Peranan guru PAI sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa di SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

MARLINA NIM : 107011000982

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Membina Akhlak Siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas dan peran guru dalam pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang tahun pelajaran 2013/2014 dengan melakukan wawancara serta penyebaran angket terhadap guru PAI, kepala sekolah, dan siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang.

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif yakni melakukan wawancara kepada guru PAI, Kepala Sekolah, dan memberikan angket kepada siswa kelas X tahun pelajaran 2013/2014. Data penelitian diperoleh melalui angket, observasi, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakandalam penelitian adalah teknik analisis deskriptif kualitatif.

. Kesimpulan dari penelitian ini adalah peranan guru dalam pembinaan akhlak yang selama ini diberikan terhadap anak didiknya di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang ini berperan positif terhadap perubahan sikap dari anak didiknya. Dari penelitian ini membuktikan bahwa banyak sikap anak didik yang berubah menjadi baik dari beberapa aspek seperti akhlak kepada Allah SWT, akhlak terhadap guru, akhlak kepada orang tua, akhlak terhadap teman, akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap lingkungan karena adanya peranan guru Pendidikan Agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa secara matematis dikatakan ideal atau sangat baik jika jumlah skor angket sejumlah 3.440. Akan tetapi dalam penelitian ini di peroleh jumlah skor angket 2.282. yang artinya perbandingan antara jumlah skor angket penelitian dengan jumlah skor angket ideal diperoleh angka persentase 66,3%. Angka ini menunjukan bahwa peran guru agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa yang ada di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang kelas X cukup berperan.


(6)

harus melalui berbagai hambatan dan rintangan, berkat rahmat Allah yang tiada tara akhirnya skripsi ini mampu diselesaikan oleh penulis. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad saw yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu dan teknologi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah dipergunakan dengan segala keterbatasan kemampuan penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi beberapa pihak yang telah membantu terselesaikannya untuk itu patut kiranya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA.,Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Abdul Majid Khon, MA., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Marhamah Saleh, Lc. MA., Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Dr. Khalimi, M.A., selaku dosen pembimbing skripsi yang sabar dalam memberikan arahan juga teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam membuat skripsi ini. 5. Prof. Dr. H. Abudin Nata, MA. dan Dr. Akhmad Sodiq, MA., selaku Dosen Penguji

skripsi pada sidang Munaqosah 6. Tanenji, S.Ag., MA.,

7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8. Hadi Ramadi, S.Pd., Kepala sekolah SMA Negeri 8 Kab. Tangerang, serta para guru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian

9. Ayahanda tercinta, Almarhum Almaghfurlah Bpk. H. Akhmad Kosim, atas segala perjuangan dan pengorbanan nya hingga akhir hayat. Beliau yang tak pernah marah, tak kenal lelah merawat, membesarkan, mendidik dan mencurahkan kasih sayang serta memberikan bantuan moril, materil,semangat dan do’a kepada penulis. Ayahanda yang tak sempat melihat penulis menyelesaikan study nya, ayahanda yang sangat ingin melihat penulis meraih sarjana dan wisuda nya, ayahanda yang menunggu terlalu lama untuk itu semua terjadi, penulis tidak sempat memberikan apa yang ayahanda inginkan. Ayahanda yang akan dikenang sebagai pahlawan penulis, semasa hidup hingga akhir hayat.


(7)

dengan Kasih dan Sayang-Nya.

11. Untuk kakak-kakak tercinta Farida, Amd.Keb dan M. Muplih yang selalu ada dan bersedia memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, untuk H. Haetami S. Sos.I juga untuk adik tercinta Kartika atas segala bantuan dan dukungannya kepada penulis selama ini.

12. Untuk kakek dan nenek, Abah Idris dan Emak Sukiah yang selalu mendoakan penulis agar mampu menyelesaikan study nya, meraih sarjana nya, untuk segala dukungan moril dan materil, penulis haturkan terima kasih yang se-banyak-banyaknya.

13. Terkhusus untuk Ns. Zhiyya Urrahman, S.Kep,terima kasih banyak atas curahan do’a, kasih sayang, ketulusan, kesabaran dan perhatian selama ini, yang senantiasa mendampingi penulis dalam suka-maupun duka pada perjuangan ini, dengan pengorbanan yang begitu besar, selalu memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis, yang tak kenal lelah yang selalu mengiringi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

14. Sahabat-sahabat penulis, Ai Rahmatussa’adah, S.Pd, Hilda Rohmatillah, S.Pd, Dwi Nurcahya, S.Pd, Laudia Novita Murlis, S.Kom.I, Vina Fauziah, S.Pd, terimakasih atas dukungan, kebersamaan selama ini, yang selalu ada menemani, sahabat layaknya keluarga. Kalian yang terbaik. Semoga Allah senantiasa menaungi dengan limpahan rahmat-Nya.

15. Sahabat-sahabat PAI Angkatan 2007, C Laskar, terkhusus kepada Uswatun Hasanah, S.Pd.I, Ita Humairo, S.Pd.I.

Jakarta, 12 juli 2014


(8)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

ABSTRAK

………..

i

KATA PENGANTAR

………...

ii

DAFTAR ISI

………...

iv

DAFTAR TABEL

………..

vii

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar

Belakang Masalah ……….

1

B. Identifikasi Masalah

………

5

C. Pembatasan Masalah

………..

6

D. Perumusan Masalah

………

6

E. Tujuan Penelitian dan

Kegunaan Hasil Penelitian…………..

6

BAB 2

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR

A. Guru

Sebagai Pendidik ………...

7

1.

Pengertian

Guru Sebagai Pendidik……….

7

2.

Tugas-tugas

Guru Sebagai Pendidik ……….

10

3.

Persyaratan

Guru Sebagai Pendidik ……….

11

4.

Posisi

Guru Sebagai Pendidik Menurut Ajaran Islam ….

12


(9)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

ABSTRAK

... i

KATA

PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI

... iv

DAFTAR TABEL ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah ... 1

B.

Identifikasi Masalah ... 5

C.

Pembatasan Masalah ... 6

D.

Perumusan Masalah ... 6

E.

Tujuan Penelitian dan Kegunaan Hasil Penelitian ... 6

BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR

A.

Guru Sebagai Pendidik ... 7

1.

Pengertian Guru Sebagai Pendidik ... 7

2.

Tugas-tugas Guru Sebagai Pendidik ... 10

3.

Persyaratan Guru Sebagai Pendidik ... 11


(10)

a.

Tujuan Pendidikan Islam ... 18

b.

Fungsi Pendidikan Islam ... 20

B.

Pembinaan Akhlak Siswa ... 22

1.

Pengertian dan Tujuan Pembinaan Akhlak Siswa ... 22

2.

Beberapa Teori Tentang Pembinaan Akhlak Siswa ... 27

3.

Materi dan Metode Pembinaan Akhlak ... 30

4.

Macam-macam Akhlak dan Ruang Lingkupnya ... 32

5.

Faktor-faktor yang Menjadi Penunjang dan Penghambat

Pembinaan Akhlak Siswa ... 50

C.

Kerangka

Berfikir ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.

Jenis

Penelitian ... 58

B.

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 58

C.

Variabel Penelitian ... 58

D.

Populasi dan Sampel ... 60

E.

Teknik Pengumpulan Data ... 61

F.

Teknik Pengolahan dan Analisi Data ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN

A.

Kondisi Riil Obyek Penelitian ... 63

B.

Deskripsi Data ... 67


(11)

B.

Saran

... 80

DAFTAR PUSTAKA

... 82

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Islam sebagai agama yang universal sudah barang tentu mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari ibadah, kehidupan sosial, sampai ketingkat perilaku (akhlak). Karena itu agama sangat berperan dalam pembentukan perilaku (akhlak).

Setiap orang Islam pada hakekatnya adalah insan agama yang bercita-cita, berfikir, beramal untuk hidup di akhirat kelak berdasarkan atas petunjuk dari wahyu Allah Swt melalui Rasulallah, kecenderungan hidup beragama ini merupakan ruhnya agama yang benar yang dalam perkembangannya dipimpin oleh ajaran Islam yang murni, bersumber pada kitab suci yang menjelaskan dan menerangkan tentang perkara benar (haq). Tugas kewajiban manusia untuk mengikuti yang benar, menjauhi yang batil yang kesemuanya telah diwujudkan dalam syariat agama yang berdasarkan nilai mutlak dan norma-norma yang telah ditetapkan oleh Allah yang tak berubah menurut selera nafsu manusia. Oleh karena itu tujuan pendidikan Islam penuh dengan nilai rohaniah Islami dan berorientasi kepada kebahagiaan hidup di akhirat, tujuan ini difokuskan pada pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syari’at Islam melalui proses pendidikan spiritual menuju makrifat pada Allah. Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak didiknya


(14)

yang sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, dan pendekatanya dalam segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai-nilai etika Islam.

