Pendampingan Orangtua Dengan Aktivitas Anak Menonton Televisi (Studi Kasus pada Keluraga di Perumahan Meranti Permai, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar)
(Studi kasus pada keluarga di Perumahan Meranti Permai,
Kecamatan Siantar utara, Kota Pematangsiantar)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Oleh :
JULIUS OSVALDO SITUMORANG
100904041
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(2)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama : Julius O. Situmorang
NIM : 100904041
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul :Pendampingan Orangtua dengan Aktivitas Anak Menonton Televisi (Studi Kasus pada Keluraga di Perumahan Meranti Permai, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar)
Medan, Juni 2014 Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Emilia Ramadhani, S.Sos, MA Drs. Fatma Wardy Lubis, MA
NIP. 1997310202006042001 NIP. 196208281987012001 Dekan FISIP USUS
Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP 196895251992031002
(3)
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses seusai dengan hukum yang berlaku.
Nama : Julius O. Situmorang
NIM : 100904041
Tanda Tangan :
(4)
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esaa karena atas berkat dan rahmatnya, saya dapat menyelesaikan skirpsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Badaruddin MSi, sebagai Dekan Fakultas Ilmu social dan Politik USU. 2. Ibu Dra. Fatma Wardi Lubis, M.A, sebagai Ketua Departemen Ilmu Komunikasi
FISIP USU.
3. Ibu Dra. Dayana, M,Si sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU 4. Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A sebagai dosen pembimbing dalam penyelesaian
skripsi penulis
5. Kedua orangtua saya, Marihot Situmorang dan Nelly Tobing atas segala dukungan moral maupun materil, kasih sayang, perhatian, semangat serta doa yang selalu mereka berikan. Begitu juga dengan kedua saudaraku, Bang Eiger dan kak Anggie, atas seluruh perhatian, semangat, dukungan, dan doanya. Tuhan memberkati kita. 6. Helfran, Salmon, Hendrik, Yuanita, Irwan, Klinton dan MDN 48 yang memberikan
dukungan dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsinya
7. Apriliyana Sinaga yang memberi perhatian, cinta, semangat, dukungan, seta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
8. Indah, Yani, serta seluruh teman-teman pengurus Imajinasi tahun 2012-2013 yang sudah memberi dukungan serta semangat kepada penulis
9. Amik, Anggie, Wanda, Yani Tampubolon, Fajar yang sudah memberi dukungan 10.Tomy, Irend, Rizaldi, Dedi, Boy, seta teman-teman stambuk 2011 yang memberi
dukungan
11.Yare, Riris, Ayet, Yustri, Sam, Nando, Rio, dan seluruh teman-teman stambuk 2012 Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenaan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.
(5)
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Julius O. Situmorang NIM : 100904041
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak bebas Royalti Non Eksklusif (Non-eksklusive Royalty- Free Right)
atas karya ilmiah saya yang berjudul:
PENDAMPINGAN ORANGTUA DENGAN AKTIVITAS ANAK MENONTON TELEVISI
(Studi kasus pada keluarga di Perumahan Meranti Permai, kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar)
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Medan Pada Tanggal 18 Juni 2014
Yang Menyatakan
(6)
Skripsi ini berisi penelitian mengenai pendampingan orangtua dengan aktivitas anak menonton televisi di Perumahan Meranti Permai, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui proses orangtua mendampingi anaknya menonton televisi, hambatan yang ditemui selama mendampingi, serta sikap dan perilaku yang terbentuk atau berubah pada aktivitas anak menonton televisi. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah komunikasi, komunikasi antarpribadi, teori kultivasi, media literasi, keluarga, sikap dan perilaku serta televisi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memfokuskan pada analisis studi kasus, Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai 4 keluarga yang sesuai dengan kategori yang telah ditentukan oleh peneliti. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah orangtua yang mendampingi anaknya menonton televisi, serta anak yang termasuk didalam kategori anak-anak dalam hal menonton acara televisi, yaitu berumur 7 - 12 tahun. Subjek penelitian tersebut adalah pasangan A dan TH dengan anaknya yaitu R, pasangan BS dan SP serta anaknya S, pasangan JP dan NT serta anaknya A, dan yang terakhir adalah HS dan TS dengan anaknya RS. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah pendampingan orangtua dengan aktivitas anak menonton televisi. Sesuai dengan konteks masalah yang akan diteliti, maka di dalam penelitian ini peneliti mendapatkan hasil tentang bagaimana proses orangtua mendampingi anak menonton televisi, hambatan yang ditemui, serta sikap dan perilaku yang dibentuk pada anak terhadap tayangan televisi. Walaupun sekarang sudah banyak jenis media baru, namun televisi masih dominan dimiliki setiap keluarga yang dapat memberi dampak bagi orang yang menonton.
Kata kunci:
(7)
This thesis contains research on parental assistance with activities of children watching television in Meranti Permai Housing, District of North Siantar, Pematangsiantar. The purpose of this research is to know the parents accompany their children to watch television, the obstacles encountered during assisting, as well as attitudes and behaviors that are formed or changed on the activities of children watch television. The theory used in this study are communication, interpersonal communication, cultivation theory, media literacy, family, attitudes and behavior as well as television. This study used qualitative research methods with a focus on the analysis of case studies, the approach used in this study is constructivism. In this study, researcher interviewed four families who fit into the category that has been determined by researchers. As for the subject of the study is that parents accompany their children to watch television, as well as the children included in the category of children in terms of watching television, which is aged 7-12 years. The research subject are A partner with TH and their girl namely R, BS and SP with their son namely S, partner of JP and NT with their son namely A, and HS with TS and their son, RS. As for the object of research is mentoring children of parents with the activity of watching television. In accordance with the context of the problem to be studied, the researcher in this study about how the process of getting the parents accompany children to watch television, the obstacles encountered, as well as the attitudes and behavior of children formed at the television. Although now many types of new media, but television is still the dominant owned by each family can make an impact for people watching.
keywords:
(8)
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1
1.2 Fokus Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian ... 6
2.2 Kajian Pustaka ... 7
2.2.1 Komunikasi ... 7
2.2.1.1 Defenisi dan Prinsip Komunikasi ... 7
2.2.1.2 Fungsi dan Tujuan Komunikasi ... 8
2.2.1.3 Jenis-jenis Komunikasi ... 9
2.2.2 Komunikasi Antarpribadi ... 10
2.2.2.1 Defenisi Komunikasi Antarpribadi ... 10
2.2.2.2 Tujuan Komunikasi Antarpribadi ... 11
2.2.3 Media Literasi ... 14
2.2.4 Teori Kultivasi ... 16
2.2.5 Sikap dan Perilaku ... 17
2.2.6 Keluarga ... 22
2.2.7 Televisi ... 26
(9)
3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif ... 30
3.1.2 Studi Kasus ... 31
3.2 Objek Penelitian ... 31
3.3 Subjek Penelitian ... 32
3.4 Kerangka Analisis ... 32
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 33
3.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 33
3.5.2 Penentuan Informan ... 34
3.5.3 Keabsahan Data ... 34
3.6 Teknik Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 36
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36
4.1.2 Gambaran Umum Wawancara ... 36
4.1.3 Profil Informan ... 40
4.1.3.1 Informan 1 : Pasangan A dan TH serta Anaknya R ... 40
4.1.3.2 Informan 2 : Pasangan BS dan SP serta anaknya S ... 40
4.1.3.3 Informan 3 : Pasangan JP dan NT serta anaknnya A .... 41
4.1.3.4 Informan 4 : Pasangan HS dan TS serta anaknya RS ... 42
4.1.3.5 Tabel Profil Informan ... 43
4.1.4 Pendamingan Orangtua dengan Aktivitas Anak Menonton televisi 43 4.1.4.1 Pendampingan Pasangan A dan TH dengan Aktivitas R Menonton Televisi ... 43
4.1.4.2 Pendampingan Pasangan BS dan SP dengan Aktivitas S Menonton Televisi ... 48
4.1.4.3 Pendampingan Pasangan JP dan NT dengan Aktivitas A Menonton Televisi ... 52
4.1.4.4 Pendampingan Pasangan HS dan TS dengan Aktivitas RS Menonton Televisi ... 56
4.1.4.5 Tabel Pendampingan Orangtua dengan Aktivitas Anak Menonton Televisi ... 60
(10)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... 80 5.2 Saran ... 81
(11)
Nomor Judul Halaman
2.3 Bagan Model Teoritik Penelitian Pendampingan Orangtua dengan
Aktivitas Anak Menonton Televisi 24 4.1.3.5 Tabel Profil Informan 44 4.1.4.5 Tabel Pendampingan Orangtua dengan Aktivitas Anak Menonton
(12)
- HASIL WAWANCARA
- SURAT KETERANGAN PENELITIAN - BIODATA PENELITI
(13)
Skripsi ini berisi penelitian mengenai pendampingan orangtua dengan aktivitas anak menonton televisi di Perumahan Meranti Permai, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui proses orangtua mendampingi anaknya menonton televisi, hambatan yang ditemui selama mendampingi, serta sikap dan perilaku yang terbentuk atau berubah pada aktivitas anak menonton televisi. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah komunikasi, komunikasi antarpribadi, teori kultivasi, media literasi, keluarga, sikap dan perilaku serta televisi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memfokuskan pada analisis studi kasus, Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai 4 keluarga yang sesuai dengan kategori yang telah ditentukan oleh peneliti. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah orangtua yang mendampingi anaknya menonton televisi, serta anak yang termasuk didalam kategori anak-anak dalam hal menonton acara televisi, yaitu berumur 7 - 12 tahun. Subjek penelitian tersebut adalah pasangan A dan TH dengan anaknya yaitu R, pasangan BS dan SP serta anaknya S, pasangan JP dan NT serta anaknya A, dan yang terakhir adalah HS dan TS dengan anaknya RS. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah pendampingan orangtua dengan aktivitas anak menonton televisi. Sesuai dengan konteks masalah yang akan diteliti, maka di dalam penelitian ini peneliti mendapatkan hasil tentang bagaimana proses orangtua mendampingi anak menonton televisi, hambatan yang ditemui, serta sikap dan perilaku yang dibentuk pada anak terhadap tayangan televisi. Walaupun sekarang sudah banyak jenis media baru, namun televisi masih dominan dimiliki setiap keluarga yang dapat memberi dampak bagi orang yang menonton.
