PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

DI SMK ASSALAAM MANADO SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

  Agama Islam ( S.Pd.I ) Jurusan Pendidikan Agama Islam ( PAI )

  Oleh :

LENA P RADJIKU

  NIM : 11.2.3.117

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) MANADO 2015

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.

  Dalam suatu pendidikan yang diterapkan di sekolah maka setiap siswa berkewajiban mengikuti materi yang diberikan oleh seorang guru dalam hal ini adalah mengikuti proses belajar mengajar. Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya

  guna kepentingan pengajaran. 1

  Dalam suatu pendidikan tentunya peserta didik memperoleh pelajaran dari seorang guru. Dari belajar itulah maka peserta didik akan mendapatkan pengetahuan dan pemahaman, dan tentunya peserta didik disarankan agar selalu

  1 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet.II;Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997) h 11.

  membaca materi-materi pelajaran yang akan diajarkan oleh seorang guru seperti firman Allah Swt dalam Q.S Al-Alaq 96 : 1-5, yang berbunyi :

  ُ مرَ قْكرَ قْلْ رَ ُّ رَ رَو قْ رَ قْا بِ قٍقرَلرَ قْ بِه رَا رَن بِ قْا رَقرَلرَخ بِ قرَلرَخ ي بِ لَّا رَ بِّ رَ بِنقْا بِ قْ رَ قْا بِ قْنرَلقْ رَ قْنرَا رَه رَا رَن بِ قْا رَنلَّلرَ بِ نرَلرَققْا بِ رَنلَّلرَ يبِ لَّا

  Terjemahnya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah

  menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, ang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,

  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. 2 Adanya intervensi pemerintah yang berlebihan dalam pendidikan juga

  semakin menambah parah kondisi tersebut. Misalnya tuntutan untuk mengajar sesuai target kurikulum yang terlalu kaku. Hal ini akan mengakibatkan minat, bakat kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan

  berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. 3

  Fenomena kurangnya pemahaman guru terhadap peran-perannya perlu mendapat perhatian dalam sistem pendidikan Indonesia pada umumnya dan pendidikan Islam khususnya, karena Pendidikan Agama Islam turut berperan dalam sistem Pendidikan nasional. Terlebih guru Agama yang dalam hal ini adalah guru Pendidikan Agama Islam yang masih dipercaya masyarakat mampu memberikan landasan hidup dan nilai-nilai moral agar anak-anaknya tidak mudah

  2 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, (Cet X : Bandung, CV Penerbit di Ponerogo, 2010),) h. 597.

  3 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

  Menyenangkan, (Bandung: Rosdakarya, 2005), h. 35.

  terseret dalam arus globalisasi dengan memberikan Pendidikan dari segi normatif dan terapan dari Agama islam.

  Pada sisi lain, materi agama di sekolah-sekolah yang memiliki ciri kekhususan keislamanan sebagai identitasnya seperti halnya Madrasah Aliyah, justru malah kurang begitu mendapat respon dari siswa. Sedangkan materi pelajaran yang sifatnya umum justru mendapat perhatian yang lebih dibandingkan materi pelajaran agama. Sedang prestasi dari siswa terhadap Pendidikan Agama

  Islam sendiri juga kurang sesuai dengan yang diharapkan. 4

  Harapan yang tidak pernah sirna dan selalu guru tuntut adalah bagaimana bahan pelajaran yang disampaikan guru dapat dikuasai oleh anak didiksecara tuntas. Ini merupakan masalah cukup sulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan ini dikarenakan anak didik bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi mereka juga sebagai makhluk sosial dengan latar belakang yang berkelainan. Paling sedikit ada tiga aspek yang membedakan anak didik yang satu dengan yang lainnya, yaitu aspek intelektual, psikologis, dan biologis.

  Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan berfariasinya sikap dan tingkah laku anak didik di sekolah. Hal itu pula yang menjadi tugas cukup berat bagi guru dalam mengelola kelas dengan baik. Keluhan-keluhan guru sering terlontar hanya karena masalah sukarnya mengelola kelas. Akibat kegagalan guru mengelola kelas, tujuan pengajaranpun sukar untuk dicapai. Hal ini kirannya tidak perlu terjadi, karena usaha yang dapat dilakukan

  4 Darmaningyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005), h. 198.

  masih terbuka lebar. Salah satu caranya adalah dengan meminimalkan jumlah anak didik di kelas. Mengaplikasikan beberapa prinsip pengelolaan kelas adalah upaya lain yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Pendekatan terpilih mutlak dilakukan guna mendukung pengelolaan kelas.

  Didalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar efektif dan efisien, mengenai pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar.

  Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perlu kiranya diadakan suatu penelitian pendidikan yang mengangkat suatu topik “Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Kejuruan Assalaam Manado”.

B. Rumusan Masalah

  Berpijak dari latar belakang pemilihan judul di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam skripsi ini, yaitu Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Kejuruan Assalaam Manado.

