Agresi Berdasarkan Kategori Anak Jalanan Children On The Street dan Vulnerable To Become Street Children Pada Usia Remaja Binaan RPA IABRI Bandung (Studi Komparatif terhadap Anak Jalanan Usia 16-18 Tahun dan Implikasi Terhadap Layanan Konseling Komunitas)

(1)

No. Skripsi: 238/S/PPB/2015

AGRESI BERDASARKAN KATEGORI ANAK JALANAN

CHILDREN ON THE STREET DAN VULNERABLE TO

BECOME STREET CHILDREN PADA USIA REMAJA BINAAN

RPA IABRI BANDUNG

(Studi Komparatif terhadap Anak Jalanan Usia 16-18 Tahun dan Implikasi

Terhadap Layanan Konseling Komunitas)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

oleh Gesha Rahmalia

NIM 1006309

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

No. Skripsi: 238/S/PPB/2015

Agresi Berdasarkan Kategori Anak Jalanan Children On The Street dan

Vulnerable To Become Street Children Pada Usia Remaja Binaan RPA

IABRI Bandung (Studi Komparatif Terhadap Anak Jalanan Usia 16-18 Tahun dan Implikasi Terhadap Layanan Konseling Komunitas)

Oleh Gesha Rahmalia

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

© Gesha Rahmalia 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,


(3)

No. Skripsi: 238/S/PPB/2015

GESHA RAHMALIA

AGRESI BERDASARKAN KATEGORI ANAK JALANAN CHILDREN ON THE STREET DAN VULNERABLE TO BECOME STREET CHILDREN PADA

USIA REMAJA BINAAN RPA IABRI BANDUNG

(Studi Komparatif terhadap Anak Jalanan Usia 16-18 Tahun dan Implikasi Terhadap Layanan Konseling Komunitas)

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M. Pd. NIP 19520620 198002 1 001

Pembimbing II

Dr. Yusi Riksa Yustiana, M. Pd. NIP 19661115 199102 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Dr. Nandang Rusmana, M. Pd. NIP 19600501 198603 1 004


(4)

vi

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian ... 10

1.3 Rumusan Masalah Penelitian ... 13

1.4 Tujuan Penelitian ... 13

1.5 Manfaat Penelitian ... 13

1.6 Struktur Organisasi Skripsi ... 14

BAB II AGRESI, ANAK JALANAN, REMAJA AWAL, DAN KONSELING KOMUNITAS ... 15

2.1 Kajian Pustaka ... 15


(5)

vii

2.1.1.1 Pengertian Agresi ... 15

2.1.1.2 Karakteristik Agresi ... 16

2.1.1.3 Faktor Penyebab Agresi ... 16

2.1.1.4 Perkembangan Agresi ... 18

2.1.1.5 Indikator Perilaku Agresi ... 19

2.1.2 Anak Jalanan ... 20

2.1.2.1 Pengertian Anak Jalanan ... 20

2.1.2.2 Karakteristik Anak Jalanan ... 21

2.1.2.3 Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan ... 22

2.1.2.4 Resiko Anak Jalanan ... 24

2.1.2.5 Agresi Remaja Jalanan ... 25

2.1.2.6 Hasil Penelitian Terdahulu Agresi Anak Jalanan ... 26

2.1.3 Remaja ... 27

2.1.3.1 Pengertian Remaja ... 27

2.1.3.2 Karakteristik Remaja ... 27

2.1.3.3 Karakteristik Remaja Jalanan ... 28

2.1.4 Konseling Komunitas Bagi Anak Jalanan ... 29

2.1.4.1 Asumsi Dasar Konseling Komunitas ... 30

2.1.4.2 Tujuan Konseling Komunitas ... 30

2.1.4.3 Kerangka Kerja Konseling Komunitas ... 30


(6)

viii

2.1.4.5 Layanan Konseling Proaktif dalam Komunitas ... 33

2.1.4.6 Peran Konselor Komunitas ... 35

2.2 Kerangka Pemikiran ... 37

2.3 Asumsi Penelitian ... 41

2.4 Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Metode dan Desain Penelitian ... 42

3.2 Subjek Penelitian ... 42

3.3 Definisi Operasional ... 43

3.4 Instrumen Penelitian ... 44

3.5 Uji Keterbacaan ... 48

3.6 Teknik Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 49

3.7 Prosedur Penelitian ... 52

3.8 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 52

3.8.1. Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.8.2 Teknik Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

4.1. Hasil Penelitian ... 57

4.1.1 Gambaran Umum Tingkat Agresi Remaja Jalanan ... 57

4.1.2 Gambaran Umum Tingkat Agresi Remaja Jalanan Pada Aspek Agresi ... 58


(7)

ix

4.1.4 Implikasi Rancangan Layanan Konseling Komunitas ... 65

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 78

4.2.1 Tingkat Agresi Remaja Jalanan ... 78

4.2.2 Tingkat Agresi Remaja Jalanan Berdasarkan Kategori Anak Jalanan ... 80

4.2.3 Bentuk Agresi Remaja Jalanan Berdasarkan Kategori Anak Jalanan .. 83

4.2.4 Perbedaan Tingkat Agresi Berdasarkan Kategori Anak Jalanan ... 85

4.2.5 Implikasi Rancangan Layanan Konseling Komunitas ... 87

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 91

5.1. Simpulan ... 91

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 92

5.3 Rekomendasi ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94 LAMPIRAN


(8)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Globalisasi dengan ciri kapitalisme menimbulkan masalah ekonomi dengan isu yang kaya semakin kaya sedangkan yang miskin menjadi semakin miskin. Hasil penelitian Dwi Fitri Apriliana tahun 2011 menyimpulkan globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan kemiskinan dan ketidakadilan di Indonesia. Masalah ekonomi dunia yang mempengaruhi Indonesia merambat pada masalah sosial, salah satunya problema anak jalanan. Kategori masyarakat yang termasuk dalam masalah kesejahteraan sosial terdapat 22 jenis, yaitu “anak balita terlantar, anak terlantar, anak nakal, anak jalanan, …, orang dengan hiv/aids (odha) dan

keluarga rentan” (Ipujono M, 2007, hlm. 7).

Faktor penyebab utama anak jalanan, yaitu kemiskinan, seperti penghasilan keluarga rendah/pekerjaan tidak tetap, jumlah anggota keluarga besar, tidak didukung dengan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) dan modal yang memadai (Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, 2012, hlm. 3). Tidak sedikit anak-anak bangsa yang harus mencari penghidupan di jalan-jalan kota.

Keberadaan anak jalanan menyumbang masalah sosial di Indonesia mencapai 85.013 jiwa pada tahun 2009 menurut Pusdatin (pusat data dan informasi) Kesejahteraan Sosial tahun 2010 (Mujiyadi dkk, 2011, hlm. 11). Provinsi dengan jumlah anak jalanan terbanyak berturut-turut berdasarkan Pusdatin PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) 2010, yaitu Nusa Tenggara Barat sebanyak 12.764 jiwa, Nusa Tenggara Timur sebanyak 12.937 jiwa, Jawa Tengah sebanyak 8.027 jiwa, Jawa Timur sebanyak 7.872 jiwa, Jawa Barat sebanyak 4.650 jiwa, Sulawesi Tengah sebanyak 4.636 jiwa, Banten sebanyak 3.902 jiwa, Sumatera Barat sebanyak 3.353 jiwa, Maluku sebanyak 2.899 jiwa dan Lampung sebanyak 2.799 jiwa (Mujiyadi dkk, 2011, hlm. 11). Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat lima yang memiliki populasi anak jalanan sebesar 4.650 jiwa. Data PMKS tahun 2011 pada populasi anak jalanan provinsi Jawa Barat sebesar 6.630 jiwa (Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat,


(9)

2

2012, hlm. 3). Berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat populasi anak jalanan di 14 kota/kabupaten yang memiliki jumlah populasi anak jalanan terbanyak adalah kota Bandung sebesar 1121 jiwa (Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, 2012, hlm. 3), sedangkan menurut data PMKS Dinas Sosial kota Bandung tahun 2012 jumlah populasi anak jalanan sebesar 863 jiwa dan 62% berusia remaja pada tahun 2014.

Permasalahan kesejahteraan sosial anak jalanan tidak hanya berimbas pada aspek sosial anak jalanan. Persoalan pendidikan terkena dampak dari permasalahan anak jalanan. Pendidikan merupakan salah satu indikator kesejahteraan sosial anak terpenuhi. Pendidikan membawa individu dari kondisi yang seadanya menjadi kondisi yang seharusnya. Anak jalanan berada pada kondisi seadanya, sedangkan hakikat manusia berada pada kondisi yang seharusnya. Pendidikan menjadi komponen penting dalam membantu anak jalanan menjadi individu yang efektif dalam menjalani kehidupan. Permasalahan anak jalanan yang tidak mendapatkan pendidikan baik formal, informal dan nonformal dan anak jalanan tidak berada di lingkungan yang mendukung perkembangan optimal menjadi problematika pendidikan pada anak jalanan yang merupakan anak bangsa. Undang-undang tentang peningkatan kesejahteraan sosial anak jalanan pasal 6 menegaskan kebijakan layanan pendidikan yang dibutuhkan anak jalanan dalam jalur pendidikan formal, informal, dan nonformal, tidak atau dengan adanya kordinasi pihak terkait.