Kata kunci:
(14)
This thesis contains research on parental assistance with activities of children watching television in Meranti Permai Housing, District of North Siantar, Pematangsiantar. The purpose of this research is to know the parents accompany their children to watch television, the obstacles encountered during assisting, as well as attitudes and behaviors that are formed or changed on the activities of children watch television. The theory used in this study are communication, interpersonal communication, cultivation theory, media literacy, family, attitudes and behavior as well as television. This study used qualitative research methods with a focus on the analysis of case studies, the approach used in this study is constructivism. In this study, researcher interviewed four families who fit into the category that has been determined by researchers. As for the subject of the study is that parents accompany their children to watch television, as well as the children included in the category of children in terms of watching television, which is aged 7-12 years. The research subject are A partner with TH and their girl namely R, BS and SP with their son namely S, partner of JP and NT with their son namely A, and HS with TS and their son, RS. As for the object of research is mentoring children of parents with the activity of watching television. In accordance with the context of the problem to be studied, the researcher in this study about how the process of getting the parents accompany children to watch television, the obstacles encountered, as well as the attitudes and behavior of children formed at the television. Although now many types of new media, but television is still the dominant owned by each family can make an impact for people watching.
keywords:
(15)
PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Manusia merupakan makhluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia saling berhubungan satu sama lain. Cara terpenting dalam berhubungan satu sama lain adalah dengan komunikasi. Melalui komunikasi manusia dapat berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya, dalam interaksi ini manusia saling bertukar pesan guna memperoleh informasi yang diperlukan. Tanpa komunikasi, kita dan orang lain tidak dapat berhubungan dan bertukar pikiran, perasaan dan kehendak. Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dimengerti.
Komunikasi dapat diartikan sebagai proses pemindahan gagasan atau informasi seseorang kepada orang lain. Selain dalam bentuk kata-kata, proses pemindahan gagasan seseorang dari orang lain juga dapat terjadi dalam bentuk ekspresi wajah, intonasi dan sebagainya. Melalui komunikasi, kita dapat mempelajari, membangun dan merubah pendapat, sikap, serta perilaku orang lain. Kita dapat berkomunikasi dengan individu, kelompok maupun publik. Komunikasi antar individu dalam kehidupan sosial kita kenal sabagai komunikasi interpersonal. Komunikasi antarpribadi adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif dalam hal upaya merubah sikap, pendapat, serta perilaku seseorang (Effendy,2004). Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang yang terjadi secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang secara intim, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid, dan sebagainya (Mulyana, 2005,:81).
Manusia memerlukan hubungan antarpribadi terutama untuk dua hal yaitu perasaan
(attachment) dan ketergantungan (dependency). Perasaan mengacu pada hubungan yang bersifat emosional intensif, sementara ketergantungan mengacu pada instrumen antarpribadi seperti mencari kedekatan, membutuhkan bantuan, serta kebutuhan berteman dengan orang lain, yang juga dibutuhkan untuk kepentingan mempertahankan hidup. Salah satu
(16)
karakteristik penting dari hubungan antarpribadi yaitu hubungan tersebut banyak yang tidak diciptakan untuk diakhiri berdasarkan kemauan atau kesadaran kita.
Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung secara berhadapan muka ataupun bisa juga melalui media seperti telepon. Komunikasi antarpribadi melalui tatap muka mempunyai satu keuntungan dimana melibatkan perilaku nonverbal, dan juga ekspresi. Bentuk komunikasi antarpribadi yang paling sederhana dan yang pertama kita dapati adalah dalam keluarga. Suatu keluarga yang terdiri dari Ayah, ibu dan anak-anak. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.
Keluarga sebagai kelompok sosial pertama merupakan wadah dimana individu tumbuh, berkembang, dan belajar bersosialisasi. Disamping itu eksistensi keluarga sangat dibutuhkan dalam pembentukan kepribadian anggota keluarga. Berawal dari proses komunikasi interpersonal, interaksi komunikasi dalam keluarga berlangsung dan membentuk intensitas dan kualitas komunikasi serta bertujuan untuk mencapai pemahaman makna pesan
Namun tidak hanya sampai pada ruang lingkup keluarga, kebutuhan manusia akan informasi dan berinteraksi selaku makhluk sosial membuat banyak sekali media yang muncul untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Hingga saat ini seperti yang kita ketahui terdapat banyak media komunikasi massa tersedia guna mempermudah memperoleh informasi akan berbagai hal dimana media komunikasi tersebut mudah kita jumpai di setiap rumah, contohnya media komunikasi tersebut yaitu televisi. Istilah televisi sendiri dicetuskan pada tanggal 25 agustus 1900 di kota Paris. Istilah televisi bermakna melihat jauh, disini diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi di suatu tempat "lain" melalui sebuah perangkat penerima (Wahyudi.1986:49).
Televisi ini sendiri sangat dekat dengan kehidupan anak-anak. Apalagi hampir 90% rumah tangga di Indonesia memilki televisi di rumahnya. Hingga saat ini, aktivitas yang banyak dilakukan anak-anak pada waktu senggangnya adalah menonton televisi. Menonton televisi adalah hiburan yang murah dan mudah. Tidak heran jika jumlah menonton televisi di kalangan anak-anak lebih banyak dibandingkan dengan jam belajar di sekolah. Rata-rata anak-anak menghabiskan waktu menonton televisi sekitar 4-6 jam per hari (Pemakalah Konferensi nasional literasi media, 2011: 50).
(17)
Kedekatan anak terhadap tayangan televisi tentu membawa dampak bagi si anak. Apa yang ditonton si anak dari televisi tentu berpengaruh pada pola pikir dan pengetahuannya. Televisi sebagai media penyampai informasi memberi banyak dampak positif bagi kehidupan, tidak lepas bagi kehidupan anak-anak.
Beberapa survei mengenai pola menonton TV pada anak (YPMA,2008) menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997 berdasarkan data dari Yayasan Kesejahteraan anak Indonesia, rata-rata anak usia SD menonton TV 3-4 jam perhari. Pada 2006, rata-rata anak SD menonton TV 4-5 jam perhari pada hari biasa dan 7-8 jam perhari di hari minggu (kumpulan makalah literasi media di Indonesia, 2011:3).
Banyak pengetahuan yang bisa didapat melalui siaran di televisi, misalnya kuis cerdas cermat yang memberi banyak pengetahuan umum juga menghibur. Namun yang menjadi permasalahan dan menjadi hal yang memprihatinkan adalah banyak jenis acara yang menjadi tontonan anak-anak tersebut belum tentu baik untuk anak-anak tersebut. Contohnya adalah kartun Naruto yang sangat populer di kalangan anak-anak, dimana film animasi ini menampilkan banyak kekerasan seperti perkelahian dan pembunuhan yang belum layak untuk dilihat bagi kategori anak-anak. Ditambah lagi, banyak anak-anak yang menonton siaran yang tidak diperuntukkan bagi anak-anak. Banyak anak yang menonton sinetron, film berkonten kekerasan, infotainment, yang mana itu sangat tidak dianjurkan untuk ditonton anak-anak dan tanpa pendampingan dari orangtuanya. Contohnya tayangan infotainment yang menyiarkan masalah orang dewasa seperti konflik rumah tangga, perceraian, perkelahian, konflik anak-orangtua. Anak tidak seharusnya mengkonsumsi tayangan seperti itu yang belum tepat masanya bagi anak-anak.
Pada awal 1970-an, Dr. Tannis Macbeth Williams dan para riset lain dari Universitas British Columbia membandingkan tingkat agresi pada anak-anak kelas satu dan dua SD dari dua kota Kanada- yang satu mempunyai TV, dan yang lain tidak bisa menerima TV karena terhalang deretan pegununngan. Ketika kota pegunungan itu akhirnya bisa menerima televisi, tingkat pukul-memukul, gigit-menggigit, dan dorong-mendorong pada anak-anak itu meningkat sebesar 160 persen (Milton Chen.1996:51).
Dari penelitian tersebut terlihat jelas bahwa televisi itu sangat membawa dampak besar bagi kehidupan anak-anak. Mereka dengan mudahnya menerima informasi yang disiarkan dari televisi meskipun informasi itu sendiri merupakan informasi yang belum saatnya mereka
(18)
terima dan mereka praktekkan dalam kehidupan mereka. Disinilah peran orangtua dalam keluarga sebagai kelompok sosial pertama dimana anak tumbuh dan berkembang berperan penting dalam proses pembentukan sikap dan perilaku anak. Bagaimana orangtua mendampingi anak ketika menonton televisi agar pengetahuan dan informasi yang diterima anak dapat terkontrol sehingga sikap dan perilaku anak tetap sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di msayarakat dimana orangtua tentunya harus memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai isi media yang mendasari bagaimana mereka mendampingi anak..
Oleh karena itu, Peneliti akan melakukan penelitian di Perumahan Meranti Permai, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar dikarenakan perumahan tersebut sebagian besar dihuni oleh keluarga muda yang memiliki anak rata-rata berada pada usia sekolah dasar atau kategori anak-anak.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti Pendampingan orangtua dengan aktivitas anak menonton Televisi pada keluarga di Perumahan Meranti Permai, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan diatas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimanakah pendampingan orangtua dengan aktivitas anak menonton televisi pada keluarga di Perumahan Meranti Permai, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar ?"
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses orangtua mendampingi anak dalam menonton televisi.
2. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi saat orangtua mendampingi anak dalam menonton televisi.
3. Untuk mengetahui pembentukan dan perubahan sikap dan perilaku yang terjadi pada aktivitas anak menonton televisi.
(19)
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian sebagai berikut :
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas penelitian dalam bidang komunikasi, khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai peranan komunikasi orangtua dalam mendampingi anak menonton televisi.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada siapa saja yang membutuhkan pengetahuan mengenai bagaimana proses komunikasi pendampingan orangtua dengan aktivitas anak menonton televisi.
