ETIKA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN docx

ETIKA LINGKUNGAN DALAM
PELESTARIAN
Pengertian dan Definisi Etika Lingkungan Hidup
a.

Pengertian Etika
Menurut bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari
kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang
menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan
konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Dari segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin “Ethicos” yang berarti
kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian yang asli, yang dikatakan baik itu apabila
sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Kemudian lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika
adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang
dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
Etika juga disebut ilmu normative, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan
(norma-norma) dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping pengertian tersebut, etika dapat diartikan sebagai nilai dan norma-norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya, kumpulan asas atau nilai moral, atau semacam kode etik, ilmu tentang yang baik atau
buruk, atau pengkajian secara sistematis dan metodis semua nilai yang dianggap baik dan buruk

yang diterima begitu saja dalam suatu masyarakat (K. Bertens, 2000:6-7).

b. Lingkungan Hidup
Adapun berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.
Secara umum pengertian lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik.

c.

Etika Lingkungan Hidup
Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam
mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan, kita tidak saja
mengimbangi hak dan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan hidup juga
membatasi perilaku, tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap
berada dalam batas kewajaran lingkungan hidup. Jadi etika lingkungan hidup juga berbicara
mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia

yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam
secara keseluruhan termasuk di dalamnya berbagai kebijakan yang mempunyai dampak langsung
atau tidak langsung terhadap alam. Untuk menuju kepada etika lingkungan hidup tersebut,
diperlukan pemahaman tentang perubahan pandangan terhadap lingkungan hidup itu sendiri.
Etika dalam konsep lingkungan hidup sangat penting karena berkaitan dengan perilaku
manusia agar dengan etika orang dapat mengenal dan memahami nilai dan norma-norma yang
membimbing perilaku proses individual dan sosial terhadap alam dan lingkungan hidupnya.
Artinya dasar etika ini adalah tindakan yang ditujukan kepada alam atau lingkungan hidup (E.
Dussel, 1980:101).
Etika sering dikatakan sebagai filsafat tentang ajaran moral. Dengan demikian, etika
berbeda dengan ajaran moral atau kesusilaan. Etika di sini tidak mengajarkan apa yang wajib
dilakukan orang, melainkan bagaimana pertanyaan itu dijawab secara rasional dan bertanggung
jawab (Franz Magnis-Suseno, 1991:10).
Manfaat etika secara “filosofis” adalah untuk mempertahankan “ketahanan ekologi”
dengan cara orang diajak untuk merefleksikan kembali:
Kesadaran diri sebagai bagian tak terpisahkan dari lingkungan hidup: apakah sungguh disadari
bahwa bukan hanya kita yang membutuhkan lingkungan hidup dalam artian fisik, melainkan
lingkungan hidup juga membutuhkan moralitas kita terhadapnya;
Pengertian dan tindakannya yang baik terhadap lingkungan hidup: apakah ada pemahaman (yang
benar) dan tindakan yang baik terhadap lingkungan hidup karena didorong oleh hati nurani yang

bersih, dan tanggung jawab dari manusia yang mempunyai keunggulan mutu pribadi, yang
perbuatan baik dilakukannya tidak tergantung pada masyarakat dari luar atau ketakutan misalnya
pada sanksi hukum.

Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan
menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika lingkungan
juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah
etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia,
sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan
untuk kepentingan semua mahluk.
Yang dimaksud Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan
yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling
menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini
memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu
memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk
berkembang.
Bagi etika ekologi dalam, alam memiliki fungsi sebagai penopang kehidupan. Untuk itu
lingkungan patut dihargai dan diperlakukan dengan cara yang baik. Etika ini menekankan
pemeliharaan alam bukan hanya demi manusia tetapi juga demi alam itu sendiri. Karena alam
disadari sebagai penopang kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil

untuk memelihara alam demi kepentingan bersama.
Sedangkan Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang
menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia. Kebanyakan para
ahli memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Etika ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu etika antroposentris yang menekankan segi
estetika dari alam dan etika antroposentris yang mengutamakan kepentingan generasi penerus.
Etika ekologi dangkal yang berkaitan dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya
yaitu Eugene Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada
aneka kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika
1. Prinsip etika lingkungan hidup
1. Sikap hormat terhadap alam
2. Prinsip tanggung jawab
3. Prinsip solidaritas
4. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam
5. Prinsip tidak merugikan
6. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
7. Prinsip keadilan

