Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan (Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)
Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan
(Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Disusun Oleh :
Kristian B Hutajulu 110902054
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Kristian B Hutajulu
Nim : 110902054
Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial
Judul : Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan (Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)
Medan, Agustus 2015 Dosen Pembimbing
Hairani Siregar, S.Sos, M. SP NIP : 19710927 199801 2 001
Ketua Departemen
Hairani Siregar, S.Sos, M. SP NIP : 19710927 199801 2 001
DEKAN FISIP USU
Prof. Dr. Badaruddin, M. Si NIP : 196805251992031002
(3)
ABSTRAK
Permasalahan anak adalah salah satu permasalahan yang sangat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia, dimana permasalahan tersebut akan menjadi salah satu faktor penentu kemajuan Negara. Menghasilkan anak sebagai generasi penerus yang berkualitas membutuhkan proses yang panjang, yakni membenahi manusia sejak usia dini sampai usia produktif. Proses pembenahan anak dalam konteks kehidupan bernegara merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah, masyarakat dan secara khusus orang tua sebagai tokoh utama yang menentukan perkembangan anak.
Salah satu permasalahan anak yang akut adalah masalah anak jalanan. Permasalahan anak jalanan merupakan fenomena yang telah terjadi sejak lama. Permasalahan tersebut menjadi sorotan bagai masyarakat dunia seiring perkembangan zaman yang mengarah pada semakin ketatnya persaingan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan di Terminal Amplas Kota Medan dengan harapan mampu memberikan pengaruh positif dalam upaya penanganan anak jalanan.
Berdasarkan hasil penelitian, anak-anak jalanan di terminal amplas dominan menjadi anak jalanan karena pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan tersebut terjadi karena pada umumnya mereka berasal dari lokasi sekitar terminal amplas. Selain itu, banyak diantara mereka yang orang tuanya bekerja di sekitar terminal amplas sehingga mereka terbiasa dengan lokasi. Jumlah penghasilan yang dapat diperoleh menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi anak dan orang tua. Faktanya orang tua mereka melakukan pembiaran terhadap anaknya yang menjadi anak jalanan, dibuktikan berdasarkan pernyataan anak-anak jalanan yang menjadi informan kunci bahwa penghasilan mereka kebanyakan diberikan kepada orang tua. Fakta tersebut menjadi alasan kuat sulitnya proses penanganan anak jalanan. Kurangnya keterlibatan pihak keluarga/kerabat juga menjadi faktor yang sangat mempengaruhi, dibuktikan dari pernyataan informan kunci bahwa tidak ada pihak keluarga/kerabat yang melarang atau jadi penghalang anak menjalani aktifitasnya. Selanjutnya kondisi fisik dan sosial kawasan terminal sangat mendukung untuk aktifitas anak jalanan, dibuktikan berdasarkan informan kunci bahwa mereka tidak merasakan hal yang tidak nyaman ataupun mengancam selama melakukan aktifitas di lokasi penelitian.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan KaruniaNya yang tidak berkesudahan sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, secara khusus di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari keterbatasan waktu, pengetahuan, dan biaya sehinga tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak tidaklah mungkin berhasil dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani Siregar S.Sos, M. SP selaku Ketua Jurusan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial sekaligus sebagai dosen pembimbing saya yang telah memberikan waktu dan kesabaran dalam membimbing saya. Mohon maaf kepada Ibu atas segala tingkah laku saya yang menjengkelkan. Tidak pernah ada sedikitpun niat untuk menyusahkan Ibu, itu semua terjadi karena situasi/kondisi yang kurang mendukung bagi saya untuk mengerjakan skripsi dengan baik dan benar.
3. Ibu Mastauli Siregar S.Sos, M. Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan kepada saya. Dukungan dari Ibu cukup mampu membuat saya tersenyum dalam kondisi pikiran yang sedang rumit dan sulit untuk fokus.
(5)
4. Dosen-dosen di Unversitas Sumatera Utara, secara khusus dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah banyak membekali peneliti dengan ilmu pengetahuan.
5. Ibu Zuraidah dan Kak Deby pada bagian admisnistrasi yang telah bannyak membantu saya selama proses perkuliahan.
6. Keluarga yang selalu memberikan dukungan, secara khusus kepada Ibunda tercinta yang menjadi alasan utama saya bertahan menjalani proses perkuliahan dengan berbagai tantangan yang membutuhkan banyak kesabaran bagi sosok yang keras kepala seperti saya.
7. Teman-teman di kampus dan di luar kampus yang terlalu banyak untuk disebutkan, I Love You All & salam parmitu. Saya tidak mampu menuliskan nama teman dekat karena masing-masing punya nilai penting tersendiri bagi saya, saling mengisi dalam setiap kekurangan, musik zaman dulu setia mengiringi jejak langkah kaki kita.
8. Aktifis-aktifis yang banyak mengisi hidup saya dengan idealisme. Sabarlah menunggu hingga waktu dimana kita mampu mewujudkan idealisme dalam bentuk kenyataan, tidak akan terpaku dalam wacana belaka.
9. Mawar yang telah pergi meninggalkan banyak tanda tanya dan rasa bersalah. Selama ini dirimu adalah sosok spesial yang saya akui sebagai penakluk jiwa, dimana keberhasilannya menaklukkan jiwa saya menjadi bahan pertanyaan bagi sebagian orang yang menyebut saya robot dalam hal perasaan. Maaf untukmu yang entah bagaimana kondisimu, tidak pernah ada sedikitpun niat menyakitimu. Maaf juga untuk segala niat baik yang tidak
(6)
tidak akan terimbangi walau dengan seribu puisi, jadilah manusia yang berarti bagi dunia, salam dreamer & God bless you.
Mengingat keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi in masih jauh dari kesempurnaan, walaupun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Medan, Agustus 2015 (Penulis)
Kristian B. Hutajulu Nim : 110902054
(7)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
BAB I PENDAHULUAN ... 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 10
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 11
1.4Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Anak Jalanan ... 13
2.1.1 Definisi Anak Jalanan ... 13
2.1.2 Kategori Anak Jalanan ... 14
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan ... 14
2.1.4 Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan ... 17
2.1.5 Pendekatan dalam Penanganan Anak Jalanan ... 18
2.1.6 Hak Anak ... 19
2.2 Keluarga ... 24
(8)
2.2.3 Faktor-Faktor Keluarga Terhadap perkembangan Anak ... 25
2.2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orangtua ... 28
2.3 Masyarakat ... 29
2.3.1 Pengertian Masyarakat ... 29
2.3.2 Perubahan Sosial dan Budaya Masyarakat ... 29
2.3.3 Peran Masyarakat ... 31
2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah ... 31
2.5 Kerangka Pemikiran ... 32
2.6 Definisi Konsep ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 3.1 Tipe Penelitian ... 37
3.2 Lokasi Penelitian ... 37
3.3 Informan ... 38
3.3.1 Informan Kunci ... 38
3.3.2 Informan Tambahan ... 38
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 39
(9)
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ...
4.1 Kecamatan Medan Amplas ... 41
4.2 Kelurahan Timbang Deli ... 41
4.2.1 Kondisi Geografis ... 41
4.2.2 Pemerintahan ... 42
4.2.3 Penduduk dan Tenaga Kerja ... 42
4.3 Terminal Amplas ... 42
BAB V ANALISISIS DATA ... 5.1 Pengantar ... 44
5.2 Temuan ... 44
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1 Kesimpulan ... 87
6.2 Saran ... 89
(10)
ABSTRAK
Permasalahan anak adalah salah satu permasalahan yang sangat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia, dimana permasalahan tersebut akan menjadi salah satu faktor penentu kemajuan Negara. Menghasilkan anak sebagai generasi penerus yang berkualitas membutuhkan proses yang panjang, yakni membenahi manusia sejak usia dini sampai usia produktif. Proses pembenahan anak dalam konteks kehidupan bernegara merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah, masyarakat dan secara khusus orang tua sebagai tokoh utama yang menentukan perkembangan anak.
Salah satu permasalahan anak yang akut adalah masalah anak jalanan. Permasalahan anak jalanan merupakan fenomena yang telah terjadi sejak lama. Permasalahan tersebut menjadi sorotan bagai masyarakat dunia seiring perkembangan zaman yang mengarah pada semakin ketatnya persaingan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan di Terminal Amplas Kota Medan dengan harapan mampu memberikan pengaruh positif dalam upaya penanganan anak jalanan.
Berdasarkan hasil penelitian, anak-anak jalanan di terminal amplas dominan menjadi anak jalanan karena pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan tersebut terjadi karena pada umumnya mereka berasal dari lokasi sekitar terminal amplas. Selain itu, banyak diantara mereka yang orang tuanya bekerja di sekitar terminal amplas sehingga mereka terbiasa dengan lokasi. Jumlah penghasilan yang dapat diperoleh menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi anak dan orang tua. Faktanya orang tua mereka melakukan pembiaran terhadap anaknya yang menjadi anak jalanan, dibuktikan berdasarkan pernyataan anak-anak jalanan yang menjadi informan kunci bahwa penghasilan mereka kebanyakan diberikan kepada orang tua. Fakta tersebut menjadi alasan kuat sulitnya proses penanganan anak jalanan. Kurangnya keterlibatan pihak keluarga/kerabat juga menjadi faktor yang sangat mempengaruhi, dibuktikan dari pernyataan informan kunci bahwa tidak ada pihak keluarga/kerabat yang melarang atau jadi penghalang anak menjalani aktifitasnya. Selanjutnya kondisi fisik dan sosial kawasan terminal sangat mendukung untuk aktifitas anak jalanan, dibuktikan berdasarkan informan kunci bahwa mereka tidak merasakan hal yang tidak nyaman ataupun mengancam selama melakukan aktifitas di lokasi penelitian.