Anak jalanan adalah anak laki-laki dan perempuan yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja atau hidup di jalanan dan tempat-tempat umum, seperti pasar, mall, terminal bis, stasiun kereta api, taman kota (Tommy, 2011). Pengertian anak jalanan dalam panduan pendataan PMKS adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum (Ipujono M, 2007, hlm. 8). Waktu yang dihabiskan anak jalanan untuk bekerja, mencari penghidupan di jalanan atau tempat umum lainnya yaitu 3-24 jam/hari (Ananingsih, 1997, hlm. 2). Berdasarkan pengertian yang dipaparkan, disimpulkan anak jalanan adalah anak laki-laki atau perempuan berusia 5-18


(10)

3

tahun yang melakukan kegiatan di jalanan atau tempat umum lainnya menghabiskan waktu 3-24 jam/hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya/mencari nafkah.

Kategori anak jalanan secara garis besar (Mujiyadi dkk, 2011, hlm. i), yaitu (1) children of the street adalah anak yang hidup di jalanan, (2) children on the street adalah anak yang bekerja di jalanan, umumnya masih berhubungan dengan keluarga dan masih bersekolah tetapi lebih banyak menghabiskan waktunya di jalanan, (3) children at high risk to be street children adalah anak yang beresiko tinggi untuk menjadi anak jalanan. Lebih rinci, kategori anak jalanan berdasarkan Departemen Sosial RI (1999, hlm 26 - 28), yaitu (1) anak jalanan yang hidup di jalan, (2) anak jalanan yang bekerja di jalanan, (3) anak yang rentan menjadi anak jalanan, (4) anak jalanan berusia 16 tahun ke atas. Kategori anak jalanan yang dijelaskan international conference on street tahun 1986 (Andari, 2013, hlm. 6) anak jalanan pada dasarnya dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu (1) anak yang hidup/tinggal di jalanan (children of the street/living in the street), (2) anak yang bekerja di jalanan (children on the street/working children), (3) anak-anak yang berpotensi menjadi anak jalanan (vurnerable to become street children). Hasil studi (Mujiyadi dkk, 2011, hlm. 29) anak jalanan di kota Bandung dominannya berada pada kategori children on the street yang masih menjalin hubungan dengan keluarga, tetapi lebih banyak menghabiskan waktunya di jalan, dan berasal dari daerah sekitar kota Bandung yang miskin, seperti Cinta Asih, Cicadas, Kiaracondong, Babakan Ciparay dan Bandung Kulon. Kepala Dinas Sosial Jawa Barat (2012, hlm. 4) merumuskan karakteristik anak jalanan yang dilihat dari kategori anak jalanan di Provinsi Jawa Barat, sebagai berikut:

Tabel 1.1 Karakteristik Anak Jalanan Di Provinsi Jawa Barat Tidak pernah

pulang (children

of the street)

Kadang-kadang pulang (children on

the street)

Setiap hari pulang (vulnerable to become

street children)

Perkiraan jumlah

8-10% 20-30% 60-70%


(11)

4

Tidak pernah pulang (children

of the street)

Kadang-kadang pulang (children on

the street)

Setiap hari pulang (vulnerable to become

street children)

dengan orangtua

teratur

- Kadang-kadang masih ada kontak - Ada masalah

dengan keluarga - Anak luar kota

Bandung

dengan orangtua - Tinggal di komunitas

Pendidikan Putus - Sebagian putus - Sebagian masih

sekolah

- Sebagian besar masih sekolah

- Sebagian kecil tidak sekolah

Waktu di jalanan

Sepanjang hari 4 – 8 jam < 4 jam Perilaku - Seksual

- Drug/ lem

- Rokok

- Mulai terpengaruh - Drug/lem - Rokok - Kekerasan dan eksploitasi - Kekerasan seksual - Korban/pelaku pemalakan - Konflik hukum - Trafficking anak perempuan

- Disuruh ke jalan oleh orangtua - Kekerasan fisik

dari orangtua, teman, orang dijalanan

- Kekerasan seksual

- Trafficking anak

perempuan

- Disuruh ke jalan oleh orangtua

- Kekerasan fisik/ mental dari orangtua, teman, orang di jalanan

Berdasarkan pemaparan jumlah populasi anak jalanan di Indonesia yang cukup banyak dan kategori anak jalanan didasarkan latar belakangnya menjadi komunitas yang menarik untuk diteliti. Di samping jumlah populasi komunitas anak jalanan cukup banyak, perlakuan tidak layak (kekerasan dan eksploitasi) terhadap anak jalanan dan perilaku anak jalanan menarik perhatian untuk diteliti, seperti perilaku anak jalanan yang melanggar peraturan dan norma sosial juga terjadi, seperti perilaku seks bebas, meminum minuman keras, penyalah gunaan obat-obatan, perbuatan kriminal (mencuri, menodong) dan perbuatan-perbuatan yang mengarah agresivitas dan impulsif lainnya (Ananingsih, 1997, hlm. 7).

Perlakuan orang lain terhadap anak jalanan yang bersifat negatif dapat memunculkan agresi pada diri anak jalanan. Resiko yang mengancam tumbuh


(12)

5

kembang anak apabila tinggal dan bekerja di jalan, seperti dalam rumusan Konvensi Hak Anak (KHA), yaitu (1) kekerasan (child abuse, pasal 19) antar anak, senior jalanan, antar kelompok, oknum aparat, oknum pekerja sosial yang lepas kendali, (2) ekploitasi ekonomi (termasuk buruh anak, pasal 32), (3) kekerasan seksual dan eksploitasi seksual (pasal 34), seperti perkosaaan, sodomi, pelecehan seksual, ayla (anak yang dilacurkan), (4) penculikan/ perdagangan/ trafficking anak (pasal 35), (5) rawan tindak pelanggaran dan anak yang berkonflik dengan hukum (pasal 40 dan 37.a, 37.b, c, d), (6) dieksploitasi sebagai pengguna dan pengedar narkoba (pasal 33), (7) langkanya atau terbatasnya lembaga-lembaga recovery dan rehabilitasi yang memadai (pasal 39), (8) terhambatnya hak tumbuh kembang anak dan rawan terjadinya degradasi mental, nilai dan norma (pasal 6), (9) rawan sakit atau kesehatan tak terjaga dengan baik (pasal 6), (10) tertinggal dalam mengembangkan pendidikan diri dan pengembangan budaya (Mujiyadi dkk, 2011, hlm 116 - 119). Nusa Putra dalam Potret Buram Anak Jalanan tahun 1996 (Ananingsih, 1997, hlm. 6 - 7) timbul masalah yang mungkin dialami pada anak jalanan: (1) putus sekolah, (2) perilaku pelecehan dan pelanggaran hukum/tindak kriminal, (3) terbentuknya komunitas anak jalanan yang bersifat negatif, (4) perluasan wilayah konflik. Perilaku agresivitas anak jalanan dapat disebabkan pengaruh kondisi jalanan yang tidak mendukung perkembangan anak jalanan sesuai dengan usia perkembangannya, seperti didukung oleh teori belajar sosial dari Albert Bandura menemukan faktor sosial dan lingkungan memudahkan timbulnya perilaku agresi (Hanurawan, 2012, hlm. 84).

Resiko-resiko yang rentan dialami oleh anak jalanan dapat menjadi faktor penyebab munculnya perilaku agresi pada anak jalanan. Beberapa faktor penyebab agresi yang dialami anak jalanan, seperti penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang (Baron, 1977, hlm. 167 - 169), melihat kekerasan secara langsung (Baron, 1977, hlm. 99 - 100), penganiayaan dan perlakuan tidak semestinya terhadap anak secara fisik, seksual dan psikis (Krahe, 2005, hlm. 246 - 268) secara verbal maupun fisik (Baron, 1977). Berdasarkan beberapa faktor


(13)

6

penyebab agresi yang telah dijelaskan, faktor penyebab agresi yang paling banyak muncul berasal dari luar diri individu atau lingkungan.

Padangan Albert Bandura sebagai salah satu aliran behavioristic menyatakan pengaruh lingkungan sosial berpengaruh bagi perkembangan perilaku agresi pada individu (Krahe, 2005, hlm. 89). Hasil penelitian Syahrial dkk (2012) faktor eksternal munculnya perilaku agresi pada anak jalanan usia remaja di Kota Malang, yaitu sering melihat dan menjadi korban kekerasan, meniru perilaku sosok role model, adanya motivasi dari orang lain, adanya provokasi dari orang lain, serta adanya prasangka negatif, direndahkan dan tidak dihiraukan masyarakat.

Hasil analisis penelitian kualitatif yang telah dilakukan Nugraheni (2011), diketahui faktor penyebab perilaku agresif anak jalanan usia 18 tahun, adalah lingkungan sekitarnya. Bentuk agresif yang paling sering dilakukan anak jalan berdasarkan penelitian adalah fisik aktif langsung, fisik pasif langsung, verbal aktif langsung, dan bentuk verbal aktif tidak langsung (Nugraheni, 2011). Berdasarkan hasil penelitian Nugraheni, anak jalanan melakukan perilaku agresi baik secara fisik maupun verbal. Gambaran agresi anak jalanan yang mengacu pada hasil penelitian Dewi (2007) ditemukan dari 34 anak jalanan usia remaja, 26 orang responden anak jalan memiliki tingkat agresi yang tinggi (76,47%), artinya melakukan perilaku agresi secara intensif pada aspek verbal passive direct (bentuk perilaku agresi verbal secara tidak langsung), physical passive direct (bentuk perilaku agresi fisik secara tidak langsung), verbal active direct (bentuk perilaku agresi verbal secara langsung), physical active direct (bentuk perilaku agresi fisik secara langsung) dan delapan orang responden anak jalanan memiliki tingkat agresi yang rendah (23,53%).