8. Prinsip demokrasi
9. Prinsip integritas moral

2. Kondisi Real Lingkungan Hidup
Krisis lingkungan global yang terjadi pada saat sekarang ini antara lain terjadinya
kerusakan (hutan, tanah, lapisan ozon), pencemaran (air, tanah, udara, laut), kepunahan sumber
daya energi dan mineral, kepunahan keanekaragaman hayati, dan lain-lain. Dimana Krisis
lingkungan global sudah merupakan ancaman yang sangat serius dan nyata terhadap kehidupan
manusia. Apa yang menjadi akar permasalahan dalam krisis lingkungan global adalah: pertama,
kesalahan cara pandang (paradigma) manusia terhadap dirinya, alam dan hubungan manusia
dengan alam. Sifat manusia yang tamak, rakus, pola konsumsi, eksploitatif dan tidak
bertanggung jawab merupakan salah satu permasalahan yang ada. Kedua, kesalahan paradigma
pembangunan, dimana pembangunan berkelanjutan hanya sebagai jargon, yang pada
kenyataannya pembangunan yang terjadi mengorbankan lingkungan. Ketiga, adanya bad
government, bad ethics seperti KKN yang menyebabkan ijin eksploitasi tanpa peduli lingkungan
hidup.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut di atas, maka perlu dilakukan
tindakan agar krisis lingkungan dapat teratasi yaitu: pertama, perubahan perilaku. Kedua,
perubahan paradigma pembangunan dari pembangunan berkelanjutan ke pembangunan
keberlanjutan ekologi. Ketiga, perlunya Good Environmental Government, yang memiliki
komitmen moral yang konsisten (individu, masyarakat, dunia usaha dan pemerintah).
Proses perusakan lingkungan sudah berjalan lama, yaitu sejak dimulainya proses
industrialisasi. Industrialisasi menyadarkan manusia bahwa alam merupakan deposit kekayaan

yang dapat memakmurkan. Maka mulai saat itu sumber-sumber alam dieksploitasi untuk diolah
menjadi barang guna memenuhi kabutuhan demi kemakmuran hidup manusia. Dengan adanya
alat bantu, yaitu mesin, maka alam pun dipandang dan dikelola secara mekanis. Terjadilah
intensitas pengeksploitasian lingkungan menjadi semakin gencar tak terkendali. Alam tidak lebih
dari benda mekanis yang hanya bernilai sebagai instrumen untuk kepentingan manusia. Alam
tidak lagi dihargai sebagai organisme. Sayangnya, kesadaran akan semakin rusaknya lingkungan
hidup mulai muncul sejak sesudah Perang Dunia II dan mulai mengglobal tiga dekade yang lalu
ketika alam terlanjur rusak berat. Ketika itu manusia makin menyadari bahwa sumber-sumber
alam semakin menipis.

Untuk itu etika lingkungan hidup kini hendaknya mempunyai fungsi yang sangat diperlukan
untuk kesadaran moral dan tanggung jawab penuh terhadapt alam, karena alam hanya dititipkan
Tuhan kepada manusia untuk dijaga, dirawat, dan dilestarikan.
Menjadi nyata bahwa benturan yang menyebabkan lingkungan hidup menjadi rusak datang
dari manusia dalam proses mengambil, mengolah, dan mengonsumsi sumber- sumber alam.
Benturan terjadi ketika proses-proses itu melampui batas-batas kewajaran atau proposionalitas.
Batas-batas kewajaran atau proposionalitas itu terlampaui ketika manusia semakin mampu
dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi memanfaatkan sumber- sumber secara masal,
intensif, dan cepat dan sekaligus mengotori atau mencemarinya. Tetapi yang lebih parah lagi,
yaitu bahwa manusia yang merasa semakin enak semakin tidak tahu diri, sehingga ia seolah-olah

menjelma menjadi tuan dan pemilik alam. Maka kesadaran untuk menjaga dan memelihara
lingkungan hidup harus dikembalikan pada manusia, dengan mempertanyakan tentang dirinya
dan kelakuannya terhadap alam. Agar kerusakan yang terjadi di tidak semakin menjadi-jadi dan
juga agar anak cucu kita juga dapat merasakan betapa indahnya alam.

