Hubungan Beban Kerja dan Stress Kerja terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Melati Perbaungan Tahun 2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kinerja
2.1.1

Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan

keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator pekerjaan atau profesi
dalam batas waktu tertentu. Kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja
(Wirawan, 2009).
Hasil dari kombinasi upaya yang dikerahkan oleh individu dengan tingkat
kemampuan yang mereka miliki (menggambarkan keahlian, pelatihan, informasi, dan
lain-lain) dengan demikian upaya berkombinasi dengan kemampuan untuk
menghasilkan tingkatan kerja tertentu juga dapat dijadikan definisi dari kinerja
(Sunarto, 2005). Wibowo (2007) mengatakan performance diartikan sebagai kinerja,
hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan
hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja
berlangsung. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan.

Sedarmayanti (2009), kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal dan sesuai dengan moral maupun etika.

Universitas Sumatera Utara

Mangkunegara (2002) menjelaskan bahwa kinerja individu adalah hasil kerja
baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standard kerja yang telah
ditentukan. Kinerja individu ini akan tercapai bila didukung oleh atribut individu,
upaya kerja (work effort) dan dukungan organisasi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja sumber daya manusia
dalam organisasi atau perusahaan adalah hasil kerja yang dicapai seorang karyawan
dalam melaksanakan pekerjaannya pada suatu periode tertentu sesuai dengan tugas
pokok dan tanggung jawabnya.
Kinerja mempunyai pengertian yang cukup luas dari ilmu pengetahuan,
teknologi dan taktik manajemen yaitu suatu filosofi dan sikap mental yang timbul dan
motivasi yang kuat dari lingkungan kerja secara terus menerus. Dari pengertian atau
teori diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja seorang pegawai pada
periode tertentu baik itu secara kualitas maupun kuantitasnya harus lebih baik setiap

periodenya atau hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
2.1.2

Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan

pekerjaan oleh seorang pekerja. Dari hasil observasi itu dilakukan pengukuran yang
dinyatakan dalam bentuk penetapan keputusan mengenai keberhasilan atau
kegagalannya dalam bekerja (Nawawi, 2008).
Penilaian kinerja dapat juga berfungsi sebagai upaya mengumpulkan
informasi tentang penetapan kompensasi/insentif dan kemungkinan promosi serta

Universitas Sumatera Utara

pelatihan dan pengembangan pegawai. Penilaian kinerja yang efektif dapat
mempengaruhi dua hal, yaitu kuantitas dan kualitas kerja.
Dharma (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor tingkat kinerja meliputi:
mutu pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektifitas biaya dan inisiatif dalam pekerjaan.
Sementara karateristik individu yang mempengaruhi kinerja meliputi: umur pekerja,
jenis kelamin pekerja, pendidikan pekerja, lama kerja, penempatan kerja dan

lingkungan kerja (rekan kerja, atasan, organisasi, penghargaan dan imbalan yang
diterima). Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan dari apa yang telah direncanakan sebelumnya dengan kenyataan.
Adapun aspek-aspek standar kinerja menurut Mangkunegara (2007) terdiri
dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.
Aspek kuantitatif meliputi:
1.

Proses kerja dan kondisi pekerjaan.

2.

Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan.

3.

Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.

4.


Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.

Sedangkan aspek kualitatif meliputi:
1.

Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan.

2.

Tingkat kemampuan dalam bekerja.

3.

Kemampuan

menganalisis

data

informasi,


kemampuan

atau

kegagalan

menggunakan mesin atau peralatan.
4.

Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen).

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan Dharma (1998) mengatakan bahwa : Hampir semua cara
pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1.

Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran
kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan

kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

2.

Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif
keluaran mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan, yaitu seberapa baik
penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

3.

Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.
Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif
yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.

2.1.3 Tujuan Penilain Kinerja
Menurut Wibowo (2007), hal-hal yang penting dari tujuan penilaian kinerja
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui ketrampilan dan kemampuan pegawai
2. Sebagai dasar perencanan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan
kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja

3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal mungkin,
sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat/jabatan
4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan
bawahan

Universitas Sumatera Utara

5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dan bidang kepegawaian,
khususnya kinerja pegawai dalam bekerja
6. Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahan sehingga dapat
memacu perkembangannya.
7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan
pengembangan di bidang kepegawaian.
2.1.4

Metode Penilaian Kinerja
Terdapat beberapa metode penilaian kinerja yang dapat digunakan yaitu

(Mangkunegara, 2007) :
1.


