Tinjauan Yuridis Atas Penerimaan Uang Ganti Rugi Dari Pembebasan Hak Atas Tanah Yang Sedang Terikat Hak Tanggungan

BAB I
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanah merupakan objek hukum yang sangat dibutuhkan oleh manusia,
karena tanpa tanah manusia tidak akan bisa hidup. Hal ini disebabkan bahwa
tanah sebagai tempat berpijak bagi setiap umat manusia dan sekaligus sebagai
tempat keberlangsungan hidup manusia, mulai sejak lahir sampai manusia
meninggal pun membutuhkan tanah. 1 Salah satu cara berakhirnya hak atas tanah
adalah apabila terjadinya pembebasan hak atas tanah tersebut. Pembebasan tanah
adalah seseorang melepaskan haknya kepada kepentingan lain dengan cara
memberikan ganti kerugian. 2
Masalah pembebasan tanah sangat rawan dalam penanganannya, karena
di dalamnya menyangkut hajat hidup orang banyak, apabila dilihat dari kebutuhan
pemerintah akan tanah untuk keperluan pembangunan, dapatlah dimengerti
bahwa: “tanah negara yang tersedia sangatlah terbatas, oleh karena itu satusatunya cara yang dapat ditempuh adalah dengan membebaskan tanah milik
masyarakat, baik yang telah di kuasai dengan hak berdasarkan Hukum Adat
maupun hak-hak lainnya menurut UUPA. 3

1


Suhana Yosua, Hak Atas Tanah Timbul, Penerbit Restu Agung, Jakarta, 2010, hal 13
Supriadi, Hukum Agraria, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 74-75
3
Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah
Untuk Pembangunan, Ed. 1, Cet. 2 , Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 45
2

Universitas Sumatera Utara

Problematika pertanahan terus mencuat dalam dinamika kehidupan bangsa
Indonesia. Berbagai daerah di nusantara tentunya memiliki karakteristik
permasalahan pertanahan yang berbeda di antara satu wilayah dengan wilayah
lainnya. keadaan ini semakin nyata sebagai konsekuensi dari dasar pemahaman
dan pandangan orang Indonesia memandang tanah sebagai sarana tempat tinggal
dan memberikan penghidupan sehingga tanah mempunyai fungsi yang sangat
penting. 4

1

Persoalan pembebasan tanah dijumpai peraturan-peraturan yang secara

tegas mengenai masalah pembebasan tanah. Undang-undang Pokok Agraria Pasal
27 hanya menegaskan bahwa hak milik itu hapus karena pencabutan hak untuk
kepentingan umum dan kerena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya. 5
Dasar hukum pembebasan hak atas tanah adalah Undang-undang Nomor
5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang
nomor 20 tahun 1991 tentang pencabutan hak atas tanah dan benda-benda yang
ada di atasnya. Di dalam Permendagri digunakan istilah pembebasan tanah.
Padahal istilah tersebut tidak terdapat dalam UUPA dan Undang-undang nomor
20 tahun 1961 sebagai Peraturan dasar untuk pembebasan tanah. Tetapi kalau
ditinjau lebih lanjut dalam UUPA dan undang-undang Nomor 20 tahun 1961
maka akan didapati Pasal-pasal yang dapat diinterpretasikan untuk dipakai sebagai
dasar pelaksanaan pembebasan tanah. Pasal-pasal dimaksud yaitu Pasal 27, 34, 40
UUPA mengenai hapusnya hak-hak atas tanah, dan Pasal 10 Undang-undang

4

Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang
Pertanahan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal 1
5
Sudaryo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,

1994, hal 77

Universitas Sumatera Utara

nomor 20 Tahun 1961 mengenai persetujuan jual beli atau tukar menukar.
Prosedur pembebasan tanah untuk kepentingan umum diatur di dalam Keputusan
Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ditentukan
secara tegas bahwa bentuk pengadaan tanah dilakukan dengan cara pembebasan
hak atas tanah dan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Namun dengan
dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012, hanya ditegaskan
bahwa

pengadaan

tanah


dilakukan

dengan

cara

pembebasan.

Tidak

dicantumkannya secara tegas cara pencabutan hak atas tanah di dalam Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 bukan berarti menghilangkan secara mutlak cara
pencabutan tersebut, melainkan untuk memberikan kesan bahwa cara pencabutan
adalah cara paling terakhir yang dapat ditempuh apabila jalur musyawarah gagal.
Ini ditafsirkan secara imperatif dimana jalur pembebasan tanah harus ditempuh
terlebih dahulu sebelum mengambil jalur pencabutan hak atas tanah. Jika pada
Perpres No. 36 Tahun 2005 terdapat kesan alternatif antara cara pembebasan dan
pencabutan, maka pada Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 antara cara
pembebasan dan pencabutan sifatnya prioritas-baku. Ini agar pemerintah tidak


