PERANAN GURU PAI DALAM PEMBENTUKAN AKHLAQUL KARIMAH SISWA DI SMP NEGERI TERBUKA 25 SURABAYA.

(1)

PERANAN GURU PAI DALAM PEMBENTUKAN AKHLAQUL

KARIMAH SISWA DI SMP NEGERI TERBUKA 25 SURABAYA

SKRIPSI

Oleh:

Roudhotul Adnan

NIM: D01211070

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2015


(2)

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Roudhotul Adnan

Nim : D01211070

Fakultas/Prodi : Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Peranan Guru PAI Dalam Pembentukan Akhlaqul Karimah

Siswa di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 05 Februari 2015 Saya yang menyatakan,

Roudhotul Adnan NIM. D01211070


(4)

Peranan Guru PAI Dalam Pembentukan Akhlaqul Karimah Siswa di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya

Roudhotul Adnan ( D01211070)

Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Abstrak

Guru merupakan salah satu komponen terpenting dalam pendidikan dan mempunyai peranan yang sangat besar. Salah satu peranan guru, terutama guru agama adalah memberikan contoh dan teladan yang baik kepada para siswanya. Gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan sekaligus mendidik dengan nilai-nilai positif melalui bimbingan dan keteladanan. Karena itu guru dituntut agar dapat memberikan bimbingan dan motivasi sebaik mungkin kepada siswanya agar tercapai tujuan pendidikan. Melihat pentingnya peranan guru yang ikut serta dalam menyukseskan tercapainya tujuan pendidikan, maka hal tersebut sangat relevan dalam membina akhlak peserta didik supaya menjadi muslim yang sejati, karena akhlak sangat penting bagi pembentukan sikap dan tingkah laku anak, agar menjadi anak yang baik dan berakhlak karena pembentukan akhlak yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan Islam serta menjadi penuntun untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pembentukan akhlaq siswa di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya? 2. Bagaimana peranan guru PAI dalam pembentukan akhlaqul karimah siswa di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya? 3. Apa saja faktor penghambat dan pendukung guru PAI dalam pembentukan akhlaqul karimah siswa di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya?

Penelitian ini menggunakan penelitian metode kualitatif deskriptif karena penelitian ini termasuk penelitian lapangan atau field research dan data primernya menggunakan data yang bersifat verbal yaitu berupa deskriptif yang diperoleh dari lapangan. Oleh karena itu, penulis menempuh tiga langkah utama dalam penelitian ini, yaitu Reduksi Data, Penyajian Data, Verifikasi dan simpulan Data.

Ditemukan bahwa Akhlak siswa cukup, akan tetapi masih Pembentukan akhlak siswa yang dilakukan guru PAI di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya yaitu membimbing dan mengarahkan agar siswa berperilaku baik dan disiplin, tidak melanggar aturan sebagai cerminan akhlak terpuji mereka adalah dengan selalu memberikan arahan/pembinaan ketika berada dalam kelas dan di luar kelas serta pembiasaan-pembiasaan. Peranan guru PAI sangatlah luas dalam pembentukan akhlaqul karimah siswa yaitu guru sebagai pengajar, pembimbing, pengelola kelas, perencana, motivator, dan evaluator. Faktor pendukung untuk guru PAI adalah guru dan sarana prasarana. Untuk penghambat yang dihadapi yaitu kurangnya perhatian orangtuaa, Broken home, maraknya dunia informasi dan siswa itu sendiri yang kurang konsentrasi.


(5)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ………. i

PERSETUJUAN SKRIPSI ………. ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv

MOTTO……… v

PERSEMBAHAN……… vi

KATA PENGANTAR ………. vii

ABSTRAK ………... x

DAFTAR ISI ……… xi

DAFTAR TABEL ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Telaah Pustaka ……….. ... 9

F. Definisi Operasional ... 10

G. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) ... 14

B. Tinjauan Tentang Pembentukan Akhlaqul Karimah ... 33


(6)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 56

B. Jenis dan Sumber Data ... 57

C. Tahap-tahap penelitian ... 58

D. Kehadiran Peneliti ... 59

E. Metode Pengumpulan Data ... 60

F. Metode Analisis Data ... 65

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya ... 66

1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya... 66

2. Identitas dan Letak Geografis ... 64

3. Struktur Organisasi... 68

4. Pengelolaan Kelembagaan ... 65

5. Keadaan Tenaga Kependidikan... 70

6. Keadaan Administratif... 77

7. Keadaan Siswa... 78

8. Sarana dan Prasarana... 79

B. Penyajian dan Analisis Data ... 83

1. Pembentukan Akhlak Siswa Di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya ... 84


(7)

2. Peranan Guru PAI Dalam Pembentukan Akhlaqul Karimah

Siswa ... 90

3. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Dalam Pembentukan

Akhlaqul Karimah Siswa ... 102 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 111 B. Saran... 113 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Guru Bina SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya ... 76 Tabel 4.2 Guru Pamong SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya ... 77 Tabel 4.3 Tenaga TU dan Petugas Kebersihan

SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya... 78 Tabel 4.4 Jumlah siswa SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya... 79 Tabel 4.5 Tempat Kegiatan Belajar (TKB)

SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya... 80 Tabel 4.6 Sarana Dan Prasarana SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya... 80


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kartu Konsultasi

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Skripsi

Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 4 Pedoman Observasi


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu proses multi dimensial yang meliputi bimbingan atau pembinaan yang dilakukan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.1 Senada dengan pengertian pendidikan tersebut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.2

Dalam perkembangannya, ketika dicanangkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada tahun 1994, SMP Terbuka dijadikan salah satu program andalan untuk mensukseskan program ini. Penyelenggaraan SMP Terbuka merupakan salah satu bentuk aplikasi konsep teknologi pendidikan untuk mengatasi masalah perluasan kesempatan belajar. Melalui SMP Terbuka diupayakan agar siswa dapat melaksanakan kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik pebelajar.

1 A.D Ahmad Marimba, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: Al-Maarif, 1989), h. 5.

2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,


(11)

2

SMP Terbuka merupakan salah satu sekolah alternatif dari pemerintah untuk anak-anak yang belum sempat meneruskan jenjang pendidikan karena berbagai faktor yang melatar belakanginya. Faktor dominan adalah tidak adanya biaya yang mencukupi untuk memperoleh pendidikan yang layak (tentunya dibandingkan dengan sekolah reguler, baik sistem, kurikulum, maupun sarana dan prasarana).

SMP Terbuka diharapkan dapat menjangkau anak-anak usia SMP yang tidak dapat mengikuti pendidikan di SMP reguler (biasa). SMP Terbuka menjadi solusi bagi anak-anak yang tidak memiliki waktu untuk mengikuti pendidikan di SMP reguler akibat kendala sosial ekonomi, hambatan transportasi, letak geografis yang sulit dan kendala waktu karena harus membantu orangtua bekerja.3 Oleh karena itu, Sistem pendidikan terbuka dapat dijadikan alternatif untuk memberikan layanan pendidikan bagi kelompok anak yang memiliki kendala semacam itu. Jadi, sangat beralasan jika akhirnya pemerintah Indonesia menetapkan SMP Terbuka sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi masalah perluasan kesempatan belajar.

Pendidikan sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa komponen yang masing-masing saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai keberhasilan pendidikan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan demikian setiap komponen memiliki sifat tergantung sesamanya. Keselarasan antar komponen ini

3Atwi Suparman dan Aminudin Zuhairi, Pendidikan Jarak Jauh Teori dan Praktek (Jakarta :


(12)

3

akan menopang keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan, salah satu diantara komponen tersebut adalah alat pendidikan. Menurut Jalaluddin alat pendidikan adalah segala sesuatu yang bisa menunjang kelancaran pendidikan dan salah satu dari alat pendidikan tersebut adalah pendidik. 4

Pengertian pendidikan tersebut memberikan gambaran bahwa dalam proses pendidikan mutlak terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik. Kualitas proses interaksi dalam kegiatan belajar di sekolah atau di kelas ditentukan oleh bagaimana guru mampu mengelola kelas, menguasai materi yang disampaikan, menggunakan metode yang tepat, serta penggunaan strategi dan pendekatan yang sesuai. Kegiatan itu semua merupakan tugas dan kewajiban seorang guru untuk menata, menyusun dan mengorganisasikannya. Dengan demikian faktor yang banyak mendukung terhadap keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan adalah guru.

