PENERAPAN PEMBELAJARAN INQUIRY MODEL SIL

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati

Oleh : RYAN MARDYAN SAPUTRA NIM. 206200963

BANDUNG 2014 M/1435 H

ABSTRAK

RYAN MARDYAN SAPUTRA : Penerapan Pembelajaran Inquiry Model Silver pada Pembelajaran Konsep Larutan Asam, Basa, dan Garam untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa (Penelitian Kelas Terhadap Siswa Kelas VII SMP Al-Amanah Cileunyi)

Pembelajaran inquiry model Silver dapat mengembangkan kemampuan kreativitas dan pemecahan masalah kimia pada siswa kelompok yang rendah. Pembelajaran ini dimulai dengan memberi situasi yang berkaitan dengan dunia nyata atau permasalahan yang menimbulkan rasa ingin tahu siswa. Dalam hal ini seperti pada konsep larutan asam, basa, dan garam. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran mengenai proses pembelajaran inquiry model Silver untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa, menganalisis kemampuan siswa menyelesaikan LKS pada setiap tahapan, menganalisis keterampilan berpikir kritis siswa, serta memperoleh informasi mengenai tanggapan siswa terhadap pembelajaran inquiry model Silver pada konsep larutan asam, basa, dan garam. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kelas dengan subjek penelitian 31 orang siswa kelas VII SMP Al-Amanah Cileunyi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kerja siswa, format penilaian aktivitas guru, siswa, tes evaluasi, dan angket. Data yang diperoleh dengan mengguanakan statistik deskriptif dan diketahui bahwa penerapan pembelajaran ini dilaksanakan sesuai dengan deskripsi pembelajaran. Hasil belajar setiap kelompok belajar siswa yang diukur berdasarkan tahap pembelajaran memperoleh nilai sangat baik pada tahap pemberian masalah dan pembuatan soal, tahap penyelesaian masalah memperoleh nilai sangat baik, dan tahap pengujian jawaban memperoleh nilai baik. Hasil belajar siswa berdasarkan kelompok prestasi memperoleh nilai sangat baik pada kelompok tinggi, kelompok prestasi sedang memperoleh nilai baik, dan kelompok prestasi rendah memperoleh nilai sangat baik. Siswa memberikan tanggapan positif terhadap proses pembelajaran.

Kata Kunci : Pembelajaran Inquiry Model Silver; Keterampilan Berpikir Kritis; Larutan Asam, Basa, dan Garam

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk saja, akan tetapi juga mencakup pengetahuan seperti keterampilan keingintahuan, keteguhan hati, dan juga keterampilan dalam hal melakukan penyelidikan ilmiah seperti halnya para ilmuwan dalam mempelajari gejala alam, menggunakan proses dan sikap ilmiah sehingga IPA sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori IPA serta kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat direnungkan (Carin (1975) dalam Widowati, 2009:3)

Fokus utama pengajaran sains di sekolah meliputi tiga hal, yaitu : 1) produk dari sains, yaitu pemberian berbagai pengetahuan ilmiah yang dianggap penting untuk diketahui siswa (hard skill) bertujuan mengembangkan pemahaman konseptual siswa terhadap sains meliputi berbagai fakta, konsep-konsep, prinsip- prinsip, hukum-hukum alam, model-model, dan teori-teori yang membentuk pengetahuan formal ilmu pengetahuan; 2) Sains sebagai proses yang berkonsentrasi pada metoda pemecahan masalah untuk mengembangkan keahlian siswa dalam memecahkan masalah (hard skill dan soft skill) dimana siswa didorong untuk menggunakan keterampilan yang dimiliki seperti halnya keterampilan dan keahlian para ilmuan dalam memecahkan masalah ilmiah; 3) Fokus utama pengajaran sains di sekolah meliputi tiga hal, yaitu : 1) produk dari sains, yaitu pemberian berbagai pengetahuan ilmiah yang dianggap penting untuk diketahui siswa (hard skill) bertujuan mengembangkan pemahaman konseptual siswa terhadap sains meliputi berbagai fakta, konsep-konsep, prinsip- prinsip, hukum-hukum alam, model-model, dan teori-teori yang membentuk pengetahuan formal ilmu pengetahuan; 2) Sains sebagai proses yang berkonsentrasi pada metoda pemecahan masalah untuk mengembangkan keahlian siswa dalam memecahkan masalah (hard skill dan soft skill) dimana siswa didorong untuk menggunakan keterampilan yang dimiliki seperti halnya keterampilan dan keahlian para ilmuan dalam memecahkan masalah ilmiah; 3)

Pada pembelajaran sains ,umumnya siswa dituntut untuk mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains secara verbal, sehingga menyebabkan siswa hanya mengenal istilah-istilah sains secara hafalan tanpa makna. Disamping itu, banyaknya prinsip sains yang perlu siswa pelajari, mengakibatkan timbulnya kejenuhan siswa dalam belajar sains ( Widowati, 2009:1).