3. Penyebab Kerusakan Alam
Berdasarkan faktor penyebabnya, bentuk kerusakan lingkungan hidup dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu:
a. Bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Peristiwa Alam
Peristiwa alam yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:
1. Letusan gunung berapi

Letusan gunung berapi terjadi karena aktivitas magma di perut bumi yang menimbulkan tekanan
kuat keluar melalui puncak gunung berapi. Bahaya yang ditimbulkan oleh letusan gunung berapi
antara lain berupa:
1) Hujan abu vulkanik, menyebabkan gangguan pernafasan.
2) Lava panas, merusak, dan mematikan apa pun yang dilalui.
3) Awan panas, dapat mematikan makhluk hidup yang dilalui.
4) Gas yang mengandung racun.
5) Material padat (batuan, kerikil, pasir), dapat menimpa perumahan, dan lain-lain.

2. Gempa bumi
Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang bisa disebabkan karena beberapa hal, di
antaranya kegiatan magma (aktivitas gunung berapi), terjadinya tanah turun, maupun karena
gerakan lempeng di dasar samudra. Manusia dapat mengukur berapa intensitas gempa, namun
manusia sama sekali tidak dapat memprediksikan kapan terjadinya gempa. Oleh karena itu,
bahaya yang ditimbulkan oleh gempa tidak kalah dahsyatnya dengan letusan gunung berapi.
Pada saat gempa berlangsung terjadi beberapa peristiwa sebagai akibat langsung maupun tidak
langsung, di antaranya:
1) Berbagai bangunan roboh.
2) Tanah di permukaan bumi merekah, jalan menjadi putus.
3) Tanah longsor akibat guncangan.
4) Terjadi banjir, akibat rusaknya tanggul.
5) Gempa yang terjadi di dasar laut dapat menyebabkan tsunami (gelombang pasang).

3. Angin Topan
Angin topan terjadi akibat aliran udara dari kawasan yang bertekanan tinggi menuju ke
kawasan bertekanan rendah. Perbedaan tekanan udara ini terjadi karena perbedaan suhu udara
yang mencolok. Serangan angin topan bagi negara-negara di kawasan Samudra Pasifik dan
Atlantik merupakan hal yang biasa terjadi. Bagi wilayah-wilayah di kawasan California, Texas,
sampai di kawasan Asia seperti Korea dan Taiwan, bahaya angin topan merupakan bencana


musiman. Tetapi bagi Indonesia baru dirasakan di pertengahan tahun 2007. Hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi perubahan iklim di Indonesia yang tak lain disebabkan oleh adanya gejala
pemanasan global. Bahaya angin topan bisa diprediksi melalui foto satelit yang menggambarkan
keadaan atmosfer bumi, termasuk gambar terbentuknya angin topan, arah, dan kecepatannya.
Serangan angin topan (puting beliung) dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dalam
bentuk:
1) Merobohkan bangunan.
2) Rusaknya areal pertanian dan perkebunan.
3) Membahayakan penerbangan.
4) Menimbulkan ombak besar yang dapat menenggelamkan kapal.
b. Kerusakan Lingkungan Hidup karena Faktor Manusia
Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan
kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi
mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan
modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak
diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan
yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup.
Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia, antara lain:
1. Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak adanya

kawasan industri.
2. Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan
dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.
3. Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan.
Beberapa ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung membawa
dampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:
1. Penebangan hutan secara berlebihan (penggundulan hutan).
2. Perburuan liar.
3. Merusak hutan bakau.
4. Penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman.

5. Pembuangan sampah di sembarang tempat.
6. Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
7. Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan di luar batas.