Pada dasarnya pendidikan yang pertama dan utama adalah orangtua merupakan penanggung jawab pertama dan yang utama terhadap pembinaan akhlak dan kepribadian seorang anak. Orang tua dapat membina dan membentuk akhlak dan kepribadian anak melalui sikap dan cara hidup yang diberikan orang tua yang secara tidak langsung merupakan pendidikan bagi sang anak. Dalam hal ini perhatian yang cukup dan kasih sayang dari orang tua tidak dapat dipisahkan dari upaya membentuk akhlak dan kepribadian seseorang. Namun ada beberapa faktor yang menyebabkan orangtua tidak dapat selamanya mendidik anaknya


(13)

4

sendiri, misalnya tuntutan orangtua yang semakin banyak dan pendidikannya yang rendah, sehingga ia (orangtua) menyerahkan anaknya pada sekolah. Dengan demikian pendidikan merupakan pembantu orangtua dalam mengembangkan dan membina potensi anak didik pada tahap berikutnya, sehingga definisi pendidik dapat diartikan setiap orang atau mereka yang memberikan mata pelajaran tertentu pada anak didik di sekolah.5

Guru merupakan salah satu komponen terpenting dalam pendidikan dan mempunyai peranan yang sangat besar dan strategis. Salah satu peranan guru, terutama guru agama adalah memberikan contoh dan teladan yang baik kepada para siswanya. Hal ini disebabkan gurulah yang berada di barisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan. Gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan sekaligus mendidik dengan nilai-nilai positif melalui bimbingan dan keteladanan. Karena itu guru dituntut agar dapat memberikan bimbingan dan motivasi sebaik mungkin kepada siswanya agar tercapai tujuan pendidikan. Pendek kata, guru mempunyai peranan yang sangat besar dan strategis dalam proses pendidikan.

Sesuai dengan posisi dan tanggung jawabnya, maka tugas dan tanggung jawab guru bukan sekedar mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa melainkan lebih dari itu, yakni guru juga berkewajiban membina sikap dan membentuk watak dan jiwa anak didik yang sangat memerlukan masukan posistif dalam

5 Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: CV. Misika Anak


(14)

5

bentuk ajaran agama, ideologi dan lain-lain.6 Disamping itu, dalam menjalankan tugasnya guru bukanlah sebatas kata-kata akan tetapi juga dalam bentuk perilaku, tindakan dan contoh (teladan) yang baik bagi siswanya, karena tingkah laku guru akan menjadi panutan siswa-siswanya. Jadi, tugas guru tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan saja. Tetapi lebih dari itu tugas proritas guru adalah bagaimana membawa hati anak didik dekat dengan Allah SWT.

Melihat pentingnya peranan guru diatas dan ikut serta dalam menyukseskan tercapainya tujuan pendidikan, maka hal tersebut sangat relevan dalam membina akhlak peserta didik supaya menjadi muslim yang sejati, karena akhlak sangat penting bagi pembentukan sikap dan tingkah laku anak, agar menjadi anak yang baik dan berakhlak karena pembentukan akhlak yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan Islam serta menjadi penuntun untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Seseorang tanpa dilandasi akhlaqul karimah (akhlak mulia) maka segalanya akan membawa malapetaka, hidup ini akan kacau balau, tidak dapat lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga kehidupan bermasyarakat akan menjadi berantakan.

Pentingnya akhlaq ini tidak saja dirasakan oleh manusia dalam kehidupan perseorangan, tetapi juga dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, bahkan tidak kurang-kurangnya juga dirasakan dalam kehidupan berbangsa atau bernegara. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasirudin Razak “Pendidikan

6 Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung:


(15)

6

Akhlaqul Karimah (akhlak mulia) adalah faktor penting dalam membina suatu

umat untuk membangun suatu bangsa.”7

Manusia dapat dikatakan makhluk yang mulia, jika dalam dirinya melekat akhlak islam yaitu akhlaqul karimah. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi yang dibawa Nabi Muhammad SAW tidak lain adalah untuk mentransformasikan moral dan spiritual dalam kehidupan manusia seperti yang terdapat dalam hadits nabi Muhammad SAW yang berbunyi:


(16)

7

Seperti adanya perkelahian antar teman, tidak sopan terhadap guru dan lain-lainnya. Dengan bekal pendidikan akhlaqul karimah yang kuat diharapkan akan lahir anak-anak masa depan yang memiliki keunggulan kompetitif yang ditandai dengan kemampuan intelektual yang tinggi (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang diimbangi dengan penghayatan nilai keimanan, akhlak, psikologis, dan sosial yang baik.9

Dari sini, dapat diambil kesimpulan bahwa guru agama bukan sekedar mengajar ilmu pengetahuan agama saja, tetapi guru harus bisa mendidik, mengarahkan, mengisi rohani mereka, memberi motivasi, menanamkan dan menumbuhkan budi pekerti dan akhlak yang baik serta melatih mereka untuk membiasakan berbuat baik dan beribadah kepada Allah SWT sehingga pemahaman tersebut bukan hanya pemahaman saja tetapi juga diamalkan. Oleh karena itu peranan seorang guru terutama guru agama islam diupayakan untuk dapat membentuk akhlak siswa agar memiliki kepribadian muslim serta berakhlaqul karimah.

Berpijak dari paparan diatas, maka penulis akan mengadakan penelitian yang berjudul Peranan Guru PAI Dalam Pembentukan Akhlaqul Karimah Siswa Di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya.

9 Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Misaka Galiza, 2003),


(17)

8

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pembentukan akhlaq siswa di SMP Negeri Terbuka 25

Surabaya?

2. Bagaimana peranan guru PAI dalam pembentukan akhlaqul karimah siswa

di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya?

3. Apa saja faktor penghambat dan pendukung guru PAI dalam pembentukan

akhlaqul karimah siswa di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitiannya adalah:

1. Untuk mendeskripsikan pembentukan akhlaq siswa di SMP Negeri Terbuka

25 Surabaya

2. Untuk mendeskripsikan peranan guru PAI dalam pembentukan akhlaqul

karimah siswa di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya

3. Untuk mendeskripsikan faktor penghambat dan pendukung guru PAI dalam

pembentukan akhlaqul karimah siswa di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya

D. Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian yang penulis lakukan, terdapat beberapa manfaat, baik secara teoritis maupun praktis :


(18)

9

a. Aspek Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan secara

teoritis khususnya bagi guru untuk menjalankan perannya di lembaga formal (sekolah) maupun non formal seperti di lembaga-lembaga pelatihan. Serta memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan pengajaran agama khususnya. b. Aspek Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan sebagai masukan khusunya bagi guru pendidikan agama islam dan budi pekerti.

E. Telaah Pustaka

Dalam penelitian terdahulu kali ini penulis akan mendeskripsikan beberapa karya skripsi sebelumnya yang ada kaitanya tentang peranan guru PAI dalam pembentukan akhlaqul karimah siswa, di antaranya:

Pertama, Sri Indayani, Riska, 2005. Alumnus UIN malang dengan judul Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa Di SMP Negeri 13 Malang. Dalam skripsi tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam yang diselenggarakan di SMP Negeri 13 Malang mempunyai peran yang sangat penting dalam pembinaan akhlakul karimah siswa, dengan Pendidikan Agama Islam siswa-siswi lebih bisa mengontrol diri mereka dan merubah sikap buruk mereka.


(19)

10

Kedua, Siti Rohmawati, 2012. Alumnus Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya menulis skripsinya berjudul Pengaruh penerapan strategi developmentaly appropiate practice (DAP) terhadap pembentukan akhlaqul karimah siswa pada kelas VII A di SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya. Dalam skripsi tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa ada pengaruh yang positif antara pengaruh penerapan strategi DAP terhadap pembentukan akhlaqul karimah siswa pada kelas VII A di SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya

Kedua penelitian skripsi di atas mempunyai keterkaitan dengan skripsi yang ditulis yaitu pembentukan akhlak, berbeda dengan penelitian yang akan penulis laksanakan pada skripsi ini. skripsi ini terfokus pada peranan guru PAI dalam pembentukan akhlak pada siswa. Oleh karena itu, pada skripsi kali ini penulis akan mencoba mengangkat sebuah penelitian dengan judul Peranan Guru PAI Dalam Pembentukan Akhlaqul Karimah Siswa Di Smp Negeri Terbuka 25 Surabaya

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan terhadap judul skrispsi Peranan Guru PAI Dalam Pembentukan Akhlaqul Karimah Siswa Di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya, maka penulis akan memaparkan sebagai berikut:


(20)

11

1. Peranan adalah Tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa.10

2. Guru PAI adalah berarti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya,

profesinya) mengajar mata pelajaran PAI.11 Jadi peranan guru PAI yang dimaksud disini adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh orang yang pekerjaannya mengajar mata pelajaran PAI sehingga membuat seseorang tahu atau mampu untuk melaksanakan sesuatu, atau memberikan pengetahuan dan keahlian dalam suatu peristiwa.

3. Pembentukan adalah Pembentukan berasal dari akar kata bentuk yang

mempunyai makna proses, perbuatan, cara membentuk.12

4. Akhlaqul karimah adalah Budi pekerti yang mulia, adat kebiasaan, perangai atau segala sesuatu yang menjadi tabiat.13

5. Siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.14

Jadi, yang dimaksud dengan pembentukan akhlaq adalah proses bimbingan dan usaha sungguh-sungguh yang bertujuan untuk mengarahkan, memperbaiki, membentuk siswa agar berakhlaqul karimah dan sesuai dengan ajaran agama islam. Pembentukan akhlaq dalam hal ini lebih difokuskan dalam pembentukan akhlak siswa yang dibatasi dalam hal-hal antara lain : ketaatan

10 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), Cet. 3, h.

751.

