PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREAT bhs

PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF ILMIAH MELALUI
PEMBELAJARAN BIOTEKNOLOGI BERBASIS SCIENTIFIC, TECHNOLOGY,
AND INFORMATION LITERACY
Widya Arwita
[email protected]
Abstrak
Aplikasi bioteknologi menghasilkan banyak keuntungan meskipun tetap harus diperhatikan
adanya potensi resiko dan bahaya dari penggunaan teknologi tersebut. Sifat bioteknologi
yang demikian, membutuhkan penguasaan yang benar dan baik terhadap bidang tersebut,
agar pada akhirnya diperoleh kemampuan untuk dapat melakukan pengambilan keputusan
tentang mana bioteknologi yang baik dan mana yang dapat menghasilkan resiko yang kurang
menguntungkan. Pembelajaran Scientific, technology, and information literacy merupakan
pembelajaran mengintegrasikan kemampuan mengakses dan mengevaluasi informasi
menggunakan internet dengan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan untuk menjawab
fenomena sehari-hari dan mengambil keputusan pribadi berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh. Kreativitas dalam pendidikan sains, secara tepat disebut "kreativitas ilmiah",
sehingga kebutuhan dalam mempelajari kreativitas khususnya di bidang pendidikan sains
mengharuskan pengajar sains mempertimbangkan belajar kreativitas dalam konteks ilmiah.
Pembelajaran bioteknologi menggunakan STIL memiliki keterkaitan dalam memberdayakan
keterampilan berpikir kreatif.
Kata Kunci: pembelajaran bioteknologi, Scientific literacy, technology literacy, information

literacy, Keterampilan berpikir kreatif.
Pendidikan merupakan pondasi dasar dalam membangun sebuah negara. Negara yang maju
dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya. Sekarang kita memasuki awal abad ke 21
yang membuka kesempatan seluas-luasnya untuk bersaing secara global. Pendidikan di abad
ke 21 ini menuntut siswa mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari
melalui sains atau ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya, selain itu siswa juga mampu
mengambil keputusan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari proses ilmiah. NCREL &
Metiri Group (2003) menyatakan siswa harus disiapkan dengan tidak hanya akademik yang
baik pada prestasi saja tetapi juga keterampilan abad 21 yang dibutuhkan dalam lingkungan
kerja di abad ini.
Perkembangan informasi dan teknologi yang semakin pesat mengubah paradigma
pembelajaran, dimana pembelajaran diharapkan tidak lagi teacher centered, melainkan
student centered. Hal tersebut dikarenakan, guru saat ini bukanlah lagi satu-satunya sumber
belajar bagi siswa. Guru disini menjadi seorang fasilitator untuk membimbing bagaimana
siswa belajar dan membangun sendiri pengetahuannya.

Pembelajaran seperti ini membutuhkan keterampilan berpikir kreatif pada siswa,
karena siswa mencari sendiri pemecahan masalah yang ada di kehidupan sekitar melalui
pengetahuan yang diperolehnya. Pemecahan masalah selalu berkaitan dengan kemampuan
berpikir kreatif, untuk mampu berpikir kreatif haruslah dilalui beberapa tingkatan atau

tahapan dalam proses kreatif itu sendiri. Nelson (dalam Suratno, 2012), menyatakan bahwa
keterampilan berpikir kreatif adalah keterampilan kognitif untuk memunculkan dan
mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari ide yang telah lahir
sebelumnya dan keterampilan untuk memecahkan masalah secara divergen (dari berbagai
sudut pandang).
Pembelajaran biologi di Indonesia pada umumnya masih belum mengaplikasikan
pengembangan keterampilan berpikir kreatif. Pembelajaran-pembelajaran berlangsung di
dalam kelas menggunakan metode yang belum variatif, seperti ceramah dan diskusi
kelompok kecil yang sumbernya masih berasal dari buku teks yang disediakan di sekolah.
Selain itu, evaluasi pendidikan di Indonesia yaitu dalam bentuk ujian nasional dapat dijadikan
gambaran bahwa pengembangan keterampilan berpikir kreatif belum menjadi fokus tujuan
pembelajaran. Tes melalui ujian nasional hanya menjadikan fokus belajar siswa di kelas
untuk bagaimana teknik menjawab tes yang berupa pilihan ganda. Rofi’udin (2000)
melaporkan bahwa rendahnya kemampuan berpikir kritis, kreatif yang dimiliki oleh lulusan
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, karena pendidikan berpikir belum ditangani
dengan baik. Sutama (2007) juga menyatakan bahwa praktik pembelajaran di perguruan
tinggi selama ini juga belum secara serius dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sahih
untuk memberikan peluang belajar cerdas, kritis, kreatif, dan memecahkan masalah kepada
mahasiswa.
Pembelajaran masih sebatas memperoleh kemampuan kognitif saja, sehingga ketika

siswa ditempatkan dalam kehidupan nyata atau di lingkungan masyarakat, siswa belum
mampu mengaitkan antara ilmu yang didapatkan untuk menjawab fenomena-fenomena alam
tersebut. Hal ini senada dengan pernyataan Permanasari (2010) dimana, pembelajaran sains
di Indonesia masih menekankan tingkat hafalan dari sekian banyak materi atau pokok
bahasan tanpa diikuti dengan pemahaman yang bisa diterapkan siswa ketika berhadapan
dengan situasi nyata dalam kehidupannya. Siswa hanya mempelajari sains sebagai produk,
sedangkan dalam mempelajari sains perlu keterpaduan antara proses, sikap, dan aplikasi yang
belum sepenuhnya tersentuh dalam pembelajaran
Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi menjadikan Bioteknologi menjadi salah
satu bidang ilmu dalam Biologi yang harus dikuasai bangsa Indonesia, termasuk para siswa