Metode penilaian yang berorientasi masa lalu. Teknik yang sering digunakan
dalam metode ini, meliputi :
- Rating scale, yaitu penilaian yang berbentuk formulir dan berisi unsur-unsur
atau tanggapan yang akan dinilai dengan menggunakan skala pengukuran
Likert, seperti:
º

baik sekali

: bobot 5

º

baik

: bobot 4

º


sedang

: bobot 3

º

kurang

: bobot2

º

kurang sekali

: bobot1

- Checklist, adalah teknik penilaian yang digunakan untuk menyeleksi
pernyataan yang menjelaskan karakteristik karyawan dengan menggunakan

Universitas Sumatera Utara


formulir yang berisi unsur-unsur yang akan dinilai dengan tanda cek, misalnya
formulir Weighted Performance Check List.
- Critical Inddent adalah metode penilaian yang mengarahkan pembuat
perbandingan untuk mencari pernyataan yang menggambarkan tingkah laku
karyawan baik dan buruk dihubungkan dengan cara kerja mereka.
- Field Review, adalah merupakan metode penilaian prestasi kerja dengan
melakukan tes keahlian.
- Group Evaluation Method, adalah teknik penilaian untuk mengevaluasi
kelompok karyawan dalam memutuskan pembayaran kenaikan kompensasi,
pangkat/jabatan dan pengaturan pemberian penghargaan dengan cara
membuat rangking dari yang terbaik sampai yang terburuk. Metode ini terdiri
dari: (1) metode peringkat adalah metode yang membandingkan karyawan
yang satu dengan yang lain dalam mengerjakan pekerjaan dari yang terbaik
sampai yang terburuk. (2) distribusi kekuatan, yaitu metode penilaian dengan
membuat perbandingan atau penilaian, mengelompokkan dan memisahkan
para karyawan perusahaan dalam klasifikasi yang variatif (berbeda-beda). (3)
metode alokasi merupakan bentuk lain dari penilaian distribusi kekuatan.
Penilai membuat perbandingan dengan memberikan sejumlah angka
keseluruhan untuk dialokasikan kepada para pekerja dalam kelompokkelompok.


(4)

metode

perbandingan

berpasangan, yaitu

melakukan

perbandingan masing-masing karyawan dengan karyawan lain. Setiap

Universitas Sumatera Utara

pasangan yang akan dibandingkan berdasarkan faktor-faktor prestasi akan
dengan mudah menentukan siapa diantara kedua yang relatif lebih berprestasi.
2.

Metode penilaian yang berorientasi masa depan
Metode penilaian kinerja yang berorientasi pada masa depan meliputi empat

cara yang digunakan, yaitu:
- Penilaian diri sendiri
- Penilaian psikologi, dilakukan dengan wawancara, tes psikologi, bertukar
pendapat dengan penanya dan diakhiri dengan penilaian
- Pendekatan manajemen berdasarkan sasaran
- Teknik pusat penilaian.
2.1.5

Penilaian Sendiri (Self Asessment)
Kinerja individu dilihat dengan self assessment yaitu penilaian yang dilakukan

oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal
kekuatan-kekuatan

dan

kelemahan-kelemahan

dirinya

sehingga

mampu

mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang
akan datang. Keuntungan penilaian diri sendiri (self appraisal) ini karena dapat
berpartisipasi dalam proses penilaian prestasi kerja, meningkatkan motivasi kerja,
mengurangi penolakan pada saat dinilai, memperbaiki diri sendiri, dapat menentukan
tujuan-tujuan yang akan datang secara mandiri dan melatih diri karyawan untuk
menentukan dan merencanakan sendiri kerjanya di masa yang akan datang. (Timple,
1999).

Universitas Sumatera Utara

Salah satu keuntungan metode self assessment, teknik evaluasi penilaian diri
berguna bila tujuan evaluasi adalah untuk melanjutkan pengembangan diri. Bila
karyawan menilai dirinya, perilaku defensif cenderung tidak terjadi, sehingga upaya
perbaikan diri juga cenderung dilaksanakan. Kelemahan metode ini adalah responden
akan melebih-lebihkan dalam membuat penilaian terhadap dirinya.
Menurut Ilyas (2001) penilaian sendiri dipengaruhi oleh sejumlah faktor
penentu, seperti faktor kepribadian, faktor pengalaman, faktor pengetahuan serta
faktor sosial demografi seperti suku dan pendidikan. Pada penilaian sendiri juga akan
memungkinkan pemberian skor yang tinggi yang diberikan oleh karyawan tersebut
untuk menilai pekerjaan mereka sendiri. Pandangan mengenai obyek/jenis penilaian
kinerja dan jumlah obyek penilaian yang dinilai masih belum diperoleh kesepakatan.
Hal tersebut diatas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti apabila
beragamnya jenis jabatan dalam organisasi ataupun perusahaan, kualifikasi tenaga
dan tujuan penilaian itu sendiri berbeda-beda.
Penilaian kinerja seseorang menurut Podsakoff dalam (Tarwaka, 2004), ada 5
ciri yaitu:
1. Altruism (mementingkan orang lain), ialah perilaku ingin membantu orang lain
yang bermasalah/kesulitan.
2. Conscientiousness

(ketelitian),

yaitu

perilaku

pekerja

yang

melakukan

pekerjaannya dengan baik melebihi ketentuan peran minimum. Hal ini dapat
terlihat dalam hal kehadiran, mematuhi peraturan, menggunakan waktu istirahat,
dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

