Komunikasi ritual tradisi Bantengan masyarakat Desa Jatirejo Mojokerto.

(1)

KOMUNIKASI RITUAL TRADISI BANTENGAN MASYARAKAT DESA JATIREJO MOJOKERTO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

(S.I.Kom.) Dalam Bidang Ilmu Komunikasi

Oleh: Asma’ul Fauziyah

NIM : B06213012

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Asma’ul Fauziyah, B06213012, 2017. Komunikasi Ritual Tradisi Bantengan

Masyarakat Desa Jatirejo Mojokerto. Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

Kata Kunci: Komunikasi, Ritual, Tradisi Bantengan

Ritual tradisi bantengan merupakan salah satu kekayaan kesenian tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Mojokerto. Bantengan merupakan aksi teatrikal menggambarkan kehidupan hewan banteng yang menggabungkan unsur sendra tari, olah kanuragan, musik dan syair/mantra yang kental dengan nuansa magis.

Penelitian ini, peneliti mengangkat rumusan masalah, yaitu (1) bagaimana proses komunikasi ritual tradisi Bantengan masyarakat di Desa Jatirejo Mojokerto, (2) apa makna tradisi Bantengan ini bagi masyarakat Desa Jatirejo Mojokerto. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan budaya untuk melihat bagaimana makna kebudayaan bagi masyarakat. Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif untu menjelaskan data. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori interaksi simbolik.

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah (1)bahwa proses komunikasi ritual yang terjadi bersifat sakral dan keramat, pesan yang terkandung dalam bentuk simbol-simbol secara verbal dan non verbal; (2) makna tradisi Bantengan bagi masyarakat adalah tradisi yang mengandung sebuah nilai penting bagi kehidupan bermasyarakat yakni tentang persatuan dan kesatuan.

Dari penelitian ini, penulis memberikan rekomendasi kepada masyarakat (a) kelompok-kelompok Bantengan untuk meningkatkan kreativitas dalam mengemas pertunjukkan Bantengan untuk meningkatkan animo masyarakat tanpa keluar dari pakem-pakem pertunjukkan Bantengan yang sudah ada (b)tetap menjaga dan melestarika tradisi Bantengan dengan mengajarkan kepada generasi-generasi muda, agar kelompok Bantengan memiliki regenerasi-generasi.Untuk peneliti pelanjutnya peneliti memberikan rekomendasi (a) menggunakan pendekatan budaya atau etnografi agar penelitian yang dilakukan lebih mendalam (b) Melakukan pendekatan yang intens kepada kelompok-kelompok yang akan diteliti.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO ...v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI...x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN...1

A. Konteks Penelitian...1

B. Fokus Penelitian ...5

C. Tujuan Penelitian...5

D. Manfaat Penelitian...5

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu...6

F. Definisi Konsep ...7

G. Kerangka Pikir Penelitian...13

H. Metode Penelitian ...14

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...14

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian ...15

3. Jenis dan Sumber Data...16

4. Tahap-tahap Penelitian ...17

5. Teknik Pengumpulan Data...20

6. Teknik Analisis Data ...20


(8)

BAB II: KAJIAN TEORETIS ...23

A. Kajian Pustaka...23

1. Komunikasi Ritual...23

2. Komunikasi Sebagai Proses Simbolik...30

3. Peran Tradisi dalam Masyarakat ...37

B. Kajian Teori...44

1. Teori Interaksi Simbolik...44

BAB III: KOMUNIKASI RITUAL TRADISI BANTENGAN ...51

A. Deskripsi Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian...51

1. Subyek Penelitian...51

2. Obyek Penelitian ...53

3. Lokasi Penelitian...54

B. Profil Desa Jatirejo...55

C. Profil Kelompok Bantengan ...58

D. Komunikasi Ritual Tradisi Bantengan...64

1. Tradisi Bantengan ...64

2. Tahapan Penampilan Tradisi Bantengan...72

3. Komunikasi Ritual Bantengan ...79

4. Usaha untuk Melestarikan Tradisi Bantengan ...90

E. Makna Ritual Tradisi Bantengan ...95

BAB IV: INTERPRETASI HASIL PENELITIAN ...99

A. Temuan Penelitian ...99

1. Komunikasi Ritual sebagai Kegiatan Berbagi, Berpartisipasi dan berkumpul ...100

2. Bantengan pada Jaman Dahulu dan Sekarang ...101

3. Citra Kesurupan pada Tradisi Bantengan ...102

4. Proses Komunikasi Ritual Tradisi Bantengan ...103

5. Penggunaan Simbol-simbol Komunikasi dalam Tradisi Bantengan ...104


(9)

BAB V: PENUTUP ...111

A. Simpulan ...111

B. Rekomendasi...111

DAFTAR PUSTAKA ...113

Lampiran 1 ...116

Lampiran 2 ...118

Lampiran 3 ...120


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Komunikasi merupakan kebutuhan yang penting dalam kehidupan manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain. Dengan menggunakan interaksi komunikasi memudahkan kita untuk masuk pada ranah kehidupan sosial. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan)1. Jadi, proses komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengetahui suatu hal yang dikomunikasikan2. Jelasnya jika seseorang mengerti sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya, maka proses komunikasi berlangsung. Proses komunikasi hampir terjadi di setiap aspek kehidupan masyarakat, baik itu hubungan dengan antar individu satu dengan individu lain, individu dengan kelompok masyarakat, individu dengan dirinya sendiri, bahkan individu dengan Tuhannya.

Hidup di masyarakat tentunya tidak lepas dari adanya budaya dan tradisi yang berlaku di masyarakat tersebut. Budaya dan komunikasi beriteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya adalah komunikasi, karena budaya muncul karena komunikasi, dan budaya pun tercipta mempengaruhi cara berkomunikasi anggota budaya

1

Onong Uchjana Effendi,Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 11.

2

Onong Uchjana Effendi,Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.4.


(11)

2

masyarakat yang bersangkutan3. Kebudayaan sendiri terdiri atas gagasan-gagasan, simbol-simbol, dan nilai-nilai sebagai hasil karya dari tindakan manusia. Manusia sebagai makhluk dengan simbol dan memberikan makna pada simbol, sehingga manusia berfikir, berperasaan, dan bersikap sesuai ungkapan yang simbolis. Kebudayaan merupakan persoalan yang sangat luas, mencakup pada cara hidup manusia, adat istiadat dan tata krama yang dipegang teguh oleh masyarakat. Di masyarakat Jawa salah satunya masih kental budaya dan kehidupan tradisinya erat kaitannya dengan kegiatan ritual. Komunikasi yang dilakukan erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif atau disebut komunikasi ritual. Tidak ada pengertian khusus mengenai komunikasi ritual, secara umum kegiatan ritual merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan oleh orang-orang sehingga menjadi bentuk komunikasi mereka dengan Tuhan atau hanya sebagai bentuk adat suatu komunikasi. Sering dilakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun, mereka berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada keluarga, komunitas, suku, bangsa, Negara, ideologi atau agama mereka4. Komunikasi ritual bisa jadi akan tetap ada sepanjang zaman, karena ia merupakan kebutuhan manusia walaupun bentuknya berubah-ubah demi memenuhi kebutuhan manusia sebagai makhuk individu, anggota komunitas tertentu dan salah satu again dari alam semesta. Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan para pesertanya, juga sebagai pengabdian terhadap kelompoknya5. Sampai kapanpun ritual akan tetap menjadi kebutuhan manusia, bentuknya juga

berubah-3

Deddy Mulyana,Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintasbudaya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 14.

4

Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 27.

5


(12)

3

ubah demi memenuhi jati dirinya sebagai individu, sebagai anggota komunitas sosial dan sebagai salah satu unsur alam semesta. Komunikasi ritual kadang-kadang memang bersifat mistik, dan bisa saja sulit dipahami oleh orang-orang di luar komunitas tersebut.

Bantengan merupakan salah satu kekayaan kesenian tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Mojokerto. Seni tradisional Bantengan adalah sebuah seni pertunjukam budaya tradisi yang menggabungkan unsur sendra tari, olah kanuragan, musik dan syair atau mantra yang kental dengan nuansa magis6. Tradisi ini sudah ada sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda. Menurut sejarahnya Bantengan merupakan kesenian yang menjadi bentuk kamuflase dari kegiatan-kegiatan pencak silat. Karena pada zaman itu kegiatan pencak silat dilarang untuk dilaksanakan karena ditakutkan kegiatan pencak silat ini mendorong adnaya perlawanan terhadap Belanda. Oleh sebab itu pada tradisi Bantengan ini banyak mengandung gerakan-gerakan pencak silat dan menggunakan ilmu kanuragan. Tradisi Bantengan merupakan gabungan antara seni pencak silat dan seni musik gamelan yang dipadukan dengan kisah simbolik heroik yang dikombinasikan dengan kondisi trance atau kesurupan seperti beberapa tradisi kesenian sejenis yang ada di tanah Jawa.

Kesenian Bantengan hanya dapat dinikmati pada acara-acara tertentu saja, misalnya pada acara memperingati hari Kemerdekaan 17 Agustus, festival grebek Suro, pawai budaya HUT Kabupaten/ Kota Mojokerto, acara ruwat desa, festival tahunan dan beberapa acara besar lainnya. Menyadari pentingnya untuk

6


(13)

4

melestarikan tradisi budaya daerah yang harus dilestarikan karena nantinya akan menjadi warisan untuk anak cucu, di Mojokerto oleh Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten Mojokerto dibentuk FKBM (Forum Komunikasi Banteng Mojopahit) serta diadakannya festival Bantengan yang diadakan setiap tahun untuk memperbutkan piala bergilir Bupati Mojokerto7.

