KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL KE (3)

KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL KETUA
DALAM MENJAGA KOMITMEN ANGGOTA ORGANISASI
(Studi Kualitatif Deskriptif pada Organisasi Perhumas Muda Malang
Raya Angkatan ke-2 Periode 2011-2013)
RIEFANA RINDA AYU N.D.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
Malang
riefanarinda@yahoo.com

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis, dan
mendeskripsikan bagaimana keterampilan komunikasi interpersonal ketua
Perhumas Muda Malang Raya dalam menjaga komitmen anggota organisasi. Tipe
penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, keterampilan komunikasi interpersonal ketua
dinilai baik dalam beberapa hal, tetapi ada juga yang masih dinilai kurang oleh
sebagian besar anggota. Yang dinilai baik oleh anggota organisasi adalah dalam
hal mengarahkan dengan cara kolaboratif, mengklarifikasi harapan setiap anggota
dengan memotivasi, memberikan penetapan tujuan, dan keterampilan ketua dalam
mempengaruhi anggota. Sedangkan keterampilan komunikasi interpersonal yang

masih perlu ditingkatkan oleh ketua adalah keterampilan ketua dalam mengirim
pesan, adanya sikap menghormati dari ketua kepada anggota, penyediaan umpan
balik yang jelas, tidak hanya keterampilan dalam mendengarkan pada tataran
mendengarkan saja, akan tetapi ketua juga harus mendengarkan secara aktif, serta
kepercayaan dan keterbukaan ketua terhadap seluruh anggota organisasi.

ABSTRACT

The purpose of this research is to determine, analyze, and to describe chairman’s
interpersonal communication skill of the Perhumas Muda Malang Raya to
maintain the commitment of member in the organization. The type of this research
is a qualitative descriptive research. Based on research that has been done,
interpersonal skills of the chairman were considered good in some ways, but some
were still valued less by most members. Member of organization consider the
good skills that shairman have was directing with a collaborative way, clarifying
expectation of every member with motivation, giving goal setting, and influence
other members. While the other skills that consider needs to be improved was in
sending message, respect to the other member such as carry out suggestion or idea
from members, providing clear feedback, skill in listening should be active
listening, as well as trust and openness from chairman to the other member of the

organization.

I.

PENDAHULUAN
Kelangsungan
hidup
organisasi sangat dipengaruhi oleh
komitmen
anggota
organisasi.
Berbagai literatur mengemukakan
bahwa pimpinan organisasi akan
melakukan berbagai cara untuk
menjaga komitmen anggota, antara
lain dalam meningkatkan etika
organisasi (Koh dan Boo, 2004),
meningkatkan
keadilan
dan

kepercayaan
dalam
organisasi,
terutama yang sedang mengalami
perubahan (Saunders dan Thornhill,
2002),
dan
meningkatkan
keterampilan pegawai (Passarelli,
2011). Namun, hanya sedikit literatur
yang
membahas
mengenai
pentingnya keterampilan komunikasi
interpersonal dalam organisasi untuk
menjaga
komitmen
anggota
(Bambacas dan Patrickson, 2008).
Menurut Wursanto (2003, h.

157) komunikasi organisasi ialah
“suatu
proses
penyampaian
informasi, ide-ide di antara para
anggota organisasi secara timbalbalik dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan”. Komunikasi
ini
terjadi
dalam
proses
pengorganisasian.
Seperti
yang
dikemukakan oleh Pace dan Faules,
(2010, h. 33) komunikasi organisasi
terjadi ketika anggota organisasi
bertransaksi dan memberi makna
atas peristiwa yang terjadi. Orangorang memasuki organisasi tentunya
sesuai dengan keinginannya untuk

mencapai cita-cita yang tidak dapat
dicapainya secara sendiri. Untuk itu,
diperlukan peranan komunikasi
organisasi dalam mempermudah
individu
berkomunikasi
dan
berinteraksi dengan individu lain
untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan. Melalui komunikasi
terjadi
pertukaran
informasi,

gagasan, dan pengalaman (Pace dan
Faules, 2010, h. 169-170).
Dalam
suatu
organisasi
tentunya dibutuhkan peran seorang

ketua untuk memimpin dan mengatur
anggota dalam suatu organisasi agar
tercipta suasana kinerja yang
kondusif. Proses ini termasuk dalam
proses kepemimpinan. Seperti yang
dikemukakan
oleh
Cheney,
Christensen, Zorn, dan Ganesh
(2004, h. 180) yang memandang
kepemimpinan dari sisi komunikasi.
Mereka
berargumen
bahwa
kepemimpinan
adalah
proses
mempengaruhi orang-orang untuk
meraih tujuan atau untuk membuat
perubahan. Kepemimpinan adalah