3. Sportmanship (lapang dada), adalah suatu kemampuan untuk menerima keadaan
yang tidak ideal, tidak mengeluh, menghadapi pengaduan, balas dendam dan
keributan.
4. Courtesy (keramahan) yaitu perilaku yang mengarah pada preventif/pencegahan
persoalan dengan orang lain yang berkaitan dengan pekerjaan.
5. Civic Virtue (kesopanan) yaitu perilaku yang menunjuk bahwa ia mau
berpartisipasi dan peduli terhadap jalannya rumah sakit.
2.1.6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Ukuran kesuksesan yang dicapai oleh karyawan tidak bisa digeneralisasikan
dengan karyawan yang lain karena harus disesuaikan dengan ukuran yang berlaku dan
jenis pekerjaan yang dilakukannya (Robbins, 2003).
Kinerja dalam hal ini berkaitan dengan teori psikologis tentang proses tingkah
laku kerja seseorang yang kemudian menghasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari
pekerjaannya. Perbedaan karakterisik individu yang satu dengan yang lain dapat
menyebabkan berbedanya performa kerja atau dalam hal ini kinerjanya jika dihadapkan
dalam situasi yang berbeda.
Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu
karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Secara garis
besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleeh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi
kerja. Menurut Gibson et al. (1996), ada tiga tingkat variabel yang mempengaruhi kinerja
seseorang, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1.

Variabel individual, terdiri dari:
a. Kemampuan dan ketrampilan
Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau
pekerjaan.
b. Latar belakang
Kondisi dimasa lalu yang mempengaruhi karakteristik, sikap dan mental
seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman di masa
lalu.
c. Demografis
Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu dan karyawan, dimana
lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut
berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku.

2.

Variabel organisasional, terdiri dari:
a. Sumber Daya
Merupakan sekumpulan potensi organisasi atau kemampuan organisasi yang
dapat dikur dan dapat dinilai, seperti sumber daya alam dan sumber daya
manusia.
b. Kepemimpinan
Merupakan seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan organisasi dalam
memotivasi pihak lain atau karyawan dalam perusahaan untuk meraih tujuan
yang diinginkan oleh organisasi.

Universitas Sumatera Utara

c. Imbalan
Balas jasa yang diterima oleh pegawai atas usaha yang telah dilakukan di dalam
proses aktivitas organisasi, dalam jangka waktu tertentu atau yang telah
ditentukan secara intrinsik maupun ekstrinsik.
d. Struktur
Hubungan wewenang dan tanggung jawab antar individu dalam organisasi,
dengan karakteristik tertentu sesuai dengan kebutuhan organisasi.
e. Desain Pekerjaan
Job description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat
melakukan sesuai dengan job description.
3.

Variabel psikologis, terdiri dari :
a. Persepsi
Suatu proses kognitifyang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan
memahami dunia di sekitarnya.
b. Sikap
Kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan
mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain.
c. Kepribadian
Pola perilaku dan suatu proses mental yang unik, yang mencirikan seseorang
atau individu dan melekat pada dirinya.

Universitas Sumatera Utara

d. Belajar
Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan memahami
akan sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan.
Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah faktor kemampuan (ability) dan motivasi.
1.

Faktor Kemampuan
Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai
kinerja yang diharapkan.

2.

Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

Robbin (2006), menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja
seseorang yaitu kesempatan yang ada. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia
(motivasi) dan mampu (kemampuan), mungkin ada saja rintangan yang menjadi
kendala kinerja seseorang yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan
yang tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung,
prosedur yang tidak jelas dan lainnya. Berkaitan dengan faktor-faktor di atas, dapat
disimpulkan bahwa stres yang tinggi baik fisik maupun perilaku adalah hasil jangka
pendek dari job stress yang dapat berpengaruh pada kinerja karyawan yang rendah.
Stres pada karyawan bukanlah suatu hal yang selalu berakibat buruk pada
karyawan & kinerjanya dalam suatu organisasi, melainkan stres juga dapat memberikan

Universitas Sumatera Utara

motivasi bagi karyawan untuk memupuk rasa semangat dalam menjalankan setiap
pekerjaannya dan tanggung jawabnya untuk mencapai suatu prestasi kerja yang baik bagi
karir

karyawan dalam pekerjaannya di suatu perusahaan dan untuk kemajuan serta

keberhasilan perusahaan.
Price (2005) mengatakan bahwa stres ditempat kerja juga dapat berhubungan
positif dengan kinerja karyawan dalam organisasi atau perusahaan. Stres dapat
menciptakan keunggulan kompetitif bagi perusahaan dengan manajemen yang baik.
Robbins (2003) menyatakan tingkat stres yang mampu dikendalikan dapat membuat
karyawan melakukan pekerjaanya dengan lebih baik, karena membuat mereka mampu
meningkatkan intensitas kerja, kewaspadaan dalam bekerja, serta kemampuan berkreasi
dalam menjalankan pekerjaannya, tetapi tingkat stres yang berlebihan membuat

kinerja mereka akan mengalami penurunan.

