TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDES) DI DESA TEMPEL KECAMATAN KRIAN-SIDOARJO.
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDes)
DI DESA TEMPEL KECAMATAN KRIAN-SIDOARJO
Skripsi :
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
FITRIATI
NIM : E04213028
PROGRAM STUDI POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDesa) DI DESA TEMPEL
KECAMATAN KRIAN-SIDOARJO
Oleh: Fitriati ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa). Dalam penelitian ini difokuskan untuk menjawab dua masalah utama, yakni: Bagaimana pengelolaan APBDesa yang berada di Desa Tempel Kecamatan Krian, dan Apa faktor pendukung dan faktor penghambat transparansi penerapan APBDesa.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif yang menggunakan analisa kualitatif. Tipe penelitian kualitatif deskriptif mencoba menggambarkan fenomena yang terjadi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pemilihan informasi yaitu teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sehingga dalam menentukan informasi penelitian, penulis memilih
berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut bedasarkan
kedudukannya dalam negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan APBDesa yang berada di desa Tempel Kecamatan Krian, dan untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat transparansi penerapan APBDesa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan APBDesa di desa Tempel Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo telah melaksanakan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas pada pengelolaan APBDesa tahun anggaran 2015. Terdapat suatu bukti fisik dan laporan dalam realisasi program APBDesa pada tahun 2015, dan masyarakat juga bisa mengakses informasi berupa papan informasi yang disediakan dari desa Tempel.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Definisi Konseptual ... 10
F. Alasan Memilih Judul ... 10
G. Metode Penelitian ... 11
1. Jenis Penelitian ... 11
2. Sumber Data ... 12
3. Teknik Pengumpulan Data ... 13
4. Teknik Pemilihan Informan ... 16
(8)
6. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II. KAJIAN TEORI A. Konsep Good Governance ... 21
B. Transparansi ... 24
C. Akuntabilitas ... 27
D. Konsep Pengelolaan Keuangan Desa ... 29
BAB III. SETTING PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Tempel ... 37
1. Letak Kondisi Geografis ... 37
2. Jumlah Penduduk Desa Tempel ... 37
3. Kondisi Sosial Budaya ... 42
B. Gambaran Umum APBDesa di Desa Tempel ... 46
BAB IV. PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengelolaan APBDesa ... 50
1. Perencanaan ... 52
2. Pelaksanaan ... 55
3. Pelaporan ... 57
4. Pertanggung Jawaban ... 59
B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Transparansi APBDesa .... 75
1. Faktor Penghambat ... 82
2. Faktor Pendukung ... 83
BAB V. Penutup A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
(9)
Lampiran
(10)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai suatu negara yang dibangun diatas dan dari
Desa, desa merupakan pelopor sistem demokrasi yang otonom dan
berdaulat penuh. Desa merupakan instansi sosial yang mempunyai posisi
sangat penting di masyarakat. Desa merupakan lembaga otonom dengan
tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri yang mengakar kuat serta
relatif mandiri dari campur tangan kekuasaan di luar lembaga itu. Di
dalam peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal
1 ayat (1) menyatakan bahwa:
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini desa merupakan kesatuan yang sangat penting dalam masyarakat dalam pengelolaan keuangan desa agar terwujudnya penataan desa yang
baik.”1
Dan Pasal 1 ayat (2) yang menjelaskan bahwa:2
“Dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa
1Peraturan Menteri Desa, Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015Nomor
5 Tahun 2015 2
(11)
2
yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembanguna, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.”
Sumber pendapatan desa tersebut, yang telah dimiliki dan dikelola
oleh Desa tidak dibenarkan diambil alih oleh Pemerintahan atau
Pemerintahan Daerah. Pemberdayaan Desa dalam meningkatkan
pendapatan desa dilakukan antara lain dengan mendirinkan Badan Usaha
Milik Desa, kerjasama dengan pihak ketiga, dan kewenangan melakukan
pinjaman. Sedangkan sumber pendapatan daerah yang berada di Desa,
baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Daerah Kabupaten
tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh Pemerintahan Desa.
Pendapatan Daerah dari sumber tersebut harus diberikan kepada Desa
yang bersangkutan dengan pembagian secara proporsional dan adil.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghilangkan beban biaya ekonomi
tinggi dan dampak lainnya. Selanjutnya sumber pendapatan Desa tersebut
dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa).
Kegiatan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa) ditetapkan setiap tahun, dengan meliputi penyusunan
anggaran, pelaksanaan tata usaha keuangan, dan perubahan serta
perhitungan anggaran. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa) setiap tahun dengan Peraturan Desa. Adapun pedoman untuk
menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tersebut
(12)
3
pendapatan dan belanja Desa ditetapkan bersama antara Kepala Desa dan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Selanjutnya keuangan desa selain
didapat dari sumber-sumber yang telah disebutkan diatas, juga dapat
memiliki badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu terdapat Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dalam Bab II
Asas Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 2 ayat (1) yaitu:
“Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparansi, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin
anggaran.”3
Dan Pasal 2 ayat (2) yakni:
“Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1
Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.”4
Dalam Undang-undang tentang pengelolaan keuangan desa
mengacu pada prinsip good governance untuk tata kelola pemerintahan
yang baik.
Menurut Andi Faisal Bakti, “Good governance berarti pengejawatahan nilai-nilai luhur dalam mengarahkan warga negara
(citizen) kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui
wujud pemerintahan yang suci dan damai.”5
3Permendagri, Pengelolaan Keuangan Desa Nomor 113 Tahun 2014, 3
4 Ibid
5 Khodafi, M.Si. dkk., Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan (Surabaya: UIN
(13)
4
Menurut Bakti Santosa menjelaskan bahwa good governance
sebagimana di definisikan UNDP adalah pelaksanaan politik, ekonomi,
dan adminitrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa.6 Salah satu
tugas pokok pemerintahan yang terpenting adalah memberikan pelayanan
publik kepada masyarakat. Oleh karena itu organisasi pemerintahan sering
pula disebut sebagai pelayanan masyarakat. Untuk merealisasikan
pemerintahan profesional dan akuntabel yang bersandar pada
prinsip-prinsip Good governance yaitu, partisipasi, penegakan hukum,
transparansi, responsif, orientasi kesepakatan, keadilan, efektifitas, akuntabel dan visi strategis. Sejalan dengan prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat dalam berbagai aktivitas merupakan salah satu tujuan dari
implementasi Good and Clean Governace. Keterlibatan masyarakat adalah
proses pengelolahan lembaga pemerintahan pada akhirnya akan
melahirkan control masyarakat terhadap jalannya pengelolahan lembaga
pemerintahan. Dalam tata pemerintahan yang baru perlu dikembangkan
hubungan yang sinergis antara warga negara dengan pemerintahan. Hal ini
bisa dilakukan dengan melibatkan warga negara ikut dalam perumusan
kebijakan dan implementasinnya. Keterlibatan masyarakat adalah proses
pengelolaan lembaga pemerintahan pada akhirnya akan melahirkan control
masyarakat terhadap jalannya pengelolaan lembaga pemerintahan
Implementasi otonomi desa akan menjadi kekuatan bagi
pemerintahan desa untuk mengurus, mengatur dan menyelenggarakan
6
(14)
5
rumah tangganya sendiri, sekaligus bertambah pula beban tanggungjawab
dan kewajiban desa, namun demikian penyelenggaraan pemerintahan
tersebut tetap harus di pertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban yang
dimaksud diantaranya adalah pertanggungjawaban dalam pengelolaan
anggaran desa. Untuk saat ini kendala umum yang dirasakan oleh sebagian
besar desa terkait keterbatasan dalam keuangan desa. Seringkali Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tidak berimbang, antara
penerimaan dengan pengeluaran. Serta dalam pengelolaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), adanya dinamika konflik dan
kelompok kepentingan antar masyarakat serta aparatur desa dalam hal
pengelolaan. Tidak hanya desa yang mampu mengelola potensi berbagai
jenis pendapatan desa secara maksimal, sehingga mampu secara nyata dan
bertahap mewujudkan kemandirian keuangan desa.
Proses pengelolaan keuangan desa di dasarkan pada prinsip Good
governance yang transparansi dan akuntabilitas agar keterlibatan lembaga
dengan masyarakat berjalan sesuai dengan Good and Clean governance.
