IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR ROBERT GAGNE
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/305739745
IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR ROBERT
GAGNE DALAM PEMBELAJARAN KONSEP
MATEMATIKA (Suatu Alternatif...
Book · February 2016
CITATIONS
READS
0
1,179
1 author:
Irwan Akib
Universitas Muhammadiyah Makassar
4 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Irwan Akib on 01 August 2016.
The user has requested enhancement of the downloaded file. All in-text references underlined in blue are added to the original document
and are linked to publications on ResearchGate, letting you access and read them immediately.
IMPLEMENTASI TEORI
BELAJAR ROBERT GAGNE
DALAM PEMBELAJARAN
KONSEP MATEMATIKA
(Suatu Alternatif Kegiatan Mengajar Belajar
Konsep Matematika)
Oleh
Irwan Akib
LEMBAGA PENERBITAN DAN PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR ROBERT GAGNE
DALAM PEMBELAJARAN KONSEP MATEMATIKA
(Suatu Alternatif Kegiatan Mengajar Belajar Konsep Matematika)
Penulis:
IRWAN AKIB
Tata Letak:
Tasrif akib
Nursinah
Wahyuni
Desain Sampul:
Faidul Adzim
ISBN: 978-602-8187-54-1
Diterbitkan Oleh:
Lembaga Perpustakaan dan Penerbitan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar
Sulawesi Selatan-Indonesia
Cetakan I, 2016
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, buku dengan judul “Penerapan
Teori Belajar R, Gagne Dalam Mengajarkan Konsep
Matematika (suatu alternatif kegiatan belajar mengajar
koensep metematika)”, dapat diwujudkan.
Konsep dalam matematika memiliki peran penting,
karena tanpa penguasaan konsep matematika yang
benar dan tepat, kemungkinan seseorang yang belajar
matematika mengalami kesulitan dan kekeliruan dalam
melakukan penyelesaian masalah matematika. Buku ini
hadir menyajikan masalah konsep dalam matematika
dan bagaimana mengajarkan konsep matematika
menurut teori belajar Gagne.
Pernayataan rasa syukur kepada sang khalik, atas
bimingan dan petunjuk yang diberikan kepada kami
dalam mewujudkan karya ini tidak dapat dapat
dilukiskan dengan kalimat apapun, kecuali hanya
menyadari betapa kecilnya diri ini di hadapan- Nya.
Penulis menyadari bahwa sang khalik telah
menggerakkan hati segelintir hamba-Nya untuk
membantu kami dalam mewujukan buku ini, dan tanpa
bantuan tersebut, buku ini mungkin tidak akan pernah
dinikmati. Oleh karena itu penulis menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya.
Mengiringi penghargaan dan terima kasih tersebut,
penulis hanya mampu menyampaikan permohoan
iii
kepada sang khalik,
semoga segala bantuan yang
diberikan kepada kami dapat menjadi ibadah dan
mendapat imbalan dari-Nya.
Akhirnya tak ada gading tak retak , tak ada ilmu
yang memiliki kebenaran mutlak, tak ada manusia tanpa
kelemahan, dan kesempurnaan hanya menjadi milikNya. Oleh kerena itu tegur sapa untuk perbaikan tulisan
ini senantiasa dinantikan dengan penuh keterbukaan,
sebagaimana ungkapan leluhur dari tanah bugis: “malilu’
sipakainge’, rebba sipotokkong, mali sipaparape’”(khilaf
saling mengingatkan, jatuh saling membangunkan,
hanyut saling menyelamatkan).
Kampus Biru, November 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................. iii
Daftar Isi ............................................................................ v
Daftar Gambar/Skema .................................................... vii
BAB I
PENDAHULUAN .........................................
A. Latar Belakang Masalah ........................
B. Rumusan Masalah ..................................
C. Tujuan Pembahasan ...............................
D. Manfaat Pembahasan ............................
BAB II
KONSEP DALAM MATEMATIKA ......... 9
A. Pengertian dan Kedudukan Konsep
dalam Matematika .................................. 9
B. Defenisi Suatu Konsep ........................... 13
C. Komponen Defenisi ................................ 17
BAB III
TEORI BELAJAR R. GAGNE ....................
A. Batasan dan Komponen Belajar ............
B. Belajar Konsep Menurut Gagne ............
C. Sistem Pemrosesan Informasi ................
D. Fase-fase Belajar .......................................
E. Rancangan Pembelajaran .......................
v
1
1
7
7
7
19
19
23
25
29
33
BAB IV
BAB V
KEGIATAN MENGAJAR BELAJAR
KONSEP........................................................
A. Persiapan Mengajar ................................
B. Pelaksanaan Pengajaran Konsep
di Kelas ......................................................
C. Contoh Pengajaran Konsep ...................
39
39
40
45
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN .... 51
A. Kesimpulan .............................................. 51
B. Saran-saran ............................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ...................................................... 55
vi
DAFTAR GAMBAR/ SKEMA
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Struktur Aksiomatik Deduktif ..............
Struktur Defenisi Segiempat .................
Hubungan Komponen-komponen
Belajar ........................................................
Hirarki Tingkat Kemampuan
Intelektual .................................................
Model Pemrosesan Informasi ...............
Alur Kegiatan Mengajar Belajar Konsep
Matematika ..............................................
Hubungan Antar Dua Himpunan ........
vii
12
14
21
23
27
44
47
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang
diajarkan pada semua jenjang pendidikan dasar dan
menengah memiliki misi yang sangat penting, yaitu
mendukung ketercapaian tujuan pendidikan nasional.
Secara umum tujuan pendidikan matematika di
sekolah dapat digolongkan menjadi: (1) Tujuan yang
bersifat formal, menekankan kepada menata penalaran
dan membentuk kepribadian peserta didik, (2) Tujuan
yang bersifat material menekankan kepada kemampuan
memecahkan masalah dan menerapkan matematika
Secara
lebih
terinci,
tujuan
pembelajaran
matematika sebagai berikut:
1.
Melatih
cara
berpikir
dan
bernalar
dalam
menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
2.
Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan
imajinasi,
intuisi,
dan
penemuan
dengan
mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa
1
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta
mencoba-coba.
3.
Mengembangkan
kemampuan
memecah-kan
masalah.
4.
Mengembangkan
kemampuan
menyam-paikan
informasi atau mengkomunika-sikan gagasan antara
lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram,
dalam menjelaskan gagasan tersebut.
Kurikulum 2013 SMA menempatkan matematika
sebagai mata pelajaran dengan porsi jam terbanyak
dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuankemampuan matematis peserta didik bukan hanya untuk
menyelesai-kan permasalahan
didalam matematika
saja,
dilatih
tetapi
peserta didik
mengembangkan
kemampuan
bagaimana
berpikirnya
untuk
menyelesaikan masalah terkait dengan mata pelajaran
lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
kedepannya ketika peserta didik sudah terjun dalam
masyarakat mereka dapat menggunakan nalarnya untuk
menyelesaikan
masalah-masalah
nyata
yang
lebih
kompleks di dunia kerjanya maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
National Council of Teachers of Matematics atau
NCTM
(2000)
menggariskan,
bahwa
siswa
harus
mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif
2
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Ada lima standar proses dalam pembelajaran
matematika yang direkomendasikan oleh NCTM, yaitu:
pertama,
belajar
untuk
memecahkan
masalah
(mathematical problem solving); kedua, belajar untuk
bernalar dan bukti (mathematical reasoning and proof);
ketiga, belajar untuk berkomunikasi (mathematical
communi-cation); keempat, belajar untuk mengaitkan ide
(mathematical connections); dan kelima, belajar untuk
mempresentasikan (mathematics representation).
Kelima standar proses yang dirumuskan oleh
NCTM tersebut tidak dapat berjalan dengan baik tanpa
penguasaan konsep matematika yang benar, sehingga
dengan
demikian
merupakan
penguasaan
factor
penting
konsep
matematika
dalam
pengajaran
matematika.
Sehubungan
keterampilan
dengan
pemahaman
konsep,
menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah, menurut Tiro (2010: 24) setelah mengerti
konsep matematika dengan benar, kita dengan mudah
menggunakan
kemudian
teknik
atau
kemudahan
algoritma
yang
matematika,
diperoleh
dalam
penggunaan algoritma menimbulkan suatu keterampilan
3
nyata yang dapat digunakan dalam berbagai kebutuhan
di segala aspek kehidupan manusia.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa konsep yang
telah dipahami dengan baik dapat dikembangkan untuk
mendapat konsep-konsep baru dengan memodifikasi
konsep-konsep sebelumnya.
Sedang
dalam
kaitan
antara
pengetahuan
prosedural dengan pengetahuan konseptual, Van De
Walle (2002:29) mengemukan bahwa aturan yang bersifat
procedural seharusnya jangan diajarkan tanpa disertai
konsep.
Prosedur-prosedur
tanpa
konsep
hanya
merupakan aturan tanpa alasan yang akan membawa
kepada
kesalahan
dan
ketidaksukaan
terhadap
matematika. Senada dengan pendapat di atas, Winkel
(1941:45) menegaskan bahwa konsep merupakan batubatu dalam berpikir, batu–batu itu dapat disusun
menjadi
suatu
bangunan
dengan
menghubung-
hubungkan konsep yang satu dengan yang lainnya.
Uraian
diatas
menggambarkan
perlunya
pemahaman konsep matematika dimiliki siswa dalam
mengembangkan konsep baru dan mengaplikasikan
konsep tersebut baik dalam keterampilan pemecahan
masalah, maupun dalam komunikasi matematika atau
dalam berbagai ketrerampilan matematika lainnya.
Sementara
itu
berbagai
4
penelitian
menunjukan
kelemahan penguasaan konsep, antar lain; Astuti, dkk
(tanpa tahun) dalam penelitiannya menemukan bahwa
kesulitan yang dialami siswa disebabkan beberapa faktor
diantaranya tidak menguasai konsep permutasi dan
kombinasi, tidak menguasai konsep faktorial, tidak
menguasai konsep perkalian dan pembagian.
Sedang Ungky Pawestri (2013) Kesalahan konsep
bentuk logaritma umumnya terjadi karena siswa lebih
suka mempelajari materi pada bagian rumus dan
prosedur penyelesaian soal dari pada mempelajari
konsep-konsep yang terkandung dalam definisi bentuk
logaritma tersebut.
Agninditya (2014) menemukan bahwa kesulitan
dan kesalahan siswa meneyelesaikan soal trigonometri
yang dikelompok berdasarkan tes awal adalah, dari
kelompok subjek yang berkemampuan awal tinggi
mengalami kesalahan keterampilan dan konsep, serta
kesulitan dalam menentukan nilai tempat. Faktor yang
mempengaruhi
kesulitan
belajar
dari
kelompok
berkemam-puan awal tinggi adalah faktor minat, bakat,
dan emosi. Walaupun memiliki kesulitan dalam belajar
tetapi kelompok ini memiliki perhatian untuk belajar.
Rata-rata tingkat kesalahannya sebesar 12,81% yang
termasuk dalam kriteria sangat rendah. Kelompok subjek
yang
berkemampuan
awal
5
menengah
mengalami
kesulitan dalam memilih proses penyelesaian dengan
tepat dan kesalahan konsep dan kesalahan keterampilan
dalam menghitung dengan teliti dan membaca. Faktor
yang mempengaruhi kesulitan belajar dari kelompok
berkemam-puan awal tinggi adalah perhatian, minat,
bakat, dan emosi, serta faktor exogen, yaitu factor
lingkungan keluarga. Rata-rata tingkat kesalahannya
sebesar 22,08% yang termasuk dalam kriteria rendah.
Dari kelompok subjek yang berkemampuan awal rendah
mengalami kesulitan dalam memilih proses penyelesaian
tepat dan kesalahan yang dialami yaitu kesalahan
konsep, keterampilan, dan kesalahan prinsip.
Pentingnya
penguasaan
konsep
di
satu
sisi
sedangkan di sisi lain penguasaan konsep peserta didik
masih rendah, merupakan suatu masalah yang perlu di
cari alternatif pemecahannya, yaitu perlunya suatu
model pengajaran konsep matematika sehingga siswa
dapat memahami dengan baik konsep yang disajikan.
Berkaitan dengan pengajaran konsep tersebut teori
belajar dari R.Gagne merupakan suatu alternatif dalam
mengembangkan pengajaran konsep secara umum,
namun untuk pengajaran konsep matematika masih
memerlukan suatu kajian khusus.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan diatas, maka masalah yang
dikaji dalam buku ini dapat dirumuskan sbb:
1. Apa yang dimaksud konsep dalam matematika ?
2. Bagaimana siswa belajar konsep menurut teori Gagne?
3. Bagaimana mengajarkan konsep matematika pada
siswa menurut teori Gagne?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan utama pembahasan buku ini adalah untuk
menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan di atas,
dengan rincian sebagai berikut:
1. Untuk memberikan kejelasan tentang konsep dalam
matematika
2. Untuk memberikan kejelasan tentang cara belajar
konsep menurut teori Gagne.
3. Untuk
memberikan
kejelasan
cara
mengajarkan
konsep metematika berdasarkan teori Gagne.
D. Manfaat Pembahasan
Pembahasan buku ini diharapkan memberikan
manfaat sbb:
7
1. Sebagai
bahan
masukan
kepada
guru-guru
matematika pada umumnya, dan guru matematika di
SMA pada kususnya dalam mengajarkan konsep
matematika.
2. Sebagai bandingan kepada para ahli dalam bidang
pendidikan
matematika
dalam
mengembangkan
alternatif konsep pembelajaran matematika.
3. Sebagai bahan kajian kepada para peneliti dalam
bidang
pendidikan
mengembangkan
matematika
suatu
matematika.
8
teori
belajar
dalam
konsep
BAB II
KONSEP DALAM MATEMATIKA
A.
Pengertian
dan
kedudukan
konsep
dalam
matematika
Sebelum membicarakan pengertian dan kedudukan
konsep dalam matematika, berikut disajikan ilustrasi
berkaitan pentingnya pemahaman konsep matematika
sebelum melakukan pengerjaan soal.
Hitunglah
(Tiro; 2010, 28)
Bila tanpa memahami konsep dengan baik, maka
tidak menutup kemungkinan kita akan menyelesaikan
integral
tersebut
dengan
proses
berikut,
tanpa
memerhatikan latar belakang soal tersebut.