2.2

Asuhan Keperawatan
Menurut hasil Lokakarya Keperawatan tahun 1986 pelayanan keperawatan

adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan dalam bentuk pelayanan
biologis, psikologis, sosiologis spiritual yang komprehensif/holistik yang ditujukan
kepada individu (Soeroso, 2003).
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerjasama antara perawat dan pasien, keluarga dan atau masyarakat untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Keliat, 1998). Proses keperawatan

Universitas Sumatera Utara

bertujuan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah
pasien sehingga mutu pelayanan keperawatan optimal.
Proses keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik dan saling tergantung,
luwes dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan pasien berubah.
Tahap demi tahap merupakan siklus dan adanya saling ketergantungan. Berdasarkan
pendapat Ismani (2001), sebagai profesional seorang perawat harus mampu menerima
responsibilitas dan akuntabilitas atas asuhan keperawatan yang telah diberikannya
kepada pasien.
Responsibilitas adalah tanggung jawab, misalnya pada saat memberikan obat
atau tindakan keperawatan, perawat bertanggung jawab terhadap kebutuhan pasien,
memberikan secara aman dan benar serta mengevaluasi respon pasien terhadap setiap
pemberian obat atau tindakan tersebut.
Akuntabilitas atau tanggung gugat berarti perawat dapat digugat terhadap
segala hal yang dilakukannya kepada pasien. Perawat bertanggung gugat kepada
pasien, dokter sebagai mitra kerjanya, dan masyarakat. Agar dapat bertanggung
gugat, seorang perawat dalam tempat kerjanya harus senantiasa bertindak sesuai
standar profesi dan etika profesinya. Akuntabilitas memerlukan evaluasi kinerja
berdasarkan mutu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, masih perlu didefinisikan
terlebih dahulu kriteria mutu keperawatan kepada setiap tindakan dalam asuhan
keperawatan .
Sebagaimana profesi keperawatan lainnya, praktek keperawatan memiliki
karakteristik tersendiri. Karakteristik keperawatan itu adalah otonomi profesi sebagai

Universitas Sumatera Utara

seorang pelayan kesehatan, tanggung gugat, kemandirian dalam pengambilan
keputusan, kolaborasi dengan mitra kerja, advokasi, fasilitasi, memiliki standar
asuhan keperawatan dan kode etik profesi keperawatan, kemampuan, pengalaman,
pelatihan, beban kerja, motivasi.
Menurut Nursalam (2011), dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan
kepada pasien, dapat digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan
pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik
keperawatan yang dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang
mengacu dalam tahapan proses keperawatan, meliputi:
1.

Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pengkajian dalam asuhan keperawatan merupakan dasar utama atau langkah

awal seorang perawat dari proses keperawatan secara keseluruhan. Data dikumpulkan
dan diorganisir secara sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah
keperawatan pasien. Data pada pengkajian diperoleh melalui wawancara,
pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaaan riwayat kesehatan, pemeriksaan
laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain.
2.

Diagnosa Asuhan Keperawatan
Diagnosa asuhan keperawatan merupakan pernyataan yang menjelaskan status

kesehatan atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya. Tahap
diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses asuhan keperawatan,
yang meliputi identifikasi apakah masalah pasien dapat dihilangkan, masalah dapat
dikurangi atau dirubah melalui tindakan asuhan keperawatan.

Universitas Sumatera Utara

3.

Rencana Asuhan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa asuhan keperawatan maka perlu dibuat

perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan
adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien.
Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan pasien (Nursalam, 2011), kriteria proses
rencana tindakan asuhan keperawatan, meliputi :
a.

Penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan

b.

Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan

c.

Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien

d.

Mendokumentasikan rencana keperawatan

4.

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam

rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2011), kriteria proses meliputi:
a.

Bekerjasama dengan klien dalam melaksanakan tindakan keperawatan

b.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

c.

Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien

d.

Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan
asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan

e.

Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respon klien.

Universitas Sumatera Utara

5.

Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan

yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah
keakuratan, kelengkapan, kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan
pencapaian tujuan serta ketepatan intevensi keperawatan.

2.3. Beban Kerja
2.3.1

Pengertian Beban Kerja
Definisi beban kerja secara tata bahasa mempunyai arti sebagai tanggungan

kewajiban yang harus dilaksanakan karena pekerjaan tertentu dan juga sebagai
tanggung jawab (Simamora, 2001). Dalam Handbook of Perception and Human
Performance, Gopher dan Donchin cit Sugiyanto tahun 1993 memperjelas dengan
menyatakan bahwa perbedaan antara kapasitas sistem pemproses informasi yang
dibutuhkan untuk mengerjakan tugas dengan harapan (disebut performans harapan)
dan kapasitas yang tersedia pada saat itu (disebut performance aktual) yang disebut
dengan beban kerja (Luthan, 1995).
Beban kerja berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam melakukan
pekerjaaannya. Pekerja yang mempunyai beban kerja berlebih akan menurunkan
kualitas hasil kerja dan memungkinkan adanya inefisiensi waktu. Para manajer harus
memperhatikan tingkat optimal beban kerja karyawan. Beban kerja tidak hanya
dipandang sebagai beban kerja fisik akan tetapi sebagai beban kerja mental. Program
kerja yang memungkinkan karyawan menikmati akhir pekan yang panjang sepanjang

Universitas Sumatera Utara

tahun, dimaksud sebagai insentif dengan keyakinan sistem ini akan mengarah pada
peningkatan produktivitas. Karyawan akan memperoleh manfaat dengan adanya
waktu senggang yang bertambah dan mendapatkan kebebasan lebih untuk mengurus
urusan pribadi, kehidupan keluarga, dan menambah pendidikan (Temple, 2000).
2.3.2

Macam Beban Kerja
Menurut Munandar (2001), macam beban kerja dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:
a.