Pemerintah desa wajib membuat APBDesa, melalui APBDesa kebijakan
desa yang dijabarkan dalam berbagai program dan kegiatan sudah
ditentukan anggarannya. Dengan demikian, kegiatan pemerintah desa
berupa pemberian, pelayanan, pembangunan, dan perlindungan kepala
warga dalam tahun berjalan sudah dirancang anggarannya sehingga sudah
(15)
6
Perencanaan dan penganggaran desa harus sejalan dengan agenda
dari otonomi daerah, dan merupakan bagian dari kebijakan yang
menempatkan desa sebagai basis desentralisasi dan demokrasi. Kebijakan
ini penting karena terdapat tiga alasan yaitu: Pertama, sebagai besar warga
masyarakat Indonesia hidup di daerah perdesaan, dan desa merupakan
pabrik dan kantong orang miskin. Kedua, komunitas pedesaan itu
terkelompok ke dalam satuan masyarakat hukum yang memiliki
pemerintahan yang otonom. Ketiga, desentralisasi ditingkat desa akan
meningkatkan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan
masyarakatnya. Perencanaan dan penganggaran desa relavan dengan
perspektif yang menempatkan desa sebagai basis partisipasi langsung,
dimana warga masyarakat tidak hanya menggunakan haknya, tetapi juga
menjadi pihak yang bertindak (warga masyarakat datang untuk
membangun ruangnya sendiri dan melakukan perubahan menurut
strateginya sendiri).
Pemerintahan yang baik dan memperhatikan prinsip transparansi
dan akuntabilitas dilakukan pada level pemerintah desa sebagai
konsekuensi otonomi desa. Prinsip transparansi memiliki 2 aspek, yaitu
pertama, komunikasi publik oleh pemerintah, dan kedua, hak masyarakat terhadap akses informasi. Sedangkan prinsip akuntabilitas menuntut dua
(16)
7
konsekuensi (consequences).7 Penyusunan APBDesa merupakan bentuk
desentralisasi untuk mendorong Good governance. Untuk itu diperlukan
pemerintahan yang baik dan memperhatikan prinsip-prinsip akuntabilitas
yang nantinya akan mendorong pembangunan yang lebih baik. Dalam
proses akuntabilitas diperlukan kerja sama terhadap masyarakat agar
mewujudkan Good Governance.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini akan
mengangkat masalah tentang bagaimana penerapan transparansi dan
akuntabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) di Desa
Tempel Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDesa) dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas di
Desa Tempel Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Dalam penataan
pemerintahan di Desa Tempel yang merujuk pada karakteristik
transparansi dan akuntablitas yang menuju Good governace yaitu dari
karakter suatu Ketua Penanggung Jawab atau yang disebut dengan Lurah
PJ dari inspektorat yang pendidikannya dari pemerintahan kabupaten
Sidoarjo untuk mengubah pemerintahan desa Tempel menjadi lebih baik
lagi dan maju. Sebelum adanya pemerintaha desa penanggung jawab (PJ)
belum terdapat suatu perubahan untuk meningkatkan kualitas kemajuan
desa. Karena dalam kepala desa sebelumnya belum bisa menanamkan
perubahan yang lebih baik dalam pengelolaan desa Tempel. munculnya
7
Arifin Tahrir, Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Bandung:ALFABETA, cv, 2015), 108
(17)
8
kepala desa penanggung jawab (PJ) tersebut karena kepala desa
sebelumnya sudah habis dalam masa jabatannya selama 6 tahun pada
tahun 2014.
Dalam masa kepala desa penanggung jawab sudah banyak
perubahan dengan datangnya kepala desa penanggung jawab (PJ) mengisi
kekosongan kepala desa Tempel tersebut. Dari datangnya karakter kepala
desa penanggung jawab tersebut terdapat suatu kualitas dalam
meningkatkan desa ini menjadi lebih baik atau dalam karakteristik
transparansi dan akuntabilitas dalam mewujudkan Good Governance.
Perubahan pada masa kepala desa penanggung jawab tersebut dapat dilihat
dari bagaimana pemerintah desa memenuhi transparansi mulai dari
menyediakan pengumuman kebijakan anggaran desa, menyediakan
dokumen anggaran dan mudah diakses oleh masyarakat, menyediakan
laporan pertanggung jawaban yang tepat waktu, mengakomodir suara atau
usulan masyarakat dan menyediakan sistem pemberian informasi kepada
masyarakat desa. Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh kepala desa
dalam pengelolaan keuangan anggaran pendapatan dan belanja desa sudah
hampir di terapkan dalam pembangunan, kemasyarakatan. Dalam konteks
pembangunan di desa Tempel Kec Krian telah mengimplementasikan
APBDesa dalam bentuk seperti, menfasilitasi dan memacu pengembangan
ekonomi produktif, meningkatkan dan menjamin pemerataan
pembangunan, mendorong pemberdayaan masyarakat. dalam hal ini
(18)
9
transparansi dan akuntabilitas Anggaran pendapatan dan belanja desa
(APBDesa) di Desa Tempel Kec Krian Kabupaten Sidoarjo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas. Maka, untuk lebih
memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini. Peneliti, menyajikan
rumusan masalah dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengelolahan APBDES yang berada di Desa Tempel Kec
Krian?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat transparansi penerapan
APBDES?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka
Tujuan Penelitian yang ingin di capai adalah:
1. Untuk mengetahui pengelolaan APBDes yang berada di Desa Tempel
Kec Krian.
2. Untuk mendiskripsikan faktor pendukung dan penghambat
transparansi penerapan APBDes.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pemahaman
akan proses pengelolaan APBDes Tahun 2015 Desa Tempel sesuai
(19)
10
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pihak pemerintahan
desa dalam hal pengelolaan APBDes yang transpanransi dan
akuntabilitas dalam mewujudkan good governance.
E. Definisi Konseptual
1. Transparansi adalah jelas (obvious), dapat dilihat secara menyeluruh
(able to be seen through). Dengan demikian transparansi adalah
keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan. Transparansi
merupakan salah satu syarat penting untuk menciptakan Good
Governance. Dengan adanya transparansi disetiap kebijakan dan keputusan di lingkungan organisasi dan pemerintahan, maka keadilan
dapat ditumbuhkan.
2. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap
masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka.
3. Pengelolaan keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban.
4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya di sebut APBDesa
adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
F. Alasan Memilih Judul
Dalam politik anggaran APBDesa tahun 2015 di Desa Tempel
(20)
11
tersebut dikarenakan Desa Tempel memiliki perkembangan dalam
pengelolaan keuangan desa seperti dalam perkembangan pembangunan,
pemberdayaan dan lain-lain dalam hal penataan adminitrasi dan
masyarakat setempat sangat partisipatif dalam politik anggaran serta
pemerintah desa bisa meningkatkan APBDesa untuk menuju kesejahteraan
masyarakat. Dalam perubahan dalam peningkatan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa
(APBDesa) terdapat suatu karakter kepala penanggung jawab desa dari
inspektorat kabupaten Sidoarjo dengan tujuan merubah dan menata desa
Tempel menjadi lebih baik lagi.
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul “Transparansi dan Akuntabilitas
pengelolaan APBDes di Desa Tempel Kecamatan Krian-Sidoarjo”, adapun
metode yang digunakan adalah metode kualitatif, dimana metode
pendekatan kualitatif yang secara sederhana dapat dijelaskan bahwa
metode ini menggunakan keterangan dari informan sebagai subjek dari
sebuah penelitian dalam transparansi dan akuntabilitas anggaran desa.
Proposal ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Pengertian
pendekatan kualitatif menurut Denzin dan Lincoln (1987) dalam bukunya
Lexy J Moeloeng adalah prosedur penelitian yang menggunakan latar
(21)
12
dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.8 Dimana
penyajian data tidak dilakukan dengan mengungkapkannya secara numeric
sebagaimana penyajian data secara kuantitatif.