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan negara tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia. Menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang baik membutuhkan proses yang panjang, yakni membenahi manusia sejak usia dini sampai usia produktif. Proses pembenahan manusia dalam konteks kehidupan bernegara merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah, masyarakat dan secara khusus orang tua sebagai tokoh utama yang menentukan perkembangan anak. Memahami permasalahan kualitas sumber daya manusia Indonesia, harus didasari pemahaman bahwa Indonesia saat ini merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk urutan ke-empat terbesar di dunia. Selain itu, dibutuhkan juga pemahaman bahwa Indonesia merupakan Negara dengan tingkat heterogenitas yang tinggi. Setiap permasalahan pada dasarnya saling mempengaruhi, termasuk permasalahan bidang sumber daya manusia. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia menghadapi permasalahan sosial yang sangat berat dan kompleks sehingga produk pemerintah dalam bentuk kebijakan, program dan aktifitas diharapkan terikat dengan peraturan yang ketat dan transparan untuk menghindari penyalahgunaan status. Dengan demikian segala bentuk upaya penanganan yang dilakukan akan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 305,6 juta jiwa pada 2035. Pada saat itu Indonesia akan menjadi negara dengan populasi terbesar ke 5
(12)
Indonesia 2010—2035 yang disusun bersama oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas, Badan Pusat Statistik, dan Organisasi Dana PBB untuk Populasi (UNFPA). Laporan tersebut menyatakan populasi Indonesia akan meningkat 28,6% dari 237,7 juta jiwa pada sensus 2010 menjadi sekitar 305,6 juta jiwa pada 2035 (http://kabar24.bisnis.com/read/20140129/79/200088/wow-jumlah-penduduk-indonesia-tembus-305-juta-pada-2035 diakses 20 april pukul 20:25 WIB).
Permasalahan sumber daya manusia yang disusun dalam sistematika permasalahan, menjelaskan bahwa permasalahan anak adalah salah satu permasalahan yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Permasalahan anak tidak terlepas dari minimnya tanggungjawab terhadap anak. Menurut aturan penyelenggaraan kehidupan bernegara, Indonesia sebagai negara dengan ideologi Pancasila yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam konsep keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya, serta isi pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menyatakan bahwa negara memiliki tanggungjawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah seharusnya memberikan upaya maksimal terhadap penanganan masalah pemenuhan tanggung jawab anak berdasarkan undang-undang yang ditetapkan melalui kebijakan, program, dan aktifitas yang efektif dan efisien.
Salah satu permasalahan anak yang akut adalah masalah anak jalanan. Anak jalanan rentan terhadap berbagai bentuk penyimpangan sosial, dapat disebabkan intimidasi ataupun keinginan mereka sendiri akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Masa depan anak jalanan yang banyak mendapat
(13)
pengaruh negatif akan suram, bahkan anak jalanan sangat memungkinkan menjadi pelaku pelanggaran hukum di masyarakat semasa berstatus anak jalanan juga setelah dewasa.
Berita terkait kriminalitas di dalam angkot yang berjudul ― Pelaku Kejahatan Keras Merambah di Kalangan Remaja‖ Diposting pada kamis, 29
desember 2011 sebagai contoh suramnya masa depan anak-anak jalanan. Diungkapkan bahwa saat memburu tersangka MSD (19) di Medan, Sumatera Utara, polisi menangkap tiga tersangka dalam kasus lain yang serupa. Prestasi ini mengungkap meluasnya kejahatan keras yang dilakukan kalangan remaja. MSD adalah satu dari empat tersangka pemerkosa dan perampok penumpang angkutan kota, R (35), di Depok, Rabu (14/12). Tiga tersangka lain yang ditangkap adalah YBR (18), DR (18), dan A (19). YBR adalah tersangka utama kasus ini.
YBR, MSD, dan DR adalah anggota komplotan pencuri dan perampas sepeda motor yang sering melukai, bahkan tak jarang memerkosa, korbannya. Saat MSD ditangkap di Medan, Selasa (27/12) siang, tiga kawannya, yaitu R (19), K (21), dan C (19), ikut terjaring. Ketiga kawan MSD ditangkap di Pematang Siantar. Saat R, K, dan C diperiksa, terungkap mereka berkawan dengan empat orang lainnya yang kini buron. Kejahatan yang mereka lakukan sama dengan kejahatan yang dilakukan YBR, MSD, dan DR. ‖Sehari-hari para tersangka dan buron ini bekerja sebagai sopir tembak angkot di Jakarta. Mereka adalah
anak-anak jalanan,‖ ungkap Kepala Subdit Umum Direktorat Reserse Kriminal Umum
Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Helmy Santika, Rabu (28/12).
(14)
jalanan yang dibayar murah para sopir resmi angkot. Yang fenomenal dari pengungkapan para tersangka kali ini adalah sembilan dari 10 tersangka kejahatan keras mulai melakukan kejahatan sebelum berusia 18 tahun. Pengamatan Kompas, para pelaku kejahatan keras seperti pemerkosaan sadis, penganiayaan berat, dan pembunuhan di Jakarta selama ini dilakukan oleh pelaku yang berusia 25 tahun ke atas. Baru kali ini polisi mengungkap serangkaian kejahatan keras di Jakarta dilakukan para pelaku berusia 20 tahun ke bawah.
‖Pengalaman saya, para pelaku yang terungkap melakukan kejahatan keras umumnya telah melakukan kejahatan lain dua sampai tiga tahun sebelum ia ditangkap. Kejahatan yang dilakukan berkembang secara bertahap baik kualitatif maupun kuantitatif sampai akhirnya pelaku melakukan kejahatan keras,‖ papar Helmy. Helmy menduga, para pelaku melakukan tindak kriminal saat usianya
lebih muda lagi. ‖Kalau pada umur 20 tahun dia sudah melakukan pemerkosaan
dan penganiayaan berat, perampokan, serta pembunuhan, sekurang-kurangnya dia
pada usia di bawah 18 tahun sudah melakukan kejahatan,‖ ujarnya. Ia mengingatkan, kejahatan berbeda dengan kenakalan.
‖Kejahatan yang saya maksud adalah kejahatan seperti disebutkan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,‖ ujar Helmy. Oleh sebab itu, terungkapnya kejahatan yang diduga dilakukan 10 tersangka (tidak termasuk tersangka A,
perempuan) adalah bukti telah terjadi ‖metamorfosis‖ para pelaku baru kejahatan
secara lebih dini. Helmy mengungkapkan, kejahatan keras di wilayah hukum Polda Metro Jaya umumnya dilakukan mereka yang berusia 25 tahun ke atas. Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Nico Afinta pun
(15)
Kekerasan (sekarang kepala subdit umum), para pelaku kejahatan keras memang
umumnya berusia 28 tahun ke atas. Paling muda berusia 25 tahun,‖ ucapnya.
Menurut Helmy, metamorfosis penjahat baru yang berusia lebih muda ini menunjukkan semakin banyaknya remaja yang tumbuh di jalanan karena persoalan keluarga dan sekolah. ‖Kedua persoalan itu masih seputar belitan
masalah kemiskinan,‖ ucapnya. Ia menambahkan, sebagian anak-anak jalanan ini
umumnya ‖main‖ di terminal. Sebagian di antara mereka ditampung menjadi
sopir tembak. Helmy menduga, karier kenakalan yang berubah menjadi karier kejahatan anak-anak jalanan ini bermula dari sana (http://regional.kompas.com/read/2011/12/29/04370072/Pelaku.Kejahatan.Keras. Merambah.Kalangan.Remaja Diakses pada 28 Juli 2015 Pukul 11:58 WIB).
Negara dan semua pihak terkait harus bekerja lebih keras untuk menyelamatkan anak-anak telantar atau menghadapi berbagai persoalan lain. Sebab, ternyata jumlah anak yang tertimpa masalah pola asuh jumlahnya sangat besar, mencapai 4,1 juta orang. Fakta tersebut disampaikan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa berdasarkan data Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos. Khofifah mengungkapkan, dari 4,1 juta anak bermasalah itu, 5.900 anak menjadi korban kekerasan, 34.000 di antaranya anak jalanan, 3.600 anak berhadapan dengan hukum (ABH). Adapun pihak kementerian dan lembaga terkait anak berada di BKKBN, Kemendikbud, Kemensos, dan Kemenag.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohanna Susana Yembise mengaku banyak kendala yang harus dihadapi dalam melakukan
(16)
kementerian/lembaga, pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota masih lemah. Dia bahkan menemukan kasus di mana pihak kepolisian masih kurang serius dalam menangani kasus yang menyangkut anak dengan alasan karena masalah keluarga. Yohana juga menengarai Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (TP2TP2A) di beberapa daerah belum berjalan maksimal. Bahkan ada di beberapa kabupaten/ kota belum dibentuk TP2TP2A. Selain itu Yohana menekankan perlunya digalakkan sosialisasi UU Perlindungan Anak dengan target sampai ke desa-desa. Lebih jauh dia mengaku tengah mengkaji sanksi dengan mencabut hak asuh. Hal ini dimaksudkan agar ada efek jera bagi orang tua yang memperlakukan anaknya secara tidak layak (http://www.kpai.go.id/berita/kpai-jutaan-anak-alami-masalah-sosial/ ditayangkan oleh Davit Setyawan pada 19 mei 2015, diakses pada 09 juni 2015 22:28 WIB.)