  Untuk menghindari agar permasalahan tidak melebar, maka penulis memberikan batasan masalah dalam penulisan ini menjadi dua sub masalah, yaitu:

  1. Bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Assalaam Manado?

  2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Assalaam Manado?

C. Pengertian Judul

  Pengertian judul digunakan penulis, agar para pembaca dapat memahami secara jelas makna yang terkandung dalam penelitian skripsi yang berjudul “Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Assalaam Manado”. Untuk itu penulis berupaya menjelaskan beberapa istilah pengertian tersebut secara terminologi.

  1. Peran guru adalah perangkat tingkah laku atau tindakan yang dimiliki seseorang dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari status yang disandangnya. Dalam kaitannya dengan peran, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang melekat dalam dirinya. Guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi, peserta didik pada pendidikan usia dini jalur

  pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. 5

  2. Pendidikan Agama Islam, adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memehami, menghayati,

  5 UURI, No. 14 Th. 2005, tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional 2005), h. 3.

  hingga mengimani, bertaqwa, dan berahklak mulia dalam, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-quran dan Hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan

  pengalaman. 6

  3. Motivasi Belajar, merupakan suatu dorongan atau kekuatan batin siswa yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi belajar ini tumbuh dalam diri sendiri, sedangkan motivasi belajar dapat dirangsang oleh faktor-faktor dari luar.

  4. SMK Assalaam Manado adalah salah satu sekolah menengah kejuruan yang berada di kota Manado, tepatnya di Jalan Kuala Buha Lingkungan IV Bailang Kecamatan Bunaken. Sekolah ini juga merupakan sekolah kejuruan pertama di Manado yang berbasis pondok pesantren, tepatnya pondok pesantren Assalaam Manado. Dengan demikian, penulis akan mengarahkan penelitian ini tentang peran

  guru Pendidikan Agama Islam sebagai tenaga pengajar yang dapat mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, mengevaluasi, dan meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa di SMK Assalaam Manado.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  1) Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran guru

  Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata

  6 Dep. Pend. Nas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran PAI SMA MA, (Jakarta: Pusat kurikulum Depdiknas 2003), h 7.

  pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Assalaam Manado. Adapun tujuannya adalah:

  a. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan peran peran guru Pendidikan

  Agama Islam dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Assalaam Manado.

  b. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat guru

  Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Assalaam Manado.

  2) Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

  a. Untuk menambah pengalaman dan wawasan baru sebagai wadah dan

  wahana untuk mengembangkan pengetahuan dana cakrawala berfikir khususnya dalam bidang pendidikan.

  b. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan

  pertimbangan untuk menetapkan suatu kebijaksanaan dalam rangka menigkatkan kemampuan professional guru-guru yang sekaligus untuk mencapai hasil-hasil yang optimal dalam pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran untuk menghadapi tantangan dunia kerja.

  c. Bagi guru dari sekolah yang bersangkutan dapat dijadikan umpan balik

  untuk menilai profesional yang dimiliki guru dalam kegiatan belajar mengajar dan melaksanakan tugas kependidikan. Di samping itu, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menigkatkan professional yang telah dimiliki oleh guru-guru pendidikan sekolah yang bersangkutan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Guru

  Istilah guru, sebagaimana yang dijelaskan oleh N.A. Ametembun, bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid, baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah

  maupun di luar sekolah. 7

  Sardiman, A.M. mengatakan bahwa guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam pembentukan sumber daya potensial dibidang pembangunan. Oleh karena itu, guru merupakan salah satu unsur dibidang kependidikan yang harus berperan serta secara aktif dan profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin

  berkembang. 8 Ahmad Tafsir dalam bukunya ilmu pendidikan dalam prespektif Islam mengemukakan guru adalah pendidik yang memberikan pelajaran kepada

  muridnya, biasanya guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah. 9

  7 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif , (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h. 32.

  8 Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1992), h. 123.

  9 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), h. 75.

  Terkait dengan pengertian guru di atas, dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen bab I pasal I ayat I disebutkan:

  Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi, peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalan

  pendidik formal, pendidikan dasar dan menengah. 10 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang

  mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya potensial dibidang pembangunan. Jadi guru agama adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan agama di sekolah dalam mengembangkan potensi- potensi yang ada pada peserta didik

  Menurut Muhaimin yang dimaksud guru Pendidikan Agama Islam yang profesional adalah yang menguasai ilmu pengetahuan (agama Islam) sekaligus melakukan transfer ilmu atau pengetahuan (agama Islam), amaliyah (implementasi), mampu menyiapkan peserta didik agar tumbuh dan berkembang kecerdasan dan daya kreasinya untuk kemaslahatan diri dan masyarakat, mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri dan konsultan bagi peserta didik, memiliki kepekaan informasi, intelektual, moral dan spiritual, mampu mengembangkan minat, bakat peserta didik serta mampu menyiapkan peserta

  10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Guru dan Dosen,

  (Bandung: Citra Umbar, 2006) (Bandung: Citra Umbar, 2006)