Kerasnya lingkungan jalanan bagi usia perkembangan remaja membuat anak jalanan memunculkan agresinya. Agresi merupakan salah satu bentuk penyesuaian diri yang menyimpang (Yusuf LN, 2009, hlm. 38). Agresi merupakan tingkah laku yang bertujuan untuk menyakiti individu (Baron, 1977, hlm. 7). Agresi dilakukan secara fisik maupun verbal (Moore&Fine dalam Koeswara, 1988, hlm. 5). Agresi bukan hanya sebuah perilaku tetapi sebagai


(14)

7

dorongan pada tujuan (Baron, 1977, hlm. 15). Agresi adalah bentuk respon untuk mereduksi ketegangan dan frustasi melalui media tingkah laku yang merusak, berkuasa, atau mendominasi (Yusuf LN, 2009, hlm. 38). Pada perkembangannya agresi dalam aliran behavioristik agresi bersifat hasil belajar atau pengalaman dan pemodelan. Agresi merupakan kata benda, agresif merupakan kata sifat dan agresivitas adalah kata benda atau hal (sifat, tindak) agresif; ke-agresifan (Setiawan, 2014).

Meneliti agresi anak jalanan menjadi penting karena anak jalanan merupakan anak Indonesia yang memiliki hak asasi yang dirumuskan pada KHA, yaitu hak untuk hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi (Mujiyadi dkk, 2011, hlm. 14). Orangtua, keluarga dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi anak sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum sesuai UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Mengkaji mengenai anak jalanan menjadi sebuah kewajiban yang dibebankan oleh semua lapisan masyarakat. Agresi anak jalanan akan menimbulkan permasalahan bagi masyarakat sekitar karena agresi anak jalanan akan menimbulkan tindakan kriminal anak jalanan, seperti mencuri, menodong, tindakan asusila, dan memperluas wilayah konflik (Ananingsih, 1997, hlm. 7). Perilaku agresi anak jalanan usia remaja akan menghambat perkembangan emosional dan sosial bahkan kognitifnya di masa periode kehidupan selanjutnya (Krahe, 2005, hlm. 108).

Anak jalanan sebagai individu mengembangkan perkembangan emosional, sosial serta kognitifnya. Pengaruh interaksi dengan lingkungan jalanan membuat anak jalanan kesulitan untuk mengembangkannya dan melemahkan daya psikologisnya. Hubungan remaja jalanan dengan lingkungan jalanan yang tidak sehat mempengaruhi remaja jalanan mengalami lack of psychological strength atau lemah dalam kekuatan psikologisnya. Gejala perilaku buruk dan mental rendah melekat pada anak jalanan karena adanya pengaruh yang kuat dari lingkungan jalanan yang keras, serba bebas tanpa pengontrol dan filterisasi yang jelas (Suyatna, 2011, hlm. 48).


(15)

8

Perlakuan lingkungan jalanan yang berbeda dialami anak jalanan menimbulkan tingkat agresivitas anak jalanan yang beragam. Ragam interaksi anak jalanan di jalanan diklasifikasikan berdasarkan kategori anak jalanan, yaitu children of the street, children on the street dan vulnerable to become street children. Anak jalanan children of the street mengalami interaksi di jalanan yang paling ekstrim, seperti kekerasan fisik, kekerasan mental, kekerasan seksual dan tindakan trafficking. Pengaruh perlakuan di jalanan terhadap anak jalanan children of the street menimbulkan perilaku agresi yang melibatkan konflik dengan hukum, seperti melawan satpol pp, mencuri, memalak, mengganggu warga sekitar. Anak jalanan children on the street mendapatkan perlakuan kekerasan fisik, kekerasan mental dan sudah mengarah pada kekerasan seksual. Pengaruh perlakuan di jalanan terhadap anak jalanan children on the street menimbulkan perilaku agresi, seperti merokok, dan berkelahi dengan teman atau musuh. Anak jalanan vulnerable to become street children mendapatkan perlakuan kekerasan fisik dan kekerasan mental. Pengaruh perlakuan di jalanan terhadap anak jalanan vulnerable to become street children menimbulkan dorongan – dorongan untuk melakukan agresi terhadap orang lain.

Permasalahan agresi anak jalanan seharusnya mendapatkan layanan bantuan untuk ditangani karena perilaku agresi dapat berkembang menjadi sebuah tindakan kekerasan dan menimbulkan permasalahan sosial yang baru. Perilaku agresi anak jalanan yang tidak sesuai dengan norma, akan mempersulit anak jalanan untuk kembali menjadi bagian dari masyarakat yang sehat. Model penanganan anak jalanan di rumah singgah dapat dikatakan memanjakan anak jalanan dan membuat anak jalanan bertambah jumlahnya karena tidak menyentuh pada aspek mental atau psikologis anak jalanan yang dapat menjadi dasar untuk merubah mindset serta perilaku sesuai norma masyarakat agar anak tidak lagi turun ke jalan dan dapat kembali diterima di masyarakat (Suyatna, 2011, hlm. 45-46).

Model penanganan anak jalanan yang hanya berbasis pemberian keterampilan dan pemenuhan kebutuhan fisiologis dipandang belum cukup untuk mengentaskan problema anak jalanan. Penanganan anak jalanan dalam aspek


(16)

9

psikologis kurang tersentuh dan perlu ditambahkan pada penanganan problema anak jalanan (Suyatna, 2011). Bimbingan konseling dapat dilakukan sebagai salah satu alternatif dalam implementasi pendekatan pembinaan psikologis anak jalanan dalam merevitalisasi model penanganan anak jalanan (Suyatna, 2011, hlm. 49).

Bimbingan dan konseling merupakan salah satu profesi pemberi bantuan dalam aspek psikologis. Bimbingan dan konseling memiliki dua prinsip yang menyiratkan bimbingan dan konseling memiliki perhatian pada semua konseli dan diluar setting jalur pendidikan formal, yaitu bimbingan dan konseling diperuntukan bagi semua konseli dan bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting kehidupan (Depdiknas, 2008, hlm. 203-204). Anak jalanan berada pada usia perkembangan peserta didik. Beberapa diantara anak jalanan juga merupakan peserta didik, seperti data yang dikemukakan oleh Kepala Dinas Sosial Jawa Barat (2012) anak jalanan kategori vulnerable to become street children dan children on the street sebagian masih bersekolah. Bimbingan dan konseling perlu lebih peka dalam problema anak jalanan sebagai salah satu bentuk prinsip guidance for all dan berlangsung dalam berbagai setting kehidupan.

Every young person has the potential for successful, healthy development and that all youth possess the capacity for positive development” semua remaja memiliki potensi yang sama untuk sukses, berkembang secara sehat dan memiliki kapasitas yang sama untuk berkembang secara positif (Lerner, dkk, 2005, hlm. 20). Begitu pula remaja yang menjadi anak jalanan harus memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang secara sehat dan positif. Remaja jalanan memerlukan bimbingan dan bantuan dalam mencapai perkembangan yang optimal, walaupun berada dalam lingkungan yang kurang kondusif.

Remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan luar baik bersifat negatif dan positif (Gunarsa dan Gunarsa, 2008a, hlm. 21). Remaja jalanan hidup dalam pengaruh lingkungan jalanan yang tidak sehat sehingga memerlukan intervensi bimbingan dan konseling dengan mempergunakan fungsi perbaikan yang bertujuan membantu konseli agar dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan, bertindak yang produktif dan normatif (Depdiknas, 2008, hlm. 200).


(17)

10

Bimbingan dan konseling memberikan pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di sekolah/madrasah maupun di luar sekolah/madrasah (Depdiknas, 2008, hlm. 203). Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting kehidupan (Depdiknas, 2008, hlm. 204). Pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya terdapat di sekolah tetapi juga di lingkungan masyarakat pada umumnya. Layanan bantuan bimbingan dan konseling yang memiliki pendekatan perbaikan dapat diterapkan untuk membantu menangani agresi anak jalanan.

Anak jalanan merupakan salah satu ragam komunitas di masyarakat yang paling beresiko mengalami kegagalan dalam kehidupan (Hariyono, 2014). Permasalahan anak jalanan, salah satunya agresi yang memerlukan perhatian dan layanan bantuan bimbingan dan konseling berbasis komunitas. Asumsinya, interaksi anak jalanan dengan lingkungannya bersifat negatif (Lewis dan Lewis, 1977, hlm. 3). Asumsi dasar konselor untuk memberikan proses bantuan pada komunitas tertentu di masyarakat termasuk anak jalanan (Lewis dan Lewis, 1977, hlm. 3, 7), yaitu (1) interaksi komunitas dengan lingkungannya dapat bersifat positif dan negatif, (2) pendekatan konseling komunitas cukup aplikatif untuk memberikan bantuan diberbagai setting kehidupan. Berdasarkan asumsi dasar konseling komunitas, konselor mendapatkan peranan dalam meneliti mengenai agresi anak jalanan. Tujuan dari konseling komunitas untuk membantu permasalahan agresi anak jalanan adalah membantu anak jalanan untuk memiliki kehidupan yang efektif dan mencegah perilaku agresi anak jalanan yang dapat menghambat perkembangannya.