4
dx
1
1 4
0 ( x 1)2 ( x 1) 3 1 3
0
4
Tiro (2010, 29) mengemukan bahwa rumus integral
yang digunakan disini berlaku untuk fungsi yang
diintegralkan memenuhi syarat tertentu. Dan prosedur
9
yang
digunakan
sudah
sesuai
prosedur
teknis
(algoritma) matematis, namun kesalahan besar terjadi
karena latar belakang soalnya tidak benar.
Lebih
lanjut
dikemukakan
bahwa
bila
kita
mengetahui tentang konsep integral, maka perlu dikaji
lebih
awal
latar
belakang
masalahnya
sebelum
menggunakan algoritma matematis. Hasil integral di atas
terdapat suatu hal yang aneh, hasilnya -4/3, sedangkan
integrannya adalah bentuk kuadrat yang tidak mungkin
negatif.
Karena
1
tidak terbatas pada interval 0 ≤ x ≤ 4,
( x 1) 2
yakni tidak terdefinisi untuk x = 1.
Kasus di atas menunjukkan pentingnya memahami
konsep matematika sebelum menggunakan algoritma
matematis. Oleh karena itu perlu dipahami lebih dahulu
tentang
konsep
matematika
sebelum
melakukan
algoritma dalam menyelesaikan suatu masalah.
Berikut kita coba kaji beberapa hal berkaitan
dengan konsep dan konsep dalam matematika itu
sendiri.
Konsep menurut Rosser (dalam Ratna 1989:80),
merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas
objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan dan
10
hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang
sama.
Berkaitan dengan abstraksi, berarti suatu konsep
mewakili beberapa objek yang telah digugurkan ciri-ciri
atau sifat-sifat objek tersebut yang dianggap tidak
penting
atau
tidak
diperlukan
sehingga
hanya
diperhatikan sifat penting yang dimiliki bersama.hal ini
berarti bahwa objek-objek yang memenuhi kriteria
konsep tersebut merupakan contoh dari konsep yang
dimaksud bukan merupakan contoh konsep.
Sejalan dengan paparan diatas Bell (1981: 108)
mendifinisikan konsep dalam matematika sebagai ide
abstrak
yang
memungkinkan
seseorang
mengklasifikasikan objek-objek atau kejadian–kejadian
tertentu, apakah objek-objek atau kejadian-kejadian itu
merupakan contoh atau bukan contoh dari ide tersebut.
Dibagian
lain
tulisannya,
Bell
(1981:52)
mengemukakan bahwa konsep merupakan salah satu
dari 4 obyek langsung matematika, (fakta, skills, konsep
dan prinsip), sedang Begle (1979 : 6) mengatakan bahwa
sasaran atau objek penelaahan matematika adalah fakta,
konsep, operasi dan prinsip. Dengan demikian baik Bell
maupun Begle keduanya menempatkan konsep sebagai
salah satu objek telaah matematika. Sementara itu
Soedjadi (1985 : 18) menggambarkan struktur deduktif
11
aksiomatik matematika dengan menempatkan konsep
(pengertian lain) dibawah pengertian pangkal.
Skema struktur aksiomatik deduktif sbb:
Pernyataan pangkal
(Aksioma)
Pengertian pangkal
(undefined term )
Pernyataan lain
( Teorema )
Definisi
Pengertian Lain
(Konsep)
Pernyataan lain
(lemma, corrolary,
teorema )
Definisi
Pengertian Lain
(Konsep)
Pernyataan lain
(lemma, corrolary,
teorema )
dst
dst
Sumber: Soedjadi, 1985: 18
Gambar 1: Struktur Aksiomatik Deduktif
12
Skema pada gambar 1 tersebut,
menunjukkan
bahwa konsep dalam matematika memiliki peran yang
cukup penting dalam membangun struktur matematika.
Konsep terbentuk dari pengertian pangkal dan konsepkonsep lain yang telah terbentuk sebelumnya, dan dari
konsep yang dinyatakan dengan definisi dapat terbentuk
pernyataan lain berupa teorema, corrolory, lemma. Ini
menunjukkan
matematika
bahwa
dapat
suatu
dipahami
pernyataan
dengan
baik
dalam
setelah
mengerti konsep yang telah mendasari pernyataan
tersebut.
B. Definisi Suatu Konsep
Di bagian terdahulu telah dipaparkan pengertian
dan kedudukan konsep dalam matematika.
Untuk
menggunakan konsep tersebut secara operasional dan
untuk memperjelas suatu konsep, maka diperlukan suatu
ungkapan yang membatasi konsep tersebut. Ungkapan
yang dimaksud adalah definisi.
Soedjadi (1995 : 8) mengemukakan bahwa definisi
suatu konsep adalah ungkapan yang dapat digunakan
untuk membatasi suatu konsep.
Definisi dalam matematika dapat diungkapkan
secara verbal atau nonverbal. Di samping itu suatu
definisi dapat dibedakan menurut
13
sifatnya. Berkaitan
dengan sifat tersebut, Soedjadi (1995: 8–9) membedakan
definisi atas 3 jenis, yaitu :
1. Definisi Analitik
Suatu definisi dikatakan bersifat analitis bila
definisi tersebut menyebutkan genus proksimum dan
deferensia spesifika.
Perhatikan struktur segiempat berikut
Segi Empat
Segi Empat
Tali Busur
Segi Empat garis
singgung
Trapesium
Layanglayang
Jajaranggenjang
Persegipanjang
Belahketupat
Bujursangkar
Sumber :
Soedjadi Dalam Media Pendidikan Matematika No 2 Th 1 Hal, 69
Gambar 2 : Struktur Definisi Segiempat
Perhatikan struktur segiempat seperti pada gambar
2. Jika belah ketupat didefinisikan dengan mengikuti
struktur segiempat seperti pada gambar tersebut, maka
genus proksimumnya adalah jajaranggenjang.
Sehingga dapat didefinisikan sbb:
Belah ketupat adalah
jajarang genjang yang sisi-sisinya
sama panjang.
14
Selanjutnya perhatikan definisi berikut
Belahketupat
adalah segiempat yang sepasang-sepasang
sisi-sisinya sejajar dan sama panjang.
Definisi yang kedua ini tidak ekonomis, sebab
ungkapan kata sisi-sisinya sejajar tidak perlu lagi muncul
kalau kata segiempat diganti dengan jajaranggenjang
sebagai genus proksimum. Namun demikian definisi
pertama dapat digunakan setelah memahami definisi
jajargenjang.
Deferensia
spesifika definisi di atas adalah
keterangan yang terdapat dibelakang kata “yang”.
Secara umum definisi yang bersifat analitik dapat
diungkapkan sbb:
Is
adalah
yang
Gen
Def
Dengan :
Is
: Istilah yang didefinisikan
Gen : Genus proksimum atau keluarga yang
terdekat dengan istilah yang didefinisikan.
Def : Deferinsia spesifika atau ciri khusus yang
membedakan konsep tersebut dengan yang
lainnya.
15
2. Definisi Genetik
Suatu definisi dikatakan bersifat genetik bila
definisi tersebut menunjukkan atau mengungkapkan
terjadinya
atau
cara
terben-tuknya
konsep
yang
didefinisikan.
Contoh ;
Trapesium adalah segiempat yang terjadi bila sebuah segitiga
dipotong oleh garis yang sejajar salah satu sisinya.
Definisi diatas mengungkapkan proses terjadinya
trapesium, yaitu dapat dibentuk dari segitiga.
Secara umum, definisi secara ginetik dapat ditulis
sbb :
Is
Adalah
Konla
yang terjadi bila Pro
Dengan :
Is
: istilah yang didefinisikan
Konla : konsep lain yang diproses
Pro
: cara terjadinya proses
3. Definisi dengan Rumus
Suatu definisi tidak selalu dinyatakan dengan
ungkapan
berbentuk
diungkapkan
dengan
kalimat
kalimat
biasa,
matematika,
demikian dapat berbentuk suatu rumus.
16
dapat
juga
dengan
Contoh :
1. Pengurangan dalam ilmu bilangan, didefinisikan
a – b = a + (-b)
2. Perkalian
didefinisikan
sebagai
penjumlahan
berulang
a x b = b + b + b + . . . . sebanyak a factor
C. Komponen Definisi
Suatu konsep dalam matematika dapat dipahami
dengan melakukan pembedahan terhadap definisi suatu
konsep. Pembedahan terhadap definisi dapat dilakukan
dengan menguraikan definisi itu dalam komponen–
komponenya.
Menurut Soedjadi (1995 : 10) komponen definisi
terdiri (i) latar belakang, (ii) genus, (iii) istilah yang
didefinisikan, (iv) atribut. Sedang Tiro (2010 : 34)
menguraikan komponen suatu definisi menjadi: (1) latar
belakang
(konteks,
semesta),
(2)
subjek
(objek
pembicaraan definisi, (3) istilah (nama), (4) ungkapan
selengkapnya (suatu kalimat), (5) atribut dan (6) simbol.
Latar belakang definisi adalah bagian definisi yang
menjadi modal dasar untuk membicarakan subjek dari
definisi tersebut.
17
Misalnya diberikan konsep fungsi dengan definisi
sbb :
“suatu fungsi f dari X ke Y ialah suatu aturan yang
memetakan suatu fungsi x € X ketepat unsur y € Y.
Unsur y ini disebut bayangan unsur x, atau disebut
juga nilai fungsi pada x, dan ditulis y = f(x).
Latar belakang definisi tersebut adalah himpunan
X, dan himpunan Y.
Genus adalah keluarga dari subjek definisi. Genus
dapat
dipandang
sebagai
konsep
terdekat
yang
berhubungan dengan definisi yang dibicarakan. Pada
definisi diatas genusnya adalah “aturan pemetaan “.
Istilah adalah ungkapan yang diberikan pada
subjek pembicaraan dari definisi. Istilah pada defenisi di
atas adalah “fungsi f”.
Atribut definisi merupakan ciri atau sifat yang
dimiliki oleh suatu konsp, sehingga dengan ciri tersebut
suatu subjek dapat dikategorikan sebagai contoh atau
noncontoh dari definisi. Pada contoh diatas atributnya
adalah “setiap unsur X mempunyai tepat satu pasangan
di Y”.
18
BAB III
TEORI BELAJAR R. GAGNE
A. Batasan dan Komponen Belajar
R.
Gagne
pendidikan
adalah
berkebangsaan
seorang
ahli
amerika
yang
psikologi
terkenal
dengan penemuannya berupa condition of learning.
Gagne merupakan pelopor instruksi pembelajaran yang
dipraktekkannya dalam training pilot Angkatan Udara
Amerika. Ia mengembangkan konsep terpakai dari teori
instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis
komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne
banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
R.
Gagne
mengembangkan
teori
belajarnya
perkembangan
individu
berdasarkan asumsi–asumsi sbb:
1. Pertumbuhan
dan
merupakan akibat dari belajar.
2. Belajar merupakan proses yang kompleks sifatnya.
(Bell E Greadler, 1994: 231)
Berangkat
mendefinisikan
dari
asumsi
tersebut,
Gegne
belajar
sebagai
seperangkat
proses
kognitif yang mengubah sifat stimuli dari lingkungan
menjadi beberapa tahapan pengolahan informasi yang
19
diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru.
(Gagne, 1979:43).
Stimuli dari lingkungan merupakan faktor eksternal
yang
dapat
dimodifikasi
sedemikian
sehingga
menunjang proses kognitif individu yang belajar. Sedang
proses kognitif merupakan suatu proses dalam diri
individu yang belajar sebagai prasyarat bagi terciptanya
kondisi belajar. Proses kognitif ini bersama kondisi
internal lainnya berinteraksi dengan kondisi eksternal
untuk menghasilkan suatu performasi sebagai hasil
belajar.
Paparan di atas menunjukkan bahwa terdapat 3 (
tiga ) komponen esensial dalam belajar, yaitu : kondisi
internal, kondisi eksternal, dan hasil belajar.
Hubungan
antara
ketiga
digambarkan sbb :
20
komponen
tersebut
Kondisi internal
Hasil belajar
Informasi Verbal
Keadaan internal
Keterampilan Intelektual
dan proses kognitif
Keterampilan Motorik
Sikap
Strategi Kognitif
Saling interaksi
Stimulus dari
Acara Pembelajaran
Lingkungan
Kondisi Eksternal
Gambar 3 : Hubungan Komponen-Komponen Belajar
Hasil
belajar
yang
dimaksud
adalah
suatu
kemampuan internal (kapabiliti) yang telah menjadi
milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang
tersebut melakukan sesuatu atau memberikan prestasi
tertentu untuk setiap jenis pelajaran.
Misalnya: siswa yang telah memiliki konsep
“relasi“ dan “fungsi” mampu menunjukkan suatu relasi
yang merupakan fungsi dan relasi yang bukan fungsi.
Konsep
yang
telah
memiliki
merupakan
kemampuan internal yang tidak langsung nampak,
21
sedang perbuatan merupakan tingkah laku yang dapat
diamati dan nampak secara jelas. Dengan demikian hasil
belajar adalah kapabilitas internal dan dicerminkan
dalam wujud perbuatan tertentu untuk setiap jenis
belajar.
Berkaitan dengan jenis belajar tersebut, Gagne
mengembangkan suatu teori yang disebut tipe hasil
belajar. Tipe hasil belajar tersebut terdiri atas : informasi
verbal, keterampilan intelektual, siasat kognitif, sikap
dan keterampilan motorik (Gagne, 1989: 44).
Tipe hasil belajar ini merupakan pengem-bangan
terhadap sistematika 8 (delapan) tipe belajar yang telah
disusun oleh Gagne dalam suatu hirarki tipe belajar.
Perbedaan mendasar antara sistematika tipe belajar
dengan tipe hasil belajar tersebut terletak pada proses
belajar yang dilalui oleh individu yang belajar.
Tipe hasil belajar di samping melihat hasil belajar
juga memeperhatikan proses belajar yang terjadi pada
diri siswa. Di samping itu pada tipe hasil belajar tidak
dianut suatu hirarki, kecuali pada tipe hasil belajar
keterampilan intelektual, yang terdiri atas beberapa
subkemampuan.
22
B. Belajar Konsep Menurut Gagne
Pada hirarki belajar yang dikemukakan oleh Gagne,
belajar konsep ditempatkan pada urutan kelima, sedang
pada tipe hasil belajarnya, belajar konsep dipandang
sebagai bagian
dari keterampilan
itelektual, yang
disusun dalam suatu hirarki tersendiri.