Universitas Sumatera Utara

sewenang-wenang dalam mengambil tindakan dalam kaitannya dengan pengadaan
tanah. 6
Pemegang hak atas tanah tentu menginginkan sejumlah ganri rugi dari
pemerintah sebagai pelaksana pembangunan. Pembebasan tanah hanya dapat
dilakukan atas dasar persetujuan dari pihak pemegang hak, baik mengenai besar
maupun bentuk ganti rugi yang diberikan terhadap tanahnya. 7 Ganti rugi telah
menjadi konsep hukum, sehingga pengertian ganti rugi adalah penggantian berupa
uang atau barang lain kepada seseorang yang merasa dirugikan karena harta
miliknya diambil dan dipakai untuk kepentingan orang banyak. Penentuan bentuk
dan besarnya ganti rugi dianggap oleh masyarakat tidak layak, dalam arti bahwa
ganti rugi itu tidak dapat digunakan untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan
sosial ekonominya, bahkan tingkat kesejahteraan sosial ekonominya menjadi lebih
buruk jika dibandingkan keadaan sebelum tanahnya diserahkan atau dilepaskan
haknya. Untuk itu, ganti kerugian diupayakan agar tidak menyebabkan perubahan
sosial ekonomi masyarakat yang bersangkutan menjadi menurun. Berkenaan
dengan kenyataan tersebut, maka kebijakan dan tindakan pemerintah yang
bermaksud untuk mewujudkan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yang
konsekuensinya akan mengurangi atau meniadakan hak atas tanah dan hak-hak

lain yang ada di atasnya dari warga masyarakat atau kelompok tertentu dalam
masyarakat akan mempengaruhi hak-hak asasi dan hak-hak keperdataan
masyarakat khususnya yang haknya dilepaskan. 8

6

Dian Cahayani, Diferensiasi Pelaksanaan Pembebasan dan Pencabutan hak atas tanah
di Indonesia, Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol iii no. 2 Juli-Desember 2015, hal 58
7
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 117-118
8
Baihaqi, Landasan Yuridis Terhadap Aturan Hukum Tentang Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum, Jurnal Ilmiah Peuradeu Vol.II No.02, May 2014, hal 137-142

Universitas Sumatera Utara

Dalam rangka pembebasan tanah ini, apabila telah tercapai kata sepakat
mengenai bentuk atau besarnya ganti rugi maka pembayaran harus dilaksanakan
secara langsung oleh instansi yang bersangkutan dengan penyerahan atau
pelepasan hak atas tanahnya dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya empat

orang anggota panitia pembebasan tanah, diantaranya Kepala Kecamatan dan
Kepala Desa yang bersangkutan. 9
Mengutamakan ganti kerugian dalam bentuk uang mengakibatkan
pemerintah dalam menyediakan tanah untuk pembangunan sering sulit mencapai
kesepakatan dengan pemegang hak dan dapat memicu konflik karena pemegang
hak merasa hak mereka akan bentuk ganti rugi lain selain uang yang ditentukan
dalam Undang-Undang diabaikan. Dalam proses pengadaan tanah seringkali
masyarakat yang memiliki tanah mengajukan nilai ganti kerugian yang terbilang
besar sehingga pemerintah sendiri kesulitan memenuhi tuntutan pemegang hak
sehingga sulit mencapai kesepakatan. 10
Dasar hukum pemberian ganti rugi atas pembebasan tanah adalah
Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No. 15 tahun 1975 tentang ketentuanketentuan mengenai tata cara pembebasan tanah untuk kepentingan pemerintah,
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pengadaan TAnah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden Nomor 71
9

Purbandari, Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Dan Kaitannya Dengan Pembebasan Tanah
Untuk Pembangunan, Jurnal Yure Humamo, Vol.1 No.1 Juli 2012, hal 13

10
Ratumela Marten Sabono, Tinjauan Yuridis Tentang Bentuk Ganti Kerugian Dalam
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 Guna Mewujudkan Perlindungan Hukum, Jurnal Hukum, Universitas Atma
Jaya Yogyakarta Fakultas Hukum, 2015, hal 4

Universitas Sumatera Utara

Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum.
Hak tanggungan merupakan satu-satunya hak jaminan atas tanah dalam
hukum tanah nasional. 11 Pada praktiknya penerima hak tanggungan seringkali
memperjanjikan bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan mengalihkan objek
hak tanggungan, serta diperjanjikan pula bahwa sertifikat tanah yang dijaminkan
akan dipegang oleh penerima hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan tidak
akan mengalihkan objek hak tanggungan dapat dilihat dalam Pasal 11 ayat (2)
huruf g UU Hak Tanggungan. Pemberi hak tanggungan terikat untuk tidak
melakukan tindakan atau mengambil sikap yang bisa mengakibatkan beralihnya
pemilikan objek hak tanggungan kepada pihak lain tanan persetujuan pemegang
hak tanggungan. 12

. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik mengangkat topik
tersebut menjadi sebuah penelitian yang berjudul “Tinjauan Yuridis Atas
Penerimaan Uang Ganti Rugi Dari Pembebasan Hak Atas Tanah Yang
Sedang Terikat Hak Tanggungan.”