Beban berlebih kuantitatif
Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlalu banyak melakukan

kegiatan merupakan kemungkinan sumber stres pekerjaan. Unsur yang menimbulkan
beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu dalam menyelesaikan tuntutan
pekerjaan, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara
tepat dan cermat.
b.

Beban terlalu sedikit kuantitatif
Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat mempengaruhi kesejahteraan

psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi
pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja
rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan,
dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan
jika tenaga kerja gagal untuk bertindak cepat dan terampil dalam keadaan darurat.

Universitas Sumatera Utara

c.

Beban berlebih kualitatif
Kemajuan teknologi mengakibatkan sebagian besar pekerjaan yang selama ini

dikerjakan secara manual oleh manusia/tenaga kerja diambil alih oleh mesin-mesin
atau robot, sehingga pekerjaan manusia beralih titik beratnya pada pekerjaan otak.
Pekerjaan mungkin menjadi majemuk sehingga mengakibatkan adanya beban
berlebih kualitatif. Kemajemukan pekerjaan yang harus dilakukan seorang tenaga
kerja dapat dengan mudah berkembang menjadi beban berlebih kualitatif jika
kemajemukannya memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi
daripada yang dimiliki.
d.

Beban terlalu sedikit kualitatif
Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga kerja tidak

diberi peluang untuk menggunakan ketrampilan yang diperolehnya, atau untuk
mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. Beban terlalu sedikit
disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah ke semangat dan motivasi
yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia tidak mengalami
perkembangan, dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan
ketrampilannya.
Menurut Sugiyanto (1993) macam beban kerja dapat dibagi sebagai berikut :
a.

Beban Kerja Fisik
Beban kerja pada awalnya banyak dihubungkan dan difokuskan pada

pekerjaan fisik atau aktivitas fisik dan faktor lingkungan dianggap sebagai komponen

Universitas Sumatera Utara

dari sumber-sumber munculnya stres fisik bagi individu dalam bekerja. Kedua inilah
yang awalnya diasumsikan menentukan beban kerja mereka.
Beban

kerja

merupakan

perbandingan

waktu

yang

diminta

untuk

melaksanakan tugas dengan waktu yang telah ditentukan untuk melakukan pekerjaan
itu. Bila waktu yang diminta untuk melakukan pekerjaan itu melebih waktu yang
telah ditentukan, itu berarti beban kerja yang berlebih atau disebut overload.
Sedangkan waktu yang dibutuhkan kurang dari waktu yang ditentukan, itu berarti
beban kerja kurang atau underload. (Abraham, 2007).
Beban kerja fisik didasari oleh waktu yang digunakan dalam melaksanakan
tugas dengan waktu yang telah ditentukan. Beban kerja fisik yang dimaksud adalah
pekerjaan yang secara fisik harus dikerjakan oleh individu dalam suatu waktu
tertentu. Dalam bekerja secara umum, dikenal pembagian waktu kerja atau yang
sering juga disebut shift kerja. Para karyawan di sebuah perusahaan juga sudah
memiliki jadwal pembagian kerja yang teratur.
b.

Beban Kerja Mental
Sejak tahun 1970 perkembangan pada definisi beban kerja mental (mental

workload) meningkat drastis. Berdasarkan pada pengalaman beban kerja berfokus
peninjauan secara fisik, hal ini dikarenakan keterbatasan beban kerja yang masih
berorientasi pada beban kerja fisik saja.
Jika karyawan menderita rutinisasi yang berlebihan maka perlu mengatasi
kerja mereka, salah satu alternatifnya adalah penggunaan rotasi pekerjaan. Rotasi
pekerjaan digunakan jika kegiatan tertentu tidak lagi menantang, karyawan itu

Universitas Sumatera Utara

dipindahkan ke pekerjaan lain pada tingkat yang sama yang mempunyai persyaratan
keterampilan yang serupa. Jadi rotasi pekerjaan dapat diartikan sebagai perubahan
periodik pekerja dari satu tugas ke tugas yang lainnya (Robbins, 2006).
Menurut Gibson (1996) rotasi pekerjaan adalah transfer karyawan diantara
departemen yang berbeda fungsi atau unit pada departemen yang sama tanpa ada
penyesuaian promosi atau gaji, selanjutnya rotasi pekerjaan berhubungan dengan
pemindahan karyawan dengan landasan yang sistematis untuk memperluas
pengalaman.
Rotasi atau perputaran pekerjaan tidak selalu berjalan mulus. Bisa saja
tindakan seperti itu menuai protes dari karyawan yang merasa dirinya sudah mapan
pada posisi yang sekarang. Karena itu kebijakan seperti itu harus didasarkan pada
data dan informasi akurat mengenai kinerja individu, pengalaman kerja di unit,
keterlibatan pelatihan, dan perilaku karyawan. Kemudian perlu dilakukan sosialisasi
agar para karyawan tidak merasa diperlakukan secara tidak adil. Hal lain yang
penting juga dipertimbangkan bahwa rotasi pekerjaan harus berbasis kompetensi dari
karyawan bersangkutan. Mereka harus disiapkan lebih dahulu paling tidak dalam
bentuk orientasi di tempat pekerjaan yang baru, karena juga dapat menciptakan
gangguan dimana, anggota kelompok kerja harus menyesuaikan diri dengan adanya
anggota baru (Robbins, 2008).
2.3.3

Faktor yang Memengaruhi Beban Kerja
Beban kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Manuaba, 2000) :

1.