Ciri khas dari aksi Bantengan ini adalah ketika para pemainnya berada dalam kondisi trance atau kesurupan. Unsur yang menarik dalam kondisi trance atau kesurupan ini adalah ketika para pemain menjadi sosok dari karakter yang dimainkan. Proses kesurupan ini tidak berbeda jauh dengan tradisi kesenian lainnya seperti Jaran Kepang, dan dalam keadaan kesurupan ini para pemain dipandu oleh pawang yang sudah ahli dalam bidang ini. Tidak hanya sebuah kesenian tradisional, dalam Bantengan juga terkandung simbol-simbol yng mengandung makna dan juga pesan yang ingin disampaikan dalam proses komunikais tersebut. Usaha yang dilakukan untuk menjaga dan melestarikan tradisi dengan melaksanakan acara-acara khusus tentang budaya sangat diperlukan, selain itu usaha pelestarian dengan tulisan juga dibutuhkan sebagai sumber bacaan, refereni dan kajian keilmuan. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti kesenian tradisional Bantengan ini terutama dalam perspektif komunikasi.

7

Ruri Darma Desprianto, Kesenian Bantengan Mojokerto Kajian Makna Simbolik dan Nilai Moral, Avatara e-jurnal Pendidikan Sejarah. Vol.1, No. 1, Januari 2013, hlm.152.


(14)

5

B. Fokus Penelitian

1. . Bagaimana proses komunikasi ritual tradisi Bantengan?

2. Apa makna tradisi Bantengan bagi masyarakat Desa Jatirejo Mojokerto?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan proses komunikasi ritual pada tradisi Bantengan.

2. Untuk menjelaskan makna tradisi Bantengan bagi masyarakat Desa Jatirejo Mojokerto.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

1) Memberikan gambaran tentang proses komunikasi ritual tradisi Bantengan Masyarakat Desa Jatirejo Mojokerto.

2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan wacana akademik dalam bidang ilmu komunikasi interaksi simbolik terutama yang berkaitan dengan komunikasi ritual.

2. Manfaat Praktis

1) Sebagai masukan pemahaman kepada peneliti dan masyarakat untu lebih mencintai dan turut melestarikan aset kebudayaan lokal.


(15)

6

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian ini tidak lepas dari adanya penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Adanya penelitian terdahulu menjadi bahan referensi dalam penyusunan penelitian ini. Terdapat beberapa penelitian yang membahas mengenai komunikasi ritual yang tertuang dalam judul-judul sebagai berikut:

Pertama, Komunikasi Ritual Prosesi “Nyadran” Desa Widang Tuban yang

ditulis oleh Martina Ulfa, Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya. Kedua, jurnal penelitian yang ditulis oleh Petrus Ana Andung, Ilmu Komunikasi, Universitas Nusa Dua Kupang, yang berjudl Perspektif Komunikasi Ritual Mengenai Pemanfaatan Natoni sebagai Media Tradisional dalam Masyarakat Adat Boti Dalam Kabupaten Timr Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Ketiga, penelitian yang berkaitan dengan tradisi Bantengan, peneliti menemukan jurnal penelitian yang ditulis oleh Ruri Darma Desprianto, Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Surabaya yang berjudul Kesenian Bantengan Mojokerto Kajian Makna dan Nilai Moral.

Pertama, penelitian berjudul Komunikasi Ritual Prosesi “Nyadran” Desa

Widang Tuban yang ditulis oleh Martina Ulfa. Dalam penelitian ini Martina Ulfa menekankan pembahasannya pada bentuk simbol komunikasi ritual dan makna pada tradisi Nyadran. Sedangkan peneliti dalam penelitian ini menginginkan penekanan pada proses komunikasi ritual.

Pada penelitian kedua yang ditulis oleh Petrus Ana Andung fokus pada pemanfaatan tradisi Natoni sebagai media komunikasi tradisional utamanya dalam perspektif komunikasi ritual.


(16)

7

Dan pada penelitian ketiga yaitu jurnal yang ditulis oleh Ruri Darma Desprianto ini adalah menekankan pada kajian simbol dan nilai moral yang terdapat dalam tradisi Bantengan. Sedangkan peneliti mengkaji tradisi Bantengan dari sudut pandang lain yaitu dalam perspektif komunikasi ritual.

F. Definisi Konsep

Tujuan dari definisi konsep ialah dimaksudkan untuk menghindari ambiguitas pada pemahaman terhadap beberapa istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini. perincian konsep sangat penting dalam sebuah penelitian agar pembahasan dalam penelitian tidak melebar dan menjadi kabur. Berikut adalahh definisi konsep dari penelitian ini:

1. Komunikasi Ritual

Komunikasi ritual terdiri dari dua konsep yaitu komunikasi dan ritual. Komunikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami8. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampian pikiran atau perasaaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini9. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communication yang berarti sama, sama yang dimaksud adalah sama makna. Jadi jika ada dua orang yang memiliki kesamaan makna dalam percakapan mereka maka mereka sedang melakukan proses komunikasi.

8

Kbbi.web.id diakses pada tanggal 17 November 2016. 9


(17)

8

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ritual adalah hal ihwal ritus atau tata cara dalam upacara keagamaan10. Upacara ritual adalah sistem atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan bebagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Ritual sering dikaitkan dengan pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala ataupun penjelasan-penjelasan yang mempunyai ciri-ciri mistis. Ritual disini memperlihatkan tatanan atas simbol-simbol yang diobyekkan. Simbol-simbol ini mengungkapkan perilaku dan perasaan. Ritual berkaitan dengan pertunjukan secara sukarela yang dilakukan msyarakat turun temurun (berdasarkan kebiasaan) menyangkut perilaku yang terpola, dan pertunjukan tersebut mensimbolisasi suatu pengaruh dalam kehidupan kemasyarakatan11.

Proses komunikasi ritual, Rothenbuhler dan Coman dengan merujuk pada pandangan James W. Carey seperti yang dikutip oleh Petrus Anang Andung, menekankan sebagai salah satu bentuk dan model dari komunikasi sosial, proses yang terjadi dalam komunikasi ritual bukanlah berpusat pada transfer (pemindahan) informasi. Sebaliknya lebih mengutamakan sharing (berbagi) mengenaicommon culture(budaya bersama)12. Jadi dalam praktek komunikasi ritual, proses transmisi pesan bukanlah hal yang paling ditonjolkan melainkan lebih banyak menonjolkan upaya berbagi budaya

10

Kbbi.web.id diakses pada tanggal 17 November 2016 11

https://petrusandung.wordpress.com/2009/12/15/komunikasi-dalam-perspektif-ritual diakses tanggal 16 November 2016.

12

Petrus Anang Andung,Perspektif Komunikasi Ritual Mengenai Pemanfaatan Natoni Sebagai Media Komunikasi Tradisional dalam Masyarakat Adat Boti Dalam di Kabupaten Timr Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur,Jurnal Ilmu Komunikasi Vol.8No.1 Januari–April Th.2010, ,hlm.3.


(18)

9

bersama. Komuikasi ritual juga memiliki kaitan erat dengan komunikasi ekspresif yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup13. Mereka yang melakukan komunikai ritual ini adalah mereka yang memiliki komitmen terhadap tradisi yang dimiliki oleh keluarga, kelompok, suku, Bangsa, Negara, ideologi atau agama mereka.

Orang Islam merayakan hari Raya Idul Fitri, orang Kristen merayakan Natal, orang Hindu melaksanakan Nyepi adalah cotoh komunikasi ritual umat beragama. Orang sebelum melakukan pernikahan harus melakukan proses siraman, dilanjutkan malam midodareni, ijab qobul lalu sungkem orang tua adalah cotoh komunikasi ritual dalam adat Jawa. Kegiatan ritual ini memungkinkan para pelaksananya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi mereka, juga sebagai bentuk pengabdian mereka kepada kelompok mereka. Komunikasi ritual juga kadang-kadang bersifat mistik, kebanyakan dari kebudayaan Jawa terdapat banyak ritual yang mengandung nilai mistik seperti kesenian Jaranan, Reog dan lain sebagainya.

Dari pengertian diatas, dalam penelitian ini komunikasi ritual adalah proses penyampaian pesan dari pelaku Bantengan sebagai komunikator kepada masyarakat umum sebagai komunikannya. Pesan dari proses komunikasi ini dalam bentuk simbol-simbol bik itu bersifat verbal maupun non verbal. Proses komunikasi ritual dalam penelitian ini fokus kepada

13

Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi Suatu Pengatar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 27.


(19)

10

bagaimana pelaku Bantengan ini dalam mengkomunikasikan tradisi Bantengan kepada masyarakat umum.

2. Makna

Pengertian makna dalam KBBI adalah maksud pembicara atau penulis, atau bisa diartikan pengertian yang diberikan kepada suatu benuk kebahasaan. Makna merupakan arti atau maksud dari kandungan pesan yang disampaikan oleh pembicara atau penulis kepada komunikannya. Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu14. Makna sebenarnya ada dalam kepala kita bukan terletak pada lambang itu sendiri. Bila ada orang yang mengatakan kata memiliki makna, maka sebenarnya bahwa kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna yang telah disetujui bersama terhadap kata-kata itu15.

Dalam proses komunikasi, makna adalah respon komunikan yang didapat oleh komunikator, jika respon yang diterima positif makan proses komunikasi berhasil namun apabila respon negatif yang didapat maka ada kesalahan dalam penyampaian informasi. Makna didapat oleh komunikan dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi dan hasil belajar yang dimilikinya. Makna merupakan perpaduan dari empat aspek yaitu pengertian (sense),

14

Bambang Tjiptadi,Tata Bahasa Indonesia,(Jakarta :Yudistira,1984), hlm.19.

15

Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi Suatu Pengatar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.96.


(20)

11

perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Makna pada dasarnya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh dari interaksi, oleh karena itu makna bisa berubah dari waktu ke waktu, dari konteks ke konteks dan dari kelompok sosial ke kelompok lainnya. Dengan demikian sifat objektivitas dari makna adalah relatif dan temporer16.

Dalam penelitian ini, makna disini merupakan bentuk intepretasi masyarakat terhadap pesan-pesan yang terdapat pada tradisi Bantengan, pesan disampaikan dalam bentuk simbol-simbol verbal maupun nonverbal. Simbol-simbol yang muncul seperti pada kegiatan ritual yang dijalankan masyarakat tidak lepas dari simbol-simbol yang mengandung nilai atau makna tertentu yang sesuai dengan kesepakatan bersama masyarakat tersebut.