SMA. Hal tersebut dikarenakan selain banyak terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari,
juga dapat dikaitkan dengan aspek ‘life skill’. Untuk memberikan penguasaan dan
kebermaknaan yang baik tentang bioteknologi kepada siswa, guru dituntut mampu
melakukan pembelajaran yang benar dan sesuai agar dicapai pemahaman yang baik pada
siswanya (Rustaman, 2009).
Millar (2006) menyatakan bahwa pengembangan pada sebuah program pengajaran
yang rinci merupakan sebuah makna penting dari mengklarifikasi makna dan penerapan
pendekatan literasi sains. PISA (Rustaman, et al., 2003) mengemukakan bahwa literasi sains
merupakan unsur kecakapan hidup yang harus menjadi kunci dari proses pendidikan. Tan

(2004) menyatakan bahwa kemampuan menggunakan konsep sains dan teknologi dalam
memecahkan masalah sehari-hari dan menggunakan keterampilan untuk menghadapi
kebutuhan dasar, mencegah dan menghindari bencana, meningkatkan produktivitas, dan
mengurangi kemiskinan merupakan perwujudan seseorang yang memiliki literasi sains dan
teknologi.
Literasi informasi sangat penting untuk kesuksesan dalam kelangsungan hidup di
lingkungan masyarakat (American Association of Librarian School, 2009). Iley (2006),
Macdonnell (2007), Eisenberg dan Robinson (2007) bahkan menganjurkan guru memberikan
pelajar dan generasi muda kesempatan untuk memecahkan masalah dalam rangka
meningkatkan literasi informasi mereka, dan meletakkan dasar bagi situasi pemecahan
masalah yang lebih kompleks dalam kehidupan mereka. United Nations Educational, Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO, 2007) bahkan menunjukkan setiap bangsa harus
mengembangkan inisiatif literasi informasi dalam empat domain utama pendidikan,
kesehatan, bisnis, serta kewarganegaraan, sehingga warganya bisa tampil kompetitif dan
produktif dalam abad ke-21 dunia masyarakat informasi. Dengan kata lain, literasi informasi
dianggap sebagai dasar penting untuk belajar seumur hidup di era ekonomi berbasis
pengetahuan. AASL (2009), Andretta (2005), Van Cleave (2007) serta Chu, Tse, dan Chow
(2011) mengemukakan bahwa literasi informasi yang paling efektif diajarkan sebagai bagian
integral dari pelajaran, karena situasi belajar yang ada dapat menyediakan lingkungan yang
bermakna bagi siswa berlatih kemampuan di atas.

Pembelajaran yang memadukan antara literasi sains, teknologi, dan informasi
(scientific, technology, and information literacy) merupakan salah satu alternatif
pembelajaran yang dapat didesain untuk pembelajaran bioteknologi yang diharapkan mampu
memberdayakan keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses ilmiah siswa.
Pemberdayaan kecakapan berpikir kreatif ilmiah, keterampilan proses sains, pelaksanaan

proses pembelajaran yang tepat, dan evaluasi pembelajaran sudah seharusnya dapat
terlaksana dengan baik. Implementasi aspek-aspek pelaksanaan pembelajaran itu harus selalu
diupayakan agar tidak semata-mata mengacu kepada kepentingan transfer informasi ataupun
bahkan penemuan informasi, tetapi mengacu pada kecakapan dalam menghadapi
permasalahan di dunia nyata untuk bersaing secara global.
KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF
Kreatif merupakan membuat sesuatu yang baru, yang belum pernah dipikirkan oleh
orang lain. Kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan dalam era globalisasi ini, agar kita
tidak sekedar mengikuti arus, tanpa bisa mengontrol diri dan mampu membuat keputusan
untuk kehidupan pribadi. Brookhart (2010) menyatakan bahwa kreativitas itu ketika anda
meletakkan segala sesuatu bersama-sama kemudian orang lain akan berkata "aha" ketika
mempertimbangkan kreasi anda dan orang tersebut berkata “Saya tidak pernah berpikir
tentang hal seperti itu sebelumnya”.
Sementara menurut Learning and Teaching Scotland (Budiman, 2011) bila

kemampuan berpikir kreatif berkembang pada seseorang, maka akan mengasilkan banyak
ide, membuat banyak kaitan, mempunyai banyak perspektif terhadap suatu hal, membuat dan
melakukan imajinasi, dan peduli akan hasil. Kreativitas perlu dikembangkan pada diri siswa
karena melalui kreativitas seseorang dapat mengaktualisasi dirinya (self actualization),
memberikan kepuasan tersendiri (satisfaction), dan melalui kreativitas akan mampu
meningkatkan kualitas hidup sesorang (Safilu, 2010).
Definisi kreativitas menurut Brookhart (2010) adalah meletakkan sesuatu bersama
dalam cara yang baru (baik secara konseptual atau artistik), mengamati sesuatu yang lain,
yang mungkin terlewatkan, membangun sesuatu yang baru, menggunakan yang tidak biasa
atau pencitraan yang tak biasa yang tetap bekerja untuk membuat suatu hal yang menarik dan
sejenisnya. Torrance dalam Esin (2009) mendefinisikan kreativitas sebagai proses merasakan
adanya keterbukaan atau mengganggu unsur-unsur yang hilang, dan mengkomunikasikan
hasil, kemungkingan memodifikasi dan menguji kembali hipotesis. Sedangkan, dari sudut
pandang psikologi kreativitas merupakan kemampuan untuk membuat sesuatu yang baru
yang dapat menyediakan informasi.
Kreativitas menurut NCREL dan Metiri Group (2003) adalah tindakan membawa
sesuatu menjadi ada yang benar-benar baru dan asli, baik secara pribadi (original hanya untuk
individu) atau budaya (di mana pekerjaan menambahkan secara signifikan untuk domain
budaya seperti yang diakui oleh para ahli). Kreativitas didefinisikan di sini terdiri dari dua