Faktor Eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti:

Universitas Sumatera Utara

- Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik, seperti : tata ruang, tempat
kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas
yang bersifat mental, seperti: kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan
pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.
- Organisasi kerja, seperti : lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir,
kerja malam, system pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan
tugas dan wewenang.
- Lingkungan kerja, adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,
lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.
2.

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari
reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain
dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi
faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi
kesehatan), faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan
kepuasan).

2.3.4

Pengukuran Beban Kerja
Menurut Kim dan Narasimhan (2002) terdapat 3 cara (teknik) yang dapat

digunakan dalam penghitungan beban kerja personal yaitu :
1.

Work Sampling, teknik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat
beban kerja yang dipangku oleh personil pada suatu unit, bidang ataupun jenis
tenaga tertentu. Pada work sampling ini kita dapat mengamati , aktivitas apa
yang sedang dilakukan personal pada waktu jam kerja, apakah aktivitas personel

Universitas Sumatera Utara

berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja, proporsi waktu
kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif, pola beban
kerja personel dikaitkan dengan waktu, dan schedule jam kerja.
2.

Time and Motion Studies, teknik ini mengamati dan mengikuti dengan cermat
tentang kegiatan yang dilakukan oleh personil yang sedang kita amati.

3.

Pencatatan kegiatan sendiri (Daily Log), teknik ini merupakan bentuk sederhana
dari work sampling dimana orang yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan
waktu yang digunakan untuk kegiatan tersebut.
Konsep yang mendasari pengukuran beban kerja adalah penyelesaian suatu

tugas memerlukan waktu tertentu. Tingkat beban kerja diperhitungkan dari jumlah
waktu yang telah dipakai untuk mengerjakan suatu tugas sampai selesai.

2.4. Stres Kerja
2.4.1. Pengertian Stres Kerja
Suatu kondisi dari hasil penghayatan subyektif individu yang dapat berupa
interaksi antara individu dan lingkungan kerja yang dapat mengancam dan memberi
tekanan secara psikologis, fisiologis dan sikap individu (Wijono, 2010).
Dalam kaitannya dengan pekerjaan, Smet (1994) secara spesifik menjelaskan
bahwa stres kerja sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara
individu dengan lingkungan kerja sehingga menimbulkan persepsi jarak antara
tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya sistem biologis, psikologis, dan
sosial.

Universitas Sumatera Utara

Dapat disimpulkan bahwa stres kerja sikap adaptasi subyektif pekerja
terhadap lingkungan dan kondisi kerjanya yang dapat memberikan tekanan secara
psikologis bagi dirinya.
2.4.2. Sumber Stres
Wijono (2010) berpendapat bahwa, pada dasarnya sumber stres merupakan
hasil interaksi dan transaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya.
Lingkungan individu tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor-faktor
pekerjaan dan faktor-faktor diluar pekerjaan.
Faktor- faktor pekerjaan, menurut Temple (2000) yang mengatakan bahwa
ada lima faktor yang dapat menjadi sumber stres dalam organisasi, yaitu :
1.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan seorang individu
Tekanan-tekanan psikologis yang tinggi menyebabkan tugas-tugas menjadi
berisiko tinggi dalam melakukan pengendalian terhadap keputusan. Individu
dapat memberikan respons terhadap tekanan psikologis dengan cara yang
dikehendaki orang lain dan bukan dengan cara yang dikehendakinya.

2.

Stres Peran
Contoh gambaran konflik peran, seorang manajer yang mengharapakan
dukungan dari bawahannya untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Namun
mereka tidak diberi tambahan sumber-sumber agar lebih produktif. Sering kali
manajer dalam mencapai tujuannya memerlukan dukungan dari bawahannya,
tetapi sebaliknya ia harus membuat perencanaan agar dapat mengendalikan
program secara efektif dan efisien.

Universitas Sumatera Utara

3.

Peluang Partisipasi
Alasan pentingnya partsipasi, yaitu :
- Partisipasi dihubungkan dengan konflik peran yang rendah dan ketidak jelasan
peran yang rendah.
- Partisispasi yang tinggi (keputusan-keputusan yang lebih berpengaruh) dapat
membuat seseorang merasa dapat mengendalikan lingkungan sekitarnya.
Beberapa hasil penelitian yang dilaporkan menunjukkan bahwa pengendalian
individu terhadap tekanan-tekanan lingkungannya tidak akan lebih berpegaruh
terhadap dirinya untuk memperoleh peluang partisipasi ketika tidak ada
pengendalian yang secara nyata dan dapat dilihat hasilnya.