Upaya-upaya untuk melestarikan lingkungan hidup
Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan
bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan
tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus melakukan
usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya

masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi
terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya tanpa
harus menimbulkan kerusakan lingkungan ditindaklanjuti dengan menyusun program
pembangunan berkelanjutan yang sering disebut sebagai pembangunan berwawasan lingkungan.
Pembangunan berwawasan lingkungan adalah usaha meningkatkan kualitas manusia secara
bertahap dengan memerhatikan faktor lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan
dikenal dengan nama Pembangunan Berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan
merupakan kesepakatan hasil KTT Bumi di Rio de Jeniro tahun 1992. Di dalamnya terkandung 2
gagasan penting, yaitu:
a. Gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok manusia untuk menopang hidup.
b. Gagasan keterbatasan, yaitu keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan
baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Adapun ciri-ciri Pembangunan Berwawasan Lingkungan adalah sebagai berikut:
a.

Menjamin pemerataan dan keadilan.

b. Menghargai keanekaragaman hayati.
c.

Menggunakan pendekatan integratif.

d. Menggunakan pandangan jangka panjang.
Pada masa reformasi sekarang ini, pembangunan nasional dilaksanakan tidak lagi
berdasarkan GBHN dan Propenas, tetapi berdasarkan UU No. 25 Tahun 2000, tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mempunyai tujuan di antaranya:

a. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.
b. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan.
1. Upaya yang Dilakukan Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya memiliki tanggung
jawab besar dalam upaya memikirkan dan mewujudkan terbentuknya pelestarian lingkungan
hidup. Hal-hal yang dilakukan pemerintah antara lain:
a. Mengeluarkan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang mengatur tentang Tata Guna Tanah.
b. Menerbitkan UU No. 4 Tahun 1982, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
c. Memberlakukan Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1986, tentang AMDAL (Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan).
d. Pada tahun 1991, pemerintah membentuk Badan Pengendalian Lingkungan, dengan tujuan
pokoknya:
1. Menanggulangi kasus pencemaran.
2. Mengawasi bahan berbahaya dan beracun (B3).
3. Melakukan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
e. Pemerintah mencanangkan gerakan menanam sejuta pohon.
2. Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup oleh Masyarakat Bersama Pemerintah
Sebagai warga negara yang baik, masyarakat harus memiliki kepedulian yang tinggi
terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan masyarakat berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup
antara lain:
a. Pelestarian tanah (tanah datar, lahan miring/perbukitan)
Terjadinya bencana tanah longsor dan banjir menunjukkan peristiwa yang berkaitan
dengan masalah tanah. Banjir telah menyebabkan pengikisan lapisan tanah oleh aliran air yang
disebut erosi yang berdampak pada hilangnya kesuburan tanah serta terkikisnya lapisan tanah
dari permukaan bumi. Tanah longsor disebabkan karena tak ada lagi unsur yang menahan lapisan