Pembaharuan dalam bidang pendidikan dan pembelajaran disemua tingkat pendidikan diantaranya adalah mengembangkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi yang diperlukan untuk menghadapi kehidupan dan memenangkan persaingan di era globalisasi. Supaya persaingan dapat dimenangkan, seseorang harus memiliki ketrampilan berpikir tingkat tinggi, agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan, maka pembelajaran yang diterapkan di dunia pendidikan hendaknya pembelajaran yang mengarah pada pengajaran berpikir tingkat tinggi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis, rasional dan reflektif yang berfokus pada apa yang harus dipercaya dan apa yang harus dilakukan untuk memebuat keputusan, ketrampilan berpikir tingkat tinggi akan memberikan dampak pada meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah (Zoller dalam Widowati, 2009:2)

Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi berpikir kritis ,berpikir kreatif, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Keterampilan berpikir kritis (KBK) adalah dasar dari semua ketrampilan berpikir tingkat tinggi. Pengembangan KBK telah menjadi tujuan pendidikan akhir - akhir ini. KBK Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi berpikir kritis ,berpikir kreatif, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Keterampilan berpikir kritis (KBK) adalah dasar dari semua ketrampilan berpikir tingkat tinggi. Pengembangan KBK telah menjadi tujuan pendidikan akhir - akhir ini. KBK

Keterampilan berpikir kritis dapat menjadikan siswa mampu mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengkonstruksi argumen serta menghadapi berbagai tantangan, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dengan tepat sehingga dapat menolong dirinya dan orang lain dalam menghadapi kehidupan (Wade, dalam Walker, 1998).

Pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa dapat dilakukan dengan mengkondisikan pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh pengalaman-pengalaman dalam pengembangan keterampilan berpikir kritis (Widowati, 2003:3).

Menurut Piaget (dalam Wardani, 2009:11) kemampuan yang dimiliki anak tahap operasi formal diantaranya adalah dapat menyusun desain percobaan; mulai belajar merumuskan hipotesis sebelum berbuat; dapat berdiskusi untuk membedakan argumen atau fakta; dapat merumuskan dalil; mengeneralisasikan hipotesis; dan menguji hipotesis.

Tuntutan itu akan semakin berat dipenuhi, karena kenyataan di lapangan masih ditemui bahwa pembelajaran MIPA termasuk kimia dianggap sebagai pelajaran yang sulit. Salah satu materi pokok dalam pelajaran kimia adalah tentang larutan asam, basa, dan garam. Para guru menganggap konsep larutan asam, basa, dan garam sebagai salah satu topik yang paling sulit untuk diajarkan. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa siswa sekolah mengalami kesulitan Tuntutan itu akan semakin berat dipenuhi, karena kenyataan di lapangan masih ditemui bahwa pembelajaran MIPA termasuk kimia dianggap sebagai pelajaran yang sulit. Salah satu materi pokok dalam pelajaran kimia adalah tentang larutan asam, basa, dan garam. Para guru menganggap konsep larutan asam, basa, dan garam sebagai salah satu topik yang paling sulit untuk diajarkan. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa siswa sekolah mengalami kesulitan

Model pembelajaran ini mampu meningkatkan siswa dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan keterampilan generik yang ia miliki. Pembelajaran ini, dimulai dengan memberikan situasi yang berkaitan dengan dunia nyata atau permasalahan yang menimbulkan rasa ingin tahu siswa, dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, siswa melakukan pengamatan secara individu (jika belajar klasial), atau kelompok (jika belajar dalam grup), terhadap permasalahan yang diberikan.

Wardani (2009:195) menemukan bahwa penggunaan pembelajaran ini lebih mengembangkan kemampuan kreativitas dan pemecahan masalah matematika pada siswa kelompok yang kurang. Dalam hal ini penulis ingin menerapkan pembelajaran inquiry model Silver pada mata pelajaran kimia di SMP untuk meneliti pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa dengan menggunakan pembelajaran tersebut dibandingkan dengan inquiry model lain.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul “PENERAPAN PEMBELAJARAN INQUIRY

MODEL SILVER PADA PEMBELAJARAN KONSEP LARUTAN ASAM, BASA, DAN GARAM UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Penelitian Kelas Terhadap Siswa Kelas VII SMP Al-Amanah Cileunyi)”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan pembelajaran inquiry model Silver pada pembelajaran konsep larutan asam, basa, dan garam untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa di SMP Al-Amanah?

2. Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan LKS pada setiap tahap pembelajaran inquiry model Silver?

3. Bagaimana keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep larutan asam, basa, dan garam dengan menggunakan pembelajaran inquiry model Silver di SMP Al-Amanah?

4. Bagaimana tanggapan siswa terhadap penggunaan pembelajaran inquiry model Silver dalam megembangkan keterampilan berpikir kritis pada konsep larutan asam, basa, dan garam di SMP Al-Amanah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan proses pembelajaran dengan penerapan pembelajaran inquiry model Silver dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep larutan asam, basa, dan garam di SMP Al-Amanah.