11 Ibid, h.330.

12 Ibid, h.119.

13 Mahjuddin Haji, Akhlaq Tasawuf II, (Jakarta: Kalama Mulia, 2010) h. 1


(21)

12

siswa terhadap tata tertib sekolah, terhadap kewajiban agama, sikap terhadap guru dan teman, serta kejujuran.

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa peranan guru PAI dalam pembentukan akhlaqul karimah siswa di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya adalah segenap proses yang dilakukan oleh guru agama guna dalam mengarahkan tenaga dan pikiran untuk melakasanakan, mempertahankan dan menyempurnakan sesuatu yang telah ada dalam diri siswa, sehingga mereka memiliki budi pekerti yang baik dan mulia sesuai dengan ajaran agama islam.

G. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan dalam penelitian (skripsi) ini mengarah kepada maksud yang sesuai dengan judul, maka pembahasan ini penulis susun menjadi lima bab dengan rincian sebagai berikut:

BAB I merupakan bab Pendahuluan yang memuat tentang langkah-langkah penelitian yang berkaitan dengan rancangan pelaksanaan penelitian secara umum. Terdiri dari sub-sub bab tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Definisi Operasional, Dan Sistematika Pembahasan.

BAB II merupakan bab Kajian Teori, yang menguraikan tentang teori- teori yang berkenaan dengan skripsi ini yaitu: kajian tentang Peranan Guru PAI Dalam Pembentukan Akhlaqul Karimah Siswa Di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya meliputi:


(22)

13

Pertama, Tinjauan tentang guru PAI yang terdiri dari Pengertian PAI, Syarat-Syarat Guru PAI, Sifat Guru PAI, Tanggungjawab Dan Tugas Guru PAI Serta Peranan Guru PAI.

Kedua, tentang Akhlaqul karimah yang terdiri dari Pengertian Akhlak, Dasar Akhlaq, Tujuan Pembentukan Akhlaq, Metode Pembentukan Akhlaq, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak, Langkah-Langkah Dalam Pembentukan Akhlaqul Karimah.

Ketiga, tentang Peranan Guru PAI Dalam Pembentukan Akhlaqul Karimah Siswa BAB III merupakan bab Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang, Jenis dan Pendekatan Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Tahap-tahap Penelitian, Kehadiran Peneliti Metode Pengumpulan Data, Metode Analisis Data.

BAB IV merupakan BAB Hasil Penelitian yang berisi tentang data khusus tentang Gambaran umum mengenai SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya serta Penyajian dan Analisis data

BAB V PENUTUP merupakan Bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran-saran yang diikuti dengan daftar pustaka serta lampiran-lampirannya.


(23)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang yang mendidik.1 Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.2 Pendidik dalam islam ialah siapa saja yang bertanggungjawab terhadap perkembangan anak didik.3 Pendidik adalah bapak rohani bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlaqul karimah (akhlak mulia) dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu pendidik mempunyai kedudukan yang tinggi dalam islam.4

Menurut Zakiyah Daradjat, Guru agama adalah pembina pribadi sikap dan pandangan hidup anak didik, karena itu setiap guru agama harus berusaha membekali dirinya dengan segala persyaratan sebagai guru, pendidik dan pembina hari depan anak didik.5 Pendidik merupakan salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan. Gurulah yang berada dibarisan terdepan

1 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), Cet. 3, h.

751.

2 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2010), h.159.

3Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,

2011), cet. 10, h. 74.

4 Suyanto, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 88.


(24)

dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan peserta didik dikelas melalui proses belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional dan moral serta spiritual.6

Lain halnya, menurut A.D Marimba Pendidik ialah orang yang memikul pertanggungan jawab untuk mendidik. Yang dimaksudkan pendidik disini adalah hanya manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik.7 Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Dari uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan yang dimaksud dengan guru pendidikan agama islam adalah seseorang yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan tertentu yaitu sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Oleh karena itulah pendidik yang akan bertanggungjawab dalam pembentukan pribadi anak didiknya. Terutama pendidikan agama, ia

6 Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru,

(Jakarta : Rajawali PERS, 2011),cet.7, h.40.

7 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif,


(25)

mempunyai pertanggungjawaban yang lebih berat dibandingkan dengan pendidikan pada umumnya, karena selain bertanggungjawab terhadap pembentukan pribadi anak yang sesuai dengan ajaran islam, ia juga bertanggungjawab terhadap Allah SWT. Oleh karena itu diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya.

2. Syarat-syarat Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Agar para guru agama dapat melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, maka dibutuhkan adanya syarat-syarat tertentu . Syarat adalah sifat minimal yang harus dipenuhi guru. Sebagai guru profesional harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu. Oleh karena itu, untuk menjadi guru harus memenuhi syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi seorang guru agar mudah dalam melaksanakan tugasnya.

Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru-guru pada umumnya yaitu termasuk didalamnya guru agama adalah sebagai berikut:

a. Syarat fisik:

1) Bentuk badannya bagus

2) Manis muka/berseri-seri


(26)

4) Dahinya terbuka dari rambutnya (bermuka bersih) 8 b. Syarat-syarat psikis:

1) Berakal sehat

2) Hatinya beradab

3) Tajam pemahamannya

4) Adil

5) Mempunyai ijazah formal

6) Sehat jasmani dan rohani

7) Takwa kepada Allah

8) Berakhlaq yang baik

9) Memiliki pribadi mukmin, muslim dan muhsin

10) Taat untuk menjalankan agama (menjalankan syariat islam, dapat memberi contoh tauladan yang baik untuk anak didiknya)

11) Memiliki jiwa pendidik dan rasa kasih sayang kepada anak didiknya

dan ikhlas jiwanya

12) Mengetahui dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang keguruan,

terutama didaktik dan metodik

13) Menguasai ilmu pengetahuan agama

14) Tidak mempunyai cacat rohaniah dan jasmaniah

15) Berilmu sebagai syarat untuk menjadi guru 16) Sehat jasmani


(27)

17) Berkelakuan baik9

Sedangkan menurut Soejono menyatakan bahwa syarat guru adalah sebagai berikut:

a. Umur, harus sudah dewasa

Tugas mendidik adalah tugas yang sangat penting karena menyangkut perkembangan seseorang. Oleh karena itu orang dewasa yang hanya dapat melakukan tugas tersebut karena memerlukan pertanggung jawaban, Anak-anak tidak bisa dimintai pertanggung jawaban. Di negarara kita, seseorang dianggap dewasa sejak umur 18 tahun atau sudah nikah. Menurut ilmu pendidikan adalah 21 tahun bagi anak laki-laki dan 18 tahun bagi anak perempuan. Bagi pendidik asli, yaitu orang tua tidak dibatasi umur minimal, apabila mereka telah mempunyai anak maka mereka boleh mendidik anaknya.

b. Harus sehat jasmani dan rohani

Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksanaan pendidikan, bahkan dapat membahayakan anak didik. Dari segi rohani, orang gila tidak bisa mendidik karena bisa membahayakan anak didik, dan orang idiot tidak mungkin bisa mendidik karena tidak mampu bertanggung jawab

c. Mempunyai kemampuan atau ahli dalam mengajar


(28)

Hal ini sangat penting bagi pendidik, baik guru maupun orang tua. Dengan pengetahuannya itu diharapkan ia akan lebih berkemampuan menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak baik di rumah maupun sekolah.

d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi

Syarat ini sangat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik. Dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan dalam mendidik selain mengajar, dedikasi tinggi diperlukan juga dalam meningkatkan mutu mengajar

Lain halnya, dengan Munir Mursi yang menyatakan syarat terpenting bagi guru dalam Islam adalah syarat keagamaan. Dengan demikian, syarat guru dalam Islam adalah sebagai berikut:

1. Umur, harus sudah dewasa

2. Kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani

3. Keahlian, harus menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik (termasuk ilmu mengajar)

4. Harus berkepribadian Muslim10

Itulah syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru agama, agar berhasil dalam tugasnya. Jadi, dapat disimpulkan jika syarat-syarat diatas sangat

10 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2013),


(29)

penting dimiliki seorang guru untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik dan mengajar. Syarat guru agama yang terpenting ialah hendaknya guru agama berkepribadian muslim, dewasa, serta dapat menjadi contoh atau tauladan dalam segala tingkah laku dan keadaannya.

3. Sifat Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Sifat guru yang dimaksudkan adalah pelengkap dari syarat-syarat guru diatas sehingga dapat dikatakan memenuhi syarat maksimal. Dalam melaksanakan tugasnya guru agama memiliki tanggungjawab yang sangat berat dan mulia yang dilimpahkan oleh orangtua kepadanya, yaitu mengajar ilmu pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam jiwa siswa agar kelak menjadi manusia yang sempurna sesuai dengan harapan masyarakat, orangtua, agama dan bangsa. Untuk itulah guru agama hendaknya memiliki sikap dan sifat-sifat yang dapat membantu tugasnya dan mendatangkan hasil yang baik.

Menurut M. Athiyah Al-Abrasyi, sifat-sifat yang harus dimiliki oleh guru:

1) Zuhud tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari

keridhaan Allah

2) Kebersihan guru. Seorang guru harus bersih dari tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwa, terhindar dari dosa besar, sifat riya’, dengki, permusuhan, peselisihan dan sifat tercela lainnya.