Pada pasal 28 B ayat 2 UUD 1945, menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convension on the Right of the Child (konvensi tentang hak-hak anak), dinyatakan bahwa anak harus mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak yang pada dasarnya masih memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus karena ketidakberdayaan untuk mandiri.
Perkembangan Undang-Undang perlindungan anak selanjutnya adalah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002. Pada pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 dinyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak
(17)
mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya. Kemudian yang mempertegas pernyataan pihak-pihak yang bertanggung jawab pada anak terdapat pada pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 dinyatakan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 merupakan Undang-Undang perlindungan anak terbaru saat ini sebagai bentuk perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002, yang semakin mempertegas perlindungan atas hak anak dengan penegasan tanggungjawab pemerintah daerah. Pentingnya generasi penerus menjadi alasan peneliti melakukan penelitian tentang anak, secara khusus anak jalanan.
Penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara sekaligus sebagai kota metropolitan terbesar di luar Pulau Jawa dan Kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan diakses 05 April 2015 pukul 11:53 WIB).
(18)
Sebagai kota metropolitan, Medan tidak terlepas dari kompleksitas masalah anak, masih adanya anak jalanan, prostitusi yang melibatkan anak-anak, kekerasan terhadap anak, kriminalitas di kalangan anak-anak dan persoalan-persoalan lainnya yang melibatkan anak-anak, ini semua menjadi tanggungjawab kita bersama untuk menyelesaikannya, khusunya yang berhubungan dengan eksploitasi anak di bawah umur.
Deputi Direktur Yayasan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) Medan Misran Lubis sebagai nara sumber mengatakan, anak jalanan menjadi fenomena klasik dan keberadaannya tetap eksis, populasinya terus berkembang setiap tahunnya, data dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 mengidentifikasi jumlahnya mencapai 2.867 anak, jumlah terbesar ada di lima kota yakni Medan (663 anak), Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224 anak) dan Tanah Karo (157 anak).
Dikatakannya, pada 2010 PKPA melakukan pemetaan ulang terhadap situasi anak jalanan di Kota Medan, dari pemetaan tersebut ditemukan data statistik populasi anak jalanan yang berbeda, PKPA melakukan identifikasi di 7 kecamatan populasi anak jalananan sebanyak 420 anak, mereka tersebar di 18 lokasi yakni pada umumnya dipersimpangan lampu merah diantaranya simpang Gelugur, Bundaran Majestik, Pasar Petisah, Simpang Pulo Brayan, Simpang Sei Sikambing, dan terminal (http://pemkomedan.go.id/new/berita-kota-medan-tidak-terlepas-dari- kompleksitas-masalah.html diakses 20 april pukul 20:03 WIB).
Anak jalanan sampai saat ini masih saja menjadi korban kebijakan yang tak menguntungkan bagi tumbuh dan kembang mereka. Di Medan misalnya, ada Perda Kota Medan Nomor 6 Tahun 2003 Tentang Larangan Gelandangan Dan
(19)
Pengemisan, dan Perda Sumatera Utara Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis yang seharusnya menjadi pijakan untuk meningkat martabat kehidupan anak jalanan. Tapi alih-alih meningkatkan martabat mereka, anak jalanan yang perdefenisi masuk menjadi salah satu kegiatan gelandangan malah dikriminalisasi.
Sewaktu-waktu anak jalanan bisa saja mendapat tindakan represif dari Negara, ditangkap, ditahan, dan berdasarkan pengalaman selama ini, karena tidak ada program yang jelas setelah mereka dirazia, mereka dilepaskan lagi. Setelah itu tentu saja mereka kembali beraktifitas sebagai anak jalanan. Hal ini diungkapkan oleh M. Jailani, S.Sos, M.A, Direktur Eksekutif Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) ketika memberikan pengantar dalam kegiatan Working Group Sosialisasi Program Peduli Dan Pemetaan Peran Pemangku Kepentingan di Kota Medan di Kantor Walikota Medan, Selasa (7/4/2015).
Jailani menambahkan bahwa anak jalanan di Kota Medan juga sulit mendapatkan pelayanan publik seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan. Anak-anak jalanan tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan gratis bila tidak memiliki kartu BPJS. Ditambah lagi, persoalan identitas juga sulit mereka dapatkan sehingga pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis seperti hanya mimpi bagi mereka.
Di sisi lain, masyarakat juga belum dapat menerima anak jalanan sebagai bagian dari kelompok masyarakat, masih saja ada kecurigaan terhadap keberadaan mereka, sehingga tidak terbangun solidaritas sebagai sesama masyarakat dan tidak
(20)
di-kota-medan- harus-secara-inklusif/ diakses pada 18 agustus 2015 pukul 13 52 WIB).
Hasil pemetaan yang dilakukan pihak pusat kajian dan perlindungan anak (PKPA) dalam uraian sebelumnya, mempermudah peneliti untuk menentukan lokasi penelitian dengan populasi anak jalanan yang cukup besar di Kota Medan. Peneliti memilih Terminal Amplas Kota Medan sebagai lokasi penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk mengetahui permasalahan anak jalanan melalui penelitian yang berjudul“ Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan (Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut ―Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab anak menjadi anak jalanan di Terminal Amplas Kota Medan?‖.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab anak menjadi anak jalanan di Terminal Amplas Kota Medan.
(21)
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai referensi dalam rangka : a. Sebagai referensi untuk akademisi dalam rangka penelitian tentang
masalah kesejahteraan sosial, secara khusus masalah anak jalanan. b. Pengembangan teori-teori tentang pengaruh karakter individu, orang
tua, keluarga/kerabat dekat, teman serta masyarakat terhadap permasalahan anak jalanan.
c. Pengembangan model penanganan masalah anak jalanan.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini secara garis besar dikelompokkan menjadi enam bab, antara lain :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang uraian yang berkaitan dengan masalah dan objek penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep serta bagan alur pikir.
(22)
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang sejarah singkat dan gambaran umum lokasi penelitian serta data-data yang berkaitan dengan penelitian.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini tentang uraian data penelitian serta analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisi tentang hasil penelitian berupa kesimpulan dan saran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang memiliki peranan dan tanggung jawab terhadap permasalahan yang diteliti.
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anak Jalanan
2.1.1 Definisi Anak Jalanan
Menurut Kementerian Sosial RI, anak jalanan adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan sehari-hari di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat keramaian lainnya (http://www.kemsos.go.id/modules. php?name=glosariumkesos&letter=a).
Kriteria anak jalanan antara lain :
a. Menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan maupun di tempat-tempat umum; atau
b. Mencari nafkah dan/atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat umum (http://dissos.jabarprov.go.id/gispmks/?page_id=2764 Diakses pada 05 Mei 2015 pukul 22:41 WIB).
Anak jalanan dapat juga disebut sebagai anak-anak yang tersisih, marginal dan jauh dari perlakuan kasih sayang karena dalam usia yang relatif dini harus berhadapan dengan kehidupan kota yang keras dan cenderung tidak bersahabat. Kondisi kehidupan anak jalanan dapat dikatakan marginal karena pekerjaan yang mereka lakukan tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai, dan umumnya tidak menjanjikan kehidupan yang layak di masa depan. Dikatakan rentan karena resiko yang besar dari jam kerja yang panjang dalam lingkungan yang tidak
(24)
karena berada dalam posisi tawar-menawar yang lemah (kurang kompetitif) sehingga rawan terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab (Suyanto, 2010: 185-186).
2.1.2 Kategori Anak Jalanan
Secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok, antara lain :
1. children on the street, yakni anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja dijalan namun masih mempunyai hubungan dengan orangtua.
2. children of the street, yakni anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi.
3. children from families of the street, yakni anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.
Perbedaan kelompok anak jalanan tentu memiliki perbedaan permasalahan. Untuk melakukan penanganan anak jalanan dibutuhkan pemahaman karakteristik anak jalanan sehingga model penanganan anak jalanan dapat dikatakan harus kondisional (Suyanto, 2010 : 186-187).