2. Syarat-Syarat Guru Agama

  Menurut Zakiyah Darajat, dkk syarat menjadi guru Pendidikan Agama Islam adalah bertakwa kepada Allah swt, karena tidak mungkin mendidik anak

  agar bertakwa kepada Allah swt, tetapi dia sendiri tidak bertakwa kepadaNya. 12

  Menurut Moh. Amin, syarat-syarat guru agama adalah sebagai berikut: 13

  a. Syarat yuridis Hal ini berkaitan langsung pada guru agama yaitu seorang guru harus

  memiliki ijasah sekolah keguruan, yaitu ijasah yang menunjukkan seseorang mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan-kesanggupan yang diperlukan untuk suatu jabatan atau pekerjaan.

  b. Syarat Formal

  1) Memiliki jasmani yang sehat, tidak sakit-sakitan karena akan menggangu jalannya pelajaran.

  2) Kebersihan badan serta kerapian pakaian

  3) Sehat rohani artinya seorang guru agama tidak memiliki kelainan rohani.

  11 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 50 .

  12 Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 44.

  13 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoris dan Praktis (Bandung: PT Remaja

  Karya,1998), h. 172.

  c. Syarat Material Guru harus menguasai bidang studi yang telah dipegangnya dengan ilmu-

  ilmu penunjang lainnya, sebagai tambahan pengetahuan agar dalam mengajar tidak monoton.

  d. Syarat Kepribadian Faktor yang penting bagi seorang guru adalah kepribadian yang mantap.

  Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya. Beberapa kepribadian yang sangat penting yaitu:

  1) Aspek Mental Guru harus memiliki mental yang sehat dan kuat, artinya guru tidak

  mempunyai rasa rendah diri, sebab hal ini akan menjadikan guru tidak bebas berfikir secara luas dan bergaul secara wajar.

  2) Aspek Emosi Guru harus mempunyai perasaan dan emosi yang stabil, sebab ketidak

  stabilan seorang guru akan mempengaruhi murid-murid yang telah diajarkannya.

  3) Aspek Sosial Hubungan sosial seorang guru harus luas, guru perlu memperhatikan dan

  memperbaiki hubungan sosial baik dengan murid, sesama guru, karyawan, kepala sekolah dan masyarakat sekitar.

  4) Aspek Moral Guru agama menjadi panutan dan teladan oleh murid-muridnya tetapi juga

  masyarakat sekitar dimana guru itu berada. Oleh karena itu diperlukan adanya kesesuaian antara semua perkataan dan perbuatannya.

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam

  Dasar Pendidikan Agama Islam di atas, merupakan pijakan pengembangan dan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, maka fungsi Pendidikan Agama Islam mencakup:

  a. Pengembangan, yaitu menumbuh kembangkan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah swt. Yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.

  b. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan peserta didik yang memiliki bakat khusus yang ingin mendalami bidang agama, agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal, sehingga dapat bermanfaat pada dirinya sendiri dan bagi orang lain.

  c. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

  d. Pencegahan, yaitu mencegah hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

  e. Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya dan dapat mengarahkannya untuk dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.

  f. Sumber nilai sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

  g. Pengajaran, yaitu kegiatan pendidikan agama berusaha untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan secara fungsional. 14

4. Kompetensi Guru Agama Islam

  Kompetensi atau kemampuan seorang guru dalam pengembangan pemahaman peserta didik harus dimiliki dan diketahui oleh setiap pendidik. Karena dengan kecakapan akan pemahaman bagaimana guru mengajarkan paham ilmu yang diajarkan maka, pembelajaran akan dapat dilaksanakan dengan maksimal. Guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk dapat mengerti betul

  tentang bagaimana seorang pendidik dalam mengaplikasikan mata pelajarannya. 15

  Sesuai dengan peraturan pemerintah tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, maka seorang pendidik mata pelajaran dan jenjang pendidikan apapun harus memiliki standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Dalam hal ini guru Pendidikan Agama Islam pada jenjang SMASMK harus mempunyai kualifikasi akademik minimum diploma (D-IV) atau sarjana (S1) program studi sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkandiampuh, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Sedangkan kompetensi guru

  14 Muhaimin, dkk. Op.cit, h. 11-12.

  15 Kunandar, Menjadi Guru Profesional, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007),

  h.48.

  dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut

  terintergrasi dalam kinerja guru. 16

  Dalam peraturan pemerintah tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru juga disebutkan bahwa kompetensi guru mata pelajaran agama Islam adalah :

  1. Menginterpretasikan materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

  2. Menganalisis materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 17

  Kompetensi seorang guru tidak hanya dimiliki guru yang notabene pengajar pelajaran selain agama Islam, namun guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki kompetensi yang mendasar sebagai bahan acuan dan rujukan bahwa guru Pendidikan Agama Islam dalam interaksi belajarnya mampu memberikan pemahaman, penghayatan, dan pelaksanaan tentang agama Islam. Tentunya kompetensi tersebut haruslah bersumber dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang langsung dipraktekkan dalam proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam.

