TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI (3)

TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

PENGERTIAN TOLERANSI
Toleransi adalah sikap tenggang rasa, menghargai, membiarkan, atau membolehkan orag
lainuntuk berpendapat atau berpendirian yang berbeda dengan dirinya. Toleransi bahasa Arabnya
adalah tasamuh yang artinya sama-sama berlaku baik, lemah lembut, dan saling pemaaf. Dalam
pengertian umum, toleransi adalah sikap akhlak terpuji dalam pergaulan.
TOLERANSI DALAM ISLAM
Toleransi dalam Islam bukan berarti bersikap sinkretis. Pemahaman yang sinkretis dalam
toleransi beragama merupakan kesalahan dalam memahami arti tasâmuh yang berarti
menghargai, yang dapat mengakibat-kan pencampuran antar yang hak dan yang batil (talbisu alhaq bi al-bâtil), karena sikap sinkretis adalah sikap yang menganggap semua agama sama.
Sementara sikap toleransi dalam Islam adalah sikap menghargai dan menghormati keyakinan dan
agama lain di luar Islam, bukan menyamakan atau mensederajatkannya dengan keyakinan Islam
itu sendiri.
Sikap toleransi dalam Islam yang berhubungan dengan akidah sangat jelas yaitu ketika Allah
SWT. memerintahkan kepada Rasulullah SAW. untuk mengajak para Ahl al-Kitabuntuk hanya
menyembah dan tidak menye-kutukan Allah swt.
AYAT AL-QUR’AN & HADITS YANG MENJELASKAN TOLERANSI


Q. S. Al-Kafirun(109) : 1-6


Artinya :
1)

Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir !

2)

Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,

3)

dan kamu bukan penyembah apa yang kamu sembah,

4)

dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,

5)


dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah,

6)

Untukmu agamau, dan untukku agamaku.

Asbabun Nuzul
Salah satu riwayat menyebutkan bahwa sekelompok pemuka kafir Quraisy datang menemui
Rasulullah SAW.. Kedatangan mereka untuk mengajak Rasulullah bersekutu dalam segala hal,
termasuk dalam peribadahan. Mereka akan menyembah apa yang beliau sembah, beliau pun
diminta menyembah apa yang mereka sembah. Bahkan mereka akan menganngkat beliau sebagai
pemimpin. Dengan adanya peristiwa tersebut, maka turunlah wahyu Allah SWT., yaitu Q.S. AlKafirun.
Pada ayat 2 dan 4, Rasulullah SAW. menegaskan bahwa beliau tidak akan pernah menjadi
penyembah apa yang disembah orang kafir, yaitu berhala. Dan pada ayat 3 dan 5 Rasulullah
SAW., juga menegaskan bahwa orang kafir pun tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang
beliau sembah, yaitu Allah SWT.
Pada ayat 6 Rasulullah SAW. menegaskan bahwa orang kafir tetap pada agamanya dan beliau
bersama kaum muslimin tetap pada agama tauhid. Dengan demikian, ayat 6 ini sebagai landasan
hukum adanya tasamuh dalam beragama.
Kandungan Surah

a.

Kebenaran itu sumbernya dari Allah SWT. ;

b.

Manusia diberi kebebasan memilih mau beriman atau kafir bagi orang yang beriman dan
beramal sholeh disediakan Surga dan bagi orang yang kafir disediakan neraka ;

c.

Jika manusia memilih kafir dan melepaskan keimanan maka berarti mereka telah melakukan
kezhaliman.


Q. S. Al-Bayinah(98) : 1-8

Artinya :
1)


Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka)

tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,

2)

(yaitu) seorang rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang

suci (Al-Qur’an),
3)

di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus (benar),

4)

Dan tidaklah terpecah-belah orang-orang Ahli Kitab melainkan setelah datang kepada

mereka bukti yang nyata.
5)


Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-

mata (menjalankan) agama, dan juga agar melaksnakan sholat dan menunaikan zakat, dan yang
demikian itulah agama yang lurus (benar),
6)

Sungguh, orang-orang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan

masuk) ke neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah
sejahat-jahat makhluk.
7)

Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah

sebaik-baik makhluk.
8)

Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga ‘adn yang mengalir di bawahnya sungai-

sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun

rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.
Asbabun Nuzul
Sebenarnya, prinsip nabi-nabi terdahulu ialah sama dengan prinsip agama Islam yaitu
ketauhidan dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah SWT..
Meskipun agama yang dibawa nabi terdahulu sama dengan Islam, tetapi syariatnya berbedabeda. Misalnya dalam menjalankan kewajiban dan tata cara beribadah.
Surah Al-Bayinah yang berkaitan dengan toleransi adalah ayat 1-2 . Kedua ayat ini menjelaskan
sikap tegas yang dimiliki oleh orang-orang kafir dari golongan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani)
dan orang-orang musyrik. Mereka menyatakan tidak akan meninggalkan ajaran agama mereka
sampai datang keterangan yang nyata. Keterangan itu adalah nabi akhir zaman yang mereka
dambakan akan memancarkan lembaran-lembaran suci sebagai pedoman hidup. Mereka
menganggap bahwa peribadatan yang mereka lakukan saat itu benar sehingga mereka
mempertahankannya. Dengan demikian, sikap tegas mereka sebagai bukti dimilikinya fanatisme
beragama.

Mereka sangat berharap nabi akhir zaman yang mereka tunggu-tunggu itu berasal dari golongan
mereka, yaitu bani Israil. Akan tetapi, Allah SWT. mengutus nabi yang terakhir bukan dari
golongan bani Israil, muncullah rasa iri pada diri mereka. Upaya untuk membunuh Rasulullah
SWT. dan menghancurkan umat Islam selalu mereka lakukan. Hal ini akan berlangsung hingga
akhir zaman.
3.


Q. S. Al-Kahfi(18) : 29

Artinya :
Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu, barangsiapa
menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah
dia kafir. “Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya
mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti
besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan
tempat istirahat yang paling jelek.
Kandungan Surah
a.

Kebenaran itu sumbernya dari Allah SWT. ;

b.

Manusia diberi kebebasan memilih mau beriman atau kafir bagi orang yang beriman dan
beramal sholeh disediakan Surga dan bagi orang yang kafir disediakan neraka ;


c.

Jika manusia memilih kafir dan melepaskan keimanan maka berarti mereka telah melakukan
kezhaliman.

4.

Q. S. Yunus(10) : 40-41

Artinya :
40) Dan diantara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al-Qur’an), dan diantaranya
ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Rabbmu lebih mengetahui
tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.

41) Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka katakanlah “Bagiku pekerjaanku
dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap yang aku kerjakan dan aku
pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.
Kandungan surah
a.


Ada golongan umat manusia yg beriman terhadap al-qur'an dan ada yg tdk beriman kepada

Al-Qur'an ;
b.

Allah SWT. mengetahui sikap dan perilaku orang-orang yang beriman yang bertakwa

kepada Allah SWT. dan orang-orang yang tidak beriman yang berbuat durhaka kepada Allah
SWT. ;
c.

Orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. harus yakin bahwa Tasul Allah SWT. yang

terakhir adalah Nabi Muhammad SAW. dan Al-Qur'an adalah kitab suci yg harus dijadikan
pedoman umat manusia sampai akhir zaman.
5.

Hadits
Di dalam salah satu hadis Rasulullah saw., beliau bersabda :
‫ع بباسس‬

‫عبن بداحوبد ببنن ال ب ح‬
‫عنن اببنن ب‬
‫عبن نعك بنربمبة ب‬
‫حبصي بنن ب‬
‫حابق ب‬
‫ح بمحد ببحن نإبس ب‬
‫بح بدث بننا عبد الله حدثنى أبى حدثنى ي بنزيحد بقابل أنا حم ب‬

.‫ححة‬
‫عل بي بنه بوبسل ببم أ ب بحي ا بل ببدبيانن أ ببح بح‬
‫بقابل نقيبل لنبرحسونل الل بنه بص بلى الل بحه ب‬
‫حننينفي بحة ال بسبم ب‬
‫ب نإبلى الل بنه بقابل ال ب ب‬

[Telah menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan kepada saya Abi telah
menceritakan kepada saya Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin
Ishaq dari Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, ia berkata; Ditanyakan kepada
Rasulullah saw. "Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?" maka beliau bersabda: "AlHanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)]"
D. TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA
1.