2. Menganalisis kemampuan siswa menyelesaikan LKS pada setiap tahap pembelajaran inquiry model Silver.

3. Menganalisis keterampilan berpikir kritis siswa dengan penerapan pembelajaran inquiry model Silver pada konsep larutan asam, basa, dan garam di SMP Al-Amanah.

4. Memperoleh informasi mengenai tanggapan siswa terhadap pembelajaran inquiry model Silver dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep larutan asam, basa, dan garam di SMP Al-Amanah.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa Melatih siswa mengembangkan berpikir kritis terhadap pelajaran kimia, khususnya tentang larutan asam, basa, dan garam.

2. Bagi guru Memberikan masukan bagi guru mata pelajaran kimia untuk merencanakan dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang efektif guna mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa.

3. Bagi peneliti Menambah pengetahuan peneliti sebagai calon guru mengenai keterampilan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran inquiry model Silver. Pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan sebagai bekal ketika mengajar dan sebagai bahan masukan dalam penelitian selajutnya.

E. Definisi Operasional

1. Asam Zat yang jika dilarutkan dalam air akan melepaskan ion hidrogen, dapat mengubah warna lakmus biru menjadi merah, dapat merusak logam (korosif) (Sugiyarto, 2008).

2. Basa Zat yang jika dilarutkan dalam air akan melepaskan ion hidroksida, dapat mengubah warna lakmus merah menjadi biru, bersifat kaustik (Sugiyarto, 2008).

3. Garam Hasil dari reaksi penggaraman (Sugiyarto, 2008).

4. Reaksi penggaraman Reaksi antara asam dan basa yang selalu menghasilkan garam dan air (Sugiyarto, 2008).

5. Indikator Suatu zat untuk mengidentifikasi sifat larutan asam atau basa (Sugiyarto, 2008).

6. Pembelajaan inquiry model Silver Pembelajaran yang meliputi langkah-langkah pemberian masalah dan pembuatan soal, penyelesaian masalah, serta pengujian jawaban (Wardani, 2009).

7. Keterampilan berpikir kritis Suatu proses berpikir yang terjadi pada seseorang serta bertujuan untuk membuat keputusan-keputusan yang rasional mengenai sesuatu yang dapat ia yakini kebenarannya. Indikator-indikator yang digunakan adalah mempertimbangkan definisi, menganalisis argument, mengidentifikasi istilah, mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi, mengidentifikasi asumsi (Ennis dalam Costa, 1985).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

Secara harfiah belajar dan pembelajaran berasal dari kata ajar. Belajar berarti berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, dan perilaku yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (KBBI).

Skinner (dalam Syah, 2008) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer). Dengan kata lain belajar adalah aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman sehingga mengacu ke arah yang lebih baik.

Pembelajaran berbeda dengan pengajaran, pengajaran merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang ditinjau dari sudut kegiatan guru, sedangkan pembelajaran merupakan proses kegiatan belajar mengajar ditinjau dari sudut pandang siswa (Arifin, 2003). Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan lingkungan (sumber belajar) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

B. Belajar Bermakna

Menurut Jackson (dalam Rusman, 2010: 252) belajar merupakan proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya yang sistemis dan sistematis dalam menata lingkungan belajar guna menumbuhkan dan mengembangkan belajar peserta didik. Hakikat dari belajar adalah adanya perubahan adanya perubahan tingkah laku, baik perubahan dalam segi kognitif, perubahan dalam segi afektif, maupun perubahan dalam segi psikomotor. Ausubel mengklasifikasikan belajar ke dalam dua dimensi, dimensi yang pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan, dan dimensi yang kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada (Dahar, 1996: 110).

Belajar bermakna (meaningfull learning) pada dasarnya merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan substansif antara aspek- aspek, konsep-konsep, informasi, atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa, baik dalam bentuk hubungan- hubungan yang bersifat derivatif, elaboratif, korelatif, supportif, maupun yang bersifat hubungan kualifikatif atau representasional. Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep tersebut untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan (Rusman, 2010: 253)

Pengertian tersebut selaras dengan apa yang dikatan Ausubel (dalam Dahar, 1996: 112) bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Ausubel dan Novak (dalam Dahar, 1996: 115) menyatakan ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, yaitu:

1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat

2. Informasi yang tersubsumsi berakibat peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip

3. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek resedural pada subsumer, sehingga mempermudah hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”