(30)

3) Ikhlas dalam pekerjaan.

4) Suka pemaaf. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya,

harus sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan jangan pemarah karena sebab-sebab kecil.

5) Seorang guru merupakan seorang bapak. Guru harus mencintai

muridnya seperti cintanya terhadap anak-anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka seperti memikirkan keadaan anak-anaknya sendiri.

6) Harus mengetahui tabiat murid. Guru harus mengetahui tabiat

pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran murid agar ia tidak keliru dalam mendidik peserta didik.

7) Harus menguasai mata pelajaran. Seorang guru harus sanggup

menguasai mata pelajaran yang diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya.11

Sedangkan Imron Rosyadi, menyatakan bahwa sifat-sifat guru muslim adalah sebagai berikut:

a. Kasih sayang

b. Senang memberi nasehat

c. Senang memberi peringatan

d. Senang melarang muridnya melakukan hal yang tidak baik

11 M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bulan


(31)

e. Bijak dalam memilih bahan atau materi pelajaran yang sesuai dengan

lingkungan murid

f. Hormat terhadap pelajaran lain yang bukan pegangannya

g. Bijak dalam memilih pelajaran yang sesuai dengan taraf kecerdasaan

murid

h. Mementingkan berpikir dan ijtihad i. Jujur dalam keilmuan

j. Adil dalam segala hal.12

Dari uraian tentang sifat-sifat guru diatas, terlihat bahwa untuk menjadi seorang guru yang baik dalam mengemban tugas serta tanggungjawabnya untuk mengantarkan peserta didik menjadi hamba Allah yang selalu mendapat ridhonya, dibutuhkan sifat-sifat khusus guru agama dan sifat guru yang paling utama yaitu sifat kasih sayang yang mampu memahami murid serta dapat menunjukkan perhatian ke murid. Bila guru telah memiliki kasih sayang yang tinggi kepada muridnya, maka guru tersebut akan berusaha sekuat-kuatnya untuk meningkatkan keahliannya karena ia ingin memberikan yang terbaik kepada muridnya.

4. Tanggungjawab dan Tugas Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

a. Tanggungjawab Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)


(32)

Guru agama mempunyai tanggungjawab yang sangat besar dan berat, oleh karena itu seorang guru agama harus memiliki kepribadian yang baik dimata anak didiknya dan masyarakat. Guru adalah orang yang bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap anak didik. Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan loyalitas berusaha membimbing dan membina anak didik agar dimasa mendatang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Tanggungjawab dan tugas guru amat sangat berat, yang tidak saja melibatkan kemampuan kognitif, tetapi juga kemampuan afektif dan psikomotorik.

Tanggungjawab guru agama menurut islam adalah melaksanakan pendidikan tersebut yang direalisasikan dalam wujud memberikan bimbingan baik pasif maupun aktif dalam hal spiritual ataupun etika. Memberi bimbingan pasif dalam artian bahwa si pendidik tidak mendahului masa peka religiusitas mereka, tetapi menunggu dengan seksama dan sabar. Sedang memberi bimbingan secara aktif dilaksanakan dengan:

1) Mengembangkan daya-daya religiusitas atau spiritualitas anak didik pada saat mengalami masa peka

2) Memberikan pengetahuan dan kecakapan dalam hal keagamaan


(33)

3) Memberi stimulus demi pengembangan kejiwaan dan idealisme mereka.13

Karena besarnya tanggungjawab guru terhadap anak didiknya, hujan dan panas bukanlah penghalang bagi guru untuk selalu hadir ditengah-tengah anak didiknya. Guru tidak pernah memusuhi anak didiknya meskipun suatu ketika anak didiknya berbuat kurang sopan pada orang lain. Bahkan dengan sabar dan bijaksana guru memberikan nasihat bagaimana cara bertingkah laku yang sopan pada orang lain.14

Jadi dapat disimpulkan, tanggungjawab seorang guru agama bukan hanya di sekolah atau waktu mengajar saja, tetapi tanggungjawab seorang guru agama itu meliputi tanggungjawab keluarga, sekolah dan masyarakat. Seorang guru terutama guru agama harus bertanggungjawab atas segala sikap, tingkah laku dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak peserta didik. Agar menjadi orang yang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa dimasa yang akan datang.

b. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Guru pendidikan agama islam mempunyai tugas sangat mulia bahkan mendapat peringkat tertinggi dalam islam. Untuk mengemban tugas yang mulia itu perlu adanya kesungguhan dengan sepenuh hati dalam melaksanakannya. Guru agama juga mempunyai tugas yang berat, yaitu

13 Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan Islam 1, h.129.

14Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka


(34)

ikut membina pribadi anak didik, disamping mengajarkan ilmu pengetahuan agama kepada anak didik. Guru agama harus membawa anak didik kearah pembinaan pribadi yang sehat dan baik. Setiap guru agama harus menyadari bahwa segala sesuatu pada dirinya merupakan unsur pembinaan bagi anak didik.

Tugas guru agama pada umumnya ialah:

1) Menanamkan keimanan dalam jiwa anak

2) Mengajarkan ilmu pengetahuan agama islam

3) Mendidik anak agar berbudi pekerti yang mulia 4) Mendidik anak agar taat menjalankan agama 15

Menurut Imam Al-Ghazali, memberikan spesifikasi tugas guru agama yang paling utama adalah menyempurnakan, membersihkan serta mensucikan hati manusia agar dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena tindakan yang akan dan telah dilakukan oleh seorang guru, senantiasa mempunayi arti serta pengaruh yang kuat bagi para santri atau siswanya, maka guru harus berhati-hati dalam menjalankan aktifitas sehari-hari.16

Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba, tugas pendidik dalam pendidikan Islam adalah membimbing, dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang kondusif bagi

15 Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Bandung: ARMICO, 1985) h.49.


(35)

berlangsungnya proses kependidikan, menambah an mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, serta senantiasa membuka diri terhadap seluruh kelemahan dan kekuranganya.17

Lain halnya menurut Zuhairini, tugas guru agama adalah mengajarkan ilmu pengetahuan agama islam, menanamkan keimanan dalam jiwa anak, mendidik anak agar taat dalam menjalankan ibadah dan mendidik anak agar berbudi pekerti yang mulia.18 Seperti Firman Allah:


(36)

sesuai dengan nilai-nilai Islam. Seorang guru tidak hanya bertugas sebagai seorang pemberi dan pemindah ilmu pengetahuan kepada siswa akan tetapi ia juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarahan, fasilitas dan perencanaan, disamping itu juga guru agama sebagai seorang pendidik dalam menanamkan berbagai aspek, baik itu aspek kognitif, afektif mapun psikomotorik.

5. Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Peran (role) adalah keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru.20 Secara umum guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan. Hal ini tidak dapat disangkal lagi terutama pada saat-saat permulaan taraf pendidikan dimana titik berat kebijaksanaan titik pertanggungjawaban terletak pada tangan seorang guru atau pendidik. Para pendidik dapat memilih kearah mana tujuan pendidikan, dasar-dasar apa yang akan dipakai, alat-alat apa yang yang akan dipergunakan. Disamping itu, guru adalah tauladan bagi para siswa.

Guru merupakan peranan utama dalam proses belajar-mengajar. Peranan guru adalah serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu dalam berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya.

20 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo


(37)

Guru mempunyai peranan yang amat luas, baik di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Di sekolah guru berperan sebagai pengajar, perencana, pengelola pengajaran dan pengelola hasil pembelajaran siswa.21

Banyak peranan yang diperlukan oleh guru sebagai pendidik. Peranan guru dalam proses belajar-mengajar dan membimbing anak didik mengembangkan potensinya meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Syaiful Bahri antara lain, guru sebagai korektor, inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor dan evaluator dan diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Korektor

Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. Latar belakang anak didik yang berbeda-beda sesuai dengan sosio-kultural masyarakat dimana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya. Semua nilai yang baik, guru harus pertahankan, dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik. Bila guru membiarkannya, berarti guru telah mengabaikan perannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan mengoreksi semua sikap. Tingkah laku dan perbuatan anak didik. Koreksi


(38)

yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya disekolah, tetapi diluar sekolah juga.

2) Inspirator

Sebagai inspirator guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan anak didiknya. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik. Petujuk itu tidak mesti tidak harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar, dari pengalamanpun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi oleh anak didik.

3) Informator

Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukaan dari guru. Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik.


(39)

Sebagai organisator, adalah sisi lain peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini gurur memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, dan sebagainya. Semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai efektifitas dan efisiensi dalam belajar pada diri anak didik. 5) Motivator

Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif dalam belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya disekolah. Setiap saat guru bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada diantara anak didik yang malas belajar dan sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan anak didik. Peranan guru sebagai motivator sangat penting daalm interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam personalisasi, dan sosialisasi diri.