suatu proses mempengaruhi sikap
dan tindakan orang-orang. Salah satu
hal yang dapat diraih dari proses
kepemimpinan adalah kepercayaan
dan komitmen anggota (Allen dan
Meyer, dalam Bambacas dan
Patrickson, 2008, h. 53).
Selanjutnya,
keterampilan
komunikasi interpersonal ketua yang
bisa meningkatkan kepercayaan
anggota adalah poin paling penting
yang
diharapkan
untuk
meningkatkan komitmen anggota
didalam organisasi (Bambacas dan
Patrickson, 2008, h. 51). Ketua
berkomunikasi sehari-hari dengan
anggota mereka untuk memberikan

umpan balik atas apa yang
disampaikan
oleh
anggotanya,
melaksanakan penilaian kinerja dari
bawahan, memberikan informasi dan
lain sebagainya. Tindakan ini
dilakukan
untuk
memfasilitasi
pengembangan organisasi
yang
sangat berpengaruh pada bagaimana
komitmen anggota pada organisasi.
Anggota yang memiliki komitmen
dipercaya lebih produktif, tidak suka
menyerah, lebih bisa diandalkan,

bisa menghasilkan lebih banyak
kreatifitas, bisa bertindak lebih baik,

dan bisa ikut terlibat (Allen dan
Mayer, dalam Bambacas dan
Patrickson, 2008, h. 53). Kegagalan
dalam menjaga komitmen anggota
menjadi masalah bagi keberlanjutan
berbagai
organisasi,
komunitas
ataupun perhimpunan, terutama
organisasi-organisasi yang baru
berdiri.
Hal tersebut juga dialami
oleh organisasi Perhumas Muda
Malang Raya Angkatan ke-2 periode
2011-2013. Perhumas Muda Malang
Raya adalah sebuah organisasi
Perhimpunan Hubungan Masyarakat
Muda Malang Raya yang bergerak
dalam bidang Public Relation.
Organisasi tersebut memiliki tujuan

untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan
para
professional
Hubungan Masyarakat di Indonesia
khususnya
Malang
Raya,
memperluas dan memperdalam ilmu
pengetahuan mengenai Hubungan
Masyarakat,
meningkatkan
komunikasi dan pertukaran informasi
dan pengalaman di antara para
anggotanya, serta menyelenggarakan
hubungan
dengan
organisasiorganisasi yang serumpun dengan
bidang Hubungan Masyarakat.
Perhumas Muda Malang

Raya berdiri pada tahun 2009. Untuk
mencapai tujuannya, organisasi
Perhumas Muda Malang Raya selalu
mengadakan event-event mengenai
public relations seperti Seminar
Nasional Public Relations, talk show
dan sebagainya. Organisasi tersebut
terdiri dari anggota yang berasal dari
berbagai Universitas di kota Malang
yang memiliki ketertarikan dalam
bidang
komunikasi,
khususnya
Humas/Public Relations.
Namun, dari hasil observasi
awal pada bulan November 2012

yang dilakukan oleh peneliti kepada
6 orang anggota aktif, anggota yang
sudah tidak aktif, dan anggota yang
sudah mengundurkan diri dari
organisasi tersebut, mengungkapkan
adanya suatu permasalahan dimana
komitmen
anggota
terhadap
organisasi ini cukup rendah yang
diakibatkan
oleh
kurangnya
komunikasi interpersonal ketua
kepada anggotanya. Anggota yang
masih aktif disini adalah anggota
yang masih tetap membantu kegiatan
dan mengikuti rapat rutin dari
Perhumas Muda Malang Raya dari
awal bergabung sampai dengan masa
jabatan selesai yaitu mulai dari awal
masa jabatan 2011-2013, untuk
anggota yang tidak aktif yaitu
anggota yang masih membantu
dalam beberapa kegiatan yang
dilaksanakan
oleh
organisasi
Perhumas Muda namun tidak
membantu secara keseluruhan dan
tidak mengikuti kegiatan rapat secara
rutin, sedangkan anggota yang sudah
mengundurkan diri adalah anggota
yang sudah tidak ikut membantu dan
tidak mengikuti kegiatan, tidak
mengikuti rapat rutin, serta tidak
mengikuti
perkembangan
yang
dilaksanakan
oleh
organisasi
Perhumas Muda Malang Raya.
Penjelasan dari ke 6 orang
informan yang dilakukan selama pra
penelitian tersebut menyebutkan,
bahwa permasalahan utama dari
semakin
berkurangnya
anggota
Perhumas
disebabkan
faktor
kurangnya komunikasi interpersonal
yang dilakukan oleh ketua kepada
anggota dalam proses kepemimpinan
yang
dijalankannya.
Hal
ini
terindikasi dari menurunnya jumlah
anggota aktif organisasi angkatan ke2 periode 2011-2013 yang pada
awalnya diikuti oleh 40 orang
anggota dari berbagai Universitas di