Kaitan toleransi dengan persaudaraan sesama Muslim
Berkaitan dengan hubungan toleransi dengan persaudaraan sesama Muslim, dalam hal ini Allah
SWT. Berfirman :
‫حوا ببي ببن أ ببخبوي بك حبم بوات بحقوا الل ببه ل ببعل بك حبم تحبربححموبن‬
‫نإن ببما ال بحمبؤنمحنوبن نإبخبوةة بفأ ببصلن ح‬

[Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat].
Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa orang-orang mukmin bersaudara dan memerintahkan
untuk melakukan islah (mendamaikannya untuk perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi
kesalahpahaman di antara mereka atau kelompok umat Islam.
Untuk mengembangkan sikap toleransi secara umum, terlebih dahulu dengan mensikapi
perbedaan (pendapat) yang (mungkin) terjadi pada keluarga dan saudara sesama muslim. Sikap
toleransi dimulai dengan cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan menyadari
adanya perbedaan dan menyadari bahwa semua adalah bersaudara, maka akan timbul rasa kasih
sayang, saling pengertian yang pada akhirnya akan bermuara pada sikap toleran. Dalam konteks
pengamalan agama, Al-Qur’an secara tegas memerintahkan orang-orang mukmin untuk kembali
kepada Allah SWT. dan sunnah Rasulullah SAW..
2.

Kaitan toleransi dengan mu’amalah antar umat beragama
Toleransi antar umat beragama dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama
masyarakat penganut agama lain dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip
keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah
maupun tidak beribadah dari satu pihak ke pihak lain. Sebagai implementasinya dalam praktek
kehidupan sosial dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah
sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga
yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling
menghormati, saling memulia-kan dan saling tolong-menolong. Hal ini telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW. saat beliau dan para sahabat sedang berkumpul, lewatlah rombongan orang
Yahudi yang mengantar jenazah. Nabi Muhammad saw. langsung berdiri memberikan
penghormatan. Seorang sahabat berkata: “Bukankah mereka orang Yahudi, ya Rasul?” Nabi
saw.. menjawab “Ya, tapi mereka manusia juga”. Hadis ini hendak menjelaskan bahwa, bahwa
sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan urusan Allah SWT. dan tidak ada
kompromi serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan urusan mu’amalah antar sesama tetap
dipelihara dengan baik dan harmonis.

Saat Umar bin Khattab ra. memegang amanah sebagai khalifah, ada sebuah kisah dari banyak
teladan beliau tentang toleransi, yaitu saat Islam berhasil membebaskan Jerusalem dari penguasa
Byzantium pada Februari 638 M. Tidak ada kekerasan yang terjadi dalam ‘penaklukan’ ini.
Singkat cerita, penguasa Jerusalem saat itu, Patriarch Sophorinus, “menyerahkan kunci” kota
dengan begitu saja. Suatu ketika, khalifah Umar dan Patriarch Sophorinus menginspeksi gereja
tua bernama Holy Sepulchre. Saat tiba waktu shalat, beliau ditawari Sophronius shalat di dalam
gereja itu. Umar menolak seraya berkata, “Jika saya shalat di dalam, orang Islam sesudah saya
akan menganggap ini milik mereka hanya karena saya pernah shalat di situ.” Beliau kemudian
mengambil batu dan melemparkannya keluar gereja. Di tempat batu jatuh itulah beliau
kemudian shalat. Umar kemudian menjamin bahwa gereja itu tidak akan diambil atau dirusak
sampai kapan pun dan tetap terbuka untuk peribadatan umat Nasrani.
3.

Tidak ada toleransi dalam akidah
Mengenai sistem keyakinan dan agama yang berbeda-beda, Al-Qur’an menegaskan:
‫عانبحدوبن بما‬
‫حقبل بيا أ بي بحبها ال ب ب‬
‫عانبحدوبن بما أ ب ب‬
‫كانفحروبن بلا أ ب ب‬
‫عببدتبحبم بوبلا بأنتحبم ب‬
‫عانبةد بما ب‬
‫عبححد بوبلا أ ببنا ب‬
‫عبححد بما تببعبححدوبن بوبلا بأنتحبم ب‬
‫عبححدل بك حبم ندين حك حبم بولنبي ندينن‬
‫أب ب‬
[Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmulah agamamu, dan untukku agamaku].
Latar belakang turunnya ayat ini (asbấb an-nuzủl), ketika kaum kafir Quraisy berusaha
membujuk Rasulullah saw., "Sekiranya engkau tidak keberatan mengikuti kami (menyembah
berhala) selama setahun, kami akan mengikuti agamamu selama setahun pula." Setelah
Rasulullah SAW. membacakan ayat ini kepada mereka maka berputus-asalah kaum kafir Quraisy,
sejak itu semakin keras sikap permusuhan mereka kepada Rasulullah SAW.. Dua kali Allah swt.
memperingatkan Rasulullah SAW. : "Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu tidak menyembah Tuhan yang aku sembah." Artinya, umat Islam sama sekali tidak boleh
melakukan peribadatan yang diadakan oleh non-muslim, dalam bentuk apapun.
Ayat ini menegaskan, bahwa semua manusia menganut agama tunggal merupakan suatu
keniscayaan. Sebaliknya, tidak mungkin manusia meng-anut beberapa agama dalam waktu yang
sama atau mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, Al-Qu’ran