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, diajukan penelitian berjudul “Agresi Berdasarkan Kategori Anak Jalanan Children On The Street dan Vulnerable To Become Street Children Pada Usia Remaja Binaan RPA IABRI Bandung” yang dapat mengungkap perbedaan agresi pada setiap kategori anak jalanan pada usia remaja. Penelitian dapat mengungkap faktor penyebab agresi yang dominan pada anak jalanan karena kategori anak jalanan diasumsikan sebagai faktor penyebab pemicu agresi anak jalanan. Penelitian memiliki implikasi rancangan layanan konseling komunitas terhadap agresi anak jalanan.


(18)

11

1.2. Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan isu agresi anak jalanan usia remaja dapat menimbulkan permasalahan sosial baru dan merugikan perkembangan remaja jalanan. Fokus model penanganan anak jalanan di rumah singgah tidak menyentuh aspek psikologis anak jalanan. Bimbingan dan konseling dapat membantu revitalisasi model penanganan anak jalanan dalam mengubah mindset dan mental anak jalanan agar dapat berperilaku tidak agresi sehingga dapat diterima masyarakat.

Remaja berada di jalanan yang tidak kondusif dan tidak sesuai dengan usia perkembangannya akan mengalami hambatan mencapai kompetensi perkembangan emosional dan sosialnya. Resiko kehidupan di jalanan yang telah dijelaskan pada latar belakang penelitian, seperti kekerasan secara seksual, mental dan fisik, konflik dengan hukum dan lainnya (Kepala Dinas Sosial Jawa Barat, 2012) dapat menjadi pemicu agresi pada anak jalanan.

Agresi adalah berbagai perilaku yang bertujuan untuk melukai atau mencelakakan orang lain yang tidak menginginkan perlakuan tersebut (Baron, 1977, hlm. 7). Agresi anak jalanan akan menimbulkan permasalahan bagi masyarakat sekitar karena agresi anak jalanan akan menimbulkan tindakan kriminal anak jalanan, seperti mencuri, menodong, tindakan asusila, dan memperluas wilayah konflik (Ananingsih, 1997, hlm. 7).

Faktor sosial dan lingkungan memudahkan timbulnya perilaku agresi (Hanurawan, 2012, hlm. 84). Buss (Berkowitz, 2006, hlm. 6) menyatakan agresi rentan oleh reinforcement dan efek modeling. Peran lingkungan atau sosial mempengaruhi anak jalanan melakukan agresi. Bahkan, pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi munculnya agresi pada individu (Sobur, 2009, hlm. 436).

Tingkat agresi pada kategori anak jalanan children on the steet dan vulnerable to become street children dapat berbeda-beda karena latar belakang karakteristik, seperti lamanya berada di jalanan, rentang waktu bertemu dengan orangtua dan tingkat pendidikan. Waktu lamanya anak jalanan berada di jalanan, tingkat pendidikan dan hubungan dengan orangtua dapat mempengaruhi perbedaan ragam interaksi sosial tidak sehat di jalanan yang dialami oleh anak


(19)

12

jalanan. Ragam perlakuan yang dialami anak jalanan berdasarkan waktu berada di jalanan, tingkat pendidikan dan hubungan dengan orangtua dirumuskan Kepala Dinas Sosial Jawa Barat (2012, hlm. 4) anak jalanan vulnerable to become street children berada kurang dari 4 jam/ hari di jalanan hanya mendapatkan perlakuan kekerasan fisik dan mental oleh teman, orangtua dan orang di jalanan sedangkan anak jalanan children on the street berada antara 4 – 8 jam/ hari di jalanan mendapatkan perlakuan kekerasan fisik, kekerasan mental oleh teman, orangtua dan kekerasan seksual oleh orang di jalanan hingga terjadi trafficking pada anak jalanan. Ragam perilaku agresi anak jalanan menunjukan perbedaaan antara anak jalanan vulnerable to become street children dan children on the street. Anak jalanan vulnerable to become street children tidak menunjukan data mengenai perilaku agresi yang terkait konflik dengan hukum, sedangkan anak jalanan children on the street melakukan perilaku kekerasan, memalak/ menodong orang sekitar, merokok, menggunakan drug/ ngelem.

Agresi anak jalanan usia remaja merupakan salah satu permasalahan yang dapat menghambat perkembangan emosional dan sosial bahkan kognitifnya di masa periode kehidupan selanjutnya. Bahaya agresi anak jalanan usia remaja akan menimbulkan perilaku kriminal anak jalanan yang dapat mengganggu lingkungan masyarakat.

Semua remaja memiliki potensi yang sama untuk sukses, berkembang secara sehat dan memiliki kapasitas yang sama untuk berkembang secara positif (Lerner, dkk, 2005, hlm. 20). Salah satu prinsip bimbingan dan konseling, yaitu guidance for all (Depdiknas, 2008, hlm. 203). Anak jalanan usia remaja termasuk individu yang memiliki kesempatan sama untuk berkembang secara positif dan sehat melalui layanan bantuan bimbingan dan konseling.

Komunitas anak jalanan dengan permasalahan yang menghambat perkembangan, salah satunya agresi memerlukan perhatian dan layanan bantuan. Bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan bantuan untuk komunitas anak jalanan, seperti yang tercantum dalam prinsip bimbingan dan konseling, yaitu bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting kehidupan


(20)

13

(Depdiknas, 2008, hlm. 204). Pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya terdapat di sekolah tetapi juga di lingkungan masyarakat pada umumnya.

Layanan bantuan yang dapat diberikan untuk komunitas anak jalanan, yaitu program konseling komunitas. Asumsi dasar konseling komunitas (Lewis dan Lewis, 1977, hlm. 3 - 7), yaitu (1) interaksi komunitas dengan lingkungannya dapat bersifat negatif dan positif, (2) pendekatan konseling komunitas cukup aplikatif untuk memberikan bantuan diberbagai setting kehidupan.

Tujuan dari konseling komunitas adalah membantu anggota komunitas untuk memiliki kehidupan yang efektif dan mencegah masalah yang paling sering muncul bagi komunitas (Lewis dan Lewis, 1977, hlm. 12). Salah satu bentuk kegiatan pada konseling komunitas, yaitu layanan berbasis klien/individu secara langsung(Lewis dan Lewis, 1977, hlm.13).

1.3. Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian, yaitu apakah terdapat perbedaan agresi anak jalanan kategori children on the street dan anak jalanan kategori vulnerable to become street children pada usia remaja?

Rumusan masalah dalam penelitian dijabarkan pada pertanyaan penelitian: 1) Bagaimana agresi pada anak jalanan kategori children on the street dan

vulnerable to become street children pada usia remaja?

2) Bagaimana implikasi layanan bantuan konseling komunitas bagi anak jalanan untuk mereduksi perilaku agresi?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian, yaitu memperoleh perbedaan tingkat agresi agresi anak jalanan kategori children on the street dan anak jalanan kategori vulnerable to become street children pada usia remaja.

Tujuan khusus penelitian dijabarkan:

1) Memperoleh gambaran umum agresi pada anak jalanan kategori children on the street dan vulnerable to become street children pada usia remaja. 2) Merumuskan layanan bantuan konseling komunitas bagi anak jalanan


(21)

14

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian bagi Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, menambah khazanah hasil penelitian Bimbingan dan Konseling pada populasi anak jalan. Manfaat penelitian bagi Dinas Sosial bidang PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial), menambah hasil penelitian anak jalanan. Manfaat penelitian bagi pihak RPA (Rumah Perlindungan Anak) IABRI (Insan Abdi Bangsa Republik Indonesia) yang menjadi tempat penelitian, dapat digunakan sebagai dasar pengembangan program pembinaan anak jalanan. Manfaat penelitian bagi konselor komunitas dan pekerja sosial, digunakan rujukan dalam memberikan perlakuan terhadap agresi anak jalanan.

1.6. Struktur Organisasi Skripsi

Pada penulisan skripsi terdapat beberapa Bab beserta subbab yang dipaparkan, yaitu Bab I, Bab II, Bab III, Bab IV, dan Bab V serta lampiran-lampiran yang diperlukan.

1) Bab I Pendahuluan yang memaparkan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitan, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, struktur organisasi skripsi.

2) Bab II berisi mengenai kajian teori anak jalanan, remaja, agresi, dan konseling komunitas, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian mengenai agresi berdasarkan kategori anak jalanan pada usia remaja dan implikasi rancangan layanan konseling komunitas.

3) Bab III Metode Penelitian yang berisi mengenai lokasi dan subjek populasi/ sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data serta alasan rasionalnya, dan analisis data.

4) Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan yang berisi mengenai pengolahan atau analisis data untuk memperoleh temuan yang berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan pembahasan data.