Dari sisi metodelogis, tata cara mengungkapkan pemikiran
seseorang atau pandangan kelompok orang adalah dengan menggunakan
penelitian secara kualitatif. Bodgan dan Taylor dalam Basrowi
mendefinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Individu dipandang sebagai
bagian dari suatu keutuhan, bukan sebagai variabel atau hipotesis. Jenis
penelitian adalah studi kasus. Penelitian ini memusatkan perhatian pada
suatu kasus secara intensif dan mendetail. Subjek yang diteliti terdiri dari
satu unit atau satu kesatuan unit yang dipandang sebagai kasus.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Data Primer adalah data yang diperoleh dari informan langsung
yang sumber atau pihak-pihak berwenang terhadap masalah yang
hendak dibahas, dalam hal ini adalah pejabat yang berwenang.
Dalam penelitian ini data primer dengan teknik interview.
8
(22)
13
b. Data Sekunder adalah data-data kepustakaan yang relevan dengan
penelitian. Adapun data sekunder diperoleh dari buku-buku
literatur dan peraturan perundang-undangan atau dokumentasi lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyelesaikan tugas adalah
perlu mendapatkan data-data yang akan dianalisis. Beberapa teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
a. Metode Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada
laporan tentang diri sendiri atau self-report , atau setidak-tidaknya
pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Metode wawancara
adalah teknik pengumpulan data melalui komunikasi langsung
antara peneliti dengan narasumber. Pada penelitian ini wawancara
(23)
14
Menurut Susan Stainback (1988) dalam bukunya Sugiyono,
menyatakan bahwa dengan wawancara peneliti akan mengetahui
hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam
menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana
hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.9 Dalam penelitian
kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi partisipatif
dengan wawancara mendalam. Selama melakukan observasi,
peneliti juga melakukan interview kepada orang-orang ada di
dalamnya.
b. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan
mengamati langsung di tempat tersebut. Nasution (1988)
menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu
pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja bedasarkan data,
yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui
observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan
berbagai alat yang canggih, sehingga benda-benda yang sangat
kecil maupun yang sangat jauh dapat diobservasi dengan jelas.
Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka,
berorientasi pada penemuan dari pada pembuktiaan dan
mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif.
Tahapan observasi dibagi menjadi tiga yaitu :
9
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D , ( Alfabeta. Bandung: 2012). 231.
(24)
15
1) Tahap Deskripsi : memasuki situasai sosial, ada tempat,
aktor dan aktivitas.
2) Tahap Reduksi : menentukan fokus, memilih diantara
yang telah di deskripsikan.
3) Tahap Seleksi : mengurai fokus, menjadi komponen
yang lebih rinci.10
c. Trianggulasi
Dalam teknik pengumpulan data, trianggulasi diartikan
sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan
dari berbagai teknik pengumpulan data yang telah ada. Apabila
peneliti melakukan pengumpulan data dengan trianggulasi, maka
sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji
kredibilitas data, yaiutu mengecek kredibilitas data dengan
berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.
Dalam hal trianggulasi, Susan Staiback menyatakan bahwa
tujuan dari trianggulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang
fenomena, tetapi pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap
apa yang telah digunakan. Selanjutnya Mathinson (1988)
mengemukakan bahwa nilai dari teknik pengumpulan data dengan
trianggulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh
convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi.11 Oleh karena itu dengan menggunakan teknik trianggulasi dalam
10
Ibid., 230 11
(25)
16
pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten,
tuntas dan pasti. Dengan triangulasi akan lebih meningkatkan
kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.
d. Dokumentasi
Menurut Suharsini dokumentasi ialah mencari data
mengenai suatu hal yang berasal dari pihak lain yang berupa
catatan, buku, surat kabar.
4. Teknik Pemilihan Informan
Informan penelitian dipilih dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu.12 Sehingga dalam menentukan informasi penelitian,
penulis memilih berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertimbangan
tersebut bedasarkan kedudukannya dalam negara. Dari sini peneliti
menentukan informan bedasarkan sumber-sumber berikut:
1. Kepala Desa
2. Sekretaris Desa
3. Bendahara Desa
4. BPD
5. Masyarakat
Dengan informasi yang didapat akan mempermudah untuk
menyelesaikan hasil dari skripsi ini dan dapat menganalisis data tersebut
untuk membuat hasil penelitian.
12
(26)
17
5. Teknik Analisa Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan
menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Moelong mendefinisikan
analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori dan satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja sebagaimana yang disarankan oleh
data.13
Penelitian ini menggunakan model analisis data yang
dikembangkan oleh Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga hal
utama/alur kegiatan yang akan dilaksanakan dari awal hingga selesai,
yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Adapun
langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model analisis data kualitatif
adalah sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemfokuskan, pemusatan,
perhatian, pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatan tertulis dari lapangan (field note). Reduksi
data berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung. Penelitian
menyeleksi setiap data yang didapatkan di lapangan melalui observas,
wawancara, dan dokumtasi yang telah dan sedang dilakukan. Mereduksi
13
(27)
18
data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang
telah di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya,
dan mencarinya bila diperlukan.
Dengan demikian, proses reduksi data bertujuan untuk
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang
tidak diperlukan, serta mengorganisasi data sehingga memudahkan
penarikan kesimpulan, kemudian dilanjutkan dengan proses verifikasi.
b. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Dalam penyajian data, peneliti akan lebih mudah memahami apa
yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Artinya, setelah proses
reduksi selesai dilakukan, peneliti menyajikan data secara terstruktur.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
c. Verifikasi atau Penarikan Kesimpulan
Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara
terus-menerus selama berada di lapangan. Peneliti mengintrerpretasi data yang
telah tersaji, kemudian merumuskan pola dan tema, melihat data dan
mencoba mereduksinya kembali, sehingga proses ini merupakan proses
(28)
19
kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan
sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan
bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih
bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di
lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa
deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih
remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa
hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
6. Sistematikan Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan jelas terhadap
suatu penelitian, maka hasil penelitian disusun sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Memuat Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian, Definisi Konseptual, Alasana Memilih Judul,
Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan.
BAB II : KERANGKA KONSEPTUAL DAN TEORI
Kerangka Teori ini terdiri dari Konsep Good Governace,
Transparansi, Akuntabilitas, Konsep Pengelolaan APBDes.
BAB III : SETTING PENELITIAN
Gambaran umum Desa Tempel, gambaran APBDesa Tempel
(29)
20
Memaparkan hasil penelitian dan pembahasannya “Transparansi
dan Akuntabilitas Pengelolaan APBDes Di Desa Tempel”
BAB V : PENUTUP
Memuat Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
(30)
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Good Governance
Pada awalnya Bank Dunia mendefinisikan “Governance” sebagai
“the exercise of political power to manage a nation’s affair (Davis and
Keating, 2000) dalam bukunya Arifin Tahrir. Sementara itu UNDP
(United Nations Development Programme) mendefinisikan Good
Governance sebagai “The Exercise of political, economic, and administrative authority to manage the nation’s affair at all levels.”
OECD dan WB mensinominalkan Good Governance dengan
penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggungjawab sejalan dengan demokrasi, dan pasar bebas,
penghindaran salah alokasi dana investasi yang langkah, dan pencegahan
korupsibaik secara politik maupun adminitrative, menjalankan disiplin
anggaran serta menciptakan kepastian hukum dan suasana politik untuk
tumbuhnya aktifitas kewirausahaan.1 Terdapat sembilan karakteristik
Good Governance, yaitu:
1. Partisipation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui inter-mediasi institusi
legitimasi yang mewakilkan kepentingannya.
1
Arifin Tahrir, Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Bandung: ALFABETA, 2015),99
(31)
22
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk azazi manusia.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung
dapat diperoleh masyarakat yang membutuhkan.
4. Responciveness. Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
5. Concensus orientation. Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi
kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan maupun
prosedur-prosedur.
6. Equinty. Semua warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan,
mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka.
7. Effectiveness and efficiency. Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan
menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
8. Accountability. Para pembuatan keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada public
dan lembaga-lembaga stakeholders.
9. Strategic Vision. Para pemimpin dan public harus mempunyak perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan
(32)
23
jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan
semacam ini.
