PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN RUANG ANGKASA

PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN RUANG ANGKASA UNTUK
KEPENTINGAN MILITER BERDASARKAN HUKUM RUANG
ANGKASA INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA TERHADAP
KASUS PENGGUNAAN SATELIT KOMUNIKASI GSAT-7 UNTUK
KEPENTINGAN MILITER DI INDIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Bandung
Oleh
Nama

: Amrul Fikri

NPM

: 10040013178

Program Kekhususan : Hukum Internasional
Dibawah Bimbingan
Dr.Neni Ruhaeni, S.H.,LL.M


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2017

LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama

: AMRUL FIKRI

NPM

: 10040013178

Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 17 Maret 1995
Alamat

: komplek mutiara garuda blok A8 No.14
Tangerang, Banten


Judul Skripsi

: PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN
RUANG ANGKASA UNTUK KEPENTINGAN
MILITER

BERDASARKAN HUKUM

RUANG ANGKASA INTERNASIONAL DAN
IMPLEMENTASINYA TERHADAP KASUS
PENGGUNAAN

SATELIT KOMUNIKASI

GSAT-7 UNTUK KEPENTINGAN MILITER
DI INDIA

.


Apabila dikemudian hari temukan baik seluruh atau sebagian dari skripsi tersebut
terdapat indikasi plagiarisme, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Unisba.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan
dari siapa pun juga, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bandung, 31 Juli 2017

Amrul Fikri

1

LEMBAR PENGESAHAN
Bandung, 31 Juli 2017
Disetujui Untuk Diajukan dalam Sidang Skripsi
Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung

Menyetujui,
Pembimbing


(Dr. Neni Ruhaeni, SH.,LL.M.)

Diketahui Oleh:
Dekan Fakultas Hukum

(Prof. Dr. Nandang Sambas, S.H., M.H.)

Universitas Islam Bandung

2

MOTO
Ketika kamu terjatuh, bangkitlah, ketika terjatuh lagi bangkitlah, dan ketika kamu
terjatuh lagi bangkitlah, jangan pernah berhenti mencari kebenaran dan
memberikan kebaikan kepada sesama manusia. Sesungguhnya Tuhan bersama
orang – orang yang sabar.

(Amrul Fikri)

3


ABSTRAK
Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration
and Use of Outer Space, Including the Moon and other Celestial Bodies 1967
(The Outer Space Treaty) merupakan perjanjian yang dibentuk oleh negara –
negara peserta perjanjian untuk mengatur kegiatan penggunaan dan pemanfaatan
ruang angkasa beserta benda – benda langit lainnya. Ruang angkasa memiliki
sumber daya alam yang terbatas antara lain orbit, yaitu sumber daya alam yang
merupakan jalur – jalur untuk pengorbitan satelit. Menurut The Outer Space
Treaty, kegiatan penggunaan serta pemanfaatan benda – benda langit pada
dasarnya secara eksklusif hanya untuk tujuan damai saja, sehingga bentuk
kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan militer merupakan pelanggaran atas
perjanjian ini. Pada prakteknya terdapat beberapa negara yang melakukan
kegiatan keruangangkasaan yang ditujukan untuk kepentingan militer. Skripsi ini
membahas permasalahan hukum dari kegiatan keruangangkasaan yang dilakukan
untuk tujuan militer.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu
dengan teori-teori hukum dalam praktek pelaksanaannya, penelitian yang
menggunakan sumber data sekunder dengan bahan hukum primer yaitu Treaty on
Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer

Space, Including the Moon and other Celestial Bodies 1967 disingkat Outer
Space Treaty 1967 dan bahan hukum sekunder yaitu buku-buku, dokumen, hasilhasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan media online.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kegiatan manusia di
ruang angkasa telah diatur didalam berbagai instrumen hukum ruang angkasa
internasional. Lebih spesifiknya untuk pengaturan tentang kegiatan penggunaan
dan pemanfaatan benda – benda langit yang ditujukan untuk kepentingan militer
telah diatur didalam The Outer Space Treaty. Merujuk kepada aturan – aturan
yang ditetapkan oleh hukum ruang angkasa internasional, kegiatan
keruangangkasaan yang dilakukan oleh India terdapat ketidaksesuaian dengan
regulasi yang terdapat didalam The Outer Space Treaty dengan meluncurkan
satelit GSAT-7 yaitu satelit yang diperuntukan untuk membantu komunikasi,
navigasi, serta pemetaan wilayah yang ditujukan untuk kepentingan militer India,
dengan demikian kegiatan tersebut termasuk kegiatan yang ditujukan untuk
kepentingan militer walaupun bersifat non-agresif.
Kata Kunci: Hukum Ruang Angkasa, The Outer Space Treaty, Satelit Militer

4

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT,
karena atas limpahan kebaikan, rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan,
shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:
“PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN RUANG ANGKASA
UNTUK KEPENTINGAN MILITER BERDASARKAN HUKUM RUANG
ANGKASA INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA TERHADAP
KASUS PENGGUNAAN SATELIT KOMUNIKASI GSAT-7 UNTUK
KEPENTINGAN MILITER DI INDIA”
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang
sarjana untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S1) pada Bagian Hukum
Internasional di Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung.Dalam penyusunan
skripsi ini penulis menyadari bahwa untuk memenuhi persyaratan sidang skripsi
ini masih jauh dari sempurna, yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan
kurangnya pengetahuan penulis.Oleh karena itu dengan besar hati penulis bersedia
menerima segala saran dan kritik yang bertujuan untuk kesempurnaan Skripsi ini.
Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan dan dorongan
yang sangat berharga dan untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Neni Ruhaeni,S.H.,LL.M. selaku