3. Tradisi Bantengan

Seni tradisional Bantengan merupakan sebuah seni pertunjukkan budaya tradisi yang menggabungkan unsure sendra tari, olah kanuragan, music dan syair/mantra yang sangat kental dengan nuansa magis. Pelaku Bantengan yakin bahwa permainannya akan semakin menarik apabila telah masuk tahap “trans” yaitu tahapan pemain pemegang kepala Bantengan

menjadi kesurupan arwah leluhur Banteng (Dhanyangan)17.

Bantengan mengandung banyak gerak yang diadopsi dari pencak silat karena menurut sejarah Bantengan merupakan seni hiburan bagi para pemain pencak silat seteleh melakukan latihan rutin. Perkembangan 16

Sasa Djuarsa Sendjaja,Teori Komunikasi,(Jakarta : UT, 1993), hlm.1-24. 17


(21)

12

kesenian Bantengan mayoritas berada di masyarakat pedesaan atau wilayah pinggiran kota di daerah lereng pegunungan se-Jawa Timur tepatnya Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi dan Raung-Argupuro. Kesenian Bantengan dimainkan oleh dua orang, orang yang di depan berperan menjadi pemegang kepala banteng dan yang belakang berperan sebagai ekor Bantengan. Apabila pemain depan kesurupan maka pemain belakang harus mengikuti setiap gerakan pemain depan. Dan ada juga pawang yang membantu jalannya proses kesurupan, yang memakai kaos merah disebut abangan dan kaos hitam disebut irengan. Selain itu ada karakter lain juga dalam kesenian Bantengan yaitu karakter harimau yang disebut macanan, dan juga ada karakter monyet.

Dalam penelitian ini tradisi Bantengan yang dimaksud tidak berbeda jauh dari apa yang dijelaskan diatas. Tradisi Bantengan ini biasanya dilaksanakan untuk memperingati hari-hari khusus, misalnya untuk memperingati ruwat desa, kirab budaya daerah, memeriahkan hari besar seerti hajatan dan sebagainya. Aksi teatrikal yang ditampilkan dalam tradisi ini mengandung pesan bahwa dengan persatuan kita bisa melawan kebatilan. Pesan ini tergambar dari kisah Bantengan yang ditampilkan.


(22)

13

G. Kerangka Pikir Penelitian

Dalam bagan diatas dijelaskan mengenai kerang pikir dalam penelitian ini, bahwasannya sebuah makna itu terbentuk dengan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya latar budaya masyarakat, tingkat religiusitas, ekonomi dan pendidikan masyarakat. Dalam upaya memahami bentuk komunikasi ritual dan maknanya, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori interaksi simbolik. Dengan teori interaksi simbolik kia bisa lebih mengkaji bagaimana sebuah interaksi bisa menghasilkan makna dan bagaimana simbol dipahami melalui interaksi. Teori interkasi simbolik (symbolic interaction) dicetuskan oleh George Herbert Mead, teori ini memfokuskan perhatiannya pada cara-cara yang digunakan manusia

Makna Tradisi Bantengan

Tingkat religiusitas

Masarakat

Media Tradisi

Masyarakat Mojokerto Tingkat

ekonomi/pendi-dikan masyarakat

Latar Kultural Masyarakat


(23)

14

untuk membentuk makna dan struktur masyarakat melalui percakapan18. Makna merupakan hasil komunikasi yang penting, makna yang kita tangkap merupakan hasil interaksi kita dengan orang lain. Singkatnya makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu pula19. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktifitas yang merupakan ciri khas manusia yaitu komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan konsep yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang terkait dalam penelitian sehingga memperoleh jawaban atas pertanyaan dari penelitian ini, metode yang ditempuh yaitu:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan budaya. Pedekataan budaya dapat diartikan sebagai sebuah sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan suatu gejala yang menjadi perhatian dengan menggunakan kebudayaan dari gejala yang dikaji tersebut sebagai acuan dalam melihat, memperlakukan dan menilitinya. Pendekatan budaya digunakan untuk melihat bagaimana tradisi Bantengan ini berkembang di dalam masyarakat dan menjadi sebuah tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Melalui pendekatan budaya, peneliti ingin melihat bagaimana sebuah ritual dalam tradisi sebagai sebuah perilaku yang sudah diatur oleh

18

Morissan,Teori Komunikasi Individu Hingga Massa,(Jakarta : Kencana,2014), hlm. 224.

19

West Richard & H. Turner Lynn,Pengantar Teori komunikasi: Analisis dan Aplikasi,( Jakarta: Salemba Humanika,2008), hlm.98.


(24)

15

tradisi masyarakat setempat sebagai upaya komitmen terhadap tradisi budaya masyarakat tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu dengan menghimpun data dari observasi yang terlibat. Karena metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati dan diarahkan pada latar dan perilaku yang diamati diarahkan pada altar dan individu secara holistic. Penelitian kualitatif mempunyai tujuan agar peneliti lebih mengenal lingkungan dan dapat terjun langsung ke lapangan20.

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai subyek, obyek dan lokasi penelitian ini. yaitu sebagai berikut:

a. Subyek

Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah masyarakat Mojokerto khususnya di Desa Jatirejo. Masyarakat yang dijadikan sebagai informan dipilih karena memenuhi persyaratan, yaitu masyarakat yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang tradisi Bantengan. Seperti pemain Bantengan, sesepuh kelompok Bantengan, budayawan, tokoh agama,dan tokoh masyarakat.

20

Lexy J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hlm.3.


(25)

16

b. Obyek

Obyek dalam penelitian ini adalah tentang komunikasi budaya. Jadi peneliti akan melakukan penelitian berkaitan dengan kegiatan warga setempat yang mengandung nilai komunikasi budaya terutama yang berkaitan dengan tradisi Bantengan tersebut. Dalam penelitian ini obyek yang dimaksud adalah proses komunikasi riual yang terjadi dalam pertunjukan kesenian tradisional Bantengan.

c. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini yaitu Desa Jatirejo Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. Lokasi ini dipilih karena di desa ini masyarakat masih cukup sering mengadakan pertunjukan Bantengan. Ada beberapa kelompok Bantengan yang masih aktif sampai sekarang. Selain itu lokasi ini merupakan salah satu wilayah lereng pegunungan dari beberapah wilayah seperti Kecamatan Pacet dan Trawas dimana tradisi Bantengan berkembang dan tumbuh subur.

3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penenelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan21. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti, tapi telah berjenjang melalui sumber

21

Rosady Ruslan,Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi(Jakarta, PT. Raja Frafindo Persada, 2006), hlm. 26-28.


(26)

17

tangan kedua atau ketiga22atau bisa dibilang sumber data pelengkap dan pelengkap data utama.

Menurut Lofland sumber data dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain23. Dalam penelitian ini jenis data utama berupa data kata-kata dan tindakan dari orang-orang yang diamati dan diwawancarai. Data didapat dengan melakukan wawancara dengan subyek penelitian yakni masyarakat desa Jatirejo dan beberapa tokoh penting, dan pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Sumber data utama nantinya akan dicatat melalui perekam audio/visual, pengambilan foto atau film. Pencatatan sumber data utama ini merupakan gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.

Sumber data kedua ialah sumber data selain kata-kata dan tindakan, sumber data ini merupakan sumber data tambahan yang diperoleh dari sumber tertulis, seperti sumber dari buku, arsip, dokumen pribadi, ataupun jurnal penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini sumber data kedua didapat dari sumber-sumber buku, dokumen pribadi atau jurnal penelitian ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

22

Mukhtar,Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif(Jakarta Selatan, Referensi, 2013), hlm.35.

23


(27)

18

a. Tahap Pra-Lapangan

Yaitu tahap sebelum peneliti terjuan ke lapangan untuk melakukan penelitian atau bisa dijuga sebagai tahap persiapan. Dalam tahap persiapan ini, kegiatan yang perlu dilakukan sebagai berikut:

1. Menyusun Rancangan Penelitian

Pada tahap ini peneliti membuat pengajuan usulan penelitian berbentuk proposal penelitian sebagai rancangan penelitian yang akan dilakukan. Isi dari rancangan penelitian ini meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, hingga metode penelitian yang akan dilakukan. Nantinya proposal penelitian ini akan diajukan kepada Prodi Ilmu Komunikasi untuk selanjutnya disetujui dan diujikan.

2. Memilih Lapangan

Tempat yang dipilih adalah sebuah desa yang

masyarakatnya menikmati tradisi Bantengan dan perkumpulan Bantengan yang masih melestarikan kesenian tradisional Bantengan.

3. Mengurus Perizinan

Peneliti mengumpulkan draft proposal penelitian untuk mendapatkan surat izin penelitian yang dikeluarkan oleh Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Dan selanjutnya surat tersebut


(28)

19

dipergunakan untuk memperoleh izin melakukan penelitian di lokasi yang sudah disebutkan.

4. Menentukan Informan

Peneliti menentukan kriteria-kriteria tertentu untuk menentukan informan yang akan dipilih. Informan yang dibutuhkan tentunya informan yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti.

5. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan saat

melakukan pengamatan maupun wawancara seperti buku catatan, ball point, recorder, kamera dan sebagainya.

b. Tahap Lapangan

Pada tahap ini peneliti langsung terjun ke lapangan dan fokus pada pencarian dan pengumpulan data dengan mengamati semua kegiatan yang terjadi di lokasi penelitan. Sambil menulis catatan lapangan dan mempersiapkan untuk tahap selanjutnya.

c. Penulisan Laporan

pada tahap ini peneliti menuangkan hasil catatan selama penelitian kedalam suatu laporan. Tahap ini adalah tahap terakhir dari seluruh prosedur penelitan, dan tentunya penulisan laporan harus sesuai dengan prosedur penelitian yang sudah ditentukan.