(20)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian
Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Cara untuk mencari kebenaran dilakukan para peneliti dan praktisi melalui model yang biasa dikenal dengan prespektif. Becker mendefenisikan perspektif sebagai seperangkat gagasan yang melukiskan karakter situasi yang memungkinkan pengambilan tindakan, suatu spesifikasi jeni-jenis tindakan yang secara layak danmasuk akal dilakukan orang, standar nilai yang memungkinkan orang dapat dinilai (Mulyana,2005:5)
Menurut Mulyana (Kriyantono, 2006:48), jenis perspektif atau pendekatan yang disampaikan oleh teoritis bergantung pada bagaimana teoritis itu memandang manusia yang menjadi objek kajian mereka. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan paradigma konstruktivisme. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengalaman manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material dimana pengalaman manusia tersebut terdiri dari interpretasi makna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Dengan kata lain dunia ini terbentuk secara terorganisasi dan bermakna ( Ardianto dan Bambang, 2007: 152).
Robyn Penmann merangkum kaitan konstruktivisme dalam hubungannya dengan ilmu komunikasi:
1. Tindakan komunikatif sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek yang memiliki pilihan bebas walaupun lingkungan sosial membatasi apa yang dapat dan telah dilakukan.
2. Pengetahuan adalah produk sosial dimana pengetahuan diturunkan dari interaksi dalam kelompok sosial.
(21)
3. Pengetahuan bersifat kontekstual, maksudnya pengetahuan adalah produk yang dipengaruhi ruang waktu dan dapat berubah sesuai perubahan waktu.
4. Teori menciptakan dunia. Teori bukanlah alat, melainkan suatu cara pandang yang mempengaruhi cara pandang manusia terhadap realitas.
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dan pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu tetapi disaring lagi melaui cara pandangorang terhadap realitas tersebut (Ardianto dan Bambang, 2007:158).
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Komunikasi
2.2.1.1 Defenisi dan Prinsip Komunikasi
Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya. Manusia ingin mengetahui apa yang terjadi dengan lingkungan sekitarnya bahkan yang terjadi pada dirinya. Rasa ingin tahu inilah yang membuat manusia bekomunikasi dengan yang lain. Komunikasi adalah hal yang fundamental di dalam kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan rasa ingin tahu tersebut.
Menurut Tubbs dan Moss, komunikasi adalah proses penciptaan makna antara dua orang atau lebih. Sedangkan menurut Gudykunst dan Kim mendefenisikan komunikasi (antarbudaya) sebagai proses transaksional, simbolik yang melibatkan pemberian makna antara orang-orang dari budaya yang berbeda (Deddy Mulyana, 2005:59).
Berdasarkan model Laswell, komunikator sangat powerfull, mampu mempengaruhi komunikan, dan menganggap bahwa pesan pasti memiliki efek di dalam diri komunikannya. Unsur-unsur utama komunikasi adalah komunikator (who), pesan (says what), saluran komunikasi (in which channel), komunikan (to whom), dan efek komunikasi (with what effect) (Dani Vardiansyah, 2004:115).
Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan itu disebut kerangka pengalaman (field of experience). Dari pernyataan tersebut dapat ditarik empat prinsip dasar komunikasi, yaitu :
(22)
1. Komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing similar experiences).
2. Jika daerah tumpang tindih menyebar menutupi lingkaran A dan B, menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, makin besar kemungkinannya tercipta suatu proses komunikasi yang mengena (efektif).
3. Tetapi kalau daerah tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi sentuhan kedua lingkaran, atau cenderung mengisolasi lingkaran masing-masing, komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi yang efektif.
4. Kedua lingkaran ini tidak akan bisa saling menutup secara penuh karena dalam konteks komunikasi antar-manusia tidak pernah ada manusia di atas dunia ini yang memiliki perilaku , karakter, dan sifat-sifat yang persis sama sekalipun kedua manusia itu dilahirkan secara kembar (Cangara, 2007 :21-22).
Menurut Berlo dalam bukunya The Process Communication (1960), komunikasi sebagai suatu proses adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara dinamis. Sesuatu yang didefenisikan sebagai proses, berarti unsur-unsur yang ada di dalamnya bergerak aktif, dinamis, dan tidak statis. Dilihat dari konteks komunikasi antarpribadi, proses menunjukkan adanya kegiatan pengiriman pesan dari seseorang kepada orang lain. Sementara itu, dari konteks komunikasi massa, proses dimulai dari kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyebaran berita dari penerbit atau stasiun televisi kepada khalayaknya (Cangara, 2007: 51-52).
2.2.1.2 Fungsi dan Tujuan Komunikasi
Adapun fungsi komunikasi adalah: 1. Menyampaikan informasi (to inform).
2. Mendidik (to educate).
3. Menghibur (to entertain).
4. Mempengaruhi (to influence).
Adapun tujuan komunikasi adalah : 1. Perubahan sikap (attitude change).
2. Perubahan pendapat (opinion change).
3. Perubahan perilaku (behavior change).
(23)
2.2.1.3 Jenis-Jenis Komunikasi
Banyak pakar komunikasi mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya. Sebagaimana juga defenisi komunikasi, konteks komunikasi ini juga diuraikan secara berlainan. Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteks atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Klasifikasi komunikasi berdasarkan tingkat jumlah peserta dapat dikategorikan menjadi enam (Mulyana,2005:80):
a. Komunikasi Intrapribadi
Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi dengan diri sendiri. Contohnya berpikir. Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam konteks lainnya. Sebelum kita berkomunikasi dengan orang lain, kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri guna mempersepsikan dan memastikan makna pesan oranglain. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri.
b. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi ini adalah komunikasi diadik yang biasanya terjadi hanya melibatkan dua orang yang berkomunikasi dalam jarak dekat, dimana pesan yang dikirim maupun diterima secara simultan dan spontan baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi ini sangat efektif untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan sempurna, komunikasi antarpribadi berperan besar hingga kapanpun selama manusia masih memiliki emosi.
c. Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lain, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Dengan demikian komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan oleh kelompok kecil, jadi bersifat tatap muka.
(24)
d. Komunikasi Publik
Komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak), yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi ini biasanya berlangsung lebih formal dan lebih sulit dibandingkan dengan komunikasi antarpribadi dan kelompok, dikarenakan bentuk komunikasi publik ini menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian dan kemampuan menghadapi sejumlah orang atau khalayak.
e. Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terjadi dalam organisasi, dapat bersifat formal maupun informal, dan berlangsung dalam ruang lingkup lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi formal adalah komunikasi yang berdasarkan struktur organisasi, yakni komunikasi kebawah, komunikasi keatas, dan komunikasi setara atau horisontal. Komunikasi informal adalah komunikasi yang berdasarkan struktur organiasi, seperti komunikasi antar rekan..
f. Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa, baik media cetak maupun elektronik, dengan tujuan masyarakat luas yang anonim, heterogen yang tersebar diberbagai tempat.
2.2.2 Komunikasi Antarpribadi
2.2.2.1 Defenisi Komunikasi Antarpribadi
Menurut Vardiansyah (2004:30-31), Komunikasi dapat terjadi dalam konteks satu komunikator dengan satu komunikan (komunikasi diadik: dua orang) atau satu komunikator dengan dua komunikan (komunikasi triadik: tiga orang).
Komunikasi antarpribadi dapat terjadi secara tatap muka maupun melalui media komunikasi antarpribadi, seperti telepon. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator dan komunikan saling mengenal satu dan lainnya, pesan yang dikirim dan diterima secara simultan dan spontan, tidak berstruktur, serta umpan balik yang terjadi dengan segera. Efek komunikasi antarpribadi yang paling kuat daripada bentuk komunikasi lainnya. Komunikasi antarpribadi dapat mengubah tingkah laku dari komunikannya dengan menggunakan pesan verbal maupun nonverbal.
(25)
Menurut Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book”
mendefenisikan komunikasi antarpribadi sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (Fajar, 2009: 78).
2.2.2.2 Tujuan Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi memiliki enam tujuan, yaitu: 1. Mengenal diri sendiri dan orang lain
Komunikasi ini memberi kita kesempatan untuk memperbincangkan mengenai diri sendiri. Melalui komunikasi ini kita dapat belajar mengenai bagaimana dan sejauh mana kita harus membuka diri pada orang lain. Selain itu, kita juga dapat mengetahui nilai, sikap dan perilaku orang lain.
2. Mengetahui dunia luar
Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat memahami lingkungan kita dengan baik yaitu mengenai objek dan kejadian-kejadian orang lain. Banyak informasi yang kita miliki berasal dari interaksi antarpribadi.
3. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial sehingga dalam kehidupan sehari-hari orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Manusia menggunakan banyak waktu untuk berkomunikasi antarpribadi yang bertujuan agar tercipta dan terpeliharanya hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan ini membantu mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih postif tentang diri kita sendiri.
4. Mengubah sikap dan perilaku
Manusia banyak menggunakan waktu untuk mempersuasi orang lain melalui komunikasi antarpribadi untuk mengubah sikap dan perilaku orang lain.
5. Bermain dan mencari hiburan
Bermain gunanya untuk memperoleh kesenangan dan perlu dilakukan untuk memberi suasana lepas.
6. Membantu
Psikolog, ahli terapi dan psikiater adalah contoh profesi yang mempunyai tugas menolong orang lain dengan menggunakan komunikasi antarpribadi.
(26)
Berdasarkan tujuan komunikasi tersebut, dapat dilihat dua perspektif, yaitu:
1. Tujuan-tujuan ini dapat dilihat sebagai faktor motivasi atau sebagai alasan mengapa manusia melakukan komunikasi antarpribadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa manusia melakukan komunikasi antarpribadi untuk mengubah sikap dan perilaku orang lain.
2. Tujuan-tujuan ini dapat dipandang sebagai hasil efek umum dari komunikasi antarpribadi. Sebagai hasil dari komunikasi antarpribadi, kita dapat mengenal diri sendiri dan orang lain, membuat hubungan lebih bermakna serta memperoleh pengetahuan tentang dunia luar ( Marhaeni fajar, 2009 : 78-80).
Komunikasi antarpribadi sebagai suatu bentuk perilaku, dapat berubah dan sangat tidak efektif. Pada suatu saat komunikasi bisa lebih baik dan pada saat lain bisa menjadi sangat buruk. Ini dikarenakan setiap tindakan komunikasi adalah berbeda dan mempunyai keunikan sendiri sehingga prinsip-prinsip yang dibicarakan harus ditetapkan secara fleksibel.
