerah yang
bersama-sama Kepala Daerah menyelenggarakan

74

Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dalam sistem pemerintahan daerah disebut
sebagai “mitra sejajar” dengan pemerintah daerah
dan sebagai wahana atau wadah untuk
melaksanakan kehidupan demokrasi di tingkat
daerah seperti dinyatakan pasal 16 UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999, yakni;
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagai lembaga perwakilan rakyat di
Daerah
merupakan
wahana
melaksanakan demokrasi berdasarkan
Pancasila.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagai Badan Legislatif Daerah
berkedudukan sejajar dan menjadi
mitra dari pemerintah daerah.
Keberadaan Dewan Perwakilan rakyat Daerah
sebagai Badan Legislatif Daerah, maka di daerah
memiliki unsur “legislatif daerah” berfungsi
mengawasi
penyelenggaraan
pemerintahan

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

daerah, sesuai dengan prinsip otonomi daerah.
Menurut Wasistiono dan Wiyoso (2009;28),
bahwa;“melalui
reformasi,
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 yang sentralistik diganti
dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
sebagai kontra konsep dari undang-undang
sebelumnya. Karena isi kedua undang-undang
bersifat diametral. Apabila pada Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 yang memegang dominasi
Kepala daerah sebagai eksekutif daerah, maka
undang-undang nomor 22 Tahun 1999 yang
memegang peran dominan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Legislatif heavy). Hal ini dapat
dilihat dari pasal-pasal yang menegaskan bahwa
kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dengan konsekuensi kepala
daerah
bertanggungjawab
kepada
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Nasib Kepala Daerah
memang sangat tergantung pada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, karena setiap tahun
bisa saja terjadi penolakan terhadap Laporan
Pertanggunjawaban Kepala Daerah oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, bisa saja berakibat
berhentinya kepala daerah sebelum berakhirnya
masa jabatan.
Terkait dengan hal tersebut di atas, lebih lanjut
dinyatakan Wasistiono dan Wiyoso (2009;28),
bahwa;
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999, di daerah terdapat 2 (dua)
lembaga, yakni Badan Eksekutif Daerah terdiri
dari Kepala Daerah dan Perangkat Daerah serta
Badan Legislatif Daerah berupa Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Posisi Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah
lebih
kuat
dibandingkan posisi kepala daerah meskipun
disebutkan sebagai mitra yang berkedudukan
sejajar, pernyataan tersebut mengandung makna
yang kontradiktif (contracdictio in terminus).
Disebut mitra sejajar akan tetapi pihak yang satu
(kepala daerah) bertanggungjawab dan dapat
diberjentikan pihak yang lain (Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah).
Hubungan kerja antara Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan Pemerintah Daerah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999, dalam bentuk;
1. Memilih,
mengangkat,
dan
memberhentikan Kepala Daerah.

75

2. Bersama-sama dengan Kepala Daerah
membentuk Peraturan Daerah.
3. Bersama-sama
Kepala
Daerah
menetapkan Peraturan Daerah.
4. Melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan
Peraturan
Daerah,
Keputusan Kepala Daerah, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, dan
kebijakan daerah yang diselenggarakan
Kepala Daerah.
5. Meminta
dan
membahas
pertanggungjawaban Kepala Daerah.
6. Dan berbagai bentuk hubungan kerja
lainnya terkait.
Bagian akhir penyelenggaraan pemerintahan
adanya pertanggungjawaban
sebagai wujud
peyelenggaraan asas umum penyelenggaraan
Negara
“asas akuntablitas”. Kepala Daerah
sebagai pimpinan pemerintah daerah membuat
pertanggungjawaban
penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam kurun waktu 1 (satu)
tahun. Menurut Wasistiono dan Wiyoso
(2009;37), bahwa;
“Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
disusun saat reformasi bergejolak, merupakan
“kontra-konsep”
terhadap
Undang-Undang
sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor Tahun 5
Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Semua
filosofi dan paradigma yang mendasari kedua
undang-undang tersebut diganti karena dianggap
tidak sesuai semangat reformasi. Di sisi lain,
sebenarnya ada agenda tersembunyi (hidden
agenda) yang akan mengubah bentuk negara
unitaris menjadi negara federal, meskipun tidak
ada jaminan dengan berubahnya bentuk negara,
Indonesia menjadi lebih makmur dan maju.
Konstruksi pemerintahan daerah lebih
memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dibandingkan dengan Kepala
Daerah. Pengaturan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah ditempatkan mendahului pengaturan
Kepala Daerah, padahal dalam berbagai undangundang pemerintahan daerah lainnya pengaturan
kepala daerah selalu mendahului pengaturan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Menurut
Wasistiono dan Wiyoso (2009;38), menyatakan
bahwa;