tanah pada tempatnya sehingga menimbulkan kerusakan. Jika hal tersebut dibiarkan terus
berlangsung, maka bukan mustahil jika lingkungan berubah menjadi padang tandus. Upaya
pelestarian tanah dapat dilakukan dengan cara menggalakkan kegiatan menanam pohon atau
penghijauan kembali (reboisasi) terhadap tanah yang semula gundul. Untuk daerah perbukitan
atau pegunungan yang posisi tanahnya miring perlu dibangun terasering atau sengkedan,
sehingga mampu menghambat laju aliran air hujan.
b. Pelestarian udara
Udara merupakan unsur vital bagi kehidupan, karena setiap organisme bernapas memerlukan
udara. Udara yang kotor karena debu atau pun asap sisa pembakaran menyebabkan kadar
oksigen berkurang. Keadaan ini sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup setiap
organisme. Maka perlu diupayakan kiat-kiat untuk menjaga kesegaran udara lingkungan agar
tetap bersih, segar, dan sehat. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga agar udara tetap bersih
dan sehat antara lain:
1. Menggalakkan penanaman pohon atau pun tanaman hias di sekitar kita
Tanaman dapat menyerap gas-gas yang membahayakan bagi manusia. Tanaman mampu
memproduksi oksigen melalui proses fotosintesis. Rusaknya hutan menyebabkan jutaan tanaman
lenyap sehingga produksi oksigen bagi atmosfer jauh berkurang, di samping itu tumbuhan juga
mengeluarkan uap air, sehingga kelembapan udara akan tetap terjaga.
2. Mengupayakan pengurangan emisi atau pembuangan gas sisa pembakaran
Baik pembakaran hutan maupun pembakaran mesin Asap yang keluar dari knalpot kendaraan
dan cerobong asap merupakan penyumbang terbesar kotornya udara di perkotaan dan kawasan
industri. Salah satu upaya pengurangan emisi gas berbahaya ke udara adalah dengan
menggunakan bahan industri yang aman bagi lingkungan, serta pemasangan filter pada cerobong
asap pabrik.
3. Mengurangi atau bahkan menghindari pemakaian gas kimia
Gas kimia yang dapat merusak lapisan ozon di atmosfer Gas freon yang digunakan untuk
pendingin pada AC maupun kulkas serta dipergunakan di berbagai produk kosmetika, adalah gas
yang dapat bersenyawa dengan gas ozon, sehingga mengakibatkan lapisan ozon menyusut.
Lapisan ozon adalah lapisan di atmosfer yang berperan sebagai filter bagi bumi, karena mampu
memantulkan kembali sinar ultraviolet ke luar angkasa yang dipancarkan oleh matahari. Sinar
ultraviolet yang berlebihan akan merusakkan jaringan kulit dan menyebabkan meningkatnya

suhu udara. Pemanasan global terjadi di antaranya karena makin menipisnya lapisan ozon di
atmosfer.
c. Pelestarian hutan
Eksploitasi hutan yang terus menerus berlangsung sejak dahulu hingga kini tanpa diimbangi
dengan penanaman kembali, menyebabkan kawasan hutan menjadi rusak. Pembalakan liar yang
dilakukan manusia merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan hutan. Padahal
hutan merupakan penopang kelestarian kehidupan di bumi, sebab hutan bukan hanya
menyediakan bahan pangan maupun bahan produksi, melainkan juga penghasil oksigen, penahan
lapisan tanah, dan menyimpan cadangan air.
Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan hutan:
1. Reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul.
2. Melarang pembabatan hutan secara sewenang-wenang.
3. Menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon.
4. Menerapkan sistem tebang–tanam dalam kegiatan penebangan hutan.
5. Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan
hutan.

d. Pelestarian laut dan pantai
Seperti halnya hutan, laut juga sebagai sumber daya alam potensial. Kerusakan biota laut dan
pantai banyak disebabkan karena ulah manusia. Pengambilan pasir pantai, karang di laut,
pengrusakan hutan bakau, merupakan kegatan-kegiatan manusia yang mengancam kelestarian
laut dan pantai. Terjadinya abrasi yang mengancam kelestarian pantai disebabkan telah hilangnya
hutan bakau di sekitar pantai yang merupakan pelindung alami terhadap gempuran ombak.
Adapun upaya untuk melestarikan laut dan pantai dapat dilakukan dengan cara:
1. Melakukan reklamasi pantai dengan menanam kembali tanaman bakau di areal sekitar pantai.
2. Melarang pengambilan batu karang yang ada di sekitar pantai maupun di dasar laut, karena
karang merupakan habitat ikan dan tanaman laut.
3. Melarang pemakaian bahan peledak dan bahan kimia lainnya dalam mencari ikan.
4. Melarang pemakaian pukat harimau untuk mencari ikan.

e. Pelestarian flora dan fauna
Kehidupan di bumi merupakan sistem ketergantungan antara manusia, hewan, tumbuhan, dan
alam sekitarnya. Terputusnya salah satu mata rantai dari sistem tersebut akan mengakibatkan
gangguan dalam kehidupan. Oleh karena itu, kelestarian flora dan fauna merupakan hal yang
mutlak diperhatikan demi kelangsungan hidup manusia. Upaya yang dapat dilakukan untuk
menjaga kelestarian flora dan fauna di antaranya adalah:
1. Mendirikan cagar alam dan suaka margasatwa.
2. Melarang kegiatan perburuan liar.
3. Menggalakkan kegiatan penghijauan.