Hirarki tingkat-tingkat kemampuan intelek-tual
tersebut digambarkan oleh Gagne (1979: 62)
Pemecahan masalah
Aturan-aturan tingkat tinggi
Aturan-aturan
Konsep-konsep Terdefenisi
Konsep-konsep konkrit
Gambar 4: Hirarki tingkat kemampuan
intelektual
Mencermati sistematika pada gambar 4 di atas,
dapat dipahami bahwa belajar konsep dapat terjadi
dengan baik setelah melalui belajar diskriminan, artinya
kemampuan siswa untuk mengadakan diskrimanasi
menjadi
penunjang
kemampuan
konsep.
23
memahami
suatu
Lebih lanjut Gagne membagi belajar konsep atas
dua bagian, yaitu belajar konsep kongkrit dan belajar
konsep terdefenisi.
Belajar konsep kongkret adalah belajar memahami
kebersamaan sifat-sifat dari benda-benda kongkrit atau
peristiwa peristiwa untuk di kelompokkan menjadi satu
jenis,
sedang
belajar
konsep
terdefenisi
adalah
kemampuan mendemonstrasikan makna dari kelas
tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau
hubungan-hubungan,
dan
mampu
menunjukkan
komponen-komponen dalam konsep tersebut.
Seperti yang dipaparkan terdahulu bahwa setiap
tipe
belajar
dapat
menghasilkan
performasi
yang
maksimal bila di perhatikan kondisi internal dan kondisi
eksternal yang terjadi pada setiap tipe belajar. Dalam hal
belajar konsep kondisi internal dan kondisi eksternal di
paparkan sbb:
Konsep konsep kongkret
Menurut Gagne (1979: 65) kondisi internal dan
kondisi eksternal yang dibutuhkan dalam belajar konsep
konkrit adalah
1. Kondisi Internal
Siswa dapat membedakan secara cermat contoh
suatu konsep. Dengan demikian kemampuan memahami
24
konsep konkrit ini tergantung pada kemampuan siswa
dalam mengadakan diskriminasi.
2. Kondisi Eksternal
Mencakup kejelasan dalam ciri-ciri fisik pada objek
yang harus dikelompokkan. Ini berarti belajar konsep
konkrit dapat dipercepat dengan bantuan isyarat-isyarat,
dan penyajian beberapa contoh.
Konsep-konsep terdefinisi
Menurut Gagne (1979:67) kondisi internal dan
kondisi eksternal yang dibutuhkan dalam belajar konsep
terdefinisi adalah
1. Kondisi internal
Untuk memperoleh konsep terdefinisi, siswa harus
mengeluarkan
kompenen
atau
konsep
memanggil
yang
semua
terdapat
kompenen-
dalam
definisi,
termasuk hubungan antara konsep.
2. Kondisi eksternal
Suatu konsep terdefinisi dapat dipelajari dengan
meminta siswa mengamati suatu demonstrasi atau
skema/bagan dari komponen atau melalui pernyataan
verbal.
C. Sistem Pemrosesan Informasi
Definisi belajar yang telah dikemukakan oleh
Gagne seperti dipaparkan terdahulu menempatkan
25
pengolahan informasi sebagai suatu proses untuk
memperbaiki
kapasitas
belajar.
Selanjutnya
Gagne
mengemukakan suatu teori tentang proses belajar yang
mengacu pada sistem pemrosesan informasi.
Dalam
teori
tersebut,
Gagne
(1989:13)
menggambarkan model pemrosesan informasi sepererti
pada gambar 5.
Pada
stimulus
model
dari
pemrosesan
lingkungan
informasi
peserta
tersebut,
didik
akan
mempengaruhi receptor (penerima stimulus), kemudia
masuk ke sistem saraf melalui sensory register (yaitu
organ yang pertama kali menerima adanya stimulus
tersebut) yang terdapat dalam sistem saraf pusat.
Penerimaan stimulus ini merupakan persepsi objek dan
peristiwa yang pertama kali bagi peserta didik. Stimulus
yang berupa informasi itu akan disimpan dalam sistem
saraf pusat dalam waktu yang sangat singkat.
26
E
N
V
I
R
O
N
M
E
N
T
E
F
F
E
C
T
O
R
S
R
E
C
E
P
T
O
R
S
EXECUTIVE
EXPECTANCIES
CONTROL
RESEPTOR
GENERATOR
SENSORY
REGISTER
SHORT –
TERM
MEMORY
LONG –
TERM
MEMORY
Gambar 5: Model Pemrosesan Informasi
Menurut Sperling (dalam Ratna, 1989: 34) informasi
itu hanya disimpan selama seperempat detik. Dari
seluruh informasi yang masuk, sebagian kecil disimpan
untuk selanjutnya memasuki short-term memory (ingatan
jangka pendek), sedangkan selebihnya akan hilang dari
sistem. Proses reduksi ini disebut selective perception
(tanggapan selektif). Tertangkapnya informasi tertentu
27
itu ke dalam short-term memory memerlukan waktu yang
relatif singkat (kira-kira 10 detik), kecuali bila informasi
tertentu itu diulang-ulang maka akan tertahan dalam
jangka waktu yang agak lama.
Informasi yang terdapat dalam short-term memory
dapat diberi kode, kemudian disimpan dalam long-term
memory (ingatan jangka panjang). Coding (pengkodean)
sebaiknya
dilakukan
dengan
teknik tertentu agar
pengitegrasian informasi baru ke dalam tidak merusak
struktur yang terdapat di dalam long-term memory.
Informasi yang tersimpan pada long-term memory akan
bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama. Bila
informasi tersebut akan digunakan maka informasi itu
harus
dipanggil.
Informasi
yang
telah
dipanggil
merupakan dasar pada response generator (penghasil
respon). Dalam pikiran sadar, informasi mengalir dari
long-term memory ke short-term memory dan kemudian ke
response
generator.
Tetapi
untuk
respon
otomatis,
informasi mengalir langsung dari long-term memory ke
response generator selama pemanggilan.
Response generator akan mengatur urutan respon
dan membimbing effectors ke dalam suatu tindakan yang
akan mempengaruhi lingkungan (environment). Effectors
meliputi semua otot dan kelenjar kita, tetapi effectors
28
yang utama untuk tugas sekolah ialah tangan (untuk
menulis) dan alat suara (untuk berbicara).
Executive control (pengaturan) dan expectancies
(pengharapan) dalam model pemrosesan informasi
dipandang untuk mengaktifkan dan memodifikasi arus
informasi.
D. Fase-Fase Belajar
Berdasarkan model pemrosesan informasi, Gagne
(dalam
Bell
pengolahan
Gredler,1994:198)
(proses)
kognitif
menerapkan
dalam
konsep
kupasannya
terhadap hal belajar, Gagne menemukan sembilan
tahapan pengolahan yang esensial bagi belajar dan harus
dilaksanakan secara berurutan, kesembilan tahapan
tersebut dinamakan fase-fase belajar.
Uraian masing- masing fase tersebut sbb:
Persiapan untuk belajar
Persiapan untuk belajar memuat 3 (tiga) fase, yaitu :
1. Fase Attending (Mengarahkan Perhatian)
Fase ini untuk menyadarkan siswa akan adanya
stimulus
dan
menangkap
stimulus
yang
relevan,
stimulus yang dimaksudkan dapat berupa komunikasi
verbal (lisan atau tulisan), gambar diam dll.
Menarik perhatian siswa dapat dilakukan dengan
mengajukan
pertanyaan
yang
29
merangsan
minat,
menceritakan kejadian yang lain dari biasanya, atau
membangkitkan minat tertentu.
2. Fase Pengharapan
Fase pengharapan berfungsi mengantar siswa
untuk mengetahui tujuan belajar, orientasi tujuan yang
sudah terbentuk pada tahap ini membuat siswa
dapatmemilih hasil apa yang sesuai pada setiap fase
berikutnya dalam pengolahan informasi (Gagne, 1977:
61).
Arahan yang diberikan pada fase pertama akan
menimbulkan harapan untuk mengetahui sajian yang
akan
diajarkan,
dan
sekaligus
menimbulkan
rasa
keingintahuan siswa terhadap pelajaran yang akan
diberikan.
3. Fase Retrival (Mendapatkan Kembali)
Fase ini berfungsi untuk mengingat kembali
kapabilitas prasyarat esensial untuk kegiatan belajar
yang baru, proses menggali ingatan dapat dipengaruhi
oleh stimulus eksternal. Pada proses ini kemungkinan
peserta didik akan
kehilangan
hubungan
dengan
informasi yang ada dalam ingatan jangka panjang.
Dalam keadaan demikian, pengajar harus memberikan
stimulus
eksternal,
misalnya
memberikan
sedikit
informasi yang relevan kemudian meminta peserta didik
untuk mencari kaitannya.
30
Perolehan dan performasi
Bagian ini 4 fase berikutnya, yaitu:
4. Fase Persepsi Selektif atas Sifat-Sifat Stimulus
Fase ini mengubah bentuk stimulus fisik menjadi
ciri-ciri
yang
dapat
dikenal
dan
memungkinkan
disampingnya ciri-ciri tersebut secara singkat dalam
memori kerja dan dapat dibuat sandi-sandi. Pada fase ini
siswa melakukan seleksi terhadap stimulus yang datang,
informasi yang relevan dengan pelajaran yang akan
disajikan dipanggil dari ingatan jangka panjang maupun
ingatan jangka pendek untuk diberi kode.
5. Fase Semantic Econding (Sandi Semantik)
Fase
memberikan
merupakan
kode
fase
pada
pengkodean,
ciri-ciri
stimulus
yaitu
dengan
kerangka kerja konseptual atau bermakna dan disimpan
dalam memori jangka panjang. Proses ini merupakan
tahap sentral dan kritis dalam belajar dan tampa tahap
ini belajar tidak akan terjadi (Gagne, 1977: 66). Sandi
yang disimpan dapat berupa konsep, proposisi, atau
organisasi lain yang bermakna.
6. Fase Retrival dan Respon
Fase ini berfungsi mengembalikan informasi yang
disimpan
ke
pembangkit
respons
orang
dan
mengaktifkan respons. Pada fase ini siswa mendapatkan
31
kembali sandi yang baru saja disimpan pada memori
jangka panjang.
7. Fase Reinforcement (Penguatan)
Fase ini berfungsi mengkorfirmasikan pengharapan
siswa tentang tujuan belajar. pada fase ini siswa
mendapatkan pengukuhan atas diperolehnya kapabilitas
baru, alih belajar
Alih belajar memuat 2 (dua) fase terakhir, yaitu:
8. Fase Pengisyaratan Untuk Retrival
Fase ini berfungsi memberikan isyarat tambahan
untuk mengingat kembali kapabilitas yang sesuai dari
memori jangka panjang.
9. Fase Generalisasi
Fase ini berfungsi meningkatkan kemampuan alih
belajar kesituasi baru.
Berdasarkan uraian tentang model pemrosesan
informasi
telah
dan fase- fase belajar
dikemukakan,
terlihat
Gagne sebagaimana
bahwa
Gagne
sangat
memerhatikan proses yang terjadi dalam diri individu
yang belajar. Disamping itu, Gagne juga memerhatikan
perilaku
diberikan
yang tampak (respon) dari individu setelah
stimulus.
Dengan
demikian
Gagne
memadukan antara psikologi kognitif dan psikologi
tingkah laku dalam belajar.
32
E. Rancangan Pembelajaran
Berdasarkan
analisisnya
tentang
pengelo-laan
esensial dalam belajar yang disusun dalam 9 (Sembilan)
fase seperti dipaparkan diatas, maka Gagne merancang
suatu model pembelajaran dengan asumsi-asumsi sbb:
1. Pembelajaran mesti direncanakan agar memperlancar
belajar siswa secara individu.
2. Fase pendek dan fase panjang hendaknya masuk
dalam rancangan.
3. Perencanaan hendaknya tidak asal jadi,dan tidak
sekedar menyiapkan lingkungan asuh saja.
4. Usaha
pembelajaran
mesti
dirancang
dengan
menggunakan analisis system.
5. Pembelajaran
harus
dikembangkan
berda-sarkan
pengetahuan tentang cara belajar. (Gagne, 1979:5)
Berdasarkan pada asumsi-asumsi diatas, Gagne
menyusun rencangan pembelajaran yang bersesuaian
dengan kondisi belajar,yang terjadi pada masing-masing
fase belajar.
Rancangan yang dimaksud terdiri atas:
1. Perumusan Tujuan Performasi
Gagne dalam mengembangkan teori belajarnya
,selain meninjau hasil belajar yang harus dicapai, juga
meninjau proses belajar yang menuju ke hasil tersebut
dan
mengembangkan
langkah-langkah
33
pembelajran
yang dapat dilakukan oleh guru untuk mendampingi
siswa dalam belajar. Hasil belajar
yang ingin dicapai
perlu dirumuskan dalam bentuk tujuan performasi. Hal
ini dapat membantu guru untuk mengetahui kebutuhan
pembelajaran
dan
mengemukakan
pengujian.
bahwa
Herman
tujuan
berfungsi
(1979:34)
untuk
membantu guru dalam memilih materi dan pengalaman
belajar matematika yang ditekankan dan membantu
guru dalam menyusun alat penilaian.
Perumusan
tujuan
performasi
secara
spesifik
menuntut adanya kemampuan internal tertentu yang
dapat digolongkan dalam kategori hasil belajar tertentu,
melalui proses belajar. Hal ini berarti proses belajar yang
dilalui oleh sisiwa untuk memeroleh hasil belajar
tertentu harus disesuaikan dengan tujuan performasi
yang telah dirumuskan.
2. Memilih Acara Pembelajaran
Fungsi pembelajaran adalah menunjang proses
internal, yang terjadi dalam diri siswa. Kesembilan fase
belajar yang telah dipaparkan terdahulu maing-masing
sejauh kejadiannya digiatkan secara internal, disamping
itu juga perlu diperhatikan proses pengaturan tertentu
dari stimulus lingkungan.
34
Acara-acara pembelajaran untuk kesembilan fase
belajar dilukiskan oleh Bell Gredler (1994:210) sebagai
berikut:
Perian
Persiapan
untuk belajar
Fase Belajar
Acara Pembelajaran
1. Mengarahkan
perhatian
Menarik perhatian siswa
dengan kejadian yang tidak
seperti biasanya, pertanyaan
atau perubahan stimulus.