SRI MAULIDIAH

“Penguatan
kedudukan
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah nampak dari
mekanisme pengisian dan pertanggungjawaban
kepala daerah. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999, menyebutkan; “Pengisian
jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah
dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
melalui pemilihan secara bersamaan”. Pasal 31
ayat (2), Pasal 32 ayat (3), pasal 44 ayat (2)
menegaskan kepala daerah bertanggungjawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ada
dua kelemahan sistem ini; Pertama, antara kepala
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
berkedudukan sejajar atau mitra kerja dengan
unsur pemerintah sebagai mana tercantum pada
pasal 16 ayat (2), tetapi kepala daerah
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Kedua, dengan menggunakan
mekanisme
kepala
daerah
dipilih
dan
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, hal ini merujuk pada pola sistem
pemerintahan semiparlementer, padahal sistem
pemerintahan di tingkat nasional sistem
presidensiil. Ada ketidakjumbuhan sistem
nasional dan subnasional.
Sehubungan dengan hal tersebut, untuk
melakukan perubahan suatu sistem pemerintahan
atau mencontoh model-model pemerintahan pada
negara lain harus dapat memperhatikan nilai-nilai
yang telah lama tumbuh dan berkembang pada
suatu negara.

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32
TAHUN 2004
Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, bahwa; “Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah menurut asas otonomi daerah dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945”. Berdasarkan pengertian
tersebut, dapat dikatakan bahwa;

76

1. Pada pemerintahan daerah terdapat
pemerintah daerah
dan
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, keduanya
tidak disebut sebagai badan eksekutif
daerah dan legisltaif daerah.
2. Penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan asas “otonomi daerah” dan
asas “tugas pembantuan”.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah didasarkan prinsip otonomi
seluas-luasnya, dan berada dalam ruang
lingkup Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2014 dinyatakan bahwa;
“Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati,
atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah”.
Berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2014 bahwa Pemerintah Daerah
terdiri dari Kepala Daerah dan Perangkat Daerah.
Perangkat daerah berdasarkan pasal 120, adalah;
1 Perangkat Daerah Provinsi terdiri
sekretariat daerah, sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas
Daerah dan Lembaga Teknis Daerah.
2 Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri
sekretariat daerah, sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas
Daerah, Lembaga Teknis Daerah,
Kecamatan, dan Kelurahan.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat
dinyatakan bahwa;
1. Ada perbedaan antara perangkat daerah
provinsi dengan kabupaten/kota.
2. Perangkat daerah provinsi terdiri 4
(empat) unsur, yakni; sekretariat
daerah, sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, Dinas daerah dan
Lembaga Teknis Daerah.
3. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota
terdiri 6 (enam) unsur, yakni;
Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas
daerah, Lembaga Teknis Daerah dan
ditambah dengan Kecamatan dan
Kelurahan.

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

Dinas
daerah
merupakan
unsur
pelaksana otonomi daerah, dipimpin seorang
Kepala Dinas, diangkat dan diberhentikan Kepala
Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
syarat atas usul Sekretaris Daerah. Kepala Dinas
bertanggungjawab kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah. Perangkat daerah terdapat unsur
Lembaga Teknis Daerah merupakan pendukung
tugas kepala daerah dalam penyusunan dan
pelaksanaan berbagai kebijakan daerah bersifat
spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit
umum daerah. Untuk perangkat daerah
Kabupatan/Kota
terdapat
kecamatan
dan
kelurahan. Kecamatan dibentuk diwilayah
kabupaten/kota
dipimpin
seorang
Camat,
Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan
dipimpin seorang Lurah. Kedudukan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah ditentukan sistem
pemerintahan di tingkat nasional. Pada saat sistem
pemerintahannya berbentuk presidensiil yang
kuat, maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dibuat menjadi lemah. Saat pemerintahan nasional
menggunakan sistem pemerintahan parlementer,
kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerahnya
dibuat lebih kuat, seperti dinyatakan Wasisition
dan Wiyoso (2009;35), bahwa;
“Perubahan bobot kekuasaan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah bergerak dari kutub
sangat berkuasa (seperti pada Undang-Undang
Nomor 22 tahun 1948 maupun Undang-Undang
Nomor 22Tahun 1999) sampai ke kutub yang
sangat lemah, yakni hanya sebagai “stempel
karet” dari berbagai kebijakan yang datang dari
pihak eksekutif (seperti pada Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974). Begitu pula posisi
kelembagaannya, dapat dikelompokkan menjadi
dua kutub sebagai bagian dari pemerintahan
daerah (seperti pada Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974, maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004), maupun sebagai lembaga yang berdiri
terpisah dari lembaga eksekutif (seperti UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999)”.
Pada Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004 tidak disebutkan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sebagai badan legislatif daerah, hanya
disebutkan
sebagai
unsur
penyelenggara
pemerintahan daerah. Konstrusi kelembagaan