(22)

15


(23)

42 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian

Studi perbandingan atau comparative study merupakan studi membandingkan dua atau lebih suatu kondisi, kejadian, kegiatan, program dan lainnya (Sukmadinata, 2012, hlm. 79). Penelitian mencoba membandingkan agresi anak jalanan berdasarkan kategori anak jalanan, yaitu children of the street, children on the street dan vulnerable to become street children. Studi komparatif yang membandingkan situasi, kejadian, unsur-unsur atau komponen yang dianalisis sedikit berbeda, seperti kronologis kejadian, kompleksitas situasi atau intensitas kejadian, faktor penyebab dan akibatnya maka akan ditemukan faktor-faktor dominan yang melatar belakangi atau diakibatkan oleh suatu situasi atau kejadian (Sukmadinata, 2012, hlm. 79). Studi perbandingan penelitian, membandingkan satu variabel penelitian, yaitu agresi anak jalanan usia remaja (16-18 tahun) pada dua kategori anak jalanan, yaitu children on the street dan vulnerable to become street children.

Penelitian komparatif juga mengungkap gambaran mengenai variabel yang diteliti pada setiap kelompok subjek penelitian yang dibandingkan sehingga membutuhkan analisis dekriptif. Analisis deskriptif merupakan analisis yang memberikan gambaran lebih detail terhadap suatu gejala atau fenomena (Prasetyo, B., dan Jannah, L.M., 2010, hlm. 42). Analisis deskriptif dapat mengungkap pola-pola mengenai fenomena yang diangkat.

3.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yaitu anak jalanan berusia remaja (16-18 tahun) kategori children on the street dan vulnerable to become street children yang terdapat pada RPA IABRI pada satu titik daerah binaan Kiara Condong.

RPA IABRI merupakan salah satu RPA dengan jumlah anak jalanan binaan berbagai usia mencapai 21,5% dari total anak jalanan binaan di 27 RPA Kota Bandung atau menduduki jumlah tertinggi dari jumlah binaan anak jalanan di 26 RPA Kota Bandung lain (Dinas Sosial Bandung, 2013). RPA IABRI memiliki 40 titik daerah binaan di daerah Bandung dan daerah yang memiliki


(24)

43 lebih dari satu kategori anak jalanan, yaitu daerah Kiara Condong. Pemilihan satu titik daperah binaan RPA IABRI didasarkan untuk mengurangi bias heterogenitas karakteristik anak jalanan di sebuah daerah satu dengan yang lain dan titik daerah binaan Kiara Condong terdapat dua kategori anak jalanan.

Proses pengambilan subjek penelitian menggunakan desain pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling). Desain pengambilan subjek penelitian bertujuan didasarkan atas subjek penelitian penelitian yang tersusun dari dua kategori anak jalanan usia remaja (16-18 tahun).

Pengambilan ukuran subjek penelitian setiap kategori harus porposional atau sama jumlahnya pada setiap kategori (Sukmadinata, 2012, hlm. 259). Setiap kategori anak jalanan usia remaja (16-18 tahun) akan diambil berdasarkan kriteria kategori children on the street dan vulnerable to become street children serta memiliki jumlah subjek penelitian yang sama dalam setiap kategori, yaitu minimal 15 dalam setiap kategori (Sukmadinata, 2012, hlm. 261).

Kriteria setiap kategori anak jalanan usia berkisar 16-18 tahun di Kota Bandung, sebagai berikut (Kepala Dinas Sosial Jawa Barat, 2012, hlm. 4):

1) Anak jalanan yang bekerja di jalanan (Children on the street):

a) Pulang tidak teratur, ada masalah dengan keluarga, anak luar kota Bandung.

b) Berada di jalanan sekitar 4 – 8 jam untuk bekerja c) Sebagian putus sekolah dan sebagian masih sekolah

2) Anak yang rentan menjadi anak jalanan (Vulnarable to become street children):

a) Setiap hari bertemu dengan orangtuanya (teratur). b) Berada di jalanan < 4 jam untuk bekerja.

c) Sebagian besar masih sekolah dan sebagian kecil tidak sekolah.

Subjek penelitian anak jalanan usai 16-18 tahun berjumlah (N) 30 orang yang terdiri dari 15 orang kategori children on the street dan 15 orang kategori vulnerable to become street children. Penelitian mengambil subjek penelitian remaja bukan anak jalanan dari siswa sebanyak (n), 40 orang siswa usia 16-18 tahun.

3.3. Definisi Operasional

Definisi operasional agresi dirumuskan, perilaku anak jalanan usia 16-18 tahun di RPA IABRI Bandung yang bertujuan untuk menyakiti orang lain dalam


(25)

44 psikomotor perilaku agresi, yaitu physical aggression dan verbal aggression. Komponen emosional atau afektif dari perilaku agresi, yaitu anger. Komponen kognitif dari perilaku agresi, yaitu hostility. Physical aggression merupakan tindakan yang menyakiti orang lain secara fisik. Verbal aggression merupakan tindakan yang menyakiti orang lain secara verbal atau kata-kata. Anger adalah perasaan marah terhadap orang lain. Hostility merupakan perasaan permusuhan terhadap orang lain.

Physical aggression meliputi, yaitu (1) mendorong, (2) menampar, (3) menendang, (4) memukul. Verbal aggression meliputi, yaitu (1) menggoda, (2) memanggil nama dengan sebutan buruk, (3) memprovokasi orang lain untuk berkelahi,(4) mengancam, (5) penolakan terhadap orang lain. Anger atau kemarahan meliputi, (1) mudah marah,(2) merasa marah sepanjang hari dan (3) penampakan perasaan marah. Hostility atau permusuhan meliputi, yaitu (1) sikap cemburu, (2) iri hati, (3) rasa kekhawatiran, (4) dan ketidakpercayaan terhadap orang lain.

3.4. Instrumen Penelitian

Kisi-kisi pedoman penelitian berdasarkan definisi operasional agresi, yaitu perilaku anak jalanan usia 16-18 tahun di RPA IABRI Bandung yang bertujuan untuk menyakiti orang lain dalam bentuk physical aggression, verbal aggression, anger dan hostility tersaji pada tabel 3.1, kisi-kisi instrumen agresi sebelum judgement terlampir.

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Agresi Setelah Judgement Variabel

Agresi Aspek Indikator Pertanyaan Item

No. Item Komponen

motorik perilaku agresi

1. Physical aggression

1.1 Mendorong

1) Saya mendorong teman yang membuat saya marah supaya jatuh

2) Saya mendorong orang yang mengajak ribut hingga terjatuh 3) Ketika saya bertemu musuh, saya mendorongnya supaya


(26)

45 Variabel

Agresi Aspek Indikator Pertanyaan Item

No. Item

1.2 Menampar

1) Saya menampar muka teman yang tidak saya sukai kelakuannya

2) Saya menempeleng kepala musuh ketika ia berbicara yang

menyebabkan saya marah

3) Saya menampar muka orang yang ikut campur masalah saya

4, 5, 6

1.3 Menendang

1) Saya menendang teman yang

membicarakan kejelekan saya 2) Saya menendang orang yang ikut campur masalah saya 3) Saya menendang musuh dalam perkelahian

7, 8, 9

1.4 Memukul

1) Saya memukul teman yang

menyebabkan saya marah

2) Saya memukul orang yang tidak disukai karena mengganggu 3) Saya memukul musuh karena mengajak ribut 10, 11, 12 2. Verbal aggression 2.1 Menggoda

1) Saya mengolok-olok teman untuk membuatnya marah 2) Saya menggoda orang di jalan agar merasa terganggu 3) Saya mengolok-olok musuh yang sedang berada di wilayah saya

13, 14, 15

2.2 Memanggil nama dengan

1) Saya memanggil teman dengan sebutan

16, 17, 18


(27)

46 Variabel

Agresi Aspek Indikator Pertanyaan Item

No. Item 2) Saya memanggil

teman dengan sebutan bodoh

3) Saya memanggil musuh dengan sebutan kata-kata kasar

2.3 Memprovokasi orang lain untuk berkelahi

1) Saya menyoraki teman yang sedang berkelahi

2) Saya menghasut teman untuk melawan orang yang tidak disukai

3) Saya menyuruh teman berkelahi melawan musuhnya

19, 20, 21

2.4 Mengancam

1) Saya mengancam teman untuk menyakiti jika ia melawan saya 2) Saya mengancam orang baru yang tidak disukai jika ia tidak menurut saya 3) Saya mengancam akan menghajar musuh yang datang kewilayah saya

22, 23, 24

2.5 Penolakan terhadap orang lain

1) Saya menghina teman yang kelakuannya tidak saya sukai

2) Saya mencaci maki teman yang lemah 3) Saya menghardik musuh yang ada di hadapan saya 25, 26, 27 Komponen emosional atau afektif dari perilaku agresi 3. Anger

3.1 Mudah marah

1) Saya tersinggung dengan candaan teman 2) Saya marah pada teman yang

merendahkan saya 3) Saya marah ketika melihat musuh di wilayah saya

4) Saya marah ketika wilayah saya diambil

28, 29, 30, 31


(28)

47 Variabel

Agresi Aspek Indikator Pertanyaan Item

No. Item orang

3.2 Merasa marah sepanjang hari

1) Saya marah seharian pada orang-orang di sekitar ketika kalah berkelahi 2) Saya marah

seharian pada orang di sekitar ketika

penghasilan saya sedikit

3) Saya marah

seharian pada orang di sekitar saya ketika mempunyai masalah dengan teman 32, 33, 34 3.3 Penampakan perasaan marah

1) Saya memelototi teman pada saat sedang marah 2) Saya sinis kepada teman pada saat sedang marah

3) Saya mendiamkan teman setelah

bertengkar dengannya 4) Saya meludah dihadapan musuh agar ia tahu saya sangat marah 35, 36, 37, 38 Komponen kognitif dari perilaku agresi 4. Hostility