Memberitahu siswa tentang
tujuan belajar.
Merangsang
siswa
agar
mengingat kembali ha-sil
belajar sebelumnya
Menyajikan stimulus yang
jelas sifatnya
2. Ekspektasi
3. Retrival
4. Persepsi selektif
atas stimulus
Perolehan dan 5. Sandi Semantik
perbuatan
6. Retrival
dan
respon
7. Penguatan
8. Mengisyarat-kan
terjadinya retrival
9. Generalisasi
Memberikan
bimbingan
belajar
Memunculkan
perbuatan
siswa
Memberikan
balikan
informatif
Menilai perbuatan siswa
Meningkatkan retensi dan
alih belajar
Retrival dan
alih-alih
belajar
Acara pembelajaran untuk persiapan belajar
Menarik perhatian, memberitahu tujuan pelajaran,
dan
mendorong
pelajaran
siswa
untuk
sebelumnya
mengingat
merupakan
35
kembali
acara-acara
pembelajaran baru. Untuk menarik perhatian siswa, guru
dapat melakukan dengan mengajukan pertanyaan yang
meransang minat belajar siswa terhadap materi pelajaran
yang disajikan, menceritakaan manfaat bahan ajar
tersebut, atau membangkitkan minat-minat tersebut.
Setelah
menerima
minat
materi
siswa
dibangkitkan
pelajaran,
maka
dan
guru
siap
berusaha
membangkitkan ingatan siswa terhadap materi pelajaran
sebelumnya yang berkaitan dengan bahan ajar yang akan
dibahas. Informasi yang relevan, konsep, dan aturan
yang berkaitandengan materi yang akan dibahas dapat
dibangkitkan dari ingatan siswa dengan menggunakan
pertanyaan
atau
memberi
informasi
yang
dapat
membangkitkan ingatan tersebut.
Acara pembeelajaran untuk perolehan dan perbuatan
Empat fase belajar pada kelompok perolehan dan
perbuatan, yaitu persepsi selektif, sandi semantic,
retrival dan respon, penguatan merupakan fase belajar
pokok, keempat fase tersebut didukung oleh acara
pembelajaran tertentu, yang dirinci sbb:
Guru menyajikan ciri-ciri stimulus, selanjutnya
disajikan kepada siswa situasi khusus tersebut yang
dibarengi
dengan
memberikan
petunjuk.
bimbingan
Kegiatan
belajar.
36
ini
untuk
Menurut
Gagne
(1989:129)
komunikasi
kepada
siswa
harus
bisa
merangsang jalan pikiran tertentu dan karena itu akan
mencegah terjadinya salah arah.
Langkah berikutnya guru memberikan pertanyaan
untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa terhadap
materi yang disajikan, sehingga guru dapat mengetahui
perbuatan yang perlu diberikan kepada siswa, perbuatan
dalam
hal
ini
membenarkan
ada
hasil
dua
belajar
kemungkinan,
yang
dicapai,
yaitu:
atau
memberikan balikan korektif atas pencapaian siswa.
Berkaitan dengan pemberian bimbingan belajar kepada
siswa Gagne (1980:6) mengemukakan bahwa bimbingan
belajar tersebut membantu pelajar mengubah kapabiltas,
baru
menjadi
sandi
untuk
diingat
kembali,
dan
bimbingan membedakan belajar yang mudah dan yang
sukar, serta membedakan antar belajar yang efektif
dengan yang tidak efektf.
Berdasarkan pendapat Gagne tersebut, jelas bahwa
bimbingan
belajar
yang
diberikan
kepada
siswa
merupakan persoalan yang pokok dalam hal belajar,
dengan demikian aktivitas guru dalam kegiatan belajar
siswa juga memengangperan yang cukup strategis.
Bimbingan belajar dapat dilakukan oleh guru dengan
mengajukan pertanyaan yang bersifat memancing siswa
untuk menemukan konsep yang dibahas.
37
Acara pembelajaran untuk retrival dan alih belajar
Untuk menentukan perolehan kapabilitas siswa,
tidak cukup hanya didasarkan pada pengenalan siswa
terhadap contoh-contoh atau kemampuan penerapan
satu
kaidah
kapabilitas
kesituasi
tersebut
tertentu,tetapi
masih
perlu
pencapaian
digeneralisasikan
keberbagai situasi. Oleh kerena itu siswa dihadapkan
pada seperangkat contoh tambahan atau situasi lain yang
memberikan tuntutan kepada siswa berunjuk kerja
menerapkan keterampilan-keterampilan tertentu.
Pembelajaran perlu disimpulkan dengan adanya
ransangan
yang
khusus
direncanakan
untuk
memperkuat ingatan dan alih belajar. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengadakan ulangan yang diadakan
sehari atau lebih lama kemudian (Gagne, 1989:116).
Paparan dua alinea terakhir menunjukan bahwa
seorang siswa dikatatakan telah mengetahui dengan baik
bahan ajar yang disajikan dan memiliki kapabilitas baru,
jika siswa tersebut dapat memberikan contoh dan
mampu menerapkan bahan ajar tersebut keberbagai
situasi yang berkaitan dengan bahan ajar. Untuk
mengukur tingkat pencapaian ini diperlukan ujian yang
terencana sesuai bahan ajar yang disajikan.
38
BAB IV
KEGIATAN MENGAJAR
BELAJAR KONSEP
Dibagian terdahulu telah dipaparkan hal-hal yang
berkaitan dengan konsep dalam matematika, teori belajar
dari Gagne, dan acara pembelajran menurut teori belajar
Gagne.
Mencermati
fase-fase
belajar
dan
acara
pembelajaran yang berkaitan dengan fase-fase belajar
dari Gagne, maka kegiatan belajar konsep yang akan
dipaparkan pada bagian ini terdiri atas 2 bagian, yaitu:
persiapan mengajar dan pelaksanaan mengajar dikelas.
A. Persiapan Mengajar
Persiapan
dimaksudkan
mengajar
untuk
konsep
memudahkan
matematika
guru
dalam
menyajikan konsep dikelas. Persiapan yang perlu
dilakukan adalah merumuskan tujuan performasi dan
analisis terhadap definisi.
1. Rumusan Tujuan Performasi
Seperti
dipaparkan
terdahulu
bahwa
tujuan
performasi merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam
39
kegiatan mengajar belajar. Dalam kaitannya dengan
belajar konsep, Gagne (1979:125) menyarankan kata kerja
yang dapat digunakan dalam merumuskan
tujuan
belajar konsep yaitu kata kerja “mengenali contoh dan
mengelompokkan kedalam kategori”
Contoh:
Belajar konsep fungsi
Rumusan tujuan performasinya adalah: siswa dapat
mengelompokkan hasil relasi yang merupakan konsep.
2. Analisis konsep
Analisis konsep yang dimaksud dalam tulisan ini
adalah pembedaan definisi konsep dalam komponen–
komponen konsep, disertai hubungan antara konsep
tersebut dengan konsep prasyarat dan contoh-contoh
konsep, serta ungkapan simbo;is suatu definisi. Analisi
konsep
dimaksud
untuk
membantu
guru
dalam
mengajarkan konsep dikelas.
B. Pelaksanaan Pengajaran Konsep di Kelas
Seperti telah dipaparkan terdahulu bahwa kondisi
eksrternal merupakan stimulus yang dapat diberikan
kepda siswa agar kondsis internal yang diharapkan
dapat melekat pada diri siswa, sehingga kondisi belajar
yang diharapkan terjadi adalah:
40
1. Penyajian
contoh-contoh
konsep dan
noncontoh
konsep.
2. Penyajian objek-objek yang relevan dengan konsep
yang akan dibahas.
3. Penyajian komponen konsep atau menyatakan konsep
secara verbal.
4. Penampilan siswa dalam menyatakan konsep yang
dibahas.
Sedangkan
Nasution
(1987:
163
–
167)
mengisyaratkan stimulus yang yang perlu diberikan
kepada siswa adalah:
1. Menyatakan perbuatan atau bentuk kelakuan yang
diharapkan sebagai hasil belajar. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan kelakuan yang diharapkan adalah
kemampuan mengidentifikasi secara tepat dan benar
yang merupakan perilaku terminal.
2. Instruksi verbal mendorong anak untuk mengingat
kembali konsep yang diperlukan dalam pembahasan
konsep baru ini.
3. Memberikan
contoh-contoh
dan
noncontoh
dari
konsep yang dibahas, untuk menguatkan pemahaman
siswa.
41
Mencermati paparan di atas dan bab-bab terdahulu,
maka pelaksanaan kegiatan mengajar belajar konsep
matematika di kelas dapat ditempuh sebagai berikut.
Persiapan untuk belajar
Pada kegiatan ini motivasi siswa untuk belajar
diangkitkan debgan mengarahkan perhatiannya pada
konsep yang akan dibahas, serta memberitahu siswa
tujuan pembahasan. Untuk membangkitkan minat, siswa
diberi gambaran secara global pentingnya konsep yang
akan dibahas. Berdasarkan gambaran dan tujuan yang
disajikan diharapkan siswa memiliki harapan yang baik
terhadap konsep yang akan disajikan, sehingga siap
menerima pelajaran.
Setelah siswa siap menerima, selanjutnya ingatan
siswa terhadap materi prasyarat konsep yang dibahas
dibangkitkan dan digali dari memori. Hal ini dapat
dilakukan melalui tanya jawab.
Perolehan dan perbuatan
Pada bagian ini guru menyajikan konsep yang
dibicarakan, menguraikan hubungan antara konsep
prasyarat dengan konsep yang aka disajikan, menyajikan
komponen-komponen definisi, dan contoh/noncontoh.
Melalui
penyajian
stimulus
42
ini
siswa
diharapkan
mengetahui definisi konsep dan komponen-komponen
definisi dari konsep yang dibahas.
Selanjutnya
siswa
diberi
bimbingan
belajar.
Bimbingan belajar diarahkan pada penyajian objek-objek
yang relevan dengan konsep dan menunjukkan contoh
dan non-contoh dari konsep. Melalui bimbingan belajar
ini siswa diharapkan lebih mendalami konsep yang
disajikan serta mampu mengembangkan contoh-contoh
dan noncontoh.
Pada bagian ini diberikan beberapa contoh lain
yang memenuhi kriteria konsep yang dibahas dan
beberapa contoh yang tidak memenuhi. Guru meminta
kepada siswa menunjukkan contoh yang memenuhi
kriteria konsep sebagai contoh konsep dan contoh yang
tidak memenuhi kriteria konsep sebagai noncontoh
konsep.
Setelah itu guru memberi umpan balik terhadap
jawaban siswa, dan melakukan koreksi terhadap setiap
jawaban yang diberikan serta menuntun siswa untuk
memperbaiki kesalahan yang dilakukan.
Alih belajar
Guru memberikan soal latihan yang berkaitan
dengan konsep yang dibahas, memberikan penilaian
terhadap hasil pekerjaan siswa. Selan-jutnya siswa
diarahkan untuk melakukan generalisasi konsep serta
43
menerapkan konsep yang baru diperoleh. Hal ini dapat
dilakukan dengan ujian tentang konsep yang baru
dibahas
Skema alur kegiatan mengajar belajar konsep
matematika sbb:
Guru
-
-
-
Pesiapan belajar
Siswa
Stimulus
Kondisi internal
Kondisi eksternal
Hasil belajar
Menarik perhatian
- Ada harapan
Menyampaikan tujuan
- Ada
konsep
Membangkitkan konsep
prasyarat
prasyarat
Perolehan dan perbuatan
Hubungan konsep pra- Siap
menerima
syarat dengan konsep
pelajarn
baru
- Konep
prasayarat
Uraian
komponen
muncul
konsep
Definisi konsep
Contoh/mencontoh
- Bimbingan belajar
- Memunculkan
perbuatan
- Umpan balik
- Soal latihan
- Penilaian
- Paham konsep
- Contoh/non-contoh
- Tampilan kembali
Alih belajar
- prestasi akhir
Generalisasi
Gambar 6: Alur Kegiatan Mengajar Belajar Konsep Matematika
44
C. Contoh Pengajaran Konsep
Konsep
: Fungsi
Kelas
: II SMU
A. Persiapan
1. Tujuan
Siswa dapat menunjukkan relasi yang merupakan
fungsi
2. Analisis konsep
Definisi :
Suatu fungsi f dari X ke Y ialah suatu aturan yang
memetakan setiap unsur
ketepat satu unsur
. Unsur y ini disebut bayangan unsur x, atau
disebut juga nilai fungsi pada x, dan ditulis
Latar belakang
: himpunan X, himpunan Y
Genus
: aturan pemetaan
Simbol
:
,
,
Ungkapan
: fungsi f dari X ke Y
Contoh
:
himpunan
himpunan
Aturan pemetaan dari X ke Y didefinisikan oleh
Aturan pemetaan disebut fungsi dari x ke y
45
,
Noncontoh
:
himpunan
himpunan
aturan pemetaan dari Y ke X
didefinisikan oleh
pemetaan dari Y ke X bukan fungsi
Ungkapan Notasi
:
F fungsi dari X ke Y
3. Pelaksanaan kegiatan di kelas
Dalam
kegiatan
mengajar
belajar
ditempuh
prosedur sbb:
Persiapan Belajar
Kondisi internal yang ada pada diri siswa adalah
harapan untuk mengetahui konsep fungsi, konsep
prasyarat yaitu himpunan dan relasi. Stimulus yang
perlu diberikan oleh guru adalah menarik perhatian
siswa, dengan menunjukkan manfaat konsep fungsi serta
memberitahu
tujuan
mempelajari
konsep
fungsi.
Disamping itu guru membangkitkan ingatan siswa
tentang konsep himpunan dan relasi antara himpunan.
Pada bagian ini diharapkan konsep prasyarat yang perlu
dimiliki siswa terpanggil dari ingatan jangka panjang, dan
siswa siap menerima pelajaran baru.
46
Perolehan dan Perbuatan
Kondisi
internal
yang
dimiliki
siswa
adalah
kesiapan untuk belajar konsep fungsi, dengan memiliki
konsep prasyarat yaitu konsep himpunan dan konsep
relasi.
Stimulus yang diperlukan adalah menunjukkan 2
himpunan yang saling berelasi, selanjutnya meminta
siswa untuk menunjukkan karakter khusus relasi
tersebut.