Istilah governance lebih kompleks karena melibatkan tiga pilar
stakeholders, yakni pemerintah, masyarakat, dan swasta dalam posisi yang
sejajar dan saling kontrol. Hubungan ketiganya harus dalam posisi
seimbang dan saling kontrol (checks and balances), untuk menghindari
penguasaan atau “exploitasi” oleh suatu komponen terhadap komponen lainnya. Bila satu komponen lebih tinggi dari pada yang lain, yang terjadi
adalah dominasi kekuasaan atas dua komponen lainnya.
Istilah good public governance mengandung makna tata
kepemerintahan yang baik, pengelolaan kepemerintahan yang baik serta
dapat pula diungkapkan sebagai penyelenggaraan pemerintahan yang baik,
penyelenggaraan negara yang baik ataupun adminitrasi negara yang baik.
Salah satu upaya untuk mewujudkan pelaksanaan kepemerintahan yang
baik (good governance) adalah reformasi birokrasi. Birokrasi sebagai
organisasi formal memiliki kedudukan dan cara kerja yang terikat dengan
peraturan, memiliki kompetensi sesuai jabatan dan pekerjaan, memiliki
semangat pelayanan publik, pemisahan yang tegas antara milik organisasi
dan individu, serta sumber daya organisasi yang tidak bebas dari
pengawasan eksternal.
Penerapan tata kepemerintahan yang baik dilingkungan
pemerintahan tidak terlepas dari penerapan sistem manajemen
(33)
24
fungsi manajement (planning, organizing, actuating dan controlling) yang
dilaksanakan secara profesional dan konsisten. Penerapan sistem
manajemen tersebut mampu menhasilkan kemitraan positif antara
pemerintahan, dunia usaha swasta dan masyarakat. dengan demikian,
lingkungan instansi pemerintahan diharapkan dapat memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat. Agenda penciptaan tata
pemerintahan yang baik setidaknya memiliki 5 (lima) sasaran yaitu:
1. Berkurangnya secara nyata praktek korupsi, kolusi dan nepotisme
dibirokrat yang dimulai dari jajaran pejabat yang paling atas
2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan
yang efisiensi, efektif dan profesional, transparansi dan
akuntabilitas.
3. Terhapusnya peraturan dan praktek ang bersifat diskriminatif
terhadap warga negara.
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan
kebijakan publik
5. Terjaminnya konsisten seluruh peraturan pusat dan daerah.
B. Transparansi
Transparansi (keterbukaan untuk umum) adalah unsur lain yang
menompang terwujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip
transparansi ini, menurut banyak ahli, Indonesia telah terjerembab ke
dalam kubungan korupsi yang sangat parah. Untuk tidak mengulangi masa
(34)
25
pemerintah di semua tingkatan harus menerapkan prinsip transparansi
dalam proses kebijakan publik. Hal ini mutlak dilakukan dalam rangka
menghilangkan budaya korupsi dikalangan pelaksana pemerintahan baik
pusat maupun yang dibawahnya.
Dalam pengelolaan negara terdapat delapan (8) unsur yang harus
dilakukan secara transparansi, yaitu:
Menurut Gaffar ada 8 aspek:
1. Penetapan posisi, jabatan atau kedudukan.
2. Kekayaan pejabat publik
3. Pemberian penghargaan
4. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
5. Kesehatan
6. Moralitas pada pejabat dan aparatur pelayanan publik
7. Keamanan dan ketertiban
8. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.2
Dalam hal penetapan posisi jabatan publik harus dilakukan melalui
mekanisme test and propertest (uji kelayakan) yang dilakukan oleh
lembaga legislatif maupun komisi independent seperti komisi yudisial,
komisi kepolisian, komisi pajak dan sebagainya.
Azas keterbukaan (transparansi) dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah adalah azas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak
2
Khadafi. Dkk., Civic Education Pendidikan Kewarganegaraa (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), 123
(35)
26
diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia
negara. Penerapan azas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui berbagai
informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah secara benar,
jujur dan tidak diskriminatif. Makna dari transparansi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dilihat dalam dua hal yaitu:
1. Salah satu wujud pertanggung jawaban pemerintahan kepada
rakyat, dan
2. Upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan praktek
kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).3
Dengan demikian transparansi berarti keterbukaan pemerintahan
dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktifitas pengelolaan
sumber daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi.
Pemerintahan berkewajiban untuk memberikan informasi keuangan dan
informasi lainnya yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan
ekonomi sosial dan politik oleh pihak yang berkepentingan. Transparansi
menjadi sangat penting bagi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah dalam
menjalankan mandat dari rakyat. Mengingat pemerintah saat memiliki
kewenangan mengambil berbagai keputusan penting yang berdampak bagi
orang banyak, pemerintah harus menyediakan informasi yang lengkap
3
(36)
27
mengenai apa yang dikerjakannya. Dengan transparansi, kebohongan sulit
untuk disembunyikan.Dengan demikian transparansi menjadi instrumen
penting yang dapat menyelamatkan uang rakyat dari perbuatan korupsi.
Prinsip ini memiliki dua aspek, yaitu komunikasi publik oleh
pemerintahan, dan hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya
akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik
kinerjannya. Transparansi harus seimbang dengan kebutuhan akan
kerahasian lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak
privasi individu. Karena pemerintah menghasilkan data dalam jumlah
besar, maka dibutuhkan petugas informasi professional, bukan untuk
membuat dalih atas keputusan yang penting kepada masyarakat serta
menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut.
C. Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat publik
terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka.4 Salah satu untuk menfasilitasi terciptannya
transparansi dan akuntabilitas publik adalah melalui penyajian Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah yang komprehensif. Dalam era otonomi
daerah dan desentralisasi, pemerintah daerah diharapkan dapat menyajikan
Laporan Keuangan yang terdiri dari atas Laporan Surplus atau Desifit.
Pemerintah bertanggungjawaban untuk menyediakan berbagi
layanan publik dan menjalankan fungsi yang diwajibkan bedasarkan
4
(37)
28
regulasi yang ada. Untuk itu, organisasi pemerintah dijenjang manapun
diharapkan mampu dengan tepat menganalisa masalah, menetapkan
agenda dan arah, dan strategi yang tepat. Akuntabilitas merupakan bentuk
kewajiban penyelenggara kegiatan publik untuk dapat menjelaskan dan
menjawab segala hal menyangkut langkah dari seluruh keputusan dan
proses yang dilakukan, serta pertanggungjawaban terhadap hasil dan
kinerjannya. Kinerja pemerintah dan aparatnya adalah kualitas produk dan
pelayanan publik yang dapat memberikan menfaat terhadap peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat.
Pada prinsipnya, akuntanbilitas sektor publik adalah kepada
masyarakat, dengan indikator pada hasil produk dan pelayanan (output)
yang dicapai sesuai target (seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, air
minum, sanitasi dll). tingkatan akuntabilitas dimulai pada akuntabilitas
teknis, yaitu pertanggungjawaban terhadap input dan output atau produk
yang dihasilkan dari suatu kegiatan pembangunan. Selanjutnya, tingkatan
akuntanbilitas strategis adalah tuntutan terhadap pertanggungjawaban
outcomes atau manfaat, misalnya dalam bentuk kualitas pelayanan publik
yang diterima oleh masyarakat.5 Dari perspektif sistem akuntabilitas,
terdapat beberapa karakteristik pokok sistem akuntabilitas ini yaitu:6
1. Berfokus pada hasil
5
Penny Kusumastuti Lukito, Membumikan Transparansi Dan Akuntabilitas Kinerja Sektor
Publik: Tantangan Berdemokrasi Ke Depan (Jakarta : PT Gramedia, 2014), 2
6 Arja Sadjiarto, “Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintahan”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 2, No. 2 (Nopember 2000), 142
(38)
29
2. Menggunakan beberapa indikator yang telah dipilih untuk
mengukur kinerja
3. Menghasilkan informasi yang berguna bagi pengambilan
keputusan atas suatu program atau kebijakan
4. Menghasilkan data secara konsisten dari waktu ke waktu
5. Melaporkan hasil dan mempublikasikannya secara teratur
Akuntabilitas pemerintahan dinagara yang menganut paham
demokrasi sebenarnya tidak lepas dari prinsip dasar demokrasi yaitu
kedaulatan adalah ditangan rakyat.