4.

Tanggung Jawab
Tanggung jawab yang lain dapat mempengaruhi stres pekerja.

5.

Faktor-faktor Organisasi
Contohnya banyak yang percaya bahwa birokrasi (atau mekanis) merupakan
bentuk organisasi yang mengarah dan tidak memaksimalkan potensi individu.
Faktor-faktor diluar pekerjaan yang dapat menjadi pemicu stres diantaranya:
1. Perubahan struktur kehidupan
2. Dukungan sosial
3. Locus of control
4. Harga diri
5. Fleksibilitas/kaku
6. Kemampuan

Universitas Sumatera Utara

Menurut Robbins (2008), terdapat tiga kategori sumber potensi pemicu stres,
yaitu : faktor lingkungan, faktor

organisasi dan faktor pribadi karyawan dalam

perusahaan itu sendiri (pribadi).
1.

Faktor Lingkungan
Selain mempengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian
lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres para karyawan dalam organisasi.
Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi diantaranya kondisi politik, hal
ini dapat berkaiatan dengan rasa aman dalam keberlangsungan bekerja, seperti:
demonstrasi, kebijakan tenaga kerja (misal: upah minimal, pembatasan jumlah
karyawan) oleh pemerintah ataupun perusahaan. Perubahan dalam siklus bisnis
menciptakan ketidakpastian ekonomi. Ketika ekonomi memburuk, orang dapat
merasa cemas terhadap kepastian kelangsuan pekerjaan mereka. Kemajuan
teknologi dan pemanfaatannya dalam rumah sakit, juga membawa dampak pada
tenaga kerja, diantaranya dibutuhkannya ketrampilan dalam penggunaan hingga
pada pengurangan tenaga kerja.

2.

Faktor Organisasi
Tidak sedikit faktor dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres kerja.
Tekanan untuk menghindari kesalahan atau menyelesaikan tugas dalam waktu
yang mendesak, tuntutan atasan, kondisi lingkungan kerja dan rekan kerja yang
tidak menyenangkan. Faktor-faktor ini dapat dikelompokkan dalam tuntutan
tugas, tuntutan peran, dan tuntutan antar pribadi. Tuntutan tugas adalah faktorfaktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang tenaga kerja, tuntutan peran

Universitas Sumatera Utara

berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seorang tenaga kerja sebagai
fungsi dan peran tertentu yang dimainkan tenaga kerja dalam organisasi tersebut,
dan tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan atau terkondisikan
oleh tenaga kerja lain.
3.

Faktor Personal
Seseorang biasanya bekerja sekitar 40 samapai 50 jam seminggu. Tetapi,
pengalaman dan masalah yang dihadapi orang dalam waktu 120 jam lebih di luar
jam kerja dalam setiap minggunya dapat terbawa ke dunia kerja, diantaranya
masalah keluarga, ekonomi, serta kepribadian individu. Misal, secara konsisten
survei–survei nasional menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan
hubungan keluarga dan pribadi. Berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan,
retaknya hubungan, dan kesulitan masalah disiplin anak-anak adalah beberapa
contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan, yang
kemudian dapat terbawa ke tempat kerja.

2.4.3

Gejala-Gejala Stres Kerja
Robbins (2006) menyatakan stres menampakkan diri dengan berbagai cara.

Sebagai contoh, seorang individu yang sedang stres berat mungkin mengalami
tekanan darah tinggi, sariawan, jadi mudah jengkel, sulit membuat keputusan yang
axbersifat rutin, kehilangan selera makan, rentan terhadap kecelakaan, dan
sebagainya. Secara umum gejalanya dapat dikelompokkan menjadi gejala fisiologis,
gejala psikologis, dan gejala perilaku.

Universitas Sumatera Utara

1.

Gejala Fisiologis
Merupakan pengaruh awal terjadinya stres pada pekerja yang biasanya berupa
gejala-gejala fisiologis, dapat berupa perubahan metabolisme, meningkatkan
detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit
kepala.

2.

Gejala Psikologis
Merupakan wujud ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang,
dapat muncul dalam kondisi psikologi, seperti : ketegangan, kecemasan,
kejengkelan, kejenuhan, dan sikap tenaga kerja yang suka menunda-nunda
pekerjaan. Ketika seorang tenaga kerja ditempatkan dalam pekerjaan dengan
tuntutan yang banyak dan saling bertentangan stres maupun ketidakpuasan dapat
meningkat.

3.

Gejala Perilaku
Meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran dan perputaran
karyawan, dapat juga berbentuk perubahan dalam kebiasaan makan, pola
merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidak
teraturan waktu tidur.
Menurut Anoraga (2001) gejala stres adalah sebagai berikut:

1.

Menjadi mudah marah dan tersinggung

2.

Bertindak secara agresif dan defensive

3.

Merasa selalu lelah

4.

Sukar berkonsentrasi

Universitas Sumatera Utara

5.

Pelupa

6.

Jantung berdebar-debar

7.

Otot tegang, nyeri sendi

8.

Sakit kepala, perut dan diare.