kota Malang, sedikit demi sedikit
akhirnya
banyak
yang
mengundurkan diri menjadi hanya 7
orang anggota.
Dari data tersebut terlihat
bahwa prosentase penurunan jumlah
anggota dari organisasi ini mencapai
hingga 93%. Masalah lain terlihat
dari berkurangnya intensitas dari
aktivitas
organisasi
yang
menyebabkan
berkurangnya
intensitas untuk bertemu secara tatap
muka. Hal
ini
menyebabkan
komunikasi
interpersonal
yang
dilakukan oleh ketua kepada
anggotanya
dalam
proses
kepemimpinan
yang dijalankan
dalam organisasi tersebut sangatlah
kurang. Sebagai contoh, saat awal
terbentuknya anggota baru aktivitas
organisasi
dalam
menjalankan
kegitatan baik pertemuan/rapat rutin
maupun pelaksanaan seminar Public
Relations dan talk show masih
berjalan dengan lancar, namun
lambat
laun
intensitas
untuk
berkumpul
maupun
dalam
pelaksanaan program dari organisasi
tersebut semakin berkurang.
Memperhatikan hal tersebut,
komunikasi interpersonal ketua
memiliki peran penting dalam
menjaga
hubungan
untuk
mempertahankan
komitmen
anggotanya. Komitmen menurut
Allen dan Mayer (dalam Bambacas
dan Patrickson, 2008, h. 54)
didefinisikan sebagai suatu konstruk
psikologis
yang
merupakan
karakteristik hubungan anggota
organisasi dengan organisasinya dan
memiliki
implikasi
terhadap
keputusan
individu
untuk
melanjutkan keanggotaannya dalam
berorganisasi. Berdasarkan definisi
tersebut, anggota yang memiliki
komitmen terhadap organisasinya
akan lebih dapat bertahan sebagai

bagian dari organisasi dibandingkan
anggota yang tidak memiliki
komitmen terhadap organisasi.
Konsep komitmen organisasi
sendiri dapat dibagi dalam tiga jenis
(Allen dan Mayer, dalam Bambacas
dan Patrickson, 2008, h. 53).
Komitmen
afektif
adalah
konseptualisasi dari identifikasi diri
terhadap
organisasi,
komitmen
normatif
dikonseptualisasikan
sebagai
tanggungjawab
dan
balasbudi atau komitmen pada norma
yang berlaku pada organisasi, dan
yang terakhir yaitu komitmen
berkelanjutan
(ekonomi)
dikonseptualisasikan
sebagai
pengorbanan dan investasi yang bisa
meningkatkan taraf hidup individu.
Dari ketiga jenis komitmen tersebut,
komitmen afektif dan normatif
paling dicari oleh organisasi. Hal
tersebut berlaku tidak hanya untuk
organisasi-organisasi profit dan
perusahaan besar, tetapi juga berlaku
bagi perhimpunan/komunitas yang
mengandalkan
komitmen
dan
loyalitas anggotanya. Karena dasar
pencapaian tujuan bagi anggota jenis
ini normalnya bukan berbentuk
materi, komitmen afektif dan
normatif anggota organisasi menjadi
modal penting bagi tercapainya
tujuan organisasi.
Dari hasil wawancara pra
penelitian pada bulan November
2012 tersebut, didapatkan bahwa
banyak
anggota
yang
mengemukakan jika mereka merasa
kurang sesuai dengan komunikasi
yang dilakukan antara ketua dengan
masing-masing
anggota.
Ketidaksesuaian
tersebut
diungkapkan oleh anggota ketika
dalam kegiatan sehari-hari dalam
organisasi, seperti kurangnya ketua
dalam melakukan komunikasi secara
interpersonal kepada anggota baik

dalam memberikan arahan maupun
hal-hal lain terkait dengan kegiatan
organisasi.
Oleh
karena
itu,
penelitian ini berusaha untuk
mencari tahu dan melihat bagaimana
komitmen anggota organisasi dapat
dipertahankan atau diruntuhkan
dengan komunikasi interpersonal
III. METODOLOGI
PENELITIAN
Untuk mengkaji lebih jauh
tentang keterampilan komunikasi
interpersonal
ketua
organisasi
Perhumas Muda Malang Raya dalam
menjaga komitmen anggota, peneliti
menggunakan
tipe
penelitian
kualitatif.
Menurut
Kriyantono
(2006, h. 56-57) penelitian kualitatif
bertujuan
untuk
menjelaskan
fenomena dengan sedalam-dalamnya
melalui pengumpulan data sedalamdalamnya. Penelitian ini tidak
mengutamakan besarnya populasi
atau sampling bahkan populasi atau
samplingnya sangat terbatas. Jika
data
yang
terkumpul
sudah
mendalam dan bisa menjelaskan
fenomena yang diteliti, maka tidak
perlu mencari sampling lainnya.
Adapun jenis dari penelitian
ini adalah bersifat deskriptif, di mana
data yang dikumpulkan tidak
berbentuk angka, tetapi dalam bentuk
kata, kalimat, pernyataan, dan
konsep. Menurut Moleong (2011, h.
11) data yang dikumpulkan adalah
“berupa kata-kata, gambar, dan
bukan
angka-angka,
sehingga
laporan penelitian akan berisi
kutipan-kutipan
data
untuk
memberikan gambaran penyajian
laporan tersebut”.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik
purposive
sampling. Purposive sampling adalah
teknik pengambilan sampel sumber