D. Konsep Pengelolaan Keuangan Desa
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban desa tersebut. Yang dimaksud dengan pendapatan desa
ialah segenap penerimaan yang sah yang dapat dinilai dengan uang.
Sedangkan yang dimaksud dengan sumber-sumber ialah sumber-sumber
penerimaan atau penghasilan desa yang sah. Pengeluaran-pengeluaran
desa dapat digolongkan atas pengeluaran untuk pekerjaan-pekerjaan rutin,
dan pekerjaan-pekerjaan pembangunan. Sumber-sumber penerimaan desa
pada umumnya ialah:
a. Dari pemerintah
b. Dari masyarakat
(39)
30
d. Dari kekayaan Desa7
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) terdiri atas:
1. Pendapatan Desa
Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui
rekening desa yang merupakan hak desa dalam satu (1) tahun
anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan
desa terdiri :
a. Pendapatan asli desa (PADesa)
b. Bagi hasil pajak kabupaten/kota
c. Bagian dari retribusi kabupaten/kota
d. Alokasi dana desa (ADD)
e. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota dan desa lainnya
f. Hibah
g. Sumbangan pihak ketiga
2. Belanja Desa
Belanja desa meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang
merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja
desa terdiri dari atas:
a. Belanja langsung
7
Taliziduhu Ndraha., Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa (Jakarta: PT BUMI AKSARA, 1991), 113
(40)
31
(1) Belanja pegawai
(2) Belanja barang dan jasa
(3) Belanja modal
b. Belanja tidak langsung meliputi,
(1) Belanja pegawai
(2) Belanja subsidi
(3) Belanja hibah
(4) Belanja bantuan sosial
(5) Belanja bantuan keuangan
(6) Belanja tak terduga
3. Pembiayaan desa
Pembiayaan desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya. Pembiayaan desa terdiri atas:
a. Penerimaan pembiayaan
b. Pengeluaran pembiayaan8
Pemerintahan desa setiap tahun wajib menyusun APBDes.
APBDesa merupakan pembiayaan terhadap program pembangunan
tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintahan desa. Program
pembangunan tahunan desa diturunkan dari program pembangunan jangka
menengah desa (lima tahun), yang disebut dengan rencana pembangunan
8
Hanif, Nurcholis. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Jakarta : Erlangga, 2011), 83
(41)
32
janga menengah desa (RPJMDesa). Sekretaris desa menyusun rancangan
peraturan desa tentang APBDes bedasarkan RKPDesa (Rencana Kerja
Pemerintah Desa). Sekretaris desa menyampaikan rancangan peraturan
desa tentang APBDesa kepada kepala desa untuk memperoleh persetujuan.
Kemudian kepala desa menyampaaikan rancangan peraturan desa kepada
BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan
bersama. Dalam Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa pada Pasal 5 di sebutkan bahwa:9
1. Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a
bertindak selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa.
2. Sekretaris Desa selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan
desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDesa;
b. menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa, perubahan
APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa;
c. melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah
ditetapkan dalam APBDesa;
d. menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa;
dan
e. melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran
APBDesa.
Pasal 6
1. Kepala Seksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b
bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya.
2. Kepala Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya
b. melaksanakan kegiatan dan/atau bersama Lembaga Kemasyarakatan
Desa yang telah ditetapkan di dalam APBDesa;
c. melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban
anggaran belanja kegiatan
9
(42)
33
d. mengendalikan pelaksanaan kegiatan
e. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa
dan
f. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan
kegiatan. Pasal 7
1. Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c di jabat
oleh staf pada Urusan Keuangan.
2. Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran
pendapatan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.10
Pasal 35
1. Penatausahaan dilakukan oleh Bendahara Desa.
2. Bendahara Desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan
pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib.
3. Bendahara desa wajib mempertanggungjawaban sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan setiap bulan kepada Kepala Desa dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Pasal 36
Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (2), menggunakan:
a. Buku kas umum
b. Buku kas pembantu pajak, dan
c. Buku bank
Pasal 37
1. Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa
kepada Bupati/Walikota berupa:
a. laporan semester pertama; dan
b. laporan semester akhir tahun.
2. Laporan semester pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa laporan realisasi APBDesa.
10
(43)
34
3. Laporan realisasi pelaksanaan APBDesa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan.
4. Laporan semester akhir tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
disampaikan paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya. Bagian Kelima Pertanggungjawaban
Pasal 38
1. Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran.
2. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
3. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
4. Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APBDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri:
a. format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa
Tahun Anggaran berkenaan;
b. format Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun
Anggaran berkenaan; dan
c. format Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang
masuk ke desa. Pasal 39
Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Pasal 40
1. Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APBDesa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan 38 diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat.
2. Media informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain papan
pengumuman, radio komunitas, dan media informasi lainnya. Pasal 41
(44)
35
1. Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APBDesa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain.
2. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan paling lambat 1 (satu)
bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan.11
Dalam mengadakan keterbukaan informasi publik terdapat UUD
Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2008 Pasal 3 menyebutkan bahwa:
Undang-undang ini bertujuan untuk:
a. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan
kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan
keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.
b. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
kebijakan publik.
c. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan
publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik.
d. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang
transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabkan.
e. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup
orang banyak.
f. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan/atau
11
(45)
36
g. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan
Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang
berkualitas.1213
Dengan adanya UU Keterbukaan Informasi Publik membuat
masyarakat bisa mengetahui asas perencanaan dan tanggung jawab
kebijakan publik dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Desa. Informasi dari kebijakan publik untuk masyarakat diperlukan agar
terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih dengan istilah Good
Governance. Karena adanya UU Keterbukaan Informasi Publik
masyarakat dengan mudahnya bisa mengakses informasi anggaran yang
berada di desa Tempel tersebut.
12
Kaka Alfian, dkk., Undang-Undang tentang Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik (Jogjakarta: Saufa, 2014)., 99
(46)
BAB III
SETTING PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Tempel 1. Letak dan kondisi Geografis
Desa Tempel merupakan desa yang terletak di Jalan Pelayaran
Desa Tempel Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
a. Sebelah Barat : Desa Sidomulyo Kec Krian Kab Sidoarjo
b. Sebelah Utara : Sungai Kali Mas / Desa Krikilan Kec Driyorejo
Kab Gresik
c. Sebelah Timur : Desa Barengkrajan Kec Krian Kab Sidoarjo
d. Sebelah Selatan : Desa Sidomojo dan Watugolong Kec Krian
Kab Sidoarjo
2. Jumlah Penduduk Desa Tempel
Jumlah perkembangan penduduk yang berada di Desa Tempel
Kecamatan Krian yaitu:
Jumlah Penduduk
Jumlah Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
Jumlah penduduk tahun ini 3705 orang 3624 orang
Jumlah penduduk tahun lalu 3622 orang 3549 orang
Presentase perkembangan 2.29 % 2.11 %
Tabel 1.
Potensi sumber daya alam yang dimiliki Desa Tempel Kecamatan
Krian pada luas wilayah persawahan dengan ukuran 100,70 Ha. Rata-rata
(47)
38
1.733 orang, dan jumlah petani 132 orang, buruh tani 64 orang, pedagang
barang kelontong 292 orang, pedagang keliling 68 orang,
a. Jumlah penduduk menurut Agama
Agama Laki-laki Perempuan
Islam 3676 orang 3601 orang
Kristen 26 orang 20 orang
Hindu 2 orang 2 orang
Kepercayaan kepada Tuhan YME
1 orang 1 orang
Jumlah 3.705 orang 3.624 orang
Tabel 2.
Tampak jelas pada tabel diatas bahwa Agama Islam merupakan
agama mayoritas penduduk yang mendiami di Desa Tempel Kecamatan
Krian, Agama Kristen menduduki peringkat ke dua terbanyak, pada
kenyataan mereka dapat hidup harmonis dan membaur tanpa hadirnya
konflik antar agama.