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan
Secara garis besar, faktor yang menyebabkan anak menjadi anak jalanan antara lain :
1. Faktor ekonomi keluarga
(25)
3. Masalah dalam hubungan anak dengan orang tua 4. Pengaruh teman atau kerabat (Suyanto, 2010 : 196-197)
Masalah anak jalanan tidak terlepas dari kemiskinan struktural di dalam masyarakat, semakin terbatasnya tempat bermain anak karena pembangunan yang semakin tidak mempertimbangkan kepentingan kebutuhan dan perlindungan anak, semakin meningkatnya gejala ekonomi upah dan terbukanya peluang bagi anak untuk mencari uang dari jalanan, kemudian keberadaan anak jalanan yang sementara dirasakan masyarakat sebagai gangguan (Huraerah, 2006 : 77).
Anak jalanan adalah anak yang bermasalah dalam fase-fase proses sosialisasi. Kesalahan yang terjadi dalam fase sosialisasi anak adalah bagian dari faktor penyebab anak menjadi anak jalanan. Orang tua memiliki kewajiban untuk membimbing anak dalam melakukan proses sosialisasi karena orangtua sangat menentukan karakter anak dari proses sosialisasinya. Talcott Parsons dalam menganalisis tindakan-tindakan sosial memperkenalkan Adaption, Goal Attainment, Integration dan Latent Pattern Maitenance atau yang lebih dikenal dengan A-G-I-L. Fase-fase dalam A-G-I-L tidak memiliki batasan yang jelas karena prosesnya terjadi secara berkesinambungan. Fase-fase tersebut dalam proses sosialisasi dijelaskan sebagai berikut :
1. Fase Laten
Pada fase ini proses sosialisasi yang berlangsung belum terlihat nyata. Pengenalan anak terhadap diri sendiri tidak jelas karena belum menjadi individu yang berdiri sendiri dan belum mampu melakukan kontak sosial dengan lingkungannya.
(26)
2. Fase Adaptasi
Pada fase ini anak mulai melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. Reaksi-reaksinya tidak hanya terdorong oleh ransangan-ransangan dari dirinya, tetapi mulai belajar bagaimana caranya bereaksi terhadap ransangan dari luar dirinya. Pada fase ini peranan orang tua terhadap pembentukan karakter anak dapat terlihat karena orang tua memiliki banyak pengaruh terhadap pembentukan karakter anak.
3. Fase Pencapaian Tujuan
Pada fase ini anak tidak hanya menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya, tetapi lebih terarah pada maksud dan tujuan tertentu. Kondisi tersebut terjadi karena anak telah memiliki kemampuan untuk memahami sebagian dari kondisi lingkungan sosialnya, sehingga mampu mengarahkan tindakan terhadap maksud dan tujuan tertentu.
4. Fase Integrasi
Pada fase ini tingkah laku anak tidak hanya adaptasi dan pencapaian, tetapi menjadi bagian dari dirinya berdasarkan nilai dan norma yang tertanam. Kondisi tersebut terjadi karena karakter anak telah dibentuk berdasarkan nilai dan norma yang tertanam selama proses menjalani kehidupannya. Dengan kata lain anak telah memiliki kemampuan untuk mandiri, setidaknya terhadap beberapa kebutuhan anak.
(27)
2.1.4 Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan
Aspek Permasalahan yang Dihadapi
Pendidikan Sebagian besar putus sekolah karena
waktunya habis di jalan
Intimidasi Menjadi sasaran tindak kekerasan
anak jalanan yang lebih dewasa, kelompok lain, petugas dan razia Penyalahgunaan obat dan zat adiktif Ngelem, minuman keras, pil KB dan
sejenisnya
Kesehatan Rentan penyakit kulit, PMS,
gonorhea, paru-paru
Tempat tinggal Umumnya di sembarang tempat, di gubuk-gubuk, atau di pemukiman kumuh
Resiko kerja Tertabrak, pengaruh sampah
Hubungan dengan keluarga Umumnya renggang, dan bahkan sama sekali tidak berhubungan
Makanan Seadanya, kadang mengais dari
tempat sampah, kadang beli (Suyanto, 2010 : 190-191)
(28)
2.1.5 Pendekatan dalam Penanganan Anak Jalanan Pengelompokan Anak
Jalanan
Pendekatan Strategi Program
Fungsi Intervensi
Anak yang masih berhubungan atau tinggal dengan orang tua
Community Based Preventif
Anak yang masih ada hubungan dengan keluarga, tetapi jarang
berhubungan/tinggal dengan orang tua
Street Based Perlindungan
Anak tersisih/putus hubungan dengan keluarga/orang tuanya
Centre Based Rehabilitasi
Community Based merupakan model penanganan yang melibatkan
seluruh potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan dilakukan dengan pencegahan agar anak tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan.
Street Based merupakan model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan berasal/tinggal, kemudian para street educator datang untuk melakukan pendekatan yang kemudian dilanjutkan dengan intervensi.
Centre Based merupakan pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Anak yang masuk dalam program ini ditampung dan
(29)
diberikan pelayanan lembaga/panti. Pada panti yang permanen, disediakan pelayanan pendidikan, ketrampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian, dan pekerjaan bagi anak jalanan (Suyanto, 2010 : 200-201).
2.1.6 Hak Anak
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak : Pasal 2
1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasrkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.
Pasal 4
1. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan.
2. Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(30)
Pasal 5
1. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
1. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya.
2. Pelayanan dan asuhan, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), juga diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelangggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.
Pasal 7
Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan.
Pasal 8
Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan sosial.
(31)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak : Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 5
Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Pasal 6
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.
Pasal 7
1. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
2. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
(32)
Pasal 9
1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
2. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal 10
Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Pasal 11
Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12
Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 13
1. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
(33)
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. Ketidakadilan; dan
f. Perlakuan salah lainnya.
2. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 14
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Pasal 15
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan e. Pelibatan dalam peperangan.
Pasal 16
1. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
(34)
3. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir
Pasal 17
1. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
2. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
2.2 Keluarga
2.2.1 Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari hubungan laki-laki dan perempuan yang berlangsung dalam waktu yang lama. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa.
(35)
2.2.2 Tahapan Kehidupan Keluarga
1. Formatif pre-nuptial stage. yaitu tahapan persiapan sebelum berlangsungnya perkawinan. Masa ini adalah masa berkasih-kasihan, hubungan yang akan semakin erat seiring berjalannya waktu jika ada kesesuaian dan perasaan yang kuat.
2. Nupteap stage. yaitu tahapan sebelum kehadiran anak yang merupakan permulaan kehidupan keluarga. Dalam tahapan ini suami dan istri hidup bersama menciptakan rumah tangga, mencari pengalaman baru serta sikap baru terhadap masyarakat
3. Child rearing stage. yaitu tahapan pelaksanaan kehidupan keluarga yang disertai dengan tanggung jawab terhadap anak sesuai dengan tahap perkembangan anak.
4. Maturity stage. yaitu tahapan yang akan terjadi jika anak tidak lagi membutuhkan tanggung jawab orang tua, dapat disebut dengan istilah anak yang telah mandiri (Ahmadi, 2009 : 223).
2.2.3 Faktor-Faktor Keluarga Terhadap Perkembangan Anak
1. Perimbangan Perhatian
Yang dimaksud perimbangan perhatian adalah perhatian orang tua atas tugas-tugasnya secara menyeluruh. Masing-masing tugas menuntut perhatian yang penuh sesuai dengan porsinya. Kalau tidak demikian, akan terjadi ketidakseimbangan. Semua yang dibebankan pada orangtua sebagai tugas sangat dibutuhkan di dalam perkembangan anak. Artinya anak
(36)
membutuhkan stabilitas keluarga, pendidikan, pemeliharaan fisik dan psikis termasuk religius.
2. Keutuhan Keluarga
Keluarga yang utuh adalah keluarga yang dilengkapi anggota-anggota keluarga, ayah, ibu, dan anak-anak. Sebaliknya keluarga yang pecah atau broken home terjadi di mana tidak hadirnya salah satu orang tua karena kematian atau perceraian. Antara keluarga yang utuh dan pecah mempunyai pengaruh yang berbeda teerhadap perkembangan anak. Keluarga yang utuh tidak sekedar utuh dalam arti berkumpulnya ayah dan ibu tetapi utuh dalam arti yang sebenar-benarnya yaitu di samping utuh dalam fisik juga utuh dalam psikis.
3. Status Sosial
Status sosial orang tua mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku dan pengalaman anak-anaknya. Yang dimaksud dengan status sosial ialah kedudukan orangtua dalam kelompoknya.
4. Besar Kecilnya Keluarga
Besar kecilnya keluarga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pada keluarga besar anak sudah biasa bergaul dengan orang lain, sudah biasa memperlakukan dan diperlakukan orang lain. Sikap toleransi berkembang sejak kecil. Pada keluarga yang kecil dalam hal ini anak yang tunggal dibutuhkan perhatian yang lebih besar dari para orangtua agar perkembangannya menjadi wajar.