tingkat yang penting, yaitu: apa yang secara kultural signifikan, dan yang secara pribadi atau
organisatoris signifikan. Keduanya memegang nilai besar. Perkembangan sosial, emosional,
dan intelektual manusia telah didorong oleh kreativitas. Mungkin lebih dari kualitas manusia
lainnya, kreativitas telah meninggalkan tanda permanen dan abadi pada budaya di seluruh
dunia-dan itu adalah di jantung usia berbasis pengetahuan. Banyak individu maupun tim dari
individu telah kreatif dipengaruhi budaya kita melalui teknologi yang sedang berkembang
(misalnya, terobosan seperti silikon Chip, operasi laser, dan Internet). Literatur menegaskan
bahwa kreativitas budaya seperti tidak hanya memerlukan orisinalitas dan pemahaman yang
mendalam tentang bidang tertentu tetapi juga penerimaan masyarakat luas terobosan budaya
atau penemuan untuk dipertimbangkan kreatif (Csikszentmihalyi, 1996; Weisberg, 1999).
Saat ini, individu yang kreatif berpotensi memiliki lebih untuk menawarkan dan
mendapatkan-dari masyarakat, daripada sebelumnya. Zaman berbasis pengetahuan kita telah
bergeser daya dari mereka yang memiliki bahan baku fisik kepada mereka yang memiliki
kapasitas intelektual kapasitas untuk membuat dan menghasilkan pengetahuan. Pada tingkat
ekonomi, kreatif, individu pengetahuan penghasil dan organisasi sangat mungkin pelarut
ekonomis. Pada tingkat pribadi, kehidupan orang-orang yang secara pribadi kreatif bisa
menjadi lebih kaya, lebih menarik dan, mungkin, lebih puas (Collins & Amabile, 1999;
Nickerson, 1999). Selain itu, teknologi telah memberikan individu dan masyarakat dengan
waktu untuk menghabiskan dalam kegiatan kreatif, sehingga ekstensi yang luar biasa dan
perluasan domain serta pembentukan yang baru seperti bioteknologi (Csikszentmihalyi,

1996). Untuk itu, pemerintah federal saat ini adalah agresif mendorong inovasi dan
kewirausahaan-mendorong kreativitas dalam dunia ilmu pengetahuan, bisnis, dan industri.
Kebutuhan dalam mempelajari kreativitas khususnya di bidang pendidikan sains
mengharuskan pengajar sains mempertimbangkan belajar kreativitas dalam konteks ilmiah
secara terpisah, di mana pengetahuan tentang kreativitas secara umum tidak memadai.
Kreativitas dalam pendidikan sains, secara tepat disebut "kreativitas ilmiah", sehingga telah
muncul sebagai bidang independen penelitian kreativitas, bukan dianggap hanya sebagai
aplikasi namun kreativitas dalam usaha ilmiah, dan menarik perhatian meningkat dari
pendidik sains (Mukhopadhyay, 2013).
Kreativitas ilmiah didefinisikan oleh Moracsik (1981) sebagai:
“Kreativitas ilmiah mungkin dipandang sebagai pencapaian yang baru dan tahap baru
dalam merealisasi tujuan dari sains. Kreativitas sains dapat mewujudkan dirinya “dalam
konsep mengkontribusikan ide baru untuk pengetahuan ilmiah tersebut, dalam formulasi
teori baru sains, dalam merancang eksperimen baru untuk menyelidiki hukum alam, dalam

mengembangkan ide-ide ilmiah yang diaplikasikan untuk khususnya domain praktis yang
diminati, dalam merealisasikan fitur baru organisasi penelitian ilmiah dan komunitas ilmiah,
dalam penerapan rencana baru dan yang telah direncanakan untuk aktifitas ilmiah, dalam
usaha jalan terang untuk mengirimkan pandangan ilmiah ke dalam pikiran, dan di bidang
lainnya.”

Hu dan Adey (2002) telah mendefinisikan bentuk kreativitas ilmiah sebagai berikut:
1. Kreativitas ilmiah berbeda dari kreativitas seni dan bahasa, kreativitas ilmiah konsen
dengan eksperimen kreatif sains, penemuan dan pemecahan masalah dengan kreatif sains.
2. Kreativitas ilmiah merupakan jenis kemampuan yang meliputi faktor intelektual.
3. Kreativitas ilmiah tergantung pada pengetahuan ilmiah dan keterampilan proses ilmiah.
4. Kreativitas dan kecerdasan analisis merupakan dua faktor yang berbeda pada fungsi
tunggal yang berasal dari kemampuan mental.
Jadi, aspek kreativitas ilmiah merupakan peka terhadap masalah, kemampuan untuk
menghasilkan ide baru yang dapat diterima secara teknologi, kemampuan untuk bertanya,
memahami dunia sekitar, kemampuan untuk pemecahan masalah, melihat solusi, merancang
eksperimen, berimajinasi, mengidentifikasi kesulitan, membuat prediksi atau hipotesis.
Kreativitas ilmiah berhubungan erat tehadap pembelajaran sains, dimana ruang lingkup
pembelajaran sain mencakup pengembangan dan pendorong kreativitas ilmiah.
SCIENTIFIC, TECHNOLOGY, AND INFORMATION LITERACY
Literasi merupakan bagian dari keterampilan yang harus dimiliki di era pendidikan
sains abad 21. Keterampilan literasi pada pendidikan abad 21 terdiri dari dari literasi dasar,
literasi sains, literasi ekonomi, literasi teknologi, literasi visual, literasi informasi dan literasi
multikultural (Turiman, 2012). Literasi atau melek, merupakan kemampuan untuk membaca,
memahami, menggunakan sesuatu untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Mengembangkan literasi menjadi sasaran utama dalam pemecahan masalah reformasi sainsbiologi (Tan, 2004).