5

dosen pembimbing dan wakil dekan 1 fakultas hukum universitas bandung yang
dalam kepadatan jadwalnya masih sempat meluangkan waktu, tenaga, dan
pikirannya guna membimbing dan memberikan pengarahan yang sangat bermakna
dan berharga bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Serta terima kasih yang teramat tulus dan sebesar – besarnya kepada yang
tercinta kedua orang tuaku Bapak RIDWAN dan Ibu SISDA BRISMA, serta
kakak dan adik dari penulis yang telah memberikan do’a serta dukungan kepada
penulis baik secara Materil maupun Imateril, tanpa dukungan dari keluarga
penulis tidak akan bisa menjadi sosok seperti sekarang ini, memang penulis belum
bisa membalas semua yang telah kalian berikan, tapi penulis akan selalu berusaha
untuk membuat kalian bangga. Dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Edi Setiadi, SH., MH. Selaku Rektor Universitas Islam
Bandung
2. Bapak Prof. Dr. Nandang Sambas, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Islam Bandung.
3. Bapak Dr. M. Husni Syam, SH.,LL.M. selaku Ketua Bagian Jurusan

Hukum Internasional.
4. Ibu Dr. Hj. Lina Jamilah, S.H, M.H, selaku wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Islam Bandung.
5. Ibu Nurul Chotidjah, S.H, MH, selaku dosen wali terbaik.
6. Ibu Frency Siska, S.H., M.H. selaku dosen dan pembimbing mengaji saya.
6

7. Bapak Arinto Nurcahyono, DRS.,M.Hum. selaku dosen yang telah
membuka pikiran saya sehingga menjadi terang pikiran saya.
8. Seluruh Staf Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, terutama
tenaga pengajar dibidang kekhususan Hukum Internasional yang telah
memberikan Ilmu pengetahuan dan Inspirasi penulis selama menjalani
perkuliahan.
9. Seluruh Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung.
10. Kepada Grup Band Hordy Jones, terimakasih telah mewarnai dan
memberikan inspirasi kepada penulis
11. Kepada semua teman – teman penulis yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang selalu memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis dan
membantu penulis dalam masa kuliah dan saat penulisan skripsi ini.
12. Kepada Julinar Mutiara Dewi, terimakasih telah memberikan perhatian

dan waktu yang telah dicurahkan kepada penulis selama menempuh
perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini.
13. Seluruh keluarga besar Fakultas Hukum Unisba angkatan 2013.
14. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelsaikan skripsi ini yang
tentunya tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Akhirnya tiada kata yang sempurna kecuali Allah SWT. Penulis berharap
dapat membalas apa yang telah mereka berikan, perlihatkan, dan ajarkan, semoga
semua yang telah mereka berikan kepada penulis mendapat keridhoan dan balasan
yang setimpal dari Allah SWT. Amin Yaa Rabbal’alamin.
Wassalamamu’alaikum Wr.Wb

7

Bandung, Juli 2017
Penulis

8

DAFTAR ISI


LEMBAR PERNYATAAN.......................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
ABSTRAK..............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR...............................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A.

Latar Belakang..........................................................................................1

B.

Identifikasi Masalah..................................................................................8

C.

Tujuan Penelitian.......................................................................................8

D.

Kegunaan Penelitian..................................................................................8

E.

Kerangka Pemikiran..................................................................................9

F.

Metodologi Penelitian.................................................................................15
1.

Metode Pendekatan..............................................................................15

2.

Spesifikasi Penelitian...........................................................................15

3.

Sumber Data........................................................................................16

4.

Teknik Pengumpulan Data...................................................................17

5.

Teknik Analisis Data............................................................................17

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM
RUANG ANGKASA INTERNASIONAL MENGENAI PENGGUNAAN
RUANG ANGKASA UNTUK TUJUAN DAMAI
................................................................................................................................18
A.

Hukum Ruang Angkasa sebagai Hukum Internasional...........................18

9

1.

Tinjauan umum mengenai Kedaulatan Negara dalam hukum

Internasional...................................................................................................21
B.

Hukum Ruang Angkasa...........................................................................24
1.

Pengertian dan Istilah Hukum Ruang Angkasa...................................24

2.

Sejarah Terbentuknya Hukum Ruang Angkasa...................................28

3.

Prinsip Umum Hukum Ruang Angkasa...............................................31

4.

Lingkup Ruang (Delimitasi) Ruang Angkasa......................................32

5.

Instrumen Hukum Ruang Angkasa (Corpus Juris Spatialis)..............36

C.

Treaty on Principles Governing the Activities in the Exploration and Use

of Outer Space, Including Moon and other Celestial Bodies 1967 ( The Outer
Space Treaty ).....................................................................................................47
1.

Sejarah Terbentuknya The Outer Space Treaty...................................47

2.

Ruang Lingkup The Outer Space Treaty 1967....................................51

3.

Hal – hal yang Diatur Dalam The Outer Space Treaty 1967...............52

D.

Tinjauan Umum Mengenai Objek Ruang Angkasa.................................54
1.

Definisi Satelit.....................................................................................54

2.

Jenis Dan Fungsi Satelit.......................................................................54

3.

Berdasarkan Ketinggian Garis Edarnya...............................................57

BAB III PENGGUNAAN SATELIT KOMUNIKASI GSAT-7 OLEH INDIA
UNTUK KEPENTINGAN MILITER...................................................................60
A.

Tujuan Militer Menurut Hukum Ruang Angkasa Internasional..............60
1.

B.

Exclusively for Peaceful Purposes.......................................................61
Peran International Communication Union (ITU) Tentang Pengaturan

Satelit Komunikasi.............................................................................................63
1.

Penggunaan Satelit Untuk Komunikasi Broadband (Kelebihan dan

Keterbatasan).................................................................................................64

10

2.

Layanan dan Sistem Satelit..................................................................67

3.

Isu Regulasi Internasional - Penggunaan Spektrum dan Orbital Sumber

daya 68
4.

Tantangan Regulasi: Satelit Virtual dan Masalah Koordinasi

Internasional Lainnya - Solusi Yang Memungkin..........................................70
C.

Norma, Pedoman Dan Prosedur Untuk Komunikasi Satelit Di India.....72
1.

Pedoman Dasar....................................................................................72

2.

Klasifikasi Penggunaan.......................................................................73

3.

Alokasi Kapasitas................................................................................74

4.

Lisensi Yang Diperlukan......................................................................75

5.

Kewajiban Bertanggung Jawab Untuk Masalah Lisensi.....................76

D.

Satelit GSAT-7.........................................................................................77

E.