menegaskan bahwa umat Islam tetap berpegang teguh pada sistem ke-Esaan Allah secara mutlak,
sedangkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkannya sendiri.
Dalam kondisi sekarang, maka melakukan do'a bersama orang-orang non-muslim (istighasah),
menghadiri perayaan Natal, mengikuti upacara pernikahan mereka atau mengikuti pemakaman
mereka merupakan cakupan dari surah Al-Kafirun. Semua hal itu tidak boleh diikuti umat Islam,
karena berhubungan dengan akidah dan ibadah. Orang-orang non-muslim juga tidak ada gunanya
mengikuti peribadatan kaum muslimin, karena sama sekali tidak ada nilainya dihadapan Allah
SWT.
Dalam memahami toleransi, umat Islam tidak boleh salah kaprah. Toleransi terhadap non-muslim
hanya boleh dalam aspek muamalah (perdagangan, industri, kesehatan, pendidikan, sosial, dan
lain-lain), tetapi tidak dalam hal akidah dan ibadah. Islam mengakui adanya perbedaan, tetapi
tidak boleh dipaksakan agar sama sesuatu yang jelas-jelas berbeda.
Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad SAW. merupakan teladan yang baik dalam implementasi
toleransi beragama dengan merangkul semua etnis, dan apapun warna kulit dan kebangsaannya.
Kebersamaan merupakan salah satu prinsip yang diutamakan, yang terkait dengan karakter
moderasi dalam Islam, di mana Allah swt berkeinginan mewujudkan masyarakat Islam yang
moderat, sebagaimana firman-Nya :
‫عل بي بك حبم بشنهيدا ا‬
‫عبلى ال بنانس بوي ب ح‬
‫بوك ببذلنبك بجبعل ببناك حبم أ ح بماة بوبسطا ا لن بتب ح‬
‫كوبن ال برحسوحل ب‬
‫كوحنوا ب حشبهبداء ب‬
[Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu].
E. PENERAPAN TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
1.

Tidak memaksakan keyakinan kepada orang lain kerena tidak dibenarkan oleh agama dan akal
sehat ;

2.

Sabar dalam menghadapi sikap orang-orang yang mendustakan Islam, sebagaimana rasul
terdahulu ;

3.

Bersahaja dalam melaksanakan dakwah, tidak mengikuti jalan pikiran objek dakwah ;

4.

Bebas menjalin hubungan dengan non muslim selama tidak menyangkut masalah akidah dan
ibadah.

F.

HIKMAH BERTOLERANSI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

1.

Menghargai kepada sesama ciptaan Allah SWT. ;

2.

Menghindari terjadinya perpecahan ;

3.

Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan ;

4.

Tenggang rasa dan suka menolong kepada orang lain ;

5.

Menciptakan kehidupan masyarakat yang aman dan damai ;

BAB III
PENUTUP
A.

KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan pada pembahasan, maka dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan, antara lain :

1.

Toleransi adalah sikap memberikan kemudahan, berlapang dada, mendiamkan, dan menghargai
;

2.

Islam merupakan agama yang menjadikan sikap toleransi sebagai bagian yang terpenting, sikap
ini lebih banyak teraplikasi dalam wilayah interaksi sosial sebagaimana yang ditunjukkan dari
sikap Rasulullah SAW. terhadap non muslim pada zaman beliau masih hidup ;

3.

Sikap toleransi dalam beragama adalah menghargai keyakinan agama lain dengan tidak
bersikap sinkretis yaitu dengan menyamakan keyakinan agama lain dengan keyakinan Islam itu
sendiri, menjalankan keyakinan dan ibadah masing-masing ;

4.

Sikap toleransi tidak dapat dipahami secara terpisah dari bingkai syariat, sebab jika terjadi,
maka akan menimbulkan kesalah pahaman makna yang berakibat tercampurnya antara yang hak
dan yang batil ;

5.

Ajaran toleransi merupakan suatu yang melekat dalam prinsip-prinsip ajaran Islam
sebagaimana terdapat pada iman, islam, dam ihsan.

B.

SARAN

Terapkan sikap toleransi pada setiap diri kita agar terciptanya kerukunan dan kedamaian dalam
lingkungan kehidupan.
Bertoleransi bukan berarti kita tidak peduli terhadap orang lain, melainkan menanamkan sikap
yang positif untuk menghargai orang lain.