  16 Djamarah, Saiful Bahri, Prestasi Belajar dan Pembelajaran Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), h. 26.

  17 Ibid, h. 30

5. Tujuan Pendidikan Agama Islam.

  Pendidikan Agama Islam merupakan nama yang diberikan pada salah satu subjek pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa muslim. Ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum suatu sekolah sehingga merupakan alat untuk mencapai salah satu aspek tujuan sekolah yang bersangkutan.

  Sedangkan tujuan Pendidikan Agama Islam dalam lingkup SMASMK yang sesuai dengan peraturan pemerintah tentang standar kompetensi dasar tingkat SMASMK merupakan pelajaran agama yang mempunyai tujuan sebagai berikut :

  1. Menumbuh dan mengembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah swt.

  2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas

  sekolah. 18

  18 Muntholi’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi Pendidikan Agama Islam,

  (Semarang : Gunung Jati, 2002), h.12.

B. Pengertian Motivasi Belajar.

  Keberhasilan suatu proses kegiatan belajar mengajar bukan hanya ditentukan oleh faktor intelektual, tetapi juga faktor-faktor yang non-intelektual, termasuk salah satunya ialah motivasi. Dalam Islam kata motivasi lebih dikenal dengan istilah niat yaitu dorongan yang tumbuh dalam hati manusia yang menggerakkan untuk melakukan suatu aktivitas tertentu dalam niat ada ketergantungan antara niat dengan perbuatan, dalam arti jika niat baik maka

  imbasnya juga baik dan sebaliknya. 19

  Menurut W.S.Winkel motivasi belajar dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan

  belajar demi mencapai satu tujuan. 20

  Motivasi juga dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik akan menunjukkkan hasil yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutrama didasari adanya motivasi, maka seorang yang belajar itu akan mendapat prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.

  19 Abd. Rahman Abror, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), h. 114.

  20 W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 92.

  Crow memperjelas pentingnya motivasi dalam belajar sebagai berikut: Belajar harus diberi motivasi dengan berbagai cara sehingga minat yang

  dipentingkan dalam belajar itu di bangun dari minat yang telah ada pada diri anak. 21

  Menurut A. Tabrani, pada garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut:

  1. Motivasi menentukan tingkat keberhasilan atau kegagalan perbuatan belajar siswa. Belajar tanpa adanya motivasi sulit untuk berhasil.

  2. Pengajaran yang bermotivasi pada hakekatnya adalah pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif dan minat yang ada pada siswa. Pengajaran yang demikian sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan.

  3. Pengajaran yang bermotivasi menurut kreatifitas dan imajinitas pada guru untuk berusaha secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar pada siswa. Guru senantiasa berusaha agar siswa pada akhirnya mempunyai motivasi yang baik.

  4. Berhasil atau tidaknya dalam menumbuhkan dan menggunakan motivasi dalam pengajaran erat kaitannya dengan pengaturan dalam kelas.

  5. Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral dari asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar tidak saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan

  21 A. Tabrani R, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda karya,

  1994), h. 121.

  pengajaran yang efektif. Dengan demikian, penggunaan asas motivasi sangat esensial dalam proses belajar mengajar. 22

  Motivasi belajar di sekolah dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu :

  1. Motivasi Intrinsik, yaitu kegiatan belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar siswa. Motivasi ini tumbuh dari dalam diri anak sendiri oleh karena itu motivasi ini sering disebut motivasi murni atau motivasi yang sebenarnya. Misal: siswa yang tekun belajar karena ingin memperoleh ilmu pengetahuan. Meskipun dalam motivasi instrinsik ini siswa mempunyai kemandirian dalam belajar, tetapi guru tetap harus berusaha menjaga kondisi ini, terutama untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.

  2. Motivasi Ekstrinsik, yaitu aktifitas belajar dan diteruskan berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar sendiri. Misal: siswa rajin belajar untuk memperoleh

  hadiah yang telah dijanjikan kalau berhasil baik. 23 Namun demikan, motivasi belajar yang bersifat eksternal ini tidak

  selamanya tidak baik bagi siswa, tetapi tetap penting dan dibutuhkan oleh siswa karena keadaan siswa yang dinamis dan tidak selalu stabil. Di sini peranan guru sangat menentukan untuk memberi motivasi sehingga timbul dorongan belajarnya atau bahkan meningkat dengan adanya usaha guru tersebut.

  22 Ibid, h. 127.

  23 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 150.