4.1 Sikap cemburu

1) Saya benci pada teman yang mendapat perhatian lebih dari yang lain

2) Saya cemburu pada orang kaya yang saya lihat di jalan-jalan kota

3) Saya benci melihat anak-anak yang memiliki orangtua yang baik

39, 40, 41

4.2 Iri hati

1) Saya tidak suka teman berpenghasilan lebih banyak

2) Saya iri terhadap orang kaya yang dapat

42, 43, 44


(29)

48 Variabel

Agresi Aspek Indikator Pertanyaan Item

No. Item 3) Saya tidak senang

musuh mendapat uang lebih banyak

4.3 Rasa kekhawatiran

1) Saya takut teman-teman membicarakan keburukan saya di belakang

2) Saya khawatir, orang di sekitar saya merencanakan hal buruk pada saya 3) Saya takut mencari uang di jalanan ketika ada razia

4) Saya panik ketika musuh datang dan saya sedang sendiri

45, 46, 47, 48

4.4

Ketidakpercayaan terhadap orang lain

1) Saya curiga terhadap teman yang baik pada saya 2) Saya tidak mudah percaya pada orang baru di sekitar saya 3) Saya curiga terhadap musuh yang minta maaf kepada saya

4) Saya tidak mau menitipkan penghasilan kepada teman 49, 50, 51, 52

Alat ukur agresi menggunakan skala likert yang menunjukan tingkat agresi yang dilakukan oleh anak jalanan usia remaja. Peringkat skala ordinal satu sampai lima. Data yang diperoleh akan bersifat data ordinal yang termasuk dalam statistik non-parametrik dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif.

3.5. Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dilakukan oleh pihak RPA IABRI Bandung yang diberikan pada tiga orang anak jalanan binaan untuk menguji pemahaman anak jalanan pada instrumen agresi anak jalanan. Hasil uji keterbacaan tidak ada


(30)

49 perubahan item pernyataan yang mengartikan setiap item penyataan instrumen agresi anak jalanan dapat dipahami oleh anak jalanan.

3.6. Teknik Pengujian Validitas dan Reliabilitas

Validitas instrumen adalah ketepatan dalam mengukur aspek instrumen yang akan diukur (Sukmadinata, 2012, hlm. 228). Validitas instrument mengartikan butir-butir item instrumen tepat dalam hal yang ingin diungkap. Validitas instrument dibedakan menjadi dua, yaitu validitas internal dan eksternal (Sugiyono, 2013, hlm. 351).

Pada penelitian pengujian validitas internal butir-butir instrumen dilakukan oleh tiga orang ahli terhadap penelitian yang diajukan, untuk melakukan judgement terhadap instrumen penelitian. Validitas eksternal yang dilakukan dengan menggunakan 50 orang subjek penelitian menggunakan rumus korelasi Spearman Rank untuk statistik non-parametrik. Uji validitas dengan cara mengkorelasikan setiap skor butir item dengan skor total, dengan rumus Spearman Rank sebagai berikut:

r2=1 -

Keterangan:

rs = Koefisien korelasi tata jenjang

d = Beda urutan skor pada variabel I dan II 2 = Bilangan konstan (tidak boleh diubah) x = Faktor koreksi x

y = Faktor koreksi y

Hasil pengujian validitas butir item instrumen agresi anak jalanan dari 52 item semua valid atau koefisien korelasi > 0.3, sebagai harga minimal atau indeks validitas.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Spearman Rank No Item Koefisien

Korelasi Signifikansi

1 0.607 Valid


(31)

50

No Item Koefisien

Korelasi Signifikansi

4 0.602 Valid

5 0.706 Valid

6 0.534 Valid

7 0.628 Valid

8 0.679 Valid

9 0.727 Valid

10 0.758 Valid

11 0.387 Valid

12 0.600 Valid

13 0.500 Valid

14 0.686 Valid

15 0.519 Valid

16 0.752 Valid

17 0.674 Valid

18 0.563 Valid

19 0.671 Valid

20 0.680 Valid

21 0.588 Valid

22 0.694 Valid

23 0.326 Valid

24 0.587 Valid

25 0.753 Valid

26 0.665 Valid

27 0.639 Valid

28 0.637 Valid

29 0.760 Valid

30 0.656 Valid

31 0.631 Valid

32 0.406 Valid

33 0.431 Valid

34 0.458 Valid

35 0.562 Valid

36 0.548 Valid

37 0.748 Valid

38 0.639 Valid

39 0.625 Valid

40 0.468 Valid

41 0.476 Valid

42 0.609 Valid

43 0.682 Valid

44 0.489 Valid

45 0.559 Valid

46 0.603 Valid


(32)

51

No Item Koefisien

Korelasi Signifikansi

48 0.657 Valid

49 0.683 Valid

50 0.431 Valid

51 0.405 Valid

52 0.529 Valid

Hasil uji validitas instrumen agresi anak jalanan yang terdiri dari 52 item pernyataan, menghasilkan 52 item valid. Koefisien korelasi Spearman Rank yang diperoleh pada setiap korelasi butir item menunjukan > 0.3 atau lebih besar dari batas minimal indeks validitas.

Reliabilitas instrumen adalah ketetapan dalam mengukur aspek instrumen yang akan diukur beberapa kali hasilnya relatif sama (Sukmadinata, 2012, hlm. 229 - 230). Metode uji reliabilitas yang digunakan dalam statistika non-parametik adalah metode Cronbach’s Alpha, sebagai berikut:

(Arikunto, 2013:239) Keterangan :

r11 = Nilai Reliabilitas

Σsi = Jumlah Varians Skor tiap-tiap item Si = Varians total

k = Jumlah item

Hasil perhitungan reliabilitas instrument agresi anak jalanan terdiri dari 52 item pernyataan yang valid menggunakan metode Cronbach’s Alpha dalam program SPSS 16, sebagai berikut:

Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Agresi Anak Jalanan Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.978 52

Hasil pengujian reliabilitas dengan koefisien 0.978 mendekati 1 artinya tingkat reliabilitas instrumen agresi anak jalanan sangat tinggi. Instrumen dapat

            

t i S S k k r 1 1 11


(33)

52 3.7. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian komparatif, yaitu (1) penentuan masalah penelitian, dilakukan dengan mencari fenomena berdasarkan penelitian sebelumnya, teori atau pengamatan, (2) penentuan kelompok yang memiliki karakteristik sebagai objek penelitian, (3) pemilihan kelompok pembanding, dengan mempertimbangkan karakteristik atau pengalaman yang membedakan antar kelompok, (4) pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian berupa angket yang tervalidasi dan reliabel, (5) analisis data, dilakukan dengan analisis statistik non-parametrik. Implikasi rancangan layanan konseling komunitas divalidasi oleh dua orang ahli dan satu orang praktisi di IABRI Bandung. Rancangan layanan konseling komunitas yang tervalidasi dapat digunakan untuk mereduksi tingkat agresi pada kelompok remaja jalanan.

3.8. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 3.8.1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian bersifat kuantitatif dan menghasilkan data ordinal digunakan untuk penelitian kausal komparatif dan dianalisis menggunakan statistik non-parametrik dan deskriptif. Teknik pengumpulan data bersifat baku atau standar. Variabel yang diteliti adalah agresi. Pengumpulan data menggunakan angket yang mengukur agresi anak jalan yang dibagi berdasarkan dua kelompok kategori anak jalanan. Responden mendapatkan angket agresi yang sama. Angket agresi dilakukan uji keterbacaan agar memiliki tafsiran yang sama pada semua responden. Angket agresi menggunakan pernyataan tertutup atau sudah terdapat pilihan jawaban untuk responden. Pengambilan data pada subjek penelitan akan didampingi oleh pihak RPA IABRI dan peneliti dalam membantu subjek penelitian memahami angket penelitian.

3.8.2. Teknik Analisis Data

Data yang didapatkan diolah untuk dideskripsikan gambaran agresinya pada setiap kategori anak jalanan, yaitu children on the street dan vulnerable to become street children. Setelah dilakukan analisis deskriptif, kemudian dilakukan analisis komparatif tingkat agresi antar dua kategori anak jalanan.


(34)

53 Analisis data yang dilakukan dalam penelitian komparatif menggunakan statistik non-parametrik karena menggunakan skala ordinal, sebaran subjek penelitian tidak berdistribusi normal dan tidak homogen. Hipotesis penelitian yang dirumuskan untuk mencari perbandingan tiga kelompok sampel, yaitu H0

dan H1. Hipotesis penelitian ini, sebagai berikut:

1) H0: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat agresi anak

jalanan usia remaja kategori children on the street dan vulnerable to become street children.

2) H1: Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat agresi anak jalanan usia

remaja kategori children on the street dan vulnerable to become street children.