(29)

20

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Observasi partisipan yaitu peneliti langsung terjun ke lapangan untuk melakukan pengamatan kepada obyek penelitian. Peneliti melekukan pengamatan dengan melihat langsung kegiatan masyarakat.

b. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan melakukan tanya jawah dengan informan. Wawancara mendalam dilakukan dengan langsung tatap muka dengan para narasumber.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pencarian dan perencanaan secara sistematik dari semua data dan bahan yang telah terkumpul, sehingga peneliti mengertibenar makna yang telah dikemukakan, dan dapat menyajikan kepada orang lain secara jelas 24 . Karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif sehingga analisis data juga bersifat kualitatif. Tahap analisa data dalam penelitian kualitatif secara umum sebagai berikut:

a. Pengumpulan data, pada tahap ini peneliti mengumpulkan semua data yang telah diperoleh selama penelitian dan memastikan apakah

24


(30)

21

data yang diperoleh sudah cukup atau masih memerlukan tambahan data lagi.

b. Reduksi data, sebagai proses seleksi data pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis lapangan.

c. Penyajian data, pada proses ini data yang telah melalu proses reduksi selanjutnya ditampilan dan disajikan sebagai sekumpulan informasi yang memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan datadalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain 25 . Terdapat empat macam teknik triangulasi untuk teknik pemeriksaan yaitu dengan memanfaatkan sumber, metode, penyidik dan teori. Namun teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan memalui sumber lainnya.

Membandingkan dan mengecek balik sumber dapat dicapai dengan jalan : (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara ; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu ; (4)membandingkan keadaan dan perspektif seseorang

25


(31)

22

dengan berbagai pendapat dan pandangan orang; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan studi ini, sehingga permasalahan yang dipelajari lebih terarah dan sistematis. Maka disusunlah sistematika pembahasan penelitian, sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, definisi konsep, metode penelitian, sistematikan pembahasan dan jadwal penelitian.

BAB II : KERANGKA TEORITIK

Pada bab ini akan membahas dan menguraikan beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Di dalamnya terdiri dari Kajian Pustaka dan Kajian Teori.

BAB III : PENYAJIAN DATA

Pada bab ini akan berisi deskripsi subyek dan lokasi penelitian dan deskripsi data penelitian.

BAB IV : ANALISIS DATA

Bab ini berisi temuan penelitian dan konfirmasi temuan dengan teori.

BAB V : PENUTUP

Bab penutup berupa Kesimpulan dan Saran.Menyajikan kesimpulan dari penelitian ini dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya


(32)

BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Kajian Pustaka 1. Komunikasi Ritual

Pada dasarnya komunikasi ritual terdiri dari dua konsep dasar yaitu mengenai komunikasi dan ritual. Komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis yang memiliki arti sama. Dalam hal hal ini yang dimaksud sama adalah kesamaan dalam makna.

Pengertian komunikasi menurut Onong Uchjana1bahwa, komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran, atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain komunikan. Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan , kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebaganiya yang timbul dari lubuk hati. Theonordoson and Theonordoson (1969) 2 memberi batasan lingkup komunikasi berupa penyebaran informasi, ide-ide, sikap-sikap, atau emosi dari seseorang atau kelompok kepada yang lain teurtama melalui simbol. Definisi lain komunikasi menurut beberapa tokoh lain, yaitu:

a) Harold Lasswell (1960)

1

Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung; Citra Adiya Bakti, 2000), hlm.11.

2


(33)

24

Komunikasi pada dasarnya merupakan proses ang menjelaskan siap, mengatakan apa, dengan saluran ap, kepada siapa, dan untuk efek apa.Who?says what/in wich channel? To whom? With hat effect? b) Hovland dan Kelley 91953)

Komunikasi adalah suatu proses melalui seseorang (komunikator) meyampaikan stimulus dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain.

c) Warren Weaver (1949)

Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui sejauh mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya.

d) Evret M Rogers

Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Fungsi komunikasi secara umum sebagai berikut:

1) To inform (menginformasikan). Yakni memberikan informasi kepada orang lain tentang sutau peristiwa, masalah, pendapat, pikiran dan segala itngkah laku orang lain dan apa yang disampaikan orang lain.

2) To educate (mendidik). Komunikasi sebagai sarana pendidikan. Melalui komunikasi, manusia dalam suatu lingkungan masyarakat dapat menyampaikan ide, gagasannya kepada orang lain sehingga orang lain dapat menerima informai yang ita berikan.


(34)

25

3) To entertain (menghibur). Komunikasi juga berfungsi untuk menyenangkan hati orang lain.

4) To influence(mempengaruhi). Komunikasi juga berfungsi memberi pengaruh kepada komunikannya. Mempengaruhi dalam bentu perilaku dan bentuk sikap untuk mengikuti apa yang diharapkan oleh komunikator.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ritual adalah suatu tata cara dalam keagamaan3. Namun dalam prakteknya bisa kia ketahui bahwa ritual tidak hanya dilakukan untuk acara keagamaan saja, tapi juga banyak dilakuan untuk acara-acara kebudayaan terutama pada kebudayaan tradisional. Ritual adalah tindakan yang memperoleh hubungan pelaku dengan objek yang suci, dan mempererat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental. Dalam tinjauan sosiologis ritual merupakan perilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara melakukannya ataupun maknanya. Apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan, ritual diyakini akan mendatangkan keberkahan, karena percaya akan hadirnya sesuai sakral4.

Ritual menurut Winnick yang dikutip oleh Nur Syam5yaitu A set or series of acts, usually involving religion or magic, with the sequence established by tradition they often stem from the daily life… “ Ritual adalah seperangkat tindakan yang biasanya melibatkan agama atau magi,

3

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamu Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm.751.

4

Atang Abd Hakim, Jaih Mubarok,Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.126.

5


(35)

26

yang dimantapkan melalui tradisi. Ritual tidak sama persis dengan sebuah pemujaan, karena ritual merupakan tindakan yang bersifat keseharian. Adapun ritual secara klasikal adalah bentuk atau metode tertentu dalam melakukan upacara keagamaan atau upacara penting, atau tata cara dan bentuk upacara. Dirks menyebutkan bahwa di dalam melihat ritual, dia lebih menekankan pada bentuk ritual sebagai penguatan ikatan tradisi sosial dan indvidu dengan struktur sosial dari kelompok. Integrasi itu dikuatkan dan diabadikan melalui simbolisai ritual atau mistik. Jadi ritual sebagai perwujudan esensial dari kebudayaan6.

Menurut Leach ritual adalah setiap perilaku untuk mengungkapkan status pelakunya sebagai makhluk sosial dalam sistem struktural dimana ia berada pada saat itu. Sementara itu ada pendapat lain, bahwa ritual mencakup semua tindakan simbolik, baik yang berisifat duniawi atau sakral, teknik ataupun estetik, sederhana ataupun rumit. Mulai dari etika penyapaan, pengucapan mantra, hingga penyelenggaraan berbagai bentuk upacara yang khidmat7. Salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Beberapa ciri-ciri tentang kesakralan yaitu adanya keyakinan, ritus, misteri dan supernatural. Selain itu ritual juga merupakan tindakan untuk memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental. Masyarakat yang melakukan ritual dilatarbelakangi oleh kepercayaan , adanya kepercayaan pada yang

6

Ibid, hlm.19. 7


(36)

27

sakral ini menimbulkan ritual. Ritual yang dilakukan diyakini akan memberikan berkah bagi yang melakukannya.

Komunikasi dalam perspektif ritual diibaratkan sebagai sebuah upacara suci dan mengharuskan komunikan untuk ikut mengambil bagian secara bersama. Keterlibatan komunikan dalam proses ini diibaratkan seperti bermain dalam suatu drama yang suci. Karena hal-hal yang dianggap suci ini mengandung hal-hal yang dianggap sakral. Ritual-ritual yang dilakukan banyak menggunakan simbol-simbol, baik yang berbentuk verbal maupun non verbal. Dalam ritual simbol adalah gambaran penting yang membantu jiwa yang sedang melakukan pemujaan untuk memahami realitas spiritual8.

Dalam analisis Djamari, ritual ditinjau dari dua segi yaitu dari segi tujuan (makna) dan cara. Dari segi tujuan ritual dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat. Ada juga yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan . Dari segi cara ritual dapat dilakukan secara individual dan kolektif. Beberapa ritual bisa dilakukan secara individu, bahkan ada yang dilakukan dengan cara mengasingkan diri dari kermaian seperti meditasi, bertapa dan yoga. Ritual yang dilakukan secara kolektif , seperti khotbah, shalat berjamaah dan haji.9

C. Anthony Wallace meninjau ritual dari segi jangkaunnya, sebagai berikut:10

8

Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama,(Jakarta : Rajawali, 1992), hlm.130. 9

Djamari,Agama dalam Perspektif Sosiologi,(Bandung ; Alphabeta, 1993), hlm. 36. 10


(37)

28

a) Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian dan perburuan.

b) Ritual sebagai terapi, seperti upacara untuk mengobati dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

c) Ritual sebagai ideologi, mitos dan ritual tergabung mengendalikan suasana perasaan hati, nilai, sentimen, dan perilaku untuk kelompok yang baik.misalnya, upacara inisiasi (upacara yang berhubungan dengan kelahiran, perawinan dan kematian) yang merupakan konfirmasi kelompok terhadap status, hak, dan tanggung jawab yang baru.

d) Ritual sebagai penyelamatan (salvation), misalnya seseorang yang mempunyai pengalaman mistikal, seolah-olah menjadi yang baru; ia berhubungan dengan kosmos yang juga mempengaruhi hubungan dengan dunia profan.

e) Ritual sebagai revitalisasi (penguatan atau penghidupan kembali). Ritual ini sama dengan ritual salvation yang bertujuan untuk penyelamatan tetapi fokusnya masyarakat.

Menurut Dhavamony ritual dibedakan menjadi empat macam yaitu11:

1) tindakan magi, yang dikaitkan denga penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya mistis.

2) tindakan religius, kultus para leluhur juga bekerja dengan cara ini.


(38)

29

3) ritual konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah

hubungan sosial dengan merujuk pada

pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini upacara-upacara kehidupan menjadi khas.