Literasi ilmiah (Scientific literacy) berarti pengetahuan dan pemahaman tentang
konsep-konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk pengambilan keputusan pribadi,
partisipasi dalam urusan masyarakat dan budaya, dan produktivitas ekonomi (NCREL dan
Metiri Group, 2003). Literasi sains mencakup kemampuan membaca dengan pemahaman
artikel tentang ilmu pengetahuan dalam pers populer dan untuk terlibat dalam percakapan
sosial tentang validitas kesimpulan. Literasi sains menyiratkan bahwa seseorang dapat

mengidentifikasi isu-isu ilmiah yang mendasari posisi keputusan nasional dan lokal dan
mengungkapkan yang ilmiah dan teknologi informasi (Buxton, 2001). Seorang warga melek
huruf harus dapat mengevaluasi kualitas informasi ilmiah berdasarkan sumbernya dan metode
yang digunakan untuk menghasilkan itu. Literasi sains juga menyiratkan kemampuan untuk
menggunakan dan mengevaluasi argumen yang didasarkan pada bukti dan menerapkan
kesimpulan dari argumen tersebut dengan tepat.
Literasi sains didefinisikan secara berbeda oleh penulis yang berbeda. Dua definisi
yang diterima dibuat oleh Benchmark of Science Literacy sebuah NRC (Dewan Riset
Nasional) (1996) Benchmark Science mendefinisikan literasi sebagai berikut: “Seseorang
yang literat (melek) adalah orang terdidik, menguasai satu pengetahuan atau kompetensi
tertentu. Sekarang ini, literasi orang dewasa hadir untuk memasukkan pengetahuan dan
kompetensi yang berhubungan dengan sains, matematika, dan teknologi. Orang yang melek
dalam sains tidak selalu mampu melakukan sains, matematika atau rekayasa dalam arti

profesional, lebih dari orang melek musik harus mampu menulis musik atau memainkan alat
musik.
Mayer (1997) mendefinisikan literasi sains sebagai pengetahuan tentang isi substantif
sains yang terkait secara khusus untuk memahami keterkaitan antara orang-orang dan
bagaimana kegiatan mereka mempengaruhi dunia di sekitar mereka. Reformasi pendidikan
beberapa tahun terakhir dari berbagai negara, menetapka literasi sains sebagai tujuan nasional
untuk pendidikan sains dan negara memberikan perhatian dan prioritas untuk literasi sains
(Macaroğlu, 2003; Turpin dan Cage, 2004). Pada akhirnya, ilmu pendidikan berarti mampu
berpartisipasi dalam demokrasi untuk mengejar kehidupan yang baik. Ini bukan hanya
tentang menjadi seorang dokter atau ilmuwan, hal ini menjadi Sains melek dengan tingkat
dapat berpartisipasi dengan sukses dalam kehidupan demokratis dan untuk mempertahankan
perjalanan pendidikan self-directed (Hampton sebuah Licona, 2001). Pelajaran Ilmu harus
diatur tidak hanya untuk mengajarkan hukum-hukum dasar dan formula dari fisika, kimia,
matematika dan biologi, tetapi juga untuk mendapatkan pengetahuan yang diperoleh yang
akan memudahkan kehidupan mereka.
Teknologi merupakan produk engineering dan sains terdiri dari dua bagian: tubuh
pengetahuan mengenai kehidupan alam dan proses penyelidikan yang menghasilkan
pengetahuan tersebut dan proses untuk memecahkan masalah (Young dan et. all., 2002).
Sains menghasilkan pengetahuan ilmiah dan menggunakan alat-alat teknologi pengetahuan
dan ide-ide dapat diproduksi. Kebanyakan orang berpikir bahwa teknologi hanya mesin dan
memikirkan teknologi sebagai komputer, perangkat lunak, pesawat terbang dan produk