C. Teori Motivasi

  Beberapa teori motivasi yang akan dibicarakan pada keseempatan ini yaitu teori hedonisme, teori naluri, teori reaksi yang dipelajari, teori daya pendorong dan teori daya kebutuhan. Adapun perinciannya sebagai berikut :

  a. Teori Hedonisme Hedone berasal dari kata Yunani yang berarti kesukaan, kesenangan atau

  kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan (hedone) yang bersifat duniawi. Menurut pandangan hedonisme, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang mementingkan kehidupan yang mementingkan kehidupan yang penuh dengan kesenangan dan kenikmatan. Oleh karena itu setiap menghadapi persoalan yang perlu pemecahan, manusia cenderung memilih alternatif pemecahan yang dapat mendatangkan kesenangan dari pada yang

  mengakibatkan kesukaran, kesulitan, penderitaan dan sebagainya. 24

  Implikasi dari teori ini adalah adanya anggapan bahwa semua orang akan cenderung menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan, atau yang mengandung resiko berat, dan suka melakukan sesuatu yang mendatangkan kesenangan baginya.

  b. Teori Naluri Pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan nafsu pokok yaitu :

  1. Dorongan nafsu (naluri) mempertahankan diri.

  2. Dorongan nafsu (naluri) mengembangkan diri.

  24 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1999), h. 74.

  3. Dorongan nafsu (naluri) mengembangkan atau mempertahankan diri. Dengan demikian ketika naluri pokok itu, maka kebiasaan-kebiasaan

  apapun tindakan-tindakan dan tingkah laku manusia yang diperbuatnya sehari-hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh ketiga naluri tersebut. Oleh karena itu, menurut teori ini untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri mana yang kan ditujuh dan perlu dikembangkan.

  Sering kali kita temukan seseorang bertindak melakukan sesuatu karena didorong lebih oleh naluri pokok sekaligus sehingga sukar bagi kita untuk menentukan naluri pokok mana yang lebih dominan mendorong orang tersebut melakukan tindakan yang demikian itu. Sebagai contoh seorang mahasiswa tekun dan rajin belajar meskipun dia hidup di dalam kemiskinan bersama keluarganya. Hal apakah yang menggerakkan mahasiswa itu tekun belajar ? Mungkin karena ia benar-benar ingin menjadi pandai (naluri pengembangan diri). Akan tetapi mungkin juga karena ia ingin meningkatkan karir pekerjaannya sehingga dapat hidup senang bersama keluarganya dan dapat membiayai sekolah anak-anaknya (naluri mengembangkan atau mempertahankan jenis dan naluri mempertahankan

  diri). 25

  c. Teori Reaksi Yang Dipelajari Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku manusia tidak

  berdasarkan naluri-naluri tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat ia hidup dan dibesarkan. Oleh karena itu, teori ini disebut juga teori lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini, apabila

  25 Ibid, h. 75.

  seorang pemimpin atau seorang pendidik akan memotivasi anak buah atau anak didiknya, pemimpin atau pendidik itu hendaknya mengetahui latar belakang kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya. Dengan mengetahui latar belakang kebudayaan seseorang, kita dapat mengetahui pola tingkah lakunya dan dapat memahami pula mengapa ia bereaksi dan bersikap yang mungkin

  berbeda dengan orang lain dalam menghadapi masalah. 26

  d. Teori Daya Pendorong Teori ini merupakan perpaduan antara teori naluri dengan teori reaksi yang

  dipelajari. Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap sesuatu arah yang umum. Misalnya suatu daya pendorong pada jenis kelamin yang lain. Semua orang yang dalam semua kebudayaan mempunyai daya pendorong pada jenis kelamin yang lain. Namun cara-cara yang digunakan dalam mengejar kepuasan terhadap daya pendorong tersebut berlain-lain bagi setiap individu menurut latar belakang kebudayaan masing-masing. Oleh karena itu, menurut teori ini, bila seorang pemimpin atau seorang pendidik ingin memotivasi anak buahnya, ia harus mendasarkannya atas daya pendorong yaitu atas naluri dan juga reaksi yang dipelajari dari kebudayaan lingkungan yang dimilikinya. Memotivasi anak didik yang sejak kecil dibesarkan di daerah gunung Kidul misalnya, kemungkinan besar akan berbeda dengan cara memberikan motivasi pada anak yang dibesarkan di kota Medan meskipun masalah yang dihadapinya sama.

  26 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1999), h. 76.

  e. Teori Kebutuhan Teori motivasi yang sering banyak dianut orang-orang adalah teori

  kebutuhan. Teori ni beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Oleh karena itu, menurut teori ini apabila seseorang pemimpin ataupun pendidik bermaksud memberikan motivasi kepada seseorang, ia berusaha mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan-kebutuhan orang yang akan domitivasinya.

  Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar yang bersifat primer dan fital yang menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme manusia seperti kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan, kesehatan fisik, kebutuhan seks dan sebagainya.

  1. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security) seperti terjamin keamanannya, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil dan sebagainya.

  2. Kebutuhan sosial (social needs) yang meliputi antara lain kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, kerja sama.

  3. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) termasuk kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan, kedudukan atau status, pangkat, dan sebagainya.

  4. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization) seperti kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara

  maksimum, kreatifitas, dan ekspresi diri. 27

D. Motivasi Belajar Agama Islam

  Untuk mengetahui motivasi belajar Pendidikan Agama Islam, terlebih dahulu penulis sampaikan beberapa hal yang mendorong anak beragama. Hal ini untuk memberi dalam menjelaskan motivasi belajar agama.