Menurut Yosep A. Devito, karakteristik-karakteristik efektvitas komunikasi antarpribadi dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:
1. Humanitis, meliputi sifat-sifat: a. Keterbukaan
Sifat keterbukaan menunjuk pada 2 aspek mengenai komunikasi antarpribadi. Aspek pertama adalah bahwa kita harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Aspek kedua adalah kemauan kita untuk memberi tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu yang dikatakan.
b. Perilaku Suportif
Jack R, Gibb menyebutkan tiga perilaku yang menimbulkan perilaku suportif, yaitu:
i. Deskriptif, suasana deskriptif akan menimbulkan sikap suportif dibanding dengan suasana yang evaluatif.
ii. Spontanitas, orang yang spontan dalam berkomunikasi adalah orang yang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikirkan.
(27)
iii. Provosionalisme, orang yang memiliki sifat terbuka, mau mendengar pandangan berbeda dan bersedia menerima pendapat orang lain, bila memang pendapatnya keliru.
c. Perilaku Positif
Komunikasi antarpribadi akan berkembang bila ada pandangan positif terhadap orang lain dan berbagai situasi komunikasi.
d. Empatis
Empati adalah kemauan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain.
e. Kesamaan
Hal ini mencakup dua hal, pertama kesamaan bidang pengalaman di antara para pelaku komunikasi. Yang kedua adalah kesamaan dalam percakapan di antara pelaku komunikasi memberi pengertian bahwa dalam komunikasi antarpribadi harus ada kesamaan dalam hal mengirim dan menerima pesan. 2. Pragmatis, meliputi sifat-sifat:
a. Bersikap yakin
Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila seseorang mempunyai keyakinan diri. Orang yang mempunyai sifat ini akan bersikap luwes dan tenang, baik secara verbal maupun non-verbal.
b. Kebersamaan
Seseorang bisa meningkatkan efektivitas komunikasi antarpribadi dengan orang lain bila ia membawa ras kebersamaan. Orang yang memiliki sifat ini akan memperhatikan dan merasakan kepentingan orang lain.
c. Manajemen interaksi
Seseorang yang menginginkan komunikasi yang baik dan efektif akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak. Hal ini ditunjukkan dengan mengatur isi, kelancaran dan arah pembicaraan secara konsisten.
(28)
d. Perilaku eksperesif
Perilaku ini memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh-sungguh dalam berinteraksi dengan orang lain.
e. Orientasi pada orang lain
Untuk mencapai efektivtas komunikasi, seseorang harus memilki sifat yang berorientasi pada orang lain (Marhaeini fajar, 2009 : 84-86).
2.2.3 Media Literasi
Dalam kumpulan makalah literasi media di Indonesia (2011: 32-33), literasi media menurut Aufderheide merupakan kemampuan untuk membuat, mengakses, menganalisa, dan melakukan evaluasi terhadap media dalam semua bentuknya. Hal ini selaras dengan Buckingham (2008) bahwa literasi media tidak lagi hanya mengandung makna sebagai cara untuk memahami, memaknai, dan mengkritisi media, namun juga kemampuan untuk berkreasi dan berekspresi sosial dan kemampuan teknis lainnya. Aufderheide menambahkan bahwa pendidikan media juga seharusnya membantu remaja untuk belajar mengenali kenyataan yang dibentuk oleh media dan meningkatkan pengetahuan remaja terhadap diri dan lingkungannya.
Pada penelitian Studi komparatif pengetahuan dan keterampilan media literasi oleh Mazdalifah dalam kumpulan makalah literasi media di Indonesia (2011:117-118) yang memaparkan mengenai pengetahuan media literasi dan keterampilan media literasi menyebutkan bahwa pondasi pengetahuan media literasi menurut potter (2005) adalah seperangkat struktur pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang isi media, media industri, pengaruh media, informasi dunia nyata dan diri sendiri. Namun potter mneyoroti tiga aspek pengetahuan yang amat mendasar dalam media literasi, yaitu: pengetahuan tentang isi media, media industri dan pengaruh media.
Pengetahuan tentang isi media berkaitan dengan pengetahuan orang tentang banyak informasi yang dimiliki tentang acara TV. Pengetahuan tersebut meliputi acara apa saja yang ada di televisi seperti: acara hiburan, berita dan iklan. Informasi ini membantu orang untuk mengakses pesan media dan untuk alasan ini, jenis informasi sangat berguna. Pengetahuan tentang industri media berkaitan dengan pengetahuan kepemilikan televisi, bagaimana mereka menjalankan bisnis televisi, bagaimana mereka memasarkan pesan-pesan melalui televisi, dan bagaimana mereka berinteraksi. Pengetahuan tentang pengaruh media berkaitan
(29)
dengan pengetahuan yang luas mengenai pengaruh yang dimilki oleh media, dalam hal ini khususnya tentang media televisi. Pengaruh tersebut meliputi pengaruh pada pengetahuan sesorang, sikap, emosi, psikologi, dan perilaku.
Lalu selanjutnya Mazdalifah mengartikan bahwa keterampilan media literasi adalah kecakapan keluarga (orang tua) dalam mendampingi anak, menjelaskan kepada anak, memilih tayangan yang baik, dan menjadwalkan kegiatan menonton televisi yang baik bagi anak. Media literasi harus dimulai dari orangtua lalu berlanjut kepada anak-anaknya, tetangganya, dan akhirnya pada masyarakat sekitarnya. Hal ini menjelaskan bahwa orangtua harus benar-benar memahami tentang berbagai media yang dikonsumsi anak. Orangtua harus tahu acara apa yang tonton anak, apa muatannya (sehatkah untuk anak, sesuai dengan umur anak?), dan apa kemungkinan dampak yang timbul (apakah positif atau negatif). Orangtua juga seharusnya mengatur pola jam menonton anak. Berapa lama anak menonton? (seharusnya tidak lebih dari dua jam, sesuai saran ahli), acara apa yang boleh ditonton, dan kapan saja anak boleh menonton. Bila orangtua melek media menerapkan ini pada anak-anak, maka anak pun akan melek media. Mereka akan memiliki daya kritis terhadap isi tayangan televisi, tidak gampang terpengaruh TV, dan ada proses seleksi terhadap acara TV.
Dalam kumpulan makalah literasi media di Indonesia (2011: 234-236), Potter (2009) mengatakan bahwa tujuan kegiatan literasi media adalah membangun perspektif mengenai media. Perspektif mengenai media itu dibangun oleh tiga pilar, yaitu
1. Personal Locus : adalah energi, tujuan yang mengarahkan proses pencarian informasi. Semakin memiliki literasi media, semakin orang tersebut akan lebih terkonsentrasi untuk memproses dan mengontrol informasi, serta menekan efek media.
2. Knowledge structure: Elemen ini terkait dengan aspek informasi dan pengetahuan yang dimilki, yang dapat menyediakan kemampuan dalam memahami dan menganalisis media serta melihat konteks pesan media.
3. Skills: adalah keahlian untuk menganalisis, mengevaluasi, mengkategorikan, mensintesakan, mengkritisi isi media. Keahlian ini jika dilatih maka akan semakin kuat kemampuannya. Materi dan informasi mengenai media menjadi dasar bagi pengembangan kemampuan ini.
(30)
Dari kajian Tyner (2010), disebutkan bahwa literasi seringkali dikaitkan dengan agenda politik, budaya dan agenda pendidikan. Artinya sebagai suatu agenda publik, kegiatan literasi media idealnya haruslah bersifat terintegrasi dalam berbagai agenda kebijakan dan kegiatnan lainnya diluar kebijakan komunikasi, seperti kebijakan politik, budaya dan pendidikan. Tyner mengatakan bahwa terdapat beberapa pola kegiatan literasi media yang dijalankan di berbagai negara, yaitu:
1. Literasi media yang dijalankan melalui jalur pendidkan formal. Di level universitas, dibawah program studi komunikasi atau jurnalisme, pendidkan literasi media yang dikembangkan bertujuan untuk membangun critical thinking siswa dalam menganalisa media, memaknai, dan memproduksi media
2. Literasi media yang dijalankan sebagai bagian dari program media berbasis komunitas.
3. Literasi media yang dijalankan sebagai bagian daria kegiatan di lingkungan sekolah. Kegiatan literasi media, baik secara formal maupun non formal, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan daya kritis masyarakat atas media. Tujuan akhirnya adalah menjadikan perubahan dalam masyarakat (Pemakalah konferensi nasional literasi media, 2011: 236) .
2.2.4 Teori Kultivasi
Menurut McQuail, teori ini menyatakan bahwa televisi telah mendapat tempat yang penting didalam kehidupan sehari-hari, sehingga mendominasi lingkungan simbolik, menggantikan pesan (yang terdistorsi) mengenai realitas untuk pengalaman pribadi dan alat lain untuk mengetahui mengenai dunia. Hipotesis utama dari penelitian ini adalah bahwa menonton televisi secara berangsur-angsur mengarahkan pada adopsi keyakinan mengenai sifat dasar dari dunia sosial yang mengikuti pandangan akan realitas yang memiliki stereotip, terdistorsi, dan sangat selektif sebagaimana yang digambarkan dengan cara yang sistematis di fiksi dan berita televisi. Teori ini melibatkan pembelajaran dan pembentukan pandangan akan realitas sosial tergantung pada keadaan dan pengalaman pribadi.
Dalam teori ini, televisi menyediakan lingkungan yang konsisten dan simbolisme yang hampir total bagi banyak orang yang memasok norma-norma untuk tindakan dan keyakinan mengenai serangkainan situasi pada kehidupan nyata. Menurut Mcquail, penelitian mengenai
(31)
teori ini menghasilkan dua poin utama yaitu: satu diarahkan untuk menguji asumsi mengenai konsistensi (dan distorsi) dari 'sistem pesan' di televisi, dan satunya lagi dirancang untuk menguji, melalui analisis survei, beragam keyakinan publik mengenai realitas sosial, terutama yang dapat diuji dengan indikator empiris (McQuail,2007:256-257).
Temuan penelitian awal dari Gerbner dan Gross (1976) mengenai kultivasi menyebutkan bahwa semakin banyak televisi yang ditonton orang, semakin mungkin mereka akan melebih-lebihkan insiden kekerasan di dunia nyata dan resiko pribadi yang mereka hadapi. Dalam pembahasan yang mendalam akan sejumlah studi mengenai pembentukan realitas oleh televisi, Hawkins dan Pingree (1983) menemukan banyak indikasi yang tersebar mengenai hubungan yang telah diperkirakan, tetapi tidak ada bukti kuat yang menyimpulkan arah dari hubungan antara menonton televisi dengan gagasan mengenai realitas sosial. Mereka mengatakan bahwa televisi dapat mengajari realitas sosial dan bahwa hubungan antara menonton dan realitas sosial dapat timbal-balik: menonton televisi dapat menyebabkan realitas sosial dibentuk dalam cara tertentu, tetapi konstruksi realitas ini juga membentuk perilaku menonton (McQuail, 2007: 257-258).
