Tinjauan Yuridis Atas Penerimaan Uang Ganti Rugi Dari Pembebasan Hak Atas Tanah Yang Sedang Terikat Hak Tanggungan

BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK
TANGGUNGAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum
Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak
Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain. 17 Istilah “tanggungan” adalah suatu istilah yang dipakai dan
berkaitan dengan perasuransian. Dalam dunia perasuransian di Indonesia, istilah
”tertanggung” dipakai sebagai sinonim dari “asuransi”. Sejalan dengan itu,
muncul istilah “penanggung” yang berarti asuradur atau perusahaan asuransi dan
istilah “tertanggung” yang berarti pihak yang tertanggung atau diasuransikan.
Sehubungan dengn pemakaian istilah “Hak Tanggungan” di dalam UUPA dan di
dalam UUHT (Undang-undang Hak Tanggungan), dunia perasuransian telah
“menggugat” pemakaian istilah tersebut, sebagai istilah khusus bagi dunia
mereka, yang lain selain kalangan perasuransian. Sebab kalau, tidak kata
“tanggungan” mempunyai arti dua, yaitu “jaminan (atas tanah) dan “asuransi”. 18
Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang. 19 Menurut
ketentuan pasal 1 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang di
maksud dengan hak tanggungan adalah :“Hak tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya di sebut hak

16

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2007, hal 95
17
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal 5
18
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,
2008, hal 331
19
Supriadi, Op.Cit, hal 173

12

Universitas Sumatera Utara

tanggungan adalah hak jaminan yang di bebankan kepada hak atas tanah sebagai
mana dimaksud dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang di utamakan kepada kreditur terhadap krediturkreditur lainnya”. 20
Hak Tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan
bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan.
Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk
menjualnya jika debitur cidera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau
sebagian pembayaran lunas utang debitur kepadanya. 21
Pengertian hak tanggungan yang di kemukakan oleh St. Remy Shahdeini,
bahwa Hak Tanggungan memberikan definisi Hak Tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya di sebut Hak
Tanggungan. Ini mengartikan hak tanggungan adalah Penguasaan atas Hak
Tanggungan yang merupakan kewenangan bagi kreditur tertentu untuk berbuat
sesuatu mengenai Hak Tanggungan yang dijadikan agunan.Tetapi bukan untuk
dikuasai secara fisik dan digunakan,melainkan untuk menjualnya jika debitur
cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai
pembayaran lunas hutang debitur kepadanya. 22

20

Undang-undang no. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2008, hal. 24
22
Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan
Masalah-Masalah yang di Hadapi Oleh Perbankan, Penerbit Air Langga University Press, 2002,
Jakarta, hal 3
21

Universitas Sumatera Utara

Hak tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan.
Sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima.
Dalam penjelasan umum UU Nomor 4 Tahun 1996 butir 6 dinyatakan bahwa Hak
Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang ini pada dasarnya adalah Hak
Tanggungan yang dibebankan pada Hak atas tanah. Namun pada kenyataannya
seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang
secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan
tersebut. 23 Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria berikut atau
tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur yang lain. 24
Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 maka
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pembebanan hak atas
tanah adalah Bab 21 Buku II KUH Perdata, yang berkaitan dengan hipotek dan
Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diuba dengan
Staatsblad 1937-190. Kedua ketentuan tersebut sudah tidak berlaku lagi, karena
tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan di Indonesia.
Ketidaksesuaian ini karena pada undang-undang lama yang dapat dijadikan obyek
hipotek dan Credietverband hanyalah hak milik, hak guna usaha dan hak guna
bangunan, sedangkan pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999, yang menjadi

23

Parlindungan, Komentar Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan atas Tanah
Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1996, hal
14
24
E. Liliawati Muljono. Tinjauan Yuridis Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan. Penerbit Harwarindo,
Jakarta. 2003, hal 2


Universitas Sumatera Utara

objek hak tanggungan tidak hanya ketiga hak atas tanah tersebut, tetapi ditambah
dengan hak pakai dan hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya
yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan
merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang pembebananya dengan tegas
dan dinyatakan di dalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan. 25
Lahirnya undang-undang tentang hak tanggungan karena adanya perintah
dalam Pasal 51 UUPA. Pasal 51 UUPA berbunyi ”Hak tanggungan yang dapat
dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut
dalam Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 39 diatur dalam undang-undang.” Tetapi
dalam Pasal 57 UUPA disebutkan bahwa selama undang-undang hak tanggungan
belum terbentuk, maka digunakan ketentuan tentang hipotek sebagaimana yang
diatur di dalam KUHPerdata dan Credietverband. 26
UUHT merupakan dasar hukum yang mengatur lembaga hak jaminan atas
tanah, yaitu hak tanggungan sebagai pelaksanaan dari Pasal 51 UUPA. Sebagai
tindak lanjutnya UUHT, berturut-turut lahirnya ketentuan yang mengatur hak
tanggungan tersebut, diantaranya: 27
1. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan,
Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan dan
Sertifikat Hak Tanggungan.
2. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4
Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa

25

Salim HS, Op.Cit, hal 98
Ibid., hal 99
27
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 317

26

Universitas Sumatera Utara

Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin pelunasan Kredit-kredit
tertentu.
3. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6

Tahun 1996 tentang pendaftaran Hak Tanggungan
4. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 5 Tahun 1998 tentang Perubaan Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai
Atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi
Hak milik.
5. Surat Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
110-1039 tertanggal 18 April 1996 perihal Penyampaian Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1996 (Undang-undang Hak Tanggungan) dan Peraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1996.
6. Surat Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
630-1826 tertanggal 26 Mei 1996 perihal Pembuatan Buku Tanah dan
Sertifikat Hak Tanggungan.
7. Surat Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
110-1544 tertanggal 30 Mei 1996 perihal Penyampaian Peraturan Menteri
Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996
tentang Pendaftaran Hak Tanggungan.
8. Surat Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
630-3433 tertanggal 17 September 1998 kepada Menteri Pertanian perihal
Agunan Sertifikat di atas Tanah Hak Tanggungan.


Universitas Sumatera Utara

9. Surat Sekretaris Menteri Negara Agraria Nomor 130-016/Sesmen/1996
mengenai 29 Mei 1996 kepada Direksi Bank Exim perihal Penjelasan
mengenai UUHT dan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996.
10. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/55/KEP/DIR tertanggal 8
Agustus 1997 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil untuk mendukung
Program Kemitraan Terpadu dan Pengembangan Koperasi
Hal-hal yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah
meliputi Ketentuan umum (Pasal 1 sampai dengan Pasal 2), Objek Hak
tanggungan (Pasal 3 sampai dengan Pasal 7), Pemberi dan Pemegang hak
tanggungan (Pasal 8 sampai dengan Pasal 9), Tata cara pemberian, pendaftaran,
peralihan dan hapusnya hak tanggungan (Pasal 10 sampai dengan Pasal 19),
Eksekusi hak tanggungan (Pasal 20 sampai dengan Pasal 21), Pencoretan hak
tanggungan (Pasal 22), Sanksi administrasi (Pasal 23), Ketentuan peralihan (Pasal
23 sampai dengan Pasal 26) dan Ketentuan penutup (Pasal 27 sampai dengan
Pasal 31).
Keberadaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 mengakhiri dualisme

hukum yang berlaku dalam pembebanan hak atas tanah. Secara formal
pembebanan hak atas tanah berlaku ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
UUPA, tetapi secara materiil berlaku ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
Bab 21 Buku II KUH Perdata dan Credietverband. 28

B. Objek dan Subjek Hukum dalam Hak Tanggungan

28

Salim HS, Op.Cit, hal 101-102

Universitas Sumatera Utara

UUPA mengenal hak jaminan atas tanah, yang dinamakan Hak
tanggungan. Menurut UUPA, Hak tanggungan itu dapat dibebankan di atas tanah
hak milik (Pasal 25), Hak Guna Usaha (Pasal 33) dan Hak Guna Bangunan (Pasal
39). Berdasarkan UUHT, objek yang dapat dibebani dengan hak tanggungan
adalah hak-hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pada
prinsipnya, objek hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang memenuhi dua
persyaratan yaitu wajib didaftarkan (untuk memenuhi syarat publisitas) dan dapat

dipindahtangankan untuk memudahkan pelaksanaan pembayaran utang yang
dijamin pelunasannya. 29
Dalam UUHT ini hak pakai dinyatakan dapat dibebani atau dijadikan
obyek hak tanggungan. Sedangkan hak pakai atas tanah hak milik tidak dapat
dibebani hak tanggungan karena tidak memenuhi syarat-syarat. Akan tetapi,
mengingat perkembangan kebutuhan masyarakat dan pembanunan di kemudian
hari, hak pakai atas tanah hak milik juga dimungkinkan untuk dibebani hak
tanggungan, jika telah memenuhi syarat-syarat yang untuk ini akan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Suatu Obyek hak tanggungan dapat dibebani
dari satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang,
sehingga terdapat pemegang hak tanggungan peringkat pertama, kedua dan
seterusnya, yang ditentukan menurut tanggal pendaftarannya di kantor
Pertanahan. 30
Objek hipotek dan credietverband meliputi hak milik (eigendom), hak
guna bangunan (HGB) dan hak guna usaha (HGU). Objek hipotek dan
29

Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 51-52
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, PT Alumni, Bandung,
2004, hal 164-165