  Dalam buku Pengalaman Motivasi Beragama dikutipkan bahwa setiap tingkah laku, termasuk tingkah laku beragama dipengaruhi 3 faktor :

  1. Faktor gerak atau dorongan secara spontan dan alamiah terjadi pada diri manusia.

  2. Faktor kekuatan manusia sebagai inti pusat kepribadian.

  3. Faktor situasi manusia atau lingkungan hidup. 28 Namun demikian dalam buku tersebut ditegaskan bahwa teori tingkah laku

  yang seperti diatas sepertinya sangat umum, dan monistis sebab tidak ada tempat untuk konfrontasi dengan dunia luar. Terlebih dalam kaitannya motivasi beragama sebab kenyataan orang yang bertingkah laku agama banyak juga didasari oleh unsur hidayah sehingga analisis psikologi dan sosiologi hanya sampai pada

  analisis tingkah laku fungsional. 29

  27 E. Koeswara, Motivasi, (Bandung : Angkasa, 1989), h. 223.

  28 Nico Syakur, Pengalaman dan Motivasi Beragama, ( Yogyakarta, Kanisius, 1988), h.

  29 Ibid, h. 73.

  Menurut Arden N. Fandsen menyebutkan bahwa yang mendorong belajar itu ialah :

  1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang luas

  2. Adanya sifat yang kreatif pada manusia yang selalu maju dan berkembang.

  3. Keinginan untuk mendapat simpati orang tua, guru dan teman-temannya.

  4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi.

  5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman jika menguasai pelajaran.

  6. Adanya ganjaran dan hukuman sebagai akhir dari belajar.

E. Peran Guru Agama Islam sebagai Motivator

  Peran guru sebagai motivator ini sangat penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreatifitas), sehingga akan terjadinya dinamika dalam proses belajar

  mengajar. 30

  Berkaitan dengan pentingnya guru sebagai motivator Drs. Slameto Menjelaskan:

  Guru hanya merupakan salah satu diantara berbagai sumber dan media belajar. Maka dengan demikian peranan guru dalam belajar ini menjadi lebih luas dan lebih mengarah kepada peningkatan motivasi belajar anak. Melalui perannya sebagai pengajar, guru diharapkan mampu mendorong

  30 Sardiman, AM, op.cit, h. 142.

  anak untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan melalui berbagai sumber dan media. 31

  Dengan demikian, maka jelaslah bahwa guru agama perlu meningkatkan perannya sebagai motivator, yakni sebagai pendorong agar siswa melakukan kegiatan belajar agama Islam, dengan menciptakan kondisi kelas yang dapat merangsang siswa untuk melakukan kegiatan belajar agama, baik secara individual maupun secara kelompok.

  Untuk dapat berperan sebagai motivator, guru agama harus memiliki kemampuan tertentu, baik sebagai guru maupun sebagai motivator, syarat yang harus dimiliki oleh guru agama di antaranya adalah:

  1. Syarat formil ialah mempunyai ijazah PGA, sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki cacat yang menyolok, memiliki pengetahuan agama yang mendalam, bertaqwa dan berakhlak mulia, warga negara yang baik dan di angkat oleh pejabat yang berwenang.

  2. Syarat materil ialah memiliki pengetahuan agama Islam secara luas, menguasai didaktik dan metodik, memiliki ilmu methodologi pengajaran, memiliki pengetahuan pelengkap terutama yang ada hubungannya dengan profesinya.

  3. Syarat non formil ialah mengamalkan ajaran agama, berkepribadian yang muslim, memiliki sikap demokratis, tenggang rasa, bersikap positif terhadap ilmu, disiplin. Berinisiatif dan kreatif, kritis, objektif, menghargai

  dan waktu serta produktif. 32

  31 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta, Bina Aksara, 1988), h. 100.

  Selain itu guru juga harus mempunyai kompetensi sebagai berikut:

  1. Kompetensi dalam kepribadian, guru hendaknya mempunyai kepribadian keguruan dan mengembangkan terus sehingga dapat terampil dalam mengenal dan memahami potensi dan harkat tiap individu dalam membina situasi interaksi sosial guru, murid, dan dalam membina perasaan saling hormat menghormati dan bertanggung jawab.

  2. Kompetensi atas penguasaan bahan pengajaran, yaitu penguasaan yang mengarah kepada spesialisasi atas ilmu kecakapan yang akan diajarkan serta penguasaan atas bahan pendalaman aplikasi bidang studi.

  3. Kompetensi dalam cara mengajar, khususnya dalam merencanakan dan menyusun satuan pelajaran, menggunakan dan mengembangkan media pendidikan dan kemampuan dalam menggunakan metode sehingga

  menjadi efektif. 33 Nana Sudjana menegaskan beberapa syarat yang harus dimiliki guru dalam

  menjalankan tugasnya sebagai seorang motivator belajar yaitu:

  1. Menjalin hubungan baik dan harmonis dengan siswa agar kepatuhan dan kepercayaan pada guru tertanam pada siswa.

  2. Kaya akan berbagai bentuk dan jenis upaya untuk melakukan motivasi pada siswa baik yang bersifat intrinsik maupun yang bersifat ekstrinsik.