Misalnya : Siswa diminta memperhatikan gambar
berikut:
X
Y
Gambar 7 : Hubunga
IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR ROBERT
GAGNE DALAM PEMBELAJARAN KONSEP
MATEMATIKA (Suatu Alternatif...
Book · February 2016
CITATIONS
READS
0
1,179
1 author:
Irwan Akib
Universitas Muhammadiyah Makassar
4 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Irwan Akib on 01 August 2016.
The user has requested enhancement of the downloaded file. All in-text references underlined in blue are added to the original document
and are linked to publications on ResearchGate, letting you access and read them immediately.
IMPLEMENTASI TEORI
BELAJAR ROBERT GAGNE
DALAM PEMBELAJARAN
KONSEP MATEMATIKA
(Suatu Alternatif Kegiatan Mengajar Belajar
Konsep Matematika)
Oleh
Irwan Akib
LEMBAGA PENERBITAN DAN PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR ROBERT GAGNE
DALAM PEMBELAJARAN KONSEP MATEMATIKA
(Suatu Alternatif Kegiatan Mengajar Belajar Konsep Matematika)
Penulis:
IRWAN AKIB
Tata Letak:
Tasrif akib
Nursinah
Wahyuni
Desain Sampul:
Faidul Adzim
ISBN: 978-602-8187-54-1
Diterbitkan Oleh:
Lembaga Perpustakaan dan Penerbitan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar
Sulawesi Selatan-Indonesia
Cetakan I, 2016
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, buku dengan judul “Penerapan
Teori Belajar R, Gagne Dalam Mengajarkan Konsep
Matematika (suatu alternatif kegiatan belajar mengajar
koensep metematika)”, dapat diwujudkan.
Konsep dalam matematika memiliki peran penting,
karena tanpa penguasaan konsep matematika yang
benar dan tepat, kemungkinan seseorang yang belajar
matematika mengalami kesulitan dan kekeliruan dalam
melakukan penyelesaian masalah matematika. Buku ini
hadir menyajikan masalah konsep dalam matematika
dan bagaimana mengajarkan konsep matematika
menurut teori belajar Gagne.
Pernayataan rasa syukur kepada sang khalik, atas
bimingan dan petunjuk yang diberikan kepada kami
dalam mewujudkan karya ini tidak dapat dapat
dilukiskan dengan kalimat apapun, kecuali hanya
menyadari betapa kecilnya diri ini di hadapan- Nya.
Penulis menyadari bahwa sang khalik telah
menggerakkan hati segelintir hamba-Nya untuk
membantu kami dalam mewujukan buku ini, dan tanpa
bantuan tersebut, buku ini mungkin tidak akan pernah
dinikmati. Oleh karena itu penulis menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya.
Mengiringi penghargaan dan terima kasih tersebut,
penulis hanya mampu menyampaikan permohoan
iii
kepada sang khalik,
semoga segala bantuan yang
diberikan kepada kami dapat menjadi ibadah dan
mendapat imbalan dari-Nya.
Akhirnya tak ada gading tak retak , tak ada ilmu
yang memiliki kebenaran mutlak, tak ada manusia tanpa
kelemahan, dan kesempurnaan hanya menjadi milikNya. Oleh kerena itu tegur sapa untuk perbaikan tulisan
ini senantiasa dinantikan dengan penuh keterbukaan,
sebagaimana ungkapan leluhur dari tanah bugis: “malilu’
sipakainge’, rebba sipotokkong, mali sipaparape’”(khilaf
saling mengingatkan, jatuh saling membangunkan,
hanyut saling menyelamatkan).
Kampus Biru, November 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................. iii
Daftar Isi ............................................................................ v
Daftar Gambar/Skema .................................................... vii
BAB I
PENDAHULUAN .........................................
A. Latar Belakang Masalah ........................
B. Rumusan Masalah ..................................
C. Tujuan Pembahasan ...............................
D. Manfaat Pembahasan ............................
BAB II
KONSEP DALAM MATEMATIKA ......... 9
A. Pengertian dan Kedudukan Konsep
dalam Matematika .................................. 9
B. Defenisi Suatu Konsep ........................... 13
C. Komponen Defenisi ................................ 17
BAB III
TEORI BELAJAR R. GAGNE ....................
A. Batasan dan Komponen Belajar ............
B. Belajar Konsep Menurut Gagne ............
C. Sistem Pemrosesan Informasi ................
D. Fase-fase Belajar .......................................
E. Rancangan Pembelajaran .......................
v
1
1
7
7
7
19
19
23
25
29
33
BAB IV
BAB V
KEGIATAN MENGAJAR BELAJAR
KONSEP........................................................
A. Persiapan Mengajar ................................
B. Pelaksanaan Pengajaran Konsep
di Kelas ......................................................
C. Contoh Pengajaran Konsep ...................
39
39
40
45
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN .... 51
A. Kesimpulan .............................................. 51
B. Saran-saran ............................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ...................................................... 55
vi
DAFTAR GAMBAR/ SKEMA
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Struktur Aksiomatik Deduktif ..............
Struktur Defenisi Segiempat .................
Hubungan Komponen-komponen
Belajar ........................................................
Hirarki Tingkat Kemampuan
Intelektual .................................................
Model Pemrosesan Informasi ...............
Alur Kegiatan Mengajar Belajar Konsep
Matematika ..............................................
Hubungan Antar Dua Himpunan ........
vii
12
14
21
23
27
44
47
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang
diajarkan pada semua jenjang pendidikan dasar dan
menengah memiliki misi yang sangat penting, yaitu
mendukung ketercapaian tujuan pendidikan nasional.
Secara umum tujuan pendidikan matematika di
sekolah dapat digolongkan menjadi: (1) Tujuan yang
bersifat formal, menekankan kepada menata penalaran
dan membentuk kepribadian peserta didik, (2) Tujuan
yang bersifat material menekankan kepada kemampuan
memecahkan masalah dan menerapkan matematika
Secara
lebih
terinci,
tujuan
pembelajaran
matematika sebagai berikut:
1.
Melatih
cara
berpikir
dan
bernalar
dalam
menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
2.
Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan
imajinasi,
intuisi,
dan
penemuan
dengan
mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa
1
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta
mencoba-coba.
3.
Mengembangkan
kemampuan
memecah-kan
masalah.
4.
Mengembangkan
kemampuan
menyam-paikan
informasi atau mengkomunika-sikan gagasan antara
lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram,
dalam menjelaskan gagasan tersebut.
Kurikulum 2013 SMA menempatkan matematika
sebagai mata pelajaran dengan porsi jam terbanyak
dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuankemampuan matematis peserta didik bukan hanya untuk
menyelesai-kan permasalahan
didalam matematika
saja,
dilatih
tetapi
peserta didik
mengembangkan
kemampuan
bagaimana
berpikirnya
untuk
menyelesaikan masalah terkait dengan mata pelajaran
lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
kedepannya ketika peserta didik sudah terjun dalam
masyarakat mereka dapat menggunakan nalarnya untuk
menyelesaikan
masalah-masalah
nyata
yang
lebih
kompleks di dunia kerjanya maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
National Council of Teachers of Matematics atau
NCTM
(2000)
menggariskan,
bahwa
siswa
harus
mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif
2
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Ada lima standar proses dalam pembelajaran
matematika yang direkomendasikan oleh NCTM, yaitu:
pertama,
belajar
untuk
memecahkan
masalah
(mathematical problem solving); kedua, belajar untuk
bernalar dan bukti (mathematical reasoning and proof);
ketiga, belajar untuk berkomunikasi (mathematical
communi-cation); keempat, belajar untuk mengaitkan ide
(mathematical connections); dan kelima, belajar untuk
mempresentasikan (mathematics representation).
Kelima standar proses yang dirumuskan oleh
NCTM tersebut tidak dapat berjalan dengan baik tanpa
penguasaan konsep matematika yang benar, sehingga
dengan
demikian
merupakan
penguasaan
factor
penting
konsep
matematika
dalam
pengajaran
matematika.
Sehubungan
keterampilan
dengan
pemahaman
konsep,
menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah, menurut Tiro (2010: 24) setelah mengerti
konsep matematika dengan benar, kita dengan mudah
menggunakan
kemudian
teknik
atau
kemudahan
algoritma
yang
matematika,
diperoleh
dalam
penggunaan algoritma menimbulkan suatu keterampilan
3
nyata yang dapat digunakan dalam berbagai kebutuhan
di segala aspek kehidupan manusia.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa konsep yang
telah dipahami dengan baik dapat dikembangkan untuk
mendapat konsep-konsep baru dengan memodifikasi
konsep-konsep sebelumnya.
Sedang
dalam
kaitan
antara
pengetahuan
prosedural dengan pengetahuan konseptual, Van De
Walle (2002:29) mengemukan bahwa aturan yang bersifat
procedural seharusnya jangan diajarkan tanpa disertai
konsep.
Prosedur-prosedur
tanpa
konsep
hanya
merupakan aturan tanpa alasan yang akan membawa
kepada
kesalahan
dan
ketidaksukaan
terhadap
matematika. Senada dengan pendapat di atas, Winkel
(1941:45) menegaskan bahwa konsep merupakan batubatu dalam berpikir, batu–batu itu dapat disusun
menjadi
suatu
bangunan
dengan
menghubung-
hubungkan konsep yang satu dengan yang lainnya.
Uraian
diatas
menggambarkan
perlunya
pemahaman konsep matematika dimiliki siswa dalam
mengembangkan konsep baru dan mengaplikasikan
konsep tersebut baik dalam keterampilan pemecahan
masalah, maupun dalam komunikasi matematika atau
dalam berbagai ketrerampilan matematika lainnya.
Sementara
itu
berbagai
4
penelitian
menunjukan
kelemahan penguasaan konsep, antar lain; Astuti, dkk
(tanpa tahun) dalam penelitiannya menemukan bahwa
kesulitan yang dialami siswa disebabkan beberapa faktor
diantaranya tidak menguasai konsep permutasi dan
kombinasi, tidak menguasai konsep faktorial, tidak
menguasai konsep perkalian dan pembagian.
Sedang Ungky Pawestri (2013) Kesalahan konsep
bentuk logaritma umumnya terjadi karena siswa lebih
suka mempelajari materi pada bagian rumus dan
prosedur penyelesaian soal dari pada mempelajari
konsep-konsep yang terkandung dalam definisi bentuk
logaritma tersebut.
Agninditya (2014) menemukan bahwa kesulitan
dan kesalahan siswa meneyelesaikan soal trigonometri
yang dikelompok berdasarkan tes awal adalah, dari
kelompok subjek yang berkemampuan awal tinggi
mengalami kesalahan keterampilan dan konsep, serta
kesulitan dalam menentukan nilai tempat. Faktor yang
mempengaruhi
kesulitan
belajar
dari
kelompok
berkemam-puan awal tinggi adalah faktor minat, bakat,
dan emosi. Walaupun memiliki kesulitan dalam belajar
tetapi kelompok ini memiliki perhatian untuk belajar.
Rata-rata tingkat kesalahannya sebesar 12,81% yang
termasuk dalam kriteria sangat rendah. Kelompok subjek
yang
berkemampuan
awal
5
menengah
mengalami
kesulitan dalam memilih proses penyelesaian dengan
tepat dan kesalahan konsep dan kesalahan keterampilan
dalam menghitung dengan teliti dan membaca. Faktor
yang mempengaruhi kesulitan belajar dari kelompok
berkemam-puan awal tinggi adalah perhatian, minat,
bakat, dan emosi, serta faktor exogen, yaitu factor
lingkungan keluarga. Rata-rata tingkat kesalahannya
sebesar 22,08% yang termasuk dalam kriteria rendah.
Dari kelompok subjek yang berkemampuan awal rendah
mengalami kesulitan dalam memilih proses penyelesaian
tepat dan kesalahan yang dialami yaitu kesalahan
konsep, keterampilan, dan kesalahan prinsip.
Pentingnya
penguasaan
konsep
di
satu
sisi
sedangkan di sisi lain penguasaan konsep peserta didik
masih rendah, merupakan suatu masalah yang perlu di
cari alternatif pemecahannya, yaitu perlunya suatu
model pengajaran konsep matematika sehingga siswa
dapat memahami dengan baik konsep yang disajikan.
Berkaitan dengan pengajaran konsep tersebut teori
belajar dari R.Gagne merupakan suatu alternatif dalam
mengembangkan pengajaran konsep secara umum,
namun untuk pengajaran konsep matematika masih
memerlukan suatu kajian khusus.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan diatas, maka masalah yang
dikaji dalam buku ini dapat dirumuskan sbb:
1. Apa yang dimaksud konsep dalam matematika ?
2. Bagaimana siswa belajar konsep menurut teori Gagne?
3. Bagaimana mengajarkan konsep matematika pada
siswa menurut teori Gagne?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan utama pembahasan buku ini adalah untuk
menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan di atas,
dengan rincian sebagai berikut:
1. Untuk memberikan kejelasan tentang konsep dalam
matematika
2. Untuk memberikan kejelasan tentang cara belajar
konsep menurut teori Gagne.
3. Untuk
memberikan
kejelasan
cara
mengajarkan
konsep metematika berdasarkan teori Gagne.
D. Manfaat Pembahasan
Pembahasan buku ini diharapkan memberikan
manfaat sbb:
7
1. Sebagai
bahan
masukan
kepada
guru-guru
matematika pada umumnya, dan guru matematika di
SMA pada kususnya dalam mengajarkan konsep
matematika.
2. Sebagai bandingan kepada para ahli dalam bidang
pendidikan
matematika
dalam
mengembangkan
alternatif konsep pembelajaran matematika.
3. Sebagai bahan kajian kepada para peneliti dalam
bidang
pendidikan
mengembangkan
matematika
suatu
matematika.
8
teori
belajar
dalam
konsep
BAB II
KONSEP DALAM MATEMATIKA
A.
Pengertian
dan
kedudukan
konsep
dalam
matematika
Sebelum membicarakan pengertian dan kedudukan
konsep dalam matematika, berikut disajikan ilustrasi
berkaitan pentingnya pemahaman konsep matematika
sebelum melakukan pengerjaan soal.
Hitunglah
(Tiro; 2010, 28)
Bila tanpa memahami konsep dengan baik, maka
tidak menutup kemungkinan kita akan menyelesaikan
integral
tersebut
dengan
proses
berikut,
tanpa
memerhatikan latar belakang soal tersebut.