yang terjalin antara ketua dengan
anggota
organisasi
dengan
menggunakan teori milik Robbins
dan Hunsaker (2003) tentang 7
kategori keterampilan interpersonal
dalam proses komunikasi yang harus
dimiliki oleh seorang ketua.
data dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2008, h. 218-219).
Alasan peneliti menggunakan teknik
ini adalah, untuk mendapatkan
sampel yang diperoleh benar-benar
sesuai dengan penelitian yang
dilakukan. Menurut Kriyantono
(2006, h. 158) teknik ini mencakup
orang-orang yang diseleksi atas dasar
kriteria-kriteria tertentu yang dibuat
peneliti
berdasarkan
tujuan
penelitian.
Teknik pengumpulan data
yang digunakan oleh peneliti adalah
wawancara secara mendalam dan
observasi. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan triangulasi
sumber dan triangulasi teknik
(metode) untuk menguji keabsahan
data. Sedangkan teknik analisis data
disini peneliti menggunakan analisis
data di lapangan model Miles dan
Huberman. Menurut Miles dan
Huberman (dalam Sugiyono, 2008,
h. 246) mengemukakan bahwa
aktivitas
dalam
analisis
data
kualitatif dilakukan secara interaktif
dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam
analisis data, yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.

IV.

HASIL
PEMBAHASAN

DAN

4.1.

Keterampilan Komunikasi
Interpersonal Ketua dalam
Pengelolaan Manusia dalam
Organisasi

Data
hasil
penelitian
menemukan bahwa komunikasi
interpersonal antara ketua dengan
anggota memegang peranan penting
dalam menjaga komitmen anggota
organisasi. Komunikasi interpersonal
antara atasan dengan bawahan dapat
dilihat dari bagaimana pesan
dikirimkan, harapan ditetapkan,
persuasi
dilakukan,
memimpin
dengan mengarahkan, mendengarkan
secara aktif, memberikan penetapan
tujuan, dan penyediaan feedback.
Penelitian ini mengungkap bahwa
terdapat perbedaan pemahaman
antara atasan dengan bawahan dalam
menilai faktor-faktor diatas yang
akhirnya bisa mempengaruhi proses
kepemimpinan itu sendiri.
Menurut hasil penelitian,
sebagian
anggota
menganggap
bahwa keterampilan komunikasi
interpersonal ketua dinilai baik
dalam beberapa hal, tetapi ada juga
yang masih dinilai kurang oleh
sebagian besar anggota. Yang dinilai
baik
adalah
ketika
ketua
mengarahkan
dengan
cara
kolaboratif
dengan
selalu
memberikan kesempatan kepada
anggota untuk selalu menjadi panitia
inti
dalam
suatu
acara,
mengklarifikasi harapan kepada
seluruh anggota, ketika anggota
tersebut dalam menyelesaikan suatu
tugas
dengan
menyampaikan
harapan-harapannya
agar
dapat
menyelesaikan tugas tersebut dengan
baik dengan memberikan motivasi
sebagai bentuk harapan yang

disampaikan, menetapkan tujuan
dalam
organisasi
dengan
memberikan feedback terhadap hasil
kinerja
anggota
yang
dapat
menyelesaikan tugas dengan baik
berupa
reward,
dan
proses
mempengaruhi anggotanya agar
anggota menyetujui konsep maupun
ide yang ingin ketua jalankan.
Sedangkan
keterampilan
komunikasi interpersonal ketua yang
masih dinilai kurang oleh sebagian
besar anggota adalah yang pertama
kurangnya
keterampilan
dalam
mengirim pesan (sending message)
secara
tatap
muka.
Dalam
keterampilan
mengirim
pesan,
penelitian ini juga menemukan
bahwa
kebijaksanaan
dalam
pemilihan media dalam pengiriman
pesan sangat penting. Hal ini karena
tidak semua anggota memiliki akses
yang sama dengan media yang
digunakan. Selain itu, konsistensi
pesan yang dikirmkan di media yang
berbeda juga sering menimbulkan
masalah dan miss communication.
Hal ini terjadi ketika pesan yang
dikirimkan dalam suatu media tidak
diklarifikasi dalam media yang sama.
yang kedua Kurangnya keterampilan
komunikasi interpersonal ketua
dalam menghormati (respect) segala
informasi maupun pesan yang
disampaikan oleh anggota, dari sisi
anggota mengemukakan bahwa ketua
hanya
mendengarkan
tanpa
menindaklanjuti
informasi
dari
anggota, hal ini menyebabkan
menurunnya kepercayaan anggota
akan ketulusan ketua. yang ketiga
dalam penelitian ini ditemukan
bahwa ketua cukup memberikan
feedback, namun anggota komplain
jika ketua hanya memberikan
feedback dengan hanya menerima
masukan maupun saran dari anggota,