Satelit GSAT-7 Untuk Kepentingan Militer............................................78

F.

Hukum Ruang Angkasa Nasional Mengenai Penggunaan Dan Pemanfaatan

Ruang Angkasa Untuk Kepentingan Militer......................................................80
BAB IV ANALISA TERHADAP PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN
RUANG ANGKASA UNTUK KEPENTINGAN MILITER BERDASARKAN
HUKUM RUANG ANGKASA INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA
TERHADAP KASUS PENGGUNAAN SATELIT KOMUNIKASI GSAT-7
UNTUK KEPENTINGAN MILITER DI INDIA..................................................83
A.

Pengaturan Kegiatan Keruangangkasaan Yang Ditujukan Untuk

Kepentingan Militer Berdasarkan Hukum Ruang Angkasa Internasional.........83
B.

Implementasi Pengaturan Kegiatan Keruangangkasaan Yang Ditujukan

Untuk Kepentingan Militer Berdasarkan Hukum Ruang Angkasa Internasional
Terhadap Kasus Penggunaan Satelit Komunikasi GSAT-7 Untuk Kepentingan
Militer Di India..................................................................................................90
BAB V PENUTUP.................................................................................................94

11

A.

Simpulan..................................................................................................94

B.

Saran........................................................................................................95

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................96

12

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi telah menjadikan dunia tanpa batas (borderless world),
menjadikan negara-negara terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemajuan
teknologinya termasuk didalam bidang kerdirgantaraan dan keruangangkasaan.
Wilayah udara dan ruang angkasa kini telah menjadi suatu sumber daya yang
penting bagi kehidupan manusia baik bidang ekonomi, politik, sosial budaya
maupun pertahanan dan keamanan.
Terhadap ruang angkasa semua negara diberikan kebebasan untuk
melakukan eksplorasi dan memanfaatkan ruang angkasa tanpa diskriminasi
berdasarkan asas persamaan dan sesuai dengan hukum internasional. Beberapa
instrumen hukum internasional yang mengatur kegiatan manusia di ruang angkasa
dikenal sebagai Corpus Juris Spatialis, yang terdiri dari :



Treaty on Principles Governing the Activities of States in the
Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and
Other Celestial Bodies 1967 disingkat The Outer Space Treaty
1967, intrumen hukum ini mengatur tentang kegiatan negara –
negara dalam eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa termasuk
bulan dan benda – benda langit lainnya.

1



Agreement on the Rescue of Astronauts, the Return of Astronauts
and the Return of Objects Launched into Outer Space 1968, yang
disingkat Rescue Agreement 1968, instrumen hukum ini mengatur
tentang pertolongan serta pengembalian astronot dan pengembalian
benda – benda yang diluncurkan ke antariksa.



Convention on Registration of Objects Launched into Outer Space
1975, instrumen hukum ini mengatur tentang registrasi objek yang
diluncurkan keruang angkasa untuk membantu mengidentifikasi
objek – obek yang telah diluncurkan keruang angkasa.



Convention on International Liability for Damage Caused by
Space Objects 1972, instrumen hukum ini mengatur tentang
tanggung jawab internasional terhadap kerugian yang disebabkan
oleh benda – benda ruang angkasa.



Agreement Governing the Activities of States on the Moon and
Other Celestial Bodies

Pada dasarnya, negara – negara di dunia bebas untuk melakukan akses
pada benda – benda langit1. Namun didalam kebebasan untuk melakukan akses
pada benda – benda langit di ruang angkasa, negara manapun tidak dapat
mengklaim kedaulatannya di ruang angkasa sesuai dengan aturan The Outer
Space Treaty dalam pasal 1 yang berbunyi “eksplorasi dan penggunaan ruang
1 Lapan, Himpunan Ratifikasi Perjanjian Internasional Dibidang Keantariksaan oleh Indonesia,
(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), hlm.7.

2

angkasa termasuk benda – benda langit lainnya, harus dilaksanakan demi kemanfaatan dan kepentingan semua negara tanpa memandang tingkat
perkembangan ekonomi atau ilmu pengetahuan mereka dan harus menjadikannya
kawasan seluruh umat manusia”.
Ruang angkasa merupakan warisan bersama umat manusia. Dengan
adanya prinsip “Common Heritage of Mankind” (Warisan bagi seluruh umat
manusia)2 di dalam pemanfaatan ruang angkasa, membuat negara-negara maju
yang memiliki teknologi tinggi berlomba-lomba ingin menguasai pemanfaatan
kawasan ruang angkasa tersebut dengan mengorbitkan teknologi satelit buatan
manusia.
Ruang angkasa merupakan sumber daya terbatas yang harus dijaga
bersama oleh umat manusia, dengan adanya The Outer Space Treaty 1967 negaranegara terikat untuk melindungi sumber daya ini dengan melakukan eksplorasi
ruang angkasa hanya untuk tujuan damai3. Ruang angkasa memiliki sumber daya
ruang yaitu berupa orbit yang dapat dimanfaatkan oleh umat manusia untuk
menempatkan satelit – satelit buatan manusia. Menurut Husni Nasution dalam
jurnalnya tentang orbit dan ketinggiannya terdapat 3 jenis orbit4 antara lain :

2
3
4



Orbit Polar



Orbit Stasioner

The Outer Space Treaty, art.11.
Ibid, Preamble, para.2.
Husni Nasution, “Orbit Satelit Dan Ketinggiannya”, Berita Dirgantara, No.1, Maret 2001.