3) Hipotesisi statistik yang dirumuskan:

jika H1 tidak ditolak, maka hipotesis selanjutnya:

Uji statistik non-parametrik Mann-Whitney U test digunakan untuk menguji hipotesisi komparatif, dengan rumus:

(Arikunto, 2013, hlm. 153) Keterangan:

n1 : jumlah sampel 1

n2 : jumlah sampel 2

U1 : jumlah peringkat 1

U2 : jumlah peringkat 2

R1 : jumlah ranking pada sampel n1


(35)

54 Statistik deskriptif yang digunakan, yaitu modus. Modus mengungkap kejadian yang paling banyak terjadi. Cara mengetahui modus dapat dilakukan dengan berbagai alternatif metode. Cara paling sederhana menghitung modus dengan cara menghitung frekuensi dari setiap nilai data, kemudian tentukan nilai data yang memiliki frekuensi lebih banyak dibandingkan dengan frekuensi nilai data lain. Pilah responden yang memilih skala dari 1 sampai 5, kemudian jumlahkan responden yang memiliki skala yang sama sehingga mendapatkan frekuensi dari setiap nilai skala dan tentukan frekuensi terbesar yang disebut dengan modus.

Mencari modus : buat tabel frekuensi

Tabel 3.5 Contoh Tabel Frekuensi Modus

xi fi

skala 1 frekuensi skala 1 skala 2 frekuensi skala 2 skala 3 frekuensi skala 3 skala 4 frekuensi skala 4 skala 5 frekuensi skala 5

(Sudjana, 2005, hlm. 77) Keterangan :

: frekuensi nilai i : nilai skor i

Penelitian “Agresi Berdasarkan Kategori Anak Jalanan Children On The Street dan Vulnerable To Become Street Children Pada Usia Remaja Binaan RPA IABRI Bandung (Studi Komparatif Terhadap Anak Jalanan Usia 16-18 Tahun dan Implikasi Terhadap Layanan Konseling Komunitas)” dilakukan dengan cara menyebarkan angket agresi anak jalanan pada anak jalanan di RPA IABRI daerah titik binaan Kiara Condong.

Analisis deskriptif untuk mendeskripsikan atau menggambarkan tingkat agresi anak jalanan, posisi agresi anak jalanan, dan ragam bentuk agresi anak jalanan yang muncul. Tingkat agresi anak jalanan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah yang diperoleh dari mengukur 27% kelompok asor dan unggul.


(36)

55 Tabel 3.6 Kriteria Tingkat Agresi

No Kriteria Kategori

1 x < batas nilai 27% kelompok asor Tinggi

2 batas nilai 27% kelompok asor ≤ x ≤ batas nilai 27%

kelompok unggul Sedang

3 x > batas nilai 27% kelompok unggul Rendah Setiap kategori memiliki karakteristik yang muncul dalam bentuk agresi, yaitu physical aggression, verbal aggression, anger, dan hostility yang tersaji pada tabel 3.7.

Tabel 3.7 Karakteristik Kategori Agresi Anak Jalanan

Kategori Karakteristik

Tinggi

Remaja jalanan cenderung melakukan agresi setiap kali mendapatkan stimulus dari lingkungan atau aggressor dari teman, musuh dan orang lain. Bentuk agresi yang ditunjukan, yaitu menendang, mendorong, memukul, menampar, memanggil nama dengan sebutan buruk, memprovokasi orang lain untuk berkelahi, penolakan terhadap orang lain, menggoda dan mengancam, ketidakpercayaan terhadap oranglain, rasa kekhawatiran, iri hati, sikap cemburu, penampakan perasaan marah, mudah marah dan merasa marah sepanjang hari.

Sedang

Remaja jalanan cenderung menyelesaikan konflik dengan teman, musuh dan orang lain tidak setiap kali menggunakan agresi fisik dan verbal, seperti menendang, mendorong, memukul, menampar, memanggil dengan sebutan buruk, memprovokasi orang lain untuk berkelahi, penolakan terhadap orang lain menggoda dan mengancam, melainkan lebih dominan melakukan bentuk agresi anger dan hostility, seperti menunjukan ketidakpercayaan terhadap orang lain, rasa kekhawatiran, iri hati, sikap cemburu, menampakan perasaan marah, mudah marah dan merasa marah sepanjang hari.

Rendah

Remaja jalanan cenderung tidak melakukan agresi ketika mendapatkan stimulus dari lingkungan atau aggressor dari teman, musuh dan orang lain. Remaja jalanan lebih dapat mengontrol emosi negatif dalam menyelesaikan konflik, percaya terhadap orang lain, tidak memiliki prasangka negatif terhadap orang lain, dan berperilaku baik dalam menyelesaikan masalah dengan orang lain.

Hasil analisis deskriptif mengenai tingkat agresi remaja jalanan berusia 16-18 tahun dari populasi anak jalanan RPA IABRI Bandung daerah titik binaan Kiara Condong berjumlah (N) 30 orang dan sampel populasi remaja bukan jalanan


(37)

56 yang diukur 27% kelompok kategori rendah, 27% kelompok kategori tinggi dan kategori diantaranya, yang tersaji pada tabel 3.8.

Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Agresi Hitung Kriteria Kategori x < 1,35 Rendah

1,35 ≤ x ≤ 3,65 Sedang


(38)

91

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil temuan penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1) Tingkat agresi pada children on the street cenderung seimbang antara tingkat agresi sedang dan tingkat agresi tinggi, sementara pada vulnerable to become street children cenderung berada pada ringkat agresi sedang. Remaja jalanan yang berada pada tingkat agresi tinggi dominannya menunjukan komponen psikomotor perilaku agresi dalam bentuk physical aggression dan verbal aggression. Bentuk physical aggression yang ditunjukan paling tinggi berturut-turut, yaitu menendang, mendorong, memukul dan menampar. Bentuk verbal aggression yang ditunjukan paling tinggi berturut-turut, yaitu memanggil nama dengan sebutan buruk, memprovokasi orang lain untuk berkelahi, penolakan terhadap orang lain, menggoda dan mengancam. Remaja jalanan yang berada pada tingkat agresi sedang menunjukan komponen kognitif dan afektif/ emosional perilaku agresi dalam bentuk hostility dan anger. Bentuk hostility yang ditunjukan paling tinggi berturut-turut, yaitu ketidakpercayaan terhadap oranglain, rasa kekhawatiran, iri hati, sikap cemburu. Bentuk anger yang ditunjukan paling tinggi berturut-turut, yaitu penampakan perasaan marah, mudah marah dan merasa marah sepanjang hari.

2) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat agresi anak jalanan usia remaja kategori children on the street dan vulnerable to become street children, artinya remaja jalanan kategori children on the street dan vulnerable to become street children usia 16 - 18 tahun sama-sama melakukan agresi.

3) Implikasi layanan Bimbingan dan Konseling berupa rancangan layanan konseling proaktif dalam komunitas untuk mengurangi tingkat agresi remaja jalanan children on the street dan vulnerable to become street children dikembangkan berdasarkan tingkat agresi remaja jalanan.


(39)

92

Rancangan layanan konseling proaktif mencoba menggabungkan intervensi individual dan intervensi lingkungan untuk mendukung proses perubahan perilaku konseli karena remaja jalanan memiliki lingkungan yang tidak kondusif untuk perkembangannya. Layanan dapat dilakukan oleh konselor komunitas, pekerja sosial, atau paraprofessional pekerja sosial dan volunteer yang dilatih mengenai konseling komunitas pendekatan proaktif konseling. Rancangan layanan konseling komunitas terlampir.

5.2. Keterbatasan Penelitian

1) Penelitian berfokus pada dua kategori anak jalanan children on the street dan vulnerable to become street children, pada kenyataannya terdapat kategori anak jalanan lain.

2) Instrumen penelitian mengunakan skala lima atau model skala likert untuk mengungkap kecenderungan tingkat perilaku agresi remaja jalanan, pada opsi lain dapat menggunakan instrumen intensitas yang lebih mendalam dalam mengungkap intensitas perilaku agresi remaja jalanan.

3) Penelitian berfokus meneliti populasi remaja jalanan pada RPA IABRI di Bandung, pada opsi lain terdapat beberapa RPA di Bandung yang dapat dijadikan tempat penelitian.

4) Implikasi penelitian hanya berupa rancangan layanan konseling komunitas.

5.3. Rekomendasi

Berdasarkan temuan penelitian dirumuskan rekomendasi sebagai berikut: 1) Bagi peneliti selanjutnya

a) Peneliti selanjutnya dapat memfokuskan penelitian pada perbedaan intensitas secara mendalam mengenai agresi anak jalanan pada kategori remaja jalanan children on the street dan kategori vulnerable to become street children yang berhubungan dengan latar belakang kehidupan dari setiap anak jalanan.


(40)

93

b) Peneliti selanjutnya dapat menguji coba rancangan layanan konseling komunitas untuk mereduksi tingkat agresi remaja jalanan dengan mengikuti tahapan.

2) Bagi konselor komunitas anak jalanan

a) Konselor komunitas dapat memberikan intervensi yang sama untuk mereduksi tingkat agresi pada remaja jalanan children on the street dan vulnerable to become street children pada populasi anak jalanan di RPA IABRI Bandung.

b) Konselor komunitas dapat memfokuskan penanganan pada kelompok remaja jalanan children on the street yang memiliki kecenderungan melakukan agresi dalam bentuk perilaku fisik dan verbal dibandingkan dengan kelompok remaja jalanan vulnerable to become street children. 3) Bagi RPA IABRI Bandung

a) RPA IABRI Bandung lebih memberikan perhatian terhadap aspek agresi anak jalanan binaannya baik yang termasuk dalam vulnerable to become street children ataupun children on the street.

b) RPA IABRI Bandung dapat menerapkan rancangan layanan konseling proaktif komunitas pada program aspek pendidikan penanganan anak jalanan di RPA IABRI Bandung untuk mengurangi agresi pada anak jalanan.