Teori Pendekatan Atas Alam
Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana
pandangannya terhadap sesuatu itu, Kalau sesuatu hal dipandang sebagai berguna dan penting,
maka sikap dan perilaku terhadap sesuatu itu lebih banyak bersifat menghargai. Sebaliknya jika
sesuatu hal dipandang dan dipahami sebagai sesuatu yang tidak berguna dan tidak penting, maka
sikap dan perilaku yang muncul lebih banyak bersifat mengabaikan, bahkan merusak.. Manusia
memiliki pandangan tertentu pada alam, dimana pendangan itu telah menjadi landasan bagi
tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Dari beberapa pandangan etika yang telah
berkembang tentang alam disini akan dibahas tiga teori utama, yang dikenal dengan Shallow
environmental Ethics, Intermediate Environmental ethics, dan Deep Environmental ethics.
Ketiga teori ini dikenal juga sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.
1. Antroposentrisme
Antroposentrisme (antropos = manusia) adalah suatu pandangan yang menempatkan
manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Pandangan ini berisi pemikiran bahwa segala
kebijakan yang diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan manusia dan
kepentingannya. Jadi, pusat pemikirannya adalah manusia. Kebijakan terhadap alam harus
diarahkan untuk mengabdi kepada kepentingan manusia. Pandangan moral lingkungan yang
antroposentrisme disebut juga sebagai human centered ethic, karena mengandaikan kedudukan

dan peran moral lingkungan hidup yang terpusat pada manusia. Maka tidak heran kalau fokus
perhatian dalam pandangan ini terletak pada peningkatan kesejahteraan dan kebahagian manusia
di dalam alam semesta. Alam dilihat hanya sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan
kebutuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Dengan demikian alam dilihat sebagai alat bagi
pencapaian tujuan manusia.
Antroposentrisme didasarkan pada pandangan filsafat yang mengklaim bahwa hal yang
bernuansa moral hanya berlaku pada manusia. Manusia di agungkan sebagai yang mempunyai
nilai paling tinggi dan paling penting dalam kehidupan ini, jauh melebihi semua mahluk lain.
Ajaran yang telah menempatkan manusia sebagai pusat suatu sistem alam semesta ini telah
membuat arogan terhadap alam, dengan menjadikan sebagai objek untuk dieksploitasi.
Antroposentrisme sangat bersifat instrumentalis, dimana pola hubungan manusia dengan
alam hanya terbatas pada relasi instrumental semata. Alam dilihat sebagai alat pemenuhan dan
kepentingan manusia. Teori ini dianggap sebgai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan
sempit ( shallow environmental ethics ).
Antroposentrisme sangat bersifat teologis karena pertimbangan yang diambil untuk
peduli terhadap alam didasarkan pada akibat dari tindakan itu bagi kepentingan manusia.
Konservasi alam misalnya, hanya dianggap penting sejauh hal itu mempunyai dampak
menguntungkan bagi kepentinmgan manusia.
Teori antroposentrisme telah dituduh sebagai salah satu penyebab bagi terjadinya krisis
lingkungan hidup. Pandangan inilah yang menyebabkan manusia berani melakukan tindakan
eksploitatif terhadap alam, dengan menguras kekayaan alam demi kepentingannya. Kepedulian
lingkungan hanya muncul sejauh terkait dengan kepentingan manusia, dan itupun lebih banyak
berkaitan dengan kepentingan jangka pendek saja.
Walaupun kritik banyak dilontarkan terhadap teori antroposentrisme, namun sebenarnya
argumen yang ada didalamnya cukup sebagai landasan kuat bagi pengembangan sikap

kepedulian terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan hidupn yang baik, maka demi
kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban memelihara dan melestarikan alam
lingkungannya.