3



Orbit Eliptikal

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia orbit merupakan jalan yang dilalui
oleh benda langit dalam peredarannya mengelilingi benda langit lain yang lebih
besar gaya gravitasinya. Orbit inilah yang merupakan tempat dimana satelit –
satelit buatan manusia akan mengitari bumi.
Merujuk kepada kamus besar Bahasa Indonesia, satelit adalah bintang
siarah5 yang mengedari bintang siarah yang lebih besar, misalnya bulan yang
mengedari bumi. Satelit alami adalah salah satu benda ruang angkasa yang telah
ada (bukan buatan manusia) yang mengorbit suatu plane, sedangkan satelit buatan
adalah salah satu benda ruang angkasa buatan manusia yang mengorbit suatu
planet yang dalam pembuatannya memiliki jenis dan fungsi tertentu dengan tujuan
untuk kepentingan manusia.
Berdasarkan fungsi pengoperasiannya satelit terbagi menjadi beberapa
macam, antara lain satelit pemantau yang digunakan untuk tujuan militer bagi
negara tertentu. Berdasarkan hukum ruang angkasa internasional, pemanfaatan
satelit pada dasarnya harus menjamin penggunaan ruang angkasa untuk tujuan
damai.6 Berikut ini adalah bunyi dari pasal 4 The Outer Space Treaty :
“States Parties to the Treaty undertake not to place in orbit around the Earth any
objects carrying nuclear weapons or any other kinds of weapons of mass
destruction, install such weapons on celestial bodies, or station such weapons in
outer space in any other manner.

5 Wiktionary, Siarah, merupakan planet yang mengitari matahari dan mendapat cahayanya,
diakses dari https://id.wiktionary.org/wiki/siarah, pada tanggal 8 April 2017 pukul 21:08.
6 The Outer Space Treaty, art.4.

4

The Moon and other celestial bodies shall be used by all States Parties to the
Treaty exclusively for peaceful purposes. The establishment of military bases,
installations and fortifications, the testing of any type of weapons and the conduct
of military manoeuvres on celestial bodies shall be forbidden. The use of military
personnel for scientific research or for any other peaceful purposes shall not be
prohibited. The use of any equipment or facility necessary for peaceful
exploration of the Moon and other celestial bodies shall also not be prohibited”.
Maksud dari pasal tersebut adalah negara – negara pihak traktat berjanji
tidak akan menempatkan diorbit sekeliling bumi benda – benda yang membawa
senjata nuklir atau senjata perusak masal lainnya, memasang senjata tersebut pada
benda – benda langit atau menempatkan sebjata tersebut dengan cara – cara lain di
ruang angkasa. Bulan dan benda – benda langit lainnya harus digunakan oleh
semua negara pihak traktat secara eksklusif untuk tujuan – tujuan damai.
Mendirikan pangkalan, instalasi – instalasi dan benteng – benteng militer,
melakukan percobaan segala jenis senjata dan tindakan manuver militer pada
benda – benda langit harus dilarang. Penggunaan personil militer untuk penelitian
ilmiah untuk maksud – maksud damai lainnya tidak boleh dilarang. Penggunaan
setiap peralatan atau fasilitas yang diperlukan untuk tujuan eksplorasi di bulan dan
benda – benda langit lainnya juga tidak boleh dilarang.7
Merujuk kepada The Outer Space Treaty dalam pasal 4 paragraf 2
penggunaan benda – benda langit yang secara eksklusif hanya untuk tujuan –
tujuan damai. Oleh karena itu satelit yang diterbitkan oleh suatu Negara apabila
bertujuan selain untuk militer diperbolehkan, hingga penggunaan personel militer
untuk penelitian ilmiah ataupun untuk maksud – maksud damai tidak dilarang.
Yang merupakan pelarangan atas akses benda – benda langit dalam hal ini ialah
7

Lapan, op.cit, hlm.14.

5

segala bentuk penggunaan benda – benda langit dengan maksud – maksud atau
tujuan militer.8 Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa Negara yang
melanggar isi dari traktat tersebut dengan muluncurkan satelit yang dimaksudkan
untuk tujuan-tujuan militer.
India merupakan anggota dari the outer space treaties 19679, meskipun
tergolong pendatang baru dalam kompetisi ruang angkasa, program antariksa
India telah menorehkan beberapa terobosan teknologi yang signifikan dan secara
simultan mengembangkan reputasinya10 di bidang keruangangkasaan. India
melalui Indian Space Research Organisation (ISRO) telah meluncurkan beberapa
seri satelit yang mereka usung ke orbit antara lain satelit seri GSAT11. Diantara
seri – seri satelit yang telah ISRO luncurkan, seri satelit GSAT-7 yang diluncurkan
bersama rangkaian peluncuran Ariane-5 pada tanggal 30 Agustus 2013 silam
merupakan satelit komunikasi canggih yang dibangun oleh ISRO untuk
menyediakan berbagai spektrum layanan dari bit rate suara rendah ke bit rate
suara tinggi tingkat komunikasi data.12 Komunikasi GSAT-7 payload dirancang
untuk memberikan kemampuan komunikasi untuk penggunanya di atas wilayah
laut yang luas termasuk tanah India13. Pengguna satelit yang dimaksud dilakukan
oleh angkatan laut India guna memantau wilayah India serta untuk membantu
8 The Outer Space Treaty, loc.cit.
9 United Nations Office For Disarmament Affairs, diakses dari
http://disarmament.un.org/treaties/t/outer_space, pada tanggal 25 Maret 2017 pukul 21:40.
10 National Geographic Indonesia, “India Melaju dengan Ambisi Luar Angkasa”, diakses dari
http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/06/india-melaju-dengan-ambisi-luar-angkasa, pada
tanggal 25 Maret 2017 pukul 20:11.
11 ISRO Satelit Center, “SALIENT FEATURES OF GSAT-7”, diakses dari
http://www.isac.gov.in/communication/index.jsp, pada tanggal 25 Maret 2017 pada pukul 20:35
12 Departement of Space ISRO, “GSAT-7”, diakses dari http://isro.gov.in/Spacecraft/gsat-7, pada
tanggal 25 Maret 2017 pukul 21:01.
13 Ibid.

6

komunikasi antara angkatan laut, kapal selam, pesawat udara serta angkatan darat
India untuk mendapatkan informasi penting tentang pergerakan yang ada
diwilayah India14.
Pengaturan yang terdapat didalam The Outer Space Treaty tidak
menjelaskan apa yang dimaksud dengan peaceful purposes dalam kegiatan yang
ditujukan untuk penggunaan militer di ruang angkasa.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis sangat tertarik untuk
membahas masalah penggunaan dan pemanfaatan ruang angkasa untuk tujuan
militer dengan judul “PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN RUANG
ANGKASA UNTUK KEPENTINGAN MILITER BERDASARKAN
HUKUM RUANG ANGKASA INTERNASIONAL DAN
IMPLEMENTASINYA TERHADAP KASUS PENGGUNAAN SATELIT
KOMUNIKASI GSAT-7 UNTUK KEPENTINGAN MILITER DI INDIA”.