4) ritual faktitif yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan atau pemurnian dan perlindungan, atau dengan cara lain meningkatkan kejahteraan materi suatu kelompok. James W. Carey menjelaskan ciri-ciri komunikas ritual sebagai berikut:

1) Komunikasi dikaitkan dengan terminologi-terminologi seperti berbagi (sharing), partisipasi (participation), asosiasi (association), persahabatan (fellowship), memiliki keyakinan yang sama (the possession of common faith).

2) Komunikasi dalam pandangan ini tidak diarahkan untuk

menyebarluaskan pesan melainkan untuk memelihara komunitas dalam suatu waktu.

3) Komunikai dalam pandangan ini tidak diarahkan untu memberikan informasi, tetapi untuk melahirkan kembalik kepercayaan bersama 4) Proses komunikasi dalam pandangan ini diibarakan dengan upacara

suci (sacred ceremony) dimana setiap orang berada dalam suasana persahabatan dan kebersamaan.

5) Penggunaan bahasa dalam komunikasi ritual tidak disediakan untuk kepentingan informasi tetapi untuk kofirmasi (peneguhan nilai komunitas), tidak mengubah sikap atau pemikiran tapi untuk


(39)

30

menggambarkan sesuatu yang dianggap penting oleh sebuah komunitas. Tidak untuk membentuk fungsi-fungsi tetapi untuk menunjukkan sesuatu yang sedang berlangsung dan mudah pecah dalam sebuah proses sosial.

6) Dalam model komunikasi ritual seperti dalam upacara ritual, komunikan diusahakan terlibat dalam drama suci tersebut tidak hanya menjadi pengamat atau penonton saja.

7) Oleh karena itu agar komunikan terlarut dalam ritual maka pemmilihan simbol komunikasi berakar dari tradisi komunitas itu sendiri, seperti hal-hal unik dan asli.

Komunikasi ritual bertujuan untuk menjaga komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka. Maka dengan komitmen inilah mereka berusaha untuk tetap menjaga apa yang mereka miliki dari suku, agama ataupun negara mereka. Selain itu komunikasi yang dilakukan untuk penyebaran pesan tidak sebatas hanya untuk memberikan informasi saja melainkan untuk menghadirkan kembali kepercayaan bersama.

2. Komunikasi Sebagai Proses Simbolik

Kebutuhan komunikasi memang merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar bagi manusia. Dan proses simbolik merupakan salah satu dari bagian komunikasi itu sendiri. Seperti yang disebutkan Susanne K Langer kebutuhan pokok yang memang hanya ada pada manusia, adalah


(40)

31

kebutuhan akan simbolisasi atau penggunaan lambang 12 . Fungsi pembentukan simbol ini adalah satu diantara kegiatan-kegiatan dasar manusia, seperti makan, melihat, dan bergerak. Ini adalah proes fundamental dari pikiran dan berlangsung setiap waktu. Prestasi-prestasi manusia bergantung pada penggunaan simbol-simbol 13 . Hal ini menjelasakan bahwa dalam kehidupan sosial manusia di tengah-tengah masyarakat yang dibutuhkan adalah simbol-simbol yang bersifat universal, sehingga mudah untuk dipahami oleh masyarakat. Diantaranya simbol-simbol yang berkembang di masyarakat adalah bahasa secara lisan, gerak tubuh, pakaian, perhiasan, kendaraan, makanan, dan sebagainya. Bahasa sendiri diantara simbol lainnya merupakan simbol yang paling rumit karena bahasa merupakan simbol yang halus dan terus berkembang. Karena dalam masyarakat bagaimanapun bentuknya selalu terdapat bahasa yang berlaku diantara mereka, bahasa bersifat simbolik artinya suatu perkataan melambangkan arti apapun. Simbol atau lambang yang digunakan dalam komunikasi dibedakanmenjadi dua jenis, yaitu simbol-simbol yang menggunakan bahasa baik dalam bentuk lisan maupun tulisan yang disebut simbol verbal. Sedangkan simbol-simbol lainya yang bukanmenggunakan bahasa disebut dengan simbol nonverbal.

Manusia sendiri memiliki kemampuan unik untuk bebas menghasilkan, mengubah, dan menentukan simbol-simbol yang mereka pergunakan. Bahkan manusia bisa menentukan simbol-simbol bagi simbol-simbol

12

Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar,(Bandung: Remaja rosdakarya,2008), hlm.92.

13

Ahmad Sihabudin,Komunikasi Antarbudaya Satu Perspektif Multidimensi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), hlm.64.


(41)

32

lainnya, dan proses inilah yang disebut proes simbolik. Seperti ketika memilih sebuah jenis pakaian dengan mempertimbangan beberapa hal seperti bahan, potongan, model, dengan segala hiasannya, hal ini bertujuan untuk menjelaskan kepada orang lain siapa kita dibalik pakaian itu tentang status pendidikan ataupun pekerjaan.

Menurut Hayakawa seperti yang dikutip oleh Ahmad Sihabuddin dalam bukunya berjudul Komunikasi antarbudaya bahwa14 kemampuan kita berpaling, kita melihat proses simbolik yang sedang berlangung. Proses simbolik menembus kehidupan manusia dalam tingkat paling primitif dan tingkat paling beradab. Aplikasi proses simbolik yang kita temui dalam kehidupan bermasyarakat, seperti ketika seseorang memakai perhiasan emas cincin, kalung, gelang dan membawa tas bermerk internasional dengan pakaian yang terlihat mewah dan juga tata rambut yang mewah melambangkan tingkat kekakayan yang dimiliki seseorang. Seseorang yang berangkat bekerja menggunakan seragam tertentu seperti pakaian dengan motif loreng menggambarkan bahwa profesi orang tersebut adalah anggota tentara, atau seorang perawat dengan seragam khasnya yaitu setelah putih. Bahkan makanan pun juga bersifat simbolik, seperti di daerah Jawa ada Nasi Tumpeng yang hanya ada pada acara untuk memperingati hari-hari besar tertentu. Nasi tumpeng yang terdiri dari lauk pauk dari tempe hingga daging, sayur-mayur yang melambangkan baha hidup itu harus merasakan kepahitan, kegetiran dan kemanisan, dan simbol nasi berbentuk kerucut melambangkan ketabahan.

✁✂


(42)

33

Dengan demikian, seperti yang dijelaskan oleh Blumer bahwa interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, oleh penafsiran dan kepasatian makna dari tindakan-tindakan orang lain. Dalam kasus perilaku manusia, mediasi ini sama dengan penyisipan suatu proses penafsiran diantara stimulus dan respons15.

Kebudayaan merupakan kumpulan dari gagasan-gagasan, simbol-simbol dan nilai-nilai dari hasil karya tindakan manusia, sehingga manusia bisa disebut makhluk dengan simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut diungkapkan melalui perilaku, pikiran, sikap hingga perasaannya. Kebudayaan merupakan sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk simbolik melalui aktivitas manusia berkomunikasi. Clifford Geertz menyebut makna hanya dapat disimpan dalam bentuk simbol. Pengetahuan kebudayaan lebih dari sutu kumpulan simbol, baik istilah-istilah rakyat maupun jenis simbol lain. Semua simbol baik kata-kata ang terucapkan, objek atau artefak kebudayaan, upacara atau ritual adat merupakan bagian dari sistem simbol, dimana simbol merupakan objek atau peristiwa yang merujuk pada seuatu16. Simbol-simbol budaya itu sendiri menjadi media sekaligus pesan dalam proses komunikasi. Casssier mengatakan bahwa manusia hidup dalam suatu dunia simbolis, dimana bahasa mite, seni, agama, adalah bagian dari dunia simbolis sehingga pemikiran simbolis merupakan ciri

15

Ibid, hlm.71. 16


(43)

34

yang menunjukkan kekhususan bagi kemajuan kebudayaan manusia17. Terdapat sebuah pendapat mengenai simbol, bahwa simbol dipakai untuk dimensi horisontal saja. Namun ada pemikiran lain yang menyatakan bahwa simbol juga digunakan untuk dimensi vertikal yaitu hubungan transenden. Proses mewujudkan simbol-simbol sangat diperlukan, hal tersebut bertujuan untuk memudahkan manusia untuk berupaya memahami hubungannya dengan Sang pencipta, alam, sesama manusia , dan maupun dengan alam ghaib.

Berikut adalah beberapa simbol yang digunakan dalam proses komunikasi, yaitu:

1. Simbol Gerak

Simbol ini menggunakan gerakan anggota tubuh, misalnya menggelengkan kepala berarti memberi penolakan atau tidak setuju ada sesuatu, sebaliknya jika menganggukkan kepala berarti setuju.

2. Simbol Suara

Simbol ini berasal dari suara atau bunyi yang menggunakan indra pendengaran untuk menangkapnya.

3. Simbol Gambar

Simbol ini menggunakan media gambar-gambar, misalnya pada iklan-iklan di surat kabar ataupun televisi.

4. Simbol Bahasa

17

Ernest Cassier,Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Essei tentang Manusia, (Jakarta; Gramedia, 1990), hlm.39-41.


(44)

35

Simbol ini menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan ataupun lisan, simbol bahasa ini sangat sering digunakan dalam kehidupan berkomunikasi sehari-hari.

5. Simbol Warna

Simbol ini menggunakan warna-warna sebagai pesannya, misalnnya warna-warna yang terdapat pada lampu lalu lintas. 6. Simbol Angka

Simbol ini menggunakan angka-angka misalnya yang terdapat pada alat pengukur, alat penghitung dan sebagainya.

Simbol-simbol yang digunakan dalam proses komunikai memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Simbol adalah alat untuk mempengaruhi komunikan

2. Simbol adalah alat untuk menjadikan pengertian terhadap pesan-pesan yang disampaikan

3. Simbol adalah alat untuk penghubung komunikator dengan komunikan

4. Simbol adalah alat untuk menjadikan seseorang atau komunika menjadi paham akan pean yang disampaikan oleh komunikator 5. Simbol adalah alat untuk mencapai suatu tujuan komunikasi

Victor Turner menegaskan perbedaan antara simbol dengan tanda seperti yang dikutip oleh Wartaya Winangun18, Turner mendefinisikan simbol sebagai sesuatu yang dianggap dengan persetujuan yang bersama sebagai sesuatu yang memberikan sifat alamiah atau mewakili atau

✄8

Y. W Wartaya Winangun,Masyarakat Bebas Struktur: Liminalitas dan KomunitasMenurutVictor Turner(Yogyakarta: KAnisius, 1990), hlm.19.


