BAB VI ASPEK TEKNIS PERSEKTOR - DOCRPIJM b8d30457b8 BAB VIBAB 6

BAB VI
ASPEK TEKNIS PERSEKTOR

Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang
mencakup empat sector yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan
lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan
permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan
teknis untuk tiap-tiap sector di mulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi,
penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan
tantangan yang harus di antisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan
pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan
pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan
yang di butuhkan.

6.1. Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
permukiman di definisikan sebagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari

pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh,
sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan
permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain:
6-1

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
hunian yang di lengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat
terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa
permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan
kawasan

permukiman


juga

mencakup

penyelenggaraan

perumahan

(butir

c),

penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e),
serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun
khusus, dan rumah susun Negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan
kemiskinan yang di implementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di
kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai
6-2

tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan
teknik, serta standar di sasi

teknis di bidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi

Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan
perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman

baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman
kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di
kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk
penanggulangan bencanaalam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar,

prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan

dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A.Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat
ini adalah:



Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan
adaptasi terhadap perubahan iklim.



Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga
kumuh perkotaan.



Perlunyadukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang
tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
6-3



Percepatan pembangunan di wilayah timur indonesia




Meminimalisir penyebabdan dampak bencanase kecil mungkin.



Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan
yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya
kawasan kumuh.



Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah di bangun.



Perlunya kerjasama lintas sector untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan
kawasan permukiman.




Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan
permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas
sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi
standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum
secara nasional. Namun, di masing- masing kabupaten/kota terdapat isu-isu yang bersifat local
dan spesifik yang belum tentu di jumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isu strategis
pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu di jabarkan sebagai informasi awal
dalam perencanaan.

6-4

Tabel 6.1. Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala
Kabupaten Aceh Besar
No.
1

Isu Strategis
a. mengendalikan


Keterangan

perkembangan

Arahan RTRW Kab. Aceh Besar
Strategi untuk kebijakan pengendalian

kawasan cepat tumbuh
b. mengendalikan kegiatan budidaya

perkembangan

secara ketat di kawasan lindung;

memperhatikan

membatasi

tampung, dan kebencanaan.


c.

perkembangan

permukiman

daya

dengan

dukung,

daya

sesuai daya dukung
daya

tampung;


mengembangkan

kegiatan

dan

kawasan

budidaya terbatas kawasan rawan
bencana;
d. mengembangkan
bencana

pada

sistem

mitigasi

kawasan


rawan

bencana.

2

Meningkatkan kuantitas

dan kualitas

Arahan RTRW Kab. Aceh Besar

sarana dan prasarana publik dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan
dan mengurangi dampak resiko bencana

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian kabupaten Aceh Besar
dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu di ketahui
peraturan perundangan di tingkat kabupaten (meliputi peraturan daerah, peraturan bupati,
maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan,
pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.

Untuk m e n g e t a h u i

kondisi eksisting p e n g e m b a n g a n

permukiman

adalah

mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun,dan Rusunawa terbangun di perkotaan,

6-5

maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP,
serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil.

C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

Permasalahan pengembangan permukiman antara lain:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat
menyebabkan

terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang

masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil,daerah
terpencil ,dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial
Tantangan pengembangan permukiman di antaranya:
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya
sector Pengembangan Permukiman.
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk di dalamnya pencapaian Program-Program
Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya
kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan
infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBLKSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada
Kabupaten/Kota.
Sebagaimana isu strategis, Kabupaten Aceh Besar terdapat permasalahan dan tantangan
pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik serta belum tentu di jumpai di kabupaten/kota
6-6

lain. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat local
perlu di jabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Aceh
Besar yang bersangkutan serta merumuskan alternative pemecahan dan rekomendasi dari
permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten
Aceh Besar bersangkutan.