  3. Mempunyai perasaan humor yang positif dan normatif sehingga tetap disegani dan disenangi siswa.

  32 Moh. Zein, Metodologi Pengajaran Agama, ( Yogyakarta: AK. Group, 1995), h. 57.

  33 Mulyasa, Menjadi Guru yang Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Cet X : Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 2011), h. 35.

  4. Menampilkan sosok kepribadian guru yang menjadi panutan siswa, baik dalam prilaku di kelas maupun di luar kelas. 34

F. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

  Mengupayakan agar motivasi belajar siswa lebih meningkat sangat penting artinya karena akan mempengaruhi kelangsungan kegiatan belajar mengajar. Tugas guru adalah memotivasi siswa untuk belajar, demi tercapainya tujuan yang diharapkan.

  Kegiatan belajar akan tercipta apabila motivasi belajar yang ada di dalam diri siswa itu akan memperkuat ke arah tingkah laku tertentu (belajar). Adapun motivasi dapat ditumbuhkan dengan cara:

  1. Membangkitkan suatu kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk menghargai suatu keindahan, untuk mendapat penghargaan dan sebagainya;

  2. Menghubungkannya dengan pengalaman-pengalaman yang lampau;

  3. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik, knowing success like success atau mengetahui sukses yang diperoleh individu itu,

  sebab sukses akan menimbulkan rasa puas. 35 Guru juga dapat menggunakan bermacam-macam motivasi agar siswa

  dapat belajar dengan baik. Adapun cara yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa antara lain:

  34 Nana Sudjana, CBSA, (Bandung: Sinar Baru, 1989), h. 34-35.

  35 A. Tabrani, Op.Cit, h, 121.

  1) Memberi angka Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak

  siswa yang belajar untuk mencapai angkanilai baik dan untuk itu berusaha segenap tenaga. Angka yang baik itu bagi mereka merupakan motivasi yang kuat.

  2) Memberi hadiah reward Hadiah memang dapat membangkitkan motivasi bila setiap orang

  mempunyai harapan untuk memperolehnya.

  3) Menciptakan kompetisi Kompetisi atau saingan baik kompetensi yang bersifat individual maupun

  kelompok dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong belajar siswa.

  4) Menunjukkan pentingnya tugas Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas

  dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras adalah sebagai salah satu bentuk motivasi belajar yang cukup penting.

  5) Memberikan ulangan Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan,

  oleh karena itu memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi.

  6) Memberitahukan hasil yang telah dicapai Pekerjaan yang segera diketahui hasilnya akan membawa pengaruh yang

  besar bagi siswa untuk lebih giat lagi dalam belajar, apalagi kalau terjadi kemajuan, siswa akan bersemangat untuk belajar dengan harapan hasil dari belajarnya akan terus meningkat dan berhasil dengan baik.

  7) Memberi pujian Siswa yang sukses dan berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu di

  beri pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus motivasi yang baik. Dengan adanya pujian yang diberikan secara tepat akan memupuk suasana belajar yang menyenangkan dan menumbuhkan gairah belajar pada siswa.

  8) Hukuman Hukuman sebagai reinforcement yang negatif kalau diberikan secara tepat

  dan bijak dapat menjadi alat motivasi. Oleh karena itu, guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.

  9) Menumbuhkan hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi

  untuk belajar, sehingga akan menjadikan hasil yang lebih baik.

  10) Motivasi Motivasi sangat erat kaitannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan dan minat adalah merupakan alat motivasi yang pokok.

  Proses belajar akan berjalan lancar kalau disertai minat. 36

  Guru juga dapat mengembangkan motivasi belajar pada siswa di dalam kelas yaitu dengan cara:

  a. Motivasi tugas Motivasi tugas adalah motivasi yang ditimbulkan oleh tugas-tugas yang

  ditetapkan baik oleh guru maupun oleh siswa. Siswa yang memiliki motivasi

  36 Sardiman, AM, Op.Cit, h. 92-94.

  tugas menunjukkan keterlibatan dan ketekunan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas- tugas belajarnya.

  b. Motivasi aspirasi Motivasi aspirasi yang tinggi tumbuh dengan subur kalau siswa memiliki

  perasaan sukses. Perasaan gagal dapat meghancurkan aspirasi siswa dalam belajar. Oleh karena itu, konsep yang harus ditanam oleh guru kepada siswa adalah bahwa kesuksesan atau kegagalan itu ditentukan oleh sebuah usaha bukan oleh kemampuan atau kecerdasan.

  c. Motivasi afiliasi Motivasi afiliasi adalah dorongan untuk melaksanakan kegiatan belajar

  dengan sebaik-baiknya, karena ingin diterima dan diakui oleh orang lain. Dalam hal ini, guru di tuntut untuk memberikan perhatian penuh terhadap peningkatan usaha dan hasil belajar yang ditampilkan oleh siswa.