2.4.4

Pendekatan Pribadi dalam Mengelola Stres
Pada dasarnya stres perlu dikelola dan diatasi, paling tidak dalam pikiran

seseorang pernah berusaha untuk membiarkan atau menghindari kondisi, situasi atau
peristiwa yang penuh dengan tekanan. Tetapi ada juga orang yang berusaha untuk
mengubah, mengelola atau mengatasi secara tepat dan efektif.
Pendekatan pribadi dapat dilaksanakan dengan dua strategi (Timple,1999):
1.

Strategi Psikologis, dilakukan dengan upaya:
-

Peningkatan kesadaran diri, dengan memahami gejala-gejala yang muncul
secara lebih dini dengan bersikap wajar dan menjernihkan fikiran.

-

Pengurangan Ketegangan, dengan mencari tempat yang tenang untuk
melakukan meditasi, menempatkan posisi tubuh dengan nyaman dan rileks
untuk menghilangkan ketegangan.

-

Konseling atau Psikoterapi, untuk menemukan masalah dan sumber-sumber
ketegangan yang dapat menimbulkan stres kerja.

2.

Strategi Fisiologis
Usaha mengelola stres kerja dengan melakukan latihan kesehatan fisik.

Universitas Sumatera Utara

2.4.5

Pendekatan Organisasi dalam Mengelola Stres Kerja
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengelola stres dalam organisasi,

yaitu (Soeroso, 2003):
1. Meningkatkan komunikasi
Peningkatan komunikasi sebagai upaya penegasan garis-garis tugas dan
tanggung jawab yang jelas diantara keduanya.
2. Sistem penilaian prestasi dan sistem ganjaran yang efektif
Sistem penilaian yang tepat dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan
konflik peran.
3. Meningkatkan partisipasi
Kesempatan partisipasi yang diberikan manajer pada karyawannya dalam
menyumbangkan fikiran ataupun gagasannya, memungkinkan karyawan dapat
meningkatkan prestasi dan kepuasan kerjanya.
4. Memperkaya tugas
Pengragaman tugas sebagai upaya peningkatan motivasi kerja dan memenuhi
kebutuhan karyawan suatu organisasi sehingga dapat mengurangi stres yang
ada dalam diri mereka.
5. Mengembangkan ketrampilan, kepribadian dan pekerjaan
Pengembangan ketrampilan dapat diperoleh melalui pelatihan-pelatihan yang
dibutuhkan oleh karyawan.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Landasan Teori
Beban kerja dan stres kerja yang terjadi pada perawat terkait dengan belum
optimalnya kinerja perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien. Teori beban kerja yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
kepada teori Munandar (2001), yaitu beban kerja dapat diklasifikasikan menjadi
beban kerja kuantitatif dan beban kerja kuantitatif.
Robbins (2008) menyatakan bahwa terdapat tiga kategori sumber potensi
pemicu stres, yaitu : faktor lingkungan yang termasuk diantaranya seperti
(a) kebijakan tenaga kerja, (b) ketidakpastian ekonomi, (c) kemajuan teknologi.
Selanjutnya terdapat faktor organisasi, yang termasuk diantaranya yaitu : (a) Tuntutan
tugas, (b) Tuntutan peran, (c) Tuntutan antarpersonal. Faktor yang terakhir, yaitu
faktor pribadi, yang termasuk diantaranya : (a) persoalan keluarga, (b) persoalan
ekonomi, (c) kepribadian.
Kinerja secara teoritis dalam penelitian ini mengacu kepada teori
Mengkunegara (2002), yang menyatakan bahwa kinerja dapat diukur dengan
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu kualitas dan kuantitas. Kinerja perawat
pelaksana secara kualitas dalam penelitian ini mengacu kepada tupoksi perawat, yang
terdiri dari (a) pengkajian, (b) diagnosis, (c) rencana tindakan, (d) pelaksanaan
tindakan dan (e) evaluasi tindakan.

Universitas Sumatera Utara

Beban Kerja
Kuantitatif
a. Pekerjaan diluar tugas pokok
Kualitatif
a. Rotasi Kerja
Stres Kerja
Faktor Lingkungan
a. Kebijakan tenaga kerja
b. Ketidakpastian politik
c. Kemajuan teknologi

Kinerja Perawat Pelaksana
(Y)
- Pengkajian
- Diagnosis
- Rencana Tindakan
- Pelaksanaan Tindakan
- Evaluasi Tindakan

Faktor Organisasional
3 Tuntutan tugas
4 Tuntutan peran
5 Tuntutan antarpersonal
Faktor Personal
a. Persoalan keluarga
b. Persoalan ekonomi
c. Kepribadian
Gambar 2.1. Landasan Teori

Universitas Sumatera Utara

2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan acuan landasan teori diatas maka dapat digabungkan menjadi
suatu pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan
kerangka konsep (conceptual framework) dalam penelitian ini dengan model sebagai
berikut:
Beban Kerja (X 1 )
Kuantitatif
Kinerja Perawat Pelaksana
(Y)

Kualitatif

Standard Asuhan
Keperawatan
Stress Kerja (X 2 )
Faktor Lingkungan
Faktor Organisasional
Faktor Personal

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara