PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA DI MTS DARUL ULUM WARU SIDOARJO.

(1)

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA DI MTS DARUL ULUM WARU SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan

Program Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

Qurrotu A’yuni Alfitriyah

NIM. D91212174

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Qurrotu A’yuni Alfitriyah, 2016, Peran guru pendidikan agama islam dalam

perkembangan kepribadian remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo, Skripsi, Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah. Universitas Negeri Sunan Ampel (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Yahya Aziz, M.Ag

Kata kunci: peran guru pendidikan agama islam dalam perkembangan kepribadian remaja.

Guru agama islam adalah orang yang mengajarkan bidang studi agama islam. Guru agama juga diartikan sebagai orang dewasa yang memiliki kemampuan agama islam secara baik dan diberi wewenang untuk mengajarkan bidang studi agama islam secara baik untuk dapat mengarahkan, membimbing dan mendidik peserta didik berdasarkan hukum-hukum islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini adalah guru agama dalam hal ini mempunyai tugas yang sangat berat yaitu disamping ikut serta membina pribadi siswa remaja, juga mengajarkan agama islam pada siswanya.

Dengan dasar itulah akhirnya muncul tiga rumusan masalah yaitu 1) bagaimana peran guru di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo? 2) bagaimana perkembangan kepribadian remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo? 3) bagaimana peran guru dalam perkembangan kepribadian remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo?

Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Dan analisis datanya menggunakan metode reduksi data, penyajian data, dan verivikasi data.

Dari hasil penelitian yang peneliti temukan bahwa peran guru pendidikan agama islam dalam perkembangan kepribadian remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo adalah sebagai uswatun hasanah, sebagai pembimbing atau fasilitator, sebagai pengganti orang tua, sebagai inspirator, sebagai pemimpin atau direktur belajar. Faktor penghambat dalam peran guru adalah akhlak mulia karena terkadang sudut pandang tiap guru terhadap akhlak yang mulia itu berbeda dan faktor pendukung dalam peran guru adalah murid menganggap guru sebagai orang yang sempurna dan apa yang dilakukan dianggap benar, sehingga apa yang dikerjakan dapat langsung diterima oleh siswanya.


(6)

i DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional ... 10

F. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Guru Dalam Pendidikan Agama Islam ….…….. 14

1. Pengertian Guru dalam Pendidikan Agama Islam... 14


(7)

ii

3. Tugas Guru dalam Pendidikan Islam……… 21

4. Syarat Guru dalam Pendidikan Islam……… 24

5. Peranan Guru dalam Pendidikan Agama Islam…… 28

6. Sifat Guru dalam Pandangan Islam……….… 34

B. Konsep Perkembangan Kepribadian……….. 36

1. Pengertian Kepribadian……… 36

2. Teori Kepribadian ………. 39

3. Skema Kepribadian………. 46

C. Konsep remaja……….. 49

1. Pengertian Remaja………. 49

2. Tugas Perkembangan Remaja………. 52

D. Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Kepribadian Remaja……… 58

1. Peran Guru dalam Lingkungan Sekolah…………. 58

2. Hubungan Guru-Murid dan Pola Pendekatannya… 59 3. Hubungan Guru-Murid dan Kepribadian Remaja… 62 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian……… 63

B. Sumber data……… 67

C. Teknik Pengumpulan Data………. 70


(8)

iii

E. Keabsahan Data……….. 74

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Profil MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo………... 76

1. Sejarah Singkat ………. 76

2. Identitas Madrasah………... 80

3. Visi, Misi, Tujuan, Target dan Strategi....………... 79

4. Profil Civitas Akademika……….………… 82

5. Sarana dan Prasarana………... 87

B. Penyajian Data………... 88

1. Peran Guru Pendidikan Agama Islam di MTs Darul

Ulum Waru Sidoarjo……….. 88

2. Perkembangan Kepribadian Remaja di MTs Darul

Ulum Waru Sidoarjo………. 92

3. Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Kepribadian Remaja di MTs Darul

Ulum Waru Sidoarjo………. 100

C. Analisis Terhadap Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Kepribadian Remaja di MTs

Darul Ulum Waru Sidoarjo……… 106

1. Analisis Peran Guru Pendidikan Agama Islam…… 106 2. Analisis Perkembangan Kepribadian Remaja…….. 110


(9)

iv

3. Analisis Peran Guru dalam Perkembangan Kepribadian

Remaja………. 114

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ……… 120

B.Saran ………. 121

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

PERNYATAAN KEABSAHAN BIOGRAFI PENULIS


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan ialah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua negara menempatkan variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari isi pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Hampir setiap orang pernah merasakan pendidikan formal di sekolah. Sejak usia 4 atau 5 tahun sampai taraf Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, bahkan mungkin taraf yang lebih tinggi dari itu. Umumnya 12 tahun, bahkan kadang-kadang lebih dari itu, seseorang menuntut ilmu di bangku pendidikan formal, sesuai dengan minat dan kesempatan yang ada.1

Pendidikan diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga dan benar-benar produktif, sebab pekerjaan produktif pada masa kini adalah pekerjaan yang didasarkan pada akal, bukan tangan. Pembentukan orang-orang

1

Singgih D. Gunarsa dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), h. 109


(11)

2

terdidik merupakan modal yang paling penting bagi suatu bangsa. Oleh karena itu, hampir di semua negara dewasa ini menjadikan pendidikan sebagai pokok perhatian. Untuk itu setiap negara yang ingin maju dan berkembang haruslah berupaya membuat pendidikan itu efektif. Pendidikan harus mampu berfungsi mengubah sikap mental yang kolot dan mampu menggalakkan inovasi dan mempengaruhi secara kreatif pola dan perilaku masyarakat.

Pendidikan memiliki peran utama dalam pengembangan personal dan sosial, mempengaruhi perubahan individu dan sosial, perdamaian, kebebasan dan keadilan. Mengubah masyarakat memerlukan paradigma baru pendidikan, tujuan baru, definisi baru tentang kualitas, inovasi pendekatan, program dan praktik. Pendidikan harus memenuhi peran strategik dalam pengembangan manusia sebagai individu dan masyarakat.

Dari penjelasan diatas tidak dapat diragukan lagi betapa penting dan strategisnya pendidikan dalam pembangunan suatu bangsa. Dengan pendidikanlah seseorang dibekali dengan berbagai pengetahuan, keterampilan, keahlian, dan tidak kalah pentingnya macam-macam tatanan hidup baik yang berupa norma-norma, aturan-aturan positif dan sebagainya. Pendek kata pendidikan menjadikan manusia seutuhnya baik secara lahiriah maupun batiniah. Bekal yang diperoleh seseorang melalui pendidikan nantinya akan berguna bagi masa depan orang tersebut, kemanfaatan bagi masyarakat, bangsa, bahkan untuk seluruh umat manusia di muka bumi ini.


(12)

3

Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini disebabkan gurulah yang berada di barisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan. Gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mendidik dengan nilai-nilai positif melalui bimbingan dan keteladanan.2

Hal tersebut sesuai dengan firman Allah surat Al-Ahzab ayat 21:

ااْوُجْرَ ي َن اَك ْنَمِل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُا ِّّ ا ِلوُسَر ِى ْمُكَل َن اَك َ ْدَقَل

َهّ

اًرِثَك َهّاَرَكَذَوَرِخَاا َ َمْوَ يْلاَو

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang

baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah”.

Ayat diatas menjelaskan bahwa Rasulullah merupakan suri tauladan bagi seluruh umat islam dari jaman dahulu hingga sekarang. Maka selayaknya kita sebagai guru mencontoh perilaku Nabi Muhammad SAW tersebut yakni dengan menjadi suri tauladan bagi murid-muridnya.

Guru bermakna sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan

2


(13)

4

efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu. Sejalan dengan itu, guru memiliki peran yang bersifat multifungsi, lebih dari sekedar yang tertuang pada produk hukum tentang guru, seperti UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dan PP No. 74 tentang guru.3 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa

“Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.

Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan bahwa betapa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan.

Lebih dari sekedar panutan, hal ini pun menunjukkan bahwa guru sampai saat ini masih dianggap eksis, sebab sampai kapanpun posisi/peran guru tidak akan bisa digantikan sekalipun dengan mesin canggih. Karena tugas guru

3


(14)

5

menyangkut pembinaan sifat mental manusia yang menyangkut aspek-aspek yang bersifat manusiawi yang unik dalam arti berbeda satu dengan lainnya.4

Tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Melalui sentuhan guru di sekolah diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi.5

Dalam proses belajar mengajar yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.

4

Moh. User usman, Menjadi guru profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), h. 2 5


(15)

6

Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan

lingkungannya. Burton mengatakan “learning is a change in the individual due to interaction of that individual and his environment, which fells a need and makes his more capable of dealing adequately with his environment,” (W.H. Burton, The Guidance of Learning Activities, 1944). Dalam pengertian ini terdapat kata change atau “perubahan” yang berarti bahwa seorang setelah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Kriteria keberhasilan dalam belajar di antaranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar.6

Peranan guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya.

Orang yang paling bertanggungjawab dalam melakukan tugas di sekolah adalah guru. Selain mengajar dan mendidik, guru berperan dalam mengembangkan kepribadian anak didiknya, di samping orangtua. Guru

6


(16)

7

dipandang serba tahu dan serba mampu oleh murid-muridnya. Apa yang dikatakan guru dianggap pasti benar. Demikian besarnya kepercayaan yang demikian besar ini akan mempengaruhi pembentukan pribadi dan perkembangan kepribadian secara keseluruhan.

Persoalannya adalah bahwa guru lebih sering mementingkan bagaimana supaya mereka dapat memberikan pelajaran kepada murid secara efektif. Guru cenderung kurang menghiraukan kebutuhan murid untuk didekati guru serta hubungan antar murid. Bila hal itu terjadi dan guru kurang waspada melihat suasana kelas, maka hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi dapat terjadi, dan mungkin berpengaruh negatif terhadap perkembangan kepribadian anak.7

Walaupun terdapat banyak perbedaan pendapat antara ahli-ahli teori kepribadian, namun menurut Thomae (1968) ada suatu kesamaan pendapat tentang kepribadian, yaitu bahwa setiap orang mempunyai ciri-cirinya sendiri yang khas. Tidak ada satu orangpun yang mempunyai ciri-ciri seratus persen dengan orang lain: setiap orang adalah unik. Disamping itu juga ada stabilita dalam kepribadian seseorang hingga dapat dikatakan mengenai adanya identitas pribadi. Artinya meskipun ada perubahan-perubahan yang dialami seseorang, pada dasarnya orang tadi tetap mewujudkan dirinya sendiri.

Guru agama mempunyai tugas yang sangat berat yaitu disamping ikut serta membina pribadi siswa, juga mengajarkan agama islam pada siswanya.

7

Singgih D. Gunarsa dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, h. 109-110


(17)

8

Karena kepribadian merupakan identitas tiap individu maka sangatlah penting setiap remaja mempunyai kepribadian yang unggul karena tujuan pendidikan islam adalah membentuk kepribadian muslim yang unggul

Oleh karena itu, penulis berinisiatif untuk mengkaji lebih mendalam melalui kegiatan penelitian dengan judul "Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Kepribadian Remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo".

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Peran Guru Pendidikan Agama Islam di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo?

2. Bagaimana Perkembangan Kepribadian Remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo?

3. Bagaimana Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Kepribadian Remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Peran Guru Pendidikan Agama Islam di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo.

2. Untuk Mengetahui Perkembangan Kepribadian Remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo.


(18)

9

3. Untuk Mengetahui Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Kepribadian Remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo.

D. Kegunaan Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan konstribusi ilmiah mengenai Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Kepribadian Remaja.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan atau pedoman untuk penelitian selanjutnya yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah yang bersangkutan hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi dan selalu melakukan pengembangan-pengembangan demi pencapaian tujuan pendidikan islam yakni melahirkan generasi yang berkepribadian muslim dan unggul.

b. Bagi kalangan akademis khususnya guru, hasil penelitian ini diharapkan menjadi input dalam mengembangkan lembaga


(19)

10

pendidikan (sekolah) untuk menekankan pendidikan kepribadian guna mendukung proses pembelajaran.

c. Bagi peneliti

i. Semoga penelitian ini membawa kemanfaatan dan berkah,

menjadi semangat akan selalu mengembangkan

kepribadiannya.

ii. Untuk melatih diri berkreatif dalam pembuatan karya ilmiah terutama di bidang pendidikan serta menjadi acuan untuk melakukan penelitian lain yang lebih baik.

d. Umum, dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para peneliti untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.

E. Definisi Operasional

Sebagai tindakan preventif agar tidak terjadi salah pemahaman dalam mengkaji proposal ini serta untuk memperoleh gambaran yang jelas, maka dirasa perlu memberi penjelasan atau penegasan tentang beberapa istilah yang terdapat dalam judul proposal ini. Adapun istilah yang memerlukan penjelasan dalam skripsi ini adalah:

1. Peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun


(20)

11

secara informal. Peran didasarkan pada ketentuan dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran tersebut.

2. Guru Pendidikan Agama Islam

Menurut Ahmad D. Marimba bahwa pendidik islam atau guru agama adalah orang yang bertanggung jawab mengarahkan dan membimbing anak didik berdasarkan hukum-hukum agama islam.8

Guru agama islam adalah orang yang mengajarkan bidang studi agama islam. Guru agama juga diartikan sebagai orang dewasa yang memiliki kemampuan agama islam secara baik dan diberi wewenang untuk mengajarkan bidang studi agama islam secara baik untuk dapat mengarahkan, membimbing dan mendidik peserta didik berdasarkan hukum-hukum islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.

3. Perkembangan Kepribadian

Perkembangan adalah suatu proses terjadinya perubahan-perubahan psikologis (sifat-sifat khas) secara terus-menerus menuju ke suatu arah

8


(21)

12

yaitu organisasi atau struktur tingkah laku pada tingkat integrasi yang lebih tinggi melalui proses belajar.9

Kepribadian menurut Withington adalah keseluruhan tingkah laku seseorang yang diintegrasikan, sebagaimana yang nampak pada orang lain. Kepribadian ini bukan hanya yang melekat dalam diri tetapi lebih merupakan hasil dari pada suatu pertumbuhan yang lama suatu kulturi.10

4. Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah peneliti dalam menyusun penulisan penelitian secara sistematis, dan mempermudah pembaca dalam memahami hasil penelitian ini, maka peneliti mensistematisasikan penulisan penelitian ini menjadi beberapa bab, sebagai berikut:

9

Ina Sastrowardoyo, TeoriKepribadian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 36 10


(22)

13

BAB I: Pendahuluan merupakan permulaan dari skripsi ini, yang didalamnya mengulas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.

BAB II: Kajian teori membahas tentang konsep guru pendidikan agama islam, konsep perkembangan kepribadian, konsep remaja dan peran guru pendidikan agama islam dalam perkembangan kepribadian remaja.

BAB III: Metode Penelitian berisi tentang jenis dan pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan keabsahan data.

BAB IV: Analisis hasil penelitian berisi tentang profil MTs Darul Ulum Waru, penyajian data, analisis peran guru pendidikan agama islam dalam perkembangan kepribadian remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo.

BAB V: Penutup berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan dimaksudkan untuk mengetahui isi pembahasan secara ringkas sedangkan saran merupakan buah pikiran yang konstruktif bagi perkembangan dan perbaikan kedepannya.


(23)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Konsep Guru dalam Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Guru dalam Pendidikan Agama Islam

Pendidik dalam islam adalah guru. Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Dalam bahasa inggris dijumpai kata teacher yang berarti pengajar.1 dalam literatur pendidikan

islam seorang guru biasa disebut dengan ustadz, mu’allim, murabbiy,

mursyid, mudarris dan muaddib.

Sebutan diatas sekaligus mengandung pengertian dan makna guru itu sendiri dalam pendidikan islam. Kata ustad identik untuk professor, ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen

terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Kata mua’allim

yang berarti mengetahui dan menangkap hakikat sesuatu mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya dan berusaha membangkitkan siswa untuk mengamalkannya. Kata murabbiy yang artinya menciptakan, mengatur dan memelihara, mengandung makna bahwa guru adalah mendidik dan

1

Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 41


(24)

menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya. Kata mursyid sebutan guru untuk thariqah (tasawuf) orang yang berusaha meninggalkan perbuatan maksiat.

Jadi makna guru adalah orang yang berusaha menularkan penghayatan akhlak atau kepribadiannya kepada peserta didiknya baik berupa etos ibadahnya, etos kerjanya, etos belajarnya maupun

dedikasinya yang serba lillahi ta’ala. Guru adalah model (teladan sentral

bahkan konsultan) bagi anak didik. Kata mudarris (terhapus, melatih, mempelajari) mengandung maksud guru adalah berusaha mencerdaskan peserta didik, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan. Kata muaddib (moral, etika) guru adalah orang yang beradap sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas dimasa depan.

Menurut Ramayulis (2002), hakikat pendidik dalam al-Qur’an (baca: islam) adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi mereka, baik afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Lebih lanjut, Zayadi (2006) mengatakan bahwa secara formal, selain mengupayakan


(25)

seluruh potensi peserta didik, mereka juga bertanggung jawab untuk memberi pertolongan pada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan sebagai pribadi yang dapat memenuhi tugasnya sebagai ‘Abdullah dan Khalifatullah.2

Pendidik dalam islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal pertama karena kodrat, yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya, kedua karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, suskses anaknya adalah sukses orang tua juga. Tanggung jawab pertama dan utama terletak pada orang tua berdasarkan juga pada firman Allah seperti yang tersebut dalam al-Qur’an:

اًر اىن ْمُكْىِلْىاىو ْمُكىسُفْ نىااْوُ ق

Artinya: “Peliharalah dirimu dan anggota keluargamu dari api neraka”.

(Q.S Al-Tahrim: 6)

2

Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoretis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h. 164


(26)

Yang diperintah dalam ayat itu adalah orang tua anak tersebut,

yaitu ayah dan ibu, “anggota keluarga” dalam ayat ini adalah terutama

anak-anaknya.3

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/musala, di rumah, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggungjawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individu maupun klasikal, di sekolah maupun diluar sekolah.4

2. Kedudukan Guru dalam Pendidikan Agama Islam

Sejak dulu, dan mudah-mudahan sampai sekarang, guru menjadi panutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid diruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. Kedudukan guru yang demikian itu senantiasa relevan dengan zaman dan sampai kapan pun diperlukan. Kedudukan

3

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 119

4

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), h. 31


(27)

seperti itu merupakan penghargaan masyarakat yang tidak kecil artinya bagi para guru, sekaligus merupakan tantangan yang menuntut prestise dan prestasi yang senantiasa terpuji dan teruji dari setiap guru, bukan saja di depan kelas, tidak saja di batas-batas pagar sekolah, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat.5

Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran islam adalah penghargaan islam yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat dibawah kedudukan nabi dan rasul. Karena guru selalu terkait dengan ilmu, sedangkan islam amat menghargai pengetahuan. Penghargaan islam tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tinta ulama lebih berharga daripada darah syuhada.

b. Orang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadat, yang berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan sholat, bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang di jalan Allah.

c. Apabila meninggal seorang alim, maka terjadilah kekosongan dalam islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh seseorang alim yang lain.

5


(28)

Kedudukan orang alim dalam islam dihargai tinggi bila orang itu mengamalkan ilmunya. Mengamalkan ilmu dengan cara mengajarkan ilmu itu kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang paling dihargai oleh islam. Asma Hasan Fahmi (1979: 166) mengutip kita ihya Al-Ghazali yang mengatakan bahwa siapa yang memiliki pekerjaan mengajar maka ia sesungguhnya telah memilih pekerjaan besar dan penting.

Dalam sejarahnya, hubungan guru-murid dalam islam ternyata sedikit demi sedikit berubah, nilai-nilai ekonomi sedikit demi sedikit mulai masuk. Yang terjadi sekarang kurang lebih sebagai berikut:6

a. Kedudukan guru dalam islam semakin merosot.

b. Hubungan guru-murid semakin kurang bernilai kelangitan, penghargaan murid terhadap guru semakin turun.

c. Harga karya mengajar semakin tinggi.

Menjadi seorang guru, baik guru dalam ilmu agama maupun ilmu dunia punya keutamaan begitu besar, yakni Keutamaan seorang yang mengajarkan ilmu. Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu „anhu, ia berkata bahwa Rasulullahshallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda:

ِهِلِعا ىف ِرْجىأ ُلْثِم ُهىلى ف رْرىخ ىىلىع لىد ْنىم

6


(29)

Artinya: “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)

Kebaikan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah kebaikan agama maupun kebaikan dunia. Berarti kebaikan yang dimaksudkan bukan hanya termasuk pada kebaikan agama saja. Termasuk dalam memberikan kebaikan di sini adalah dengan memberikan wejangan, nasehat, menulis buku dan ilmu yang bermanfaat.

Hadits di atas semakna dengan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

ْنىم ِرْجىأ ُلْثِم ُهىل ىبِتُك ُىدْعى ب اىِِ ىلِمُعى ف ًةىنىسىح ًة نُس ِمىاْسِإا ِى نىس ْنىَ

م

ًةىئِّيىس ًة نُس ِمىاْسِإا ِى نىس ْنىمىو ٌءْىىش ْمِِروُجُأ ْنِم ُصُقْ نى ي ىاىو ا ىِِ ىلِمىع

ْمِِراىزْوىأ ْنِم ُصُقْ نى ي ىاىو اىِِ ىلِمىع ْنىم ِرْزِو ُلْثِم ِهْيىلىع ىبِتُك ُىدْعى ب اىِِ ىلِمُعى ف

ٌءْىىش

Artinya: “Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang


(30)

mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017)

3. Tugas Guru dalam Pendidikan Agama Islam

Guru adalah tokoh yang paling utama dalam membimbing anak di sekolah dan memperkembangkan anak agar mencapai kedewasaan. Oleh karena itu, hal yang pertama-tama harus diperhatikan guru untuk mendapat minat murid ialah penampilan dan sikapnya. Usahakan jangan terlalu formal dan penuh disiplin, agar anak tidak takut dan enggan di sekolah. Guru harus mampu menjadi tokoh yang berkesan dan berwibawa.

Dikatakan oleh Stagner R., bahwa guru harus bisa memperlihatkan sikap sebagai berikut:

a. Memerintah, dengan tujuan agar ditiru dalam melaksanakan tugas dengan tepat dan pasti.

b. Hangat dan simpatik agar anak merasakan kebahagiaan, tanpa terlalu cemas akan prestasinya.

c. Guru dipandang serba tahu dan serba mampu, oleh karena itu apa yang dikatakan guru dianggap selalu pasti dan benar. Jadi guru harus mampu menguasai tindakannya.

Disamping fungsi-fungsi guru seperti yang telah disebutkan diatas, yang juga penting adalah bagaimana hubungan antara guru dan murid.


(31)

oleh karena itu harus diperhatikan bagaimana guru melihat dirinya sendiri, apakah ia memandang dirinya sebagai pemimpin yang paling berkuasa, atau sebagai orang tua, sebagai teman yang lebih tua yang membantu murid kalau diperlukan. Pandangan ini akan ikut menentukan corak hubungan yang terjadi antara guru dan murid.

Sebenarnya sebagai guru, ia memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh murid dan hal ini merupakan sumber kekuatan untuk menguasai kelas dan menarik perhatian murid. Elson, M.E. mengemukakan 5 kekuatan guru, sebagai berikut:

a. Coercive power:

Kesadaran murid bahwa mereka dapat dihukum oleh guru bila tidak taat, sehubungan dengan usaha guru untuk mengubah tingkah laku murid.

b. Reward power:

Bila murid melihat guru sebagai tokoh yang dapat memberikan sesuatu yang memuaskan mereka.

c. Legitimate power:

Nilai-nilai yang ada dalam diri guru yang memberi kekuatan agar diterima dan berpengaruh terhadap murid-muridnya.


(32)

d. Referent power:

Daya tarik yang memungkinkan murid tertarik kepada gurunya, dan mengadakan identifikasi dengannya.

e. Expert power:

Pengakuan terhadap keahlian khusus yang dimiliki guru, yang akan berguna bagi murid.

Bila kekuatan-kekuatan ini dimiliki guru, maka guru dipandang sebagai orang yang di-tua-kan di kelas, dengan memberi teladan dan menunjukkan sikap yang matang serta bertanggung jawab dan tidak memihak dalam menghadapi murid-muridnya. Keadaan ini akan menunjukkan kesan yang positif pada murid dan sebagai guru akan lebih mudah membimbing dan mendidik anak-anak tersebut.

Mengenai tugas guru, ahli-ahli pendidikan islami juga ahli pendidikan barat telah sepakat bahwa tugas guru adalah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain. Ag. Soejono (1982: 62) merinci tugas pendidik sebagai berikut:

a. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara.


(33)

b. Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.

c. Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat.

d. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik.

e. Memberikan bimbingan dari penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.

Secara singkat dapat juga disimpulkan bahwa tugas guru dalam islam adalah mendidik muridnya, dengan cara mengajar dan dengan cara-cara lainnya, menuju tercapainya perkembangan maksimal sesuai dengan dengan nilai-nilai islam.7

4. Syarat Guru dalam Pendidikan Agama Islam

Menjadi guru menurut Zakiah Darajat dan kawan-kawan (1992: 41) tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti di bawah ini:

7


(34)

a. Takwa kepada Allah Swt

Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan islam, tidak mungkin mendidik anak didik agar bertakwa kepada Allah jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagaimana Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya.

Secara teoritis, menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima tanggungjawab untuk menjadi teladan. Dengan kata lain, guru yang baik adalah guru yang sadar diri, menyadari kelebihan dan kekurangannya.8

b. Berilmu

Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. c. Sehat jasmani

Guru yang mengidap penyakit menular, umpamanya sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Disamping itu, guru yang

8

Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 128-129


(35)

berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Guru yang sakit-sakitan kerapkali terpaksa absen dan tentunya merugikan anak didik.9 d. Berlakuan baik

Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Diantara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Yang dimaksud dengan akhlak mulia dalam ilmu pendidikan islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran islam, seperti dicontohkan oleh pendidik utama, Nabi Muhammad SAW.

Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan, dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental, serta berakhlak mulia.10

e. Bertanggung Jawab

Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat, yang menurut Wens Tanlain dan kawan-kawan (1989: 31) ialah:

1) Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan.

9

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, h. 127 10


(36)

2) Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira. 3) Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya. 4) Menghargai orang lain, termasuk anak didik

5) Bijaksana dan hati-hati 6) Takwa terhadap Tuhan YME

Soejono (1982: 63-65) menyatakan bahwa syarat guru adalah sebagai berikut:

a. Tentang umur, harus sudah dewasa

Tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut perkembangan seseorang, Oleh karena itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa karena anak-anak tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.

b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani

Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksana pendidikan. Bahkan dapat membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular.

c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli

Ini penting sekali bagi pendidik, termasuk guru (orang tua dirumah) sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori ilmu pendidikan.


(37)

d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi

Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar.

syarat itu adalah syarat-syarat guru pada umumnya. Syarat-syarat itu dapat diterima dalam Islam. Akan tetapi, mengenai Syarat-syarat pada butir dua, yaitu tentang kesehatan jasmani, Islam dapat menerima guru yang cacat jasmani tetapi sehat. Untuk guru di perguruan tinggi, orang buta atau cacat jasmani lainnya dapat diterima sebagai tenaga pengajar asal cacat itu tidak merintangi tugasnya dalam mengajar.

5. Peranan Guru dalam Pendidikan Agama Islam

Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Semua peranan yang diharapkan dari guru seperti diuraikan di bawah ini.:

a. Perancang

Untuk tugas-tugas administratif tertentu, guru dapat merencanakan diri sebagai administrator.11

b. Penggerak

Guru juga dikatakan sebagai penggerak, yaitu mobilisator yang mendorong dan menggerakkan sistem organisasi sekolah.

11


(38)

Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual dan kepribadian yang kuat.12 c. Korektor

Sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik.

d. Inspirator

Sebagai inspirator guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. e. Informator

Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum.

f. Organisator

Sebagai organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan

12


(39)

pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya.

g. Motivator

Menurut McDonald seperti yang dikutip M. Sobry Sutikno (2009), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.13

Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar.14 Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai.15

h. Inisiator

Dalam perannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan.

13

Ibid., h. 46-47 14

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, h. 45 15


(40)

i. Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik.

j. Pembimbing

Peranan ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru disekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap.

k. Demonstrator

Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami. Apalagi anak didik yang memiliki intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik, guru harus berusaha dengan membantunya, dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik.16 Maksudnya agar apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.17

l. Pengelolaan kelas

Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua

16

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, h. 46-47 17


(41)

anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.18

m. Mediator

Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif. Sebagai mediator guru pun menjadi perantara dalam hubungan antarmanusia. Untuk keperluan itu guru harus terampil menggunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan komunikasi.19

n. Supervisor

Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. o. Evaluator

Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seseorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik, yakni aspek nilai. Anak didik yang berprestasi baik, belum tentu memiliki kepribadian yang baik. Jadi, penilain itu pada hakikatnya diarahkan

18

Ibid., h. 10 19


(42)

pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap.20

Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feedback) terhadap proses belajar-mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya.21

Seorang guru harus terus menerus melakukan evaluasi baik ke dalam maupun ke luar sekolah untuk melihat kembali tingkat keberhasilan dan kelemahan yang dihadapi sekolah, misalnya:22 1) Visi, misi, tujuan dan sasaran.

2) Kurikulum.

3) Pendidik dan tenaga kependidikan.

4) Dana, sarana prasarana, regulasi, organisasi, budaya kerja, dan atau belajar.

Evalusi ke luar ditujukan untuk melihat peluang dan tantangan yang dihadapi sekolah, misalnya:

1) Menjaga kepercayaan masyarakat. 2) Memenuhi harapan para orang tua siswa. 3) Memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan.

20

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,), h. 48-49 21

Moh. User Usman, Menjadi Guru Professional, h. 11-12 22


(43)

4) Desain ulang program magang untuk menghadapi persaingan. 5) Memerhatikan dampak iptek dan informasi.

6) Pengaruh dari lingkungan sosial. 6. Sifat Guru dalam Pandangan Islam

Al-Abrasyi (1974:131) menyebutkan bahwa guru dalam islam sebaiknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut ini:

a. Zuhud: tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan karena mencari keridaan Allah

b. Bersih tubuhnya: jadi penampilan lahiriyahnya menyenangkan c. Bersih jiwanya: tidak mempunyai dosa besar

d. Tidak riya’: riya’ akan menghilangkan keikhlasan

e. Tidak memendam rasa dengki dan iri hati f. Tidak menyenangi permusuhan

g. Ikhlas dalam melaksanakan tugas h. Sesuai perbuatan dengan perkataan i. Tidak malu mengakui ketidaktahuan j. Bijaksana

k. Tegas dalam perkataan dan perbuatan, tetapi tidak kasar l. Rendah hati

m. Lemah lembut


(44)

o. Sabar, tidak marah karena hal-hal kecil p. Berkepribadian

q. Tidak merasa rendah diri

r. Mampu mencintai murid seperti mencintai anak sendiri

s. Mengetahui karakter murid, mencakup pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan pemikiran

Sementara itu, Mahmud Junus (1966: 114) menghendaki sifat-sifat guru muslim sebagai berikut:

a. Menyayangi muridnya dan memperlakukan mereka seperti menyayangi dan memperlakukan anak sendiri.

b. Hendaklah guru memberi nasihat kepada muridnya seperti melarang mereka menduduki suatu tingkat sebelum berhak mendudukinya.

c. Hendaklah guru memperingatkan muridnya bahwa tujuan menuntut ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan bukan untuk menjadi pejabat, untuk bermegah-megah, atau untuk bersaing. d. Hendaklah guru melarang muridnya berkelakuan tidak baik dengan

cara lemah lembut, bukan dengan cara mencaci maki.

e. Hendaklah guru mengajarkan kepada murid-muridnya mula-mula bahan pelajaran yang mudah dan banyak terjadi di dalam masyarakat.


(45)

f. Tidak boleh guru merendahkan pelajaran lain yang tidak diajarkannya.

g. Hendaklah guru mengajarkan masalah yang sesuai dengan kemampuan murid.

h. Hendaklah guru mendidik muridnya supaya berpikir dan berijtihad, bukan semata-mata menerima apa yang diajarkan guru.

i. Hendaklah guru mengamalkan ilmunya, jangan perkataannya berbeda dari perbuatannya.

j. Hendaklah guru memberlakukan semua muridnya dengan cara adil, jangan membedakan murid atas dasar kekayaan atau kedudukan.

B. Konsep Perkembangan Kepribadian

1. Pengertian Kepribadian

Kepribadian itu secara langsung berhubungan dengan kapasitas psikis seseorang, berkaitan pula dengan nilai-nilai etis/kesusilaan dan tujuan hidup. Kepribadian mencakup pula kemampuan adaptasi yang karakteristik terhadap lingkungannya. Beberapa definisi para tokoh mengenai kepribadian:

“Kepribadian adalah satu totalitas terorganisir dari disposisi-disposisi psikis manusia yang individual, yang memberi kemungkinan untuk memperbedakan ciri-cirinya yang umum dengan pribadi lainnya.”


(46)

Satu totalitas itu bukan hanya merupakan satu penjumlahan dari bagian-bagian, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagikan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kepribadian ini merupakan suatu struktur totalitas yang mempunyai aspek-aspek yang saling berhubungan satu dengan lainnya.

Disposisi itu adalah kesediaan kecenderungan-kecenderungan untuk bertingkah laku tertentu, yang sifatnya lebih kurang tetap/konstan, dan terarah pada tujuan tertentu. Sungguhpun di dalam konteknya kepribadian itu akan selalu berkembang dan bersifat dinamis, namun ada disposisi-disposisi psikis pokok/dasar yang sifatnya tetap konstan.

Individual, ini berarti bahwa setiap orang itu mempunyai kepribadiannya sendiri yang khas, yang tidak identik dengan orang lain. Jadi ada ciri-ciri atau sifat-sifat individual pada aspek-aspek psikisnya, yang bisa membedakan dirinya dengan orang lain. Beberapa pengertian kepribadian menurut para tokoh:

a. Gordon W. Allport:23

Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system, that determines his unique adjustment to his environment. (Kepribadian adalah kesatuan organisasi yang dinamis sifatnya dari sistem psikofisis individu

23


(47)

yang menentukan kemampuan penyesuaian diri yang unik sifatnya terhadap lingkungannya).

b. MAY:

Personality is sosial stimulus value. Kepribadian itu merupakan perangsang atau stimulus sosial bagi orang lain. Cara orang lain mengadakan reaksi terhadap saya, inilah merupakan kepribadian saya. Jadi pendapat orang inilah yang menentukan siapa dan bagaimana saya ini. Dengan demikian aku atau diriku ini menjadi pengaruh atau stimulus bagi orang lain.

c. Morton Prince:

Personality is the sum-total of all the biological innate disposition, impulse, tendencies, appetites, instincts of the individual, and the acquired dispositions and tendencies acquired by experience. (kepribadian adalah jumlah total dari semua disposisi pembawaan, impuls-impuls, kecenderungan-kecenderungan, selera-selera, nafsu-nafsu, insting-insting individual, disposisi-disposisi dan tendensi-tendensi yang diperoleh melalui pengalaman).

d. H.C. Warpen:

Personality is the entire mental organization of a human being at any stage of his development. It embraces every phase of


(48)

human character, intellect, temperament, skill, morality, and every attitude that has been built up in the course of one’s life.

(kepribadian adalah segenap organisasi mental dari manusia pada semua tingkat dari perkembangannya. Ini mencakup setiap fase karakter manusiawinya, intelek temperamen, keterampilan, moralitas dan segenap sikap, yang telah terbentuk sepanjang hidupnya).

e. Prescott Lecky24:

Personality is a unified scheme of experience an organization of value that are consistent with one another. (kepribadian adalah kesatuan skema dari pengalaman, merupakan organisasi nilai yang sesuai satu sama lainnya).

f. R. Linton:

Personality is the organized aggregate of psychological processes and states pertaining to the individual. (kepribadian merupakan kumpulan dari proses-proses psikologis dan keadaan/kondisi yang bersangkutan dengan individu.

2. Teori Kepribadian

Teori kepribadian lahir karena didorong oleh kebutuhan-kebutuhan dalam kehidupan praktis, ialah untuk mengenal manusia dalam hidupnya

24


(49)

sehari-hari. Sebab pada setiap manusia itu selalu ada dorongan azali untuk mengenal lebih banyak sesama makhluk hidup.

Sekalipun demikian, kita harus mengingat, bahwa pribadi atau personalitas itu merupakan satu individualitas yang serba kompleks. Karena teori kepribadian inipun tidak akan mampu memberikan gambaran yang komplit mengenai kepribadian dengan seluruh ciri-cirinya yang khas dan unik.

a. Teori Sigmun Freud (1856-1939)

Pembagian kepribadian manusia atas tiga unsur dicetuskan oleh Sigmund Freud dengan aliran psikologinya yang disebut psikoanalitik. Unsur pembentuk ini jangan dipandang sebagai tiga unsur yang terpisah, melainkan fungsi kepribadian secara keseluruhan dan tidak berdiri sendiri-sendiri.

1) Id

Id adalah sistem kepribadian bawaan atau yang paling asli dari manusia. Pada saat dilahirkan, seseorang hanya memiliki id saja. Unsur kepribadian ini merupakan tempat bersemayamnya naluri-naluri yang sifatnya buta dan tidak terkendali.

Karena bekerjanya hanya didorong oleh asas kesenangan semata, maka id bersifat tidak logis, amoral, dan


(50)

hanya memiliki satu tujuan semata. Id tidak pernah menjadi dewasa dan selalu manjadi unsur anak manja dalam kepribadian manusia. Id ini bersifat tidak sadar.

2) Ego

Unsur kepribadian ini timbul setelah terjadi kontak dengan dunia nyata yang realistis. Ia berfungsi untuk mengendalikan serta mengatur segenap tindakan yang dilakukan dengan berlandaskan pada asas kenyataan. Ego berfungsi untuk mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Berbeda dengan id, ego merupakan tempat bersemayamnya inteligensi serta pola pikir rasional yang mengendalikan serta mengawasi dorongan-dorongan keinginan dari Id.

3) Superego

Superego merupakan unsur moral atau hukum dari kepribadian manusia. Ia merupakan aspek moral dari seseorang yang menentukan benar dan salahnya perbuatan yang dilakukan. Ia menampilkan hal-hal yang ideal dan bukannya riil. Berbeda dengan id yang digerakkan oleh asas kesenangan, superego digerakkan oleh asas kesempurnaan. Superego terdiri dari nilai-nilai tradisional serta norma-norma


(51)

ideal dalam masyarakat yang diajarkan oleh orangtua terhadap anaknya. Fungsi superego adalah untuk menghambat dorongan-dorongan pemuasan yang berasal dari id.

Demikianlah menurut Freud, id merupakan unsur yang sangat penting dari kepribadian manusia. Id hadir hanya dari bentuk naluri atau nafsu seks dalam diri manusia. Jadi seseorang, menurut Freud, tak lain dan tak bukan adalah perwujudan dari aktivitas seksual. Menurut teori Freud, manusia tidak lebih dari sekedar budak abadi dari id dan superego serta pertentangan yang terjadi di antara keduanya. Atau barangkali ia adalah budak dari nilai-nilai masa lalu yang diciptakan berdasar spekulasi belaka dan disebut hal baik atau buruk dalam masyarakat.25

b. Teori Carl Gustav Jung (1875-1961)

Kepribadian total yang disebut dengan psyche, sebagaimana yang dinamakan demikian oleh Jung, terdiri dari sejumlah sistem berbeda yang saling berhubungan. Yang terpenting adalah ego, alam bawah sadar individu beserta bagian-bagiannya, alam bawah sadar kolektif beserta arketipal-arketipalnya, persona, anima, animus, serta bayangan. Sebagai tambahan atas sistem yang saling

25

Calvin S. Hall and Gardner Lindzey, Theories of personality, (New Delhi: Wiley Eastern Limited, 1991), p. 170


(52)

berdiri sendiri ini masih terdapat sikap tertutup, terbuka, dan fungsi-fungsi pikiran, perasaan, penginderaan, dan intuisi.

Akhirnya terdapatlah sang “diri” yang merupakan pusat dari

seluruh kepribadian.26

c. Teori Alfred Adler (1870-1937)

Berbeda dengan pandangan Freud bahwa kebiasaan manusia didorong oleh naluri-naluri buta dan Jung yang mengatakan bahwa tindakan umat manusia didorong oleh arketipal-arketipal, Adler berpendapat bahwa umat manusia terutama dimotivasi oleh dorongan-dorongan masyarakat. Manusia menurut Adler, pada dasarnya adalah makhluk sosial.

Sumbangsih terpenting kedua Adler terhadap teori kepribadian adalah konsep kepribadian kreatif. Ciri khas teori Adler yang membedakannya dengan psikoanalitik klasik adalah penekanannya terhadap uniknya kepribadian. Kemudian Adler memandang bahwa kesadaran merupakan pusat dari kepribadian, yang membuatnya sebagai pelopor ilmu kejiwaan yang berorientasikan ego.27

26

Ibid., p. 118 27


(53)

d. Teori Erich Fromm (1900-1980)

Berbagai bentuk tatanan kemasyarakatan yang diciptakan oleh umat manusia, baik itu berupa feodalisme, kapitalisme, fasisme, sosialisme, atau komunisme, menggambarkan usaha untuk memecahkan pertentangan dasar dari umat manusia. Pertentangan atau kontradiksi ini meliputi sifat kebinatangan dan kemanusiaan (dalam diri manusia). Sebagai binatang, seseorang memiliki kebutuhan-kebutuhan jasmaniah tertentu yang harus dipenuhi. Sebagaimana manusia, seseorang memiliki kesadaran diri, akal budi, dan imajinasi.

Pandangan Fromm mengenai seseorang di tengah-tengah masyarakat adalah sangat praktis dan terbuka. Teorinya berisikan sikap dan cara hidup seseorang sebagai seorang individu di tengah-tengah masyarakat. Sikap dan cara hidup pertama adalah sebagai tanggapan terhadap kebutuhan jasmani. Cara hidup kedua adalah dengan mewujudkan kualitas-kualitas umat manusia sebagai tanggapan terhadap kebutuhan batiniah.

e. Teori B.F. Skinner (1904-1990)

Skinner merupakan penganut pandangan psikologi kebiasaan (behaviorisme) yang menganalisis kebiasaan manusia. Ia


(54)

sekelompok pola-pola kebiasaan yang menjadi ciri khas suatu individu. Ia memandang kebiasaan individu sebagai hasil dari paksaan dunia luar yang menghendaki seseorang untuk melakukan sesuatu.

f. Teori Carl Ransom Rogers (1902-1987)

Setiap orang menciptakan realitas yang sesuai dengan kumpulan pengalaman pribadianya, dan apa yang dialaminya itu hanya dapat dikenal oleh orang itu sendiri.

Penjelasan yang dikemukakan Rogers itu mencerminkan pandangan fenomologis yang mengatakan bahwa apa yang (dianggap) nyata oleh seseorang adalah sesuatu yang hadir di dalam kerangka pemikiran orang itu sendiri, atau dunia subyektif, termasuk gejala sesuatu yang setiap saat berada di dalam (medan) kesadarannya. Konsekuensi dari hal itu adalah bahwa persepsi dan pengalaman subjektif tidak hanya menciptakan realitas pribadi seseorang melainkan juga membentuk dasar dari segenap tindakannya.28

Rogers menolak pandangan Freud yang mengatakan bahwa aspek-aspek masa lalu atau sesuatu yang berasal dari kebiasaan, merupakan faktor utama pembentuk kepribadian. Kebiasaan

28


(55)

tidaklah ditentukan oleh sesuatu yang terjadi pada masa lalu. Sebagai gantinya, Rogers menekankan perlunya pemahaman akan hubungan seseorang dengan lingkungan, sebagaimana adanya orang itu sekarang, serta mengamatinya. Penafsiran kita akan pengalaman masa lalu, dan bukannya fakta keberadaan pengalaman-pengalaman itu, yang memengaruhi kebiasaan kita sekarang.29

3. Skema Kepribadian

Pribadi manusia itu terdiri atas individualitas biologis dan individualitas psikologis. Sedang skema kepribadian manusia tersusun sebagai berikut:

a. Vitalitas: ialah daya pendorong dari kehidupan baik yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah/psikis. Vitalitas ini ialah daya hidup atau daya rentan hidup.

29

Ibid., p. 487

Vitali tas

Temper amen Kara

kter Baka

t Diffe rensi dan Integ rasi


(56)

1) Vitalitas fisis/jasmani itu bergantung sekali pada konstitusi fisis/jasmaniah. Konstitusi jasmaniah ini merupakan aku jasmaniah yang ditampilkan dengan tanda-tanda fisiologis pembawaan yang karakteristik, yang kurang lebih konstan tetap sifatnya.

Dari luar vitalitas hidup yang fisis ini prosesnya seperti pasif saja. Akan tetapi sebenarnya dia beroperasi aktif secara jasmaniah terhadap stimulus-stimulus tertentu.

Vitalitas fisis ini merupakan sifat keturunan atau bawaan sejak lahir, sehingga sifatnya relatif konstan, tidak berubah. 2) Vitalitas psikis ialah daya hidup yang bersifat psikis, yang

erat kaitannya dengan konstitusi jasmaniah. Vitalitas psikis merupakan energi-hidup yang belum terarah secara intensional dan menjadi tenaga pendorong dari seluruh kegiatan psikis manusia. Vitalitas psikis adalah refleksi dari tenaga psikis terhadap pengaruh-pengaruh sensoris, dan merupakan perasaan umum yang vital.

b. Temperamen: adalah konstitusi psikis atau aku-psikis. aku-psikis erat berpadu dengan konstitusi jasmaniah. Temperamen ini bergantung sekali pada konstitusi fisis/jasmaniah. Sedang konstitusi fisis tadi dibawa sejak lahir jadi herediter sifatnya. Di


(57)

dalamnya terdapat elemen-elemen yang tidak bisa dirubah, yang kurang lebih bersifat konstan, juga tidak dapat dikuasai oleh kemauan, dan hampir-hampir tidak mungkin dididik. Jika ada sedikit kemungkinan untuk dididik, maka hal ini akan berlangsung minim sekali.

c. Karakter ialah: aku psikis yang mengekspresikan diri dalam bentuk tingkah laku dan keseluruhan dari aku manusia. Sebagian disebabkan oleh bakat pembawaan dan sifat-sifat hereditas sejak lahir: sebagaian lagi dipengaruhi oleh milieu atau lingkungan (teori konvergensi). Karakter mempunyai kemungkinan-kemungkinan untuk dididik.

Disamping faktor-faktor hereditas (faktor endogin) yang relatif konstan sifatnya milieu yang terdiri antara lain atas lingkungan hidup, pendidikan, kondisi dan situasi hidup dan kondisi masyarakat (semuanya merupakan faktor eksogin) semua berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter. Ringkasnya, karakter itu merupakan produk dari faktor-faktor bawaan dan pengaruh milieu.

Karakter itu mempunyai pengertian yang lebih luas daripada temperamen. Dalam karakter sudah tercakup temperamen. Karakter tersebut sifatnya kurang/tidak konstan, jika dibanding dengan


(58)

temperamen. Hal ini disebabkan karena karakter itu bisa dipengaruhi dan bisa dididik.

d. Bakat: mencakup segala faktor yang ada pada individu sejak awal pertama dari kehidupannya, yang kemudian menumbuhkan perkembangan keahlian, kecakapan, keterampilan, spesialitas tertentu. Bakat ini bersifat leten (tersembunyi, dan bisa mekar berkembang) sepanjang hidup manusia, dan dapat diaktualkan potensinya. Potensi-potensi yang terpendam dan masih lelap itu dapat dibuat aktif dan aktual.

e. Differensiasi regulasi dan integrasi kepribadian. Differensiasi adalah terdapatnya perbedaan mengenai tugas-tugas dan pekerjaan dari masing-masing bagian tubuh. Regulasi adalah pengaturan, yaitu dorongan untuk mengadakan perbaikan sesudah terjadi satu gangguan di dalam organisme atau badan manusia. Integrasi adalah proses yang membuat keseluruhan jasmani dan rohani manusia itu menjadi satu kesatuan yang harmonis, karena terjadi satu sistem pengaturan yang rapi.

C. Konsep Remaja


(59)

Masa remaja adalah masa paling sensitif dan urgen dalam kehidupan manusia yang biasanya berlangsung antara usia 12 hingga 18 tahun. Dalam masa ini seorang bukan lagi anak kecil dan juga belum bisa mencapai usia baligh sepenuhnya. Atau juga bisa diartikan masa remaja adalah periode kehidupan transisi manusia dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.30 Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan makna remaja, antar lain adalah pubreit, adolescentia, dan youth. Di Indonesia baik istilah pubertas maupun adolescentia dipakai dalam arti umum dengan istilah yang sama yaitu remaja.

Beberapa tokoh psikologi lebih menitik beratkan perubahan-perubahan yang dianggap penting.

a. J. Piaget memandang “adolescentia” sebagai suatu fase hidup, dengan perubahan-perubahan penting pada fungsi inteligensi, tercakup dalam perkembangan aspek kognitif.

b. Anna Freud menggambarkan masa adolesensia sebagai suatu proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka.

30

Djihad Hisyam Suryanto, Pendidikan di Indonesia Memasuki Millennium III, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), h. 185


(60)

c. F.Neidhart juga melihat masa adolescentia sebagai masa peralihan ditinjau dari kedudukan ketergantungannya dalam keluarga menuju

ke kehidupan dengan kedudukan “mandiri”.

d. E.H Erikson mengemukakan timbulnya perasaan baru tentang identitas daripada masa adolescentia. Terbentuknya gaya hidup tertentu sehubungan dengan penempatan dirinya, yang tetap dapat dikenal oleh lingkungannya walaupun mengalami perubahan pada dirinya maupun kehidupan sehari-hari.

Bilamana remaja dalam masa peralihan diamati dengan seksama, akan diperoleh berbagai catatan khas sebagai berikut:

a. Mula-mula terlihat timbulnya perubahan jasmani, perubahan fisik yang demikian pesatnya dan jelas berbeda dibandingkan dengan masa sebelumnya.

b. Perkembangan inteleknya lebih mengarah ke pemikiran tentang dirinya dan refleksi diri.

c. Perubahan-perubahan dalam hubungan antara anak dan orangtua dan orang lain dalam lingkungan dekatnya.

d. Timbulnya perubahan dalam perilaku, pengalaman dan kebutuhan seksual.


(61)

f. Banyaknya perubahan dalam waktu yang singkat menimbulkan masalah dalam penyesuaian dan usaha memadukannya.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan pada umumnya bisa dilaksanakan dengan lancar bila tidak ada rintangan dari lingkungan maupun dari dalam diri remaja sendiri. Kesulitan yang menghambat kelancaran pelaksanaan tugas perkembangan:

a. Menerima keadaan fisiknya

Pada masa ini remaja mengalami berbagai macam perubahan fisik. Perubahan fisik berhubung dengan pertumbuhannya dan kematangan seksual.

Perbedaan antara harapan remaja maupun harapan lingkungan dengan keadaan fisik remaja, menimbulkan masalah bagi remaja, sehingga sulit baginya untuk menerima keadaan fisiknya. Penampilan diri yang mengecewakan diri biasanya merintangi usaha memperluas ruang gerak pergaulan.

b. Memperoleh kebebasan emosional

Agar menjadi seorang dewasa yang dapat mengambil keputusan dengan bijaksana, remaja harus memperoleh latihan dalam mengambil keputusan secara bertahap. Perlu menghadapi


(62)

pilihan-pilihan dari yang ringan sampai yang berat, dengan jangkauan jauh ke masa depan.

Remaja perlu merenggangkan ikatan emosional dengan orang tua, supaya belajar memilih sendiri dan mengambil keputusan sendiri. Usaha memperoleh kebebasan emosional ini sering disertai

perilaku “pemberontakan” dan melawan keinginan orangtua. Orangtua dan orang dewasa yang mengerti pentingnya “kebebasan”

remaja, secara bertahap akan membimbing mereka. c. Mampu bergaul

Dalam mempersiapkan diri untuk masa dewasa, remaja harus belajar bergaul dengan teman sebaya dan tidak sebaya, sejenis maupun tidak sejenis. Keinginan untuk bergaul secara luas mungkin sudah mendorong remaja untuk melakukan usaha pendekatan terhadap teman sebaya, tidak sebaya, tidak sejenis. Tetapi perasaan malu, perasaan diri tidak sesuai dengan harapan sendiri, lebih-lebih perasaan diri tidak sesuai dengan harapan orang lain, akan menghambat usahanya dalam melibatkan diri dalam pergaulan yang lebih luas.

d. Menemukan model untuk identifikasi

Remaja pada masa ini sedang merenggangkan diri dari ikatan emosional dengan orang tuannya. Mereka sedang membongkar


(63)

landasan hidup, yang sudah diletakkan orangtuanya sepanjang masa anak.

Menurut E.H. Erikson pada masa ini remaja harus menemukan identitas diri. ia harus memiliki gaya hidup sendiri, yang bisa dikenal dan ajeg walaupun mengalami berbagai macam perubahan. Pada waktu menjalani dan mengalami perubahan pertumbuhan badan dan kematangan seksual yang baru baginya, remaja mempertanyakan pandangan orang tentang dirinya maupun pandangan dirinya mengenai dirinya sendiri.

e. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri

Pada masa ini terlihat juga perubahan dalam cara berpikir remaja yang menunjukkan bertambahnya minat terhadap peristiwa yang tidak langsung dan hal-hal yang tidak konkrit. Dirinya sering dijadikan obyek pemikirannya sehingga dapat menghasilkan penilaian diri maupun kritik diri sendiri. Dari hasil refleksi diri akan diperoleh pengetahuan tentang diri dan kemampuannya.

Dengan kemampuan berpikir abstrak remaja cenderung berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan, sehingga sering menghadapi kenyataan yang berbeda atau bertentangan dengan kemungkinan yang dipikirkannya dan juga menambah pengetahuan tentang kesempatan dan kemungkinan penerapan kemampuannya.


(64)

f. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma Remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan luar dan dalam. Menurut G. Konopka, masa remaja merupakan fase yang paling penting dalam pembentukan nilai. Pembentukan nilai merupakan suatu proses emosional dan intelektual yang sangat dipengaruhi oleh interaksi sosial. Lingkungan sosial merupakan sumber keterangan utama dari arti dan nilai-nilai.

g. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan Seorang anak masih sangat egosentris. Segala hal dipandang dari sudut pandanganya sendiri, terpusat pada keinginan dan kebutuhan sendiri. Reaksi dan tingkahlakunya sangat dipengaruhi oleh emosi dan kebutuhannya, sehingga sulit menangguhkan terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu. Sebaliknya seorang remaja diharapkan bisa meninggalkan kecenderungan, keinginan untuk menang sendiri. Sepanjang masa peralihan ini, remaja harus belajar melihat dari sudut pandang orang lain.

Komunikasi antara remaja dan lingkungan akan tetap terpelihara dengan baik, bila pengertian terhadap remaja berlandaskan pengetahuan mengenai ciri-ciri remaja, yang juga erat hubungan dengan perkembangannya. Beberapa ciri khas remaja adalah:


(65)

1) Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan. Sebagai akibat dari perkembangan fisik.

2) Ketidak seimbangan secara keseluruhan terutama keadaan emosi yang labil. Labilitas remaja menyebabkan kurang tercapainya pengertian orang lain akan diri pribadi remaja. Keadaan yang baru dialami remaja, juga menyebabkan remaja sendiri sering tidak mengerti dirinya sendiri.

3) Perombakan pendangan dan petunjuk hidup yang telah diperoleh pada masa sebelumnya, meninggalkan perasaan kosong di dalam diri remaja.

4) Sikap menantang orangtua maupun orang dewasa lainnya merupakan ciri yang mewujudkan keinginan remaja untuk merenggangkan ikatannya.

5) Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal sebab pertentangan-pertentangan dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya.

6) Kegelisahan, keadaan tidak tenang menguasai diri remaja. Keinginan yang belum atau tidak terjangkau meninggalkan perasaan gelisah.


(66)

7) Eksperimentasi, atau keinginan besar yang mendorong remaja mencoba dan melakukan segala kegiatan dan perbuatan orang dewasa.

8) Eksplorasi, keinginan untuk menjelajahi lingkungan alam sekitar.

9) Banyaknya fantasi, khayalan dan bualan, merupakan ciri khas remaja. Banyak hal yang tidak mungkin tercapai, bisa tercapai dalam fantasi.

10) Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok. Kebersamaan dan kegiatan berkelompok memberikan dorongan moril pada sesama remaja.

Dengan bekal pengetahuan tentang ciri-ciri remaja dan tugas-tugas perkembangan pada masa ini, remaja diharapkan lebih mengerti dirinya sendiri dan dimengerti orang lain, sehingga dapat menjalani persiapan masa dewasa dengan lancar. Dengan memanfaatkan semua kesempatan yang tersedia, terbentuklah kepribadian yang terpadu. Berbekal kemampuan swasembada ia menempati tempatnya dalam masyarakat.31

31

Gunarsa, Prof Dr Singgih D. Gunarsa, Dra Yulia Singgih D, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT Gunung Mulia, 2003), h. 201-221


(67)

D. Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Kepribadian Remaja

1. Peran Guru dalam Lingkungan Sekolah

Bila seseorang mengajar, ini berarti ia sudah mengemban tugas moral, yaitu tugas moral sebagai orang yang dianggap dapat menurunkan apa yang ia miliki untuk memberikan pengetahuannya. Yang ideal adalah, di samping guru mengajarkan ilmu pengetahuan, juga sebagai pengganti orang tua di sekolah, menyelami jiwa murid-muridnya. Anak didik selalu berhak untuk mendapatkan perhatian penuh dari dari gurunya.

Pendidikan pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan potensi murid. Sebagai seorang guru yang baik, adalah wajar bahwa ia ingin agar sebanyak mungkin anak didiknya lulus atau mendapat angka yang baik. Ia akan tidak senang apabila banyak muridnya mendapat angka kurang atau tidak lulus. Dalam keadaan ini, guru sebagai yang diharapkan mengembangkan potensi anak, harus pandai membatasi dirinya agar keinginannya untuk “menghasilkan” anak dengan nilai tinggi tidak bertentangan dengan kesempatan anak untuk mengembangkan dirinya.

Meskipun kurikulum yang ada di sekolah adalah baik, tetapi keberhasilan kurikulum dalam pelaksanaannya, selalu menuntut


(68)

kecerdasan pengajar untuk mencari cara yang luwes dalam menjalankannya. Modal pertama yang harus kita miliki sebagai sumber

dan titik tolak dalam pengajaran adalah “kasih sayang”. Apakah kita

mampu menganggap setiap murid yang akan dipercayakan kepada kita, sebagai anak kita sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Setiap murid bukanlah suatu benda mati yang dapat dijadikan barang mainan sebagai mangsa pelampiasan kekuasaan gurunya. Sebagai seorang guru kita harus dapat menguasai diri, harus mampu mengendalikan diri, oleh karena itu keberhasilan seorang guru ditentukan oleh banyak hal yaitu dari penguasaan diri, pembawaan atau sikap, penggunaan bahasa yang baik dan keterbukaan sikapnya.

2. Hubungan Guru-Murid dan Pola Pendekatannya

Interaksi antar manusia merupakan syarat mutlak bagi tercapainya perkembangan jiwa yang sehat dan sempurna. Pertentangan antar manusia seringkali disebabkan karena kurangnya komunikasi, yaitu

timbulnya “kurang pengertian” atau “hubungan yang tidak baik” atau bahkan “salah paham”. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting dalam hubungan antar manusia. Demikian pula, komunikasi merupakan hal yang penting dalam hubungan antara guru dan murid.

Ada 2 cara yang biasanya ditempuh oleh guru dalam mendekati muridnya:


(69)

a. Pendekatan terpusat pada guru (teacher –centered approach)

Semua aktivitas dan inisiatif ditentukan oleh guru. Mereka dianggap tidak mampu belajar tanpa pengawasan yang ketat. Murid-murid lebih pasif, mereka melakukan sesuai yang diperintahkan kepadanya, bukan atas dasar kesadaran, tetapi karena takut. Memang dalam kenyataannya, kelas biasanya akan lebih tenang dan menurut. Murid murid mengeluarkan pendapatnya hanya bila diminta. Dengan cara ini, murid-murid cenderung untuk secepat mungkin di bentuk, karena murid tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan sendiri.

b. Pendekatan terpusat pada murid (child-centered approach)

Guru berprinsip bahwa anak patut didengar pendapatnya, murid ikut menentukan jalannya proses ajar mengajar di kelas. Persoalan yang timbul, tidak terselesaikan oleh guru sendiri, melainkan murid diberi kesempatan untuk ikut memikirkan persoalan, sehingga diharapkan ikut bertanggungjawab terhadap tindakannya.

Tetapi masalahnya adalah kalau guru kurang dapat menguasai kelas, maka murid-murid akan menjadi terlalu bebas dan berani, jadi kebebasannya disalah gunakan. Oleh karena itu guru harus berpengalaman dan berwibawa. Pribadi yang berwibawa


(70)

tanpa memaksa murid, akan menarik respek murid dan membuat guru dihormati dan dipercaya.

Cara mana yang sebaiknya diterapkan, lebih banyak tergantung pada pribadi guru itu sendiri. Beberapa penelitian membuktikan bahwa cara pendekatan di mana anak diliputi perasaan takut, efeknya sangat

terbatas dan tidak tahan lama. Justru belajar dengan “pembiasaan” yang

positif (positive conditioning), dengan memberi pujian atau hadiah, dengan rangsangan dan atau tantangan yang sehat, hasilnya jauh lebih baik.

Guru tidak hanya berperan mengajar di kelas, melainkan juga bergaul dengan murid-murid di luar kelas. Suasana yang menyenangkan melalui komunikasi dengan guru akan mendorong murid bekerja keras dan dengan kegembiraan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bila kita ingin mengusahakan komunikasi yang efektif. Pertama-tama guru perlu memahami kepribadian murid, tampaknya hal ini mudah, akan tetapi sering kali justru timbul salah paham karena guru kurang berusaha memahami kepribadian murid. Kedua guru harus mengerti perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang ada di belakang kata-kata atau kalimat-kalimat yang diucapkan murid.


(71)

3. Hubungan Guru-Murid dan Kepribadian Remaja

Guru adalah tokoh utama di sekolah, tokoh untuk ditiru oleh murid-murid, karena guru adalah orang terpandai di kelas. Hal ini memungkinkan terjalin hubungan emosional dengan lebih mudah. Ini akan berpengaruh terhadap kepribadian remaja. Walaupun tugas sekolah adalah untuk mengembangkan segi intelek, tetapi hal itu tidak dapat dilaksanakan terlepas dari perkembangan kepribadian remaja.

Sebagai guru ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melayani murid-murid, yaitu:

a. Sesuaikan pengajaran dengan tingkat kemampuan anak. Guru harus peka terhadap situasi kelas sehari-hari dan berusaha menyesuaikan bahan pengajaran dengan tingkat kemampuan murid-murid.

b. Berikan kesempatan pada murid untuk mengambil inisiatif dan mengarahkan diri sendiri. Hendaknya dominasi guru di dalam kelas dikurangi, sehingga memungkinkan murid untuk melakukan aktivitas-aktivitas dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri. c. Sebagai seorang guru, sebaiknya kita mencoba mengetahui

kemampuan kita sendiri. Guru harus senantiasa berusaha memeriksa dan meningkatkan kemampuannya, baik intelektual maupun kematangan kepribadiannya. Ini merupakan proses yang


(72)

tidak pernah berakhir. Makin banyak kita belajar, makin sadarlah kita bahwa masih banyak yang harus kita pelajari.

Memang guru tidak dapat melakukan segala hal, akan tetapi guru dapat menjadikan dirinya pusat dari kehidupan murid-murid di sekolah.32

32


(1)

dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami setiap siswa baik secara individu maupun kelompok. Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya. Mampu membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya serta dapat menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang dilakukannya.


(2)

1

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa yang dikemukakan pada bab sebelumnya maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Peran guru pendidikan agama islam di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo adalah sebagai uswatun hasanah, sebagai pembimbing atau fasilitator, sebagai pengganti orang tua, sebagai inspirator, sebagai pemimpin atau direktur belajar. Hal tersebut didapatkan siswa melalui kegiatan sehari-hari disekolah yang mungkin tidak didapatkannya ketika mereka dirumah atau dilingkungan masyarakat. Meskipun peran guru dibatasi oleh waktu tetapi hal tersebut tertanam penuh dalam diri siswa karena sudah menjadi kewajiban yang harus dilakukannya sebagai warga sekolah.

2. Perkembangan kepribadian remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo kebanyakan mempunyai kecanggungan bergaul karena pergaulan mereka terbatas hanya kepada orang yang memiliki hobi yang sama. Dalam hal keseimbangan emosi kebanyakan berhubungan dengan perbedaan pandangan dengan orang tuanya, sehingga mereka sering menantang dan timbul emosi yang terkadang sulit untuk ditahan, serta dipengaruhi oleh perubahan pandangan hidup yang dialami oleh remaja. Masa remaja


(3)

banyak mengalami fantasi, khayalan dan bualan karena mereka bebas melakukan apa yang diinginkan namun terkadang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga dilampiaskan dengan khayalan dan fantasi.

3. Peran guru pendidikan agama islam dalam perkembangan kepribadian remaja di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo dapat diketahui melalui skema kepribadian seperti dalam temperamen guru berperan sebagai pengendali yaitu dengan menggunakan etika bahasa dalam kesehariannya. Peran guru dalam pembentukan karakter siswa adalah dengan menunjukkan mana karakter yang baik dan mana yang kurang baik, guru disini harus mengarahkan karakter siswanya agar dapat diterima dilingkungannya. Peran guru dalam bakat yang dimiliki siswanya adalah dengan mengarahkan mana kegiatan yang cocok dan sesuai dengan apa yang dimiliki oleh siswanya.

B. Saran

1. Supaya peran guru dapat maksimal maka sebaiknya guru selalu meningkatkan pendekatan kepada siswa, sehingga guru dianggap sebagai orang tua disekolah yang dapat memahami kondisi siswanya.

2. Supaya perkembangan kepribadian remaja siswa dapat berjalan dengan baik maka antara disekolah, di rumah dan dilingkungan masyarakat kerja


(4)

3

sama dengan wali murid perlu ditingkatkan, sehingga pengawasan para siswa terhadap perkembangan kepribadiannya dapat tercapai.

3. Supaya guru bisa bersikap seobyektif mungkin terhadap perilaku siswanya, sehingga guru dapat memiliki pandangan yang sama terhadap suatu hal agar tidak terjadi perbedaan pandangan terhadap sesuatu yang dianggap benar ataupun salah.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka Cipta)

Denim, Prof Dr Sudarwan. Khairil, Dr H, 2011, Profesi Kependidikan, (Bandung: Alfabeta)

Djamarah, Drs Syaiful Bahri M.Ag, 2005, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta)

Gunarsa, Prof Dr Singgih D. Gunarsa, Dra Yulia Singgih D, 2003, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT Gunung Mulia)

Gunawan, Heri S.Pd.I., M.Ag., 2014, Pendidikan Islam Kajian Teoretis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Kaelan, 2012, Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner, (Yogyakarta: Paradigma) Kartono, Dr Kartini, 2005, Teori kepribadian, (Bandung: Mandar Maju)

Kasiram, Moh., 2008, Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian, (Malang: UIN-Maliki Press)

Kunandar S.Pd M.Si, 2010, Guru Professional (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)

Marimba, Ahmad D., 1998, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang) Moleong, Lexy J., 2004, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja

Rosdakarya)

Mulyasa, Dr E M.Pd, 2011, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Nasution, Sutrisno, 2006, Metode Research, (Jakarta: Bumi Aksara)

Nata, Abudin, 2001, Perspektif Islam tentang Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)


(6)

Semiun, Yustinus OFM, 2006, Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud, (Yogyakarta: Kanisius)

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta) Suryanto, Djihad Hisyam, Pendidikan di Indonesia Memasuki Millennium III,

(Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000)

Tafsir, Prof Dr Ahmad, 2012, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Taniputera, Ivan, 2005, Psikologi Kepribadian, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media)

Usman, Drs Moh User, 1998, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)