4
dx
1
1 4
0 ( x 1)2 ( x 1) 3 1 3
0
4
Tiro (2010, 29) mengemukan bahwa rumus integral
yang digunakan disini berlaku untuk fungsi yang
diintegralkan memenuhi syarat tertentu. Dan prosedur
9
yang
digunakan
sudah
sesuai
prosedur
teknis
(algoritma) matematis, namun kesalahan besar terjadi
karena latar belakang soalnya tidak benar.
Lebih
lanjut
dikemukakan
bahwa
bila
kita
mengetahui tentang konsep integral, maka perlu dikaji
lebih
awal
latar
belakang
masalahnya
sebelum
menggunakan algoritma matematis. Hasil integral di atas
terdapat suatu hal yang aneh, hasilnya -4/3, sedangkan
integrannya adalah bentuk kuadrat yang tidak mungkin
negatif.
Karena
1
tidak terbatas pada interval 0 ≤ x ≤ 4,
( x 1) 2
yakni tidak terdefinisi untuk x = 1.
Kasus di atas menunjukkan pentingnya memahami
konsep matematika sebelum menggunakan algoritma
matematis. Oleh karena itu perlu dipahami lebih dahulu
tentang
konsep
matematika
sebelum
melakukan
algoritma dalam menyelesaikan suatu masalah.
Berikut kita coba kaji beberapa hal berkaitan
dengan konsep dan konsep dalam matematika itu
sendiri.
Konsep menurut Rosser (dalam Ratna 1989:80),
merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas
objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan dan
10
hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang
sama.
Berkaitan dengan abstraksi, berarti suatu konsep
mewakili beberapa objek yang telah digugurkan ciri-ciri
atau sifat-sifat objek tersebut yang dianggap tidak
penting
atau
tidak
diperlukan
sehingga
hanya
diperhatikan sifat penting yang dimiliki bersama.hal ini
berarti bahwa objek-objek yang memenuhi kriteria
konsep tersebut merupakan contoh dari konsep yang
dimaksud bukan merupakan contoh konsep.
Sejalan dengan paparan diatas Bell (1981: 108)
mendifinisikan konsep dalam matematika sebagai ide
abstrak
yang
memungkinkan
seseorang
mengklasifikasikan objek-objek atau kejadian–kejadian
tertentu, apakah objek-objek atau kejadian-kejadian itu
merupakan contoh atau bukan contoh dari ide tersebut.
Dibagian
lain
tulisannya,
Bell
(1981:52)
mengemukakan bahwa konsep merupakan salah satu
dari 4 obyek langsung matematika, (fakta, skills, konsep
dan prinsip), sedang Begle (1979 : 6) mengatakan bahwa
sasaran atau objek penelaahan matematika adalah fakta,
konsep, operasi dan prinsip. Dengan demikian baik Bell
maupun Begle keduanya menempatkan konsep sebagai
salah satu objek telaah matematika. Sementara itu
Soedjadi (1985 : 18) menggambarkan struktur deduktif
11
aksiomatik matematika dengan menempatkan konsep
(pengertian lain) dibawah pengertian pangkal.
Skema struktur aksiomatik deduktif sbb:
Pernyataan pangkal
(Aksioma)
Pengertian pangkal
(undefined term )
Pernyataan lain
( Teorema )
Definisi
Pengertian Lain
(Konsep)
Pernyataan lain
(lemma, corrolary,
teorema )
Definisi
Pengertian Lain
(Konsep)
Pernyataan lain
(lemma, corrolary,
teorema )
dst
dst
Sumber: Soedjadi, 1985: 18
Gambar 1: Struktur Aksiomatik Deduktif
12
Skema pada gambar 1 tersebut,
menunjukkan
bahwa konsep dalam matematika memiliki peran yang
cukup penting dalam membangun struktur matematika.
Konsep terbentuk dari pengertian pangkal dan konsepkonsep lain yang telah terbentuk sebelumnya, dan dari
konsep yang dinyatakan dengan definisi dapat terbentuk
pernyataan lain berupa teorema, corrolory, lemma. Ini
menunjukkan
matematika
bahwa
dapat
suatu
dipahami
pernyataan
dengan
baik
dalam
setelah
mengerti konsep yang telah mendasari pernyataan
tersebut.
B. Definisi Suatu Konsep
Di bagian terdahulu telah dipaparkan pengertian
dan kedudukan konsep dalam matematika.
Untuk
menggunakan konsep tersebut secara operasional dan
untuk memperjelas suatu konsep, maka diperlukan suatu
ungkapan yang membatasi konsep tersebut. Ungkapan
yang dimaksud adalah definisi.
Soedjadi (1995 : 8) mengemukakan bahwa definisi
suatu konsep adalah ungkapan yang dapat digunakan
untuk membatasi suatu konsep.
Definisi dalam matematika dapat diungkapkan
secara verbal atau nonverbal. Di samping itu suatu
definisi dapat dibedakan menurut
13
sifatnya. Berkaitan
dengan sifat tersebut, Soedjadi (1995: 8–9) membedakan
definisi atas 3 jenis, yaitu :
1. Definisi Analitik
Suatu definisi dikatakan bersifat analitis bila
definisi tersebut menyebutkan genus proksimum dan
deferensia spesifika.
Perhatikan struktur segiempat berikut
Segi Empat
Segi Empat
Tali Busur
Segi Empat garis
singgung
Trapesium
Layanglayang
Jajaranggenjang
Persegipanjang
Belahketupat
Bujursangkar
Sumber :
Soedjadi Dalam Media Pendidikan Matematika No 2 Th 1 Hal, 69
Gambar 2 : Struktur Definisi Segiempat
Perhatikan struktur segiempat seperti pada gambar
2. Jika belah ketupat didefinisikan dengan mengikuti
struktur segiempat seperti pada gambar tersebut, maka
genus proksimumnya adalah jajaranggenjang.
Sehingga dapat didefinisikan sbb:
Belah ketupat adalah
jajarang genjang yang sisi-sisinya
sama panjang.
14
Selanjutnya perhatikan definisi berikut
Belahketupat
adalah segiempat yang sepasang-sepasang
sisi-sisinya sejajar dan sama panjang.
Definisi yang kedua ini tidak ekonomis, sebab
ungkapan kata sisi-sisinya sejajar tidak perlu lagi muncul
kalau kata segiempat diganti dengan jajaranggenjang
sebagai genus proksimum. Namun demikian definisi
pertama dapat digunakan setelah memahami definisi
jajargenjang.
Deferensia
spesifika definisi di atas adalah
keterangan yang terdapat dibelakang kata “yang”.
Secara umum definisi yang bersifat analitik dapat
diungkapkan sbb:
Is
adalah
yang
Gen
Def
Dengan :
Is
: Istilah yang didefinisikan
Gen : Genus proksimum atau keluarga yang
terdekat dengan istilah yang didefinisikan.
Def : Deferinsia spesifika atau ciri khusus yang
membedakan konsep tersebut dengan yang
lainnya.
15
2. Definisi Genetik
Suatu definisi dikatakan bersifat genetik bila
definisi tersebut menunjukkan atau mengungkapkan
terjadinya
atau
cara
terben-tuknya
konsep
yang
didefinisikan.
Contoh ;
Trapesium adalah segiempat yang terjadi bila sebuah segitiga
dipotong oleh garis yang sejajar salah satu sisinya.
Definisi diatas mengungkapkan proses terjadinya
trapesium, yaitu dapat dibentuk dari segitiga.
Secara umum, definisi secara ginetik dapat ditulis
sbb :
Is
Adalah
Konla
yang terjadi bila Pro
Dengan :
Is
: istilah yang didefinisikan
Konla : konsep lain yang diproses
Pro
: cara terjadinya proses
3. Definisi dengan Rumus
Suatu definisi tidak selalu dinyatakan dengan
ungkapan
berbentuk
diungkapkan
dengan
kalimat
kalimat
biasa,
matematika,
demikian dapat berbentuk suatu rumus.
16
dapat
juga
dengan
Contoh :
1. Pengurangan dalam ilmu bilangan, didefinisikan
a – b = a + (-b)
2. Perkalian
didefinisikan
sebagai
penjumlahan
berulang
a x b = b + b + b + . . . . sebanyak a factor
C. Komponen Definisi
Suatu konsep dalam matematika dapat dipahami
dengan melakukan pembedahan terhadap definisi suatu
konsep. Pembedahan terhadap definisi dapat dilakukan
dengan menguraikan definisi itu dalam komponen–
komponenya.
Menurut Soedjadi (1995 : 10) komponen definisi
terdiri (i) latar belakang, (ii) genus, (iii) istilah yang
didefinisikan, (iv) atribut. Sedang Tiro (2010 : 34)
menguraikan komponen suatu definisi menjadi: (1) latar
belakang
(konteks,
semesta),
(2)
subjek
(objek
pembicaraan definisi, (3) istilah (nama), (4) ungkapan
selengkapnya (suatu kalimat), (5) atribut dan (6) simbol.
Latar belakang definisi adalah bagian definisi yang
menjadi modal dasar untuk membicarakan subjek dari
definisi tersebut.
17
Misalnya diberikan konsep fungsi dengan definisi
sbb :
“suatu fungsi f dari X ke Y ialah suatu aturan yang
memetakan suatu fungsi x € X ketepat unsur y € Y.
Unsur y ini disebut bayangan unsur x, atau disebut
juga nilai fungsi pada x, dan ditulis y = f(x).
Latar belakang definisi tersebut adalah himpunan
X, dan himpunan Y.
Genus adalah keluarga dari subjek definisi. Genus
dapat
dipandang
sebagai
konsep
terdekat
yang
berhubungan dengan definisi yang dibicarakan. Pada
definisi diatas genusnya adalah “aturan pemetaan “.
Istilah adalah ungkapan yang diberikan pada
subjek pembicaraan dari definisi. Istilah pada defenisi di
atas adalah “fungsi f”.
Atribut definisi merupakan ciri atau sifat yang
dimiliki oleh suatu konsp, sehingga dengan ciri tersebut
suatu subjek dapat dikategorikan sebagai contoh atau
noncontoh dari definisi. Pada contoh diatas atributnya
adalah “setiap unsur X mempunyai tepat satu pasangan
di Y”.
18
BAB III
TEORI BELAJAR R. GAGNE
A. Batasan dan Komponen Belajar
R.
Gagne
pendidikan
adalah
berkebangsaan
seorang
ahli
amerika
yang
psikologi
terkenal
dengan penemuannya berupa condition of learning.
Gagne merupakan pelopor instruksi pembelajaran yang
dipraktekkannya dalam training pilot Angkatan Udara
Amerika. Ia mengembangkan konsep terpakai dari teori
instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis
komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne
banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
R.
Gagne
mengembangkan
teori
belajarnya
perkembangan
individu
berdasarkan asumsi–asumsi sbb:
1. Pertumbuhan
dan
merupakan akibat dari belajar.
2. Belajar merupakan proses yang kompleks sifatnya.
(Bell E Greadler, 1994: 231)
Berangkat
mendefinisikan
dari
asumsi
tersebut,
Gegne
belajar
sebagai
seperangkat
proses
kognitif yang mengubah sifat stimuli dari lingkungan
menjadi beberapa tahapan pengolahan informasi yang
19
diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru.
(Gagne, 1979:43).
Stimuli dari lingkungan merupakan faktor eksternal
yang
dapat
dimodifikasi
sedemikian
sehingga
menunjang proses kognitif individu yang belajar. Sedang
proses kognitif merupakan suatu proses dalam diri
individu yang belajar sebagai prasyarat bagi terciptanya
kondisi belajar. Proses kognitif ini bersama kondisi
internal lainnya berinteraksi dengan kondisi eksternal
untuk menghasilkan suatu performasi sebagai hasil
belajar.
Paparan di atas menunjukkan bahwa terdapat 3 (
tiga ) komponen esensial dalam belajar, yaitu : kondisi
internal, kondisi eksternal, dan hasil belajar.
Hubungan
antara
ketiga
digambarkan sbb :
20
komponen
tersebut
Kondisi internal
Hasil belajar
Informasi Verbal
Keadaan internal
Keterampilan Intelektual
dan proses kognitif
Keterampilan Motorik
Sikap
Strategi Kognitif
Saling interaksi
Stimulus dari
Acara Pembelajaran
Lingkungan
Kondisi Eksternal
Gambar 3 : Hubungan Komponen-Komponen Belajar
Hasil
belajar
yang
dimaksud
adalah
suatu
kemampuan internal (kapabiliti) yang telah menjadi
milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang
tersebut melakukan sesuatu atau memberikan prestasi
tertentu untuk setiap jenis pelajaran.
Misalnya: siswa yang telah memiliki konsep
“relasi“ dan “fungsi” mampu menunjukkan suatu relasi
yang merupakan fungsi dan relasi yang bukan fungsi.
Konsep
yang
telah
memiliki
merupakan
kemampuan internal yang tidak langsung nampak,
21
sedang perbuatan merupakan tingkah laku yang dapat
diamati dan nampak secara jelas. Dengan demikian hasil
belajar adalah kapabilitas internal dan dicerminkan
dalam wujud perbuatan tertentu untuk setiap jenis
belajar.
Berkaitan dengan jenis belajar tersebut, Gagne
mengembangkan suatu teori yang disebut tipe hasil
belajar. Tipe hasil belajar tersebut terdiri atas : informasi
verbal, keterampilan intelektual, siasat kognitif, sikap
dan keterampilan motorik (Gagne, 1989: 44).
Tipe hasil belajar ini merupakan pengem-bangan
terhadap sistematika 8 (delapan) tipe belajar yang telah
disusun oleh Gagne dalam suatu hirarki tipe belajar.
Perbedaan mendasar antara sistematika tipe belajar
dengan tipe hasil belajar tersebut terletak pada proses
belajar yang dilalui oleh individu yang belajar.
Tipe hasil belajar di samping melihat hasil belajar
juga memeperhatikan proses belajar yang terjadi pada
diri siswa. Di samping itu pada tipe hasil belajar tidak
dianut suatu hirarki, kecuali pada tipe hasil belajar
keterampilan intelektual, yang terdiri atas beberapa
subkemampuan.
22
B. Belajar Konsep Menurut Gagne
Pada hirarki belajar yang dikemukakan oleh Gagne,
belajar konsep ditempatkan pada urutan kelima, sedang
pada tipe hasil belajarnya, belajar konsep dipandang
sebagai bagian
dari keterampilan
itelektual, yang
disusun dalam suatu hirarki tersendiri.