Dewasa ini, pembelajaran menuntut agar siswa belajar melalui pengalaman- pengalaman langsung yang dihadapinya sehingga pelajaran dapat lebih menarik dan siswa lebih aktif. Di sampig itu, dalam pembelajaran lebih ditekankan pada prosesnya sehingga lebih banyak diarahkan kepada latihan ketrampilan proses dalam usaha menemukan produk iitu sendiri. Menurut Bruner (dalam Arifin, 200: 70), siswa dapat berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip dengan melakukan eksperimen (praktikum) yang memberi kesempatan siswa untuk menemukan prinsip-prinsip sendiri. Sagala (2006: 196) menekankan inquiry discovery pada proses pembelajaran berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah, menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kekreaktifan siswa dalam memecahkan masalah. Dalam Dewasa ini, pembelajaran menuntut agar siswa belajar melalui pengalaman- pengalaman langsung yang dihadapinya sehingga pelajaran dapat lebih menarik dan siswa lebih aktif. Di sampig itu, dalam pembelajaran lebih ditekankan pada prosesnya sehingga lebih banyak diarahkan kepada latihan ketrampilan proses dalam usaha menemukan produk iitu sendiri. Menurut Bruner (dalam Arifin, 200: 70), siswa dapat berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip dengan melakukan eksperimen (praktikum) yang memberi kesempatan siswa untuk menemukan prinsip-prinsip sendiri. Sagala (2006: 196) menekankan inquiry discovery pada proses pembelajaran berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah, menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kekreaktifan siswa dalam memecahkan masalah. Dalam

Belajar bermakna dilandasi oleh prinsip-prinsip konstruktivisme. Menurut Suparno (1997: 49), prinsip konstruktivisme yang melandasi pembalajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial

2. Pengetahuan tidak dapat dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keakyifan murid sendiri untuk menalar

3. Murid aktif mengkonstruksi terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah

4. Guru hanya sekedar membantu menyadiakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus

Tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik mendasarkan diri pada tiga fokus belajar, yaitu: (1) proses, (2) transfer belajar, dan (3) bagaimana belajar. Fokus pertama menganai proses, yakni mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk mempersepsi apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar. Implikasi nilai tersebut melahirkan komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan berpusat pada kurikulum menuju pendidikan berpusat pada siswa. Fokus kedua mengenai transfer belajar, yakni mendasarkan diri pada premis bahwa siswa dapat menggunakan dibandingkan hanya dapat mengingat apa yang dipelajari. Satu nilai Tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik mendasarkan diri pada tiga fokus belajar, yaitu: (1) proses, (2) transfer belajar, dan (3) bagaimana belajar. Fokus pertama menganai proses, yakni mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk mempersepsi apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar. Implikasi nilai tersebut melahirkan komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan berpusat pada kurikulum menuju pendidikan berpusat pada siswa. Fokus kedua mengenai transfer belajar, yakni mendasarkan diri pada premis bahwa siswa dapat menggunakan dibandingkan hanya dapat mengingat apa yang dipelajari. Satu nilai

C. Kontruktivisme Piaget

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Oleh karena itu, belajar dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan. Bagi siswa, agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide (Nurhadi dalam Baharuddin, 2010: 116).

Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam

Teori konstruktivisme yang cukup dikenal yaitu teori kkonstruktivisme dari Piaget, dengan teori belajarnya yang biasa disebut perkembangan mental manusia atau teori perkembangan kognitif yang disebut juga teori perkembangan intelektual. Menurut Piaget (dalam Dahar, 1996: 151) perkembangan intelektual seorang individu didasarkan pada dua fungsi, yaitu: (1) Organisai, memberikan kemampuan pada suatu individu untuk mensistematikan atau mengorganisasikan proses-proses fisik atau proses-proses psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan atau menjadi struktur-struktur, (2) Adaptasi, melandasi perkembangan intelektual. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi, seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungannya, sedangkan dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungannya. Respon yang berbeda dari setiap individu akan menimbulkan ketidakseimbangan (disequilibrium), akibat dari ketidakseimbangan ini makan akan terjadi okomodasi.

Sesuai dengan pandangan konstruktivisme bahwa tugas guru adalah membantu siswa agar mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi yang kongkrit. Menurut driver dan Oldham (dalam Suparno, 1997: 69) ciri mengajr konstruktivis antara lain sebagai berikut:

1. Orientasi, siswa diberi kesempatan untuk melakukan observasi terhadap sumber belajar yang akan dipelajari.

2. Elicitas, siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan hasil observasi dengan berbagai bentuk (lisan, tulisan, gambar, poster, dan lain-lain).

3. Restrukturisasi ide, meliputi klarifikasi ide, membangun ide baru, dan mengevaluasi ide baru.

4. Penggunaan ide dalam banyak situasi.

5. Riview, bagaimana ide itu berubah. Dalam pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme, guru perlu mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini bertujuan agar bentuk kegiatan dilakukan oleh guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa. Sesuai dengan prinsip mengajar menurut model pembelajaran konstruktivisme bahwa mengajar bukan sebagai proses dimana gagasan-gagasan guru diteruskan pada siswa, melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan siswa yang sudah ada yang mungkin salah.