77

daerah mencerminkan mekanisme chek and
balances. Demikian juga jabatan politik dan karir
harus ada pembedaan untuk meminimalkan
politisasi Pegawai Negeri Sipil di daerah. Sulit
menciptakan mekanisme chek and balance antara
eksekutif daerah dengan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah tanpa keterlibatan masyarakat.
Menurut Kaloh dalam Wasistiono dan Wiyoso
(2009;40-41), bahwa;
“Minimal ada tiga bentuk hubungan
pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, yaitu; Pertama, bentuk komunikasi dan
tukar menukar informasi, kedua, bentuk
kerjasama beberapa subyek, program, masalah
dan pengembangan regulasi, ketiga, klarifikasi
berbagai permasalahan. Tiga pola hubungan lain
terjadi antara pemerintah daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dapat disarikan dalam;
1). Bentuk hubungan secara positif, 2). Bentuk
hubungan konflik, 3). Bentuk hubungan negatif.

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR
TAHUN 2014
Pengertian pemerintahan daerah diatur pada
pasal 1 ayat 2 undang-undang Nomor 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah, adalah;
“Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah
dan Dewan Perwakilan
Ralyat Daerah berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam
sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”. Pada
hakekatnya urusan pemerintahan berdasarkan
undang-undang nomor 23 tahun 2014, terdiri dari;
1. Urusan Absolut,
2. Urusan Konkurena ,
3. Urusan Pemerintahan Umum
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
diperkuat pasal 57 Undang-Undang Nomor 23
Tahun
2014,
bahwa;
“Penyelenggara
pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota
terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan dibantu oleh perangkat
daerah”.
Pengertian
Pemerintah
Daerah
berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

SRI MAULIDIAH

Nomor 23 Tahun 2014, adalah; “Kepala Daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
daerah
memimpin
pelaksanaan
urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
otonom”. Kepala Daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah memiliki
kewenangan memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
otonom, Kepala Daerah memimpim dan
melaksanakan kewenangan bidang eksekutif.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,
Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dibantu Perangkat Daerah. Dibandingkan
unsur perangkat daerah yang diatur undangundang nomor 23 Tahun 2014 dengan unsur
perangkat daerah pada undang-undang nomor 32
tahun 2004 terdapat perbedaan yang cukup
mendasar.
Pada UU Nomor 23 Tahun 2014, posisi
DPRD dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, DPRD
tidak disebut sebagai “Badan Legiskatif Daerah”
tetapi sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah bersama Kepala Daerah. Kepala Daerah
tidak bertanggungjawab kepada DPRD, Gubernur
bertanggungjawab kepada Presiden melalui
Menteri
Dalam
Negeri,
sedangkan
Bupati/Walikota
bertanggungjawab
kepada
Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur sebagai
wakil pemerintah. Dalam undang-undang ini,
pengaturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi dibedakan dengan Kabupaten/Kota,
Terlihat pengaturan tentang Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi dengan Kabupaten/Kota
diatur pada pasal berbeda.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