akan tetapi saran tersebut tidak
pernah dijalankan.
Begitu juga ketika dalam
proses
mendengarkan,
dalam
penelitian ini dari sisi anggota
ditemukan bahwa ketika anggota
menyampaikan suatu saran maupun
ide kepada ketua, sikap ketua hanya
bertindak mendengarkan dengan
tataran mendengarkan saja, namun
tidak mendengarkan secara aktif.
Dan
yang
terakhir
adalah
kepercayaan yang diperlukan oleh
anggota ketika dalam menyelesaikan
suatu tugas yang sesuai dengan job
desk, karena dari hasil penelitian dari
sisi anggota mengemukakan bahwa
ketua sering kali tidak mempercayai
anggotanya untuk menyelesaikan
tugas sesuai dengan job desk nya
sehingga sebagian besar tugas
tersebut ketua lah yang lebih sering
menangannya, serta tidak adanya
keterbukaan dalam setiap masalah
internal
organisasi
untuk
diinformasikan
kepada
seluruh
anggota, karena dalam penelitian ini
dari sisi anggota mengemukakan
bahwa ketua tidak cukup terbuka
dalam menginformasikan segala
permasalahan yang ada dalam
organisasi. Hal ini menyebabkan dari
sisi anggota merasa tidak nyaman
dengan tidak adanya kepercayaan
dan keterbukaan yang diberikan oleh
ketua kepada anggota.
4.2. Komitmen Anggota Organisasi
sebagai Dasar dari Keutuhan
Organisasi
Salah satu alasan mengapa
ketua perlu untuk melakukan
komunikasi interpersonal adalah
terkait dengan komitmen seorang
anggota terhadap suatu organisasi.
Anggota yang memiliki komitmen
dipercaya lebih produktif, tidak suka

menyerah, lebih bisa diandalkan,
bisa menghasilkan lebih banyak
kreatifitas, dan bisa bertindak lebih
baik untuk organisasi. Menurut
Bambacas dan Patrickson (2008, h.
53), hal tersebut merupakan bukti
yang mendukung ide bahwa anggota
yang memiliki komitmen bisa
bertindak lebih baik dan juga
dipertinggi oleh aspek umum dari
komunikasi
seperti
kepuasan,
hubungan dengan manager , kualitas
komunikasi, dan ketentuan informasi
organisasi.
Menurut Allen dan Meyer
(dalam Bambacas dan Patrickson,
2008, h. 54), komitmen didefinisikan
sebagai suatu konstruk psikologis
yang
merupakan
karakteristik
hubungan anggota organisasi dengan
organisasinya dan memiliki implikasi
terhadap keputusan individu untuk
melanjutkan keanggotaannya dalam
berorganisasi. Berdasarkan definisi
tersebut anggota yang memiliki
komitmen terhadap organisasinya
akan lebih dapat bertahan sebagai
bagian dari organisasi dibandingkan
anggota yang tidak memiliki
komitmen
terhadap
organisasi.
Mengingat bahwa anggota dari
organisasi Perhumas Muda Malang
Raya ini bergabung karena faktor
kecintaan dan ingin menambah
pengetahuan yang lebih mendalam
mengenai
dunia
PR
(public
relations), maka seperti yang sudah
dijelaskan pada bab 2 sebelumnya
bahwa anggota yang bergabung
dalam suatu organisasi berdasarkan
faktor kecintaan dan rasa tanggung
jawab dengan organisasi yang
dinauinginya, maka anggota tersebut
termasuk memiliki komitmen afektif
dan komitmen normatif.
Namun, permasalahan utama
mengenai
penyebab
anggota
memiliki komitmen yang cukup