2.2.5 Sikap dan Perilaku
Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak untuk bereaksi terhadap rangsang. Oleh karena itu wujud sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup.
Menurut Bimo Walgito (1980) bahwa pembentukan sikap dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :
Faktor Internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak
Faktor Eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada diluar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.
Sementara itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (1975) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan
(32)
Informasi yang selama ini diterima individu
Ketiga faktor ini akan berinteraksi dalam pembentukan sikap.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembentukan dan perubahan sikap pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam diri individu dan faktor di luar diri individu yang keduanya saling berinteraksi. Proses ini akan berlangsung selama perkembangan individu (Tri Dayakisni, 2003, 96;98-99).
Sikap mempunyai 3 aspek, yaitu:
1. Aspek kognitif, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berbentuk pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.
2. Aspek Afektif, berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti rasa takut, dengki, simpati, antipati, dan sebagainya yang ditujukan pada objek tertentu.
3. Aspek Konatif, berupa proses tendensi/kecenderungan untuk berbuat kepada suatu objek (Ahmadi, 2007:149).
Sikap timbul karena dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan. Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk sikap anak-anaknya. Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Sikap dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar yang bersifat positif dan mengesankan. Antara perbuatan dan sikap ada hubungan yang timbal balik. Tetapi sikap tidak selalu menjelma dalam bentuk perbuatan atau tingkah laku (Ahmadi, 2007: 156).
Ada beberapa teori yang membantu kita untuk memahami bagaimana sikap dibentuk dan bagaimana sikap dapat berubah:
1. Teori Belajar
Teori belajar pertama kali dikembangkan oleh Carl Hovland dan rekannya di Yale University. Asumsi di balik teori ini adalah bahwa proses pembentukan sikap adalah sama seperti pembentukan kebiasaan. Orang mempelajari informasi dan fakta tentang objek sikap yang berbeda-beda, dan mereka juga mempelajari perasaan dan nilai yang
(33)
diasosiasikan dengan fakta itu. Belajar juga dapat dilakukan melalui reinforcement
(penguatan) dan punishment (hukuman). Sikap juga bisa dipelajari melalui imitation
(peniruan,imitasi). Orang menirukan orang lain, khususnya jika orang itu adalah orang kuat dan penting. Message Learning (belajar pesan) dianggap penting bagi perubahan sikap. Apabila seseorang mempelajari suatu pesan, ada kemungkinan terjadi perubahan. Teori belajar juga menunjukkan bahwa orang terbujuk ketika mereka mentransfer afek dari satu objek ke objek lain yang diasosiasikan dengan objek itu.
2. Teori Konsistensi Kognitif
Pendekatan konsistensi kognitif menegaskan bahwa seseorang selalu berusaha mendapatkan koherensi dan makna dalam kognisinya, Jika kognisi mereka sudah konsisten dan mereka berhadapan dengan kognisi baru yang mungkin menimbulkan inkonsistensi, maka mereka akan berjuang untuk meminimalkan inkonsistensi itu (Shelley E. Taylor, 2009: 167-169).
Adapun sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Sikap itu dipelajari (learnability), sikap merupakan hasil belajar ini perlu dibedakan dari motif psikologi lainnya. Contoh: lapar, haus, adalah motif psikologi yang tidak dipelajari, sedangkan pilihan kepada makanan Eropa adalah sikap. Beberapa sikap dipelajari tanpa disengaja dan tanpa kesadaran dari individu.
2. Memiliki kestabilan (stability), Sikap yang bermula dari dipelajari, selanjutnya menjadi lebih kuat, tetap, dan stabil, melalui pengalaman.
3. Personal-societal significance, sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi. Bila sesesorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka dan hangat akan sangat berarti abgi dirinya, ia merasa bebas.
4. Berisi kognisi dan afeksi, berisi informasi yang faktual, misalnya: suatu objek dirasa menyenangkan atau tidak.
5. Approach – avoidance directionally, bila seseorang memiliki sikap ketertarikan akan suatu objek, maka dia akan mendekatinya, sebaliknya bila tidak memiliki ketertarikan, maka orang tersebut akan menjahuinya.
(34)
1. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap itu bersifat
communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah menjadi milik bersama. Justru karena itu suatu golongan yang didasarkan atas kepentingan dan pengalaman bersama biasanya ditandai dengan adanya sikap anggotanya yang sama terhadap suatu objek. Dengan demikian sikap menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan anggota kelompok lainya.
2. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku. Seperti tingkah laku anak kecil yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan, tetapi pada anak dewasa dan yang sudah lanjut usianya perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terdapat sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan/penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri, tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam masyarakat, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya
3. Sikap berfungsi sebagai alat atur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia dalam menerima pengalaman-pengalaman dilakukan secara aktif, artinya semua pengalaman yang berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani manusia, tetapi manusia memilah man yang perlu dan yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman itu diberi nilai, lalu dipilih. Pemilihan itu pun dilakukan atas tinjauan apakh pengalaman-pengalaman itu mempunyai arti atau tidak baginya. Tanpa pengalaman tidak ada keputusan dan tidak dapat melakukan perbuatan.
4. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini dikarenakan sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut ( Ahmadi, 2007: 164-167).
Adapun hubungan erat antara sikap dan perilaku didukung oleh pengertian sikap yang mengatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu.
(35)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Warner dan De Fleur (1969) diidentifikasi adanya 3 postulat hubungan antara sikap dan perilaku.
1. Postulat keajegan (consistency): sikap verbal merupakan alasan masuk akal untuk meprediksi apa yang akan dilakukan seseorang bila ia berhadapan dengan objek sikapnya. Dengan kata lain ada hubungan langsung antara sikap dan perilaku. 2. Postulat ketidakajegan (inconsistency): Postulat ini membantah adanya hubungan
yang konsisten antar sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku adalah dimensi individual yang berbeda dan terpisah.Postulat ini berdasarkan penelitian La Pierre (1934) namun memperoleh kritikan dari Kiesler, COllins dan Miller (1960), dan Campbell. Raab dan Lipset mengemukakan defenisi sikap yang mencerminkan hubungan kondisional dengan perilaku yaitu bahwa sikap bukanlah suatu benda melainkan sebuah proses, suatu interaksi yang melibatkan tidak saja orang dan objek, tetapi semua faktor lain yang hadir dalam setiap situasi. Mereka menyarankan agar sikap dapat dipakai untuk meramalkan perilaku perlu dicari akal menemukan beberapa ukuran variabel dari semua situasi.
3. Postulat Konsistensi Kontingen (Postulat keajegan yang tidak tentu): Postulat ini mengusulkan bahwa hubungan antara sikap dan perilaku tergantung pada faktor-faktor situasi tertentu pada variabel antara. Pada situasi tertentu dapat diharapkan adanya hubungan antara sikap dan perilaku; dalam situasi lain hubungan itu tidak ada. Postulat ini kelihatannya lebih dapat menerangkan hubungan antara sikap dan perilaku. Norma, peranan, keanggotaan kelompok, kelompok referen dan unsur kebudayaan menempati kondisi yang tidak tetap yang dapat tercermin dalam hubungan antara sikap dan tingkah laku.
Ketiga postulat tersebut yang mencoba menerangkan hubungan antara sikap dan perilaku semuanya bersummber pada pada satu asumsi dasar bahwa tingkah laku adalah fungsi daripada sikap (Ahmadi, 2007: 159-163).
Berdasarkan teori tindakan beralasan yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975; Ajzen dan Fishbein, 1980) yang berusaha menunjukkan faktor-faktor yang menentukan konsistensi sikap-perilaku, perilaku kita terjadi sesuai dengan niat sadar kita, yang didasarkan pada kalkulasi rasional tentang efek potensial dari perilaku kita dan tentang bagaimana orang lain akan memandang perilaku kita. Poin utama dari teori ini adalah perilaku seseorang dapat diprediksikan dari behavioral intention (niat sadar untuk
(36)
menjalankan suatu tindakan). Niat sadar ini dapat diprediksikan melalui dua variabel utama yaitu sikap seseorang terhadap perilaku (apakah aborsi aman dan baik dilakukan) dan norma sosial subjektif (persepsi mengenai apa yang dipikirkan orang lain terhadap tindakan yang dilakukan: apakah ibu setuju dilakukan aborsi?). Sikap seseorang terhadap perilakunya sendiri diprediksikan oleh kerangka ekspektasi nilai: keinginan untuk mencapai suatu hasil akan dipertimbangkan berdasarkan kemungkinan terwjudnya hasil itu. Norma sosial subjektif diprediksikan melalui ekpektasi terhadap pertimbangan orang lain ddengan motivasi untuk menyesuaikan diri dengan ekspektasi itu. .(Shelley E. Taylor, 2009: 203-204).
2.2.6 Keluarga
Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak (Ahmadi, 2007: 221)
Dalam sejarah kehidupan keluarga terdapat 4 tingkat sebagai berikut:
1. Formatif pre-nuptial stage. Yaitu tingkat persiapan sebelum pekawinan. Saling mengenal satu sama lain lebih dalam.
2. Nupteap stage. Yaitu tingkat sebelum lahirnya anak. Suami istri yang hidup bersama dalam suatu rumah tangga, medapatkan pengalaman baru, sikap baru dalam masyarakat.
3. Child rearing stage. Tingkat dimana tanggung jawab yang semakin bertambah dikarenakan sudah memiliki anak.
4. Maturity stage. Tingkat dimana anak-anak tidak lagi membutuhkan pemeliharaan dari orangtua, telah memasuki masa dewasa, memulai aktivitas baru (Ahmadi, 2007: 223).