Hirarki tingkat-tingkat kemampuan intelek-tual
tersebut digambarkan oleh Gagne (1979: 62)
Pemecahan masalah
Aturan-aturan tingkat tinggi
Aturan-aturan
Konsep-konsep Terdefenisi
Konsep-konsep konkrit
Gambar 4: Hirarki tingkat kemampuan
intelektual
Mencermati sistematika pada gambar 4 di atas,
dapat dipahami bahwa belajar konsep dapat terjadi
dengan baik setelah melalui belajar diskriminan, artinya
kemampuan siswa untuk mengadakan diskrimanasi
menjadi
penunjang
kemampuan
konsep.
23
memahami
suatu
Lebih lanjut Gagne membagi belajar konsep atas
dua bagian, yaitu belajar konsep kongkrit dan belajar
konsep terdefenisi.
Belajar konsep kongkret adalah belajar memahami
kebersamaan sifat-sifat dari benda-benda kongkrit atau
peristiwa peristiwa untuk di kelompokkan menjadi satu
jenis,
sedang
belajar
konsep
terdefenisi
adalah
kemampuan mendemonstrasikan makna dari kelas
tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau
hubungan-hubungan,
dan
mampu
menunjukkan
komponen-komponen dalam konsep tersebut.
Seperti yang dipaparkan terdahulu bahwa setiap
tipe
belajar
dapat
menghasilkan
performasi
yang
maksimal bila di perhatikan kondisi internal dan kondisi
eksternal yang terjadi pada setiap tipe belajar. Dalam hal
belajar konsep kondisi internal dan kondisi eksternal di
paparkan sbb:
Konsep konsep kongkret
Menurut Gagne (1979: 65) kondisi internal dan
kondisi eksternal yang dibutuhkan dalam belajar konsep
konkrit adalah
1. Kondisi Internal
Siswa dapat membedakan secara cermat contoh
suatu konsep. Dengan demikian kemampuan memahami
24
konsep konkrit ini tergantung pada kemampuan siswa
dalam mengadakan diskriminasi.
2. Kondisi Eksternal
Mencakup kejelasan dalam ciri-ciri fisik pada objek
yang harus dikelompokkan. Ini berarti belajar konsep
konkrit dapat dipercepat dengan bantuan isyarat-isyarat,
dan penyajian beberapa contoh.
Konsep-konsep terdefinisi
Menurut Gagne (1979:67) kondisi internal dan
kondisi eksternal yang dibutuhkan dalam belajar konsep
terdefinisi adalah
1. Kondisi internal
Untuk memperoleh konsep terdefinisi, siswa harus
mengeluarkan
kompenen
atau
konsep
memanggil
yang
semua
terdapat
kompenen-
dalam
definisi,
termasuk hubungan antara konsep.
2. Kondisi eksternal
Suatu konsep terdefinisi dapat dipelajari dengan
meminta siswa mengamati suatu demonstrasi atau
skema/bagan dari komponen atau melalui pernyataan
verbal.
C. Sistem Pemrosesan Informasi
Definisi belajar yang telah dikemukakan oleh
Gagne seperti dipaparkan terdahulu menempatkan
25
pengolahan informasi sebagai suatu proses untuk
memperbaiki
kapasitas
belajar.
Selanjutnya
Gagne
mengemukakan suatu teori tentang proses belajar yang
mengacu pada sistem pemrosesan informasi.
Dalam
teori
tersebut,
Gagne
(1989:13)
menggambarkan model pemrosesan informasi sepererti
pada gambar 5.
Pada
stimulus
model
dari
pemrosesan
lingkungan
informasi
peserta
tersebut,
didik
akan
mempengaruhi receptor (penerima stimulus), kemudia
masuk ke sistem saraf melalui sensory register (yaitu
organ yang pertama kali menerima adanya stimulus
tersebut) yang terdapat dalam sistem saraf pusat.
Penerimaan stimulus ini merupakan persepsi objek dan
peristiwa yang pertama kali bagi peserta didik. Stimulus
yang berupa informasi itu akan disimpan dalam sistem
saraf pusat dalam waktu yang sangat singkat.
26
E
N
V
I
R
O
N
M
E
N
T
E
F
F
E
C
T
O
R
S
R
E
C
E
P
T
O
R
S
EXECUTIVE
EXPECTANCIES
CONTROL
RESEPTOR
GENERATOR
SENSORY
REGISTER
SHORT –
TERM
MEMORY
LONG –
TERM
MEMORY
Gambar 5: Model Pemrosesan Informasi
Menurut Sperling (dalam Ratna, 1989: 34) informasi
itu hanya disimpan selama seperempat detik. Dari
seluruh informasi yang masuk, sebagian kecil disimpan
untuk selanjutnya memasuki short-term memory (ingatan
jangka pendek), sedangkan selebihnya akan hilang dari
sistem. Proses reduksi ini disebut selective perception
(tanggapan selektif). Tertangkapnya informasi tertentu
27
itu ke dalam short-term memory memerlukan waktu yang
relatif singkat (kira-kira 10 detik), kecuali bila informasi
tertentu itu diulang-ulang maka akan tertahan dalam
jangka waktu yang agak lama.
Informasi yang terdapat dalam short-term memory
dapat diberi kode, kemudian disimpan dalam long-term
memory (ingatan jangka panjang). Coding (pengkodean)
sebaiknya
dilakukan
dengan
teknik tertentu agar
pengitegrasian informasi baru ke dalam tidak merusak
struktur yang terdapat di dalam long-term memory.
Informasi yang tersimpan pada long-term memory akan
bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama. Bila
informasi tersebut akan digunakan maka informasi itu
harus
dipanggil.
Informasi
yang
telah
dipanggil
merupakan dasar pada response generator (penghasil
respon). Dalam pikiran sadar, informasi mengalir dari
long-term memory ke short-term memory dan kemudian ke
response
generator.
Tetapi
untuk
respon
otomatis,
informasi mengalir langsung dari long-term memory ke
response generator selama pemanggilan.
Response generator akan mengatur urutan respon
dan membimbing effectors ke dalam suatu tindakan yang
akan mempengaruhi lingkungan (environment). Effectors
meliputi semua otot dan kelenjar kita, tetapi effectors
28
yang utama untuk tugas sekolah ialah tangan (untuk
menulis) dan alat suara (untuk berbicara).
Executive control (pengaturan) dan expectancies
(pengharapan) dalam model pemrosesan informasi
dipandang untuk mengaktifkan dan memodifikasi arus
informasi.
D. Fase-Fase Belajar
Berdasarkan model pemrosesan informasi, Gagne
(dalam
Bell
pengolahan
Gredler,1994:198)
(proses)
kognitif
menerapkan
dalam
konsep
kupasannya
terhadap hal belajar, Gagne menemukan sembilan
tahapan pengolahan yang esensial bagi belajar dan harus
dilaksanakan secara berurutan, kesembilan tahapan
tersebut dinamakan fase-fase belajar.
Uraian masing- masing fase tersebut sbb:
Persiapan untuk belajar
Persiapan untuk belajar memuat 3 (tiga) fase, yaitu :
1. Fase Attending (Mengarahkan Perhatian)
Fase ini untuk menyadarkan siswa akan adanya
stimulus
dan
menangkap
stimulus
yang
relevan,
stimulus yang dimaksudkan dapat berupa komunikasi
verbal (lisan atau tulisan), gambar diam dll.
Menarik perhatian siswa dapat dilakukan dengan
mengajukan
pertanyaan
yang
29
merangsan
minat,
menceritakan kejadian yang lain dari biasanya, atau
membangkitkan minat tertentu.
2. Fase Pengharapan
Fase pengharapan berfungsi mengantar siswa
untuk mengetahui tujuan belajar, orientasi tujuan yang
sudah terbentuk pada tahap ini membuat siswa
dapatmemilih hasil apa yang sesuai pada setiap fase
berikutnya dalam pengolahan informasi (Gagne, 1977:
61).
Arahan yang diberikan pada fase pertama akan
menimbulkan harapan untuk mengetahui sajian yang
akan
diajarkan,
dan
sekaligus
menimbulkan
rasa
keingintahuan siswa terhadap pelajaran yang akan
diberikan.
3. Fase Retrival (Mendapatkan Kembali)
Fase ini berfungsi untuk mengingat kembali
kapabilitas prasyarat esensial untuk kegiatan belajar
yang baru, proses menggali ingatan dapat dipengaruhi
oleh stimulus eksternal. Pada proses ini kemungkinan
peserta didik akan
kehilangan
hubungan
dengan
informasi yang ada dalam ingatan jangka panjang.
Dalam keadaan demikian, pengajar harus memberikan
stimulus
eksternal,
misalnya
memberikan
sedikit
informasi yang relevan kemudian meminta peserta didik
untuk mencari kaitannya.
30
Perolehan dan performasi
Bagian ini 4 fase berikutnya, yaitu:
4. Fase Persepsi Selektif atas Sifat-Sifat Stimulus
Fase ini mengubah bentuk stimulus fisik menjadi
ciri-ciri
yang
dapat
dikenal
dan
memungkinkan
disampingnya ciri-ciri tersebut secara singkat dalam
memori kerja dan dapat dibuat sandi-sandi. Pada fase ini
siswa melakukan seleksi terhadap stimulus yang datang,
informasi yang relevan dengan pelajaran yang akan
disajikan dipanggil dari ingatan jangka panjang maupun
ingatan jangka pendek untuk diberi kode.
5. Fase Semantic Econding (Sandi Semantik)
Fase
memberikan
merupakan
kode
fase
pada
pengkodean,
ciri-ciri
stimulus
yaitu
dengan
kerangka kerja konseptual atau bermakna dan disimpan
dalam memori jangka panjang. Proses ini merupakan
tahap sentral dan kritis dalam belajar dan tampa tahap
ini belajar tidak akan terjadi (Gagne, 1977: 66). Sandi
yang disimpan dapat berupa konsep, proposisi, atau
organisasi lain yang bermakna.
6. Fase Retrival dan Respon
Fase ini berfungsi mengembalikan informasi yang
disimpan
ke
pembangkit
respons
orang
dan
mengaktifkan respons. Pada fase ini siswa mendapatkan
31
kembali sandi yang baru saja disimpan pada memori
jangka panjang.
7. Fase Reinforcement (Penguatan)
Fase ini berfungsi mengkorfirmasikan pengharapan
siswa tentang tujuan belajar. pada fase ini siswa
mendapatkan pengukuhan atas diperolehnya kapabilitas
baru, alih belajar
Alih belajar memuat 2 (dua) fase terakhir, yaitu:
8. Fase Pengisyaratan Untuk Retrival
Fase ini berfungsi memberikan isyarat tambahan
untuk mengingat kembali kapabilitas yang sesuai dari
memori jangka panjang.
9. Fase Generalisasi
Fase ini berfungsi meningkatkan kemampuan alih
belajar kesituasi baru.
Berdasarkan uraian tentang model pemrosesan
informasi
telah
dan fase- fase belajar
dikemukakan,
terlihat
Gagne sebagaimana
bahwa
Gagne
sangat
memerhatikan proses yang terjadi dalam diri individu
yang belajar. Disamping itu, Gagne juga memerhatikan
perilaku
diberikan
yang tampak (respon) dari individu setelah
stimulus.
Dengan
demikian
Gagne
memadukan antara psikologi kognitif dan psikologi
tingkah laku dalam belajar.
32
E. Rancangan Pembelajaran
Berdasarkan
analisisnya
tentang
pengelo-laan
esensial dalam belajar yang disusun dalam 9 (Sembilan)
fase seperti dipaparkan diatas, maka Gagne merancang
suatu model pembelajaran dengan asumsi-asumsi sbb:
1. Pembelajaran mesti direncanakan agar memperlancar
belajar siswa secara individu.
2. Fase pendek dan fase panjang hendaknya masuk
dalam rancangan.
3. Perencanaan hendaknya tidak asal jadi,dan tidak
sekedar menyiapkan lingkungan asuh saja.
4. Usaha
pembelajaran
mesti
dirancang
dengan
menggunakan analisis system.
5. Pembelajaran
harus
dikembangkan
berda-sarkan
pengetahuan tentang cara belajar. (Gagne, 1979:5)
Berdasarkan pada asumsi-asumsi diatas, Gagne
menyusun rencangan pembelajaran yang bersesuaian
dengan kondisi belajar,yang terjadi pada masing-masing
fase belajar.
Rancangan yang dimaksud terdiri atas:
1. Perumusan Tujuan Performasi
Gagne dalam mengembangkan teori belajarnya
,selain meninjau hasil belajar yang harus dicapai, juga
meninjau proses belajar yang menuju ke hasil tersebut
dan
mengembangkan
langkah-langkah
33
pembelajran
yang dapat dilakukan oleh guru untuk mendampingi
siswa dalam belajar. Hasil belajar
yang ingin dicapai
perlu dirumuskan dalam bentuk tujuan performasi. Hal
ini dapat membantu guru untuk mengetahui kebutuhan
pembelajaran
dan
mengemukakan
pengujian.
bahwa
Herman
tujuan
berfungsi
(1979:34)
untuk
membantu guru dalam memilih materi dan pengalaman
belajar matematika yang ditekankan dan membantu
guru dalam menyusun alat penilaian.
Perumusan
tujuan
performasi
secara
spesifik
menuntut adanya kemampuan internal tertentu yang
dapat digolongkan dalam kategori hasil belajar tertentu,
melalui proses belajar. Hal ini berarti proses belajar yang
dilalui oleh sisiwa untuk memeroleh hasil belajar
tertentu harus disesuaikan dengan tujuan performasi
yang telah dirumuskan.
2. Memilih Acara Pembelajaran
Fungsi pembelajaran adalah menunjang proses
internal, yang terjadi dalam diri siswa. Kesembilan fase
belajar yang telah dipaparkan terdahulu maing-masing
sejauh kejadiannya digiatkan secara internal, disamping
itu juga perlu diperhatikan proses pengaturan tertentu
dari stimulus lingkungan.
34
Acara-acara pembelajaran untuk kesembilan fase
belajar dilukiskan oleh Bell Gredler (1994:210) sebagai
berikut:
Perian
Persiapan
untuk belajar
Fase Belajar
Acara Pembelajaran
1. Mengarahkan
perhatian
Menarik perhatian siswa
dengan kejadian yang tidak
seperti biasanya, pertanyaan
atau perubahan stimulus.