D. Pembelajaran Inquiry

Inquiry secara harfiah berarti pengelidikan. Carind & Sund (Mulyasa, E., 2005:108) menyatakan bahwa “ inquiry is the process of investigating a problem” Inquiry secara harfiah berarti pengelidikan. Carind & Sund (Mulyasa, E., 2005:108) menyatakan bahwa “ inquiry is the process of investigating a problem”

Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran (Joyce & Weil, 1980), yaitu: (1) menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikansituasi yang saling bertentangan), (2) menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa tampilnya masalah), (3) mengkaji data dan eksperimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan hipotesis), (4) mengorganisasikan, merumuskan, dan menjelaskan, dan (5) menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif. Dalam kumpulna sebuah definisi inquiry di Inqury page (2004) menyatakan bahwa inquiry merupakan suatu pendekatan pada tiga pembelajaran yang melibatkan suatu proses penyelidikan yang alami atau material world, yang mendorong siswa untuk bertanya, membuat penemuan dan menguji penemuan itu melalui penelitian dalam pencarian suatu pemahaman baru.

Tahapan inquiry menurut Suherman (2001: 180) adalah 1) Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan atau teka-teki, 2) Sebagai jawaban atas ransangan siswa mencarai dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukan untuk memecahkan pertanyaan, pernyataan, dan masalah, 3) Siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inquiry yang baru dilaksanakan, dan 4) Siswa menganalisa prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode umum yang dapat diterapkan kesituasi lain.

Berdasarkan model inquiry ini siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan suatu permasalahan dengan keterampilan proses yang dimiliki yang diberikan guru. Dengan demikian siswa akan terbiasa bersikap seperti ilmuan sains, ulet, teliti, tekun, objektif, jujur, kreatif dan menghormati pendapat orang lain seperti tertera dalam kurikulum pendidikan sebagai karakter bangsa. Dalam pembelajaran inquiry siswa dalam kelas terlibat dalam proses-proses generative, keterampilan proses sains, dan pemecahan maslah. Silver menyarankan pembelajaran IPA berorientasi inquiry yang diperkaya kreativitas melalui aktivitas pemecahan masalah, keterampilan proses, keterampilan berfikir kritis dan pengajuan masalah.

E. Pembelajaran Inquiry Model Silver

Pembelajaan inquiry model Silver adalah pembelajaran yang meliputi tugas dan aktivitas pemecahan masalah (problem solving) dan pengajuan masalah (problem posing) (wardani, 2009).

1. Problem Posing

Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan (Echols dan Shadily, 1995: 439 dan 448).

Problem posing memiliki beberapa pengertian. Pertama, problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, problem posing ialah perumusan Problem posing memiliki beberapa pengertian. Pertama, problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, problem posing ialah perumusan

Sedangkan menurut Silver (1996) bahwa dalam pustaka pendidikan matematika, problem posing mempunyai tiga pengertian, yaitu: pertama, problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit (problem posing sebagai salah satu langkah problem solving). Kedua, problem adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka mencari alternative pemecahan lain (sama dengan mengkaji kembali langkah problem solving yang telah dilakukan). Ketiga, problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang diberikan.

Menurut Aurebach (Sarah Nixon, 1996 : 2) problem posing memiliki 5 tahapan yaitu : 1). Pemberian masalah, 2). menggambarkan atau menjabarkan masalah, 3) menemukan masalah, 4) Mendiskusikan masalah dan 5) diskusi alternatif.

2. Problem Solving

Secara bahasa, problem dan solving berasal dari bahasa Inggris. Problem artinya masalah, sementara solving (kata dasarnya to solve) bermakna Secara bahasa, problem dan solving berasal dari bahasa Inggris. Problem artinya masalah, sementara solving (kata dasarnya to solve) bermakna

a. Problem Solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui Problem Solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.

b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem Solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.

c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan penedekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas ( Mufida.com. 2010: 1).

Solusi soal pemecahan masalah dapat diperoleh melalui beberapa tahapan- tahapan atau langkah-langkah. Polya (1981) mengemukakan bahwa solusi soal pemecahan masalah memuat empat tahapan atau langkah penyelesaian yaitu:

1) memahami masalah (understanding the problem), 2) membuat rencana pemecahan (divising a plan), 3) melakukan perhitungan (carrying out the plan), dan 4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back). Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar.

Pembelajaran inquiry mempunyai kekuatan dan kelemahan. Dari pendapat beberapa ahli dapat dikemukakan kekuatan dan kelemahan pembelajaran inquiry sebagai berikut:

a. Dapat mengembangkan seluas luasnya cara berpikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari jawaban, dan menyimpulkan/memproses keterangan.

b. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif sehingga da pat mengembangkan pendidikan demokrasi.