rendah
ditemukan
dari
hasil
wawancara, dimana masalah utama
dalam hal ini dikarenakan faktor
ketidaknyamanan anggota terhadap
masalah internal organisasi. Pada
akhirnya komitmen yang rendah
tersebut
menyebabkan
anggota
dalam organisasi ini lambat laun
makin berkurang dan penurunan
tersebut terjadi secara drastis dari
yang awalnya beranggotakan 40
orang
anggota,
lambat
laun
mengerucut hanya menjadi 7 orang
anggota.
Disinilah
keterampilan
komunikasi interpersonal dalam
menjaga komitmen
anggotanya
merupakan poin penting yang harus
dimiliki oleh seorang ketua dan lebih
meningkatkan
lagi
proses
komunikasi dari yang dilakukan
sebelumnya.
Dengan
melihat
beberapa
faktor
yang
sudah
dijelaskan pada bab 2, keterampilan
komunikasi interpersonal yang harus
dimiliki oleh seorang ketua dalam
menjaga
komitmen
anggota
organisasi meliputi keterampilan
dalam mengirim pesan (sending
messages), mengarahkan (leading),
mengklarifikasi harapan (clarify
expectations),
mendengarkan
(listening), penetapan tujuan (goal
setting),
mempengaruhi
(persuading), dan juga penyediaan
umpan balik (providing feedback).
Melihat dari keterampilan
komunikasi interpersonal yang harus
dimiliki oleh seorang ketua dalam
organisasi yang sudah dijelaskan
diatas, banyaknya anggota yang tidak
aktif lagi menurut data dari hasil
wawancara yang telah dilakukan
oleh peneliti kepada ke 11 informan
dikarenakan adanya beberapa faktor
yang bervariatif yang menyebabkan
anggota Perhumas Muda memiliki
komitmen yang rendah untuk tetap

bertahan pada organisasi yang di
naunginya tersebut.
Faktor yang paling menonjol
terkait dengan rendahnya komitmen
yang dimiliki oleh anggota untuk
tetap bertahan pada organisasi ini
antara lain yang pertama dari sisi
anggota mengemukakan, karena
faktor
mengenai
ketidakpuasan
anggota
terhadap
keterampilan
komunikasi interpersonal ketua
dalam mengirim pesan (sending
message)
yang lebih banyak
menggunakan media dibandingkan
berkomunikasi melalui tatap muka
secara personal (one-on-one), serta
kurangnya komunikasi dua arah (two
way communication) yang dilakukan
oleh ketua kepada anggota. Yang
kedua adalah faktor keterampilan
komunikasi interpersonal ketua
dalam
mengarahkan
(leading)
anggotanya. Dimana dalam proses
kepemimpinannya, ketua sering kali
tidak mempercayai anggotanya untuk
dapat mengerjakan suatu tugas
dengan selalu menghandle semua
tugas-tugas
tersebut
dan
ketidakpuasan anggota kepada ketua
dalam penyelesaian suatu masalah
dalam organisasi yang tidak pernah
tuntas. Serta, ketua terkesan tidak
transparan kepada seluruh anggota
dalam menginformasikan segala
masalah internal, melainkan hanya
kepada beberapa anggota tertentu
saja.
Faktor
yang
terakhir
dikarenakan
ketidaknyamanan
anggota terhadap kondisi internal
organisasi, dan sikap ketua ketika
terdapat
anggota
yang
menyampaikan
suatu
masukan
maupun saran dan ide kepada ketua,
sikap ketua hanya pada tataran
mendengarkan
saja
tanpa
mendengarkan secara aktif, serta
tidak adanya feedback maupun

tindak lanjut untuk menjalankan ide
dari anggotanya tersebut, melainkan
ketua lebih sering menjalankan
konsep yang ia buat sendiri.
Sehingga dengan hal tersebut banyak
anggota yang merasa kurang nyaman
dan merasa tidak dihargai oleh ketua.
Dari hasil penelitian diatas
ternyata juga didapatkan bahwa
efektifitas
komunikasi
kepemimpinan tidak hanya diukur
dari
seberapa
mampu
ketua
mengarahkan anggotanya dalam
mencapai
tujuan.
Kualitas
komunikasi interpersonal ternyata
juga memiliki peranan besar dalam
memastikan bahwa sebuah proses
kepemimpinan berjalan baik. Hal ini
menguatkan konsep dari Cheney
(2004) yang mengungkapkan bahwa
kepemimpinan adalah sebuah proses
komunikasi.
V.

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Bedasarkan data yang telah
peneliti dapatkan di bab sebelumnya,
dapat diketahui dari sisi anggota
bahwa penyebab dari rendahnya
komitmen yang dimiliki oleh
anggota Perhumas Muda Malang
Raya kepada organisasi yang
dinaunginya yaitu keterampilan
komunikasi
interpersonal
yang
ternyata bisa berdampak pada
bagaimana komitmen anggota pada
organisasi tersebut. Karena menurut
hasil penelitian, sebagian anggota
menganggap bahwa keterampilan
komunikasi interpersonal ketua
dinilai baik dalam beberapa hal,
tetapi ada juga yang masih dinilai
kurang oleh sebagian besar anggota.
Yang dinilai baik adalah ketika ketua
mengarahkan
dengan
cara
kolaboratif, mengklarifikasi harapan