Keluarga merupakan kelompok primer yang mempunyai arti penting bagi kehidupan individu. Pada keluargalah terletak peranan yang penting di dalam membentuk kepribadian seseorang di dalamnya perilaku dan pengalamannya. Prof. Dr. J. Verkuyl mengemukakan tiga tugas orangtua terhadap anaknya yaitu:
(37)
1. Mengurus keperluan materi anak-anak, yaitu memberi makan, tempat perlindungan dan pakaian anak-anak.
2. Menciptakan suatu "home" bagi anak-anak. "Home" disini bermakna bahwa di dalam keluarga itu anak-anak dapat berkembang dengan subur, merasakan kemesraan, kasih sayang, keramahtamahan, merasa aman, ter;indungi dan lain-lain. 3. Tugas mendidik merupakan tugas terpenting dari orangtua, terhadap anak-anaknya. Ogburn membagi fungsi keluarga menjadi 7 yaitu:
1. Affectional (Afeksi). 2. Economic (Ekonomi). 3. Educational (Pendidikan). 4. Protective (Perlindungan). 5. Recreational.
6. Family status.
7. Religius.
Disini, Orgburn lebih mengetengahkan fungsi keluarga tidak saja di dalam lingkungan keluarga sendiri tetapi juga di dalam masyarakat.
Menurut Ahmadi (2007: 226-228)., fungsi keluarga bukanlah fungsi tunggal melainkan jamak. Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa tugas oangtua adalah:
1. Menstabilisasi situasi keluarga: dalam arti stabilisasi situasi ekonomi keluarga. 2. Mendidik anak.
3. Pemeliharaan fisik dan psikis keluarga, termasuk disini kehidupan religius.
Adapun yang menjadi faktor-faktor keluarga terhadap perkembangan anak antara lain: 1. Perimbangan perhatian.
Artinya keseimbangan perhatian orangtua terhadap tugas-tugasnya yang menjadi kebutuhan anak yaitu stabilitas keluarga, pendidikan, pemeliharaan fisik dan psikis termasuk kehidupan religius. Apabila tugas-tugas tersebut tidak dipenuhi secara seimbang oleh orangtua akan berakibat dengan tidak terpenuhinya kebutuhan anak untuk berkembang. Contohnya orangtua yang memusatkan perhatian pada tugas menstabilkan keluarga dalam hal ini ekonomi namun mengesampingkan pendidikan
(38)
akan berakibat dengan tidak terpenuhinya kebutuhan anak akan pendidikan. Anak berkembang tanpa adanya pola yang dituju dan dibiarkan tumbuh tanpa tuntutan norma yang pasti. Situasi ini disebut juga miss educated yang bisa disebabkan secara sengaja maupun tidak sengaja. Orangtua berbuat demikian mungkin dikarenakan faktor:
a. Ketidaktahuan, yaitu tidak tahu bagaimana cara mendidik anak.
b. Tahu tetapi situasi yang memaksa berbuat demikian, mungkin karena terlalu sibuk.
2. Kebutuhan keluarga.
Keluarga yang utuh adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Utuh tidak sekedar dalam bentuk fisik melainkan juga dalam psikis.Keluarga yang utuh memiliki pengaruh yang berbeda dengan keluarga yang pecah atau broken home
terhadap perkembangan anak. Keluarga yang utuh memilki perhatian yang penuh atas tugas-tugasnya sebagai orangtua. Sebaliknya keluarga broken home kurang memiliki perhatian pada anaknya dikarenakan antara ayah dan ibu tidak memiliki kesatuan perhatian atas anak-anaknya. Situasi broken home ini tentu tidak menguntungkan bagi perkembangan anak. Anak akan mengalami maladjusment,
dimana situasi ini bersumber dari hubungan keluarga yang tidak memuaskan, frustasi dan sebagainya. Di dalam keluarga anak memerlukan perhatian, kasih sayang dari orangtuanya dimana hal ini tidak dapat diperoleh secara memuaskan pada keluarga broken home.
3. Status sosial.
Status sosial orangtua memilki pengaruh terhadap tingkah laku dan pengalaman anak-anaknya. Setiap keluarga memilki kebiasaan yang berlainan dengan keluarga lain, sehingga perkembangan anakpun juga berlainan. Di dalam hal ini status orangtua memegang peranan yang penting. Kebiasaan sehari-hari dalam keluarga benyak dipengaruhi atau terbawa oleh status sosial orangtua.
4. Besar kecilnya keluarga
Besar kecilnya jumlah anak mempengaruhi perkembangan sosial anak. Pada Keluarga besar yang terdiri atas lebih dari 3 orang anak biasanya anak sejak kecil sudah biasa bergaul dengan orang lain. Pergaulan ini mempunyai pengaruh yaitu
(39)
unsur memberi dan menerima. Anak tidak bisa seenaknya sendiri sebab ia memiliki saudara-saudara lain. Peraturan dalam keluarga dipatuhi bersama yang didalamnya terdapat pembagian tugas. Anak dilatih memilki tanggung jawab sendiri-sendiri. Anak juga sudah biasa bergaul, bagaimana ia harus memperlakukan saudaranya. bagaimana ia harus bisa menerima pendapat, menghormati, bersikap terhadap saudara-saudaranya. Sedangkan pada keluarga kecil yang memilki anak kurang dari 3 orang, ada keterbatasan pergaulan pada si anak, terlebih bagi anak tunggal. Pada situasi anak tunggal, orangtua cenderung memanjakan karena dorongan untuk tidak mengecewakan anaknya. Anak yang manja cenderung tidak mandiri, terlalu bergantung pada orangtuanya. Kondisi ini tentu merugikan karena anak berkembang dengan tidak wajar. Sikap yang ditemui si anak ketika berada diluar rumah berbeda dengan dirumah yang selalu menuruti kehendaknya. Anak akan kecewa karena sifat egoismenya juga akan diterapkan pada oang lain. Kesimpulannya, besar kecilnya keluarga berpengaruh pada perkembangan anak. Pada keluarga besar, sikap toleransi sudah diajarkan pada anak karena sudah biasa memperlakukan dan diperlakukan orang lain. Sedangkan pada kelurga kecil, dibutuhkan perhatian lebih dari orangtua dalam mendidik anak agar perkembangannya wajar.
5. Keluarga kaya/miskin
Keluarga yang kaya atau miskin berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pada keluarga kaya yang mampu menyediakan materi terhadap anak-anaknya, ternyata cenderung tidak seimbang dalam hal pengajaran dan kasih sayang dikarenakan orangtua memusatkan perhatian pada pekerjaan untuk menstabilkan keluarga. Sedangkan pada keluarga miskin, orangtua yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga terkadang melupakan perhatian pada si anak karena keadaan yang memaksa untuk mencari materi demi memenuhu kebutuhan. Namun dalam hal keterampilan, kerja anak dari keluarga miskin biasanya lebih unggul dariapa anak dari keluarga kaya karena anak dari keluarga miskin sudah terbiasa untuk mandiri bahkan turut bekerja untuk memenuhi nafkah. Jadi, miskin atau kaya perekonomian suatu keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam perkembangan anak. Masing-masing memilki sisi positif dan negatif (Ahmadi, 2007: 228-234).
(40)
2.2.7 Televisi
Menurut Milton Chen yang tertulis pada buku yang berjudul “Anak-Anak dan Televisi” (1996) , televisi pernah dijuluki si Tabung Tolol, Candu Elektronik, Monster Mata Satu, dan sebagainya. Itu sisi jeleknya. Sisi baiknya, tabung tolol itu juga bisa berperan sebagai tabung percobaan untuk belajar di rumah. Tetapi untuk mewujudkannya, harus diamati terlebih dahulu dari dekat apa yang bisa ia lakukan dan apa yang tidak. Menerapkan pengetahuan ini dalam tindakan nyata menuntut komitmen serius dari orangtua maupun anak. Dan untuk bisa berperan sebagai orangtua yang efektif, sebagaimana dengan semua cara lain, orang perlu bereksperimen dengan tabung percobaan ini untuk melihat mana yang paling cocok untuk keluarga sendiri.
Menurut catatan Agge (2001), dari semua media komunikasi yang tersedia, televisi merupakan media yang paling berpengaruh bagi kehidupan manusia. Sebanyak 99% orang Amerika memiliki televisi dirumahnya. Tayangan televisi yang menyiarkan hiburan, berita dan iklan. Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam dalam sehari. Tahun 1948 merupakan tahun penting bagi dunia pertelevisian, dengan adanya perubahan dari televisi ekperimen ke televisi komersial di Amerika. Karena perkembangan televisi yang sangat cepat, dari waktu ke waktu media televisi memiliki dampak terhadap kehidupan manusia sehari-hari (Ardianto, 2004: 125).
Televisi sebagai salah satu media komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Pengawasan (Surbeillance), yakni memberi informasi dan menyediakan berita. Dalam membentuk fungsi ini, media sering kali memperingatkan kita akan bahaya yang mungkin terjadi seperti kondisi cuaca yang ekstrem. Fungsi pengawasan ini juga menyebabkan beberapa disfungsi seperti kepanikan atas penekanan berlebihan mengenai suatu berita. Lazarsfeld dan Merton (1948/1960) mencatat adanya disfungsi yang memabukkan ketika individu jatuh dalam kelesuan atau kepasifan sebagai akibat dari banyaknya informasi yang diterima. Selain itu, terlalu banyak ekspose "berita" yang tidak biasa bisa membuat mereka yang menonton menjadi memiliki sedikit perspektif tentang apa yang biasa, normal atau wajar dalam masyarakat. .
2. Korelasi (Correlation), adalah seleksi dan interpretasi informasi mengenai lingkungan. Media sering kali memasukkan kritik dan cara bagaimana seseorang
(41)
harus bereaksi terhadap kejadian tertentu. Salah satu bentuk disfungsi utama pada korelasi media yang sering disinggung adalah pembentukan apa yang disebut Daniel Boorstin "kejadian Palsu" atau pembentukan kesan atau kepribadian- yang sebagian besar merupakan barang yang dijual industri humas.
3. Penyampaian Warisan Sosial, merupakan suatu fungsi dimana media menyampaikan informasi, nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi berikutnya atau dari anggota masyarakat ke kaum pendatang. .
4. Hiburan. Sebagian besar media mungkin dimaksudkan sebagai hiburan. Media hiburan dimaksudkan untuk memberi waktu istrahat dari masalah setiap hari dan mengisi waktu luang (Werner,2005:386-388)
Televisi memiliki fungsi yang sama dengan media massa lainnya (surat kabar dan radio siaran), yaitu memberi informasi, mendidik, menghibur dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi sebagaimana hasil penelitian-penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD, yang menyatakan bahwa pada umumnya tujuan utama khalayak menonton televisi adalah memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh informasi.