microwave. Tapi pengetahuan dan proses yang digunakan untuk merancang, membuat dan
mengoperasikan produk ini - engineering mengenal - bagaimana manufaktur keahlian,
berbagai keterampilan teknis juga dapat disebut sebagai teknologi (Young dan et. all., 2002).
Literasi teknologi (Technology literacy) berarti pengetahuan tentang apa itu teknologi,
cara kerjanya, apa tujuan dapat melayani, dan bagaimana dapat digunakan secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan tertentu (NCREL dan Metiri Group, 2003). Literasi teknologi
jauh lebih dari sekedar mengetahui tentang dan menggunakan komputer. Tentu siswa harus
mampu pengguna teknologi, tetapi mereka juga harus mampu mencari, menganalisis dan
mengevaluasi informasi, masalah memecahkan dan membuat keputusan, dan diinformasikan,
bertanggung jawab dan penghasil warga (Saskatchewan Pendidikan, 2001).
Tujuan utama dari program sekolah yang melibatkan studi teknologi adalah untuk
memberikan literasi teknologi untuk semua siswa. Melek teknologi adalah kemampuan
seseorang untuk menggunakan, mengelola, menilai, dan memahami teknologi. Seseorang
yang melek teknologi mengerti, dengan cara yang semakin canggih yang berevolusi dari
waktu ke waktu, teknologi apa, bagaimana ia diciptakan, dan bagaimana membentuk dan
dibentuk oleh masyarakat (Dugger, 2001). Tidak hanya menggunakan alat teknologi
memastikan menjadi melek teknologi. Pada saat yang sama seseorang harus tahu bagaimana
teknologi yang dihasilkan, yang tujuan melayani, yang kondisi harus dioperasi dan solusi
untuk masalah yang mungkin.
Seseorang yang memahami dengan meningkatnya kecanggihan teknologi apa yang,
bagaimana ia diciptakan, bagaimana membentuk masyarakat, dan pada gilirannya dibentuk
oleh masyarakat melek teknologi. Ia dapat mendengar cerita tentang teknologi di televisi atau
membacanya di koran dan mengevaluasi informasi yang cerdas, menaruh informasi bahwa
dalam konteks, dan membentuk opini berdasarkan hal tersebut. Seseorang melek teknologi
nyaman dengan dan obyektif tentang penggunaan teknologi tidak takut itu juga tergila-gila
dengan itu (ITEA, 2000).
Siswa yang memiliki literasi teknologi, yaitu: menunjukkan pemahaman konseptual
yang kuat dari sifat sistem teknologi dan melihat diri mereka sebagai pengguna mahir sistem
ini; memahami dan model yang positif, etika menggunakan teknologi yang baik dalam
konteks sosial dan pribadi; menggunakan berbagai alat teknologi dalam cara yang efektif
untuk meningkatkan produktivitas kreatif; menggunakan alat komunikasi untuk menjangkau
dunia di luar kelas dan mengkomunikasikan ide-ide dengan cara yang kuat; menggunakan
teknologi secara efektif untuk mengakses, mengevaluasi, memproses dan menyatukan
informasi dari berbagai sumber; dan dapat memanfaatkan teknologi untuk mengidentifikasi

dan memecahkan masalah kompleks dalam konteks dunia nyata (NCREL dan Metiri Group,
2003).
National Educational Technology Standards (NETS) untuk siswa, laporan
Secretary’s Commission on Achieving Necessary Skills (SCANS) dan American
Association of Administrator School meliputi kompetensi dalam penggunaan komputer dan
teknologi lainnya sebagai keterampilan penting bagi siswa di abad 21 (SCANS, 1992;
Uchida, Cetron, & McKenzie, 1996). Laporan-laporan ini menegaskan bahwa melek
teknologi merupakan komponen penting dari kesiapan kerja, kewarganegaraan, dan
keterampilan hidup. Siswa tidak hanya harus menjadi kompeten dalam penggunaan teknologi
dan aplikasi yang terkait, mereka juga harus mampu menerapkan keterampilan mereka dalam
situasi praktis. Kebanyakan ahli setuju bahwa siswa harus mengembangkan keterampilan
teknologi dalam konteks belajar dan memecahkan masalah yang terkait dengan konten
akademik (Baker & O'Neil, 2003).
Literasi informasi (Information literacy) berarti kemampuan untuk mengevaluasi
informasi di berbagai media, mengenali kapan informasi dibutuhkan, mencari, mensintesis,
dan menggunakan informasi efektif, dan mencapai fungsi-fungsi menggunakan teknologi,
jaringan komunikasi, dan sumber daya elektronik (NCREL dan Metiri Group, 2003). Literasi
informasi mencakup mengakses informasi secara efisien dan efektif, mengevaluasi secara
kritis dan kompeten, dan menggunakannya secara akurat dan kreatif.
Mengakses informasi telah menjadi semakin penting sebagai database yang
sebelumnya hanya dapat diakses oleh spesialis media perpustakaan sekarang tersedia untuk
siswa secara langsung. Browsing, mencari, dan navigasi online telah menjadi keterampilan
penting bagi semua siswa, karena memiliki pengakuan keterbatasan arsip digital. (Beberapa
hal tetap tidak tersedia secara elektronik.) Keakraban dengan penyelidikan alam, strategi
pencarian Boolean, dan sistem organisasi (katalog, abstrak, pengindeksan, peringkat) sangat
penting karena siswa mencari informasi dari sumber-sumber di seluruh dunia (Brem &
Boyes, 2000).
Digitalisasi sumber yang menimbulkan masalah baru analisis dan evaluasi. The
International ICT Literacy Panel (2002) meminta kita untuk mempertimbangkan seorang
mahasiswa yang diminta untuk menyiapkan presentasi berdasarkan informasi dari Web.
Siswa dapat mengakses sejumlah besar informasi tanpa banyak pemahaman, karena mesin
pencari membuat mengakses informasi begitu sederhana.
Menggunakan search engine juga memerlukan tingkat keterampilan yang tinggi.
Mengevaluasi dan mensintesis informasi yang ditemukan dalam berbagai sumber