6) Inisiator

Dalam perannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses edukatif yang ada sekarang ini harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan


(40)

dan teknologi dalam bidang pendidikan. Kompetensi guru harus diperbaiki, ketrampilan menggunakan media pendidikan dan pengajaran harus diperbaiki sesuai kemajuan media komunikasi dan informasi saat ini. Guru harus menjadikan dunia pendidikan, khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari dulu.

7) Fasilitator

Guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan peserta didik.

8) Pembimbing

Peran guru sebagai pembimbing harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing peserta didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Jadi, bagaimanapun juga bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat anak didik belum mampu berdiri sendiri (mandiri).


(41)

Dalam interaksi edukatif, tidak semua pelajaran dapat peserta didik pahami. Apalagi anak didik yang memiliki intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik, guru harus berusaha membantunya dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik, agar tujuan pengajaranpun dapat tercapai dengan efektif dan efisien.

10) Pengelola Kelas

Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua peserta didik dan guru dalam rangka menerima mata pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran.

11) Mediator

Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif. Ketrampilan menggunakan semua media itu diharapkan dari guru yang disesuaikan dengan


(42)

pencapaian tujuan pengajaran. Guru sebagai mediator dapat diartikan penyedia media.

12) Supervisor

Sebagai supervisor guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi lebih baik.

13) Evaluator

Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan instrintik. Sebagai evaluator guru tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran) tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran). Dari kedua kegiatan ini akan mendapatkan umpan balik (feedback) tentang pelaksanaan interaksi edukatif yang telah dilakukan. 22

Demikian peranan guru secara umum dan adapun secara khusus peranan guru PAI disekolah sangat berperan dalam proses belajar mengajar sebagai penyampaian ilmu pengetahuan agama kepada siswa serta berperan sebagai pendidik dimana dia langsung menjadi tauladan (contoh) bagi siswanya. Dengan demikian antara tugas dan peranan guru agama di sekolah


(43)

lanjutan tingkat pertama dan guru agama pada umumnya, dimana orang kebanyakan memandang sebagai orang yang memberikan penyampaian ilmu pengetahuan disekolah saja, akan tetapi sebenarnya tugas yang diembannya sangat berat lagi mulia karena baik buruknya akhlak siswa tergantung pada guru agama.

B. Tinjauan Tentang Pembentukan Akhlaqul Karimah

1. Pengertian Pembentukan Akhlaqul Karimah

Kata akhlak berasal dari bahasa arab (قﻼﺧا), bentuk jamak dari kata (ﻖﻠﺧ) khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat.23 Akhlak menurut istilah adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi.24

Jadi pada hakikatnya khuluk (budi pekerti) atau akhlak ialah kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal

23 A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,1999), Cet 2, h.11.


(44)

pikiran. Maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebut budi pekerti yang tercela.

Akhlaqul karimah yaitu sistem nilai yang menjadi asas perilaku yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah, dan nilai-nilai alamiah (sunnatullah).25 Akhlak yang baik itu sebagian dari agama dan hasil dari sikap sungguh-sungguh dari latihan para ahli ibadah dan para muttaqin.26 Akhlaqul karimah dalam pengertian luasnya ialah perilaku, perangai, ataupun adab yang didasarkan pada nilai-nilai wahyu sebagaimana dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Akhlaqul karimah terbukti efektif dalam menuntaskan suatu permasalahan serumit apapun.

Dengan demikian pembentukan akhlaqul karimah dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten.27 Jadi, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan pembentukan akhlaq adalah proses bimbingan dan usaha sungguh-sungguh yang bertujuan untuk mengarahkan, memperbaiki, membentuk siswa agar berakhlaqul karimah dan sesuai dengan ajaran agama islam.

25 Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), h.31.

26 Imam Al-Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, (Surabaya: Gitamedia Press, 2003), h.190.


(45)

2. Dasar Akhlaqul Karimah

Dasar islam, dasar atau pengukur yang menyatakan baik buruknya sifat seseorang itu adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah nabi SAW. Apa yang baik menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, apa yang buruk menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, itulah yang tidak baik dan harus dijauhi.28

Al-Qur’an dengan jelas memberikan tuntunan tentang perihal perbuatan baik yang harus dilakukan oleh manusia dan mana perbuatan buruk yang harus dijauhinya. Demikian halnya dengan Hadits yang merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur’an juga sebagai pedoman tingkah laku oleh manusia, karena seluruh ucapan, perbuatan, tingkah laku dan Iqrar Nabi adalah suri tauladan bagi tatanan kehidupan manusia yang Ideal. Dijelaskan dalam firman Allah SWT. Di dalam Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:


(46)

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. ( Q.S. Al-Ahzab: 21).29

Allah juga berfirman dalam surat al-Qalam ayat 4 tentang dasar akhlak:


(47)

Sesungguhnya aku diutus untuk memperbaiki akhlak (HR Ahmad)32

Jadi jelaslah bahwa al-Qur'an dan al-Hadits sebagai sumber utama dari ajaran Islam tentunya berisi tentang ajaran-ajaran yang dapat dijadikan panutan dan tuntunan dalam manusia berprilaku dan berakhlak, keduanya memberikan bimbingan dan penjelasan yang jelas dan terarah demi untuk keselamatan umat manusia dan demi kebahagian di dunia dan akhirat.

Al-Qur'an dan al-Hadits merupakan pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, mata teranglah keduanya merupakan sumber akhlak dalam Islam. firman Allah dan sunnah Nabi adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran maupun hasil renungan dan ciptaan manusia, hingga telah terjadi keyakinan (aqidah) Islam bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk kriteria mana perbuatan yang baik dan jahat, mana yang halal dan mana yang haram.

Jadi, ahklakul karimah (akhlak yang baik) merupakan dasar pokok untuk menjaga nusa dan bangsa dan berguna bagi masyarakat dan untuk kebaikan umat manusia agar terhindar dari sifat tercela. Dasar inilah yang patut dijadikan pandangan akan pentingnya pembentukan akhlak pada diri siswa lanjutan tingkat pertama agar dari potensi lembaga pendidikan pada khusunya agar pendidikan dan tujuan pendidikan dapat tercapai dengan sebaik-baiknya.

32 Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, (tt, Muassasah Arrisalah: 1999),


(48)

3. Tujuan Pembentukan Akhlaqul Karimah

Pada dasarnya tujuan pembentukan akhlak ini tidak jauh bedanya dengan tujuan pendidikan akhlak dalam islam. Tujuan pokok pembentukan akhlak adalah agar setiap muslim berbudi pekerti, bertingkah laku, berperangai, atau beradat istiadat yang baik sesuai dengan ajaran islam.33

Menurut M. Athiyah Al-Abrasyi, tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang–orang yang bermoral, laki-laki maupun perempuan, jiwa yang bersih, kemauan yang keras, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak asasi manusia, tau membedakan baik dan buruk, memilih suatu fadhilah karena ia cinta pada fadhilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela, karena ia tercela, dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.

Sedangkan tujuan pendidikan moral dan akhlak dalam Islam ialah untuk membentuk orang-orang berakhlak baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, beradab, ikhlas, jujur, dan suci.34

Dari keterangan di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai tujuan pendidikan akhlak, yaitu membentuk akhlaqul karimah (akhlak mulia).

33 Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.211.


(49)

Sedangkan pembentukan akhlak sendiri itu sebagai sarana dalam mencapai tujuan pendidikan akhlak agar menciptakan manusia yang berakhlakul karimah.

4. Metode Pembentukan Akhlaqul Karimah

Metode berfungsi sebagai alat untuk memudahkan dalam pencapaian tujuan. Dengan metode yang baik dan tepat, anak didik akan lebih mudah menerima dan memahami materi yang diberikan. Beberapa metode yang biasa digunakan dalam pembentukan akhlak antara lain:

a. Metode keteladanan (uswah al-hasanah)

Cara ini di dalam islam dikenal dengan uswah hasanah.

Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pengajaran, instruksi dan larangan. Sebab, tabiat jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan ‘’kerjakan ini, lakukan itu, dan jangan kerjakan itu, serta hindarilah ini’’. Keteladanan menjadi penting, karena orang yang diteladani menjadi semacam magnet yang menumbuhkan semangat seseorang untuk berbuat baik sebagaimana sang teladan. Disamping itu, keteladanan mampu memberi kemantapan pada seseorang untuk mencintai kebaikan.