Sedangkan kelemahan pembelajaran inquiry adalah:

a. Tidak semua siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan inquiry, terut ama siswa berkemampuan kurang.

b. Relatif lebih banyak membutuhkan waktu. Walaupun mempunyai kelemahan, namun kelemahan dalam pembelajaran inquiry ini dapat diatasi dengan mengkondisikan kelas menjadi kelompok- kelompok kecil. Dengan membuat kelompok yang kooperatif diharapkan b. Relatif lebih banyak membutuhkan waktu. Walaupun mempunyai kelemahan, namun kelemahan dalam pembelajaran inquiry ini dapat diatasi dengan mengkondisikan kelas menjadi kelompok- kelompok kecil. Dengan membuat kelompok yang kooperatif diharapkan

F. Keterampilan Berpikir Kritis

1. Definisi Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan menurut Reber (dalam Syah, 2008: 119) adalah melakukan kemampuan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuyk mencapai hasil tertentu. Selanjutnya Syah (2008:119) berpendapat bahwa keterampilan bukan hanya meliputi gerak motorik, melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas sehingga sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain, artinya orang yang mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang yang terampil.

Definisi dari berpikir kritis (Critical Thinking) adalah sinonim dari pengambilan keputusan (Decision Making), perencanaan stratejik (Strategic Planning), proses ilmiah (Scientific Process), dan pemecahan masalah (Problem Solving) (Anonim, September 2010, 16:20).

Patrick (dalam Supendi, 2010:42) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu telah menjadi topic pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir.

Sedangkan menurut Halpen (dalam Supendi, 2010:43), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada saran. Berpikir kritis merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.

Pendapat senada dikemukakan Angelo (dalam Supendi, 2010:43) bahwa berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.

Ennis (1996) mengatakan bahwa berpikir kritis adalah sesungguhnya suatu proses berpikir yang terjadi pada seseorang serta bertujuan untuk membuat keputusan-keputusan yang rasional mengenai sesuatu yang dapat ia yakini kebenarannya. Keterampilan-keetrampilan berpikir kritis tak lain adalah merupakan kemampuan-kemampuan pemecahan masalah yang menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya.

Dari berbagai teori mengenai keterampilan berpikir kritis tersebut, penulis mengambil salah satu teori yang akan digunakan pada penelitian ini. Teori yang digunakan adalah teori yang diungkapkan oleh Ennis.

2. Indikator-indikator Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu bagian dari keterampilan yang perlu dilatih pada siswa, khususnya pada pembelajaran kimia. Adapun menurut Ennis (dalam Renny, 2003:16), bahwa keterampilan berpikir kritis siswa itu dikelompokkan ke dalam 5 kelompok yang terdiri dari 12 keterampilan berpikir, yaitu:

a. Memberikan penjelasan sederhana (Elementary Clarification), yang meliputi memfokuskan pertanyaan, manganalisis pertanyaan, serta bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan.

b. Memberikan pengetahuan dasar (Basic Support), yang meliputi mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, mengamati, dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

c. Menyimpulkan

mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan menentukan niali pertimbangan.

(Inference),

yang meliputi

d. Memberikan penjelasan lebih lanjut (Advance Clarification), yang meliputi mendefinisikan istilah dan definisi pertimbangan dalam tiga dimensi, mengidentifikasi asumsi.

e. Mengatur strategi dan teknik (Strategy and Tacties), yang meliputi menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.

Dari beberapa indicator tersebut diambil 6 indikator, yaitu: 1) memfokuskan pertanyaan; 2) mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak; 3) Dari beberapa indicator tersebut diambil 6 indikator, yaitu: 1) memfokuskan pertanyaan; 2) mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak; 3)

G. Konsep Larutan Asam, Basa, dan Garam

1. Sifat – Sifat Asam, Basa, Dan Garam

Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin acetum yang berarti cuka. Seperti diketahui, zat utama dalam cuka adalah asam asetat. Basa (alkali) berasal dari bahasa Arab yang berarti abu.

Seperti halnya dengan sabun, basa bersifat kaustik (licin), selain itu basa juga bersifat alkali (bereaksi dengan protein di dalam kulit sehingga sel –sel kulit akan mengalami pergantian). Rasa pahit merupakan salah satu sifat zat yang bersifat basa.

Meskipun rasa bukan merupakan cara yang aman untuk mengklasifikasikan asam dan basa, mungkin kamu telah mengenal bahwa asam rasanya masam. Jeruk, jus lemon, tomat dan cuka sebagai contoh, merupakan larutan yang bersifat asam. Sebaliknya, basa mempunyai rasa pahit. Akan tetapi rasa sebaiknya jangan dipergunakan untuk menguji adanya asam atau basa, karena kamu tidak boleh begitu saja mencicipi zat-zat kimia yang belum dikenal karena banyak diantaranya yang bersifat racun atau bersifat korosif.

a. Asam Asam merupakan salah satu penyusun dari berbagai bahan makanan dan minuman, misalnya cuka, keju, dan buah – buahan. Menurut Arrhenius,

asam adalah zat yang dalam air akan melepaskan ion H + . Jadi, pembawa asam adalah zat yang dalam air akan melepaskan ion H + . Jadi, pembawa

bermuatan listrik. Kation adalah ion yang bermuatan positif. Adapun anion adalah ion yang bermuatan negatif.