30

Universitas Sumatera Utara

credietverband hanya meliputi hak-hak atas tanah saja tidak meliputi bendabenda yang melekat dengan tanah, seperti bangunan, tanaman segala sesuatu di
atas tanah. 31
Objek hak tanggungan meliputi hak pakai atas tanah negara tertentu. Hak
pakai dalam UUPA tidak ditunjukan secara khusus sebagai objek hak tanggungan,
karena tidak semua hak pakai memenuhi kedua syarat tersebut. Hak pakai
dirumuskan sebagai hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya atau
dalam perjanjian dengan pemilik tanah, yang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan
jiwa dan ketentuan undang-undang ini. 32
Objek hak tanggunga artinya benda atau hak apa saja dapat dikaitkan
dengan hak tanggungan adalah hak milik atas tanah, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai atas tanah negara, sepanjang hak pakai tersebut didaftarkan
dan hak pakai tersebut mempunyai sifat yang dapat dialihkan, hak pakai atas tanah
hak milik, hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah
ada atau yang akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut,
rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun dan bawah tanah sepanjang
secara fisik ada hubungannya dengan bangunan yang ada di atas tanah. 33

31

Salim HS, Op.Cit, hal 105
Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit ANDI Yogyakarta, 2005, hal 76
33
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal

32

146

Universitas Sumatera Utara

Dalam hak tanggungan juga terdapat subjek hukum yang menjadi hak
tanggungan yang terkait dengan perjanjian pemberi hak tanggungan. UUHT
memuat ketentuan mengenai subjek hak tanggungan dalam Pasal 8 dan Pasal 9
yaitu pemberi hak tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak
tanggungan yang bersangkutan. Pemegang hak tanggungan adalah orang
perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang
berpiutang. 34 Subjek hak tanggungan adalah pihak-pihak yang membuat
perjanjian pemberian hak tanggungan yaitu pihak pemberi hak tanggungan dan
pihak penerima/pemegang hak tanggungan. 35 Dalam Pasal 8 dan pasal 9 itu
ditentukan bahwa yang dapat menjadi subjek hukum dalam pembebanan hak
tanggungan adalah pemberi hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan.
Biasanya dalam praktik pemberi hak tanggungan disebut dengan debitur, yaitu
orang meminjamkan uang di lembaga perbankan, sedangkan penerima hak
tanggungan disebut dengan istilah kreditur, yaitu orang atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak berpiutang. 36

C. Asas-Asas Hak Tanggungan

34

Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 53-54
Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 165
36
Salim HS, Op.Cit, hal 104

35

Universitas Sumatera Utara

Tujuan mempelajari asas hak tanggungan adalah untuk membedakannya
dengan hak-hak tanggungan yang telah ada sebelum terbitnya UU hak tanggungan
yang baru inin, termasuk hipotek yang ada sebelumnya. Untuk lebih jelanya, asasasas tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1. Hak tanggungan memberi kedudukan hak yang diutamakan
Mencermati hak tanggungan yang terdapat pada pasal 1 UU No. 4 tahun 1996
tentang Undang-Undang Hak Tanggungan, dapat disimpulkan bahwa hak
tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakn kepda kreditor tertentu
terhadap kreitor-kreditor lain. Menelaah dengan seksam terhadap kalimat “
kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu sperti kreditor lain”
tidak dijumpai dalam ketentuan pasal 1 maupun penjelasannya, namun
kalimat kalimat tersebut dapat diketemuakn dalam penjelan umum undngundang hak tanggungan dinytakan bahwa jika debitur cedera janji, kreditur
pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelngan umum tanah
yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undngan
yang bersangkutan dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lain.
Kedudukan diutamakn tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi
preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
2. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi
Hak tanggungan memiliki sifat yang tidak dapat dibagi-bagi’ hal ini sesuai
ketentuan pasal 2 UU No. 4 tahun 1996 tentang Undang-Undang Hak
Tanggungan, dinyatakn bahwa ; hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat
dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalm akta pemberian hak tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Apabila hak tanggungan dibebankan
pada beberapa hak ats tanah, dpat diperjanjikan dalam akta pemberian hak
tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat
dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masingmasing hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek hak tanggungan,
yang akan dibebaskan dari hak tanggungan tersebut, sehingga kemudian hak
tanggungan itu hanya memberi sisa objek hak tanggungan untuk menjamin
sisa utang yang belum dilunasi.
3. Hak tanggungan hanya dibeban kan pada hak atas tanah yang telah ada
Secara yuridis formal asas yang menyatakan bahwa hak tanggungn hanya
dibebankan pada hak atas tanah , ada diatur dalam pasal 8 ayat 2 UU No. 4
tahun 1996 tentang Undang-Undang Hak Tanggungan dinyatakn bahwa
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak
tanggungan harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran
hak tanggungan.
4. Hak tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga benda-benda
yang berkaitan dengan tanah tersebut

Universitas Sumatera Utara

5.

6.

7.

8.

9.

Dalam kenyataanya hak tanggungan dapat dibebankan bukan saj pada
tanahnya, tetapi juga segala benda yang mempunyai keterkaitan dengan tanah
tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat 4 UU No. 4 tahun 1996
tentang Undang-Undang Hak Tanggungan.
Hak tanggungan dapat dibebankan juga atas benda benda yang berkaitan
dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari
Pasal 4 ayat 4 UU No. 4 tahun 1996 tentang Undang-Undang Hak
Tanggungan memungkinkan hak tanggungan dapat dibebankan pula atas
benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut, sekalipun benda-benda
tersebut belum ada, tetapi baru akan ada dikemudian hari. Benda-benda yang
pada saat hak tanggungan dibebankan belum ada sebagai bagian dari tanah
(hak atas tanah) yang dibebani hak tanggungan tersebut. Misalnya karena
benda-benda tersebut baru ditanam atu baru dibangun kemudian setelah hak
tanggungan itu dibebankan atas tanah tersebut.
Perjanjian hak tanggungan adalah perjnjian accessoir
Perjanjian hak tanggungan bukanlah merupakan perjanjian yang berdiri
sendiri tetpi mengikuti perjanjian yang terjadi sebelumnya yang disebut
perjanjain induk. Perjanjian induk terdapat pada hak tanggungan adalah
perjanjian utang-piutang yang menimbulkan utang yang dijamin. Perjanjian
yang mengikuti perjanjian induk ini dalam terminilogi hukum belanda disebut
perjanjian accessoir. Penjelasan mengenai accessoir dijelaskan dalam poin 8
penjelasan dan pasal 10 ayat 1 UU No. 4 tahun 1996 tentang UndangUndang Hak Tanggungan.
Hak tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang akan ada
Salah satu keistimewaan dari hak tanggungan adalah diperbolehkannya
menjaminkan utang yang akan ada. Hal ini sesuia dengan ketentuan pasal 3
ayat 1 UU No. 4 tahun 1996 tentang Undang-Undang Hak Tanggungan.
Hak tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang
Kelebihan dari hak tanggungan adalah berlakunya asas bahwa hak
tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang. Hal ini sesuain dengan
ketentuan dalam pasal 3 ayat 2, dinyatakan bahwa; hak tanggungan dapat
diberiakan untuk suatu utang yang berasal dari dari satu hubungan hukum
atau untuk satu utang atau lebih yang bersal dari bebrapa hubungan hukum.
Hak tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapa pun objek hak
tanggungan itu berada
Asas hak tanggungan memiliki berbagai kelebihan karena undng-undang
memberiakn perioritas terhadap pemegang hak tanggungan dibandingan
dengan pemegang hak-hak lainnya. Salah satu asas selain asas yang telah
diuraikan di atas adalah asas hak tanggungan mengikuti objek dimanapun
objek itu berada. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 7 UU No. 4 tahun
1996 tentang Undang-Undang Hak Tanggungan dinyatakan bahwa hak
tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut
berada.

Universitas Sumatera Utara

10. Di atas hak tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh peradilan
Alasan kehadiran asas hak tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh
peradilan merupakan respons terhadap seringnya peradilan meletakkan sita
terhadap hak atas tanah yang diatasnya diletakkan hipotek.
11. Hak tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu
Asas yang berlaku terhadap hak tanggungan yang hanya dapat dibebankan
hanya untuk ata tanah tertentu, diilhami oleh asa yang juga berlaku didalam
hipotek yaitu pasal 1174 KUHperdata. Sementara itu asa ini diatur dalam
pasal 8 dan 11 huruf c dan penjelasannya dalam pasal 8 ayat 2 UU No. 4
tahun 1996 tentang Undang-Undang Hak Tanggungan.
12. Hak tanggungan waji didaftarkan
Dalam kaitannya dengan asa hak tanggungan wajib didaftarkan , hal ini sesui
dengan ketentuan pasal 13 UU No. 4 tahun 1996 tentang Undang-Undang
Hak Tanggungan
13. Hak tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji tertentu
Asas hak tanggungan ini diatur dalam pasal 11 ayat 2 UU No. 4 tahun 1996
tentang Undang-Undang Hak Tanggungan, janji-janji yang di sebutakn dalam
pasal tersebut besifat fakulatif dan limitatif, bersifat fakulatif karena janjijanji itu boleh dicantumkan atau tidak dicantumakan, baik seluruhnya
maupun sebagiannya. Besifat tidak liniatif karen dapat diperjanjikan janji-jani
lain, selin dari janji-jani yang telah disebutkan dalam pasal 11 ayat 2.
14. Hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh
pemegang hak tanggungan apabila cedera janji
Asas ini sebenarnya beralasan dari asas yang tercantum dalam hipotek sesuai
dengan pasal 1178 KUHPerdata, yang janji demikian tersebut disebut
Vervalbeding. Asas ini juga diatur dalam pasal 12 UU No. 4 tahun 1996
tentang Undang-Undang Hak Tanggungan dinyatakan bahwa, janji yang
memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki
objek hak tanggungan apa bila debitur cedera janji, batal demi hukum.
15. Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan mudah dan pasti
Pencantuman asa hak tanggungan ini berkaitan dengan mencegah terjadinya
cedera janji yang dilakuakn pemegang hak tanggungan. Oleh karena itu,
apabila terjadi cedera janji , pemegang hak tanggungan pertama mendapatakn
preoritas pertama menjual objek hak tanggungan. Hal ini sesuai dengan
ketentuan pasal 6 UU No. 4 tahun 1996 tentang Undang-Undang Hak
Tanggungan, dengan mengacu pada pasal tersebut apa bial debitur cedera
janji maka dapat dimintakan pelaksaan eksekusi. 37

37

Zen Putra, Hak Tanggungan, melalui http://zenputra.blogspot.co.id/2014/12/haktanggungan.html, diakses tanggal 8 Oktober 2016

Universitas Sumatera Utara

Hak tanggungan sebagai satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah
untuk pelunasan utang tertentu mempunyai empat asas, yaitu: 38
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan (preferensi) kepada krediturnya.
Hal ini berarti bahwa kreditor pemegang hak tanggungan mempunyai hak
untuk didahulukan di dalam mendapatkan pelunasan atas piutangnya daripada
kreditor lainnya atas hasil penjualan benda yang dibebani hak tanggungan
tersebut.
2. Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada.
Artinya benda-benda yang dijadikan objek hak tanggungan itu tetap terbeban
hak tanggungan walau di tangan siapapun benda itu berada.
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas. Asas spesialitas maksudnya benda
yang dibebani hak tanggungan yang ditunjuk secara khusus. Sedangkan asas
publisitas artinya hal pembebanan hak tanggungan tersebut harus dapat
diketahui oleh umum, untuk itu akta pemberian hak tanggungan harus
didaftarkan.
4. Mudah dan pelaksanaan eksekusinya. Artinya dapat dieksekusi seperti
putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan pasti.
Di dalam UUHT dikenal beberapa asas hak tanggungan. Asas-asas itu
disajikan berikut: 39
1. Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang hak
tanggungan
2. Tidak dapat dibagi-bagi
3. Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada.
4. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah.
5. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru
akan ada dikemudian hari.
6. Sifat perjanjian adalah tambahan (accessoir)
7. Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada.
8. Dapat menjamin lebih dari satu utang
9. Mengikuti objek dalam tangan siapapun objek itu berada
10. Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan
11. Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu
12. Wajib didaftarkan
13. Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti
14. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu.

D. Pembebanan Hak Tanggungan
38
39

Boedi Harsono, Op.Cit, hal 15-38
Salim HS, Op.Cit, hal 102-103

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan penjelasan umum angka 7 Undang-Undang Hak Tanggungan
(Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996) proses pembebanan Hak Tanggungan
dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu:
1. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak
Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut
PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin;
2. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya
Hak Tanggungan yang dibebankan.
Pengertian perbuatan hukum pembebanan hak atas tanah yang pembuatan
aktanya merupakan kewenangan PPAT, meliputi pembuatan akta pembebanan
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
Undang-Undang Pokok Agraria dan pembuatan akta dalam rangka pembebanan
Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-undang Hak Tanggungan.
Pembebanan hak tanggungan wajib memenuhi syarat yang ditetapkan
dalam UUHT, sebagaimana dikemukakan oleh Adrian sebagai berikut:
1. Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu yang dituangkan di
dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit
yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
2. Pemberian hak tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas yang meliputi
nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan, domisili para
pihak, pemegang dan pemberi hak tanggungan, penunjukan secara jelas utang
atau utang yang dijaminkan pelunasannya dengan hak tanggungan, nilai
tanggungan, dan urain yang jelas mengenai objek hak tanggungan.
3. Pemberian hak tanggungan wajib memenuhi persyaratan publisitas melaui
pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan setempat (Kota Madya/
Kabupaten).
4. Sertifikat hak tanggungan sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan
memuat title eksekutorial dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Universitas Sumatera Utara

5. Batal demi hukum, jika diperjanjikan bahwa pemegang hak tanggungan akan
memiliki objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji (wanprestasi). 40
Adapun pembebanan hak tanggungan adalah :
1. Surat kuasa membebankan hak tanggungan
Pemberian hak tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi hak
tanggungan dengan cara hadir dihadapan PPAT. Hanya apabila karena
sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri di hadapan PPAT, ia wajib menunjuk
pihak lain sebagai kuasanya, dengan surat kuasa membebankan hak
tanggungan (disingkat SKMHT) yang berbentuk akta autentik. 41 Akta
Autentik yang dimaksudkan adalah akta yang dibuat notaris. Sementara itu,
khusus surat kuasa pembebanan hak tanggungan diatur dalam Pasal 15 ayat
(1) UUHT. 42
SKMHT ini merupakan surat kuasa khusus yang ditujukan kepada pemegang
hak tanggungan atau pihak lain untuk mewakili diri pemberi hak tanggungan
hadir di hadapan PPAT untuk melakukan pembebanan hak tanggungan,
berhubung pemberi hak tanggungan tidak dapat datang menghadap sendiri
untuk melakukan tindakan membebankan hak tanggungan di hadapan
PPAT. 43
Apabila SKMHT tersebut tidak memenuhi syarat tersebut maka SKMHT itu
tidak dapat dijadikan dasar pembuatan akta pemberian hak tanggungan dan
PPAT wajib menolak permohonan pembuatan akta pemberian hak

40

Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta,
2010, hal 72
41

Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 60
Supriadi, Op.Cit, hal 186
43
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 438

42

Universitas Sumatera Utara

tanggungan yang bersangkutan. 44 Pembuatan SKMHT selain kepada notaris,
ditugaskan juga PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah kecamatan,
dalam rangka memudahkan pemberian pelayanan kepada pihak-pihak yang
memerlukan. 45
Di dalam Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungan terdapat dua aspek
yang juga harus diperhatikan, yakni pembatasan isi/muatan dalam SKMHT
dan pembatasan jangka waktu. 46
2. Akta pembebanan hak tanggungan
Akta pemberian hak tanggungan (disingkat APHT) mengatur persyaratan dan
persyaratan mengenai pemberian hak tanggungan dari debitur kepada kreditor
sehubungan dengan utang yang dijaminkan dengan hak tanggungan. Akta
pemberian hak tanggungan memuat subtansi yang bersifat wajib yaitu
berkenaan dengan nama dan identitas pemegang dan pemberi hak
tanggungan, domisili pihak-pihak yang bersangkutan, penunjukkan secara
jelas utang atau utang-utang yang dijamin, nilai tanggungan dan uraian yang
jelas tentang objek hak tanggungan. 47
Pemberian hak tanggungan yang dituangkan dalam APHT harus diikuti
dengan kewajiban pendaftaran dengan cara dibukukan dalam kantor
Pertanahan yang sekaligus menentukan saat lahirnya hak tanggungan. 48
Tata cara pembebanan hak tanggungan dimulai dengan tahap hak tanggungan
di hadapan PPAT yang berwenang dan dibuktikan dengan APHT dan diakhiri
dengan ahap pendaftaran hak tanggungan di Kantor Pertanahan setempat.
44

Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 171
Budi Untung, Op.Cit, hal 80
46
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 61
47
Ibid., hal 72
48
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 453
45

Universitas Sumatera Utara

Pasa asasnya pemberi hak tanggungan (debitur atau pihak lain) wajib hadir
sendiri di kantor PPAT yang berwenang membuat APHT berdasarkan daerah
kerjanya (daerah kerjanya adalah per kecematan yang meliputi kelurahan atau
desa letak bidang tanah hak ditunjuk sebagai objek hak tanggungan). 49

E. Lahir dan Berakhirnya Hak Tanggungan
Lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan
dengan tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai
jaminan yang pengaturannya selama ini menggunakan ketentuan-ketentuan
Hypotheek dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Hak
Tanggungan yang diatur dalam UUHT pada dasarnya adalah hak tanggungan
yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun, pada kenyataannya seringkali
terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap
merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan turut pula
dijaminkan. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Tanah Nasional didasarkan
pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan Horizontal, yang
menjelaskan bahwa setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tidak
dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut. Penerapan asas tersebut tidak
mutlak,

melainkan

selalu

menyesuaikan

dan

memperhatikan

dengan

perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat. Sehingga atas dasar
itu UUHT memungkinkan dilakukan pembebanan Hak Tanggungan yang meliputi
benda-benda diatasnya sepanjang benda-benda tersebut merupakan satu kesatuan

49

Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 73

Universitas Sumatera Utara

dengan tanah bersangkutan dan ikut dijadikan jaminan yang dinyatakan secara
tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). 50
Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan, terhadap
pembebanan hak tanggunan wajib didaftarkan pada kantor Pertanahan. Selain itu
di dalam Pasal 13 ayat (5) jo ayat (4) Undang-undang Hak Tanggungan juga
dinyatakan bahwa hak tanggungan tersebut lahor pada hari tanggal buku tanah hak
tanggungan lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. Dengan
demikian, hak tanggungan itu lahir dan baru mengikat setelah dilakukan
pendaftaran, karena jika tidak dilakukan pendaftaran itu pembebanan hak
tanggungan tersebut tidak diketahui oleh umum dan tidak mempunyai kekuatan
mengikat terhadap pihak ketiga. 51
Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan
dinyatakan bahwa hak tanggungan berakhir atau hapus karena beberapa hal
sebagai berikut :
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan
Hapusnya hak tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya
dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak
tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan kepada pemberi hak
tanggungan. 52 Hapusnya utang ini mengakibatkan hak tanggungan sebagai
hak accessoir menjadi hapus. Hal ini terjadi karena adanya hak tanggungan
tersebut adalah untuk menjamin pelunasan dari utang debitur yang menjadi
perjanjian pokoknya. Dengan demikian, hapusnya utang tersebut juga

50

Hamzah Aenurofiq, Hak Tanggungan, melalui http://hamzahaenurofiq.blogspot.co.id
/2014/12/hak-tanggungan.html, diakses tanggal 7 Oktober 2016
51
Ibid, hal 79
52
Budi Untung, Op.Cit, hal 84

Universitas Sumatera Utara

mengakibatkan hapusnya hak tanggungan. 53 Walaupun hak atas tanah itu
dihapus, namun pemberi hak tanggungan tetap berkewajiban untuk membayar
hutangnya. 54 Hapusnya hak tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang
dibebani hak tanggungan tidak menyebabkan hapusnya hutang yang dijamin.
Dalam hal hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan berakhir jangka
waktu berlakunya dan diperpanjang berdasarkan permohonan yang diajukan
sebelum berakhirnya jangka waktu tersebut, hak tanggungan yang
membebaninya tetap berlangsung. 55
Hak tanggungan akan hapus karena hapusnya utang yang dijamin
dengan hak tanggungan dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak
tanggungan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya
hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan, pembersihan hak
tanggungan dengan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan
Negeri atas permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani hak
tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang diberinya itu dibersihkan dari
pembebanan hak tanggungan dan hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak
tanggungan (Pasal 18 UUHT).
Setelah hak tanggungan hapus sebagaimana tersebut di atas, Kantor
Pertanahan mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah hak
atas tanah dan sertifikatnya. Selanjutnya, sertifikat hak tanggungan yang
bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah hak tanggungan
dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Permohonan
pencoretan tersebut diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan
53

Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 79
Salim HS, Op.Cit, hal 188
55
Budi Untung, Op.Cit, hal 84

54

Universitas Sumatera Utara

melampirkan sertifikat hak tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor
bahwa hak tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya
dengan hak tanggungan itu seudah lunas atau pernyataan. 56
2. Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan.
Hapusnya hak tanggungan karena dilepaskan oleh pemegang hak tanggungan
tersebut dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai hal
dilepaskannya hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan. 57
Pernyataan

tertulis

mengenai

dilepaskannya

hak

tanggungan

dapat

disimpulkan bahwa untuk itu tidak cukup menyimpulkannya dari perbuatan,
sikap atau pernyataannya mengenai hal lain. Dengan dilepaskannya hak
tanggungan, tidak berarti bahwa utangnya juga menjadi lunas. Utangnya
kreditor pemegang hak tanggungan yang melepaskan haknya, tidak dengan
sendirinya menjadi hapus pula dengan dilepaskan utang yang bersangkutan
dari hak tanggungan, hanya saja utangnya tidak dijamin dengan hak
tanggungan yang dilepaskan itu. Di dalam tindakan melepaskan haknya atas
hak

tanggungan,

sebenarnya

ada

terkandung

dilepaskannya

suatu

kewenangan, yang tidak hanya bisa ditujukan kepada pemberi hak
tanggungan saja, tetapi juga terhadap pihak ketiga, yaitu para kreditor serta
yang lain dan karenanya sebenarnya perlu ada ketentuan yang mewajibkan
pengumuman adanya peristiwa seperti itu dan tidak sekadar menyerahkan
kepada inisiatif yang berkepentingan saja. Pengumuman di sini maksudnya,

56
57

Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 80
Ibid., hal 80

Universitas Sumatera Utara

didaftarkan dalam buku di Kantor Pertanahan, yang pada asasnya terbuka
untuk mereka yang berkepentingan. 58
3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan suatu penetapan peringkat oleh
Ketua Pengadilan Negeri.
Hapusnya hak tanggungan karena adanya pembersihan hak tanggungan
berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri, ini terjadi
karena permohonan pembeli hak ata tanah yang dibebani hak tanggungan
tersebut agar hak hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban hak
tanggungan. Hapusnya hak tanggungan karena pembersihan hak tanggungan
berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena
permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut
agar atas tanah yang dibelinya itu bersihkan dari beban hak tanggungan
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UUHT. 59
Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat pengadilan ini
hanya akan terjadi bila objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu hak
tanggungan dapat meminta kepada pemegang hak tanggungan agar hak atas
tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban hak tanggungan yang
melebihi harga pembeliannya, sehingga hak atas tanah yang dibelinya
tersebut terbebas dari hak tanggungan yang semula membebaninya.
Pembersihan hak tanggungan dilakukan atas permohonan pembeli hak atas
tanah yang dibebani hak tanggungan, jika harga pembelian tidak mencukupi
untuk melunasi utang yang dijamin. 60

58

Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 481-484
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 80
60
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 486

59

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan ketentuan dalam Pasa 19 ayat (10 UUHT, kewenangan
menentukan pembersihan ada di tangan kreditor pemegang hak tanggungan
peringkat pertama. Kalaupun dia bersedia, ia masih perlu mendapat
kesepakatan dari pemegang hak tanggungan yang peringkatnya ada
dibawahnya. Hal itu berarti, bahwa pemegang hak tanggungan yang
peringkatnya di bawah pemegang hak tanggungan yang melaksanakan
eksekusi berhak untuk melawan pembersihan. Kalau ia melawan (verzet)
maka hasil eksekusi tidak bisa memenuhi tagihannya. Akan tetapi, pemegang
hak tanggungan yang ada dibawah tidak setuju dengan pembersihan, maka
pembeli lelang berhak minta agar pengadilan menetapkan hasil lelang
berdasarkan posisi kreditor. Ini sama dengan pengadilan menetapkan
peringkat para kreditor. Akibat dari penetapan peringkat kreditor terhadap
hasil eksekusi, bahwa yang berkedudukan sebagai kreditor yang lebih tinggi
menerima lebih dahulu. 61
Pasal 19 UUHT dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut : 62
a. Pembeli objek hak tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela dapat
meminta kepada pemegang hak tanggungan agar benda yang dibelinya
itu dibersihkan dari segala beban hak tanggungan yang melebihi harga
pembelian.
b. Pembersihan objek hak tanggungan dari beban hak tanggungan dilakukan
dengan pernyataan tertulis dari pemegang hak tanggungan yang berisi
dilepaskannya hak tanggungan yang melebihi pembelian.
61

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, Penerbit Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002, hal 312
62
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 80

Universitas Sumatera Utara

c. Apabila objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu tanggungan dan
tidak terdapat kesepakatan di antara pemegang hak tanggungan tersebut
mengenai pembersihan objek hak tanggungan dari beban yang melebihi
hak pembeliannya.
d. Permohonan pembersihan objek hak tanggungan yang membebaninya
tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut, apabila pembelian
demikian itu dilakukan dengan jual beli suka dan dalam akta pemberian
hak tanggungan yang bersangkuan para pihak telah dengan tegas
memperjanjikan bahwa objek hak tanggungan tidak dibersihkan dari
beban hak tanggungan.
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan
Hak tanggungan hapus karena hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan
hapus. Hapusnya hak atas tanah ini tidak menyebabkan hapusnya pula utang
yang dijamin pelunasannya oleh debitur. Sebagai konsekuensinya, pemegang
hak tanggungan berubah kedudukannya dari kreditor preferen menjadi
kreditor konkuren. Bahkan kreditor yang demikian tidak memiliki hak
jaminan yang kuat dan kepastian hukum akan dilunasinya utang debitur,
karena hak tanggungannya hapus dikarenakan hapusnya hak atas tanah yang
dibebani dengan tanggungan tersebut.63
Dengan hapusnya hak atas tanah tersebut dengan demikian tanahnya
kembali dalam kekuasaan negara. Kemungkinan-kemungkinan hapusnya hak atas
tanah itu dapat disebab oleh jangka waktunya berakhir, kecuali hak atas tanah
yang dijadikan objek hak tanggungan diperpanjang sebelum berakhirjangka

63

Ibid., hal 82

Universitas Sumatera Utara

waktunya. Hak tanggungan mana tetap melekat pada hak atas tanah yang
bersangkutan, dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena suatu syarat
batal dipenuhi, dicabut untuk kepentingan umum, tanahnya musnah dan
dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak atas tanah. 64 Hapusnya hak
tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan ini
tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin. Setelah hak tanggungan di
hapus, dilakukan pencoretan catatan atau roya hak tanggungan. Pencoretan catatan
atau roya hak tanggungan ini dilakukan demi ketertiban administrasi dan tidak
mempunyai pengaruh hukum terhadap hak tanggungan yang bersangkutan yang
sudah hapus. 65
Untuk mencoret catatan hak tanggungan, pihak yang berkepentingan harus
mengajukan permohonan pencoretan itu ke kantor Pertanahan, dengan
melampirkan sertifikat hak tanggungan yang telah diberi catatan/pernyataan
tertulis dari kreditur bahwa hak tanggungan telah dihapus. 66 Pencoretan bukan
syarat untuk hapusnya beban. Orang tidak memberikan akibat hukum yang sama
besar pada pencoretan catatan hak tanggungan, dengan pada pandaftarannya.
Pencoretan bahkan tidak mempunyai akibat terhadap pihak ketiga, dalam arti
bahwa untuk pihak ketiga tidak mutlak arus diberikan arti, bahwa persil yang
bersangkutan dengan pencoretan sudah tidak memikul lagi beban yang dicoret.67
Permohonan pencoretan dilakukan oleh pihak yang berkepentingan dengan
melampirkan hal-hal berikut yaitu sertifikat hak tanggungan yang telah diberi
catatan oleh kreditur bahwa hak tanggungan hapus karena piutangnya telah lunas

64

Ibid., hal 83
Ibid, hal 84
66
Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 175
67
J. Satrio, Op.Cit, hal 294
65

Universitas Sumatera Utara