Tabel 6.2. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan
Permukiman Kabupaten Aceh Besar
No.
1

2

3

4

5

Permasalahan Pengembangan
Permukiman
Aspek Teknis :
1. Ketersediaan lahan Kasiba/
Lisiba
2. Pengembangan permukiman
perdesaan

Aspek Kelembagaan :
1. Tidak ada lembaga khusus yang
menangani permukiman
2.Koordinasi antar lembaga
Aspek Pembiayaan :
1. Sumber dana
2. Keterjangkauan
Aspek Peran serta Masyarakat/
Swasta :
1.Peran REI
2.Partisipasi masyarakat
Aspek Lingkungan Permukiman
1.Lingkungan sehat
2..Mitigasi bencana

Tantangan Pengembangan

Alternatif Solusi

Penyediaan Kasiba/ Lisiba
Pengembangan
permukian
perdesaan

Penyediaan secara sdaya
oleh swasta dan atau
masyarakat
Penyediaan permukiman
perdesaan
melalui
penyediaan
kawasana
transmigrasi
swakarsa
mandir KTSM
Lembaga khusus penangan
perumahan permukiman
di bawah dinas Cipta Karya

Semakin kompleksnya
permasalahan peermukiman
terutama di perkotaan seiring
dengan perkembangan kota
Afordabilitas
penyediaan
perumahan RSH

Swadaya masyarakat
Skim kredit yang berpihak

Meningkatkan peran swasta
dan
masyarakat
dalam
penyediaan perumahan

Kampanye dan subsidi

Permukiman yang sehat dan
mempertimbangkan mitigasi
bencana

Perencanaan
kawasan
perumahan permukiman
yang memperhatikan daya
dukung lingkungan dan
mitigasi bencana

6.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis
kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target

kebutuhan yang

harus

dicapai.

Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta
6-7

Karya khususnya sector pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat
kabupaten/kota.
Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (pengurangan
proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk
pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI,
percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program prorakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014.
Sedangkan di Kabupaten Aceh Besar meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten Aceh Besar,
maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut menjadi dasar pada tahapan analisis
kebutuhan pengembangan permukiman.

6.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri
dari:
1)

pengembangan kawasan

permukiman baru

dalam

bentuk pembangunan

Rusunawa serta
2)

peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1)

pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial
(Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil

2)

pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE),

3)

desa tertinggal dengan program PPIP dan RISPNPM.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman

dapat berupa

kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBLKSK ataupun review bila mana di
perlukan.
6-8

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan


Infrastruktur kawasan permukiman kumuh



Infrastruktur permukiman RSH



Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan


Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)



Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana



Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil



Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan social (PISEW)



Infrastruktur perdesaan PPIP



Infrastruktur perdesaan RISPNPM

Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar 6.1.

6-9

Sumber:Dit.Pengembangan Permukiman,2012

Gambar 6.1. Alur Program Pengembangan Permukiman

kriteria yang selama ini di acu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota atau RDTK, di pandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.
b. Fisikbangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki
indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal
kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat di
dalamnya.
6-10

c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang di
nilai,mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh
berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota,
apakah apakah kawasan itustrategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan
faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani
kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah
pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun,
pertokoan, atau fungsil ainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan
permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.
b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh
dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan
(grandscenario) kawasan,rencana induk (masterplan) kawasan dan lainnya.

6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan
a. Usulan Programdan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi
eksisting dengan kebutuhan maka di susun usulan program dan kegiatan. Namun usulan
6-11

program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan Pemerintah
Kabupaten Aceh Besar. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM
di butuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga ke lima.
Kriteria penentuan prioritas Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan permukiman :
- Masuk dalam kawasan kumuh perkotaan yang tercantum dalam SK Bupati
- Tingkat kepadatan penduduk tinggi
- Ketersediaan infrastruktur perkim kurang
- Rawan bencana
- Rawan wabah penyakit

b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman
Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah di doronguntuk terus meningkatkan
alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternative sumber pembiayaan dari masyarakat
dan swasta KPS,CSR).
Untuk kondisi Kabupaten Aceh Besar pembiayaan pengembangan permukiman khususnya
pengembangan infrastruktur perumahan permukiman, peran swadaya masyarakat masih
sangat terbatas, disamping itu peran swasta ataupun dana CSR dari perusahaan swasta nasional
belum pernah ada di Kabupaten Aceh Besar. Ke depan dapat dijajaki kerjasama dari perusahaan
tambang batubara yang beroperasi di sekitar Kabupaten Aceh Besar untuk bisa menyisihkan
sebagian keuntungan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR).
6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan
6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai
bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,

terutama

untuk

mewujudkan

lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan
gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang dan peraturan
antara lain:
6-12

1) UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat
bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah
kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian,termasuk di dalamnya
pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat
yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga di amanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah di
persiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang
tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus di selenggarakan secara
tertib hukum dan di wujudkan sesuai dengan fungsinya, serta di penuhinya persyaratan
administrative dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administrative yang harus di penuhi adalah:
a.

Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah

b.

Statuske pemilikan bangunan gedung; dan

c.

Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan
ke andalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang di tetapkan oleh
Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung,
dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan ke andalan bangunan gedung
mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga
mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan
pembangunan,

pemanfaatan,

pelestarian

dan

pembongkaran,

juga

di

perlukan

peranmasyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
6-13

3) PP36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 di jelaskan dalam PP No. 36
Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No.28/2002. PP ini membahas ketentuan
fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung,
peran masyarakat, dan pembinaan dalam

penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam

peraturan ini di tekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian
pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka
telah di tetapkan Permen PU No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, di jelaskan bahwa RTBL disusun pada
skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang
cepat, kawasan terbangun, kawasan di lestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan
gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian di
tetapkan melalui peraturan wali kota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No:14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut di lampirkan indicator pencapaian SPM
pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No. 8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan
6-14

Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta
Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan,
pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan
termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 di sebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan
Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan

kebijakan

teknis

dan

strategi

penyelenggaraan penataan

bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasanteknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan
bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung
istana ke presidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam
penataan lingkungan
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan
bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan
bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar,

prosedur dan

kriteria, serta pembinaan

kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Lingkup tugas dan fungsi tersebut di laksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu
kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan
rumah Negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan
seperti di tunjukkan pada Gambar 6.2.

6-15

Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012

Gambar 6.2. Lingkup Tugas PBL

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi
peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
• Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
• Pembangunan Prasaranadan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman
kumuh dan nelayan;
• Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman
tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
6-16



Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan
lingkungan;



Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;



Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;



Pelatihanteknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperkotaan


Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;



Paketdan Replikasi.

6.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional
dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sector PBL. Untuk Agenda Nasional, salah
satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan programprogram penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional
lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL y a n g mengamanatkan terlayaninya masyarakat
dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersediany apedoman Harga Standar Bangunan
Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

Agenda internasional yang terkait di antaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya
tujuan yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta
Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses
terhadap ai rminum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai
peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada
tahun 2020.
6-17

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan
global yang di sebabkan bertambahnya karbon dioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energy
yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4°C antara tahun
1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut diseluruh dunia hingga mencapai 1025cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada
di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak social
lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu
strategis sector PBL. Konferensi Habitat I yang telah di selenggarakan di Vancouver, Canada,
pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu
sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahandan permukiman serta
pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang di laksanakan di lstambul, Turki, pada 3-14
Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter fo rAll" dan "Sustainable Human
Settlement Development inan Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan
perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat di
rumuskan adalah sebagai berikut
1)

Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka public dan ruang terbuka hijau (RTH)
diperkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisiona ldan bangunan
bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi
local.
6-18

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan
bangunan dan lingkungan.
2)

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib

pembangunan

dan

ke andalan

bangunan

gedung (keselamatan,

kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan
gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib,
andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan
rumah Negara.

3)

Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau
sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharingin-cash
sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, scenario pembangunan
daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang
meliputia) Revitalisasib) RTH,c) Bangunan Tradisional/bersejarah dand) penanggulangan
kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak
huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

6-19

Tabel 6.3. Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Aceh Besar
No.
(1)

1.

Isu Strategis sektor
PBL di Kab. Aceh Besar

Kegiatan Sektor PBL
(2)

Penataan Lingkungan Permukiman

(3)

a.

Penyusunan RTBL Kawasan Industri Ladong
Kecamatan Mesjid Raya

b.

Penyusunan RTBL Kawasan minapolitan
Perikanan Laut Baitussalam

a. Sarana dan Prasarana Revitalisasi Koridor Blang
Bintang

2.

Sarana dan Prasarana Revitalisasi
Kawasan

3.