B. Permasalahan
Atas uraian seperti yang dikemukakan di dalam latar belakang masalah di
atas, maka permasalahan penelitian ini yakni sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan hukum hak tanggungan?
2. Bagaimanakah ganti kerugian atas pembebasan hak atas tanah?
11

Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Penerbit Kencana, Jakarta, 2012,

12

http://www.hukumonline.com

hal 85


Universitas Sumatera Utara

3. Bagaimanakah pelaksanaan penerimaan uang ganti rugi dari pembebasan hak
atas tanah yang sedang terikat hak tanggungan?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini yakni sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum hak tanggungan.
2. Untuk mengetahui ganti rugi atas pembebasan hak atas tanah.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan penerimaan uang ganti rugi dari pembebasan
hak atas tanah yang sedang terikat hak tanggungan.

D. Manfaat Penulisan
Dalam penelitian ini diharapkan ada 2 (dua) manfaat yang dapat dihasilkan
yaitu yang bersifat teoritis dan bersifat praktis yaitu:
1. Bersifat teoritis, yakni hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
memberikan masukan untuk penambahan ilmu pengetahuan khususnya
dibidang hukum pertanahan dan pada umumnya dapat memberikan gambaran
yang jelas mengenai pembebasan hak atas tanah


yang terikat hak

tanggungan.
2. Bersifat Praktis, yakni hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi
kepada masyarakat luas khususnya penerimaan uang ganti rugi dari
pembebasan hak atas tanah.

E. Keaslian Penulisan

Universitas Sumatera Utara

Adapun judul skripsi ini adalah Tinjauan Yuridis Atas Penerimaan
Uang Ganti Rugi Dari Pembebasan Hak Atas Tanah Yang Sedang Terikat
Hak Tanggungan merupakan judul skripsi yang belum pernah ditulis
sebelumnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama.
Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.

F. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan
dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan
menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai
tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode
penulisan dengan yuridis normatif (penelitian hukum normatif) 13, yaitu
penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif.
2. Sumber Data Penelitian
Pada penelitian yang berupa yuridis normatif, maka sumber-sumber data yang
dikumpulkan berasal dari data kepustakaan yang ada dibedakan atas : 14

13

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2013, hal 163
14
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit Rajawali Pers,
2006, hal 113

Universitas Sumatera Utara

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang
hukum antara lain Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Ketentuan Pokok-pokok Agraria (UUPA), Undang-undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang hak tanggungan, Undang-undang Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDP) Nomor 15 tahun 1975
tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah,
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, jurnal, artikel, internet dan
sebagainya.
c. Bahan hukum tertier, yaitu kamus-kamus hukum dan lain sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
digunakan teknik pengumpulan data dengan cara : Studi Kepustakaan, dilakukan
dengan mempelajari dan menganalisis yang berkaitan dengan topik penelitian,
sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku-buku, surat kabar,
makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahanbahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan
dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan
menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya
melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan
bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna
mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan
saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang
dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan. 15

G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 (lima) bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas
beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari
skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I

:

PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar
belakang masalah, permasalahan, tujuan Penulisan, manfaat
penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.

BAB II :

TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM
HAK TANGGUNGAN Bab ini berisikan tentang Pengertian dan
Dasar Hukum, Objek dan Subjek Hukum dalam Hak Tanggungan,

15

Ibid., hlm. 24-25.

Universitas Sumatera Utara

Asas-Asas Hak Tanggungan, Pembebanan Hak Tanggungan dan
Lahir dan Berakhirnya Hak Tanggungan.
BAB III

:

GANTI KERUGIAN ATAS PEMBEBASAN HAK ATAS
TANAH
Bab ini berisikan tentang Pengertian Pembebasan Hak Atas Tanah
dan Dasar Hukum, Aspek Ganti Rugi, Bentuk dan Penetapan Ganti
Rugi dan Asas-asas Ganti Rugi.

BAB IV

:

PELAKSANAAN PENERIMAAN UANG GANTI RUGI DARI
PEMBEBASAN

HAK

ATAS

TANAH

YANG

SEDANG

TERIKAT HAK TANGGUNGAN
Bab ini berisi tentang Prosedur pembebasan hak Atas tanah,
Pelaksanaan pemberian ganti kerugian, Hambatan yang di hadapi
ganti rugi dari pembebasan hak Atas tanah dan Peran Pemerintah
dalam pemberian ganti rugi dari pembebasan hak atas tanah yang
sedang terikat hak tanggungan.

BAB V

:

KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan

bab

penutup

dari

seluruh

rangkaian

bab-bab

sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan
uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

Universitas Sumatera Utara