14 Indian Navy, “Navy gets a boost with Launch of First Dedicated Defence Satellite”, diakses
dari https://www.indiannavy.nic.in/content/navy-gets-boost-launch-first-dedicated-defencesatellite, pada pukul 21:31.

7

B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pengaturan kegiatan keruangangkasaan yang ditujukan
untuk kepentingan militer berdasarkan Hukum Ruang Angkasa
Internasional ?
2. Bagaimana implementasi pengaturan kegiatan keruangangkasaan yang
ditujukan untuk kepentingan militer berdasarkan Hukum Ruang
Angkasa Internasional terhadap kasus penggunaan satelit komunikasi
GSAT-7 untuk kepentingan militer di India?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan kegiatan keruangangkasaan
yang ditujukan untuk kepentingan militer menurut Hukum Ruang
Angkasa Internasional.
2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pengaturan kegiatan
keruangangkasaan yang ditujukan untuk kepentingan militer
berdasarkan Hukum Ruang Angkasa Internasional terhadap kasus
penggunaan satelit komunikasi GSAT-7 untuk kepentingan militer di
India.
D. Kegunaan Penelitian


Manfaat Teoritis

8

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran
atau memberikan solusi dalam bidang hukum internasional ruang angkasa
terkait dengan satelit yang digunakan untuk tujuan militer yang ada di
India. Dengan demikian pembaca atau calon peneliti lain akan semakin
mengetahui tentang bagaimana pengaturan tentang kegiatan Negara –
negara dalam eksplorasi dan penggunaan antariksa termasuk bulan dan
benda – benda langit lainnya.


Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian
dalam rangka meningkatkan kualitas penerapan hukum internasional
khususnya dalam masalah hukum ruang angkasa.
E. Kerangka Pemikiran
Pokok bahasan dalam tulisan ini berhubungan dengan pelanggaran Negara
dalam penggunaan satelit yang ditujukan untuk militer menurut The Outer Space
Treaty 1967. Oleh karena itu, agar proses penulisan hukum terarah, penulis
menggunakan teori hukum internasional dan hukum ruang angkasa.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, bahwa hukum internasional adalah
seluruh kaidah dan asas yang mengatur hubungan yang melintasi batas-batas
antarnegara. Hubungan yang melintasi batas – batas negara (hubungan
internasional) tersebut dapat terjadi baik hubungan yang diadakan negara dengan

9

negara maupun negara dengan subjek hukum internasional lainnya bukan
negara.15 Berdasarkan pengertian di atas unsur-unsur dari hukum internasional itu
adalah adanya aturan yang mengatur mengenai hubungan-hubungan negara
dengan negara sebagai subjek hukum internasional ataupun dengan subjek hukum
internasional lainnya. Hubungan antar subjek internasional tentu memerlukan
suatu instrumen hukum untuk dapat mengawasi dan membatasi setiap tindakan
subjek hukum internasional. Salah satu instrumen hukum internasional itu adalah
perjanjian internasional, adapun pengertian perjanjian internasional adalah
perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa – bangsa dan
bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.16
Perjanjian internasional memiliki dua macam bentuk. Yaitu, bilateral dan
multilateral hal ini tergantung dari tujuan dibentuknya perjanjian itu sendiri,
perjanjian biasanya diadakan untuk mengatur syarat-syarat dari negara yang
berkepentingan ketika mengadakan suatu hubungan ataupun adanya suatu
masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh satu negara ataupun fenomena itu
merupakan suatu masalah yang menjadi perhatian masyarakat internasional, maka
diperlukan kerjasama dalam bentuk perjanjian agar masalah tersebut dalam
diselesaikan. Karena perjanjian pada prakteknya bukan hanya mengikat bagi
negara-negara yang terikat dalam perjanjian tersebut, namun juga akibat dari
perjanjian ini mengikat bagi negara-negara di luar perjanjian tersebut terutama
perjanjian yang berkaitan atau mengandung prinsip-prinsip umum hukum
internasional.
15
16

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional , Alumni, Bandung: 2003, hlm.5.
Ibid, hlm.117.

10

Negara – negara telah melakukan beberapa kesepakatan dalam melakukan
kegiatan di ruang angkasa, di antaranya yang berkaitan dengan pengeksplorasian
dan pemanfaatan benda – benda langit, tanggung jawab negara atas benda – benda
langit yang diluncurkan, registrasi terhadap benda – benda langit yang
diluncurkan, yang selanjutnya dikenal sebagai hukum ruang angkasa
internasional.
Menurut John C. Cooper, Hukum Ruang Angkasa adalah hukum yang
ditujukan untuk mengatur hubungan antar negara-negara, untuk menentukan hak –
hak dan kewajiban - kewajiban yang timbul dari segala aktivitas yang tertuju
kepada ruang angkasa dan di ruang angkasa – dan aktivitas itu demi kepentingan
seluruh umat manusia, untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan,
terrestrial dan non-terrestrial, di manapun aktivitas itu dilakukan17. Ruang angkasa
dipandang sebagai suatu keseluruhan yang utuh, yang dalam lingkupnya
mencakup benda – benda langit lainnya.
Berkaitan dengan hukum ruang angkasa, The Outer Space Treaty
merupakan traktat yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur hak, kewajiban, dan
larangan bagi negara – negara dalam melaksanakan kegiatan eksplorasi dan
penggunaan ruang angkasa, termasuk bulan dan benda – benda langit lainnya.
Kegiatan eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa harus dilaksanakan
demi untuk kemanfaatan dan kepentingan semua negara tanpa memandang tingkat
ekonomi atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu negara.

17

John C. Cooper, Aerospace Law Subject Matter and Terminology, JALC, 2003, hlm. 89.