Sarana dan Prasarana Penanggulangan a.
bahaya kebakaran

4.

Sarana dan Prasarana Penataan
Lingkungan Permukiman Bangunan
Tradisional/bersejarah

Dukungan PSD RISPK

b. Rencana tindak Permukiman
Tradisional/bersejarah

B. Kondisi Eksisting
Berdasarkan

Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan

non-fisik dan

pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun2013 juga telah melakukan peningkatan
prasarana

l i n g k u n g a n permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan

gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian
di Kabupaten/Kota perlu di jabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan
tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:


Masih kurang di perhatikannya kebutuhan sarana system proteksi kebakaran;



Belum siapnya landasan hokum dan landasan operasional berupa
6-20



RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swastada



penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;



Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi
utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;



Masih

rendahnya

dukungan

pemda

dalam

pembangunan lingkungan

permukiman yang di indikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah
untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien
dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
• Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di
seluruh Indonesia;
• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan
penyelenggaraan

bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan

kemudahan);
• Kurang di tegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan
Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak

yang tidak berfungsi dan kurang

mendapat perhatian;
• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya
kualitas pelayanan publik dan perijinan;
• Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan,
keamanandan kenyamanan;
• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
• Masih banyaknya aset Negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:


Masih kurang di perhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana
olahraga
6-21

Kapasitas Kelembagaan Daerah:


Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan
penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;



Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan
pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;



Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan



Bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan

Tabel 6.4. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
No
(1)
I.

1

Permasalahan yang
dihadapi
(2))
(3)
KegiatanPenataan Lingkungan Permukiman
AspekTeknis
1). Kawasan fungsional
cepat berkembang
2).Kawasan perkotaan yang
cepat berkembang
Tidak didukung oleh infra CK
AspekPBL

Tantangan
Pengembangan
nn
(4)

Alternatif
Solusi
(5)

Pembangunan
secara sporadis,
dan tanpa regulasi

Penataan
bangunan dan
lingkungan

2

Aspek
Kelembagaan

1)Tidak ada lembaga
pengelola kawasan

Kelembagaan
baru

UPT dibawah
Dinas CK

3

Aspek
Pembiayaan

1) Belum ada anggaran
studi

Alokasi anggaran

Bantek APBN

1) Peran serta masyarakat
rendah

Pemahaman
masyarakat
rendah

Edukasi
pentingnya
penataan
kawasan

1) lahan gambut
2) Rawan bencana
3) Rawan banjir

Daerah rawan
bencana

4

5

Aspek Peran
Serta
Masyarakat/
Swasta
Aspek
Lingkungan
Permukiman

Mitigasi bencana

6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kabupaten Aceh Besar
mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8
Tahun 2010.
Pada Permen PU No. 8 tahun 2010, di jabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:

6-22

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan
sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.

RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan di definisikan sebagai panduan rancang bangun suatu
lingkungan/kawasan yang di maksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan
bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan
lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan
pengendalian

rencana,

dan

pedoman

pengendalian

pelaksanaan

pengembangan

lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:


Program Bangunan dan Lingkungan;



Rencana Umum dan Panduan Rancangan;



Rencana Investasi;



Ketentuan Pengendalian Rencana;



Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen
PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang
terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem
proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi
bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
6-23

Penyelenggaraan system roteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi
proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan,
pelestarian dan pembongkaran system proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungannya.

RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan
Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan
pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran
pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan
kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedomandan Manual
(NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari
rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional / Bersejarah Pendekatan yang di lakukan
dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradision aladalah:
1.

Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;

2.

Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia,
lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;

3.

Azas "berkelanjutan"

sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin

kelangsungan kegiatan;
4.

Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain
itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan
masyarakat.

Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun 2010
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus
6-24

untuk sektor PBL,SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang di karenakan kegiatan
penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sector PBL sebagaimana
terlihat pada tabel 6.5. yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun
kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan.

6-25

Tabel 6.5. SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No

Jenis Pelayanan Dasar

Standar Pelayanan
Minimal
Indikator

I.

II.