Keteladanan ini sesungguhnya adalah inti dari pendidikan, dan pendidikan itu sendiri harus memberikan keteladanan. Arti keteladanan adalah memberikan contoh secara konkrit dan langsung, bukan secara


(50)

verbal, sehingga seseorang dapat melaksanakan suatu perbuatan secara totalitas jiwa raga dalam tindakan nyata. Tindakan nyata inilah tujuan dari pendidikan.35

b. Memberikan pengertian dan nasehat-nasehat (mauidzah)

Mauidzah berarti nasehat. Metode mauidzah harus mengandung tiga unsur, yakni: 1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, dalam hal ini misalnya tentang sopan santun, keharusan berjama’ah maupun kerajinan dalam beramal. 2) Motivasi melakukan kebajikan. 3) Peringatan tentang dosa atau bahaya yang bakal muncul dari adanya larangan, bagi dirinya sendiri, maupun orang lain.36

c. Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran)

Ibrah berarti merenungkan dan memikirkan dan dalam arti umum biasanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Tujuan pedagogis dari al-ibrah adalah mengantarkan manusia kepada kepuasan pikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan, mendidik atau menambah perasaan keagamaan. Adapun pengambilan ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu maupun masa sekarang. d. Metode cerita qur’ani dan nabawi

35 Tim Penyusun MKD, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN SA Press, 2011), h.143-145.


(51)

Metode cerita mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Oleh karena itu, islam sebagai agama yang berpedoman pada Al-Qur’an dan hadits menepis image adanya kisah bohong, karena islam selalu bersumber dari dua sumber yang dapat dipercaya, sehingga cerita yang disodorkan terjamin keshahihan dan keabsahannya.37

e. Metode larangan dan hukuman

Hukuman merupakan metode terburuk, tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan. Hukuman baru digunakan apabila metode lain tidak berhasil guna untuk memperbaiki peserta didik. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan pendidik dalam menggunakan hukuman. Tujuan hukuman ialah untuk memperbaiki peserta didik yang melakukan kesalahan, bukan untuk balas dendam dan hukuman harus disesuaikan dengan jenis kesalahan.38

Selain itu, metode yang penting yang perlu diperhatikan, yaitu reinforcement (penguatan nilai-nilai positif dan pelemahan nilai-nilai negatif). Pembiasaan ini seharusnya dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara

37Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat PERS,

2002), h.160.


(52)

kontinyu agar dapat mengakar dan menguat dalam jiwa. Metode ini bisa dilakukan secara otodidak dan juga bisa melibatkan orang lain sebagai guru.

Berkenaan dengan ini, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui kebiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang yang jahat. Sebaliknya, dapat menjadi buruk, jika dibiasakan berbuat buruk. Atas hal ini, al-Ghazali menganjurkan agar pengetahuan akhlaq diajarkan lebih dahulu, lalu selanjutnya diaplikasikan dalam tindakan nyata dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia tersebut. Jika seseorang mengehendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus membiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi tabiat, habit dan naturenya secara mendalam dan mendarah daging. Al-Ghazali juga menekankan metode dalam pembentukan akhlaqul karimah, ia menganjurkan agar anak-anak dijauhkan dari temannya yang berperangai buruk, Karena dikhawatirkan anak tersebut juga berperangai buruk.

Selain itu, metode pembentukan akhlak juga dapat ditempuh dengan cara retrospeksi, yaitu menganggap bahwa diri sendiri ini sebagai orang yang banyak kekurangannya daripada kelebihannya. Ini adalah metode yang bersifat psiko-spiritual. Dalam konteks ini, Ibnu Sina mengatakan bahwa jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak utama, hendaknya ia lebih dahulu mengetahui kekurangan dan cacat yang ada dalam dirinya dan membatasi diri


(53)

sejauh mungkin untuk tidak berbuat kesalahan, sehingga kecacatannya itu tidak terwujud dalam kenyataan.39

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlaqul Karimah

Pada prinsipnya faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.

a. Faktor internal

Yaitu keadaaan peserta didik itu sendiri, yang meliputi latar belakang kognitif (pemahaman ajaran agama, kecerdasan), latar belakang afektif (motivasi, minat, sikap, bakat, konsep diri dan kemandirian).40

Faktor internal juga dipengaruhi oleh minat, motivasi dan kemandirian belajar. Minat adalah suatu harapan, dorongan untuk mencapai sesuatu atau membebaskan diri dari suatu perangsang yang tidak menyenangkan.41 Sedangkan motivasi adalah menciptakan kondisi yang sedemikian rupa, sehingga anak mau melakukan apa yang dapat dilakukannya. Dalam pendidikan motivasi berfungsi sebagai pendorong kemampuan, usaha, keinginan, menentukan arah dan menyeleksi tingkah laku pendidikan. b. Faktor eksternal

39 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h.154 – 155.

40 Muntholi'ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang : Gunungjati, 2002),

Cet.1, h.8


(54)

Yaitu yang berasal dari luar peserta didik, yang meliputi pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan lingkungan masyarakat.42 Salah satu aspek yang turut memberikan saham dalam terbentuknya corak sikap dan tingkah laku seseorang adalah faktor lingkungan. Selama ini dikenal adanya tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku atau akhlak remaja, dimana perkembangannya sangat dipengaruhi faktor lingkungan, di antaranya adalah:

1) Lingkungan keluarga (orang tua)

Orang tua merupakan penanggung jawab pertama dan yang

utama terhadap pembinaan akhlak dan kepribadian seorang anak. Orang tua dapat membina dan membentuk akhlak dan kepribadian anak melalui sikap dan cara hidup yang diberikan orang tua yang secara tidak langsung merupakan pendidikan bagi sang anak. Dalam hal ini perhatian yang cukup dan kasih sayang dari orang tua tidak dapat dipisahkan dari upaya membentuk akhlak dan kepribadian seseorang.

2) Lingkungan sekolah (pendidik)

Pendidik di sekolah mempunyai andil cukup besar dalam

upaya pembinaan akhlak dan kepribadian anak yaitu melalui

42 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,


(55)

pembinaan dan pembelajaran pendidikan agama Islam kepada siswa. Pendidik harus dapat memperbaiki akhlak dan kepribadian siswa yang sudah terlanjur rusak dalam keluarga, selain juga memberikan pembinaan kepada siswa. Disamping itu, kepribadian, sikap, dan carahidup, bahkan sampai cara berpakaian, bergaul dan berbicara yang dilakukan oleh seorang pendidik juga mempunyai hubungan yang signifikan dengan proses pendidikan dan pembinaan moralitas siswa yang sedang berlangsung.

3) Lingkungan masyarakat (lingkungan sosial)

Lingkungan masyarakat tidak dapat diabaikan dalam upaya

`membentuk dan membina akhlak serta kepribadian seseorang. Seorang anak yang tinggal dalam lingkungan yang baik, maka ia juga akan tumbuh menjadi individu yang baik. Sebaliknya, apabila orang tersebut tinggal dalam lingkungan yang rusak akhlaknya, maka tentu ia juga akan ikut terpengaruh dengan hal-hal yang kurang baik pula.43

Lingkungan pertama dan utama pembentukan dan pendidikan akhlak adalah keluarga yang pertama-tama mengajarkan kepada anak pengetahuan akan Allah, pengalaman tentang pergaulan manusia dan kewajiban memperkembangkan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan terhadap orang

43 Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: CV. Misika Anak


(56)

lain adalah orang tua. Tetapi lingkungan sekolah dan masyarakat juga ikut andil dan berpengaruh terhadap terciptanya akhlak mulia bagi anak.

Diatas telah diuraikan bahwa akhlaqul karimah merupakan perbuatan atau perilaku seseorang yang menggamabarkan budi pekerti baik, dalam hal ini akhlak tidak bisa lepas dari dua faktor diatas, dan yang sangat dominan dalam pembentukan akhlak adalah pengaruh dari luar, yakni keluarga. Oleh karena itu pembentukan akhlak anak harus dilaksanakan secara terus menerus dan dilakukan sedini mungkin.

Anak akan memiliki akhlak atau budi pekerti yang baik apabila dididik atau mendapat pendidikan budi pekerti yang baik atau diberi contoh yang baik. Baik disaat ada dalam lingkungan keluarga, maupun di lingkungan dimana ia bermain dan bagi siswa sudah tentu termasuk lingkungan sekolah. Terutama penanaman pendidikan budi pekerti yang harus ditanamkan sejak dini (sejak kecil) seperti halnya Luqmanul Hakim berwasiat kepada putranya dalam surat Luqman:


(57)

sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar. (Q.S Luqman: 13)44

Ayat tersebut diatas selain menggambarkan tentang pelaksanaan pendidikan yang dilakukan Luqman al-hakim juga berisi materi pelajaran dan yang utama diantaranya adalah pendidikan tauhid atau keimanan, karena keimananlah yang menjadi salah satu dasar yang kokoh bagi pembentukan akhlak.

Maka dari ayat tersebut diatas menunjukkan bahwa akhlak (budi pekerti yang baik) pada anak bisa dimiliki melalui pendidikan yang baik. Adapun yang dapat mempengaruhi akhlak adalah insting (naluri), keturunan, azam/kemauan yang keras, dan pendidikan, dengan uraian sebagai berikut:

a) Instink (naluri)

b) Keturunan

c) Azam/Kemauan

d) Pendidikan

6. Langkah-Langkah Dalam Pembentukan Akhlaqul Karimah

1) Membimbing anak menuju akhlak yang luhur sehingga tercipta anak

shaleh pada hakikatnya bertumpu pada tiga upaya, yaitu memberi teladan, memelihara dan membiasakan anak sesuai perintah agama.


(58)

2) Memberi teladan maksutnya agar para orangtua atau pendidik terlebih dahulu menjadikan dirinya sebagai panutan bagi anak-anaknya. Untuk memenuhi hal itu, bagaimanapun para orangtua atau pendidik harus terlebih dahulu memahami dan mengamalkan ajaran agama.