(1)

54 Statistik deskriptif yang digunakan, yaitu modus. Modus mengungkap kejadian yang paling banyak terjadi. Cara mengetahui modus dapat dilakukan dengan berbagai alternatif metode. Cara paling sederhana menghitung modus dengan cara menghitung frekuensi dari setiap nilai data, kemudian tentukan nilai data yang memiliki frekuensi lebih banyak dibandingkan dengan frekuensi nilai data lain. Pilah responden yang memilih skala dari 1 sampai 5, kemudian jumlahkan responden yang memiliki skala yang sama sehingga mendapatkan frekuensi dari setiap nilai skala dan tentukan frekuensi terbesar yang disebut dengan modus.

Mencari modus : buat tabel frekuensi

Tabel 3.5 Contoh Tabel Frekuensi Modus

xi fi

skala 1 frekuensi skala 1 skala 2 frekuensi skala 2 skala 3 frekuensi skala 3 skala 4 frekuensi skala 4 skala 5 frekuensi skala 5 (Sudjana, 2005, hlm. 77) Keterangan :

: frekuensi nilai i : nilai skor i

Penelitian “Agresi Berdasarkan Kategori Anak Jalanan Children On The

Street dan Vulnerable To Become Street Children Pada Usia Remaja Binaan RPA

IABRI Bandung (Studi Komparatif Terhadap Anak Jalanan Usia 16-18 Tahun dan Implikasi Terhadap Layanan Konseling Komunitas)” dilakukan dengan cara menyebarkan angket agresi anak jalanan pada anak jalanan di RPA IABRI daerah titik binaan Kiara Condong.

Analisis deskriptif untuk mendeskripsikan atau menggambarkan tingkat agresi anak jalanan, posisi agresi anak jalanan, dan ragam bentuk agresi anak jalanan yang muncul. Tingkat agresi anak jalanan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah yang diperoleh dari mengukur 27% kelompok asor dan unggul.


(2)

55 Tabel 3.6 Kriteria Tingkat Agresi

No Kriteria Kategori

1 x < batas nilai 27% kelompok asor Tinggi

2 batas nilai 27% kelompok asor ≤ x ≤ batas nilai 27%

kelompok unggul Sedang

3 x > batas nilai 27% kelompok unggul Rendah Setiap kategori memiliki karakteristik yang muncul dalam bentuk agresi, yaitu physical aggression, verbal aggression, anger, dan hostility yang tersaji pada tabel 3.7.

Tabel 3.7 Karakteristik Kategori Agresi Anak Jalanan

Kategori Karakteristik

Tinggi

Remaja jalanan cenderung melakukan agresi setiap kali mendapatkan stimulus dari lingkungan atau aggressor dari teman, musuh dan orang lain. Bentuk agresi yang ditunjukan, yaitu menendang, mendorong, memukul, menampar, memanggil nama dengan sebutan buruk, memprovokasi orang lain untuk berkelahi, penolakan terhadap orang lain, menggoda dan mengancam, ketidakpercayaan terhadap oranglain, rasa kekhawatiran, iri hati, sikap cemburu, penampakan perasaan marah, mudah marah dan merasa marah sepanjang hari.

Sedang

Remaja jalanan cenderung menyelesaikan konflik dengan teman, musuh dan orang lain tidak setiap kali menggunakan agresi fisik dan verbal, seperti menendang, mendorong, memukul, menampar, memanggil dengan sebutan buruk, memprovokasi orang lain untuk berkelahi, penolakan terhadap orang lain menggoda dan mengancam, melainkan lebih dominan melakukan bentuk agresi anger dan hostility, seperti menunjukan ketidakpercayaan terhadap orang lain, rasa kekhawatiran, iri hati, sikap cemburu, menampakan perasaan marah, mudah marah dan merasa marah sepanjang hari.

Rendah

Remaja jalanan cenderung tidak melakukan agresi ketika mendapatkan stimulus dari lingkungan atau aggressor dari teman, musuh dan orang lain. Remaja jalanan lebih dapat mengontrol emosi negatif dalam menyelesaikan konflik, percaya terhadap orang lain, tidak memiliki prasangka negatif terhadap orang lain, dan berperilaku baik dalam menyelesaikan masalah dengan orang lain.

Hasil analisis deskriptif mengenai tingkat agresi remaja jalanan berusia 16-18 tahun dari populasi anak jalanan RPA IABRI Bandung daerah titik binaan


(3)

56 yang diukur 27% kelompok kategori rendah, 27% kelompok kategori tinggi dan kategori diantaranya, yang tersaji pada tabel 3.8.

Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Agresi Hitung Kriteria Kategori x < 1,35 Rendah

1,35 ≤ x ≤ 3,65 Sedang


(4)

91

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil temuan penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1) Tingkat agresi pada children on the street cenderung seimbang antara tingkat agresi sedang dan tingkat agresi tinggi, sementara pada vulnerable

to become street children cenderung berada pada ringkat agresi sedang.

Remaja jalanan yang berada pada tingkat agresi tinggi dominannya menunjukan komponen psikomotor perilaku agresi dalam bentuk physical

aggression dan verbal aggression. Bentuk physical aggression yang

ditunjukan paling tinggi berturut-turut, yaitu menendang, mendorong, memukul dan menampar. Bentuk verbal aggression yang ditunjukan paling tinggi berturut-turut, yaitu memanggil nama dengan sebutan buruk, memprovokasi orang lain untuk berkelahi, penolakan terhadap orang lain, menggoda dan mengancam. Remaja jalanan yang berada pada tingkat agresi sedang menunjukan komponen kognitif dan afektif/ emosional perilaku agresi dalam bentuk hostility dan anger. Bentuk hostility yang ditunjukan paling tinggi berturut-turut, yaitu ketidakpercayaan terhadap oranglain, rasa kekhawatiran, iri hati, sikap cemburu. Bentuk anger yang ditunjukan paling tinggi berturut-turut, yaitu penampakan perasaan marah, mudah marah dan merasa marah sepanjang hari.

2) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat agresi anak jalanan usia remaja kategori children on the street dan vulnerable to

become street children, artinya remaja jalanan kategori children on the street dan vulnerable to become street children usia 16 - 18 tahun

sama-sama melakukan agresi.

3) Implikasi layanan Bimbingan dan Konseling berupa rancangan layanan konseling proaktif dalam komunitas untuk mengurangi tingkat agresi remaja jalanan children on the street dan vulnerable to become street


(5)

92

Rancangan layanan konseling proaktif mencoba menggabungkan intervensi individual dan intervensi lingkungan untuk mendukung proses perubahan perilaku konseli karena remaja jalanan memiliki lingkungan yang tidak kondusif untuk perkembangannya. Layanan dapat dilakukan oleh konselor komunitas, pekerja sosial, atau paraprofessional pekerja sosial dan volunteer yang dilatih mengenai konseling komunitas pendekatan proaktif konseling. Rancangan layanan konseling komunitas terlampir.

5.2. Keterbatasan Penelitian

1) Penelitian berfokus pada dua kategori anak jalanan children on the street dan vulnerable to become street children, pada kenyataannya terdapat kategori anak jalanan lain.

2) Instrumen penelitian mengunakan skala lima atau model skala likert untuk mengungkap kecenderungan tingkat perilaku agresi remaja jalanan, pada opsi lain dapat menggunakan instrumen intensitas yang lebih mendalam dalam mengungkap intensitas perilaku agresi remaja jalanan.

3) Penelitian berfokus meneliti populasi remaja jalanan pada RPA IABRI di Bandung, pada opsi lain terdapat beberapa RPA di Bandung yang dapat dijadikan tempat penelitian.

4) Implikasi penelitian hanya berupa rancangan layanan konseling komunitas.

5.3. Rekomendasi

Berdasarkan temuan penelitian dirumuskan rekomendasi sebagai berikut: 1) Bagi peneliti selanjutnya

a) Peneliti selanjutnya dapat memfokuskan penelitian pada perbedaan intensitas secara mendalam mengenai agresi anak jalanan pada kategori remaja jalanan children on the street dan kategori vulnerable

to become street children yang berhubungan dengan latar belakang


(6)

93

b) Peneliti selanjutnya dapat menguji coba rancangan layanan konseling komunitas untuk mereduksi tingkat agresi remaja jalanan dengan mengikuti tahapan.

2) Bagi konselor komunitas anak jalanan

a) Konselor komunitas dapat memberikan intervensi yang sama untuk mereduksi tingkat agresi pada remaja jalanan children on the street dan

vulnerable to become street children pada populasi anak jalanan di

RPA IABRI Bandung.

b) Konselor komunitas dapat memfokuskan penanganan pada kelompok remaja jalanan children on the street yang memiliki kecenderungan melakukan agresi dalam bentuk perilaku fisik dan verbal dibandingkan dengan kelompok remaja jalanan vulnerable to become street children. 3) Bagi RPA IABRI Bandung

a) RPA IABRI Bandung lebih memberikan perhatian terhadap aspek agresi anak jalanan binaannya baik yang termasuk dalam vulnerable to

become street children ataupun children on the street.

b) RPA IABRI Bandung dapat menerapkan rancangan layanan konseling proaktif komunitas pada program aspek pendidikan penanganan anak jalanan di RPA IABRI Bandung untuk mengurangi agresi pada anak jalanan.