(45)

36

mengingatkan kembali dengan memiliki kualitas yang sama atau dengan membayangkan dalam kenyataan atau pikiran. Perbeadaan antara simbol dengan tanda adalah simbol itu merangsang perasaan seseorng, sedangkan tanda tidak mempunyai sifat merangsang. Simbol berpartisipasi dalam arti da kekuatan yang disimbolkan sedangakan tanda tidak berpartiispasi dalam realitas yang ditandakan. Perbedaan lainnya yaitu bahwa ciri simbol adalah cenderung multivokal yaitu menunjuk pada banyak arti, sedangkan tanda hanya cenderung univokal. Beberapa ciri simbol diantaranya : (a) simbol ritual bersifat multivokal yaitu bahwa simbol itu mempunyai banyak arti, menunjuk pada banyak hal, pribadi, dan fenomena. (b) polarisasi simbol, karena simbol memiliki banyak arti sehinga ada arti-arti yang bertentangan, dalam hal ini Turner memfokuskan pada dua kutub yaitu fisik atau inderawi dan kutub ideologi dan atau normatif. (c) simbol memiliki ciri unifikasi atau penyatuan, ciri khas simbol-simbol ritual adalah unifikasi dari arti-arti yang terpisah. Penyatuann ini menjadi mungkin karena adanya sifat yang sangat umum dan kemiripan.

Fungsi simbol-simbol yang ada dalam banyak upacara adalah sebagai alat komunikai dan menyuarakan pesan-pesan ajaran agama dan kebudayaan yang dimilikinya, khususnya yang berkaitan dengan etos dan pandangan hidup, seusai dengan maksud yang ingin dicapai oleh adanya upacara tersebut19. tak lebih dari itu, simbo juga merupakan deskripsian

yang sacral sekaligus digunakan manusia sebagai lat untuk

menghubungkannya denga yang sacral. Hal itu dikarenaan bahwa manusia

19


(46)

37

sbagai makhluk yang lemah dan selalu terikat dengan keduniawian, maka dari itu manusia perlu perantara untuk mendekati yang sacral serta transenden tersebut. selain itu simbol juga bisa dipandang sebagai cara yang palig efektif guna mempererat persatuan diantara penduduk agama di dunia ini. namun simbol bukanlah sekedar cerminan realitas obyektif pemerasatu agama, akan tetapi ia mengungkapkan sesuatu yang lebih pokok dan mendasar.

3. Peran Tradisi dalam Masyarakat a) Pengertian Tradisi

Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang dilakukan secara turun temurun. Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia tradisi adalah segala sesuatu (seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran dan sebagainya) yang turun temurun dari nenek moyang20. Tradisi berasal dari bahasa Latin “tradition” yang berarti diterukan atau kebiasaan. Menurut C.Avan Peursen , tradisi diterjemahkan sebagai proes pewarisan atau penerusan norma-norma, adatistiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Tradisi dapat dirubah, diangkat, ditolak dan dipadukan dengan aneka ragam perbuaan manusia21. Dengan demikian tradisi merupakan sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan sudah menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Dalam masyarakat tradisi berlaku secara turun temurun, baik itu berupa lisan seperti cerita, dongeng, maupun dalam bentuk

20

Poerwadarminto ,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm.1088. 21


(47)

38

tulisan yang terdapat dalam kitab-kitab kuno dan catatan pada prasasti-prasasti.

Pada umumnya istilah tradisi memang dipakai untuk menunjukkan hal-hal yang keberadaanya diyakini telah diturunkan oleh generasi-generasi sebelumnya, biasanya minimal tiga generasi-generasi. Oleh karena itu tradisi sering dihubungkan dengan pengertian ketuaan usia, warisan, atau kebiasaan22. Orang juga sering mengaitkan istilah tradisi ini dengan keberlangsungan sesuatu dalam jangka waktu yang panjang, sesuatu yang konsta dan tidak berubah. Namun jika dipikir kembali apakah mungkin ada suatu hal yang sama sekali tidak berubah dalam jangka waktu yang panjang. Hal itu juga berlaku pada tradisi, tradisi yang masih dilakukan dalam suatu kelompok masyarakat sampai saat ini tentu saja sudah mengalami perubahan. Bahkan batu yang keras pun akan lapuk dengan seiring waktu karena ditumbuhi lumut, bisa dikatakan bahwa tidak ada tradisi yang tidak mengalami perubahan. Agar tradisi tetap bertahan hingga masa kini dan seterusnya, maka dibutuhkan orang-orang yang mengetahui tradisi dan menginginkannya untuk terus menghidupkan tradisi dengan cara menyesuaikan pada kondisi kelompok masyarakat saat ini. karena hanya dengan dipraktikkan tradisi itu bisa bertahan. . Karena tradisi bisa menjadi langka, rusak hingga musnah apabila pewarisnya tidak melakukan atau menggelarnya, karena hanya dengan dipraktikkan maka tradisi itu diberi kehidupan.

22

Lono Simatupang,Pergelaran: Sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya, (Yogyakarta : Jalasutra,2013) hlm.12.


(48)

39

Tradisi memiliki dua muatan pokok yaitu kebiasaan dan masa silam. Kebiasaan merujuk pada tindakan-tindakan yang serta-merta dilakukan bila terpicu oleh oleh situasi kondisi tertentu23. Namun tidak semua kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan dalam jangka waktu lama merupakan tradisi. Pada umumnya kebiasaan yang dilabeli

sebagai “tradisi” adalah kebiasaan-kebiasaan tertentu yang bernilai positif bagi masyarakat yang melakukannya. Maka tradisi merupakan hasil seleksi dan konstruksi atas kebiasaan sosial. Masyarakat melakukan dan menjaga kebiasaan tersebut untuk mempertahankan keberadaan tradisi dalam kehidupan masyarakat tersebut. Tradisi menunjukkan bagaimana suatu kelompok masyarakat bertingkah laku, dalam kehidupan yang bersifat duniawi ataupun yag bersifat ghaib atau keagamaan.

b) Kemunculan dan Perubahan Tradisi

Ada dua cara munculnya sebuah tradisi menurut Piotr24, yaitu : 1. Muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan

dan tak diharapkan serta melibatkan rakyat banyak. Tradisi dilakukan melalui berbagai cara dengan mempengaruhi orang banyak. Karena sesuatu alassan, indvidu tertentu menemukan historis yang menarik. Karena hal-hal yang menarik tersebut menimbulkan perhatian, ketakziman, kecintaan dan kekaguman kemudian disebarkan melalui berbagai cara. Sikap-sikap ini kemudian berubah menjadi perilaku yang direalisasikan dalam

23

Ibid, hlm.220.

24


(49)

40

bentuk upacara, penelitian, pemugaran peninggalan pubakala dan penafsiran ulang keyakinan lama. Perbuatan-perbuatan tersebut bertujuan untuk memperkokoh sikap.

2. Muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap sebagai tradisi lalu dipilih dan dijadikan perhatian umum, atau dilakukan dengan dipaksakan oleh orang yang berpengaruh dan berkuasa. Contohnya seperti seorang Raja memaksakan tradisi dinastinya kepada rakyat yang dipimpinnya.

Tradisi yang berkembang di masyarakat tentunya tidak lepas dari adanya perubahan, karena bisa diketahui bahwa kehidupan masyarakat berbentuk dinamis maka akan selalu ada perubahan. Beberapa alasan yang melatarbelakangi adanya perubahan pada tradisi, diantaranya karena kualitas psikologis manusia yang terus berjuang mendapakan kesenangan baru dan keaslian, mewujudkan kreativitas, semangat pembaruan dan imajinasi. Ditambah dengan adanya persoalan khusus yang timbul apabila tradisi dilandasi fakta baru, tadisi tersebut berbenturan dengan realitas dan ditunjukan sebagai sesuatu yang tidak benar atau tidak berguna. Sehingga hal-hal tersebut mendukung adanya perubahan pada tradisi dalam suatu masyarakat.

Perubahan tradisi juga diebabkan karena terdapat banyaknya tradisi sehingga menyebabkan bentrokan suatu tradisi denga tradisi lainnya. Benturan itu dapat terjadi antara tradisi masyarakat atau antara kultur yang berbeda dalam masyarakat tertentu. Benturan yang sering terjadi di dalam masyarakat adalah adanya bentrokan tradisi kesukuan dalam


(50)

41

masyarakat multi etnik. Biasanya konflik antara tradisi yag dihormati dengan kelas atau strata yang berlainan. Sehingga timbul kebencian dan kecurigaan yang ditujukan oleh kelas yang kurang mendapat hak istimewa terhadap tradisielite.

Tradisi yang bentrok atau saling mendukung dapat mempengaruhi satu sama lain, namu tergantung pada kekuatan relative tradisi yang

bersaing tersebut. Dampaknya ditandai dengan adanya

ketidakseimbangan kekuatan (artikulasi, daya pikat, cakupan, dan sebagainya) atau melemahnya dukungan dari pihak yang berkuasa (pemerintah, militer, gerakan sosial). Hal ini sering terjadi kasus penaklukan kolonial dan pencaplokan ilayah asing. Apabila tradisi pribumi cukup kuat atau bila tradisi asing tidak terlalu dipaksakan maka sebagian unsur tradisi dari luar akan diserap oleh tradisi pribumi. Bila kedua tradisi sama-sama kuat maka yang akan terjadi adalah pencampuran tradisi. Meskipun unsur-unsur pokok masing-masing dipertahankan akan tetap terjadi perubahan di kedua pihak.

c) Fungsi Tradisi

Shils menegaskan, seperti yang dikutip oleh Piotr dalam bukunya bahwa manusia tak mampu hidup tanpa tradisi meski mereka sering merasa tak puas terhadap tradisi mereka. Karena itulah tradisi memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Berikut adalah fungsi dari tradisi bagi kehidupan masyarakat:25

25


(51)

42

1. Dalam bahasa klise dinyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-temurun. Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut kini serta di dalambenda yang diciptakan di masa lalu. Tradisi pun seperti onggokan gagasan dan material yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan.

2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata dan aturan yang sudah ada. Smuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Salah satu umber legitimasi terdapat dalam tradisi.

3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi daerah, kota dan komunitas lokal sama perannya yakni mengikat warga atau anggotanya dalam bidang tertentu. 4. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, kekeceaan

dan ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakn sumber pengganti kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis.

Karena tradisi yang berkembang di masyarakat telah dilakukan secara turun-temurn dan dalam tempo waktu yang cukup lama, maka tidak heran banyak tradisi yang dilakukan menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat tersebut. Atau bisa dikatakan juga bahwa tradisi dapat melahirkan kebudayaan, dan hal itu bisa diketahui dari wujud


(52)

43

tradisi iu sendiri. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan memiliki tiga wujud26, yaitu:

a) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. b) Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola

dari manusia dalam masyarakat.

c) Wujud kebudayaan sebagai bendabenda hasil karya manusia. Di dalam tradisi diatur bagaimana manuia berhubungan dengan manusia lain atau suatu kelompok dengan kelompok lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana mausia berperilaku dengan alam lain. Karena tradisi mempengaruhi sebagian besar kehidupan manusia maka ia berkembang menjadi suatu sistem yang memilik pola dan norma, dan juga terdapat sanksi bagi yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan.

Jadi hal penting dibutuhkan untuk memahami tradisi adalah sikap dan orientasi pikiran pada benda material atau gagasan tertentu yang berasal dari masa lalu dan masih dilakukan hingga masa kini. Sikap dan orientasi ini menempati bagian khusus dari warisan historis lalu mengangkatnya menjadi tradisi. Sesuatu yang secara sosial ditetapkan menjadi tradisi menjelakan betapa menariknya fenomena tersebut untuk dipertahankan sampai masa kini dan seterusnya.

26

Mattulada,Kebudayaan Kemanusiaan dan Lingkungan Hidup, (Hasanuddin University Press, 1997), hlm.1.


(53)

44

B. Kajian Teori

1. Teori Interaksi Simbolik

Teori interaksi simbolik terdiri dari dua konsep yaitu interaksi dan simbolik, menurut kamus komunikasi interaksi merupakan proses saling mempengaruhi dalam bentuk perilaku atau kegiatan diantara anggota-anggota masyarakat27. Simbolik berarti bersifat melambangkan sesuatu. Menurut Onong Uchjana interaksi simbolik adalah suatu faham yang menyatakan bahwa hakekat terjadinya interaksi sosial antar individu, individu dengan kelompok kemudian antara kelompok dan kelompok dalam masyarakat, ialah karena komunikai, suatu kesatuan pemikiran dimana sebelumnya pada diri masing-masing yang terlibat berlangsung internalisai atau pembatinan28 . Kata simbolik sendiri berasal dari bahasa Latin

“Symbolic(us)”dan bahasa Yunani“Symbolicos”.

Teori interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat dan berpegangan bahwa individulah yang membentuk makna melalui proses komunikasi yang membutuhkan konstruksi interpretif untuk menciptakan makna. Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu pula29. Dalam teori ini simbol menjadi esensisnya, simbol didefinisikan sebagai sebuah representasi dari fenomena.

27

Onong Uchjana Effendy,Kamus Komunikasi,(Bandung: Bandar Maju, 1989), hlm.184. 28

Ibid, hlm.352. 29

West Richard dan H. Turner,Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi,(Jakarta: Salemba Humanika, 2008) hlm.98.


(54)

45

Interaki imbolik itu ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (mind) mengenai diri (self) dan hubungannya di tengah interaksi sosial. Dan tujuan akhirnya untuk memediasi serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (society) dimana individu itu menetap. Seperti yang dijelaskan oleh Douglas (1970) dalam Ardianto bahwa makna itu berasal dari interaksi dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna selain membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi30.

Definisi mengenai ketiga ide dasar dari teori interaksi simbolik, yaitu:

1. Pikiran (mind) merupakan kemampuan manusia untuk

menggunakan simbol, individu yang menggunakan simbol harus mengembangkan pikirannya melalui interaksi dengan individu lain untuk mendapatkan makna dari simbol yang digunakan.

2. Diri (self) adalah kemampuan untu merfleksikan diri tiap individu dari sudut pandang atau pendapat orang lain. Teori interaksi simbolik ini merupakan salah satu teori sosiologi yang mengemukakan diri sendiri dan dunia luarnya.

3. Masyarakat (society) adalah jejaring hubungan oial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat. Dan tiap individu tersebut terlibat dalam periaku yang merelka pilih secara aktif dan sukarela,

30

Elviro Ardianto,Bambang Q-Anees,Filsaat Ilmu komunikasi(Bandung: Simbiosa Rekatama Meida, 2007), hlm.136.


(55)

46

yang mengantarkan seseorang dalam pengabilan peran ditengah masyarakat.

Teori interaki simbolik menurut George Harbert Mead mengandung tiga tema konsep pemikiran yaitu antara lain :

• Pentingnya makna bagi perilaku manusia

• Pentingnya konsep mengenai diri

• Hubungan antara individu dengan masyarakat

Selanjutnya Mead menyebutkan tujuh asumsi yang mendasari teori interaksi simboliknya, yaitu:

1) Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna lain yang diberikan orang lain kepada mereka. Asumsi ini menjelaskan perilaku sebagai suatu rangkaian pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respon orang berkaitan dengan rangsangan tersebut. Makna yang kita berikan pada simbol merupakan hasil produk dari interaksi sosial.

2) Makna dicipatakan dalam interaksi antar manusia. Makna ada ketika orang-orang memiliki interpretasi yang sama mengenai sebuah simbol yang mereka pertukarkan dalam proses interaksi. 3) Makna dimodifikasi melalui sebuah proses interpretif. Proses

interpretif memilik dua langkah, pertama para pelaku menentuka benda-benda yang memiliki makna. Langkah kedua melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek, dan melakukan transformasi makna di dalam konteks dimana mereka berada.


(56)

47

4) Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain. Menurut teori Interaksi Simbolik orang-orang terlahir tidak memilik konsep diri, melalui interaksi mereka belajar mengenai konsep diri mereka. Seseorang mulai bisa membedakan dirinya dengan alam sekitarnya merupakan langkah awal mengenali konsep dirinya.

5) Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku. Keyakinan, nilai, perasaan, dan penilaian-penilaian mengenai diri mempengaruhi perilaku seseorang. Mead berpendapat bahwa manusia memiliki diri, mekanime memiliki diri merupakan mekanisme untuk berinteraksi dengan dirinya sendiri. Mekanisme inilah yang menuntun seseorang untuk berperilaku dan bersikap. 6) Orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya

dan sosial. Asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku manusia. Sehingga seseorang harus menyesuaikan diri mereka, bagaimana harus berperilaku dan bersikap sesuai dengan norma yang berlaku dimana orang tersebut berada.

7) Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial. Asumsi ini menengahi posisi asumsi sebelumnya, karena teoritikus interaksi simbolik ercaya bahwa manusia adalah pembuat pilihan.

Interaksi simbolik yang diutarakan oleh Blumer mengandung beberapa asumsi yang mendasari tindakan manusia yaitu31:

31


(57)

48

1)Human beings act toward things on the basics of them meaninsgs that the things have for them. Manusia bertindak terhadap sesuatu (benda, kejadian, fenomena) atas dasar makna yang dimiliki oleh benda, kejadian atau fenomena itu bagi mereka. Maksudnya, manusia bertindak terhadap sesuatu yang lain pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang mereka kenakan pada sesuatu yang lain tersebut. Pemaknaan tentang apa yang nyata bagi kita pada hakikatnya berasal dari apa yang kita yakini sebagai sebuah kenyataan. Karena kita yakin hal itu nyata maka kita akan memercayai hal tersebut sebagai kenyataan.

2)The meanings of this arises out of the social interaction one has

with one’s fellows. Mana dari sesuatu itu merupakan hail dari interaksi osial dengan orang lain. Blumer menegaskan tentang pentingnya penggunaan penamaan dalam proses penamaan. Makna beraal dari proses negosiasi penggunaan bahasa. Makna diperole dari proses negosiasi bahasa, dan dalam proses negosiasi inilah simbolisasi bahasa tersebut hidup.

3)The meanings of things are handled in and modified through an interpretative process used by the person in dealing with the things he encounters.Sebuah makna itu dikelola dan dimodifikasi melalui proses penafsiran yang digunakan oleh setiap individu dalam keterlibatannya dengan tanda yang dijumpai dalsam interaksi sosial yang berlangsung. Dalam proses penafsiran ini manusia mengunakan kemampuan berpikirnya. Bahasa bisa


(58)

49

dikatakan sebagai sebuah software yang dapat menggerakkan pikiran kita, oleh karena itu bahasa dibutuhkan dalam proses berpikir manusia. Walaupun secara sosial manusia yang melakukan komunikai berbagi simbol dan baasa yang sama, belum tentu dalam proses berfikir mereka menafsirkan ssuatu dengan cara yang sama. Hal ini sediit banyak dipengaruhi oleh interpretasi individu dalam penafsiran simbol tersebut.

Teori ini menurut pandangan Blumer bahwa kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu termasuk dalam hal ini bahasa dan simbol-simbol. Dan komunikasi dianggap sebagai alat perekat dalam masyarakat.