11

Traktat ini juga dibuat untuk membebankan kepada setiap negara untuk
pertanggungjawaban setiap negara pihak atas kegiatan ruang angkasa nasionalnya.
Terdapat pula beberapa konvensi yang mengatur tentang ruang angkasa (corpus
juris spatialis), yaitu:


Convention on Registration of Objects Launced into Outer Space
1975



Convention on International Liability for Damage Caused by
Space Objects 1972



Agreement Governing the Activities of States on the Moon and
Other Celestial Bodies



Treaty on Principles Governing the Activities of States in the
Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and
Other Celestial Bodies 1967 disingkat The Outer Space Treaty
1967



Agreement on the Rescue of Astronauts, the Return of Astronauts
and the Return of Objects Launched into Outer Space 1968

The Outer Space Treaty merupakan ketentuan pokok yang mengatur
tentang kegiatan penggunaan dan pemanfaatan ruang angkasa untuk tujuan damai
semata serta mencakup bagaimana kewajiban negara atas kegiatan eksplorasi di
ruang angkasa yang menitikberatkan kepentingan pemeliharaan perdamaian dan

12

keamanan internasional serta untuk memajukan kerja sama dan saling pengertian
internasional.18 4 instrumen hukum lainnya merupakan instrumen yang
menjabarkan ketentuan pokok dalam The Outer Space Treaty.
Ketika sebuah benda – benda langit buatan manusia antara lain satelit yang
dioperasikan oleh praktisi milliter tanpa tujuan militer tidak menimbulkan
masalah dalam aturan yang terdapat didalam The Outer Space Treaty 1967. Hal
yang menjadi masalah adalah ketika benda – benda langit yaitu satelit buatan
manusia digunakan untuk tujuan militer.
Terdapat beberapa kegiatan manusia di ruang angkasa dengan tujuan
damai, antara lain untuk kegiatan eksplorasi dan pemanfaatan ruang angkasa
untuk penelitian ilmiah, penempatan satelit, membantu navigasi dan lain
sebagainya. Seiring berkembangnya zaman, terdapat peningkatan – peningkatan
berikutnya dimana kegiatan keruangangkasaan sudah bersifat komersial dengan
wujud Space Tourism, space tourism adalah wahana dimana seseorang atau
sekumpulan orang membayar sejumlah uang kepada suatu perusahaan penyedia
jasaperjalanan ke ruang angkasa lalu kembali ke Bumi.19
Merujuk kepada ketentuan Pasal 4 The Outer Space Treaty mengenai
larangan penggunaan ruang angkasa untuk tujuan militer, yang dimaksud dengan
tujuan militer adalah mendirikan pangkalan – pangkalan, instalasi – instalasi, dan
benteng – benteng militer, melakukan percobaan segala jenis senjata dan tindakan
18 The Outer Space Treaty, art.3.
19 Pebri Tuwanto, “Komersialisasi Ruang Angkasa dalam Space Tourism”,
https://www.academia.edu/19387324/Space_Tourism_Sebagai_Wujud_Komersialisasi_Ruang_An
gkasa, diakses 22 Mei 2017, pukul 14:13 WIB.

13

manuver militer terhadap benda – benda langit.20 Setiap objek yang diluncurkan
oleh suatu negara harus didaftarkan kepada Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa
– bangsa.21 Negara – negara yang meluncurkan benda – benda langit yang dapat
menyebabkan kerusakan serius harus mempertimbangkan supaya secepat
mungkin memberikan bantuan yang sesuai kepada negara yang menderita
kerugian tersebut.22
Pengorbitan GSAT-7 yang dilakukan oleh ISRO merupakan satelit
bertujuan untuk pemantauan wilayah laut dan darat serta komunikasi antara
angkatan laut, kapal selam, angkatan udara meliputi angkatan darat India pula.
Hal – hal tersebut diatas merupakan sebuah manuver militer yang dimaksudkan
didalam pasal 4 The Outer Space Treaty. Negara India merupakan anggota dari
The Outer Space Treaty 1967.
Dengan demikian aspek hukum yang terkait didalam The Outer Space
Treaty telah dilanggar didalam pasal 4 yang berbunyi :
“Bulan dan benda – benda langit lainnya harus digunakan oleh semua
Negara Pihak Traktat secara eksklusif untuk tujuan – tujuan damai. Mendirikan
pangkalan – pangkalan, instalasi – instalasi dan benteng – benteng militer,
melakukan percobaan segala jenis senjata dan tindakan manuver militer pada
benda – benda langit harus dilarang23”.

20
21
22
23

Lapan, op.cit, hlm.14.
Convention on Registration of Objects Launched into Outer Space 1975. Art.2.
Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects 1972. Art.21.
The Outer Space Treaty, art.4.

14

Teknologi yang semakin berkembang dibidang keantariksaan membuat
Negara – negara saling berlomba – lomba untuk menjadi yang terkuat diruang
angkasa. Dengan semakin banyaknya pemantauan wilayah dan komunikasi yang
dilakukan dan dengan tujuan militer haruslah dilarang untuk menghindari
timbulnya ancaman maupun gangguan terhadap perdamaian dunia24.
F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah:
1. Metode Pendekatan
Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka penelitian ini
termasuk kedalam kategori penelitian yang menggunakan pendekatan
yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan –
bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik
suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis,
yaitu mengungkapkan peraturan perundang-undangan maupun
instrumen Hukum Internasional yang berkaitan dengan teori-teori
hukum yang menjadi objek penelitian.

24

Ibid.

15

3. Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data
sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen
penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya.
Menurut Soerjono Soekanto, data sekunder di bidang hukum
ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier.
a.

Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,
yang dalam hal ini adalah :


Treaty on Principles Governing the Activities of States in the
Exploration and Use of Outer Space, Including the Moon and
other Celestial Bodies 1967 disingkat Outer Space Treaty 1967



Convention on Registration of Objects Launced into Outer
Space 1975



Convention on International Liability for Damage Caused by
Space Objects 1972



Agreement Governing the Activities of States on the Moon and
Other Celestial Bodies

16

b.

Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti :

c.



Hasil karya ilmiah para sarjana



Hasil – hasil penelitian

Bahan Hukum Tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, misalnya bahan dari media internet dan
sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan metode pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini yang merupakan penelitian yuridis normatif, maka untuk
memperoleh data yang mendukung, kegiatan pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) datadata sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi
kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.