Sifat khas lain dari asam adalah dapat bereaksi dengan berbagai bahan seperti logam, marmer, dan keramik. Reaksi antara asam dengan logam bersifat korosif. Contohnya, logam besi dapat bereaksi cepat dengan asam

klorida (HCl) membentuk Besi (II) klorida (FeCl 2 )

Tabel 2.1 Beberapa Contoh Asam

Terdapat dalam Asam asetat

Nama Asam

Rumus Kimia

Larutan cuka Asam sitrat

CH 3 COOH

C6H8O 7 Jeruk

Asam sulfat

H 2 SO 4 Air accumulator Asam karbonat

H 2 CO 3 Minuman berkarbonasi Asam klorida

Asam lambung Asam nitrat

HCl

HNO 3 Pupuk, peledak TNT Asam fosfat

H 3 PO 4 Deterjen, pupuk Asam laktat

C 3 H 6 O 3 Keju

Berdasarkan asalnya, asam dikelompokkan dalam 2 golongan, yaitu asam organik dan asam anorganik. Asam organik umumnya bersifat asam lemah, korosif, dan banyak terdapat di alam. Asam anorganik umumnya bersifat asam kuat dan korosif. Karena sifat – sifatnya itulah, maka asam – asam anorganik banyak digunakan di berbagai kebutuhan manusia.

b. Basa Dalam keadaan murni, basa umumnya berupa kristal padat dan bersifat kaustik. Beberapa produk rumah tangga seperti deodoran, obat maag (antacid), dan sabun mandi mengandung basa.

Basa adalah suatu senyawa yang jika dilarutkan dalam air dapat melepaskan ion hidroksida (OH – ). Oleh karena itu, semua rumus kimia basa

umumnya mengandung gugus OH. Jika diketahui rumus kimia suatu basa, maka untuk memberi nama basa, cukup dengan menyebut nama logam dan diikuti kata hidroksida.

Tabel 2.2 Beberapa Contoh Basa

Terdapat dalam Aluminium hidroksida

Nama Basa

Rumus Kimia

Al(OH) 3 Deodoran Kalsium hidroksida

Ca(OH) 2 Plester Magnesium hidroksida Mg(OH) 2 Obat maag

Natrium hidroksida

NaOH

Sabun

c. Garam Orang mengalami sakit perut disebabkan asam lambung yang meningkat. Untuk menetralkan asam lambung (HCl) digunakan antacid. Antacid mengandung basa yang dapat menetralkan kelebihan asam lambung (HCl).

Umumnya zat – zat dengan sifat yang berlawanan, seperti asam dan basa cenderung bereaksi membentuk zat baru. Bila larutan asam direaksikan Umumnya zat – zat dengan sifat yang berlawanan, seperti asam dan basa cenderung bereaksi membentuk zat baru. Bila larutan asam direaksikan

H – (aq) + OH (aq) → H

2 O(l)

Asam Basa Air

Karena air bersifat netral, maka reaksi asam dengan basa disebut reaksi penetralan.

Ion – ion akan bergabung membentuk senyawa ion yang disebut garam. Bila garam yang terbentuk ini mudah larut dalam air, maka ion – ionnya akan tetap ada dalam larutan. Tetapi jika garam itu sukar larut dalam air, maka ion – ionnya akan bergabung membentuk suatu endapan. Jadi, reaksi asam dengan basa disebut juga reaksi penggaraman karena membentuk senyawa garam. Mari kita simak contoh reaksi pembentukan garam berikut!

HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H 2 O(l)

Asam Basa Garam Air Walaupun reaksi asam dengan basa disebut reaksi penetralan, tetapi hasil reaksi (garam) tidak selalu bersifat netral. Sifat asam basa dari larutan garam bergantung pada kekuatan asam dan basa penyusunnya.

Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat bersifat netral, disebut garam normal, contohnya NaCl dan KNO 3 . Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah bersifat asam dan disebut garam asam, contohnya Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat bersifat netral, disebut garam normal, contohnya NaCl dan KNO 3 . Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah bersifat asam dan disebut garam asam, contohnya

Table 2.3 Beberapa Contoh Garam

Nama Dagang Natrium klorida

Nama Garam

Rumus Kimia

Garam dapur Kalsium karbonat

NaCl

CaCO 3 Kalsit

Kalium nitrat KNO 3 Sakpeter Kalium karbonat

K 2 CO 3 Portas

2. Asam, Basa dan Garam Bersifat Elektrolit

Bila larutan asam, basa atau garam dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion–ion. Ion adalah zat atau partikel yang bermuatan. Karena dapat menghasilkan ion, maka larutan asam, basa dan garam tergolong penghantar listrik. Larutan yang dapat menghantarkan listrik dinamakan larutan elektrolit.