kepada seluruh anggota, menetapkan
tujuan dalam organisasi, dan proses
mempengaruhi anggotanya agar
anggota menyetujui konsep maupun
ide yang ingin ketua jalankan.
Sedangkan
keterampilan
komunikasi interpersonal ketua yang
masih dinilai kurang oleh sebagian
besar anggota adalah kurangnya
keterampilan dalam mengirim pesan
(sending message) secara tatap
muka. Dalam keterampilan mengirim
pesan,
penelitian
ini
juga
menemukan bahwa kebijaksanaan
dalam pemilihan media dalam
pengiriman pesan sangat penting.
Hal ini karena tidak semua anggota
memiliki akses yang sama dengan
media yang digunakan. Selain itu,
konsistensi pesan yang dikirmkan di
media yang berbeda juga sering
menimbulkan masalah dan miss
communication. Hal ini terjadi ketika
pesan yang dikirimkan dalam suatu
media tidak diklarifikasi dalam
media yang sama. Kurangnya
keterampilan
komunikasi
interpersonal
ketua
dalam
menghormati
(respect)
segala
informasi maupun pesan yang
disampaikan
oleh
anggota.
Penyediaan feedback yang cukup
baik, namun anggota komplain jika
ketua hanya memberikan feedback
dengan hanya menerima masukan
maupun saran dari anggota, akan
tetapi saran tersebut tidak pernah
dijalankan.
Begitu juga ketika dalam
proses mendengarkan, dari sisi
anggota mengemukakan bahwa ketua
hanya bertindak mendengarkan
dengan tataran hanya mendengarkan
saja,
namun
ketua
tidak
mendengarkan secara aktif. Dan
yang terakhir adalah kurangnya
kepercayaan dan keterbukaan yang
dimiliki oleh ketua kepada anggota.

Maka dari kesimpulan diatas dapat
dilihat bahwa kepemimpinan yang
berhasil bukan saja dilihat dari
bagaimana
ketua
mengarahkan
anggota untuk mencapai tujuan
seperti yang banyak dikemukakan
dalam literatur kepemimpinan, tetapi
juga mengenai proses komunikasi.
Penelitian ini telah mengungkap
bahwa komitmen anggota sangat bisa
ditentukan
oleh
keterampilan
komunikasi interpersonal ketuanya.
5.2.

Saran

Berdasarkan analisis dan
kesimpulan dari hasil penelitian
dikemukakan bahwa ternyata salah
satu faktor yang menyebabkan
rendahnya komitmen anggota adalah
komunikasi
interpersonal
yang
kurang baik antara ketua kepada
anggotanya. Maka peneliti dapat
memberikan saran sebagai berikut:
1. Intensitas betemu secara tatap
muka perlu ditingkatkan,
sehingga
komunikasi
interpersonal yang terjadi
antara ketua dengan anggota
bisa lebih sering dilakukan.
2. Kurangnya pengiriman pesan
yang jelas dan kepercayaan
yang dimiliki ketua kepada
anggota bisa mempengaruhi
pada
rancunya
job
description. Maka diharapkan
adanya pembagian tugas
secara jelas agar masingmasing anggota melakukan
tugas sesuai dengan job
description
yang
sudah
ditentukan agar tidak terjadi
miss communication jika di
kemudian hari di dapati
anggota lain maupun ketua
menghandle suatu tugas yang
bukan
menjadi
tanggungjawabnya.

3. Kurangnya
keterampilan
komunikasi
interpersonal
ketua dalam mendengarkan
juga
menyebabkan
ketidakpuasan
anggota
terhadap
feedback
yang
diberikan oleh ketua. maka
diharapkan ketika anggota
sedang menyampaikan suatu
informasi baik berupa saran
maupun keluhan, akan lebih
baik ketua tidak hanya
mendengarkan pada tataran
mendengarkan saja. Akan
tetapi, ketua juga harus
mendengarkan secara aktif.
Sehingga ketika terdapat
anggota memberikan saran
namun
ketua
tidak
menyetujui hal tersebut,
ketua tidak hanya menerima
tanpa
mengungkapkan
ketidaksetujuannya. Namun,
ketua juga harus langsung
memberikan feedback agar
anggota dapat mengetahui
bahwa saran dan masukan
tersebut tidak dapat diterima
dengan
beberapa
pertimbangan.
4. Dengan mengetahui bahwa
masih
kurangnya
keterampilan
komunikasi
interpersonal ketua Perhumas
Muda
Malang
Raya
Angkatan ke-2 Periode 20112013, diharapkan untuk ketua
organisasi Perhumas Muda
Malang Raya selanjutnya
agar
lebih
dapat
meningkatkan
komunikasi
interpersonal kepada anggota
agar ketua dapat memahami
secara
personal
setiap
anggotanya untuk menjaga
komiteman
anggota
organisasi.