Saling berbaur dan hormat menghormati antara sesama pemeluk
agama di desa ini, tampak langsung pada saat perayaan hari besar
keagamaan. Pada saat perayaan Hari Raya Idul Fitri. Kelompok mayoritas
dan minoritas berdasarkan agama yang dianut tidak berpengaruh terhadap
perlakuan dalam pembangunan desa. Rumah-rumah ibadah berdiri tegak
walaupun dengan jumlah bangunan fisik yang tidak selalu ramai ditangani
pemeluk agama masing-masing guna menjalankan ajaran agamanya
masing-masing. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa sistem kekeluargaan
yang mereka miliki cukup erat dan tidak pernah terjadi konflik antar
sesama pemeluk agama, jika pun terjadi konflik mereka selalu melakukan
(48)
39
b. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian pokok1
Tabel 3.
Bedasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa penyebaran mata
pencaharian penduduk Desa Tempel yang memiliki mayoritas mata
pencaharian sebagai karyawan swasta dan wiraswasta/pedagang. Demikian
mata pencaharian yang dimiliki oleh masyarakat tradisional di Desa
Tempel mampu membuat mereka untuk bertahan hidup sampai sekarang
ini.
c. Tingkat Pendidikan Masyarakat2
No Tingkat Pendidikan Laki-laki
(Orang)
Perempuan (orang)
Jumlah (Orang)
1 Tamat SD/ sederajat 286 219 505
2 Tamat SMP/ sederajat 28 320 348
3 Tamat SMA/ sederajat 2.267 1.991 4.258
4 Tamat D-1/ sederajat 8 2 10
5 Tamat D-2/ sederajat 0 2 2
6 Tamat D-3/ sederajat 80 46 126
7 Tamat S-1/ sederajat 176 166 342
8 Tamat S-2/ sederajat 4 0 4
Jumlah Total (orang) 2.849 2.746 5.595
Tabel 4.
1
Profil Desa Tempel Kec Krian Kab Sidoarjo 2
Ibid., Profil Desa Tempel Kec Krian Kab Sidoarjo
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Karyawan :
a. PNS b. TNI c. POLRI d. Swasta 64 jiwa 65 jiwa 12 jiwa 2174 jiwa
2 Wiraswasta/Pedagang 429 jiwa
3 Buruh Tani 64 jiwa
4 Pensiunan 18 jiwa
5 Buruh Harian Lepas 105 jiwa
(49)
40
3. Bidang Pembangunan / Sarana Fisik
Sarana fisik merupakan suatu aspek pendukung yang sangat
penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sarana fisik merupakan sarana
umum yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk melakukan aktifitas
sehari-hari, khususnya yang berhubungan dengan kepentingan umum. Di
Desa Tempel Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo terdapat sarana-sarana
fisik antara lain :
a. Sarana Agama
Tabel 5.
Jumlah sarana ibadah yang terdapat di Desa Tempel adalah 26 unit
bangunan yang terdiri dari 7 buah Masjid, 19 Mushollah. Unit sarana
ibadah gereja tidak terdapat lokasi di Desa Tempel dan untuk masyarakat
yang beragama selain Islam, mereka menjalankan ibadahnya di luar Desa
Tempel.
b. Prasarana Olah Raga
Tabel 6.
Sarana Olah Raga terdapat 20 unit lapangan yang terdiri dari 1 unit
lapangan sepak bola, dan 19 unit lapangan voli.
No Sarana Peribadatan Jumlah
1 Masjid 7 buah
2 Mushollah 19 buah
3 Gereja -
No Sarana Olah Raga Jumlah
1 Lapangan Sepak Bola 1 buah
(50)
41
c. Prasarana dan Sarana Kesehatan
1. Prasarana kesehatan
Tabel 7.
Prasarana kesehatan yang berada di Desa Tempel yang paling
menonjol banyaknya jumlah unit bangunan adalah di Posyandu dan Balai
Kesehatan Ibu dan Anak, yang masing-masing memiliki jumlah yang sama
yaitu 10 unit.
2. Sarana kesehatan
T
Tabel 8.
No Prasarana Kesehatan Jumlah
1 Poliklinik/balai pengobatan 6 unit
2 Posyandu 10 unit
3 Toko obat 2 unit
4 Balai pengobatan masyarakat yayasan/swasta 1 unit
5 Jumlah Rumah/Kantor Praktek Dokter 2 unit
6 Rumah Bersalin 2 unit
7 Balai kesehatan ibu dan anak 10 unit
No Sarana kesehatan Jumlah
1 Jumlah dokter umum 2 orang
2 Jumlah paramedis 1 orang
3 Bidan 8 orang
4 Perawat 10 orang
5 Dukun pengobatan alternatif 2 orang
(51)
42
Sarana kesehatan yang paling menonjol berada di sarana kesehatan
lainnya yang dimana sarana kesehatan ini yang memiliki penyakit atau
diagnosa yang sulit untuk diketahui oleh para medis.3
3. Kondisi Sosial Budaya
Kondisi sosial Budaya yang berada di Desa Tempel memiliki
berbagai unsur kebudayaan seperti bahasa, organisasi sosial dan lain-lain.
Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh penduduk di desa Tempel ini
adalah bahasa Jawa. Untuk bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia tidak
digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari walaupun
sebagian masyarakat sudah mulai mengetahuinya. Bahasa ini digunakan
pada waktu-waktu tertentu saja misalnya pada saat musyawarah desa
ataupun pemberian pengarahan oleh instansi pemerintah pada masyarakat.
Namun demikian, pemakaiannya tidak seutuhnya menggunakan bahasa
Indonesia asli, tetapi dicampur dengan menggunakan bahasa Jawa, hal ini
biasanya dilakukan untuk lebih memudahkan penerimaan oleh warga
masyarakat terhadap isi pesan yang ingin disampaikan. Bahasa Indonesia
campuran ini juga memiliki kesan akrab dan komunikatif dibandingkan
dengan pemakaian bahasa Indonesia yang sebenarnya.
Selain bahasa, unsur kebudayaan lainnya adalah organisasi
kemasyarakatan. Organisasi masyarakat ini berfungsi sebagai pedoman
segala perilaku masyarakat agar menjadi mudah untuk seluruh kegiatan
(52)
43
yang dilakukan masyarakat sehari-hari. Organisasi masyarakat ini
merupakan wujud dari norma-norma dalam masyarakat yang mengatur
pergaulan hidup dengan tujuan untuk mencapai tata tertib. Warga suatu
masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih
mendalam daripada hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan
lainnya. Golongan orang tua dalam masyarakat desa umumnya memegang
peranan penting. Orang akan selalu meminta nasehat kepada mereka
apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Demikian halnya yang
terjadi di masyarakat desa Tempel. Orang tua yang dimintai nasehat ini
biasanya dijadikan sesepuh desa. Namun demikian, ada juga aturan atau
norma-norma yang berfungsi mengatur seluruh perilaku seseorang di
dalam masyarakat, dimana hal itu sangat dipatuhi oleh penduduk desa.
Aturan-aturan itu biasanya berupa hukum-hukum yang tidak tertulis yang
sudah ada sejak dulu dan secara turun temurun dipatuhi oleh warga
masyarakat.
a. Adat-Istiadat dan Kebudayaan
Masyarakat desa Tempel adalah masyarakat Jawa maka tradisi
yang berlaku di masyarakat ini adalah tradisi yang berasal dari budaya
Jawa. Tradisi ini masih dilakukan dengan baik oleh masyarakat.
Tradisi-tradisi yang masih berlaku dalam masyarakat Tempel adalah:
1. Tingkepan (Tujuh Bulanan)
Upacara Tingkepan ini adalah upacara tujuh bulan waktu
(53)
44
kelahiran nanti baik ibu maupun bayi yang akan dilahirkan
mendapat keselamatan dan kesehatan. Keselamatan dalam hal ini
yaitu selamat dari cacat fisik ataupun psikis/mental. Upacara ini
adalah upacara bagi kehamilan pertama seorang ibu. Yang paling
menonjol dalam upacara ini adalah adanya rujak dari buah-buahan
di dalam berkat yang akan dibagi-bagikan. Rasa dari rujak ini
dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai penanda jenis kelamin
bayi yang akan dilahirkan.
2. Brokohan
Upacara Brokohan adalah upacara yang dilaksanakan
setelah bayi telah dilahirkan ke dunia, kadang disertai dengan
pemberian nama bagi sang bayi.
3. Aqiqah
Tujuh hari setelah bayi lahir, diadakan upacara puputan
yaitu lepasnya ari-ari dari pusar bayi. Kemudian setelah bayi
berumur 40 hari di adakan upacara kekahan (aqiqah). Pada upacara
ini biasanya ditandai dengan penyembelihan kambing. Apabila
bayi itu laki-laki maka akan disembelih dua kambing dan jika
perempuan maka hanya satu kambing. Namun, biasanya upacara
ini dilakukan apabila orang tua sudah merasa mampu
menyelenggarakannya, jadi tidak berpatokan pada umur bayi.
(54)
45
Upacara yang lain adalah upacara perkawinan. Upacara
perkawinan merupakan upacara yang dianggap paling penting
dalam siklus kehidupan manusia, karena setelah perkawinan
tersebut seseorang akan menjalani kehidupan yang baru bersama
dengan pasangan hidupnya. Pelaksanaan Upacara perkawinan yang
diadakan oleh masyarakat di desa ini terdapat tahap-tahap yang
harus dilalui seperti, lamaran, dan masih banyak lagi tahap-tahap
lain yang harus dilalui baik oleh kedua mempelai maupun keluarga
kedua belah pihak.
5. Selametan Kematian
Upacara yang bernuansa kesedihan adalah upacara
kematian. Bagi masyarakat Desa Tempel yang masih mempercayai
akan adanya kekuatan-kekuatan. roh nenek moyang, akan selalu
melakukan suatu ritual upacara apabila ada kematian. Upacara ini
dilaksanakan sebagai tanda penghormatan dan untuk mendoakan
keluarga atau orang yang meninggal tersebut. Upacara ini
dilakukan sejak prosesi pemakaman dan berlanjut sampai hari ke
1000 orang tersebut meninggal. Selamatan ini dilakukan untuk
menjaga kesinambungan antara keluarga dengan orang yang sudah
meninggal itu.4
4
(55)
46
B. Gambaran Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) di Desa Tempel
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang ada di desa Tempel
merupakan anggaran yang sudah memenuhi karakteristik Transparansi dan
Akuntabilitas untuk menuju Good Governance dalam mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan baik. Dalam meningkatkan sebuah desa
menjadi desa yang lebih maju dalam bentuk good governance,
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang berpedoman pada
undang-undang dan peraturan kebijakan yang ada, diperlukan suatu
partisipasi masyarakat atau kerjasama pemerintahan desa dengan
masyarakat dalam meningkatkan mutu desa, karena tanpa partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa
dalam meningkatkan desa tidak akan berkembang dan berkualitas. Untuk
itu, desa dikatakan maju ketika desa tersebut sudah memenuhi
prinsip-prinsip good governance. Anggaran pendapatan dan belanja desa yang
berada di desa tempel merupakan anggaran yang sudah berproses mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.
Terdapat suatu perbedaan formalisasi anggaran pendapatan dan belanja
(56)
47
Tabel. 9
Dapat disimpulkan dari tabel di atas bahwa banyaknya dana dari
bagi hasil keuangan provinsi pada semester ganjil lebih sedikit
dibandingkan dengan banyaknya dana pada semester genap, dan
pemasukan dana desa pada semester ganjil lebih sedikit dibanding dengan
semester genap. Pada formalisasi anggaran pendapatan dan belanja desa
tahun 2015 yang berada di desa Tempel memiliki perbedaan, yang mana
dana desa dan bagi hasil keuangan provinsi lebih banyak pemasukan dana
pada semester genap dibanding dengan semester ganjil. Perbandingan
tersebut merupakan bagian dari proses perubahan APBDesa. Perbedaan
APBDesa tersebut merupakan perbedaan yang terdapat suatu perubahan
(57)
48
sebelumnya tahun 2014 belum terjadi peningkatan yang signifikan dalam
pengelolaan APBDesa.
Realisasi yang berada di desa Tempel ini sekitar 80% sudah
direalisasikan di desa tempel sesuai dengan pembangunan desa dan
kemajuan desa yang ada di desa tempel tersebut. Di desa Tempel belum
sepenuhnya terealisasikan sesuai dengan keinginan pemerintahan desa
maupun masyarakat. Sekitar 20% memang belum bisa di realisasikan
karena terdapat suatu terbenturnya anggaran, aturan dan perencanaan
anggaran yang setiap waktu bisa terjadi suatu perubahan program
anggaran pendapatan dan belanja desa Tempel. Tingkat partisipasi yang
ada di desa Tempel dalam program anggaran pendapatan dan belanja desa
sudah memiliki tingkat 75% hingga 80% tingkat partisipasi masyarakat.
Seperti halnya yang diungkapkan bapak Sukirno selaku ketua BPD bahwa:
“Tingkat partisipasi masyarakat yang berada di desa Tempel
tersebut, masyarakat dilibatkan melalui ketua lingkungannya RT, RW, jadi tingkat partisipasinya disitu supaya masyarakat itu tau dan supaya masyarakat menumbuhkan partisipasi pemerintah
supaya lebih transparan dalam penggunaan anggaran”.5
Dari penjelasan yang disampaikan bapak Sukirno selaku BPD
bahwa tingkat partisipasi masyarakat di desa Tempel tersebut melalui
ketua lingkungan yang melibatkan masyarakat ikut serta dalam program
anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) yang berada di desa
Tempel. Melalui tingkat partisipasi masyarakat, pemerintahan desa
5
(58)
49
dibangun bedasarkan prinsip demokrasi yakni kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat secara kontruktif. Paradigma birokrasi sebagai
pusat pelayanan publik seyogyanya diikuti dengan deregulasi berbagai
aturan, sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan efektif dan
efisiensi. Dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan,
pemberdayaan, partisipasi merupakan keterlibatan aktif masyarakat atau
partisipasi tersebut dapat berarti keterlibatan proses penentuan arah dari
strategi kebijaksanaan pembangunan yang dilaksanakan pemerintahan.
Dalam melaksanakan pembangunan harus ada sebuah rangsangan
dari pemerintahan agar masyarakat dalam keikutsertaan memiliki
motivasi. Untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan, pemerdayaan
dan lain lain dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih efektif dan
efisiensi sesuai dengan peraturan dan kebijakan pemerintah yang ada maka
diperlukana suatu inisiatif dan kreatifitas dari anggota masyarakat yang
lahir dari kesadaran dan tanggung jawab sebgai manusia yang hidup
bermasyarakat dan diharapkan tumbuh berkembang sebagai suatu
(59)
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Proses Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) sebagai sebuah
dokumen public sudah seharusnya disusun secara pertisipatif. Rakyat
sebagai yang hakekatnya sebagai pemilik anggaran haruslah diajak bicara
darimana dan berapa besar pendapatan desa dan diajak bermusyawarah
untuk apa keuangan desa di belanjakan. Dengan demikian harapan tentang
anggaran yang digunakan untuk sebesar kesejahteraan rakyat benar-benar
akan terwujud. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran
pendapatan dan belanja desa (APBDesa) partisipatif adalah:
1. Pemerintahan Desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa)
2. BPD
3. Warga Masyarakat
4. Bupati
Bagan 1. Alur penyusunan APBDesa Partisipatif
Secara garis besar alur penyusunan APBDesa partisipatif adalah
sebagai tergambar dalam bagan berikut ini:1
1
(60)
51
ALUR PENYUSUNAN APB DESA PARTISIPATIF
Proses pengelolaan keuangan desa sebagai rangkaian kegiatan,
diawali dengan kegiatan perencanaan, yaitu penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Proses pengelolaan keuangan
Desa antara lain:
PERDES RPJMDe s PERKADE S RKP Desa MUSBANGD ES MUSBANGD ES MENYUSUN RKA Draf Rencana RAPB Desa Rancangan RAPB Desa Evaluasi Oleh Bupati Musyawarah BPD Musyawarah Anggaran Desa PERDES APB Desa PERHITUNGA
N APB Desa
PERUBAHAN APB Desa PERUBAHAN APB Desa PENYUSUNAN APB Desa LPJ KADE
SOSIALISASI APB Desa
PELAKSANAAN APB Desa DAN ADMINISTRASI
fo k u sk a n p a d a k e se su a ia n R K P D e s
(61)
52
1. Perencanaan
Pemerintahan desa setiap tahun wajib menyusun APBDesa. APBDesa
merupakan pembiayaan terhadap program pembangunan tahunan yang
diselenggarakan oleh pemerintahan desa. Dalam ungkapan bapak M.