memerlukan keterampilan yang lebih maju, mewakili literasi yang jauh melampaui apa yang
dibutuhkan dalam lingkungan yang lebih terbatas, seperti dengan buku teks di mana semua
informasi yang terkandung dalam satu sumber. Akibatnya, karena teknologi membuat tugastugas sederhana lebih mudah, ia menempatkan beban yang lebih besar pada keterampilan
tingkat tinggi.
Pada akhirnya, siswa harus memahami keterkaitan antara koleksi perpustakaan,
database proprietary, dan dokumen internet lain untuk memastikan tepat, pencarian yang
efektif dan evaluasi yang akurat dari sumber. Selain itu, sebagai siswa mengakses sumber
daya elektronik, sangat penting bahwa mereka menyadari pentingnya menghormati kekayaan
intelektual pihak lain dengan ketat mengikuti hukum hak cipta dan menggunakan secara
bijak.
PEMBELAJARAN BIOTEKNOLOGI BERBASIS SCIENTIFIC, TECHNOLOGY,
AND INFORMATION LITERACY
Sains merupakan fasilitas yang membuat hidup manusia menjadi lebih mudah. Sains
dimulai dari awal kehidupan manusia di bumi. Bioteknologi merupakan perkembangan dari
ilmu sains. Bioteknologi hadir seiring berkembangnya teknologi yang menggunakan
organisme dalam pengaplikasiannya. Penggunaan bioteknologi sebagai ilmu maupun sebagai
alat, bertanggungjawab dalam meningkatkan kemajuan secara cepat dalam berbagai bidang
kehidupan. Sifat materi bioteknologi merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu dan
sarat dengan inovasi teknologi yang berkembang sangat pesat dalam menghasilkan produk
dan jasa menuntut suatu kemasan materi dan proses pembelajaran yang berbeda dengan yang
ada sekarang ini.
Aplikasi bioteknologi menghasilkan banyak keuntungan, meskipun tetap harus
diperhatikan adanya potensi resiko dan bahaya dari penggunaan teknologi tersebut.
Kondisi/sifat bioteknologi yang demikian, membutuhkan penguasaan yang benar dan baik
terhadap bidang tersebut, agar pada akhirnya diperoleh kemampuan untuk dapat melakukan
pengambilan keputusan tentang mana bioteknologi yang baik dan mana yang dapat
menghasilkan resiko yang kurang menguntungkan. Sebagai suatu ilmu, bioteknologi
mempunyai

beberapa

karakteristik

diantaranya:

merupakan

ilmu

yang

bersifat

multidisipliner, lebih banyak bersifat aplikatif sehingga membutuhkan penguasaan
konsepkonsep dasar yang cukup; banyak menimbulkan kontroversi (terutama produk-produk
bioteknologi yang bersifat transgenik) serta berkembang sangat pesat karena manfaatnya

bersentuhan langsung dengan peningkatan taraf hidup manusia. B ioteknologi memiliki
peranan sangat penting dalam mengatasi berbagai permasalahan umat manusia yang menyangkut
pangan, sandang, papan (lingkungan), kesehatan, energi, dan pada gilirannya bermuara pada
peningkatan kesejahteraan umat manusia.

Menurut Hagerdon (Sohan et al. 2003) siswa-siswa sekolah saat ini perlu memiliki
pemahaman yang baik terhadap resiko dan keuntungan dari bioteknologi untuk dapat
memutuskan secara cerdas penggunaan pengetahuan tersebut secara benar. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara peningkatan penguasaan dan sikap
serta persepsi positif siswa terhadap bioteknologi (Sohan, 2003; Dawson & Schibeci, 2003;
Bal, et al., 2007). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila seorang siswa telah
menguasai dengan benar dan mampu memutuskan secara kritis tentang bioteknologi, maka
mereka akan dapat bersikap secara benar terhadap bioteknologi. Oleh karenanya, kemampuan
memahami konsep bioteknologi haruslah menjadi bagian dari unsur yang harus dibekalkan
pada siswa.
Dawson & Schibeci (2003) menyatakan bahwa dari sejumlah siswa yang diteliti di
Australia, sepertiganya mempunyai pemahaman yang rendah atau tidak memahami sama
sekali tentang bioteknologi dan sepertiga lagi tidak dapat memberikan satu contoh pun
tentang hasil bioteknologi secara benar. Penguasaan yang rendah dari siswa maupun
masyarakat umum terhadap ilmu tersebut, sangat mungkin disebabkan karena kurangnya
kemampuan guru dalam membelajarkan bioteknologi di sekolah, sehingga dalam
membelajarkan bioteknologi perlu melek sains, teknologi, dan informasi.
Penerapan pendekatan pembelajaran STL pada materi bioteknologi terdapat beberapa
kelebihan yaitu: meningkatkan motivasi belajar, keingintahuan, keseriusan belajar, dan
keaktifan siswa, serta meningkatkan keberanian siswa mengerjakan tugas di depan kelas
(Saroyah, 2012). Hernani, dkk (dalam Saroyah, 2012) menyebutkan bahwa STL terdiri dari 6
tahap pembelajaran yaitu tahap kontak, tahap kuriositi, tahap elaborasi, tahap pengambilan
keputusan, tahap nexus, dan tahap evaluasi.
Tahap kontak dan tahap kuriositi dalam pembelajaran ternyata dapat menumbuhkan
motivasi siswa dalam belajar karena pada tahap tersebut guru menyampaikan peristiwa
ilmiah dan memberikan pertanyaan sesuai dengan materi pokok. Tahap elaborasi,
pengambilan keputusan, dan tahap nexus ketiganya memperdalam dan menguatkan konsep
materi sarana latihan siswa sehingga terbiasa mengerjakan soal-soal dengan berbagai tipe.
Tahap evaluasi yang diterapkan berupa pop quiz dan tugas-tugas rumah yang dikumpulkan
pada pertemuan berikutnya. Tahap evaluasi dilaksanakan dalam bentuk penjelasan contoh-