DAFTAR PUSTKA
Ananda, I. A. (2009). Komunikasi
organisasi, Jakarta: Fakultas
Ilmu Komunikasi Mercu
Buana. Diakses pada tanggal
03 Januari 2013, pukul 16.15
WIB.
Aw,

S.
(2011).
interpersonal.
Graha Ilmu.

Komunikasi
Yogyakarta:

Bambacas M., dan Patrickson, M.
(2008).
Interpersonal
communication skills that
enhance
organizational
commitment. Journal of
communication management.
12(1), 51-72.
Cangara, H. (2007). Pengantar ilmu
komunikasi. Jakarta: Rajawali
Pers.
Cheney, Christensen, Zorn, dan
Ganesh.
(2004).
Organizational
communication in an age of
globalization.
Issues,
Reflections, Practices. USA:
Waveland.
Daft, R. L. dan Lengel, R. H.,
(1984).
Information
richness: A new approach to
managerial behavior and
organizational design, In:
Staw, B. M. and Cummings,
L. L. (Eds.), Research in
Organizational
Behavior.
Greenwich:
JAI
Press.
Diakses pada tanggal 18
Desember 2013, pukul 17.50
WIB.
Daniel

J.
O'Keefe.
(2002).
Persuasion
theory
and
research (second Edition),
USA: SAGE Publications.

Diakses pada tanggal 05
Desember 2013, pukul 14.25
WIB.
Effendy, O. U. (2004).
komunikasi;
Teori
praktek.
Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Ilmu
dan
PT.

Handoko, T. H. (2003). Manajemen.
Yogyakarta: BPFE.
Hardjana, A. (2003). Komunikasi
intrapersonal
dan
interpersonal.
Yogyakarta:
KANISIUS.
Johnson, D. W., dan Johnson, F. P.
(2000). Joining together:
group theory and group skill.
New
York:
Pearson
Education Company. Diakses
pada tanggal 05 Desember
2013, pukul 15.20 WIB.
Kartono, (2005). Pemimpin dan
kepemimpinan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Koh, H.C., dan Boo, E.H.Y. (2004).
Organisational ethics and
employee satisfaction and
commitment.
Management
decision. 42(5), 677-693.
Kreitner, R., dan Kinichi, A. (2003).
Perilaku organisasi. Jakarta:
Salemba Empat.
Kriyantono, R. (2006). Teknik
praktis riset komunikasi:
Disertai contoh praktis riset
media,
public
relations,
advertising,
komunikasi
organisasi,
komunikasi
pemasaran. Jakarta: Kencana
Prenda Media Group.
Luthans, F. (2006). Perilaku
organisasi.
Yogyakarta:
ANDI.

Moleong, L. J. (2011). Metodologi
penelitian
kualitatif.
Bandung:
PT.
Remaja
Rosdakarya.
Muhammad, A. (2007). Komunikasi
organisasi. Jakarta: Bumi
Aksara
Pace, R.W., dan D.F, Mulyana, D.
(2010).
Komunikasi
organisasi,
strategi
meningkatkan
kinerja
perusahaan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Passarelly, G. (2011). Employees’
skills and organizational
commitment. International
business research. 4(1), 2842.
Robbins, S.P. (2003). Perilaku
organisasi. Edisi ke-9. Jilid 2.
Jakarta: PT Indeks
Robbins, S.P. dan Hunsaker, P.L.
(2003). Training in
interpersonal skills: Tips for
managing people at work, 3rd
ed., Prentice Hall, Upper
Saddle River: NJ.
Robbins, S. P. (2005). Perilaku
organisasi. Jakarata: Erlangga.
Rivai, V. dan Mulyana, D. (2011).
Kepemimpinan dan perilaku
organisasi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Saunders, M.N.K., dan Thornhill, A.
(2002).
Organisational
justice,
trust
and
the
management of change an
exploration.
Personnel
review. 32(3), 360-375.
Spector, P. E. (2000). Industrial and
organizational
psychology
research
and
practice
(second edition). New York :
Jhon Wily & Sons, Inc.
Diakses pada tanggal 05
Desember 2013, pukul 15.49
WIB.
Sugiyono. (2008). Metode penelitian
kuantitatif kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Ucok,

O. (2006). Transparency,
communication
and
mindfulness.
Journal
of
Management Development.
25(10), 1024-1028.

Wiryanto. (2004). Pengantar ilmu
komunikasi. Jakarta: PT.
Gramedia.
Wursanto, I.G. (2003). Dasar-dasar
ilmu organisasi, Yogyakarta:
Andi.
Yukl, G. (2005). Kepemimpinan
dalam organisasi. Jakarta:
PT. INDEKS.