legislatif daerah dan eksekutif daerah,
sama seperti pada pemerintahan nasional
yang menepatkan DPR sebagaki unsur
kekuasaan legislatif dan pemerintah
sebagai unsur kekuasaan eksekutif.
Sistem Pemerintahan Daerah merupakan
subsistem dari sistem pemerintahan
nasional.
Desain Pemerintahan Daerah senantiasa
mengalami perubahan seiring dengan
perubahan
peraturan
perundangundangan tentang Pemerintahan Daerah,
sebagai wujud dari mencari desain ideal
untuk pemerintahan daerah di Indonesia.
Desain Pemerintahan Daerah pada
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sebagai unsur Pemerintah Daerah
bersama Kepala Daerah.
Desain Pemerintahan Daerah pada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
menempatkan
Pemerintah
Daerah
sebagai Badan Eksekutif Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagai Badan Legisatif Daerah.
Desain Pemerintahan Daerah pada
Undang-Undang Nomr 32 Tahun 2004
menempatkan Pemerintah Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagai
unsur
penyelenggara
pemerintahan daerah.
Desain
Pemerintahan
Daerah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 menempatkan Pemerintah
Daerah dan DPRD sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.

KESIMPULAN
1.

78

Desain
Pemerintahan
Daerah
di
Indonesia menurut pandangan penulis
adalah desain pemerintahan daerah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 Tentang Pemerintahan
Daerah, yang menempatkan dengan jelas
posisi dari keberadaan Pemerintah
Daerah dan Posisi dari DPRD,
Pemerintah daerah disebut denga
BADAN EKSEKUTIF DAERAH (BED)
dan DPRD disebeut dengan BADAN
LEGISLATIF
DAERAH
(BLD),
Sehingga di daerah terdapat adanya

SARAN
1.

2.

Dalam desain pemerintahan daerah perlu
adanya keseimbangan kedudukan antara
Pemerintah
Daerah
dan
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Perlu memberikan kesempatan yang
lebih luas kepada masyarakat untuk ikut
serta membantu pemerintah daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah,
sebagai
wujud
dari
pemberdayaan masyarakat.

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA
Abdi Yuhana, 2007, Sistem Ketatanegaraan
Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945,
Fokusmedia, Bandung.
Arbi Sanit, 1985, Perwakilan Politik di Indonesia,
Rajawali, Jakarta.
Ateng Syafruddin, 2006, Mengarungi Dua
Samudra, Sayagatama, Bandung.
Bambang Yudoyono, 2003, Otonomi Daerah;
Desentralisasi Dan Pengembangan SDM
Aparatur Pemda dan DPRD, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.
B.N. Marbun, 2005, DPRD dan Otonomi Daerah,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
________________, 1992, DPR-RI Pertumbuhan
dan Cara Kerjanya, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
________________,
1983,
DPR
Daerah;
Pertumbuhan,
Masalah
dan
Masa
Depannya Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974.
Dede Mariana, 2009, Dinamika Demokrasi dan
Perpolitikan Lokal di Indonesia.AIPI,
Bandung.
Ellydar Chaidir,, 2008, Sistem Pemerintahan
Negara Republik Indonesia, Total Media,
Yogyakarta.
Koswara Kertapraja,, 2010, Pemerintah Daerah;
Konfigurasi Politik Desentralisasi dan
Otonomi Daerah Dulu, Kini dan
Tantangan Globalisasi, Inner, Jakarta.
Rahyunir Rauf,, 2004, Menuju Badan Perwakilan
Desa Profesional (Suatu Pedoman,
Strategi,
dan Harapan),
Alqaprint,
Jatinangor.
S.H. Sarundajang, 2005, Babak baru Sistem
Pemerintahan Daerah, Kata Hasta, Jakarta.
Sukarna, 1971, Kekuasaan Kediktatoran dan
Demokrasi, Penerbit Alumni, Bandung.
Sunindhia, Y.W., 1987, Praktek Penyelenggaraan
Pemerintahan di Daerah, Bina Aksara.
Jakarta.
Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, 2009,
Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan
Daerah, Fokusmedia, Bandung.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah.

79

Santoso, Amir, 1990, Jurnal Ilmu Politik ke-10,
AIPI dan LIPI, Gramedia Pustakan Utama,
Jakarta.
Suara Pembaruan, 2002, Otonomi Daerah Peluang
dan Tantangan, Hasil diskusi terbatas
memperingati Sewindu Suara Pembaruan
dan HUT ke-50 Republik Indonesia,
Pustakan Sinar Harapan, Jakarta.
Yusri Munaf,, 2015, Konstitusi Dan Kelembagaan
Negara, Marpoyan Tujuh, Pekanbaru.