17

BAB II
TINJAUAN UMUM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM
RUANG ANGKASA INTERNASIONAL MENGENAI
PENGGUNAAN RUANG ANGKASA UNTUK TUJUAN DAMAI

A. Hukum Ruang Angkasa sebagai Hukum Internasional
Hukum ruang angkasa internasional merupakan salah satu bentuk hukum
internasional, karena instrumen hukum ruang angkasa pada internasional
merupakan hasil kesepakatan masyarakat internasional baik dalam bentuk
perjanjian internasional maupun resolusi – resolusi internasional. Dengan
demikian, pembahasan tentang hukum internasional merupakan hal yang perlu
dilakukan. Pemahaman hukum Internasional dengan baik sangat penting dalam
menghadapi suatu masalah yang berhubungan dengan hukum Internasional.
Pengertian hukum Internasional diberikan oleh para ahli sebagai berikut :


Oppenheim : mendefinisikan hukum internasional adalah hukum
bangsa-bangsa atau sebagai suatu sebutan untuk sekumpulan aturanaturan kebiasaan dan traktat yang secara hukum mengikat negaranegara dalam hubungan mereka satu dengan yang lainnya.25



J.L Brierly menggunakan istilah Hukum Internasional atau Hukum
bangsa-bangsa, mendefinisikannya sebagai sekumpulan aturan-aturan

25 Titik Triwulan Tutik, 2006. Pengantar ilmu Hukum, PT Prestasi Pustakaraya : Jakarta, 2006,
hlm 112.

18

dan prinsip tindakan yang mengikat atas negara-negara yang beradab
dalam hubungan mereka satu dengan yang lainnya. Mochtar
Kusumaatmadja mengatakan bahwa hukum Internasional adalah
seluruh kaidah dan asas yang mengatur hubungan yang melintasi
batas-batas antarnegara. Hubungan yang melintasi batas-batas negara
(hubungan internasional) tersebut dapat terjadi baik hubungan yang
diadakan negara dengan negara maupun negara dengan subjek hukum
internasional lainnya bukan negara satu sama lain.
Hukum internasional juga merupakan sistem hukum yang terintegrasi
secara horizontal. Satu negara atau organisasi internasional maupun subjek hukum
internasional lainnya berelasi satu sama lain. Negara merupakan subjek hukum
internasional dalam arti klasik dan telah demikian halnya sejak lahirnya hukum
internasional. Singkatnya, fakta bahwa negara memiliki personalitas internasional
maka negara tunduk pada ketentuan hukum internasional.
Sumber hukum internasional diatur dalam Pasal 38 ayat 1 Statuta
Mahkamah Internasional terdiri atas.26

26



Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat



umum maupun khusus.
Kebiasaan internasional (international custom), sebagai bukti dari suatu



kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum.
Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law), yang diakui oleh



negara-negara beradab (recognized by civilized nation).
Keputusan pengadilan (judicial decisions)

Lihat Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional.

19



pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (teaching of the most
highly qualified publicist) sebagai sumber tambahan untuk menetapkan
kaidah hukum internasional.
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota

masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum
tertentu. Perjanjian Internasional antar negara-negara yang dinyatakan dalam
bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, entah itu termuat dalam satu
atau lebih dokumen ataupun tujuanyang di kandungnya. Perjanjian internasional
ada kalanya dinamakan traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention),
piagam (charter), statuta (statute), deklarasi (declaration), protokol (protocol),
persetujuan (agreement), perikatan (arrangement), accord, modus vivendi,
covenant, dan sebagainya. Secara yuridis semua istilah ini tidak mempunyai arti
tertentu, dengan perkataan lain secara umum dapat disimpulkan memiliki makna
yang sama.27
Hukum ruang angkasa merupakan hukum internasional yang bersumber
pada beberapa perjanjian internasional dimana pelaksanaannya bergantung kepada
ketentuan negara terhadap pelaksanaan hukum internasional tersebut berdasarkan
prinsip kedaulatan negara.

27 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional , Alumni, Bandung: 2003,
hlm.117-119.

20

1. Tinjauan umum mengenai Kedaulatan Negara dalam hukum
Internasional
Sebagai subjek hukum internasional, Negara memiliki
kedaulatan yang diakui oleh hukum internasional. Kedaulatan suatu
negara dimaknai sejauh mana Negara memiliki kewenangan dalam
kebijakan dan kegiatan dalam menjalankan kebijakan dan kegiatan
dalam wilayah Negaranya melaksanakan hukum nasionalnya.
Kedaulatan sendiri ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu
negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan
kepentingannya asal saja tidak bertentangan dengan hukum
internasional28, kedaulatan memiliki tiga aspek utama yaitu : ekstern,
intern, dan teritorial.
a. Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk
secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara
atau kelompok-kelompok lain tanpa kekangan, tekanan atau
pengawasan dari negara lain.29
b. Aspek intern kedaulatan ialah hak atau wewenang eksklusif suatu
negara untuk menentukan bentuk-bentuk lembaganya, cara kerja

28 Nkambo Mugerwa, Subjects of International Law, New York, 1968, hlm. 253, dalam Boer
Mauna, op.cit, hlm. 24.
29 kedaulatan yang bersifat eksternal (Westphalian dan International legal sovereignty),
lihat Husni Syam, http://husnisite.wordpress.com/2012/04/14/pengaruh-globalisasi-terhadapkedaulatan-negara/.

21

lembaga-lembaga tersebut dan hak untuk membuat undang-undang
yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.30
c. Aspek territorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan eksklusif
yang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda
yang terdapat di wilayah tersebut.
Disamping itu, kedaulatan juga memiliki pengertian negatif dan positif.31
a. Pengertian negatif
1) Kedaulatan dapat berarti bawah negara tidak tunduk pada
ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mempunyai status
yang lebih tinggi
2) Kedaulatan berarti bahwa Negara tidak tunduk pada kekuasaan
apapun dan dari manapun datangnya tanpa persetujuan negara
yang bersangkutan.
b. Pengertian positif
1) Kedaulatan memberikan kepada titulernya yaitu negara pimpinan
tertinggi atas warga negaranya. Ini yang dinamakan wewenang
penuh dari suatu negara,
2) Kedaulatan memberikan wewenang kepada Negara untuk
mengeksploitasi sumber-sumber alam wilayah nasional bagi
kesejahteraan umum masyarakat banyak. Ini yang disebut
kedaulatan permanen atas sumber-sumber kekayaan alam.
Namun, perlu dicatat bahwa berkembangnya organisasiorganisasi internasional apalagi yang bersifat supranasional,
30 kedaulatan yang bersifat internal (Interdependence dan domestic sovereignty), lihat Husni
Syam, http://husnisite.wordpress.com/2012/04/14/pengaruh-globalisasi-terhadap- kedaulatannegara/.
31 Jean Charpentier, Institution Internationales, 13 Edition, Momentos Dallozz, Paris,
1997, hlm. 25-26, dalam Boer Mauna, op.cit, hlm. 25.

22

kedaulatan tidak dapat lagi dikatakan secara absolut. Keanggotaan
suatu organisasi banyak sedikitnya telah membatasi kedaulatan negara
tersebut.32 Hak dan kewajiban yang timbul sebagai konsekuensi bagi
suatu negara ketika mengikatkan diri dalam suatu organisasi
internasional dalam suatu perjanjian internasional memberi dampak
terhadap kedaulatan negara terkait sehingga menimbulkan tanggung
jawab negara terhadapnya.
Tanggung jawab negara merupakan suatu prinsip
fundamental dalam hukum internasional yang bersumber dari doktrin
kedaulatan dan persamaan hak antar negara.33 Hukum tentang
tanggung jawab negara adalah hukum mengenai kewajiban negara
yang timbul manakala negara telah atau tidak melakukan suatu
tindakan.
G. Hukum Ruang Angkasa
1.

Pengertian dan Istilah Hukum Ruang Angkasa
Hukum Ruang Angkasa adalah sebuah wilayah dari hukum
yang mengatur aktivitas pemerintahan negara dan hukum
internasional di ruang angkasa.
Beberapa pengertian hukum ruang angkasa menurut para ahli :

32 Boer Mauna, op.cit, hlm.25.
33 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Rajawali, Jakarta, 1991,
hlm.174.

23

a. Priyatna Abdurrasyid, hukum Antariksa adalah hukum yang
mengatur ruang angkasa dengan segala isinya atau hukum yang
mengatur ruang yang hampa udara (outer space).34
b. T.May Rudy, hukum ruang angkasa adalah hukum yang ditujukan
untuk mengatur hubungan antar negara-negara untuk menentukan
hak-hak dan kewajiban yang timbul dari segala aktivitas yang
tertuju pada ruang angkasa dan demi seluruh umat manusia, untuk
memberikan perlindungan terhadap kehidupan, terrestrial dan nonterrestial, dimana pun aktivitas itu dilakukan.35
c. John C. Cooper, hukum ruang angkasa adalah hukum yang
ditujukan untuk mengatur hubungan antar negara-negara, untuk
menentukan hakhak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari
segala aktivitas yang tertuju kepada ruang angkasa dan di ruang
angkasa – dan aktivitas itu demi kepentingan seluruh umat
manusia, untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan,
terrestrial dan non-terrestrial, dimana pun aktivitas itu dilakukan.36
Mengenai istilah – istilah didalam hukum ruang angkasa
internasional Ernest NYS merupakan orang pertama yang
menggunakan istilah khusus bagi bidang ilmu hukum untuk ruang
udara ini. Istilah yang ia gunakan ialah “Droit Aerien” dan dipakainya
di dalam laporan-laporannya kepada Institute de Droit Internationale
pada rapat di tahun 1902 dan kemudian di dalam tulisan- tulisan
34 Priyatna Abdurrasyid, Hukum Ruang Angkasa Nasional Penempatan dan Urgensinya,
Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm 183.
35 T. May Rudy, Hukum Internasional 2, Refika Aditama, Bandung, 2001, hlm. 51.
36 John C. Cooper, Aerospace Law Subject Matter and Terminology, JALC, Netherlands, 2003,
hlm. 89.

24

ilmiahnya. Oleh karena itu, istilah-istilah yang ditemukan sebelum
tahun 50-an dan sesudahnya ialah misalnya istilah “Luchtrecht,
Luftrecht atau Air Law ” yang banyak digunakan orang.37
Di Indonesia sendiri dipakai istilah hukum udara, istilah
yang telah membaku di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran sejak
tahun 1963. Setelah Uni Soviet berhasil meluncurkan satelit
buatannya yang pertama maka timbullah istilah hukum yang lebih luas
lagi, yakni Air and Space Law, Lucht en Ruimte Recht atau Hukum
Angkasa. Ada pula digunakan orang istilah “Aerospace Law”. Semua
istilah ini memang menunjukkan adanya suatu bidang ilmu hukum
yang mempersoalkan berbagai macam pengaturan terhadap medium
ruang.
Istilah hukum ruang angkasa dianggap lebih tepat daripada
penggunaan istilah Hukum Antariksa, karena masih belum jelas apa
yang dimaksud dengan antariksa. Secara garis besar dapat dikatakan,
untuk ilmu hukum ini dipakai istilah “Hukum Angkasa”, “Air and
Space Law” di Kanada, “Aerospace Law” di Amerika Serikat, “Lucht
en Ruimte Recht” di Belanda, “Droit Aerien et de l’espace” di
Perancis, “Luft und Weltraumrecht” di Jerman, yang mencakup dua
bidang ilmu hukum dan mengatur 2 sarana wilayah penerbangan
yakni hukum udara yang mengatur sarana penerbangan di ruang udara
yaitu ruang di sekitar bumi yang berisi gas-gas udara. Kemudian
37

Stephen Gorove, Jurnal of Space Law, Oxford, Mississipi, 1995, hlm. 18.

25

hukum ruang angkasa yakni hukum yang mengatur ruang yang hampa
udara (outer Space).38
Seringkali istilah ruang angkasa ini (outer Space)
dicampuradukkan dengan istilah