Penataa
n
Bangun
an dan
Lingkun
gan

Izin
Mendirikan
Bangunan
(IMB)

Penataa
n
Ruang

Penyediaan
Ruang
Terbuka
Hijau (RTH)
Publik

Harga
Standar
Bangunan
Gedung
Negara
(HSBGN)

Terlayaninya
masyarakat
dalam
pengurusan IMB
di kabupaten/
kota.
Tersedianya
PedomanHarga
Standar
Bangunan
Gedung Negara
di
kabupaten/kota.
Tersedianya
luasan RTH
publik sebesar
20% dari luas
wilayah kota/
kawasan
perkotaan

Nilai
100
%

Wakt
u
Pe
ncap
aian
2014

Keterangan

Dinas yang
membidangi
Perijinan (IMB) /
KPTSP

100%

2014

Dinas yang
Membidangi
Pekerjaan Umum.

25%

2014

Dinas/SKPD
Yang membidangi
Penataan Ruang.

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan

kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi

persyaratan ke andalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan
dan kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
3. Menguraikan asset Negara dari segi administrasi pemeliharaan.

Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah Negara
perlu di lakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan
pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung

6-26

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah
PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi
berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan

pelaku

pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat

6.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c.

Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
(PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lainr
encana kegiatan rinci, indicator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan
kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta
pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola asset
proyek setelah infrastruktur dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sector Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:
-

Fasilitasi Ran Perda Bangunan Gedung
Kriteria Khusus:
Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ran perda Bangunan Gedung;
Komitmen Pemda untuk menindak lanjuti hasil fasilitasi Ran perda BG

-

Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas
Kriteria

Khusus Fasilitasi

Penyusunan

Rencana

Penataan Lingkungan Permukiman
6-27

Berbasis Komunitas:


Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;

• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkisnya;


Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Peda, swasta, dan masyarakat;


-

Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.

Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
Kriteria Lokasi:


Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No. 6 Tahun 2006;



Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;



Kawasan yang dilestarikan/heritage;



Kawasan rawan bencana;



Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/budaya
dan/atau ke agamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business
district);



Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;



Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah,
swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau
pengembangan wilayahnya



Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat;



Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan
Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan,
program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.
6-28

Kriteria Umum:


Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas
kawasan perencanaan> 5Ha) atau;



Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembangan wilayah (jika
luas perencanaan 500.000 orang;



Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi



Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 tentang
Tata Ruang;

Kriteria



Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;



Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.

dukungan

PSD

Untuk

Revitalisasi

Kawasan,

RTH

Dan

Permukiman

Tradisional/Gedung Bersejarah:


Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman TradisionalBersejarah



Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;



Ada DDUB;



Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;



Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, di
utamakan pada fasilitas umum/social, ruang-ruang publik yang

menjadi
6-30

prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;


Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;



Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.

Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:


Memiliki

dokumen

RISPK

yang

telah

disahkan

oleh

Kepala

Daerah

(minimalSK/peraturan bupati/walikota);


Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);



Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;



Ada lahan yang di sediakan Pemda;



Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;



Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.

Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:


Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;



Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal,
stasiun, bandara);



Ruang public atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas social masyarakat
(taman, alun-alun);



Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat

6.3. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
6.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan
konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi
sistemfisik (teknik) dan nonfisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM
adalah badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan
usaha

swasta,

dan/atau

kelompok

masyarakat

yang

melakukan

penyelenggaraan
6-31

pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan
peran serta masyarakat

dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan

sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem
penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
i) Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum
rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM).
Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah
dan Pemerintah Daerah.
ii) Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Program
Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah
aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas
dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen,
keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk
melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menumenuju keadaan yang
lebih baik dan sejahtera.
v) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem
Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan
terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

6-32

SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan.
SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi,
unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat
meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil
tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.Pengembangan SPAM
menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin
hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari
guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan
perundang- undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No.16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya,
Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok
Direktorat Jenderal Cipta Karya dibidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan
sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:


Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;



Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan
air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;



Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;



Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan
dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

6.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan SPAM
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk
mencapai target pembangunan dibidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian
konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat
Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:
1.

Peningkatan Akses Aman Air Minum;
6-33

2.

Pengembangan Pendanaan;

3.

Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

4.

Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;

5.

Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

6.

Rencana Pengamanan Air Minum;

7.

Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan

8.

Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan
Penerapan Inovasi Teknologi

Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah masingmasin