Memberitahu siswa tentang
tujuan belajar.
Merangsang
siswa
agar
mengingat kembali ha-sil
belajar sebelumnya
Menyajikan stimulus yang
jelas sifatnya
2. Ekspektasi
3. Retrival
4. Persepsi selektif
atas stimulus
Perolehan dan 5. Sandi Semantik
perbuatan
6. Retrival
dan
respon
7. Penguatan
8. Mengisyarat-kan
terjadinya retrival
9. Generalisasi
Memberikan
bimbingan
belajar
Memunculkan
perbuatan
siswa
Memberikan
balikan
informatif
Menilai perbuatan siswa
Meningkatkan retensi dan
alih belajar
Retrival dan
alih-alih
belajar
Acara pembelajaran untuk persiapan belajar
Menarik perhatian, memberitahu tujuan pelajaran,
dan
mendorong
pelajaran
siswa
untuk
sebelumnya
mengingat
merupakan
35
kembali
acara-acara
pembelajaran baru. Untuk menarik perhatian siswa, guru
dapat melakukan dengan mengajukan pertanyaan yang
meransang minat belajar siswa terhadap materi pelajaran
yang disajikan, menceritakaan manfaat bahan ajar
tersebut, atau membangkitkan minat-minat tersebut.
Setelah
menerima
minat
materi
siswa
dibangkitkan
pelajaran,
maka
dan
guru
siap
berusaha
membangkitkan ingatan siswa terhadap materi pelajaran
sebelumnya yang berkaitan dengan bahan ajar yang akan
dibahas. Informasi yang relevan, konsep, dan aturan
yang berkaitandengan materi yang akan dibahas dapat
dibangkitkan dari ingatan siswa dengan menggunakan
pertanyaan
atau
memberi
informasi
yang
dapat
membangkitkan ingatan tersebut.
Acara pembeelajaran untuk perolehan dan perbuatan
Empat fase belajar pada kelompok perolehan dan
perbuatan, yaitu persepsi selektif, sandi semantic,
retrival dan respon, penguatan merupakan fase belajar
pokok, keempat fase tersebut didukung oleh acara
pembelajaran tertentu, yang dirinci sbb:
Guru menyajikan ciri-ciri stimulus, selanjutnya
disajikan kepada siswa situasi khusus tersebut yang
dibarengi
dengan
memberikan
petunjuk.
bimbingan
Kegiatan
belajar.
36
ini
untuk
Menurut
Gagne
(1989:129)
komunikasi
kepada
siswa
harus
bisa
merangsang jalan pikiran tertentu dan karena itu akan
mencegah terjadinya salah arah.
Langkah berikutnya guru memberikan pertanyaan
untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa terhadap
materi yang disajikan, sehingga guru dapat mengetahui
perbuatan yang perlu diberikan kepada siswa, perbuatan
dalam
hal
ini
membenarkan
ada
hasil
dua
belajar
kemungkinan,
yang
dicapai,
yaitu:
atau
memberikan balikan korektif atas pencapaian siswa.
Berkaitan dengan pemberian bimbingan belajar kepada
siswa Gagne (1980:6) mengemukakan bahwa bimbingan
belajar tersebut membantu pelajar mengubah kapabiltas,
baru
menjadi
sandi
untuk
diingat
kembali,
dan
bimbingan membedakan belajar yang mudah dan yang
sukar, serta membedakan antar belajar yang efektif
dengan yang tidak efektf.
Berdasarkan pendapat Gagne tersebut, jelas bahwa
bimbingan
belajar
yang
diberikan
kepada
siswa
merupakan persoalan yang pokok dalam hal belajar,
dengan demikian aktivitas guru dalam kegiatan belajar
siswa juga memengangperan yang cukup strategis.
Bimbingan belajar dapat dilakukan oleh guru dengan
mengajukan pertanyaan yang bersifat memancing siswa
untuk menemukan konsep yang dibahas.
37
Acara pembelajaran untuk retrival dan alih belajar
Untuk menentukan perolehan kapabilitas siswa,
tidak cukup hanya didasarkan pada pengenalan siswa
terhadap contoh-contoh atau kemampuan penerapan
satu
kaidah
kapabilitas
kesituasi
tersebut
tertentu,tetapi
masih
perlu
pencapaian
digeneralisasikan
keberbagai situasi. Oleh kerena itu siswa dihadapkan
pada seperangkat contoh tambahan atau situasi lain yang
memberikan tuntutan kepada siswa berunjuk kerja
menerapkan keterampilan-keterampilan tertentu.
Pembelajaran perlu disimpulkan dengan adanya
ransangan
yang
khusus
direncanakan
untuk
memperkuat ingatan dan alih belajar. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengadakan ulangan yang diadakan
sehari atau lebih lama kemudian (Gagne, 1989:116).
Paparan dua alinea terakhir menunjukan bahwa
seorang siswa dikatatakan telah mengetahui dengan baik
bahan ajar yang disajikan dan memiliki kapabilitas baru,
jika siswa tersebut dapat memberikan contoh dan
mampu menerapkan bahan ajar tersebut keberbagai
situasi yang berkaitan dengan bahan ajar. Untuk
mengukur tingkat pencapaian ini diperlukan ujian yang
terencana sesuai bahan ajar yang disajikan.
38
BAB IV
KEGIATAN MENGAJAR
BELAJAR KONSEP
Dibagian terdahulu telah dipaparkan hal-hal yang
berkaitan dengan konsep dalam matematika, teori belajar
dari Gagne, dan acara pembelajran menurut teori belajar
Gagne.
Mencermati
fase-fase
belajar
dan
acara
pembelajaran yang berkaitan dengan fase-fase belajar
dari Gagne, maka kegiatan belajar konsep yang akan
dipaparkan pada bagian ini terdiri atas 2 bagian, yaitu:
persiapan mengajar dan pelaksanaan mengajar dikelas.
A. Persiapan Mengajar
Persiapan
dimaksudkan
mengajar
untuk
konsep
memudahkan
matematika
guru
dalam
menyajikan konsep dikelas. Persiapan yang perlu
dilakukan adalah merumuskan tujuan performasi dan
analisis terhadap definisi.
1. Rumusan Tujuan Performasi
Seperti
dipaparkan
terdahulu
bahwa
tujuan
performasi merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam
39
kegiatan mengajar belajar. Dalam kaitannya dengan
belajar konsep, Gagne (1979:125) menyarankan kata kerja
yang dapat digunakan dalam merumuskan
tujuan
belajar konsep yaitu kata kerja “mengenali contoh dan
mengelompokkan kedalam kategori”
Contoh:
Belajar konsep fungsi
Rumusan tujuan performasinya adalah: siswa dapat
mengelompokkan hasil relasi yang merupakan konsep.
2. Analisis konsep
Analisis konsep yang dimaksud dalam tulisan ini
adalah pembedaan definisi konsep dalam komponen–
komponen konsep, disertai hubungan antara konsep
tersebut dengan konsep prasyarat dan contoh-contoh
konsep, serta ungkapan simbo;is suatu definisi. Analisi
konsep
dimaksud
untuk
membantu
guru
dalam
mengajarkan konsep dikelas.
B. Pelaksanaan Pengajaran Konsep di Kelas
Seperti telah dipaparkan terdahulu bahwa kondisi
eksrternal merupakan stimulus yang dapat diberikan
kepda siswa agar kondsis internal yang diharapkan
dapat melekat pada diri siswa, sehingga kondisi belajar
yang diharapkan terjadi adalah:
40
1. Penyajian
contoh-contoh
konsep dan
noncontoh
konsep.
2. Penyajian objek-objek yang relevan dengan konsep
yang akan dibahas.
3. Penyajian komponen konsep atau menyatakan konsep
secara verbal.
4. Penampilan siswa dalam menyatakan konsep yang
dibahas.
Sedangkan
Nasution
(1987:
163
–
167)
mengisyaratkan stimulus yang yang perlu diberikan
kepada siswa adalah:
1. Menyatakan perbuatan atau bentuk kelakuan yang
diharapkan sebagai hasil belajar. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan kelakuan yang diharapkan adalah
kemampuan mengidentifikasi secara tepat dan benar
yang merupakan perilaku terminal.
2. Instruksi verbal mendorong anak untuk mengingat
kembali konsep yang diperlukan dalam pembahasan
konsep baru ini.
3. Memberikan
contoh-contoh
dan
noncontoh
dari
konsep yang dibahas, untuk menguatkan pemahaman
siswa.
41
Mencermati paparan di atas dan bab-bab terdahulu,
maka pelaksanaan kegiatan mengajar belajar konsep
matematika di kelas dapat ditempuh sebagai berikut.
Persiapan untuk belajar
Pada kegiatan ini motivasi siswa untuk belajar
diangkitkan debgan mengarahkan perhatiannya pada
konsep yang akan dibahas, serta memberitahu siswa
tujuan pembahasan. Untuk membangkitkan minat, siswa
diberi gambaran secara global pentingnya konsep yang
akan dibahas. Berdasarkan gambaran dan tujuan yang
disajikan diharapkan siswa memiliki harapan yang baik
terhadap konsep yang akan disajikan, sehingga siap
menerima pelajaran.
Setelah siswa siap menerima, selanjutnya ingatan
siswa terhadap materi prasyarat konsep yang dibahas
dibangkitkan dan digali dari memori. Hal ini dapat
dilakukan melalui tanya jawab.
Perolehan dan perbuatan
Pada bagian ini guru menyajikan konsep yang
dibicarakan, menguraikan hubungan antara konsep
prasyarat dengan konsep yang aka disajikan, menyajikan
komponen-komponen definisi, dan contoh/noncontoh.
Melalui
penyajian
stimulus
42
ini
siswa
diharapkan
mengetahui definisi konsep dan komponen-komponen
definisi dari konsep yang dibahas.
Selanjutnya
siswa
diberi
bimbingan
belajar.
Bimbingan belajar diarahkan pada penyajian objek-objek
yang relevan dengan konsep dan menunjukkan contoh
dan non-contoh dari konsep. Melalui bimbingan belajar
ini siswa diharapkan lebih mendalami konsep yang
disajikan serta mampu mengembangkan contoh-contoh
dan noncontoh.
Pada bagian ini diberikan beberapa contoh lain
yang memenuhi kriteria konsep yang dibahas dan
beberapa contoh yang tidak memenuhi. Guru meminta
kepada siswa menunjukkan contoh yang memenuhi
kriteria konsep sebagai contoh konsep dan contoh yang
tidak memenuhi kriteria konsep sebagai noncontoh
konsep.
Setelah itu guru memberi umpan balik terhadap
jawaban siswa, dan melakukan koreksi terhadap setiap
jawaban yang diberikan serta menuntun siswa untuk
memperbaiki kesalahan yang dilakukan.
Alih belajar
Guru memberikan soal latihan yang berkaitan
dengan konsep yang dibahas, memberikan penilaian
terhadap hasil pekerjaan siswa. Selan-jutnya siswa
diarahkan untuk melakukan generalisasi konsep serta
43
menerapkan konsep yang baru diperoleh. Hal ini dapat
dilakukan dengan ujian tentang konsep yang baru
dibahas
Skema alur kegiatan mengajar belajar konsep
matematika sbb:
Guru
-
-
-
Pesiapan belajar
Siswa
Stimulus
Kondisi internal
Kondisi eksternal
Hasil belajar
Menarik perhatian
- Ada harapan
Menyampaikan tujuan
- Ada
konsep
Membangkitkan konsep
prasyarat
prasyarat
Perolehan dan perbuatan
Hubungan konsep pra- Siap
menerima
syarat dengan konsep
pelajarn
baru
- Konep
prasayarat
Uraian
komponen
muncul
konsep
Definisi konsep
Contoh/mencontoh
- Bimbingan belajar
- Memunculkan
perbuatan
- Umpan balik
- Soal latihan
- Penilaian
- Paham konsep
- Contoh/non-contoh
- Tampilan kembali
Alih belajar
- prestasi akhir
Generalisasi
Gambar 6: Alur Kegiatan Mengajar Belajar Konsep Matematika
44
C. Contoh Pengajaran Konsep
Konsep
: Fungsi
Kelas
: II SMU
A. Persiapan
1. Tujuan
Siswa dapat menunjukkan relasi yang merupakan
fungsi
2. Analisis konsep
Definisi :
Suatu fungsi f dari X ke Y ialah suatu aturan yang
memetakan setiap unsur
ketepat satu unsur
. Unsur y ini disebut bayangan unsur x, atau
disebut juga nilai fungsi pada x, dan ditulis
Latar belakang
: himpunan X, himpunan Y
Genus
: aturan pemetaan
Simbol
:
,
,
Ungkapan
: fungsi f dari X ke Y
Contoh
:
himpunan
himpunan
Aturan pemetaan dari X ke Y didefinisikan oleh
Aturan pemetaan disebut fungsi dari x ke y
45
,
Noncontoh
:
himpunan
himpunan
aturan pemetaan dari Y ke X
didefinisikan oleh
pemetaan dari Y ke X bukan fungsi
Ungkapan Notasi
:
F fungsi dari X ke Y
3. Pelaksanaan kegiatan di kelas
Dalam
kegiatan
mengajar
belajar
ditempuh
prosedur sbb:
Persiapan Belajar
Kondisi internal yang ada pada diri siswa adalah
harapan untuk mengetahui konsep fungsi, konsep
prasyarat yaitu himpunan dan relasi. Stimulus yang
perlu diberikan oleh guru adalah menarik perhatian
siswa, dengan menunjukkan manfaat konsep fungsi serta
memberitahu
tujuan
mempelajari
konsep
fungsi.
Disamping itu guru membangkitkan ingatan siswa
tentang konsep himpunan dan relasi antara himpunan.
Pada bagian ini diharapkan konsep prasyarat yang perlu
dimiliki siswa terpanggil dari ingatan jangka panjang, dan
siswa siap menerima pelajaran baru.
46
Perolehan dan Perbuatan
Kondisi
internal
yang
dimiliki
siswa
adalah
kesiapan untuk belajar konsep fungsi, dengan memiliki
konsep prasyarat yaitu konsep himpunan dan konsep
relasi.
Stimulus yang diperlukan adalah menunjukkan 2
himpunan yang saling berelasi, selanjutnya meminta
siswa untuk menunjukkan karakter khusus relasi
tersebut.
Misalnya : Siswa diminta memperhatikan gambar
berikut:
X
Y
Gambar 7 : Hubunga