Dari sikap dan tingkah laku keagamaan tersebut diharapkan dapat ditransfer kepada anak-anak mereka dalam kehidupannya. Sebab menurut pandangan islam, rumah tangga merupakan dasar bagi pendidikan sikap dan tingkah laku anak. Keimanan, ketaqwaan, serta akhlak yang baik, mempunyai perana yang sangat urgen sekali dalam pembentukan spiritual anak atau siswa. karena seseorang yang sudah mempunyai keimanan yang kuat ia akan selalu melakukan apa-apa yang sudah diperintahkan oleh tuhannya dan menjauhi larangannya.

Jika hal itu sudah tertanam secara kuat dan istiqamah dalam pelaksanaannya, maka tidak mustahil jika seseorang tersebut berakhlak yang baik dan mempunyai kecerdasan spiritual yang sangat kuat dalam jiwanya. Langkah pendidikan akhlak dalam upaya membentuk kecerdasan spiritual diantaranya yaitu:

a) Memperbanyak membaca, baik Al-Qur’an dan Al-Hadits.

b) Mengajarkan shalat, lebih-lebih shalat berjamaah.

c) Selalu mendekati dan memberi teladan yang baik pada siswa.


(59)

Peranan adalah keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru.45 Dengan kata lain peranan guru dapat dikatakan tugas yang harus dilaksanakan oleh guru dalam mengajar siswa untuk kemajuan yaitu perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa. Guru agama merupakan sosok figur yang bertanggungjawab membimbing atau mengarahkan anak didik dalam mencapai kedewasaan, sehingga segala perilaku maupun perkataan guru sedikit banyak akan mempengaruhi anak didiknya. Selain itu pula seorang guru merupakan salah satu faktor yang dapat menemukan keberhasilan proses belajar mengajar, oleh karena itu sebagai pendidik dikelas harus memperhatikan anak didiknya baik dari dalam diri anak didik itu sendiri maupun dari luar dirinya.

Disisi lain peran guru itu memiliki cakupan yang luas tidak hanya terbatas sebagai pengajar dalm proses belajar mengajar, melainkan pula sebagai korektor, inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor dan juga evaluator. Maka peran dan fungsi guru sangat membantu sekali dalam menstrukturisasi manusia yang mapan. Hal ini merupakan sebagian dari peranan guru dalam mencapai tujuan pendidikan.

Adapun salah satu tugas guru agama adalah sebagai pembimbing. Sebagaimana kita ketahui bahwa pengajaran agama tidak bertujuan sekedar untuk diketahui melainkan untuk dihayati dan diamalkan. Pengamalan itu sendiri


(60)

perlu adanya dorongan dari pembimbingnya yakni guru agamanya, dan membutuhkan waktu yang cukup dan kesabarana yang tinggi, dengan demikian seorang guru agama yang profesional dalam melaksanakan tugas itu selain harus memiliki pengetahuan yang cukup juga dituntut memiliki pengetahuan tata cara membimbing dan memahami gambaran sifat, keadaan, sikap, kemampuan dan kondisi para siswa yang dibimbingnya.

Guru agama harus luas dan lengkap, maka dengan kata lain pengetahuan agama yang dimiliki oleh guru agama tidak hanya menulis, membaca dan menterjemahkan al-qur’an dan hadits saja. Tetapi kemampuan itu harus dilengkapi pokok-pokok keimanan, akhlak, tarikhul dan lainnya. Semakin lengkap pengetahuan guru agama, semakin besar pula kepercayaan anak didik terhadap dirinya.

Untuk itu pengetahuan guru agama perlu dilengkapi dengan akal pengetahuan dan ilmu jiwa pendidikan, ilmu jiwa agama, ilmu jiwa perkembangan dan ilmu jiwa anak. Sehingga guru agama dapat memahami akhlak anak didik yang dibimbingnya. Dengan bekal ilmu pengetahuan tersebut, guru agama diharapkan mampu lebih luwes dan bijaksana serta tidak pilih kasih dan menghargai kebajikan yang ditunjukkan siswa usia remaja. Hal ini dikarenakan oleh guru agama, harus memiliki akhlak yang sesuai dengan ajaran islam.

Sedangkan upaya guru agama dalam membentuk akhlakul karimah siswa yaitu dengan cara mengadakan pembinaan dan pembentukan akhlak di


(61)

sekolah dan upaya ini dilakukan melalui mengajar dan membimbing serta melatih.

Untuk lebih jelasnya dapat penulis uraikan sebagai berikut: a. Melalui kegiatan belajar mengajar

Dalam membentuk akhlak siswa, guru agama berupaya melalui kegiatan belajar mengajar yaitu menyampaikan ilmu agama khususnya materi agama kepada siswa remaja, dengan tujuan agar siswa dapat memiliki pengetahuan agama yang luas dan dengan adanya ilmu pengetahuan tersebut siswa diharapkan bisa mengamalkan dan menghayati dalam kehidupannya, sehingga siswa akan memiliki akhlaqul karimah serta berguna bagi kehidupannya kelak dimasa yang akan datang.

Dalam melakukan kegiatan mengajar ini guru juga mempergunakan metode-metode yang cocok dalam membentuk akhlak siswa yaitu:

1) Metode keteladanan (uswah al-hasanah)

Secara psikologis, manusia sangat memerlukan keteladanan untuk mengembangkan sifat-sifat dan potensinya. Pendidikan lewat keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberi contoh-contoh kongkrit pada para siswa.46

2) Memberikan pengertian dan nasehat-nasehat (mauidzah)

46 Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren, (Yogyakarta: PT Bayu Indra Grafika, 2001), h.


(62)

Mauidzah berarti nasehat. Metode mauidzah harus mengandung tiga unsur, yakni: 1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, dalam hal ini misalnya tentang sopan santun, keharusan berjama’ah maupun kerajinan dalam beramal. 2) Motivasi melakukan kebajikan. 3) Peringatan tentang dosa atau bahaya yang bakal muncul dari adanya larangan, bagi dirinya sendiri, maupun orang lain.47 3) Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran)

Ibrah berarti merenungkan dan memikirkan dan dalam arti umum biasanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Tujuan pedagogis dari al-ibrah adalah mengantarkan manusia kepada kepuasan pikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan, mendidik atau menambah perasaan keagamaan. Adapun pengambilan ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu maupun masa sekarang.

4) Metode cerita qur’ani dan nabawi

Metode cerita mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Oleh karena itu, islam sebagai agama yang berpedoman pada Al-Qur’an dan hadits menepis image danya kisah bohong, karena islam selalu


(63)

bersumber dari dua sumber yang dapat dipercaya, sehingga cerita yang disodorkan terjamin keshahihan dan keabsahannya.48

5) Metode larangan dan hukuman

Hukuman merupakan metode terburuk, tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan. Hukuman baru digunakan apabila metode lain tidak berhasil guna untuk memperbaiki peserta didik.

Oleh sebab itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan pendidik dalam menggunakan hukuman. Tujuan hukuman ialah untuk memperbaiki peserta didik yang melakukan kesalahan, bukan untuk balas dendam dan hukuman harus disesuaikan dengan jenis kesalahan.49

b. Melalui kegiatan

Salah satu tugas guru agama adalah membimbing peserta didik, maksudnya guru agama harus membantu dan mendorong siswa untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri siswa, sehingga ia bisa melepaskan dirinya dan ketergantungan kepada orang lain dengan tenaganya sendirian siswa akan memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama islam.

Sedangkan untuk membentuk akhlaqul karimah, guru agama berupaya melalui kegiatan bimbingan selain mengajar, karena pendidikan agama islam

48 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h.160.


(64)

tidak hanya untuk diketahui saja, melainkan juga harus diamalkan dan dihayati. Untuk memperoleh pengalaman tersebut diperlukan adanya dorongan dari pembimbing yaitu dalam hal ini guru agama. Adapun bentuk bimbingannya ini bisa berupa kegiatan ekstrakurikuler juga bisa berupa bimbingan kelas. Maka dengan adanya bimbingan tersebut diharapkan mampu menjadikan siswa yang berakhlaqul karimah. Didalam melakukan bimbingan ini guru agama juga menggunakan metode untuk membentuk akhlak yaitu:

1) Latihan dan Pembiasaan

Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman apa yang

dibiasakan. Yang dibiasakan adalah sesuatu yang diamalkan oleh karena itu uraian tentang pembiasaan selalu menjadi satu dengan uraian tentang perlunya mengamalkan kebaikan yang telah diketahui. Adapun pengertian pembiasaan adalah alat pendidikan, sebab dengan pembiasaan itu akhirnya suatu aktifitas akan menjadi miliki siswa di kemudian hari, pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian baik pula, sebaliknya pembiasaan yang buruk akan membentuk sosok manusia berkepribadian buruk pula.50

Dengan pembiasaan perilaku yang didasarkan pada nilai islami merupakan pembuka jalan kearah pembentukan akhlak yang mulia (akhlaqul karimah) dengan wujud sifat-sifat yang terpuji seperti keikhlasan, kesabaran, suka menolong dan lainnya. Oleh sebab itu


(65)

hendaknya setiap guru menyadari bahwa dalam pembentukan akhlak sangat diperlukan pembinaan dan latihan yang cocok, serasi dengan perkembangan jiwanya. Dari pembiasaan, latihan akhlak yang baik merupakan benteng yang kokoh bagi siswa dalam menjaga akhlaknya ditengah pergaulan masyarakat.