(37)
5. Ekonomi Keluarga
Kaya atau miskin masing-masing memiliki pengaruh positif dan negatif. Keadaan keluarga yang kaya dan menjadikan anak mudah memenuhi kebutuhan akan menjadi permasalahan yang berat ketika minim pengawasan. Anak dengan kepemilikan uang yang memadai akan lebih mudah mendapatkan keinginan-keinginannya sebagai akibat dari uang yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan. Jika uang tersebut digunakan untuk hal-hal yang salah, tentu akan merusak karakter anak. Sebaliknya, keadaan keluarga yang miskin akan mengakibatkan anak sulit untuk mengaktualisaikan dirinya karena uang memiliki pengaruh yang besar terhadap aktualisasi diri. Dalam kondisi yang sulit memenuhi kebutuhan, ada kemungkinan anak akan dikucilkan di lingkungannya sehingga terbentuk karakter yang merasa dikucilkan dan sulit untuk berekspresi. Jika anak mendapat tekanan di luar batas, besar kemungkinan anak melakukan berbagai bentuk tindakan menyimpang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, bahkan mengarah pada tindakan membalas dendam dengan perlakuan yang dialami. Dengan demikian kaya bukan berarti jaminan kehidupan anak berkualitas baik, sebaliknya miskin bukan berarti jaminan kehidupan anak tidak berkualitas (Ahmadi, 2009 : 228-232).
(38)
2.2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang tua
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak : Pasal 9
Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.
Pasal 10
1. Orang tua yang terbukti melalaikan tanggung jawabnya sebagaimana termaksud dalam pasal 9, sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kusasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang atu badan sebagai wali.
2. Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya. 3. Pencabutan dan pengembalian hak asuh orang tua ditetapkan dengan
keputusan hakim.
4. Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2), dan (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 : Pasal 26
1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
(39)
c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
2. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.3 Masyarakat
2.3.1 Pengertian Masyarakat
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat berkelanjutan dalam waktu yang lama, dan yang terikat dengan rasa identitas bersama. Semakin tingginya tingkat persaingan hidup di perkotaan menjadikan karakter masyarakat mengarah pada sifat kurang peduli terhadap lingkungan sosialnya (Koentjaraningrat, 2002 : 146-147).
2.3.2 Perubahan Sosial dan Perubahan Budaya Masyarakat
Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan hanya dapat dibedakan dengan membedakan secara tegas pengertian antara masyarakat dan kebudayaan. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya, sehingga setiap perubahan budaya dalam masyarakat adalah hasil dari perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri.
(40)
Proses perubahan sosial dapat diketahui dari ciri-ciri sebagai berikut : 1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap
masyarakat masyarakat selalu mengalami perubahan yang terjadi secara lambat maupun cepat.
2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti oleh perubahan pada lembaga-lembaga sosial yang lain.
3. Perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, biasanya mengakibatkan disorganisasi karena dalam masyarakat ada proses adaptasi. Disorganisasi yang diikuti oleh proses reorganisasi akan menghasilkan pemantapan kaidah-kaidah dan nilai yang baru.
4. Suatu perubahan tidak dapat dibatasi pada aspek kebendaan atau spiritual saja, karena keduanya memiliki kaitan timbal balik yang kuat. 5. Secara tipologis, perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai :
a. Proses sosial, yang menyangkut sirkulasi atau rotasi ganjaran fasilitas-fasilitas dan individu yang menempati posisi tertentu ada suatu struktur.
b. Segmentasi, yaitu keberadaan unit-unit secara struktural tidak berbeda secara kualitatif dari keberadaan masing-masing unit tersebut.
c. Perubahan struktural, yaitu munculnya kompleksitas baru secara kualitatif mengenai peranan-peranan dan organisasi. d. Perubahan dalam struktur kelompok, yaitu perubahan dalam
(41)
hubungan-hubungan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soekanto dalam Martono, 2012 : 12-13).
2.3.3 Peran Masyarakat
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak : Pasal 72
1. Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.
2. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.
2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah
Negara dan pemerintah memiliki tanggung jawab tersendiri terhadap penanganan permasalahan anak. Pemahaman tentang tanggung jawab negara dan pemerintah terhadap anak merupakan pendukung keberhasilan upaya penanganan masalah anak jalanan. Tanggung jawab negara dan pemerintah tersusun beberapa pasal dalam satu kelompok pada Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak : Pasal 21
Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku,
(42)
agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.
Pasal 22
Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
Pasal 23
1. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak. 2. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Pasal 24
Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
2.5 Kerangka Pemikiran
Anak jalanan merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial. Dalam permasalahan anak jalanan, dibutuhkan perhatian serius karena masalah anak jalanan adalah salah satu permasalahan sosial yang akut. Selain itu, alasan yang paling serius untuk menyoroti permasalahan anak jalanan adalah status anak jalanan yang juga sebagai generasi penerus penentu masa depan negara.
Permasalahan anak jalanan sebagai permasalahan sosial yang terjadi di kawasan perkotaan menjadi salah satu permasalahan yang akut dari masa-kemasa. Keadaan tersebut terjadi karena Indonesia saat ini merupakan negara berkembang
(43)
dengan jumlah penduduk yang sangat padat, bahkan berada pada urutan ke-empat terbesar didunia disertai tingkat heterogenitas yang tinggi. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia menghadapi permasalahan sosial yang sangat berat dan kompleks, dimana setiap permasalahan saling mempengaruhi, tidak terkecuali terhadap permasalahan anak jalanan.
Kondisi Indonesia saat ini tidak sepenuhnya dapat menjadi alasan untuk permasalahan anak jalanan yang masih berkelanjutan. Kerjasama yang baik antar pihak-pihak yang bertanggungjawab merupakan solusi terbaik. Pemahaman tentang keakutan permasalahan anak jalanan dapat diperoleh melalui perbandingan antara undang-undang perlindungan anak dengan fakta permasalahan anak di lapangan.
Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab anak menjadi anak `jalanan, langkah yang tepat adalah megetahui hak-hak anak seperti yang tertuang dalam undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Selanjutnya meneliti pihak-pihak yang memiliki pengaruh, peranan dan tanggungjawab terhadap anak yang menjadi anak jalanan. Pihak-pihak yang memiliki peranan dan tanggung jawab terhadap anak seperti keluarga dan orang tua, masyarakat serta negara dan pemerintah diklasifikasikan dengan jelas dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 yang juga memuat hak-hak anak. Teori-teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak serta Teori- teori-teori tentang anak jalanan akan memudahkan penelitian tentang anak jalanan.
(44)
2.6 Definisi Konsep
Secara sederhana definisi konsep diartikan sebagai batasan arti. Definisi konsep adalah penegasan dan pembatasan makna konsep dalam penelitian. Definisi konsep bertujuan untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian (Siagian, 2011: 138).
Konsep dalam penelitian ini antara lain :
a. Faktor dalam penelitian ini adalah yang menjadi penyebab anak menjadi anak jalanan.
b. Anak jalanan dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang berusia antara 6-16 tahun.
c. Orangtua dalam penelitian ini adalah ayah, ibu atau pihak utama yang bertanggungjawab terhadap anak jalanan.
d. Keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sanak saudara serta kerabat dekat (pihak-pihak yang memiliki hubungan darah). e. Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat di
lokasi tempat tinggal dan lokasi aktifitas anak jalanan.
f. Faktor individu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepribadian anak yang memiliki pengaruh terhadap statusnya sebagai anak jalanan.
g. Faktor orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepribadian orang tua yang memiliki pengaruh terhadap status anaknya yang menjadi anak jalanan.
(45)
h. Faktor keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh pihak-pihak yang memiliki hubungan darah secara langsung serta kerabat dekat terhadap status anak yang menjadi anak jalanan.
i. Faktor masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh masyarakat di lokasi tempat tinggal dan lokasi aktifitas anak jalanan terhadap status anak yang menjadi anak jalanan.
(46)
Bagan Alur Pikir
Anak Jalanan
Individu Orang tua Keluarga/Kerabat Masyarakat Faktor -Faktor Yang Memiliki Pengaruh Terhadap Anak Yang Menjadi
(47)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan dan mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti, termasuk penjelasan bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian berinteraksi satu sama lain serta produk interaksinya (Siagian, 2011 : 52).
Penelitian deskriptif (descriptive research), yang disebut juga penelitian taksonomik (taxonomic research), dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti (Faisal, 2007 : 20). Dengan penelitian deskriptif, penulis ingin menggambarkan secara jelas dan m endalam tentang faktor-faktor penghambat penanganan masalah anak jalanan di Kota Medan.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Terminal Amplas Kota Medan. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti sebelumnya, Terminal Amplas Kota Medan adalah kawasan yang ramai anak jalanan. Pendekatan terhadap masyarakat di lokasi penelitian telah dilakukan peneliti sehingga mendukung keberhasilan penelitian. Proses pendekatan tersebut
(48)
didukung situasi dimana banyak masyarakat yang bekerja di lokasi penelitian berasal dari suku yang sama dengan peneliti.
3.3 Informan
Pada penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi dan sampel karena subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja oleh peneliti. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Suyanto, 2005: 171).
3.3.1 Informan Kunci
Informan kunci adalah pihak yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang di perlukan dalam penelitian (Suyanto, 2005 : 172). Informan kunci dalam penelitian ini adalah anak jalanan di lokasi yang telah ditentukan.