contoh soal, pemberian pop quiz untuk setiap kali pertemuan serta tugas eksplorasi dimana
siswa diberikan tugas untuk mencari latihan-latihan soal dan masalah sejenis sesuai dengan
materi yang telah disampaikan yang kemudian akan dibahas secara bersama pada pertemuan
berikutnya. Disamping itu, diberikan pula tugas kajian pustaka dari internet yang akan
digunakan sebagai bahan diskusi kelompok, praktikum, dan demonstrasi (Saroyah, 2012).
Literasi informasi perlu diintegrasikan dalam pembelajaran STL, karena siswa dalam
setiap tahap pembelajaran STL seperti tahap kontak-eksplorasi perlu mengevaluasi informasi
di berbagai media sumber belajar, mengenali kapan informasi yang didapatkan bisa
dibutuhkan, mencari, mensintesis, dan menggunakan informasi secara efektif, dan mencapai
fungsi-fungsi menggunakan teknologi, jaringan komunikasi, dan sumber elektronik. Literasi
informasi paling efektif diajarkan sebagai bagian terpadu dari pelajaran, karena situasi belajar
yang ada dapat menyediakan lingkungan yang bermakna bagi siswa berlatih kemampuan di
atas. Dengan kata lain, pengajaran kursus-terpadu dapat meningkatkan siswa melek informasi
dengan memberikan pengajaran pada titik kebutuhan dan mengenali kebutuhan nyata untuk
menghubungkan melek informasi dengan konteks suatu tugas atau suatu subyek (Chen,
2011). Contohnya, pembelajaran information literacy dapat diintegrasikan dengan
pembelajaran berbasis masalah atau inkuiri. Beberapa penelitian literasi informasi
menemukan bahwa pengajaran literasi informasi harus diintegrasikan di semua bidang konten
melalui pembelajaran berbasis penyelidikan (inkuiri) atau pemecahan masalah (Chen &
Horng, 2004, 2005, Chen, 2010; Eisenberg, Lower, & Spitzer, 2004; Harada & Yoshina,
2004; Heider, 2009; Kuhlthau, Maniotes, & Caspari, 2007; Okemura, 2008; Rockman, 2004).
Sebelum mengakses informasi sumber belajar siswa menentukan apa yang diketahui
dan apa yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah, selanjutnya mengidentifikasi berbagai
sumber informasi, termasuk teks, orang, video, audio, dan database, dan memprioritaskan
sumber berdasarkan kredibilitas dan relevansi. Ketika mengakses informasi siswa
mengidentifikasi dan mengambil informasi yang relevan dari sumber, menggunakan
teknologi untuk meningkatkan pencarian, merevisi strategi pengumpulan-informasi yang
terbukti tidak efektif, memahami bagaimana informasi diambil tidak atau tidak mengatasi
masalah asli, danmengevaluasi informasi dalam hal kredibilitas dan isu-isu sosial, ekonomi,
politik, hukum, dan etika yang dapat mempengaruhi itu, menggunakan teknologi untuk
memudahkan evaluasi. Setelah informasi diperoleh siswa tersebut enggunakan informasi
yang diambil untuk mencapai tujuan tertentu, menyajikan informasi secara jelas dan
meyakinkan menggunakan berbagai alat teknologi dan media, dan mengevaluasi proses dan

produk kegiatan ini, termasuk dampak sosial yang dihasilkan (NCREL dan Metiri Group,
2003).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kreativitas merupakan suatu tindakan membawa sesuatu yang benar-benar baru dan
asli, yang sebelumnya belum pernah dipikirkan oleh orang lain. Kreativitas sangat
dibutuhkan pada abad dua puluh satu ini. Keterampilan kreativitas menjadi keharusan untuk
memecahkan masalah yang semakin bervariasi di dunia sekitar. Oleh karena itu, siswa perlu
dibekali pembelajaran yang dapat meningkatkan kecakapan berpikir kreatif. Bioteknologi
adalah cabang sains yang ada seiring berkembangnya informasi dan teknologi, sehingga
dibutuhkan pembelajaran yang terintegrasi antara proses sains, informasi dan teknologi.
Literasi ilmiah (scientific literacy) berarti pengetahuan dan pemahaman tentang konsepkonsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk pengambilan keputusan pribadi, partisipasi
dalam urusan masyarakat dan budaya, dan produktivitas ekonomi. Literasi teknologi
(technology literacy) berarti pengetahuan tentang apa itu teknologi, cara kerjanya, apa tujuan
dapat melayani, dan bagaimana dapat digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai
tujuan tertentu. Sedangkan literasi informasi (information literacy) berarti kemampuan untuk
mengevaluasi informasi di berbagai media, mengenali kapan informasi dibutuhkan, mencari,
mensintesis, dan menggunakan informasi efektif, dan mencapai fungsi-fungsi menggunakan
teknologi, jaringan komunikasi, dan sumber daya elektronik.
Pembelajaran Scientific and technology literacy (STL) terdiri dari enam tahap
pembelajaran yaitu tahap kontak, tahap kuriositi, tahap elaborasi, tahap pengambilan
keputusan, tahap nexus, dan tahap evaluasi. Literasi informasi selanjutnya diintegrasikan
dalam pembelajaran STL, karena siswa dalam setiap tahap pembelajaran STL seperti tahap
kontak-eksplorasi perlu mengevaluasi informasi di berbagai media sumber belajar, mengenali
kapan informasi yang didapatkan bisa dibutuhkan, mencari, mensintesis, dan menggunakan
informasi secara efektif, dan mencapai fungsi-fungsi menggunakan teknologi, jaringan
komunikasi, dan sumber elektronik.
Pembelajaran Biioteknologi berbasis scientific, technology dan information literacy
diharapkan mampu memberdayakan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pembelajaran
tersebut menuntut siswa mampu memecahkan masalah dari kehidupan sehari-hari,
mengaitkan materi belajar dengan pengalaman nyata, dan siswa mampu memilih mana