Adapun televisi memiliki karakterisitik sebagai berikut. 1. Audiovisual
Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat. Apabila radio hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat meilhat gambar yang bergerak. Namun, tidak berarti gambar lebih penting dibanding kata-kata. Keduanya harus memiliki kesesuaian secara harmonis. Karena sifatnya yang audiovisual, maka acara siaran berita harus selalu dilengkapi dengan gambar, baik gambar diam seperti foto, gambar peta, maupun film berita, yaitu rekaman peristiwa yang menjadi topik berita. Jadi, penayangan film berita dalam siaran berita, selain untuk memanfaatkan karakteristik televisi, juga agar penonton memperoleh gambaran yang lengkap tentang berita yang disiarkan serta mempunyai keyakinan akan kebenaran berita.
2. Berpikir dalam gambar
Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar. Yang pertama adalah visualisasi, yaitu menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Dalam proses visualisasi, pengarah acara
(42)
berperan penting dalam menunjukkan objek-objek tertentu menjadi gambar yang jelas dan menyajikannya sedemikian rupa, sehingga memiliki suatu makna (Effendy,1993). Tahap kedua dari proses “berpikir dalam gambar” adalah penggambaran, yakni kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu. Dalam proses penggambaran ada gerakan-gerakan kamera tertentu yang dapat menghasilkan gambar sangat besar, gambar diambil dari jarak dekat, dan lain-lain. Perpindahan dari satu gambar ke gambar lainnya juga bermacam-macam, bisa secara menyamping, dari atas ke bawah atau sebaliknya, dan sebagainya.
3. Pengoperasian lebih kompleks
Dibandingkan dengan radio siaran, penoperasian televisi siaran lebih kompleks, dan lebih banyak melibatkan orang. Untuk menayangkan acara siaran berita yang dibawakan oleh dua orang pembaca berita saja dapat meilbatkan 10 orang. Mereka terdiri dari produser, pengarah acara, pengarah teknik, pengarah studio, pemandu gambar, dua atau tiga juru kamera, juru video, juru audio, juru rias, juru suara, dan lain-lain. Peralatan yang digunakannya pun lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan terlatih. Dengan demikian media televisi lebih mahal daripada surat kabar, majalah dan radio siaran (Ardianto,2004:128).
2.3 Model Teoritik
Dalam penelitian ini, penelitian membuat model teoritik dengan memahami keterkaitan antara beberapa teori, yaitu pengolahan informasi pada komunikasi antarpribadi, media literasi, teori kultivasi, sikap dan perilaku, keluarga dan televisi. Keterkaitan teroti-teori ini akan mebentuk rangkaian yang berkesinambungan. Berikut model teoritik yang peneliti gambarkan untuk menunjukkan keterkaitan antar teori tersebut:
(43)
Gambar 1
Bagan Model Teoritik Penelitian Pendampingan Orangtua dengan Aktivitas Anak Menonton Televisi
Media Literasi Televisi, Teori Kultivasi
Orangtua (Ayah maupun Ibu) Anak Sikap dan Perilaku
Komunikasi Pribadi
(44)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif
Didalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Secara umum, metode merujuk kepada proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan oleh peneliti guna mencari jawaban atas masalah yang akan diteliti. Metode penelitian merupakan strategi menyeluruh dan memperoleh data yang ditentukan (Soehartono, 2008:9).
Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur cara dalam melakukan sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Metode ini digunakan guna meneliti subjek penelitian dengan dipengaruhi cara meneliti dengan memandang subjeknya. Dengan menggunakan metode ini, peneliti lebih mengenal subjek lebih mendalam dan pribadi serta melihat subjek dalam mengembangkan defenisi mereka tentang dunia ini. Peneliti turut merasakan apa yang dirasakan respondennya, mempelajari kelompok dan pengalaman-pengalaman yang belum diketahui si peneltii sebelumnya. Aliran utama metode ini adalah pengamatan peserta, dokumen pribadi, dan wawancara tak berstruktur (Furchan, 1992:21-22).
Tujuan riset kualitatif bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampel, bahkan populasi atau sampelnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan sudah dapat menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari responden atau sampel lainnya. Disini yang diutamakan adalah mengenai kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah bagian integral dari data, artinya peneliti ikut aktif dalam menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, peneliti menjadi instrumen penelitian yang terjun langsung di lapangan. Karena itu penelitian ini dikatakan bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik bukan untuk digeneralisasikan (Kriyantono, 2006: 56-57).
(45)
3.1.2 Studi Kasus
Metode analisis data yang digunakan adalah metode studi kasus. Metode ini adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara kemprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis (Kriyantono, 2006: 66).
Beberapa tipe studi kasus yang dijelaskan oleh Bogdan dan Biklen (1982) serta Yin adalah sebagai berikut:
a. Studi kasus kesejarahan sebuah organisasi. Dalam studi kasus jenis ini, yang menjadi bagian penting adalah pemusatan perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan sejarah organisasi sosial dalam jangka waktu yang ditentukan
b. Studi kasus observasi. Menekankan menggunakan observasi dalam meneliti guna memperoleh informasi yang detail dan aktual dari unit analisis penelitian, apakah itu menyangkut kehidupan individu maupun unit sosial tertentu dalam masyarakat c. Studi kasus life history. Studi ini mencoba mengungkap kisah hidup seseorang
dengan lengkap dan rinci sesuai dengan tahapan, dinamikan, dan lika-liku hidup yang paling mempengaruhi seseorang
d. Studi kasus komunitas sosial. Studi ini mencoba melihat sisi unik namun bermakna dari lingkungan sosial sekitar
e. Studi kasus analisis situasional. Studi yang melihat situasi soial yang terjadi dalam bentuk peristiwa atau fenomena
f. Studi kasus mikroetnografi. Studi ini dilakukan pada unit sosial terkecil seperti sebuah sisi tertentu dalam kehidupan sebuah komunitas atau organisasi (Bungin, 2007 : 230-231).
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian kualitatif menjelaskan mengenai sasaran penelitian yang digambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah pendampingan orangtua dengan aktivitas anak menonton televisi di Perumahan Meranti Permai, kecamatan Siantar Utara, kota Kota Pematangsiantar.
(46)
3.3 Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini merujuk kepada informan yang akan dimintai informasi berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dari informan yang memiliki kriteria sesuai yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan di lapangan akan dilakukan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan terus menerus hingga data jenuh. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah dari penelitian ini adalah:
1. Orangtua dan anak di Perumahan Meranti Permai, kecamatan siantar utara, Kota Pematangsiantar.
2. Orangtua dalam keluarga baik Ayah maupun Ibu yang mendampingi anak dalam menonton tayangan televisi
3. Anak dari orangtua yang menjadi informan adalah berusia tujuh (7) sampai dengan dua belas (12) tahun yang termasuk kedalam kategori anak-anak.
3.4 Kerangka Analisis
Menurut Spardly (Sugiono. 2007:68) , unit analisis dalam penelitian ini meliputi :
1. Tempat dimana penelitian ini berlangsung. Tempat dari penelitian ini adalah.Perumahan Meranti Permai, Kecamatan Sintar Utara, kota Kota Pematangsiantar.
2. Pelaku adalah orang yang sesuai dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini, pelaku adalah Suami atau istri yang merupakan orangtua yang mendampingi anak. 3. Kegiatan adalah aktivitas pelaku berkaitan dengan objek penelitian. Dalam
penelitian ini ialah setiap kegiatan atau interaksi antara ayah atau ibu dalam mendampingi anak menonton tayangan televisi.
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan yang memiliki kriteria sesuai yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan di lapangan akan dilakukan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan terus menerus hingga data jenuh. Informan dalam penelitian ini adalah orangtua dalam keluarga baik Ayah maupun Ibu yang mendampingi anak dalam menonton tayangan televisi. Adapun usia anak
(1)
memperoleh hal-hal yang belum sesuai waktunya. Dampak positifnya yah memperoleh informasi yang berguna selain itu juga untuk hiburan.
Peneliti : Tulang izinkan berarti ya si enok menonton televisi? Narasumber : Yah kalo dikasih yah dikasih lah
Peneliti : Alasan tulang apa?
Narasumber : Pertama untuk memperoleh informasi yang menambah wawasan. yang kedua sebagai hiburan.
Peneliti : Apakah tulang tahu siaran yang diperuntukkan bagi anak-anak?
Narasumber : Biasanya siaran yang berisi informasi seperti berita dan kartun untuk hiburan lah
Peneliti : Nah, dikartun itu kan ada kekerasan tulang, itu gimana tulang?
Narasumber : Nah itu juga kita dampingi lah, biasanya kalo kartun nantulang yang sering dampingi. Dia kukasih nonton kartun di channel kartun cuma dihari minggu setelah pulang gereja. Karena hari minggu itu aku pergi mancing untuk liburan, kadang si Enok ini juga ikut.
Peneliti : Jadi minggu itu tulang nggak mendampingi?
Narasumber : Kalo nggak pergi aku yah kami dirumah, tapi si Enok ini juga lebih suka main diluar sama kawan-kawannya, main sepeda lah, main bola lah. Jadi kalo minggu aku nggak ada, nantulang mu lah yang temani, tapi aku juga udah ingatkan, dikartun itu pun ada kekerasan, jadi Enok ini udah lebih paham mana yang baik dan tidak baik dilakukan.
17. Bagaimana orangtua mendampingi anak menonton Televisi
Peneliti : Tulang itu mendampingi anak menonton televisi dimulai sejak kapan? Narasumber : Jadi begini, saya orang rumahan, jadi saya pulang dari pajak jam 5-an, yah
dirumah lah kumpul dengan anak sampai tidur malam. Jadi sejak mereka mulai mengenal televisi lah kira-kira mulai masuk SD
Peneliti : Apakah nantulang turut mendampingi?
Narasumber : Aku sama istriku sama-sama kerja, sama pulangnya, jadi kalo pulang kumpul bersamanya kami dirumah ini, jadi dia pun ikutnya mendampingi Peneliti : Berapa lama tulang izinkan si enok menonton televisi?