Agama sangat berperan dalam pembentukan perilaku anak, sehingga pembentukan pribadi anak membaur sesuai pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan pendidikan dengan persyaratan-persyaratan tertentu dan pengawasan serta pemeliharaan yang terus-menerus sehingga pelatihan dasar dalam pembentukan kebiasaan dan sikap memiliki kemungkinan untuk berkembang secara wajar dalam kehidupan dimasa mendatang. Untuk membina agar anak mempunyai sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang terbaik dan diharapkan nantinya akan mempunyai sifat-sifat terpuji dan bisa menjauhi sifat yang tercela.

Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dapat menilai seseorang perbuatannya baik atau buruk. Akhlak haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Sekalipun dari beberapa definisi kata akhlak bersifat netral, belum merujuk kepada baik atau buruk, tapi pada umumnya apabila disebut sendirian, tidak dirangkai sifat tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlak yang mulia.

Ketika berbicara tentang akhlak khususnya di kalangan pelajar, berbagai potret buram yang telah dilakukan oleh mayoritas mereka. Ada beberapa hal yang begitu lekat di telinga, berkaitan dengan kenakalan di kalangan pelajar, di antaranya adalah rambut yang tidak rapi, seragam yang kotor tidak terawat, merokok, memakai anting dengan satu telinga, tawuran yang seakan menjadi menu sehari-hari mereka. Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa terjadi pergeseran nilai-nilai secara drastis. Kalau dulu gambaran orang mengenai pelajar salah satu sosok intelek, ramah, sopan dan tanggung jawab maka sekarang sebaliknya.


(15)

ﺎﻤﻧﺍ

ﺑﻌﹾﺜ

ﺖ

ِ

ُﻷ

ِﹶﲤﻢ

ﻣ

ﹶﻜ

ﹺﺭﺎ

ﹺﻡ

ﹾﺍﹶﻻ

ﺧ

ﹶﻼ

ﹺﻕ

Sungguh akuh diutus menjadi Rosul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak.

Pendidikan akhlak menekankan pada sikap yang menggambarkan nilai-nilai kebaikan yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan anak didik dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah Saw menganjurkan kepada umatnya untuk memperhatikan budi pekerti anak dengan baik, karena akhlak ini merupakan implikasi dan cerminan dari tauhid kepada Allah Swt.

Menurut Said Agil Husin menghadapi fenomena krisis akhlak, dunia pendidikan sedang menghadapi ujian berat sekaligus tantangan karena pendidikan merupakan faktor terpenting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Para pemikir pendidikan menyerukan agar kecerdasan akal di ikuti dengan kecerdasan moral.1

Pendidikan adalah sebuah wadah untuk mendidik peserta didik agar tumbuh dan berkembang kemampuannya (fitrah) yang dibawa sejak lahir. Yang dimaksud dengan mendidik ialah seluruh kegiatan, tindakan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu mengasuh peserta didik. Pendidik adalah subjek yang mempunyai peran penting dalam pendidikan. Peserta didik itu sendiri adalah pihak yang merupakan objek terpenting dalam pendidikan. Sedangkan makna fitrah ialah suatu kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap orang seperti halnya pembawaan.

Pendidikan sebagai suatu sistem terdiri atas berbagai komponen yang masing-masing saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai keberhasilan pendidikan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan demikian setiap komponen memiliki sifat tergantung sesamanya. Keselarasan antar komponen ini akan menopang keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan, salah satu di antara komponen tersebut adalah alat pendidikan. Menurut Jalaludin alat pendidikan adalah segala sesuatu yang bisa menunjang

1

H. Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi nilai-nilai Qur’ani, (Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), cet ke-2, h. 7-8


(16)

kelancaran pendidikan dan salah satu dari alat pendidikan tersebut adalah pendidik.2

Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti dilibatkan dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Hal itu tidak dapat disangkal, karena lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru.

Guru sebagai figur sentral dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar. Sehubungan dengan ini, setiap guru sangat di harapkan memiliki karakteristik (ciri khas) kepribadian yang ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis.3

Guru memiliki peran ganda, yakni sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik. Dalam rangka mengembangkan peran gandanya, maka Ahmad Rohani dan A. Abu Ahmadi mengutip pendapatnya Zakiah Daradjat yang menyarankan agar guru memiliki persyaratan kepribadian sebagai guru yaitu:

Suka bekerja keras, demokratis, penyayang, menghargai kepribadian peserta didik, sabar, memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang bermacam-macam, perawakan menyenangkan dan berkelakuan baik, adil dan tidak memihak, toleransi, mantap dan stabil, ada perhatian terhadap persoalan peserta didik, lincah, mampu memuji, perbuatan baik dan menghargai peserta didik, cukup dalam pengajaran, mampu memimpin secara baik.4

Untuk tercapainya tujuan tersebut, maka guru memegang peranan penting. Oleh sebab itu guru di sekolah tidak hanya sekedar mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi lebih dari itu

2

Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), cet. Ke-2, h. 110

3

Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan suatu pendekatan baru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1996), h.221

4

Ahmad Rohani dan A.Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h.110


(17)

terutama dalam membina sikap dan keterampilan mereka. Untuk membina sikap murid di sekolah, dari sekian banyak guru bidang studi, guru bidang studi agamalah yang sangat menentukan, sebab pendidikan agama sangat menentukan dalam hal pembinaan sikap siswa karena bidang studi agama banyak membahas tentang pembinaan sikap, yaitu mengenai aqidah dan akhlakul karimah.

Tugas guru tidak terbatas pada memberikan informasi kepada murid namun tugas guru lebih komprehensif dari itu. Selain mengajar dan membekali murid dengan pengetahuan, guru juga harus menyiapkan mereka agar mandiri dan memberdayakan bakat murid di berbagai bidang, mendisiplinkan moral mereka, membimbing hasrat dan menanamkan kebajikan dalam jiwa mereka. Guru harus menunjukkan semangat persaudaraan kepada murid serta membimbing mereka pada jalan kebenaran agar mereka tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama.

Faktor guru sangat mendukung dalam mendidik prilaku siswa. Hal ini disebabkan karena guru merupakan suri tauladan bagi siswanya. Jika seorang guru agama bertingkah laku dengan baik, maka siswanya akan mencontoh prilaku tersebut. Akan tetapi sebaliknya, jika guru agama tidak memberikan contoh yang baik, maka siswanya juga akan meniru kelakuan tersebut. Dalam hal ini Zuhairini mengutip pendapat dari prof. Athiyah Al-abrossyi yang menyatakan bahwa :

“Hubungan antara murid dengan guru seperti halnya bayangan dengan tongkatnya. Bayangan tidak akan terlihat lurus apabila tongkat itu berdiri bengkok yang artinya bagaimana murid akan menjadi baik, apabila gurunya berkelakuan tidak baik. Dalam pepatah bahasa Indonesia dikatakan bahwa guru kencing berdiri, murid kencing berlari yang artinya murid akan mencontoh apa yang telah dilakukan oleh gurunya”.5

5

H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981), h. 35


(18)

Pengaruh negatif dari sekitar bisa jadi akan memperburuk pemahaman siswa tentang akhlak, yang lingkungan semula sudah diajarkan dan dapat di pahami oleh siswa bisa saja rusak atau berubah akibat pergaulan buruk yang diterimanya. Walaupun orang tuanyalah yang berperan dalam pembinaan akhlak anak-anak mereka. Akan tetapi keberadaan guru dan peran guru cenderung dapat memberikan motifasi dalam menananmkan pemahaman akhlak pada diri anak, sehingga pemahaman tersebut bukan hanya pemahaman saja, tetapi dapat juga di amalkan. Oleh karena itu, peranan seorang guru, khususnya guru agama Islam diupayakan untuk dapat membentuk siswa agar memiliki kepribadian muslim serta berakhlak mulia.

Melihat latar belakang masalah di atas, maka penulis di sini berpendapat bahwa seorang guru bukan hanya seorang pengajar saja tetapi seorang guru sebagai pendidik yang dapat mengarahkan siswa-siswinya. Oleh karena itu peranan guru sangat diperlukan dalam membentuk kepribadian muslim yang berakhlak mulia. Hal ini mendorong penulis untuk melihat lebih dalam apakah guru agama berperan dalam pembinaan akhlak siswa dengan suatu penelitian yang berjudul “PERANAN GURU PAI SEBAGAI PENDIDIK DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA DI SMA NEGERI 8 KABUPATEN TANGERANG”

B.

Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka timbul permasalahan antara lain :

a. Buruknya akhlak siswa di sekolah seperti merokok di kelas b. Tidak masuk sekolah pada jam pelajaran

c. Minimnya kesadaran siswa tentang pentingnya akhlak d. Kurangnya pengetahuan siswa mengenai pentingnya akhlak e. Kurangnya pengawasan dan perhatian dari guru


(19)

f. Problema peranan guru Agama Islam dalam membina akhlak siswa g. Problema peranan orang tua dalam membina akhlak anak di rumah h. Problema peranan masyarakat dalam membina akhlak anak didik di

lingkungan masyarakat

2.

Pembatasan

Masalah

Mengingat banyaknya permasalahan mengenai peranan guru sebagai pendidik, maka penulis hanya akan membatasi permasalahan pada peranan guru agama Islam sebagai pendidik dan pembina akhlak siswa.

3.

Perumusan

Masalah

Berdasarkan masalah di atas, untuk memudahkan pelaksanaan penelitian maka masalah yang akan diteliti secara operasional dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana peranan guru Agama Islam sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang?

C.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui peran guru agama Islam sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa

b. Manfaatnya bagi instansi sekolah bisa dijadikan motivasi untuk memperbaiki mutu maupun tekhnis, baik dari segi sarana, maupun prasarana sekolah, sehingga kualitas kelulusannya bisa berwawasan iptek dan imtaq.

D.

Teknik Penulisan Skripsi

Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman skripsi yang di susun oleh FITK UIN Jakarta tahun 2011


(20)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Guru Sebagai Pendidik

1.

Pengertian Guru Sebagai Pendidik

Guru, suatu profesi yang luar biasa mulia, profesi yang sangat berperan dalam peningkatan sumber daya manusia dan kemajuan suatu bangsa. Orang-orang yang sukses di bidangnya masing-masing tidak mungkin bisa meraih keberhasilan jika tanpa ada guru yang mengajar dan mendidiknya. Melalui gurulah seorang anak mulai diperkenalkan pada huruf dan angka dari tidak bisa membaca jadi bisa membaca dari tidak tahu berhitung jadi bisa menjadi berhitung. Guru seorang yang mampu menginspirasi dan memotivasi muridnya, sehingga mampu berbuat sesuatu yang baik dengan kemampuannya sendiri. Di sinilah pentingnya Guru sebagai sumber keteladanan dan kemampuan dalam menumbuhkan motivasi. Dengan demikian peran seorang guru begitu penting dalam mendukung kemajuan suatu bangsa.

Guru sebagai pendidik merupakan gerbang awal dalam membentuk kepribadian siswa. Hal ini mengandung arti bahwa guru memberikan pengaruh yang cukup bermakna bagi terwujudnya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah subhanahu wa Ta’ala serta berakhlak mulia. Guru merupakan orang yang di tangannya terletak masa depan bangsa.


(21)

Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Sedangkan dalam bahasa Arab guru diartikan sebagai al-alim atau al-mu’alim, yang artinya orang yang mengetahui. Selain itu ada pula ulama yang menggunakan istilah al-mudarris yaitu orang-orang yang mengajar atau orang-orang yang memberikan pelajaran.1

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, surau/musalla, di rumah dan sebagainya.2

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.3

Menurut Langeveld seperti yang dikutip oleh Alisuf Sabri, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan atau kedewasaan seorang anak. Jadi sebenarnya seseorang disebut pendidik itu karena adanya peranan dan tanggung jawabnya dalam mendidik seorang anak.4

Pendidik adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.5 Yang dimaksud pendidik di sini adalah guru yang mengajar sekaligus mendidik di sekolah.

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru sebagai pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dan juga memberi bimbingan baik

1

Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dengan Murid, (Study Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet ke-1, h. 41

2

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 31

3

Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), Cet.ke-2, h.65

4

Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan , (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet.ke-1, h.8

5

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung: PT Rosdakarya, 1994), Cet. ke-2, h.74


(22)

jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan. Disamping itu juga guru berkewajiban dalam pembentukan akhlak agar sejalan antara IPTEK dan IMTAQ.

Guru sebagai pendidik berkewajiban atas semua perkembangan anak, baik dalam pemikirannya maupun dalam perbuatannya. Meskipun demikian bukan berarti guru adalah orang satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap perkembangan (kedewasaan) anak, tetap saja pendidik pertama dan utama adalah orang tua di rumah karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah.

Dari uraian yang telah ada, jelas bahwa pekerjaan guru itu memang terasa berat, akan tetapi luhur dan mulia. Tugas guru tidak hanya mengajar, melainkan juga mendidik. Maka, untuk melakukan tugas sebagai guru tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Dalam praktek sehari-hari orang sering mencampur adukkan antara pengertian ”mengajar” dengan “mendidik”. Kata tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat, walaupun keduanya sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda.

Dalam mengajar yang dipentingkan adalah segi ilmiahnya, karena mengajar mempunyai arti memberikan pengetahuan kepada anak, agar mereka dapat mengetahui pristiwa-pristiwa, hukum-hukum ataupun proses dari pada sesuatu ilmu pengetahuan itu sendiri. Sedangkan dalam mendidik yang lebih dipentingkan adalah segi pembentukan kepribadian anak itu sendiri, karena mendidik mempunyai arti menanamkan tabiat yang baik agar anak-anak mempunyai sifat yang baik dan berkepribadian luhur.6 Dengan demikian jelas bahwa mengajar dengan mendidik mempunyai hubungan yang sangat erat.

Selain itu pengajaran menurut Ahmad Tafsir ialah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan psikomotorik semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuannya, lebih cakap berpikir kritis, sistematis, dan objektif, serta terampil dalam mengerjakan

6


(23)

sesuatu, misalnya terampil menulis, membaca, lari cepat, loncat tinggi, berenang, membuat pesawat radio dan sebagainya.7

Dari uraian di atas jelas bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan dua kubu yang berbeda dari segi tujuan pencapaian hasil belajar. Pengajaran lebih dititik beratkan pada aspek pengetahuan, sedangkan pendidikan pada aspek pengamalan (sikap), namun keduanya sama-sama merupakan proses belajar-mengajar.

Dalam hubungan ini Ibnu Muqaffa seperti yang dikutip oleh Zuhairini menasihatkan bahwa barang siapa ingin menjadi imam yang tegak jiwanya sebagai imam agama dalam masyarakat, hendaklah ia memulai lebih dahulu mengajar dirinya dan mengamalkan dalam tingkah laku, atau pendapat dan pembicaraannya. Mengajar dengan tingkah lakunya adalah lebih berhasil dari pada mengajar dengan lisannya. Guru dan pendidik bagi dirinya lebih berhak mendapat ketinggian dan keutamaan dari pada guru dan pendidik-pendidik terhadap orang lain.8

Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan yang terbaik adalah pendidikan yang dimulai dari diri sendiri dan kemudian di ajarkan kepada orang lain dengan tingkah laku yang sesuai dengan apa yang akan di ajarkan.

2.

Tugas-tugas Guru sebagai Pendidik

Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok Arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik.

Mengenai pengertian pendidik, didalamnya telah tersirat pula mengenai tugas-tugas pendidik, tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut:

1.

Membimbing peserta didik

Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan lain sebagainya.

2.

Menciptakan situasi untuk pendidikan

7

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), Cet.1, h. 7

8


(24)

Yang dimaksud dengan situasi pendidikan yaitu suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.9

Sama dengan teori pendidikan Barat, tugas pendidik dalam pandangan Islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif. Potensi itu harus dikembangkan secara seimbang sampai ketingkat setinggi mungkin, menurut ajaran Islam.10

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik, hendaknya mereka tidak melakukan kedisiplinan terhadap anak didiknya seperti mendisiplinkan hewan ternak, akan tetapi mereka haruslah memperlakukan para peserta didiknya sebagai makhluk yang mudah dipengaruhi dan di bentuk karakternya, sehingga nantinya mereka akan dihormati di kalangan masyarakat. Dari sini akhirnya Islam menganjurkan agar yang menjadi seorang pendidik bukan hanya dari kalangan manusia terpelajar, akan tetapi juga harus orang yang arif dan bijaksana, serta orang saleh yang prilakunya dapat mempengaruhi pikiran kaum muda.11

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hendaknya guru itu dapat memperlakukan muridnya layaknya sebagai sahabat sehingga interaksi diantara keduanya berjalan baik. Karena jika seorang siswa sudah merasa nyaman dengan keberadaan seorang guru, maka ia akan dengan mudah menerima semua nasihat yang diberikan oleh guru.

Dalam konteks masyarakat Islam pendidik haruslah orang yang dengan sepenuh hati melaksanakan ajaran Islam, secara lahiriah dan batiniah. Dia pasti orang yang berbudi luhur, orang saleh yang merasa bertanggung jawab untuk mendidik murid-muridnya menjadi terutama muslim yang baik, yakni laki-laki

9

Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam…h.66

10

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,… h. 74

11

Syed Sajjad husain, syed ali ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam, (Jakarta anggota IKAPI: Al-Mawardi Prima, 2000), cet.ke-1, h. 142


(25)

dan perempuan yang akan mempelajari nilai kaidah moral Islam, yang akan berupaya untuk hidup sesuai etika qur’ani.12

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas guru adalah sebagai pendidik dalam menanamkan berbagai aspek baik itu aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Tugas guru itu sangat mulia bahkan mendapat peringkat tertinggi dalam ajaran Islam, akan tetapi tidak semudah apa yang kita bayangkan untuk mengemban tugas mulia itu, perlu adanya kesungguhan dengan sepenuh hati dalam melaksanakannya.

3.

Persyaratan Guru sebagai Pendidik

Menurut Athiyah Al-abrossyi yang di kutip oleh Nur Uhbiyati mengemukakan pendapatnya tentang syarat-syarat bagi guru agama, ialah :

1. Guru agama harus zuhud, yakni ikhlas, dan bukan semata-mata bersifat materialis

2. Bersih jasmani dan rohani, dalam berpakaian rapih dan bersih, dalam akhlaknya juga baik

3. Bersifat pemaaf, sabar dan pandai menahan diri

4. Seorang guru harus terlebih dahulu merupakan seorang Bapak sebelum ia menjadi seorang guru

5. Mengetahui tabiat dan tingkat berfikir anak 6. Menguasai bahan pelajaran yang diberikan13

Soejono sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan, bahwa syarat-syarat guru adalah:

1. Tentang umur, harus sudah dewasa.

2. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani 3. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli 4. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.14

12

Syed Sajjad Husain, Syed Ali Ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam,………….h. 146

13

Zuhairini, dkk, Methodik Kusus Pendidikan Agama,…. h. 34

14

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h.80


(26)

Dari pendapat pakar di atas dapat penulis pahami bahwa syarat untuk menjadi guru harus sudah dewasa usianya, sehat jasmani artinya seorang guru tidak boleh mempunyai penyakit, misalnya penyakit menular, seorang guru juga memiliki kemampuan mengajar serta harus berkesusilaan dan mempunyai dedikasi tinggi. Oleh karena itu seorang guru harus bisa memenuhi syarat tersebut di atas.

Menurut Nur Uhbiyati bahwa syarat-syarat untuk menjadi guru agama adalah:

1. Dia harus orang yang beragama

2. Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama

3. Dia tidak kalah dengan guru sekolah umum lainnya dalam membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air

4. Dia harus memiliki perasaan panggilan murni.15

Jadi, syarat yang paling utama yang harus dimiliki oleh guru Agama Islam adalah harus beragama Islam dan mengamalkan ajaran Agama Islam dengan baik. Maksudnya, mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-Nya serta mengetahui hukum-hukum yang ada dalam Islam. Selain harus beragama Islam, guru Agama Islam mesti bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarganya dan juga anak didiknya di sekolah serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan Agama Islam, dalam arti kata guru Agama Islam mesti mengajar sambil berdakwah supaya orang yang diajarkannya memiliki kesadaran dalam menjalankan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT dan membentuk anak didiknya menjadi warga Negara yang demokratis. Selain itu, seorang guru Agama Islam harus memiliki perasaan panggilan murni di dalam hatinya untuk menyebarkan dan mengajarkan Agama Islam.

15


(27)

Sedangkan Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa tidak sembarangan orang dapat melakukan tugas guru. Tetapi orang tertentu yang memenuhi persyaratan yang dipandang mampu, yaitu:

1. Bertaqwa kepada Allah SWT. 2. Berilmu.

3. Sehat jasmani. 4. Berkelakukan baik.16

Dari pendapat di atas dapat penulis pahami bahwa syarat untuk menjadi guru agama adalah bertaqwa kepada Allah SWT kemudian mempunyai ilmu pengetahuan. Karena seorang guru akan mentranfer ilmu pengetahuan tersebut kepada anak didiknya. Sehat jasmani juga merupakan salah satu syarat untuk menjadi seorang guru artinya guru tidak boleh cacat fisiknya. Selain itu guru juga harus berkelakuan baik artinya seorang guru harus memberikan contoh teladan bagi anak didiknya.

Menurut Ramayulis ada enam syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru agama. antara lain sebagai berikut:

1. Syarat Fisik.

Seorang guru harus berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, dan tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian, kebersihan dan keindahan.

2. Syarat Psikis.

Seorang guru harus sehat rohaninya, tidak mengalami gangguan jiwa, stabil emosinya, sabar, ramah, mempunyai jiwa pengabdian, bertanggung jawab dan memiliki sifat-sifat positif lainnya.

3. Syarat Keagamaan

Seorang guru harus seorang yang beragama dan mengamalkan agamanya. Di samping itu ia menjadi sumber norma dari segala norma agama yang ada.

4. Syarat Teknis

16


(28)

Seorang guru harus memiliki ijazah pendidikan guru, seperti ijazah Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Tarbiyah atau ijazah keguruan lainnya. Ijazah tersebut harus disesuaikan dengan tingkatan lembaga pendidikan tempat ia mengajar.

5. Syarat Paedagogis

Seorang guru harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang ia ajarkan. Ia juga harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi pendidikan agar ia dapat menempatkan diri dalam kehidupan anak dan memberikan bimbingan sesuai dengan perkembangan anak.

6. Syarat Administratif

Seorang guru harus diangkat oleh pemerintah yayasan atau lembaga lain yang berwenang mengangkat guru, sehingga ia diberi tugas untuk mendidik dan mengajar.17

Dari pendapat di atas, dapat penulis pahami bahwa selain harus sehat jasmani dan rohani, guru juga harus memiliki ijazah keguruan dan harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi pendidikan supaya bisa memberikan pelajaran dan bimbingan sesuai dengan perkembangan peserta didik.

Jadi, untuk menjadi seorang guru agama Islam itu tidaklah mudah, berbagai syarat yang harus dipenuhi supaya proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Apabila seorang guru agama Islam tidak memenuhi persyaratan tersebut maka tujuan yang ditetapkan tidak akan tercapai dengan baik.

Itulah syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru agama, agar berhasil dalam tugasnya. Yang terpenting di antaranya ialah hendaknya

17

Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Padang: The Minangkabau Foundation press, 2004), h. 41


(29)

guru agama dapat menjadi contoh tauladan dalam segala tingkah lakunya, dan dalam segala keadaannya.

Setiap guru akan mempunyai pengaruh terhadap anak-didik. Pengaruh tersebut ada yang terjadi melalui pendidikan dan pengajaran yang dilakukan dengan sengaja dan ada pula yang terjadi secara tidak sengaja, bahkan tidak disadari oleh guru, melalui sikap, gaya, dan macam-macam penampilan kepribadian guru. Bahkan dapat dikatakan bahwa kepribadian guru akan lebih besar pengaruhnya dari pada kepandaian dan ilmunya. Terutama bagi anak didik yang masih dalam masa pertumbuhan.

4.

Peranan Guru Agama Islam

Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, peranan guru tidak bisa digantikan oleh siapapun, karena guru merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran. Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan perantara aktif (medium) antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan.18

Sebagai pendidik, guru harus menempatkan dirinya sebagai pengarahdan pembina pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik ke arah titik maksimal yang dapat mereka capai. Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada pencerdasan otak (intelegensi) saja, melainkan juga berusaha membentuk seluruh pribadi peserta didik menjadi manusia dewasa yang berkemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan pengembangannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia. Kemampuan tersebut berkembang menurut sistem nilai-nilai yang dijiwai oleh norma-norma agama serta perikemanusiaan.19 Dengan demikian kegiatan mendidik lebih luas dari areal kegiatan mengajar. Walaupun begitu tujuannya adalah tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional.

18

Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar (Penerapan dalam Pendidikan Agama),

(Surabaya: Citra Media, 1996), h. 54

19

Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 118


(30)

Adanya pandangan di atas menuntut suatu konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranannya dalam proses pembelajaran. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf yang lain.

Adapun peranan guru dalam proses pembelajaran mengandung banyak hal yaitu:

1.

Korektor

2.

Inspirator

3.

Informator

4.

Organisator

5.

Motivator

6.

Inisiator

7.

Fasilitator

8.

Pembimbing

9.

Demonstrator

10.

Pengelola kelas

11.

Mediator

12.

Supervisor

13.

Evaluator.20

Dari peranan di atas terlihat bahwa motivasi merupakan salah satu peranan yang harus dimiliki oleh seorang guru (pendidik). Karena motivasi adalah salah satu faktor yang turut menentukan kefektifan pembelajaran. Karena motivasi adalah ”suatu proses atau pendorong untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan”.21

20

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 43-48

21

Moch. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), h. 15


(31)

Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi peserta didik, sehingga dapat mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini peranan guru dalam memotivasi peserta didik belajar menurut Nana Saodih Sukmadinata sebagaimana dikutip oleh Nursyamsi antara lain adalah:

1.

Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan.

2.

Memiliki bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan peserta didik.

3.

Memilih cara penyajian yang bervariasi.

4.

Memberikan sasaran dan kegiatan yang jelas.

5.

Memberikan kesempatan kepada peseta didik untuk sukses.

6.

Berikan kemudahan dan bantuan dalam belajar.

7.

Berikan pujian, ganjaran atau hadiah.

8.

Penghargaan terhadap pribadi anak.22

Oleh karena itu seorang guru harus dapat membangkitkan motivasi peserta didik diantaranya adalah menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam pelajaran yang akan dilaksanakan. Menggunakan metode yang bervariasi juga dapat membangkitkan motivasi karena siswa tidak merasa bosan dalam belajar. Adapun dalam rangka upaya memotivasi belajar peserta didik ada beberapa prinsip yang dapat diterapkan oleh guru, diantaranya:

1.

Peserta didik akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik dan berguna bagi dirinya.

2.

Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada peserta didik sehingga mereka mengetahui tujuan belajar. Peserta didik juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.

3.

Peserta didik harus selalu diberi tahu tentang hasil belajarnya.

22


(32)

4.

Pemberian pujian dan hadiah lebih baik dari pada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.

5.

Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu peserta didik.

6.

Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual peserta didik, misalnya perbedaan kemampuan, latar belakang, dan sikap terhadap sekolah atau subjek tertentu.

7.

Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar ke arah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.23

Berdasarkan kutipan di atas hendaknya guru harus dapat menerapkan prinsip-prinsip di atas agar peseta didik giat belajar dan merasa tertarik terhadap apa yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, seorang guru harus berusaha agar topik yang dipelajari menarik bagi peserta didik. Seorang guru harus bisa membedakan kemampuan anatara peserta didik, karena kemampuan setiap peserta didik tidak sama.

Lebih lanjut H. M. Arifin menjelaskan bahwa prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologis yang memperlancar proses pendidikan Islam yang sejalan dengan ajaran Islam adalah:

1.

Prinsip memberikan suasana kegembiraan.

2.

Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut.

3.

Prinsip kebermaknaan bagi peserta didik.

4.

Prinsip pra syarat.

5.

Prinsip komunikasi terbuka.

6.

Prinsip pemberian pengetahuan yang baru.

7.

Prinsip memberikan model prilaku yang baik.

23

E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Konsep, Karakteristik dan Implementasi), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 114-115


(33)

8.

Prinsip praktek (pengalaman) secara aktif.

9.

Prinsip-prinsip lainnya: Prinsip kasih sayang dan prinsip bimbingan dan penyuluhan terhadap peserta didik. 24

Dengan demikian seorang guru harus memperhatikan prinsip-prinsip di atas, karena dengan adanya prinsip tersebut guru dapat menerapkannya dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan menerapkan prinsip tersebut maka akan dapat membantu guru memperlancar proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Menurut Decce dan Grawford ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar peseta didik, yaitu:

1.

Menggairahkan peserta didik

Dalam kegiatan pembelajaran guru harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan. Guru harus memelihara minat peserta didik dalam belajar yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu bagi peserta didik menurut cara dan kemampuannya sendiri. Untuk dapat meningkatkan kegairahan peserta didik, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai keadaan awal setiap peserta didiknya.

2.

Memberikan harapan realistis

Guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan akademis setiap peserta didik di masa lalu. Dengan demikian guru dapat membedakan antara harapan-harapan yang realistis, pesimis atau terlalu optimis. Apabila peserta didik telah banyak mengalami kegagalan, maka guru harus memberikan sebanyak mungkin keberhasilan peserta didik harapan yang diberikan tentu saja terjangkau dan dengan pertimbangan yang matang. Harapan yang tidak realistis adalah kebohongan dan itu yang tidak disenangi peserta didik.

3.

Memberikan insentif

24


(34)

Apabila peserta didik mengalami keberhasilan, guru diharapkan memberikan hadiah bisa berupa pujian, angka yang baik dan sebagainya atas keberhasilannya, sehingga peserta didik terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

4.

Mengarahkan prilaku peserta didik

Mengarahkan prilaku peserta didik adalah tugas guru. Di sini kepada guru dituntut untuk memberikan respon terhadap peserta didik yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan belajar di kelas. Peserta didik yang diam yang membuat keributan dam sebagainya harus diberikan teguran secara bijaksana. Cara mengarahkan perilaku peserta didik dapat berupa penugasan, bergerak mendekati, memberi hukuman yang mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan dengan perkataan yang ramah dan baik.25

Demikian upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, namun motivasi merupakan karakteristik internal individu yang tidak dapat diajarkan sebagai suatu konsep atau suatu keterampilan. Untuk itu ada resep umum untuk meningkatkan motivasi belajar, karena terlalu banyak keragaman dan karakteristik siswa. Suatu hal yang harus diupayakan secara maksimal oleh guru adalah menjadikan kegiatan belajar sebagai suatu yang menarik dan menghibur dalam pandangan peserta didik, di samping memuat manfaat dan nilai pengetahuan.

4.

Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama Islam

Kemuliaan dan ketinggian derajat guru yang diberikan oleh Allah SWT disebabkan mereka mengajarkan ilmu kepada orang lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan olah guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah Islamiyah yang juga bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT berfirman:

25


(35)

ِﻦَﻋ َنْﻮَﮭْﻨَﯾَو ِفْوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ َنْوُﺮُﻣْﺄَﯾَو ِﺮْﯿَﺨﻟْا ﻰَﻟِإ َنْﻮُﻋْﺪَﯾ ٌﺔﱠﻣُأ ْﻢُﻜْﻨِّﻣ ْﻦُﻜَﺘْﻟَو

ِﺮَﻜْﻨُﻤﻟْا

,

ْﻢُھ َﻚِﺌَﻟْوُأَو

َنْﻮُﺤِﻠْﻔُﻤﻟْا

.

Artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.26

Profesi seorang guru juga dapat dikatakan sebagai penolong orang lain, karena penyampaian hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar orang lain dapat melaksanakan ajaran Islam. Dengan demikian akan tertolong-tolonglah orang lain dalam memahami ajaran Islam. Hal yang sama sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Mustafa Al-maraghi bahwa orang yang diajak bicara dalam hal ini adalah umat yang mengajak kepada kebaikan, yang mempunyai dua tugas yaitu menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat yang mungkar.27

Sedangkan menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah diterangkan bahwa Allah memerintahkan orang yang beriman untuk menempuh jalan yang luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan kebaikan dan makruf.28

Berdasarkan penjelasan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya guru berkewajiban membantu perkembangan anak menuju dewasa yang sesuai tujuan yang agamis yaitu membentuk agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

26

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,... h. 115

27

Ahmad Al-Musthafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Juz IV, Terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang: Toha Putra, 1993), h. 36

28

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera Ilahi, 2006), h. 173


(36)

Dengan demikian bahwa tugas dan tanggung jawab guru, terutama guru agama Islam adalah menyampaikan ajaran Allah dan Sunnah rasul. sesuai dengan sabda Rasulullah yang berbunyi:

ﻨﻟﺍ

ﹺﺒﻲ

ﺻ

ﻰﻠ

ُﷲﺍ

ﻋﹶﻠ

ﻴﻪ

ﻭ

ﺳﱠﻠ

ﻢ

ﹶﻗ

ﹶﻝﺎ

ﺑﹶﻠ

ﻐﻮ

ﻋ ﺍ

ّﹺﲎ

ﻭﹶﻟ

ﻮ

ﹶﺍﻳﹰﺔ

،

)

ﺭﻭ

ﻩﺍ

ﺒﻟﺍ

ﺨ

ﹺﺭﺎ

(

Artinya: Nabi bersabda: Sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat”.(HR. Bukhari).29

Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengetahui termasuk pendidik atau guru adalah menyampaikan apa yang diketahuinya (ilmu) kepada orang yang tidak mengetahui. Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru terutama guru agama Islam, M. Athiyah Al-abrosyyi yang mengutip pendapat Imam Ghazali mengemukakan bahwa:

1.

Seorang guru harus memiliki rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dan memperlakukan mereka seperti terhadap anaknya sendiri.

2.

Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi dengan mengajar itu bermaksud mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepadanya.

3.

Memberikan nasehat kepada anak murid pada setiap kesempatan.

4.

Mencegah murid dari suatu akhlak yang tidak baik.

5.

Memperhatikan tingkat akal pikiran dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya.

6.

Jangan menimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu yang lain.

7.

Memberikan pelajaran yang jelas dan pantas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak.

29

Muhammad bin Ismail bin Ibrahim (Al-Bukhari), Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Darul Al-Fikr, 1981), Juz 12, h. 174


(37)

8.

Seorang guru harus mengamalkan ilmu-ilmu yang dimilikinya dan jangan berlainan antara perkataan dan perbuatan.30

Tugas dan tanggung jawab guru sebagaimana yang dikemukakan di atas menunjukkan tugas dan tanggung jawab yang mesti dilaksanakan ketika seorang guru melaksanakan proses pembelajaran. Dengan kata lain, ketika berlangsungnya interaksi belajar mengajar terdapat tugas tersendiri yang mesti dilaksanakan oleh guru di luar materi pelajaran, sebagaimana tugas dan tanggung jawab di atas.

Menurut Henry Noer Ali tugas guru agama Islam adalah:

1.

Tugas pensucian, guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatan diri kepada Allah, menjauhkan dari keburukan dan menjaga agar tetap berada pada fitrahnya.

2.

Tugas pengajaran, guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.31

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa Guru merupakan orang yang mempunyai peranan penting dalam membina kepribadiaan siswa. Guru tidak sekedar menuangkan ilmu ke dalam otak anak didik. Sementara jiwa dan wataknya tidak dibina. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah suatu perbuatan mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai dengan ideologi, falsafah dan apalagi agama. Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu kepada anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dsan asusila, mana perbuatan moral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti guru berikan ketika ada di kelas, di luar kelas

30

M. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,Terj. Bustami A. Gani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 143-144

31

Henry Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1998), Cet. ke-42, h. 95-96.


(38)

pun sebaiknya guru harus mencontohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan. Secara umum tanggung jawab guru Agama meliputi tiga hal:

1.

Tanggung jawab dalam upaya pengembangan kurikulum

2.

Tanggung jawab mengembangkan profesi

3.

Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat.32 Tanggung jawab dalam upaya pengembangan kurikulum mengandung arti guru selalu dituntut untuk mencari gagasan baru atau ide-ide baru, menyempurnakan praktek pendidikan khususnya dalam bidang pengajaran.Tanggung jawab dalam pengembangan profesi pada dasarnya adalah panggilan untuk mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya dan tugas dan tanggung jawabnya tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Sebagian tugas dan tanggung jawab profesi guru harus dapat membina hubungan baik dengan masyarakat dalam meningkatkan pendidikan.

Tugas guru agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar dan mendidik ia juga bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin dirinya dan orang lain. Hal ini senada dengan pendapat Paul Suparno, ia mengatakan bahwa: Tugas guru agama Islam itu adalah mendidik dan mengajar. Mendidik artinya mendorong dan membimbing peserta didik agar maju menuju kedewasaan secara utuh yang mencakup kedewasaan intelektual, emosional, sosial, fisik, spiritual, dan moral. Sedangkan mengajar adalah membantu dan melatih peserta didik agar mau belajar untuk mengetahui sesuatu dan mengembangkan pengetahuan.33 Dengan demikian, Tugas guru agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar dan mendidik ia juga bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin dirinya dan orang lain. Samsul Nizar juga mengungkapkan bahwa

32

Piet A. Suhertian dan Alaida Suhertian, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Inservice Education, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet. ke-1, h. 38

33


(39)

mendidik merupakan rangkaian mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan.34 Jadi, tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar, di samping itu juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.

Dari jabaran di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tugas guru dalam pendidikan agama Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik.

Tugas seorang guru juga harus dapat menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan, menambah dan mengembangkan ilmu yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, dan membentuk peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia.

5.

Posisi Guru Sebagai Pendidik Menurut Ajaran Islam

Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Allah Swt. berfirman dalam surat az-zumar: 9,

Al-hasyr: 20 An-naml: 43

Rasulullah bersabda:

Artinya: “Dari Isma’il bin Jabir dari Imam Ja’far as, beliau berkata, “para ulama adalah pengemban amanata, orang-orang yang bertakwa adalah benteng dan para washi adalah pemimpin.”

Dan dalam riwayat yang lain, “para ulama adalah mercusuar, orang-orang yang bertakwa adalah benteng dan para washi adalah pemeimpin.”

34

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002, h. 72


(40)

Artinya: “dari Imam Baqir, as, beliau berkata, “seorang alim yang memberi manfaat dengan ilmunya itu lebih mulia dari tujuh puluh ribu ahli ibadah.”35

Menurut Imam Ghazali seperti yang di kutip oleh Hj. Nur Uhbiyati, mengatakan bahwa agar pendidik berhasil melaksanakan tugasnya maka pendidik harus memiliki adab yang baik. Hal ini disebabkan anak didik itu akan selalu melihat kepadanya sebagai contoh yang harus selalu diikutinya36

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa posisi guru sebagai pendidik menurut ajaran Islam sangatlah di agungkan bahkan mendapat posisi yang utama sejalan dengan firman Allah yang di atas bahwa orang yang mempunyai ilmu akan ditinggikan derajatnya. Bahkan guru merupakan contoh teladan bagi para siswanya.

a. Pengertian Pendidikan Islam

Secara bahasa, dalam bahasa Indonesia, kata ’pendidikan’ berasal dari kata ’didik’. Kata didik dan mendidik berarti adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.37

Sedangkan secara istilah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.38

Sementara itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah ”Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.39

35

Ali Umar, Sabda Ilmu, (Jakarta: Al-Huda, 2006), Cet. ke-1, h.47-49

36

Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan Islam…, h. 84

37

Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke. 1, h. 204

38

Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pengembangan Bahasa ..., h. 204

39

Undang-undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004, (Jakarta: CV. Taminta Utama, 2004), h. 4


(41)

Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan pendidikan, sebagai berikut: 1) Menurut M. Arifin bahwa “Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara

sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadiannya serta kemampuan dasar anak didik, baik dalam pendidikan formal maupun non formal.”40

2) Chalidjah Hasan bahwa “ Pendidikan adalah usaha sistematis membimbing anak manusia yang berlandaskan pada proses induvidualisasi dan sosialisasi.41

3) Alisub Sabri bahwa ” Pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang dewasa untuk membantu atau membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak/peserta didik secara teratur dan sistematis ke arah kedewasaan.42

Berdasarkan pengertian pendidikan yang dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan pendidikan berarti usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat serta mewariskannya kepada generasi setelahnya untuk dikembangkan dalam kehidupan yang merupakan suatu proses pendidikan untuk melestarikan hidupnya.

Sedangkan kata ”Islam” berasal dari bahasa Arab, yang menurut segi etimologi mempunyai beberapa pengertian, yaitu, keselamatan, perdamaian, dan penyerahan diri kepada Tuhan.43 Sedangkan Islam dalam pengertian yang lebih luas adalah agama yang identik dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang termaktub dalam Al-Quran dan yang dalam pelaksanaannya dicontohkan oleh Nabi Muhammad selama hidupnya.44

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai definisi Islam, di bawah ini akan penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli diantaranya pendapat

40

M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga; Sebagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet. ke. 4, h. 14

41

Chalidjah Hasan, Kajian Pendidikan Perbandingan, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), Cet. ke-1, h. 15

42

Alisub Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. 1, h. 7

43

Masjfuk, Zuhdi, Studi Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1993), Cet. ke 2, h. 3

44

Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), cet. Ke. 10, h. 12


(42)

Drs. Salahudin Sanusi yang dikutip oleh H. Endang Syaifudin dalam buku kuliah Al-Islam mengatakan “Islam adalah bersih dan selamat dari kecacatan lahir dan batin selain itu Islam berarti perdamaian dan keamanan serta menyerahkan diri, tunduk, dan taat.”45

Sementara itu Mahmud Syaltut yang masih dikutip oleh H. Endang Syaifuddin mengemukakan “Islam adalah agama Allah yang diperintahkannya untuk mengajarkannya tentang pokok-pokok serta peraturannya kepada Nabi Muhammad SAW dan menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia mengajak mereka untuk memeluknya”.46

Dari pendapat-pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Islam adalah agama Allah yang diturunkan oleh umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan pedoman bagi manusia untuk mendapatkan kehidupan yang damai, tentram, dan aman di dunia, dan mendapatkan kebahagiaan yang abadi di akhirat kelak.

Istilah pendidikan Islam dapat dipahami dari tiga sudut pandang. Pertama, Pendidikan Agama Islam. Kedua, Pendidikan dalam Islam. Ketiga, Pendidikan Menurut Islam. Pendidikan Agama Islam menunjukkan kepada proses operasional dalam usaha pendidikan ajaran-ajaran agama Islam. Sedangkan Pendidikan dalam Islam bersifat sosio-historis. Selanjutnya Pendidikan menurut Islam bersifat normatif.47

Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah ”Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam”.48

Nur Uhbiyati yang menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah “suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang

45

Ending Syaifuddin Ansyari, Kuliah Al-Islam ( Jakarta : CV Rajawali Pers, 1992), Cet. ke.3, h. 68

46

Ending Syaifuddin Ansyari, Kuliah Al-Islam h. 70

47

Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam., (Bandung: Angkasa, 2003), h. 58-59

48

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam., ( Bandung: Al-Ma’arif, 1980), Cet. Ke 4, h. 23


(43)

dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi”.49

Menurut Al-abrasy yang dikutip oleh Ramayulis, Pendidikan Islam adalah “Mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan”.50

Sedangkan Menurut Chalidjah Hasan Pendidikan Islam adalah:

Proses dan aktivitas yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan yang dikehendaki dalam diri seseorang. Ia juga merupakan proses menjaga dan memelihara sifat-sifat semula dari keadaan serta memupuk bakat dan kebolehan yang ada pada diri mereka dengan dorongan secara berangsur-angsur agar kemampuan itu dapat berkembang dengan baik serta sesuai dengan tahap-tahap kematangan yang dilaluinya.51

Dari uraian-uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan secara garis besar, bahwa Pendidikan Islam ialah sebuah proses yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak dan sempurna budi pekertinya, baik dalam bimbingan jasmani dan rohani yang sesuai dengan ajaran Agama Islam dan aspek kehidupan, agar menjadi manusia yang senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT dan menjadi penganut-penganut Islam yang sejati yang berpedomankan hukum dan ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan terjabarkan dalam sunnah Rasul dan bermula sejak Nabi Muhammad SAW menyampaikan ajaran tersebut kepada umatnya.

b. Dasar-dasar Pendidikan Islam

Dasar atau pundamen dari suatu bangunan adalah bahagian dari bangunan yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada suatu pohon dasar atau pundamennya adalah akarnya. Fungsinya yaitu mengkokohkan berdirinya pohon itu.

49

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), cet. Ke-2, h. 13

50

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), cet. Ke 3, h. 3

51


(44)

Menurut zuhairini dkk, yang dimaksud dengan dasar pendidikan Islam adalah “Dasar-dasar yang bersumber dari ajaran Islam yang tertera dalam Al-Qur’an dan hadits. Menurut ajaran Agama Islam, bahwa pelaksanaan pendidikan Agama Islam merupakan perintah dari Allah dan merupakan Ibadah kepadanya”.52

Sama halnya dengan pendapat Ahmad D. Marimba secara singkat dan tegas beliau mengatakan bahwa: Dasar pendidikan Islam adalah Firman Tuhan dan Sunnah Rasullullah SAW. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dalam Islam. Kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan Sunnah Rasullullah adalah prilaku, ajaran-ajaran dan perkenan-perkenan Rasullullah sebagai pelaksaan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an. Inipun tidak dapat diragukan lagi.53

Begitu juga menurut pendapat Ramayulis, bahwa, dasar ideal pendidikan Islam adalah “identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu, Al-Qur’an dn Hadits. Kemudian dari dasar keduanya dikembangakan dalam pemahaman Ulama”.54

Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 2 yaitu;

           

Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (QS.Al-Baqarah 2: 2)55

Dan Nabi besar Muhammad SAW pernah bersabda: “saya meninggalkan kepadamu sekalian dua barang yang berharga; selama umat-umatku berpedoman kepadanya umat-umat-umatku tidak akan tersesat, yaitu pertama Kitab Allah dan kedua Sunnahku”

Untuk memperkuat kedudukan hadits sebagai sumber inspirasi ilmu pengetahuan, dapat dilihat dari firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 80, yaitu:

52

Zuhairini, Metodik Khusus Islam., (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), Cet. Ke 8, h. 23

53

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan…., h. 41

54

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 54

55


(45)







  

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah.(Q.S. An-Nisa: 80)56

Dari Ayat di atas, dapat dilihat dengan jelas, bahwa kedudukan hadits Nabi merupakan dasar utama yang dapat dipergunakan sebagai acuan bagi pelaksanaan pendidikan Islam. Lewat contoh dan peraturan-peraturan yang diberikan Nabi, merupakan suatu bentuk pelaksanaan pendidikan Islam yang dapat ditiru dan dijadikan referensi teoritis maupun praktis.57

Bila penjelasan di atas dicermati lebih lanjut, maka akan dapat terlihat dengan jelas, bahwa eksistensi sumber dasar pendidikan Islam, baik Al-Qur’an maupun Hadits Rasulullah, merupakan mata rantai yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya secara integral. Dengan dua dasar pedoman pendidikan Islam ini maka, keteguhan berdirinya pendidikan Islam tidak dapat digoyahkan dengan apapun juga.

Sedangkan menurut H. Abuddin Nata, dasar pendidikan Islam adalah “Berdasarkan konsepsi ajaran tauhid. Dengan dasar ini maka orientasi pendidikan Islam diarahkan pada upaya mensucikan diri dan memberi penerangan jiwa, sehingga tiap diri manusia mampu meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ketingkat ikhlas yang melandasi seluruh bentuk kerja kemanusiaannya (amal shaleh)”.58

Pendidikan merupakan bagaian dari upaya untuk membantu manusia memperoleh kehidupan yang bermakna hingga diperoleh suatu kebahagian hidup. Dengan demikian, pendidikan dilaksanakan secara teratur dan tertuju secara sadar, dengan suatu dasar yang kokoh dan kuat, yaitu berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

56

Departemen Agama RI, Al-Qur’an…h. 132

57

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam., (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 98

58


(46)

c. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam

1) Tujuan Pendidikan Islam

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Apakah kegiatan tersebut dalam proyek besar maupun kecil. Tujuan harus dirancangkan agar sebuah rencana atau kegiatan dapat berjalan secara terarah dan menghasilkan sesuatu.

Tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam, terlihat sangat besar dalam membangun peradaban manusia. Artinya, peradaban dan kebudayaan manusia tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Agar peradaban bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam konsep pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai, cita- cita, dan falsafah yang berlaku disuatu masyarakat atau bangsa.

Secara umum tujuan pendidikan ialah kematangan dan integritas pribadi, yaitu selalu mampu beradaptasi terhadap segala perubahan-perubahan kondisi lingkungan hidupnya.59

Pada dasarnya tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan Islam tidak terlepas dari eksistensi manusia hidup di dunia ini, yaitu dalam rangka beribadah kepada Allah selaku Pencipta sekalian makhluknya. Dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyaat ayat 56 Allah berfirman:





 





Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (menyembah) kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyaat 51: 56)60

Menurut Omar Al-Toumy Al-syaibani yang dikutip oleh H. Jalaluddin, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah:

Untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga tercapai tingkat akhlak al-karimah. Tujuan ini sama dan sebangun dengan

59

Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila., (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), h. 144

60


(47)

tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulan, yaitu “ membimbing manusia agar berakhlak mulia” kemudian akhlak mulia dimaksud, diharapkan tercermin dari sikap dan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk Allah, serta lingkungannya. 61

Dalam versi yang lain, Ibn Khaldun yang dikutip oleh Samsul Nizar menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah:

Berupaya bagi pembentukan aqidah/keimanan yang mendalam. Menumbuhkan dasar-dasar akhlak karimah melalui jalan agamis yang diturunkan untuk mendidik jiwa manusia serta menegakkan akhlak yang akan membangkitkan kepada perbuatan yang terpuji. Upaya ini sebagai perwujudan penyerahan diri kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.62

Tujuan akhir pendidikan Islam itu adalah dengan perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.63

Sedangkan menurut Syed. Mohammad Al-Naquib, tujuan pendidikan Agama Islam ialah “menanamkan kebaikan dalam diri manusia sebagai manusia dan sebagai diri individual. Tujuan akhirnya adalah menghasilkan manusia yang baik dan bukan seperti dalam peradaban Barat”.64

Dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah perubahan yang diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan, baik tingkah laku individu maupun kehidupan masyarakat.

Jelaslah bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan Islam identik dengan tujuan hidup seseorang muslim, yaitu manusia yang selalu beribadah setiap gerak hidupnya. Selain itu tujuan pendidikan Islam adalah menghasilkan

61

Jalaluddin, Teologi Pendidikan., ( Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2002), h. 92

62

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar..., h. 106

63

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar ..., h. 106

64

Syed Mohammad Al-Naquid Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam., terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1996), h. 54


(48)

manusia muslim yang mempunyai kepribadian sempurna dengan pola taqwa yang berarti bahwa pendidikan Islam diharapkan menghasilkan manusia yang berguna baik untuk dirinya maupun untuk masyarakat, serta senang dan gemar mengamalkan ajaran agama Islam dalam hubungan dengan pencipta, manusia sesamanya dengan lingkungan dan dengan dirinya sendiri agar tercapai kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.

2) Fungsi Pendidikan Islam

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3 disebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.65

Untuk mencapai konsep diatas, maka kesemuannya itu merupakan tanggungjawab yang dibebankan dalam pendidikan yang ada. Maka dalam konteks ini, fungsi pendidikan Islam dapat dilihat dari dua demensi, yaitu:

a) Dimensi mikro (Internal), yaitu manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan. Pada deminsi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi memelihara dan mengembangkan fitrah (potensi) insani yang ada dalam diri anak didik seoptimal mungkin sesuai dengan norma agama. Dengan upaya ini diharapkan pendidikan Islam mampu membentuk insani yang berkualitas dan mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, baik sebagai pribadi maupun kepada masyarakat.

b) Dimensi makro ( eksternal), yaitu perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungan. Pada deminsi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi sebagai sarana

65


(49)

pewarisan budaya dan identitas suatu komunitas yang di dalamnya manusia melakukan berbagai bentuk interaksi dan saling mempengaruhi antara dengan yang lainnya. Tanpa proses pewarisan tersebut, budaya suatu bangsa akan mati. Oleh karena itu pendidikan Islam Harus mampu mengalihkan dan menginternalisasikan identitas masyarakat pada peserta didiknya, sekaligus mampu mewarnai perkembangan nilai masyarakat yang berkembang dengan warna dan nilai Islami.66

Apabila kesemua fungsi tersebut mampu tertanam dan dihayati oleh peserta didik, maka sekaligus akan mampu menjadi alat kontrol bagi manusia dalam melaksanakan setiap kegiatannya di muka bumi. Seluruh aktivitasnya akan senantiasa bernuansa ibadah kepada sang Khaliq dan kepentingan seluruh umat manusia di muka bumi. Dengan kata lain, fungsi pendidikan Islam adalah sebagai upaya menuju terbentuknya kepribadian insan muslim seutuhnya.

B.

Pembinaan Akhlak Siswa

1.

Pengertian dan Tujuan Pembinaan Akhlak

Secara etimologi perkataan ”Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jama’ dari ”Khuluqun” yang menurut lughat diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.67

Dalam kamus bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. 68

Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya ”Al-Akhlaq” yang dikutip oleh Hamzah Ya’kub, akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus ditinjau oleh manusia dalam

66

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 121-122

67

Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, (Bandung: CV Diponegoro, 1983), Cet. Ke-2, h. 11

68

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: P.N. Balai Pustaka, 1991), h. 8


(1)

BERITA WAWANCARA

DENGAN KEPALA SEKOLAH SMA NEGERI 8 KAB.

TANGERANG

Hari/Tanggal : Rabu, 16 Juni 2014 Interviewee : Hadi Ramadi, S.Pd

Jabatan : Kepala SMA Negeri 8 Kab. Tangerang

Pokok pertanyaan:

1. Bagaimana sejarah dan tujuan berdirinya SMA Negeri 8 Kab. Tangerang? 2. Apa visi dan Misi SMA Negeri 8 Kab. Tangerang ini?

3. Bagaimana struktur organisasi sekolah ini pak?

4. Bagaimana keadaan sarana dan prasarana sekolah ini pak?

5. Ada berapa jumlah guru pendidikan agama islam di sekolah ini pak? 6. Bagaimana pak realita akhlak siswa SMA Negeri 8 Kab. Tangerang ini? 7. Apa dan bagaimana harapan bapak terhadap sekolah pada umumnya dan

siswa pada khususnya?

Jawaban:

1. Berdirinya SMA Negeri 6 Kabupaten Tangerang ini sebelum nya bernama SMA Negeri 1 Cisoka, karena berada di wilayah kecamatan cisoka, kemudian berganti nama pada tanggal 29 januari 2011-2012 menjadi SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang. bermula adanya keinginan dan semangat beberapa warga yang berada disekitar wilayah cisoka. Atas bantuan dari berbagai pihak dan rekomendasi dari pemerintah kabupaten tangerang. Mereka merasa terpanggil dan ikut bertanggung jawab terhadap pendidikan lanjutan yang


(2)

berstatus negeri, karena pada masa itu masih sedikit sekali orangtua yang ingin menyekolahkan anak-anak nya ke jenjang yang lebih tinggi. Musayawarah demi musyawarah dilaksanakan akhirnya tercetuslah suatu keinginan dan semangat bersama untuk mengembangkan bidang pendidikan menengah atas. Hal ini didasarkan bahwa pendidikan tingkat menengah saat itu tergolong masih langka. Sehingga mereka yang berkeinginan melanjutkan studi ketingkat tersebut haruspergi ke Balaraja. Kondisi ini hanya terbatas bagi mereka yang mempunyai kemampuan material saja. Sementara bagi mereka yang kurang mamapu terpaksa harus puas menjadi pengangguran, dan lebih jauh lagi dikhawatirkan mereka itu akan terpengaruh oleh lingkungan kurang baik yang kemudian akan terjerumus kearah kejahatan.

2. Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 8 Kab. Tangerang

a. Visi : Menjadi sekolah terunggul berwawasan nasional, bersaing secara internasional dan religius.

b. Misi :

1. Melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien berbasis global dan berpijak pada budaya bangsa.

2. Menerapkan Information and Communication Technology (ICT) dan bahasa internasional dalam proses pembelajaran dan pengelolaan sekolah.

3. Menyelenggarakan pendidikan sekolah bertaraf internasional untuk meningkatkan mutu pendidikan.

4. Menyiapkan peserta didik untuk mampu bersaing secara nasional dan internasional.

5. Menumbuhkan sikap belajar sepanjang hayat bagi warga sekolah 6. Menumbuhkan proses internalisasi ajaran agama dan budaya bangsa

serta implementasinya dalam kehidupan nyata.

7. Menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan IPTEK DAN IMTAK


(3)

3. Keadaan siswa, guru, dan pegawai 1. Data Siswa

Tabel 3

DATA SISWA TAHUN AJARAN 2013/2014

No Rombel Jumlah Kelas Jumlah Siswa

1 Kelas X 5 208

2 Kelas XI 7 287

3 Kelas XII 7 301

2. SMA Negeri 8 memiliki Guru dengan latar belakang pendidikan S.1 dan D3 dengan perincian sebagai berikut

- Sarjana (S1) : 17 Orang (Guru)

- D3 : 3 Orang (Guru)

- SMA : 5 Orang (Staf/Karyawan)

Tabel 4

Nama-nama Guru dan Pendidikan Terakhir

No Nam a-nam a Guru M at a pelajaran Pendidikan

Terakhir 1

2 3 4 5 6 7 8 9

Zum ar, S.Pd Tonih Hadi, S.Pd Sum arno, S.S Indraji Ahm ad, S.Pd Wiw in Nurhayat i, S.Pd M uham m ad Farhan, S.Pd Nuraeni, S.Ag

Drs. Suhat a Ade Laily, S.Pd

IPS TERPADU IPS TERPADU

BAHASA SENI BUDAYA

PKN IPA PAI IPS TERPADU

PKN

S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1


(4)

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

Sri Heriaw at i, S.Pd M .Yakub, S.Pd Ali M uht ar, S.Pd Deni Kurniaw an Puspit a Sari, S.Sos.I Drs. Yayat Supriat na Sofyan M arzuki, SE Rosm alina, S.Pd Ahm ad Fakih, S.Pd Kholidin Ahm ad, S.Pd Syaiful Bahri, S.Pd Rahm at Sanusi,SE Dadang Rahm adi, S.Pd Supriat in, S.Pd

Aulia Nurahm i,S.Pd Arif Rahm an, S.Pd Laila M usarofah, S.Ag Nurhayat i, S.Pd Sit i. M usfiroh, S.Pd Wahyu Zainal, S.Pd M arw an M unadi Deden Supandi Sofyan Kurnia,S.Pd Endang Trisnaw at i, S.Pd Raihan Put ra Rahadi, S.Pd

IPA TERPADU IPA TERPADU INDONESIA PENJASKES SENI BUDAYA INDONESIA IPS TERPADU INDONESIA M ATEM ATIKA

KOM PUTER M ATEM ATIKA

IPS TERPADU M ATEM ATIKA

IPA TERPADU IPA TERPADU INGGRIS PAI INGGRIS PAI INDONESIA PENJASKES PENJASKES BP M ATEM ATIKA

INGGRIS S1 S1 S1 D3 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 D3 D3 S1 S1 S1 -


(5)

3. Struktur Organisasi SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang

4. Ada ruang-ruang kelas, laboratorium IPA, Komputer, ruang guru, ruang tat usaha, ruang kepala sekolah, perpustakaan, musholah, koperasi, UKS, Ruang OSIS, Kantin, Ruang ekstra kulikuler, lapangan volley merangkap lapangan basket, meja pingpong, gudang, gardu jaga, kamar mandi/WC, Lapangan upacara.

5. Ada 3 guru Pendidikan Agama Islam, ibu Nuraeni, S.Ag, Ibu Laila Musarofah, S.Ag dan ibu Siti Musfiroh

6. Anak-anak disini baik-baik, santun, sopan baik terhadap guru,karyawan/staf, teman sekelas atau antar kelas, tidak ada yang berkelahi atau bermusuhan, tertib, membuang sampah pada tempatnya, dan shalat berjamaah.

7. Harapan kedepan, semoga sekolah ini menjadi jauh lebih baik, berkenaan dengan pendidikan agama sendiri semoga diterapkan di kehidupan dalam sekolah maupun di luar sekolah.

Kepala Sekolah

Kom it e Sekolah Kaur Tat a usaha

WKS Hum as WKS Kurikulum

Coordinat or M GM P

WKS Kesisw aan

St af TU

Guru Wali Kelas Guru BP/ BK


(6)