informasi yang baik dan benar, serta informasi yang berguna dalam penyelesaian masalah
tersebut.
Saran
Beberapa saran yang dapat diungkapkan antara lain: (1) guru hendaknya memiliki
wawasan yang luas dalam mengimplementasikan pembelajaran bioteknologi berbasis
scientific, technology, and information literacy (STIL), (2) Sekolah memfasilitasi
pembelajaran STIL seperti penyediaan akses internet yang mudah untuk siswa sehingga
memudahkan dalam penguasaan melek sains, melek teknologi, dan melek informasi.
DAFTAR RUJUKAN
Brookhart, S. M. 2010. How to Assess Higher-Order Thingking Skills in Your Classroom.
Alexandria: ASCD
Chen, L. C., 2011. The Effects of Integrated Information Literacy in Science Curriculum on
First-Grade Students’ Memory and Comprehension Using the Super3 Model. Knowledge
Management & E-Learning: An International Journal. (Online). Vol. 3. No. 3.
(http://www.kmel-journal.org/ojs/index.php/online-publication/article/viewFile/127/105
diakses 15 Mei 2013).
Dugger, W. E. 2001. Standards for technological literacy. Phi Delta Kappan, (Online) Jilid 82
No.7, 513-517. (http://www.pdkintl.org/kappan/kdug0103.html diakses 15 April 2013).
Hu, W. & Adey P. 2002. A Scientific Creativity Test For Secondary School Students.
International Journal Science Education. (Online), Jilid 24 No. 4, 389–403,
(http://ctpad.snnu.edu.cn/upload/files/HWP/lwhwp---009.pdf).
International Technology Education Association. 2000. Executive summary of standards for
technological

literacy.

(Online).

(http://www.iteawww.org/TAA/STLexesum.html

diakses 15 April 2013).
NCREL & Metiri Group. 2003. enGauge 21st century skills: Literacy in the digital age.
(Online). (http:// www.ncrel.org/engauge.org/engauge, diakses 15 April 2013).
Permanasari, A. 2010. Membangun Keterkaitan Antara Mengajar dan Belajar Pendidikan
Sains SMP untuk Meningkatkan Science Literacy Siswa. Teori, Paradigma, Prinsip, dan
Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia (halm. 147-198). Bandung:
FMIPA UPI.
Porter, et. all., 2010. Integration of Information and Scientific Literacy: Promoting Literacy
in Undergraduates. Life Sciences Education. (Online), Vol. 9 hal. 536-542
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21123700 diakses 2 Mei 2013).
Rustaman, N., Firman, H., dan Kardiawarman. 2003. Ringkasan Eksekutif: Analisis PISA
Bidang Literasi Sains. Puspedik.

Rustaman, dkk. 2009. Identifikasi Kesulitan Pembelajaran Bioteknologi pada Guru SLTA se
Jawa Barat. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Inovasi Biologi dan
Pendididkan Biologi dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia, Sekolah
Pascasarjana UPI, Bandung, 15-15 Juli
Saskatchewan Learning. 1992. Science: A curriculum guide for the secondary-level biology.
(Online), (http://www.sasked.gov.sk.ca/docs/biology/index.html, diakses 02 Mei 2013)
Saroyah, dkk. 2012. Efektivitas Pendekatan Science (STL) Pada Materi Larutan Penyangga
dan
Hidrolisis.
Chem
in
Edu.
(Online),
(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/chemined diakses 2 Mei 2013).
Suratno. 2012. Pemberdayaan Kecakapan Berpikir Kreatif dengan Asesmen Portfolio pada
Perkuliahan Evaluasi Hasil Belajar Bidang Studi (Ehb) Biologi. Biologi, Sains,
Lingkungan, dan Pembelajarannya dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Bangsa,
(Online), (jurnal.fkip.uns.ac.id diakses 15 April 2013).
Tan, M. 2004. Nurturing Scientific and Technological Literacy through Environmental
Education. Journal of International Cooperation in Education. (Online), Vol.7, No. 1:
115 ( http://home.hiroshima-u.ac.jp/cice/tan7-1.pdf, diakses 26 April 2013)
Turiman, P., Omar, J., Daud, A. M., dan Osman, K. 2012. Fostering the 21st Century Skills
through Scientific Literacy and Science Process Skills, Procedia - Social and Behavioral
Sciences. (Online) (www.sciencedirect.com, diakses 18 Agustus 2012).
Young A. Thomas. Jonathan R Cole Denice Denton. 2002. Improving Technological Literacy.
Issues Science And Technology. Vol: 18 No. 4 hlm.73 – 79.

Dokumen yang terkait

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

34 139 204

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK ASAM-BASA ARRHENIUS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBAHASA SIMBOLIK DAN PEMODELAN MATEMATIK SISWA SMA

0 26 56

UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN GERAK DASAR HAND STAND ROLL DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 3 KARANGANYAR PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

2 25 37

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KETERAMPILAN GURU DALAM MENGELOLA KELAS DAN PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN TERHADAP HASIL BELAJAR SEJARAH SISWA KELAS XI IPS SEMESTER GANJIL SMA NEGERI 4 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 32 102

PENINGKATAN KETERAMPILAN GERAK DASAR MENENDANG BOLA MENGGUNAKAN KURA-KURA KAKI ATAU KAKI BAGIAN PUNGGUNG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU MODIFIKASI PADA SISWA KELAS V SDN 1 PADANGRATU KABUPATEN PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 30 41

PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO PADA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

0 15 118

EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 6E PADA MATERI KOLOID DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

2 37 45

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LAJU REAKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR ORISINIL

3 23 53