Latihan dan pembiasaan ini pada akhirnya akan menjadi akhlak yang terpatri dalam diri dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Demikianlah metode pembiasaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia terutama bagi peserta didik.

2) Pengamalan

Dengan metode pengamalan nilai islami bagi siswa lebih praktis, karena adanya metode ini siswa pernah mengalaminya dengan sendirinya sehingga mempunyai kreatifitas dalam menghadapi masalah kenyataan hidup untuk mempertebal imannya sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa masa remaja ini penuh dengan goncangan jiwa yang dapat membuat siswa remaja melanggar nilai-nilai agama seandainya tidak ada guru agama atau orangtua yang mengarahkan siswa kearah yang diridhoi oleh Allah melalui pengamalan nilai-nilai islam atau ajaran agama islam.

Dan demikianlah metode yang cocok untuk membantu kegiatan pembimbingan dalam membentuk akhlak siswa. Sedangkan akhlak siswa yang dibina oleh guru agama dalam kegiatan ini meliputi tanggungjawab,


(1)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

1. Pembentukan akhlak siswa di SMP Negeri Terbuka pada umumnya sudah cukup, akan tetapi masih ada beberapa siswa yang masih mempunyai akhlak kurang, diantaranya: bolos sekolah, meninggalkan jam pelajaran, berbicara kurang sopan, tidak mengikuti upacara, bahkan ada beberapa siswa yang memakai topi (penutup kepala) di lingkungan sekolah, meminta uang secara paksa kepada temannya serta berkelahi.

Upaya yang dilakukan guru PAI di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya dalam pembentukan akhlak siswa yaitu membimbing dan mengarahkan agar siswa berperilaku baik dan disiplin, tidak melanggar aturan sebagai cerminan akhlak terpuji mereka adalah dengan selalu memberikan arahan/pembinaan ketika berada dalam kelas dan di luar kelas serta pembiasaan setiap awal dan akhir pelajaran para siswa berdoa bersama dengan guru bina mata pelajaran yang ada di kelas, Berjabat tangan dengan bapak dan ibu guru, melakukan sholat ashar berjama’ah dengan bapak dan ibu guru beserta siswa-siswi di sekolah induk, dikarenakan jam belajar siswa baru selesai jam 17.10, Setiap bulan Ramadhan diadakan acara pondok romadhon bersama dengan siswa-siswi SMP Induk serta memperingati hari besar islam dengan berbagai kegiatan.


(2)

2. Peranan guru PAI sangat penting karena guru PAI merupakan pelaksana dalam pendidikan agama di sekolah. Peranan guru untuk membimbing siswa dalam praktik kehidupan sehari-hari akan menuntun pembentukan akhlak siswa yang berada pada masapubertas. Guru PAI di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya yaitu guru sebagai pengajar, pembimbing, pengelola kelas, perencana, motivator, dan evaluator.

3. Keberhasilan pembelajaran tidak bisa lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Terdapat faktor pendukung dan penghambatnya. Diantara faktor-faktor pendukung bagi siswa di SMP Negeri Terbuka 25 Surabaya adalah:

a. Faktor Pendukung dalam pembentukan akhlaqul karimah siswa di SMP

negeri Terbuka 25 Surabaya yaitu adanya tenaga pendidikan yang profesional dan sarana prasarana yang baik.

b. Faktor Penghambat dalam pembentukan akhlaqul karimah siswa di SMP

negeri Terbuka 25 Surabaya yaitu Keluarga yang bermasalah (Broken

Home). Kedua, Kurangnya perhatian dari orang tua. Ketiga, Maraknya

dunia informasi. Keempat, hambatan-hambatan dalam membimbing siswa


(3)

B. Saran-saran

1. Sekolah harus memperketat pelaksanaan tata tertib yang ada, agar dapat dijalankan secara maksimal, sehingga mampu meminimalisir kenakalan atau pelanggaran yang sering dilakukan siswa.

2. Guru harus lebih profesional dalam membentuk akhlak siswa baik melalui pengajaran di dalam kelas maupun di luar kelas dan kegiatan keagamaan yang ada. Hal ini akan menunjang upaya sekolah dalam mewujudkan visi dan misi yang diemban dan menjadikan siswa sebagai pribadi yang mempunyai kesadaran untuk mentaati dan mematuhi peraturan sekolah. 3. Mengingat pentingnya Pendidikan Agama Islam untuk bekal peserta didik,

serta pendidikan agama islam dalam pembentukan akhlaqul karimah siswa agar dapat membentengi diri dari hal-hal yang negatif, maka sebaiknya perlu juga diadakan kerjasama antara diperlukan sebuah perencanaan dan sistem pembentukan akhlaqul karimah dengan mempertegas pola kerjasama setiap guru, terutama guru PAI lebih sering lagi mendekatkan diri terhadap siswa dan tidak membiarkan siswa untuk melakukan hal yang tercela dengan selalu mengawasi siswa di lingkungan sekolah. selain itu juga kerjasama orangtua dan guru untuk turut serta membantu dan memberikan motivasi kepada peserta didiknya untuk aktif mengikuti pelajaran agama islam serta kegiatan keagamaan lainnya yang ada di sekolah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, 1985, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Bandung: ARMICO.

Al-Abrasyi, M Athiyah, 1987, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bulan

Bintang.

Al-Ghazali, Imam, 2003, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Surabaya: Gitamedia Press.

Ali, Muhammad, 1987, Penelitian Kependidikan: Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa.

Ali, Muhammad, 1993, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung : Angkasa., Cet.1,

Ali, Zainuddin, 2007, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Aly, Noer Hery, 1999, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Anwar, Rosihon, 2008, Akidah Akhlak, Bandung: Pustaka Setia.

Arief, Armai, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat

PERS.

Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Bahri DJ, Syaiful dan Zain, Asnan, 1997, Strategi Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.

Budingsih, Asri, 2005, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:Rineka Cipta.

Bungin, Burhan, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Burhanuddin, Tamyiz, 2001, Akhlak Pesantren, Yogyakarta: PT Bayu Indra Grafika.

Daradjat, Zakiah, 1992, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Daradjat, Zakiyah, 1970, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang.

Departemen Agama RI, 2004, Al-Qur'an dan Tarjamahnya, Semarang: PT. Kumudasmoro.

Dimyati, 1999, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djamarah, Bahri Syaiful, 2000, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:

Rineka Cipta.

Haji, Mahjuddin, 2010, Akhlaq Tasawuf II, Jakarta: Kalam Mulia.

Hanbal, bin Ahmad, 1999, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, tt, Muassasah Arrisalah.

Hasan, Ali M, 1978, Tuntutan Akhlak, Jakarta: Bulan Bintang..

Idrus, Muhammad, 2009, Metode penelitian ilmu sosial pendekatan kualitatif dan kuantitatif,

Jakarta: Erlangga.


(5)

Kunandar, 2011, Guru Profesional Implementasi KTSP dan sukses dalam sertifikasi guru,

Jakarta : Rajawali PERS, cet.7

Margono, S, 1997, Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Marimba, D Ahmad, 1962, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-Ma’arif.

Moelong, J Lexy, 1999, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moelong, J Lexy, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

, Cet.17

Moelong, J Lexy, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

Cet.20

Muhadjir, Noeng, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin.

Mujib, Abdul, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana.

Mukhtar, 2003, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Misika Anak

Galiza, Cet. 3

Muntholi'ah, 2002, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, Semarang : Gunung Jati.

Mustofa, A, 1999, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia.

Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi, 2005, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Bukti Aksara.

Cet. 7,

Nata, Abuddin, 1997, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Nata, Abuddin, 1996, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Nata, Abuddin, 2001, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Rineka Cipta,

Cet. 2

Nata, Abuddin, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana.

Ningrat, Koentjara, 1990, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia

Pustaka.

Razak,Nasruddin, 1973, Dienul Islam, Bandung: Al-Ma’arif.

Rosyadi, Khoiron, 2004, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samuel Haji, Nizar, 2003, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press.

Sudjana, Nana dan Ibrahim, 1995, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Jakarta: Rajawali

Press.

Syaiful Sagala, 2011, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Alfabeta.


(6)

Suparman, Atwi dan Aminudin Zuhairi, 2004, Pendidikan Jarak Jauh Teori dan Praktek,

Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Suryana, Toto, 1996, Pendidikan Agama Islam, Bandung: Tiga Mutiara.

Suyanto, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana.

Tafsir, Ahmad, 2013, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Tafsir, Ahmad, 2011, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, cet. 10,

Tim Penyusun MKD, 2011, Akhlak Tasawuf, Surabaya: IAIN SA Press.

Tim Penyusun, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, Cet. 3

Tohirin, 2005, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Uhbiyati, Nur, 1998, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,

2003, h. 3.