  d. Motivasi penguatan Motivasi ini dapat ditimbulkan melalui diagram kemajuan belajar siswa,

  memberikan komentar setiap kertas ulangan dan pemberian penghargaan. Guru hendaknya menjauhi pemahaman bahwa pemberian angkanilai sebagai sumber utama dalam meningkatkan motivasi penguatan, karena menitik beratkan pada pemberian angka dalam memotivasi belajar siswa akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat di dalam kelas.

  e. Motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri Motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri sangat berkesan dalam

  meningkatkan belajar siswa, karena siswa akan menunjukkan tingkah laku yang meningkatkan belajar siswa, karena siswa akan menunjukkan tingkah laku yang

  Dengan demikian, jelaslah bahwa banyak sekali cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Hanya yang penting bagi guru adanya bermacam-macam motivasi itu dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna.

  Guru adalah merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu, guru harus berperan aktif dalam menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional,

  sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. 38

  Menurut Zuhairini dkk guru agama Islam merupakan pendidik yang mempunyai tanggung jawab dalam membentuk kepribadian Islam anak didik, serta bertanggung jawab terhadap Allah Swt. Dia juga membagi tugas guru agama Islam sebagai berikut:

  1. Mengajarkan ilmu pengetahuan Islam

  2. Menanamkan keimanan dalam jiwa anak.

  3. Mendidik anak agar taat menjalankan agama.

  37 Moh User Usman, Menjadi Guru Profesional, (Cet.XXI. Bandung : Remaja Rosda Karya, 2007), h. 7

  38 Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Graffindo

  Persada, 1996), h. 123

  4. Mendidik anak agar berbudi pekerti yang mulia. 39 Dengan mengambil pengertian diatas maka yang dimaksud guru agama

  Islam adalah seorang yang bertanggung jawab dalam melaksanakan pendidikan agama Islam dan pembentukan pribadi anak yang sesuai dengan ajaran Islam dan juga bertanggung jawab terhadap Allah swt.

  Pekerjaan jabatan seorang guru agama Islam adalah luas yaitu untuk membina seluruh kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang baik dari siswa sesuai ajaran Islam.

  Dalam buku CBSA, Nana Sudjana menyebutkan bahwa tugas guru itu meliputi: 40

  1. Guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan pengajaran. Dalam tugas itu guru dituntut untuk memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan, teknis mengajar, menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan.

  2. Guru sebagai pembimbing memberi tekanan kepada tugas, memberikan bantuan kepada siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapinya. Tugas ini merupakan aspek mendidik, sebab tidak hanya berkenaan dengan penyampaian ilmu pengetahuan tetapi juga menyangkut pengembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai para siswa.

  39 Zuhairini dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983),

  h. 34.

  40 Nana Sudjana, CBSA dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), h.

  3. Guru sebagai administrator kelas pada hakekatnya merupakan jalinan antara pelaksanaan bidang pengajaran dan pelaksanaan pengajaran pada umumnya. Menurut Claife, guru adalah pemegang hak otoritas atas cabang-cabang

  ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan. Walaupun begitu guru tidak hanya memuaskan ilmu pengetahuan pada siswa, tetapi juga melatih ketrampilan (ranah karsa) dan menanamkan sikap serta nilai (ranah rasa) pada

  siswa. 41

  Sehubungan dengan hal itu rangkaian tujuan dan hasil yang harus dicapai guru adalah membangkitkan gairah belajar siswa. Dengan demikian siswa diharapkan berhasil mengubah tingkah lakunya ke arah yang lebih maju dan positif. Hal ini sesuai dengan rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam yang mengandung pengertian bahwa proses Pendidikan Agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ke tahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini erat kaitannya dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap nilai-nilai agama Islam, melalui tahapan afeksi

  tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa. 42

  41 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 1995), h. 252.

  42 Muhaimin dkk, Op.Cit, h. 79.

  Dengan demikian, jelas bahwa posisi guru agama dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, sangat berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan bagi siswa sehingga proses belajar mengajar akan berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

  Evaluasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam adalah merupakan penilaian terhadap tingkat keberhasilan belajar siswa dalam mencapai tujuan- tujuan pendidikan agama Islam sebagaimana telah ditetapkan GBPP Pendidikan Agama Islam. Dengan demikian, baik siswa maupun guru agama Islam senantiasa

  meningkatkan usaha-usaha untuk mencapai tujuan yang dimaksud. 43

  Adapun fungsi dari evaluasi hasil belajar adalah sebagai berikut:

  1. Memberikan umpan balik (feed back) Dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa dan dengan adanya penilaian

  terhadap guru Pendidikan Agama Islam, maka penilaian terhadap hasil belajar siswa merupakan umpan balik yang sangat berharga. Dengan hasil evaluasi yang diperoleh itu siswa mengoreksi dirinya, baik dalam hal cara dan kesungguhan belajar maupun dalam hal waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar dan hasil yang dicapai.