Narasumber : Kalo siang tidak saya izinkan, paling dari sore sampai malam jam 8. Karena dari siang itu mereka ada les tambahan di luar sekolah, jadi wajib belajar. Pulang les lah baru saya izinkan itupun sampe jam 8. karena
(2)
biasanya si Enok ini jam 8 udah tidur ini haha. Dari jam 6 sampe jam 8 atau 8.30 lah
Peneliti : Berarti kira-kira 2 jam ya tulang. Oh gitu, ketika tulang tidak bisa mendampingi anak, apakah tulang izinkan anak menonton televisi?
Narasumber : Yah kuawasi melalui telepon kan, kutanya kalo aku pulang agak malam kan, mereka sedang apa, ada yang belajar ada juga yang nonton, yah kecolongan juga aku terkadang. Dijam mereka menonton televisi aku nggak bisa kawani karena pekerjaan.
Peneliti : Acara apa yang tulang izinkan atau tidak izinkan untuk ditonton?
Narasumber : Yang tidak kuizinkan itu sinetron, film yang tidak sesuai umur kayak kekerasan, pembunuhan gitulah karena tidak sesuai umur dan banyak yang tidak sesuai realita, terlalu dibuat-buat. Nanti jadi ditiru anak ku pulak kan gawat hahaha. Kalo hiburan kuizinkan, tapi kufokuskan ke berita
Peneliti : Tapi kan diberita kan tulang ada berita kekerasan tulang, itu gimana? Narasumber : Yah itulah gunanya kudampingi dek. Nanti ditanya si Enok ini kenapa dia
bisa dipenjara, kenapa bisa dihukum. Terus kujawab lah biar dia ngerti dan kunasehati agar jangan berbuat seperti itu karena tidak baik.
Peneliti : Pernah tidak tulang izinkan mereka nonton televisi yang tidak sesuai umur?
Narasumber : Ohhh tidak, saya bilang ke mereka tidak boleh menonton seperti itu Peneliti : Dan mereka itu menurut tulang? tanpa ada protes?
Narasumber : Oh iya mereka urut, karena mereka tahu kenapa alasanku tidak mengizinkan mereka menonton televisi
18. Hubungan orangtua dengan anak meliputi:
Peneliti : Gimana bentuk hubungan tulang dengan anak-anak tulang?
Narasumber : Bisa dibilang kami sangat-sangat terbuka satu sama lain. Si Enok ini tipe yang komunikatif, turunan saya hahaha. Begitu juga kakak-kakaknya. Tidak ada yang ditutup-tutupi, jadi ketika kumpul, disitu saling mengetahui lah. Saya juga tidak ada melakukan pemaksaaan keapada mereka. Contohnya ketika saya ingin nonton berita, saya tinggal bilang saja "nak tolonglah, bapak mau nonton berita" pasti mereka nurut. Jadi tidak perlu ngomongnya harus keras atau gimana. Saya rasa dengan cara baik dan persuasif itu paling baik.
(3)
Peneliti : Tulang rasa penting tidak mendampingi mereka nonton televisi?
Narasumber : Sangat penting. Penting sekali dek. Banyak konten yang tidak baik yang perlu diawasi sehingga si Enok ini tidak terpengaruhi. Jadi bisa diarahkan mengenai mana yang baik dan tidak.
Peneliti : Dia tipe penurut tulang?
Narasumber : Bisa dibilang seperti itu, tetapi terkadang yah taulah anak-anak pengen tahu kali kan, jadi kadang waktunya tidur dia minta bentar lagi, tapi kita beritahu jadi di waktu lainnya dia sudah mengerti. Kalo kayak berita dia juga lebih sering bertanya sebelum aku jelaskan duluan. Karena dia ini tipa yang unggul juga disekolah. Dia ini tipe rela berkorban juga, mau dikasihnya barangnya untuk kawannya yang gak punya, contohnya pinjamkan sepeda.
Peneliti : Menurut tulang, kenapa dia bisa menjadi penurut?
Narasumber : Yah itu pasti karena pendidikan yang diberikan sejak kecil, diarah kan pelan-pelan jadi terbentuk sikap dia yang baik nggak aneh-aneh. Mereka ini khususnya si Enok paling dekat sama saya , karena saya orang rumahan, jadi kami lebih dekatkan, Mana mau saya keluar minum-minum hahaha
19. Tanggapan dan perasaan orangtua dalam mendampingi anak menonton televisi Peneliti : Tulang nyaman nggak mendampingi anak tulang menonton televisi? Narasumber : Sangat bahagia dek. Nyaman sekali saya, karena dari jam 6-8 malam
itulah saya bisa bersama mereka kan, jadi dinikmati lah dek, capek ga masalah haha.
20. Hambatan yang ditemui orangtua selama mendampingi anak menonton televisi Peneliti : Apa yang menjadi hambatan Tulang selama menonton TV sama si Sam? Narasumber : Masalah waktu, karena kesibukan saya jadi terkadang saya tidak bisa
mendampingi tapi itu pun kadang-kadang
Peneliti : jadi masalah keinginan bukan jadi hambatan? Kan mungkin kadang malas juga
Narasumber : Woh tidak lah, sudah saya bilang tadi saya bahagia sekali kalo sama mereka.
(4)
Bagan III : PERILAKU ANAK A. Wawancara dengan orangtua
19. Apakah anak mudah dipengaruhi oleh media?
Peneliti : Si Enok ini tipe yang mudah dipengaruhi atau tidak tulang?
Narasumber : Kalo dipengaruhi pasti bisa dek kalo menonton terlalu lam dan terus-menerus. Tapi itulah makanya didampingi sehingga tidak mudah lagi dipengaruhi karena dia sudah lebih mengerti mana yang baik dan tidak baik..
20. Acara apa yang paling diminati anak untuk ditonton?
Peneliti : Acara apa yang paling diminati si Enok tonton?
Narasumber : Berita karena dibiasankan, tapi paling suka kartun lah dia
21. Apakah anak menonton acara yang sama secara terus-meneurs, atau dinamis?
Peneliti : Si Enok ini nonton acara yang sama berulang-ulang atau berganti tulang? Narasumber : Ho iya, cuma berita dan kartun dek
22. Apakah respon anak positif atau negatif terhadap pendampingan orangtua saat menonton televisi?
Peneliti : Gimana respon si Enok terhadap pendampingan tulang dan nantulang? Narasumber : Dia respon positif kok kuliat, makanya dia sering bertanya, karena udah
jadi kebiasaan yang terbentuk dikeluarga kami
23. Bagaimana perilaku anak yang menonton televisi setelah didampingi orangtuanya? Peneliti : Gimana sih perilaku si Enok setelah Tulang dampingi ?
Narasumber : woo nggak, nggak ada aku tau yang aneh- aneh, mudah-mudahan seterusnya dia begitu. Kayak kubilang tadi dia lebih penurut, dan lebih memahami mengenai acara televisi.
24. Setelah mendapat dampingan dari orangtua, apakah anak menjadi lebih kritis dalam memahami isi media, tidak gampang terpengaruh dan menyeleksi acara televisi?
(5)
Narasumber : Dia udah lebih paham mengenai isi acara. Mana yang baik dan tidak. Kadang kalo dilihatnya berita kriminal dia langsung respon ngomong bahwa itu hal yang tidak baik. Dia udah tahu lah mana yang boleh dia tonton dan tidak serta alasannya.
Peneliti : Ohhh, baiklah tulang, makasih banyak untuk waktunya ya tulang Narasumber : Ok ok nak.
B. Wawancara dengan Anak
Peneliti : Namanya siapa dek? Narasumber : Enok bang
Peneliti : Nama lengkap siapa dek? Narasumber : Reynold bang
Peneliti : Ok Nok, Enok suka nonton tv nggak? Narasumber : Suka bang,
Peneliti : Acara apa yang Enok tonton?
Narasumber : Berita-berita gitu bang, kartun juga tapi hari minggu, Oggy kartunnya. Peneliti : Enok ditemani nggak kalo nonton sama orangtua?
Narasumber : Ditemani bang, sama bapak mamak juga Peneliti : Enok kapan boleh nonton?
Narasumber : Sore lah bang, siap pulang les atau siap dari pasar Peneliti : Bapak mamak cerewet kalo lagi nonton sama Enok? Narasumber : Nggak cerewet sih, tapi nasehati gitu bang
Peneliti : Oh gitu, Enok senang nggak ditemani nonton?
Narasumber : Yah senang bang, dikasih tau juga apa yang nggak tau aku
Peneliti : Bapak mamak ada melarang Enok nonton acara nggak? acara yang tidak boleh Enok tonton
Narasumber : Sinetron nggak dikasih bapak mamak bang Peneliti : Kenapa nggak boleh?
Narasumber : Karena nggak bagus bang, banyak bohong-bohongnya. Nggak mendidik kata bapak
Peneliti : Enok tau itu nggak baik? Enok protes ke bapak? Narasumber : Enggak bang, memang nggak baik bang
Peneliti : Oh gitu, ok lah ya Enok, makasih yaa Narasumber : Ok bang
(6)
BIODATA PENELITI
Nama : Julius Osvaldo Situmorang Tempat/ Tanggal Lahir : Tarutung/ 27 Juli 1992 Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Berdikari No. 37 A Medan Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak Toba
Riwayat Pendidikan : 1. TK Khatolik Cinta Kasih Tebing Tinggi (1997-1998) 2. SD Khatolik Cinta Kasih Tebing Tinggi (1998-2000) 3. SD Khatolik Cinta Rakyat 3 P.Siantar (2000-2004) 4. SMP Negeri 2 P.Siantar (2004-2007) 5. SMA Negeri 3 P. Siantar (2007-2010) Riwayat Organisasi : 1. Anggota Fotografi Komunikasi USU (2010-2011)
2. Wakil Sekretaris Fotografi Komunikasi USU (2011-2012) 3. Pengurus Ikatan Mahasiswa Departemen Ilmu
Komunikasi (IMAJINASI) FISIP USU (2011-2012) 4. Anggota Perhumas Muda Medan (2011-2012) 5. Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Departemen
Ilmu Komunikasi (IMAJINASI) FISIP USU (2012-2013) Nama Orangtua : 1. Ayah : M. Situmorang, S.H
2. Ibu : N.R. Tobing, Bsc Alamat Orangtua : Jalan Regu No. 17 A P.Siantar Pekerjaan Orangtua :1. Ayah : Pensiunan PNS