3.3.2 Informan Tambahan
Informan tambahan adalah pihak yang dapat memberikan informasi walaupun tidak lansung terlibat dalam interaksi sosial yang di teliti penelitian (Suyanto, 2005 : 171). Informan tambahan dalam penelitian ini adalah orang pejabat kantor kelurahan timbang deli, masyarakat di lokasi tempat tinggal anak jalanan, masyarakat di lokasi aktivitas anak jalananan serta orang tua anak jalanan.
(49)
3.4 Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, atau perilaku (Faisal, 2007 : 52).
b. Wawancara
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang menggunakan pertanyaan langsung secara lisan (Faisal, 2007 : 52).
c. Dokumenter
Metode dokumenter adalah metode pengumpulan data dengan sumber data berupa catatan atau dokumen yang tersedia (Faisal, 2007 : 53).
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif-verifikatif yaitu teknik analisis data yang mengkonstruksi format penelitian dan strategi untuk lebih awal memperoleh data sebanyak-banyaknya di lapangan, dengan mengesampingkan teori (Bungin, 2007 : 147)
(50)
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Kecamatan Medan Amplas
Memahami kondisi fisik dan sosial terminal amplas tentu tidak terlepas dari data tentang wilayah-wilayah di sekitar terminal amplas, tidak terkecuali dalam rangka penelitian tentang anak jalanan di lokasi tersebut. Kecamatan Medan Amplas adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Amplas berbatasan dengan Medan Johor di sebelah barat, Kabupaten Deli Serdang di timur, Kabupaten Deli Serdang di selatan, dan Medan Kota dan Medan Denai di utara. Pada tahun 2001, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 88.638 jiwa. Luasnya adalah 11,19 km² dan kepadatan penduduknya adalah 7.921,18 jiwa/km². Di kecamatan ini terletak Terminal Terpadu Amplas yang merupakan terminal keluar masuk untuk mobil angkutan umum antar kota dan provinsi. Selain itu juga sedang dibangun Jembatan Layang yang sudah dibangun sejak tahun 2006 dan telah selesai pada tahun 2009 (https://id.wikipedia.org/wiki/Medan_Amplas,_Medan diakses pada 24 Agustus 2015 Pukul 1:59 WIB).
Kecamatan Medan Amplas terletak di wilayah Tenggara Kota Medan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
(51)
4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota dan Kecamatan Medan Denai
Kecamatan Medan Amplas adalah daerah pintu gerbang Kota Medan di sebelah timur yang merupakan pintu masuk dari daerah lainnya di Sumatera Utara maupun Provinsi lainnya melalui transportasi darat, dengan penduduknya berjumlah 111.771 jiwa (2006) (http://pemkomedan.go.id/new/hal-medan-amplas.html diakses pada 24 Agustus 2015 pukul 2:08 WIB).
4.2 Kelurahan Timbang Deli
Kelurahan timbang deli adalah salah satu kelurahan di kecamatan Medan Amplas yang berada di Jalan Balai Desa Nomor 17.Terminal Amplas berada dalam wilayah pemerintahan kelurahan timbang deli sehingga kondisi fisik dan sosialkelurahan timbang delierat kaitannya dengan lokasi penelitian.Selain data kondisi fisik dan sosial kelurahan timbang deli, peneliti menjadikan pejabat kantor kelurahan timbang deli sebagai informan tambahan dengan asumsi bahwa pejabat tersebut mampu memberikan data tentang anak jalanan.
4.2.1 Kondisi Geografis
Kelurahan Timbang Deli berbatasan langsung dengan Kelurahan Amplas dan Kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, Kabupaten Deli Serdang di sebelah selatan, Kelurahan Harjosari I dan Harjosari II di sebelah barat, Kelurahan Bangun Mulia di sebelah timur.Kelurahan ini memiliki luas wilayah sekitar 283 Ha dengan jarak antara kantor lurah dengan kantor kecamatan medan amplas
(52)
4.2.2 Pemerintahan
Kelurahan Timbang Deli yang dipimpin oleh seorang Lurah terbagi atas 15 lingkungan.Tahun 2013 ada 7 Pegawai Negeri yang dialokasikan untuk pemerintahan Kelurahan Timbang Deli.
4.2.3 Penduduk dan Tenaga Kerja
Jumlah penduduk adalah 15.627 jiwa, luas wilayah 283 Ha dan kepadatan penduduk 0,018 per km2
Sumber : Kantor Lurah Timbang Deli
4.3 Terminal Amplas
Terminal Terpadu Amplas adalah sebuah terminal terpadu perhubungan darat di Kota Medanyang melayani bus-bus antar provinsi maupun dalam provinsi yang datang dari arah selatan Kota Medan.Bus-bus di terminal ini terutama melayani trayek antar provinsi tujuan Riau, Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung dan Jakarta via Selat Sunda.Terminal ini terletak di Kecamatan Medan Amplasyang merupakan pintu gerbang Kota Medan dari sebelah selatan (http://id.wikipedia.org/wiki/Terminal_Terpadu_Amplas) Diakses pada 06 mei 2015 pukul 09:19 Wib).
Terminal amplas yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah kawasan padat penduduk disertai kondisi lalu lintas yang padat dengan durasi yang sangat lama. Hingga pukul 24:00 WIB masih terlihat beberapa kendaraan yang melintas, pada umumnya bus dan mobil pribadi. Situasi tersebut terjadi karena selain menjadi terminal terpadu perhubungan darat yang melayani bus-bus antar provinsi
(53)
maupun dalam provinsi, terminal amplas juga menjadi titik kumpul angkutan kota berbagai jurusan. Bagi sebagian masyarakat di lokasi terminal, tingginya aktifitas lalu lintas yang tidak terlepas dari tingginya volume penumpang dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas ekonomi.Salah satu yang meramaikan aktifitas jalanan di terminal tersebut adalah aktifitas anak jalanan
(54)
BAB V
ANALISIS DATA
5.1 Pengantar
Pada bab ini disajikan data serta analisisnya berdasarkan penelitian di lapangan. Berdasarkan perolehan data di lapangan, peneliti berhasil mengumpulkan data-data tentang faktor-faktor penyebab anak menjadi anak jalanan di terminal amplas kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain :
1. Penelitian diawali dengan melakukan observasi untuk memperoleh gambaran tentang kondisi fisik dan sosial lokasi penelitian dan selanjutnya untuk memperoleh gambaran tentang anak-anak jalanan yang akan diteliti. 2. Melakukan wawancara terhadap informan kunci dan informan tambahan.
5.2 Temuan
Selama melakukan observasi, peneliti melihat kebanyakan anak jalanan yang berada di lokasi penelitian adalah pengamen dan tukang sapu bis/angkot. Selain pengamen dan tukang sapu, terdapat juga beberapa anak yang bekerja sebagai pedagang asongan. Aktifitas anak jalanan di lokasi penelitian mulai berjalansekitar pukul 14:00 WIB. Ketika menjalankan aktifitas, anak-anak jalanan tersebut tidak menetap di satu tempat.Mereka berpindah-pindah dengan memilih lokasi yang volume kendaraannya tinggi dengan jumlah penumpang yang banyak. Selama observasi, sesekali peneliti melihat anak-anak jalanan di lokasi penelitian berkumpul untuk beristirahat dan bermain. Hubungan antar anak jalanan kebanyakan tidak sampai mengganggu kegiatan mencari uang, hanya saja ada
(55)
beberapa anak yang suka menjahili anak lainnya dengan pembicaraan-pembicaraan kotor dan pukulan-pukulan yang tidak berakibat fatal.
Masyarakat berusia dewasa yang melakukan aktifitas ekonomi di lokasi penelitian cukup banyak seperti agen bis, pedagang asongan, pemilik warung makan, pemilik toko dan sebagainya. Beberapa dari masyarakat berusia dewasa yang melakukan aktifitas ekonomi tersebut akrab dengan anak-anak jalanan, namun ada beberapa hal yang disayangkan seperti pembicaraan-pembicaraan dengan bahasa kotor kadang dilakukan orang-orang dewasa terhadap anak-anak jalanan. Selain itu, mereka kurang mengawasi anak-anak jalanan sehingga banyak anak jalanan yang melakukan tindakan-tindakan menyimpang seperti bermain judi, merokok, saling memaki, bahkan ada beberapa diantara orang dewasa yang ikut bermain judi dengan anak-anak jalanan.
Jenis judi yang dimainkan dinamakan judi tuo, yakni dengan melemparkan dua uang logam sejenis dengan kondisi sisi berbeda dan ketika kedua uang logam tersebut tergeletak dengan kondisi sisi yang sama (dinamakan hidup) akan menjadi pemenang dan bisa melanjutkan lemparan yang akan berhenti/digantikan jika sisi uang logam berlainan/kalah (dinamakan mati). Lemparan uang logam dilakukan secara bergilir dan yang tidak melakukan lemparan bisa terlibat dalam permainan dengan memilih hasil lemparan hidup atau mati. Ketika anak-anak jalanan melakukan aktifitas perjudian, cukup banyak waktu yang tersita sehingga anak yang kalah bermain judi akan melakukan aktifitas ekonominya dengan tambahan waktu dan usaha yang lebih keras sementara anak yang menang akan lebih santai dan mengarah pada kegiatan bermain dan menikmati hasil
(56)
Anak-anak jalanan yang melakukan aktifitas di lokasi penelitian banyak yang kondisinya kurang sehat secara jasmani dan rohani. Kondisi jasmani anak-anak jalanan yang tidak sehat dapat dibuktikan dari masing-masing anak yang berpakaian kotor, kulit kotor, sebagian memiliki kuku panjang dan kotor, serta dalam melakukan aktifitas banyak menghirup polusi kendaraan karena tidak menggunakan masker. Anak yang mau menggunanakan masker adalah wanita yang bekerja sebagai pedagang asongan namun masker tersebut tidak selalu digunakan.