Khorudin selaku Sekretaris desa bahwa:2
“proses dari APBDesa itu pemerintahan desa mengundang RT, RW, lembaga, masyarakat memberikan kesempatan pada warga untuk mengusulkan program-program untuk merencanakan kegiatan itu. Jadi perencanaan itu dari kepala desa itu ada masukan dari lingkungan dari RT, RW. Jadi itu adalah perencanaan dalam pembuatan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa). Proses pembuatan APBDesa, pertama kepala desa mendengarkan masukan dari masyarakat desa disini adalah RT, RW. Setelah itu di RAPBDesa (Rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa), lalu RAPBDes dimusyawarakan dan disampaikan dilembaga BPD. Jadi sebelum ditetapkan APBDesa mengali masukan dari masyarakat, dan dibuat pemerintah desa RAPBDesa dan dimusyawarakan dengan lembaga BPD. Setelah dimusyawarakan ada
kesepakatan atau kesepahaman itu ditetapkan yang namanya APBDesa.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak M. Khoirudin bahwa
dalam perencanaan anggaran pendapatan dan belanja desa yang di desa
Tempel dilakukan oleh kepala desa dengan BPD. APBDesa yang
ditetapkan oleh kepala desa dan BPD, merupakan APBDesa yang
ditetapkan dari hasil penyusunan rancangan APBDesa yang dibuat
oleh kepala desa dengan mendengarkan aspirasi masyarakat desa.
Program pembangunan tahunan desa diturunkan dari program
pembangunan jangka menengah desa (lima tahun), yang disebut
rencana pembangunan jangkah menengah desa (RPJMDesa).
RPJMDesa merupakan penjabaran visi misi dari kepala desa, dan
2
(62)
53
setiap tahun harus melaporkan laporan pertanggungjawabkan anggaran
pendapatan dan belanja desa (APBDesa).
Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang
APBDesa berdasarkan RKPBDesa. Sekretaris desa menyampaikan
rancangan peraturan desa tentang APBDesa kepada kepala desa
menyampaikan rancangan peraturan desa kepada BPD untuk dibahas
bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Penyampaian
rancangan peraturan desa paling lambat minggu pertama bulan November
tahun anggaran sebelumnya. Rancangan peraturan desa tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang telah disetujui bersama
sebelum ditetapkan oleh kepala desa paling lambat 3 (tiga) hari kerja
disampaikan kepada buapti/wali kota untuk dievaluasi. Bupati/wali kota
harus menetapkan evaluasi rancangan APBDesa paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja. Apabila hasil evaluasi melampaui batas waktu dimaksud,
kepala desa dapat menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa
menjadi peraturan desa. Perencanaan adalah awal dari sebuah kegiatan.
Bila perencanaan itu dilakukan dengan tepat dan baik, akan memberikan
pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan dan kemudian hasil kegiatan.
Ketetapan perencanaan itu akan terjamin bila dalam prosesnya benar-benar
mengacu pada ketentuan dan didasarkan pada azas-azas pengelolaan
keuangan desa. Dalam hal ini azas-azas yang mewujudkan proses
(1)
84
dijalankan dengan transparansi sehingga masyarakat ikut ambil bagian dalam proses pengawasannya. Ini menunjukkan bahwa di era reformasi sekarang dan otonomi daerah yang merupakan tumpuan banyak orang untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, telah menunjukkan perubahan pada pemerintahan paling bawah ke arah lebih demokratis.
Dapat disimpulkan bahwa diperlukan musyawarah anggaran desa adalah wadah bersama antar pelaku ditingkat Desa untuk membahas anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) agar masyarakat terlibat dalam program anggaran APBDesa untuk mewujudkan pemerintahan desa yang transparansi dan akuntabilitas. Tujuan dari musyawarah tersebut adalah pertama, menyepakati besaran pendapatan desa. Kedua, menyepakati besaran belanja desa. ketiga, menyepakati pembiayaan desa.
(2)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) di Desa Tempel dapat disimpulkan dari hasil pembahasan dan penyajian data bahwa:
1. Dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa di Desa Tempel bahwa Desa Tempel sudah memenuhi peraturan dan kebijakan, dan 98% sudah memenuhi karakteristik good governance yaitu transparansi dan akuntabilitas. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan good governance sudah diterapkan semaksimal mungkin agar cita-cita desa Tempel dapat terwujud. Akan tetapi dalam mewujudkan Desa yang maju diperlukan suatu strategi agar desa Tempel tersebut meningkat dengan cara mengajak masyarakat ikut serta dalam program anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) untuk mewujudkan cita-cita desa Tempel menjadi semakin maju. Dalam Akuntabilitas yang ada di desa Tempel sudah dilaporkan dan dipertanggungjawabkan dengan melampirkan Buku kas
(3)
86
umum, Buku kas pembantu, Buku kas harian pembantu yang dihandel oleh Bendahara Desa Tempel. Dan dalam prinsip Transparansi yang ada di desa Tempel berupa papan informasi, yang mengakses informasi untuk warga masyarakat dan dibuktikan secara langsung program APBDesa tersebut.
2. Terdapat suatu faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) yakni, dalam faktor pendukung terdapat pemerintahan desa, partisipasi masyarakat. Sedangkat faktor penghambat tersebut adalah Sumber daya manusia dan sumber dana. Dalam program APBDesa yang menjadi kendala adalah pencairan sumber dana tidak sesuai dengan rencana.
B. Saran
Bedasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya serta penyajian data dan pembahasan bahwasanya diperlukan suatu sosialisasi yang lebih efisiensi agar partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pemberdayaan untuk mewujudkan desa lebih maju lebih menonjol. Dan pemasukan sumber dana dalam anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) harus lebih tepat waktu sesuai dengan peraturan pemerintah. Untuk mewujudkan desa lebih transparansi dan akuntabilitas diperlukan suatu partisipasi masyarakat dalam peningkatan
(4)
86
program APBDesa yang telah ditetapkan oleh kepala desa sesuai dengan aspirasi masyarakat desa Tempel.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ndraha, Taliziduhu. Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa. Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991
Surianingrat, Bayu. Pemerintahan Adminitrasi Desa Dan Kelurahan. Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1992
Muhjair, Noeng. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996
Wijaya, Titik Berat Otonomi Pada Daerah Tigkat I. Jakarta: PT RajaGrafindo, 1998
Mardiasmo. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 2004
Nurcholis, Hanif. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: Erlangga, 2011
Khadafi. Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan). Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2013
Lukito, Kusumastuti. Membumikan Transparansi dan Akuntabilitas Kinerja Sektor Publik: Tantangan Berdemokrasi Ke Depan. Jakarta: PT Gramedia, 2014
Nasution, Alfian Kaka. “Undang-undang Tentang Pelayanan Publik dan
Keterbukaan Informasi, Jakarta: Saufa, 2014
Tahrir, Arifin. Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Bandung: ALFABETA, cv, 2015
JURNAL
Iqsan, “Transparansi Pemerintahan Desa Dalam Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) Di Desa Long Nah Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur”, eJurnal Ilmu Pemerintahan, 2016
Aji, Mustika, Panduan Penyusunan APB-Desa, Kebumen: ?, 2014 INTERNET
Http://www.materibelajar.id/2016/01/teori-partisipasi.html?m=1Diakses:01 Februari 2016, pkl 09.30 wib
(6)
Undang-Undang Desa
Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Peraturan Menteri Desa, Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015Nomor 5 Tahun 2015
INFORMAN
M. Roni Irmansyah, Wawancara, Tempel, 9 Januari 2017 Ainul Yakin, Wawancara, Tempel, 9 Januari 2017
M. Khoirudin, Wawancara, Tempel, 9 Januari 2017 Sukirno, Wawancara, Tempel, 29 Januari 2017 Supangat, Wawancara, Tempel, 22 Januari 2017 Yadun, Tempel, Wawancara, Tempel, 23 Januari 2017