Untuk mengetahui apakah suatu larutan asam, basa dan garam dapat menghantarkan arus listrik atau tidak, digunakan suatu alat yang disebut alat penguji elektrolit. Alat penguji elektrolit sederhana terdiri dari dua elektroda (anoda dan katoda) yang dihubungkan dengan sumber arus listrik searah dan dilengkapi dengan lampu serta bejana untuk meletakkan larutan yang akan diselidiki. Jika larutan menghantar arus listrik, maka lampu pijar pada rangkaian Untuk mengetahui apakah suatu larutan asam, basa dan garam dapat menghantarkan arus listrik atau tidak, digunakan suatu alat yang disebut alat penguji elektrolit. Alat penguji elektrolit sederhana terdiri dari dua elektroda (anoda dan katoda) yang dihubungkan dengan sumber arus listrik searah dan dilengkapi dengan lampu serta bejana untuk meletakkan larutan yang akan diselidiki. Jika larutan menghantar arus listrik, maka lampu pijar pada rangkaian

Gambar 2.1 Alat Uji Elektrolit (Sugiyarto, 2006)

3. Identifikasi Asam, Basa, dan Garam

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal benda dari identitas atau sifatnya. Bagaimana cara mengidentifikasi sifat asam, basa dan garam? Sifat suatu larutan dapat ditunjukkan dengan menggunakan indikator asam-basa, yaitu zat-zat warna yang warnanya berbeda dalam larutan asam, basa dan garam. Cara penentuan senyawa bersifat asam, basa atau netral dapat menggunakan kertas lakmus, larutan indikator atau indikator alami.

a. Kertas Lakmus Untuk mengidentifikasi suatu larutan yang bersifat asam, basa atau netral secara sederhana umumnya digunakan kertas lakmus. Bila kita perhatikan Gambar 2.2, ada perbedaan warna pada kertas lakmus dalam larutan yang bersifat asam, bersifat basa dan bersifat netral.

Gambar 2.2 Identifikasi Larutan Asam HCl, Larutan Basa NaOH dan Larutan Garam NaCl Menggunakan Kertas Lakmus (Sugiyarto, 2006)

Warna kertas lakmus dalam larutan asam, larutan basa dan larutan yang bersifat netral ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Perubahan Warna Lakmus

Indikator

Larutan basa Lakmus merah

Larutan netral

Larutan asam

Biru Lakmus biru

b. Larutan Indikator Larutan indikator asam basa adalah zat-zat warna yang mempunyai warna berbeda dalam larutan yang bersifat asam, basa dan netral, sehingga dapat digunakan untuk membedakan larutan yang bersifat asam, basa dan netral. Di laboratorium, indikator yang sering digunakan adalah larutan fenolftalin, metil merah dan metil jingga. Warna-warna indikator tersebut ditunjukkan dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Warna Larutan Indikator dalam Larutan yang Bersifat Asam, Basa dan Netral

Indikator Larutan asam

Larutan netral Fenolftalin

Larutan basa

Tidak berwarna Metal merah Merah

Tidak berwarna

Merah

Kuning Metal jingga Merah

Perbedaan warna dalam larutan asam dan larutan basa dengan penambahan indikator metil merah, bromtimol biru dan fenolftalin ditunjukkan dalam

Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Penambahan Indikator Metil Merah, Bromtimol Biru dan Fenolftalein pada Larutan Asam (Baris Atas) dan Larutan Basa (Baris

Bawah) (Sugiyarto, 2006)

c. Indikator Alami Sebenarnya berbagai bahan tumbuhan yang berwarna, seperti daun mahkota bunga (kembang sepatu, bogenvil, mawar dan lain-lain) kunyit, kulit manggis dan kubis ungu dapat digunakan sebagai indikator asam basa.

Ekstrak bahan-bahan ini dapat memberikan warna yang berbeda dalam larutan asam dan basa.

Sebagai contoh, cobalah kikis kulit manggis kemudian haluskan dan tambahkan sedikit air. Warna kulit manggis adalah ungu (dalam keadaan netral). Jika ekstrak kulit manggis dibagi dua dan masing-masing diteteskan larutan asam dan basa, maka dalam larutan asam terjadi perubahan warna dari ungu ke coklat kemerahan, sedangkan dalam larutan basa terjadi perubahan warna dari ungu ke biru kehitaman. Dengan terjadinya perubahan warna dari ekstrak bahan alami tersebut, maka bahan-bahan tersebut dapat digunakan sebagai indikator alami. Gambar 2.4 menunjukkan bagaimana bahan-bahan alami dapat berubah warna bila dicelupkan dalam larutan asam, basa dan netral.

Gambar 2.4 Beberapa Contoh Bahan Alami yang Dapat Digunakan sebagai Indikator (Sugiyarto, 2006)

H. Pembelajaran Larutan Asam, Basa, dan Garam dengan Menggunakan Pembelajaran Inquiry Model Silver untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN PUTUSAN REHABILITASI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA (STUDI KASUS PUTUSAN NO : 130/Pid.B/2011/PN.LW)

7 91 58

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62