Kondisi rohani anak jalanan yang tidak sehat dapat dibuktikan dari karakter masing-masing anak yang terbiasa dengan percakapan-percakapan kotor, banyak diantara mereka yang suka bermain judi, merokok, berbohong, sehingga peneliti membutuhkan usaha yang keras untuk melakukan pendekatan. Peneliti mendapatkan solusi permasalahan perolehan data karena masyarakat yang berusia dewasadan anak-anak yang melakukan aktifitas ekonomi di lokasi penelitian kebanyakan berasal dari suku yang sama dengan peneliti. Keadaan tersebut memudahkan proses penelitian dengan dukungan pendekatan melalui kebudayaan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti tentang kondisi anak-anak jalanan dalam melakukan aktifitasnya, timbul keinginan untuk mencari tahu bagaimana perasaan masing-masing anak dengan aktifitas yang dilakoninya. Terpikir oleh peneliti bahwa perasaan yang senang akan mengarah pada kondisi permasalahan dimana yang menjadi faktor dominan anak bertahan dengan status anak jalanan ada pada pribadi anak itu sendiri, sedangkan perasaan tidak senang akan mengarah pada indikasi anak menjadi anak jalanan ada unsur keterlibatan
(57)
masyarakat di lokasi aktifitas anak jalanan serta pertanyaan tentang penanganan yang dilakukan oleh pemerintah. Pemikiran tersebut menjadi bahan pertanyaan untuk wawancara dengan informan.
Informan Kunci 1
Nama : Petrus
Usia : 16 Tahun
Tingkat Pendidikan : 1 SMA
Pekerjaan : Tukang Sapu Angkot/Bis
Urutan Kelahiran : Anak Ke-2 dari 4 Bersaudara
Pekerjaan Ayah : Tukang Bangunan
Pekerjaan Ibu :- (Ibu Rumah Tangga)
Cita-cita : -
Pertemuan pertama peneliti dengan Petrus terjadi di pangkalan becak bermotor, saat itu Petrus terlihat kelelahan dan duduk untuk istirahat sambil menghisap sebatang rokok. Di tempat tersebut Petrus melihat peneliti melakukan pembicaraan yang akrab dengan tukang becak. Beberapa lama kemudian peneliti duduk bersebelahan dan memulai pembicaraan dengan Petrus. Pembicaraan awal peneliti lansung mengarah pada data pribadi, seperti nama, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, urutan kelahiran, pekerjaan orang tua, serta cita-cita. Terjadi sedikit permasalahan ketika saya menanyakan pekerjaan ayahnya, ketika
(58)
peneliti berulang-ulang untuk menjawab dengan serius dia selalu menjawab bahwa pekerjaan ayahnya adalah mabuk.
Setelah beberapa saat terdiam, peneliti memberi sedikit nasehat dengan cara bicara yang lembut dan ternyata mampu mengubah situasi. Petrus mulai menanggapi dengan baik. Peneliti kadang-kadang mencairkan suasana dengan melakukan pembicaraan lain seperti pembicaraan tentang masa depan. Beberapa saat setelah peneliti melakukan pembicaraan atas kehendak sendiri, Petrus membuka pembicaraaan tentang aktifitasnya di jalanan. Petrus mengungkapkan tentang teman-teman sekolahnya yang sering menjadikan aktifitasnya sebagai bahan ejekan. Petrus menyatakan bahwa dia sudah terbiasa dengan ejekan dan tidak merasa malu dengan aktifitas yang menjadi rutinitasnya, bahkan dia menyatakan bahwa aktifitasnya bukan aktifitas yang buruk karena bukan pekerjaan yang haram. Setelah pembicaraan tersebut, Petrus kembali bekerja dengan menawarkan jasanya kepada angkutan kota yang lewat.
Selanjutnya pada hari yang berbeda peneliti bertemu kembali dengan informan di tempat yang sama. Saat itu Petrus sedang bersama dengan anak jalanan lainnya, mereka istirahat sambil merokok. Salah satu anak jalanan di tempat tersebut yang bernama Sabar ( Dijadikan sebagai informan kunci ke-5) sedang menghitung uang hasil kerjanya. Sabar meminta api untuk menyalakan rokoknya kepada Petrus, Petrus memberikan rokoknya yang sedang menyala kepada Sabar sambil memberikan nasehat agar merokoknya berhati-hati, jangan sangan sampai dilihat Polisi. Kemudian peneliti bertanya kepada Petrus,
(59)
Selanjutnya Peneliti bertanya “Polisi marah juga kalau kalian kerja disini?” Petrus menjawab “Kalau kerja gak dimarahi bang”.
Karena masih kelelahan dan kondisi untuk bekerja kurang mendukung, Petrus cukup lama berbincang-bincang dengan peneliti. Di tempat tersebut peneliti menyempatkan diri bernyanyi sambil memainkan ukulele salah satu anak jalanan yang bernama Gesprin (Namanya diberitahukan oleh Petrus karena Gesprin tidak mau memberitahukan namanya). Setelah menyanyikan beberapa lagu, peneliti mengajari Petrus memainkan ukulele. Ketika peneliti membaur dengan beberapa anak jalanan, perbincangan peneliti tidak bisa terfokus hanya pada satu orang karena anak-anak jalanan yang lain terkadang membuka pembicaraan dengan peneliti juga dengan informan yang sedang peneliti fokuskan untuk diwawancarai. Karena kondisi tersebut, peneliti membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk merampungkan data.
Saat melakukan perbincangan yang fokus dengan Petrus, Peneliti bertanya tentang jadwal Petrus menjalankan aktifitasnya. Peneliti menanyakan kapan dia memulai dan mengakhiri aktifitasnya. Petrus mengatakan bahwa biasanya dia memulai aktifitasnya setelah pulang sekolah, tepatnya setelah melakukan persiapan dari rumah. Aktifitas tersebut dimulai kira-kira pukul 14:00-15:00 WIB, kemudian Pulangnya dibawah pukul 22:00 WIB karena angkot sudah sepi.
Pertanyaan selanjutnya adalah pertanyaan tentang jumlah penghasilannya sehari-hari. Petrus mengatakan bahwa biasanya dia mendapatkan penghasilan hampir mencapai 50 ribu atau lebih sedikit. Kadang-kadang dia juga bisa
(60)
mendapatkan hasil sampai 100 ribu, tapi sulit untuk menentukan target karena penghasilan tetap tergantung pada peruntungan.
Setelah mengetahui gambaran tentang jumlah penghasilannya, selanjutnya peneliti menanyakan tentang penggunaan penghasilannya. Petrus mengatakan bahwa penghasilannya diberikan kepada ibunya, sebagian untuk uang jajannya sehari-hari. Selain itu Petrus dengan sedikit tertawa mengatakan kalau kadang-kadang uang yang dijajankannya lebih banyak dibandingkan dengan yang diberikan kepada ibunya.
Pertanyaan selanjutnya adalah tentang tempat bermain. Petrus mengatakan kalau tempat bermainnya kebanyakan di lokasi aktifitasnya. Selain itu, Petrus kadang-kadang bermain di warung internet (Warnet).
Berangkat dari pernyataan tentang bagaimana Petrus menghabiskan waktunya sehari-hari, peneliti menanyakan tentang perasaannya menjadi tukang sapu angkot/bis di tempat tersebut. Petrus mengatakan bahwa dia senang karena bisa menjadi sosok yang produktif walau penghasilannya tidak menentu. Kemudian peneliti menanyakan apakah ada alasan lain yang membuat dia senang. Petrus mengatakan kalau hal lain yang membuat dia senang adalah kebebasan. Di tempat tersebut dia bisa bekerja sambil bermain, selain itu dia bisa melakukan hal yang tidak bisa dilakukan di rumah seperti halnya merokok.
Selanjutnya peneliti menanyakan kronologi Petrus menjadi tukang sapu angkot/bis. Petrus mengatakan kalau dia awalnya coba-coba karena tertarik dengan penghasilan tukang sapu angkot/bis di tempat tersebut. Ternyata setelah dia mencoba malah menjadi rutinitasnya sehari-hari. Dia berani mencoba karena
(61)
dia telah terbiasa bermain di lokasi penelitian sehingga tidak terlalu sulit untuk melakukan pekerjaannya sejak awal.
Selanjutnya peneliti bertanya tentang kualitas informan, peneliti menanyakan tentang prestasinya di sekolah atau prestasi yang dapat dibanggakannya. Petrus mengatakan kalau dia tidak pernah mendapat prestasi di sekolah atau prestasi lain yang pantas dia banggakan.