2. Biosentrisme
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan
kehidupan sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya adalah Kenneth Goodpaster.
Menurut Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Bukan
senang atau menderita, akhirnya, melainkan kemampuan untuk hidup atau kepentingan untuk
hidup. Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan standar moral. Sehingga bukan hanya
manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul
Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan atau diuntungkan dalam
proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi.
Biosentrisme adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai
nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan demikian biosentrisme
menolak antroposentrisme yang menyatakan bahwa manusialah yang mempunyai nilai dalam
dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa mahluk hidup bukan hanya manusia
saja. Ada banyak hal dan jenis mahluk hidup yang memiliki kehidupan. Hanya saja, hal yang
rumit dari biosentrisme, atau yang disebut juga life-centered ethic, terletak pada cara manusia
menanggapi pertanyaan: ”Apakah hidup itu?”[i]. Pandangan biosentrisme mendasarkan
moralitas pada keluhuran kehidupan, entah pada manusia atau pada mahluk hidupnya. Karena
yang menjadi pusat perhatian dan ingin dibela dalam teori ini adalah kehidupan, maka secara
moral berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan dimuka bumi ini mempunyai nilai moral yang
sama, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu, kehidupan setiap mahluk
hidup pantas diperhitungkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan
lepas dari pertimbangan untung rugi bagi kepentingan manusia.

Biosentrisme menekankan kewajiban terhadap alam bersumber dari pertimbangan bahwa
kehidupan adalah sesuatu yang bernilai, baik kehidupan manusia maupun spesies lain dimuka
bumi ini. Prinsip atau perintah moral yang berlaku disini dapat dituliskan sebagai berikut: ”
adalah hal yang baik secara moral bahwa kita mempertahankan dan memacu kehidupan,
sebaliknya, buruk kalau kita menghancurkan kehidupan”.
Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya mempunyai harkat dan nilai dalam dirinya
sendiri. Alam mempunyai nilai justru karena ada kehidupan yang terkandung didalamnya.
Kewajiban terhadap alam tidak harus dikaitkan dengan kewajiban terhadap sesama manusia.
Kewajiban dan tanggung jawab terhadap alam semata-mata didasarkan pada pertimbangan moral
bahwa segala spesies di alam semesta mempunyai nilai atas dasar bahwa mereka mempunyai
kehidupan sendiri, yang harus dihargai dan dilindungi.
Biosentrisme memandang manusia sebagai mahluk biologis yang sama dengan mahluk
biologis yang lain. Manusia dilihat sebagai salah satu bagian saja dari keseluruhan kehidupan
yang ada dimuka bumi, dan bukan merupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka secara
biologis manusia tidak ada bedanya dengan mahluk hidup lainnya. Salah satu tokoh yang
menghindari penyamaan begitu saja antara manusia dengan mahluk hidup lainnya adalah
Leopold. Menurut dirinya, manusia tidak memiliki kedudukan yang sama begitu saja dengan
mahluk hidup lainnya. Kelangsungan hidup manusia mendapat tempat yang penting dalam
pertimbangan moral yang serius. Dalam rangka menjamin kelangsungan hidupnya, manusia
tidak harus melakukannya dengan cara mengorbankan kelangsungan dan kelestarian komunitas
ekologis. Manusia dapat menggunakan alam untuk kepentingannya, namun dia tetap terikat
tanggung jawab untuk tidak mengorbankan integrity, stability dan beauty dari mahluk hidup
lainnya. untuk mengatasi berbagai kritikan atas klaim pertanyaan antara manusia dengan mahluk
biologis lainnya, salah seorang tokoh biosentrisme, Taylor, membuat pembedaan antara pelaku
moral (moral agents) dan subyek moral (moral subjects). Pelaku moral adalah manusia karena