Dalam proses interkasi sendiri terjadi proses berpikir di dalamnya yang merupakan kemampuan yang dimiliki manusia. Dengan penggunaan simbol-simbol pada individu, maka dengan interaksi tersebut individu berusaha untuk saling memahami maksud dan tindakan masing-masing yang telah dilakukan. Karena dalam interaksi bukan proses yang langsung menimbulkan stimulus secara otomatis sehingga menimbulkan respon atau tanggapan. Melainkan stimulus yang diterima dan respon yang terjadi sesudahnya dibentuk oleh proses interaksi tersebut. Sehingga proes interaksi ini menjadi penengah antar stimulus dan respon yang menempati proses kunci dalam teori interaksionisme simbolik32.

32


(59)

50

Dalam konsep komunikasi maka bisa disimpulkan bahwa komunikasi hakikatnya adalah proses interaksi simbolik antara komunikator dan komunikan. Terjadi pertukaran pesan yang terdiri dari simbol-simbol tertentu dari komunikator ke komunikan.


(60)

BAB III

KOMUNIKASI RITUAL TRADISI BANTENGAN

A. Deskripsi Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian 1. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini, subyek penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah beberapa anggota dari kelompok Bantengan Panji Siliwangi. Karena tahap-tahap ritual yang dilakukan oleh setiap kelompok dalam kesenian Bantengan itu berbeda-beda sehingga peneliti fokus pada satu subyek saja. Informan yang dipilih dalam penelitian ini meliputi pengurus kelompok dan anggota kelompok yang melakukan ritual dan masyaraakat. Berikut adalah profil beberapa informan diantaranya yaitu :

a. Bapak Slamet Haryanto usia 42 tahun. Profesi beliau adalah seorang wiraswasta yang juga merangkap sebagai seorang tenaga pendidik. Bertempat tinggal di Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo. Pak Slamet Haryanto saat ini menjabat sebagai ketua dalam kelompok Bantengan Panji Siliwangi. Peneliti memilih Pak Slamet sebagai informan karena beliau adalah ketua kelompok yang dianggap memiliki pengaruh besar dalam kelompok dan memiliki banyak informasi baik mengenai Bantengan atau kelompok tersebut.

b. Bapak Setyo Budi, beliau adalah ketua dua kelompok Bantengan Panji Siliwangi saat ini. Pak Budi turut dalam mengaktifkan


(61)

52

kembali kelompok Bantengan Panji Siliwangi yang sempat berdiri, sebelumnya didirikan oleh kakeknya dan sempat vakum bertahun-tahun. Pak Budi juga sala satu pemain Bantengan yang masih aktif sampai sekarang. Alasan informan dipilih adalah karena di rumah Pak Budi ini juga merupakan lokasi basecamp dari kelompok Bantengan ini. Di rumah Pak Budi ini disimpat alat-alat, konstum, dan atribut Bantengan disimpan. Selain itu di samping rumah Pak Budi dijadikan sebagai tempat latihan para pemain Bantengan, baik itu latihan musik pengiring maupun latihan gerak pencak sebagai dasar dari Bantengan. Berdasarkan pengetahuannya mengenai Bantengan peneliti meyakini beliau dapat memberikan informasi mengenai Bantengan di desa Jatirejo.

c. Informan ketiga adalah Bapak Priyo Adi Santoso usia 55 tahun. Beliau adalah salah satu anggota kelompok Panji Siliwangi yang cukup senior dan masih aktif sampai sekarang. Dalam penampilan Bantengan Pak Priyo lebih aktif pada bagian pertunjukkan seni debus. Beliau juga turut memprakarsai berdirinya kembali kelompok Bantengan Panji Siliwangi ini. Alasan peneliti memilihbeliau sebagai informan karena beliau adalah pemain senior, peneliti mendapatkan banyak informasi mengenai sejarah Bantengan itu sendiri dan perkembangannya.

d. Informan keempat adalah Pak Engkin Swandana. Saat ini beliau menjabat sebagai sekretaris dalam kelompok Panji Siliwangi. Pak Engkin berprofesi sebagai seorang guru kesenian, selain itu beliau


(1)

110

yang mengandung unsur kesyirikan. Kemudian anggapan tersebut

bergeser, karena tradisi bantengan tidak hanya identik dengan unsur

kesurupannya. Seperti yang terjadi saat festival bantengan tahunan, yang

lebih mengutamakan unsur seni dari tradisi bantengan ini. Pergeseran

makna ini didapat dari proses penafsiran oleh masyarakat karena

interaksi yang mereka lakukan menghasilkan makna yang berbeda. Hal

ini juga terkait dengan pemahaman masyarakat terhadap tradisi

Bantengan yang mereka lihat, pemahaman yang kurang akan


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil

penelitian dan pembahasannya yang diulas pada bab sebelumnnya, dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses komunikasi pada ritual tradisi Bantengan

menampilkan aspek pertunjukkan atau seremonial yang

sakral dan keramat. Proses komunikasi ritual yang terjadi

dapat dilihat dari penggunaan simbol-simbol baik itu verbal

maupun non verbal yang terdapat pada tradisi Bantengan

tersebut. Simbol-simbol tersebut mengandung makna

sebagai pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat.

2. Makna tradisi Bantengan bagi masyarakat dan pelaku

Bantengan adalah tradisi yang mengandung sebuah nilai

penting bagi kehidupan bermasyarakat. Nilai tersebut

adalah tentang menjaga persatuan dan kesatuan dalam

masyarakat, karena dengan bersatu kita dapat melawan

kebatilan.

B. Rekomendasi

Setelah menyelesaikan proses penelitian, peneliti memberikan

beberapa rekomendasi yang bisa dijadikan anjuran untuk kemungkinan


(3)

112

Rekomendasi ini bisa dijadikan masukan dan bisa dijadikan bahan

pertimbanganbagi beberapa pihak, seperti:

1. Pelaku Bantengan

Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan

beberapa rekomendasi bagi pelaku Bantengan:

a. Kelompok-kelompok Bantengan untuk meningkatkan kreativitas

dalam mengemas pertunjukkan Bantengan untuk meningkatkan

animo masyarakat tanpa keluar dari pakem-pakem pertunjukkan

Bantengan yang sudah ada.

b. Tetap menjaga dan melestarika tradisi Bantengan dengan

mengajarkan kepada generasi-generasi muda, agar kelompok

Bantengan memiliki regenerasi.

2. Peneliti Selanjutnya

Peneliti memiliki beberapa rekomendasi untuk peneliti

selanjutnya, yaitu:

a. Menggunakan pendekatan budaya atau etnografi agar penelitian

yang dilakukan lebih mendalam.

b. Melakukan pendekatan yang intens kepada kelompok-kelompok


(4)

113

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elviro & Bambang Q-Anees. 2007.Filsaat Ilmu komunikasi. Bandung:

Simbiosa Rekatama Meida.

Bungin, Burhan. 2006.Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Kencana.

Cassier, Ernest. 1990.Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Essei tentang Manusia.

Jakarta; Gramedia.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamu Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Djamari. 1993.Agama dalam Perpektif Sosiologi,.Bandung : Alphabeta

Effendi, Onong Uchjana. 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung:

Citra Adiya Bakti.

___________________. 2006.Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya.

___________________. 2008. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

__________________. 1989.Kamus Komunikasi. Bandung: Bandar Maju.

Ghazali, Adeng Mukhlar. 2011. Antropolgi Agama. Bandung : Alfabeta.

Hakim, Atang Abd. & Jaih Mubarok. 2009.Metodologi Studi Islam. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Mattulada.1997. Kebudayaan Kemanusiaan dan Lingkungan Hidup. Hasanuddin

University Press.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Morissan. 2014.Teori Komunikasi Individu Hingga Massa.Jakarta : Kencana.

Mukhtar. 2013. MetodePenelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta : Referensi.

Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar . Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

_______________. 2008. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintasbudaya.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nazsir, Nasrullah. 2009.Teori-teori Sosiologi.Widya Padjajaran.


(5)

114

Poloma, Margarent M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Richard, West & Lynn, H. Turner. 2008. Pengantar Teori komunikasi: Analisis

dan Aplikasi.Jakarta: Salemba Humanika.

Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1993.Teori Komunikasi.Jakarta : UT.

Sihabudin, Ahmad. 2011.Komunikasi Antarbudaya Satu Perspektif Multidimensi.

Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Simatupang, Lono. 2013. Pergelaran: Sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya.

Yogyakarta : Jalasutra.

Sobur, Alex. 2013.Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sutaryo. 2005.Sosiologi Komunikasi. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.

Sutopo. 1990. Pengantar Penelitian Kualitatif.Surakarta:UNS Pers.

Syam, Nur. 2009.Islam Pesisir. Yogyakarta : LkiS.

Sztompka, Piotr. 2007.Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Pernada Media grup.

Tjiptadi, Bambang. 1984.Tata Bahasa Indonesia.Jakarta :Yudistira.

Wach, Joachim. 1992. Ilmu Perbandingan Agama.Jakarta : Rajawali.

Winangun, Y. W. Wartaya. 1990. Masyarakat Bebas Struktur: Liminalitas dan

Komunitas Menurut Victor Turner.Yogyakarta: KAnisius.

Sumber lainnya:

Andung, Petrus Anang. 2010. Perspektif Komunikasi Ritual Mengenai

Pemanfaatan Natoni Sebagai Media Komunikasi Tradisional dalam Masyarakat Adat Boti Dalam di Kabupaten Timr Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur,Jurnal Ilmu Komunikasi Vol.8No.1 JanuariApril.

Desprianto, Ruri Darma. 2013. Kesenian Bantengan Mojokerto Kajian Makna

Simbolik dan Nilai Moral, Avatara e-jurnal Pendidikan Sejarah. Vol.1, No. 1, Januari 2013.

Umbar , Kisno,“Jurnal Kajian Semiotika C.S Pierce dalam Keenian Bantengan

(Upaya Revitalisasi Nilai-nilai Kesenian Daerah Malang)”,Oktober 2015.

https://id.wikipedia.org/wiki/Seni_Tradisi_Bantengan diakses pada 16 November 2016.

https://id.wikipedia.org/wiki/Seni_Tradisi_Bantengan diakses pada 16 November 2016.


(6)

115

https://petrusandung.wordpress.com/2009/12/15/komunikasi-dalam-perspektif-ritual diakses tanggal 16 November 2016.