Berangkat dari pernyataan Petrus bahwa sebagian dari penghasilannya diberikan kepada ibunya, peneliti menanyakan bagaimana reaksi orang tuanya ketika dia tidak bekerja. Petrus mengatakan kalau dia tidak bekerja, tidak jadi masalah bagi orang tuanya, hanya ditanyakan alasan kenapa tidak bekerja.
Berdasarkan data pribadi Petrus, khususnya data tentang pekerjaan orang tua, peneliti menanyakan tentang bagaimanan hubungan antar anggota keluarganya dirumah. Petrus mengatakan kalau hubungan antar anggota keluarganya biasa saja walau kadang ada sedikit permasalahan orang tuanya yang membuat kesal.
Setelah mengetahui kondisi keluarga intinya, peneliti menanyakan tentang reaksi keluarga/kerabatnya terhadap pekerjaan yang dilakoninya (Peneliti bertanya apakah ada pihak keluarga/kerabatnya yang melarang dia bekerja). Petrus mengatakan bahwa tidak pernah ada yang mempermasalahkan kalau dia bekerja.
Selanjutnya peneliti menanyakan apakah ada tetangganya yang melarang dia bekerja. Petrus mengatakan tidak ada karena tidak ada yang salah dengan pekerjaannya. Pekerjaannya dikatakan sebagai hal yang biasa dan wajar untuk dikerjakan.
(62)
Selanjutnya peneliti menanyakan apakah ada orang di lokasi penelitian yang melarang dia bekerja. Petrus mengatakan jawabannya tidak berbeda dengan pertanyaan sebelumnya, Petrus juga mengatakan bahwa banyak diantara masyarakat di lokasi penelitian yang akrab dengan mereka.
Selanjutnya Peneliti menanyakan apakah ada yang dia takutkan ketika beraktifitas di jalanan (Menjelaskan tentang razia anak jalanan dan gangguan dari orang-orang di tempat tersebut). Petrus mengatakan bahwa tidak ada yang dia takutkan karena pekerjaannya bukanlah hal yang salah, selain itu dia tidak membuat kesalahan di tempat tersebut sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan.
Terakhir untuk data penelitian, peneliti menanyakan apakah ada orang yang memarahi dia ketika berbuat kesalahan (Menjelaskan berbagai kesalahan yang sering dilakukan anak-anak jalanan, secara khusus kesalahan yang telah peneliti tahu secara langsung). Petrus mengatakan bahwa tidak ada yang dia takutkan karena pekerjaannya bukanlah hal yang salah, selain itu dia tidak membuat kesalahan di tempat tersebut sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan.
Informan Kunci 2
Nama : Nando
Usia : 15 Tahun
Tingkat Pendidikan : 3 SMP
Pekerjaan : Tukang Sapu Angkot/Bis
(1)
Hal tersebut dapat dibuktikan dari pernyataan anak-anak jalanan yang menyetorkan uang hasil kerjanya kepada ibunya.
b. Kondisi ekonomi orang tua yang kurang baik menjadikan orang tua memanfaatkan hasil kerja anaknya di jalanan, dengan kata lain mendukung anak menjadi anak jalanan. Namun berangkat dari kondisi bahwa anak-anak jalanan di lokasi penelitian yang pada umumnya masih sekolah, dapat disimpulkan bahwa masalah ekonomi tidak pantas dijadikan alasan untuk mendukung anak menjadi anak jalanan.
3. Faktor keluarga/kerabat antara lain :
Kurangnya pengaruh keluarga/kerabat untuk menghambat anak menjadi anak jalanan semakin meningkatkan peluang anak menjadi anak jalanan. Situasi tersebut bisa terjadi karena orang tua sebagai pihak utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak melakukan pembiaran atau memberikan dukungan terhadap anak yang menjadi anak jalanan, tentu keluarga/kerabat akan kesulitan melakukan intervensi.
4. Faktor masyarakat antara lain :
Pembiaran yang dilakukan masyarak terhadap anak jalanan akan mempermudah anak untuk melakukan aktiifitas sebagai anak jalanan karena terhindar dari rasa tidak nyaman dan takut. Kemudahan melakukan aktifitas anak jalanan tersebut akan menjadi daya tarik bagi anak yang bukan anak jalanan untuk terlibat dengan aktifitas anak jalanan (menjadi anak jalanan).
(2)
6.2 Saran
1. Pemerintah harus menghambat ketertarikan anak-anak terhadap pekerjaan anak jalanan melalui peraturan yang tegas tentang pelarangan memberikan uang kepada anak-anak jalanan. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat melalui pemerintah, tokoh masyarakat serta lembaga-lembaga (Non government organization/NGO) yang menangani anak jalanan tentang tujuan dari pelarangan pemberian uang terhadap anak jalanan.
2. Lakukan intervensiterhadap orang tua atau pihak utama yang bertanggung jawab terhadap anak jalanan melalui keterlibatan langsung pemerintah, tokoh masyarakat serta NGO yang menangani permasalahan anak jalanan. Intervensi terhadap orang tua/pihak utama yang bertanggung jawab terhadap anak jalanan harus dibarengi dengan penegakan Undang-Undang Perlindungan Anak.
3. Lakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya keterlibatan keluarga/kerabat terhadap perkembangan anak sebagai generasi penerus melalui pemerintah, tokoh masyarakat serta lembaga-lembaga (Non government organization/NGO yang menangani permasalahan anak jalanan.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
Bungin, Burhan.2008. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindoPersada Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP
Faisal, Sanapiah. 2007. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindoPersada
Huraerah, Abu. 2006. KEKERASAN TERHADAP ANAK, Bandung: Nuansa Ihromi, T.O. 1999. BUNGA RAMPAI SOSIOLOGI KELUARGA, Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia
Koentjaraningrat. 2002. PENGANTAR ILMU ANTROPOLOGI, Jakarta: Rineka Cipta
Martono, Nanang. 2012. SOSIOLOGI PERUBAHAN SOSIAL: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial, Jakarta: PT RajaGrafindoPersada Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial: Pedoman Praktis Penelitian
Bidang Ilmu- ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan: GRASINDO MONORATAMA
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak, Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP
Sumber Lain :
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Monografi Kelurahan Timbang Deli
(http://kabar24.bisnis.com/read/20140129/79/200088/ wow – jumlah – penduduk -indonesia-tembus-305-juta-pada-2035 diakses 20 april pukul 20:25
(4)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan diakses 05 April 2015 pukul 11:53 WIB).
(http://pemkomedan.go.id/new/berita- kota - medan - tidak - terlepas-dari kompleksitas-masalah.html diakses 20 april pukul 20:03 WIB).
(http://www.kemsos.go.id/modules. php?name=glosariumkesos&letter=a diakses 13 Mei 2015 pukul 10:43 WIB).
(http://www.kpai.go.id/berita/kpai-jutaan - anak - alami – masalah - sosial/diakses -pada 09 juni 2015 22:28 WIB).
(http://regional.kompas.com/read/2011/12/29/04370072/Pelaku.Kejahatan. Keras. Merambah.Kalangan.Remaja Diakses pada 28 Juli 2015 Pukul 11:58 WIB).
(http://kksp.or.id/home/2015/04/08/ penanganan - anak - jalanan – di -kota-medan harus-secara-inklusif/ diakses pada 18 agustus 2015 pukul 13 52 WIB). (https://id.wikipedia.org/wiki/Medan_Amplas,_Medan diakses pada 24 Agustus
2015 Pukul 1:59 WIB).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Terminal_Terpadu_Amplas) Diakses pada 06 mei 2015 pukul 09:19 Wib).
(5)
PEDOMAN WAWANCARA
Informan Kunci
1. Pukul berapa kamu mulai dan akhiri aktifitas di jalanan? 2. Berapa penghasilan kamu sehari-hari?
3. Kamu apakan uang hasil pekerjaanmu?
4. Apakah kamu merasa senang dengan aktifitasmu (Tergantung jenis pekerjaan)?
5. Dimana tempat bermain kamu biasanya?
6. Bagaimanana ceritanya kamu bisa bekerja di tempat ini?
7. Apa prestasi yang pernah kamu dapatkan dan layak untuk dibanggakan? 8. Apakah orang tua kamu marah kalau kamu tidak bekerja?
9. Bagaimana kondisi hubungan antar anggota keluarga kamu?
10.Apakah ada keluarga/kerabat kamu yang melarang kamu beraktifitas di jalanan?
11.Apakah ada orang-orang disekitar rumah kamu yang melarang kamu untuk bekerja?
12.Apakah ada orang-orang di tempat ini yang melarang kamu bekerja? 13.Apakah ada yang kamu takutkan ketika beraktifitas di jalanan?
14.Apakah ada masyarakat di tempat ini yang memarahi kamu ketika berbuat kesalahan (Menjelaskan berbagai kesalahan yang sering dilakukan anak-anak jalanan, secara khusus kesalahan yang telah peneliti tahu secara langsung)?
(6)
Informan Tambahan
1. Bagaimana tanggapan anda dengan kehadiran anak-anak jalanan di lokasi sekitar terminal amplas yang masuk dalam wilayah kelurahan bapak? 2. Menurut anda, apa saja yang menjadi faktor penyebab anak menjadi anak
jalanan?