dia memiliki kemampuan untuk bertindak secara moral, berupa kemampuan akal budi dan
kebebasan. Maka hanya manusialah yang memikul kewajiban dan tanggung jawab moral atas
pilihan-pilihan, dan tindakannya. Sebaliknya, subyek moral adalah mahluk yang bisa
diperlakukan secara baik atau buruk, dan itu berarti menyangkut semua mahluk hidup, termasuk
manusia. Dengan demikian semua pelaku moral adalah juga subyek moral, namun tidak semua
subyek moral adalah pelaku moral, di mana pelaku moral memiliki kewajiban dan tanggung
jawab terhadap mereka.
Teori biosentrisme, yang disebut juga intermediate environmental ethic, harus
dimengerti dengan baik, khususnya menyangkut kehidupan manusia dan mahluk-mahluk hidup
yang lain di bumi ini. Teori ini memberi bobot dan pertimbangan moral yang sama kepada
semua mahluk hidup. Disini dituntut bahwa alam dan segala kehidupan yang terkandung
didalamnya haruslah masuk dalam pertimbangan dan kepedulian moral. Manusia tidak
mengorbankan kehidupan lainnya begitu saja atas dasar pemahaman bahwa alam dan segala
isinya tidak bernilai dalam dirinya sendiri.
3. Ekosentrisme
Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang menekankan keterkaitan
seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini
terkait satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah
semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan, saling
menopang dan saling memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian
dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang.
Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua spesies. Ini menjadi
alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada di alam, seperti binatang
maupun tumbuhan. Menurut salah satu tokohnya, John B. Cobb, etika ini mengusahakan
keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan dalam ekosistem.
Ekosentrisme dapat dikatakan sebagai lanjutan dari teori etika lingkungann biosentrisme.
Kalau biosentrisme hanya memusatkan perhatian pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme

justru memusatkan perhatian pada seluruh komunitas biologis, baik yang hidup maupun tidak.
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik mahluk hidup maupun
benda-benda antibiotik lainnya saling terkait satu sama lainnya. Jadi ekosentrisme, selain sejalan
dengan biosentrisme di mana keduanya sama-sama menentang pandangan antroposentrismejuga
mencakup komunitas ekologis seluruhnya. Jadi ekosentrisme, menuntut tanggungjawab moral
yang sama untuk semua realitas biologis.
Ekosentrisme, yang disebut juga deep environmental ethics, semakin dipopulerkan
dengan versi lain setelah diperkenalkan oleh Arne Naes, seorang filsuf Norwegia dengan
menyebutnya sebagai Deep Ecology ini adalah suatu paradigma baru tentang alam dan seluruh
isinya. Perhatian bukan hanya berpusat pada manusia melainkan pada mahluk hidup seluruhnya
dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Manusia bukan lagi pusat
dari dunia moral. Deep Ecology memusatkan perhatian kepada semua kehidupan di bumi ini,
bukan hanya kepentingan seluruh komunitas ekologi.
Arne Naes bahkan juga menggunakan istilah ecosophy untuk memberikan pendasaran
filosofi atas deep ecology. “Eco” berarti rumah tangga dan “sophy” berarti kearifan atau
kebijaksanaan. Maka ecosophy berarti kearifan dalam mengatur hidup selaras dengan alam
sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas. Dalam pandangan ecosophy terlihat adanya suatu
pergeseran dari sekedar sebuah ilmu (science) menjadi sebuah kearifan (wisdom). Dalam arti ini,
lingkungan hidup tidak hanya sekedar sebuah ilmu melainkan sebuah kearifan, sebuah cara
hidup, sebuah pola hidup selaras dengan alam.
Deep ecology menganut prisip biospheric egalitarianism, yaitu pengakuan bahwa semua
organisme dan mahluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang
terkait sehingga mempunyai martabat yang sama. Ini menyangkut suatu pengakuan bahwa hak
untuk hidup dan berkembang untuk semua mahluk (baik hayati maupun nonhayati) adalah
sebuah hak universal yang tidak bisa diabaikan.

Sikap deep ecology terhadap lingkungan sangat jelas, tidak hanya memusatkan perhatian
pada dampak pencemaran bagi kesehatan manusia, tetapi juga pada kehidupan secara
keseluruhan. Pendekatan yang dilakukan dalam menghadapi berbagai isu lingkungan hidup
bukan bersifat antroposentris, melainkan biosentris dan bahkan ekosentris. Isi alam semesta tidak
dilihat hanya sebagai sumberdaya dan menilainya dari fungsi ekonomis semata. Alam harus
dipandang juga darisegi nilai dan fungsi budaya, sosial, spiritual, medis dan biologis.