MEMBANGUN PERADABAN DUNIA BARU DI PAPUA

MEMBANGUN PERADABAN DUNIA BARU DI PAPUA
BERBASIS KEDAULATAN RAKYAT DAN BERKEADILAN
SOSIAL
oleh: Riyan Sumindar

Latar Belakang
Pembahasan mengenai papua tampaknya tidak pernah berhenti,
urusannya tidak lebih dari sikap tegas pemerintah terhadap
kelompok-kelompok yang dianggap separatis, yang ingin
memisahkan diri dari Republik Indonesia. Papua hanya dilihat
dari kacamata Jakarta. Papua tidak pernah diajak bicara. Papua
tampaknya, kurang diberikan kesempatan untuk sekedar
menyampaikan pendapatnya, kemudian pendapatnya itu
diakomodir, direalisasikan, dilaksanakan, dan diwujudkan
menjadi sebuah kenyataan yang dirasakan secara langsung oleh
seluruh masyarakat Papua, khususnya orang asli papua.
Papua tidak dianggap sebagai organ penting bangsa Indonesia,
Papua dilupakan, Papua dibiarkan tertinggal, terbelakang, miskin,
tidak memiliki akses yang sama terhadap pendidikan dasar,
kesehatan dasar, dan permodalan. Mungkin sepintas, kita
memandang pernyataan-pernyataan itu tidak berdasar, sudah

banyak pemerintah memberikan pemihakan kepada Papua,
dengan alokasi anggaran yang besar, dengan banyak kucuran
dana melalui perbankan melalui berbagai program yang
didukung oleh pemerintah, intinya pemerintah tidak tinggal
diam, pemerintah bekerja, pemerintah merespon apa yang
diinginkan Papua.
Dilihat dari perspektif kebangsaan, apa yang dilakukan
Pemerintah —eksekutif dan legislatif— dengan berbagai
kebijakan, program, alokasi dana, pemihakan tampaknya tidak
menjawab kebutuhan yang sesungguhnya dibutuhkan orang asli
papua saat ini. Semua pihak dari pemerintah mengasumsikan
yang dibutuhkan orang asli papua sebagaimana yang diusulkan
dalam setiap alokasi anggaran setiap tahunnya, seolah-olah
kebijakan Jakarta terhadap Papua telah dapat menyelesaikan
kebutuhan dasar Papua.
Namun, disadari itulah faktanya sampai hari ini, dengan kata
lain, pemerintah gagal memahami apa yang diinginkan oleh
Papua sesungguhnya. Papua tidak ingin pernah merdeka. Papua

1


tidak ingin diperlakukan seperti warga negara kelas dua. Papua
tidak ingin ditindas. Papua menginginkan kedudukan yang sama
dalam mengelola negara ini. Papua memiliki tugas dan
tanggungjawab yang sama, seperti warga bangsa Indonesia
lainnya. Papua memiliki harkat, derajat, martabat, dan harga diri
sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Tuduhan-tuduhan Papua
merdeka, sama sekali tidak berdasar, kalau tidak merupakan
sebuah skenario untuk melakukan upaya penindasan negara
terhadap rakyatnya. Intinya, semua gerakan-gerakan yang
kemudian disebut sebagai gerakan papua merdeka, itu bagian
dari permainan yang dimainkan untuk mempengaruhi psikologis
Jakarta.
Melihat dan memahami cara bermain sebagai sebuah bangsa,
tampaknya kita perlu kembali merujuk apa yang telah dilakukan
oleh para pendiri bangsa Indonesia di awal kemerdekaan. Mereka
dengan kompak melakukan pelbagai permainan yang merespon
kepentingan dunia luar, bukan seperti saat ini para elit bangsa
memainkan anak bangsa bahkan lebih kasarnyanya lagi menjual
anak bangsa ini. Sudah saatnya, kita meninggalkan cara-cara

kuno
dalam
membangun
bangsa
sambil
merubuhkan
kepercayaan bangsa itu sendiri, itulah yang kita rasakan saat ini.
Kita kembali mencoba merumuskan sendi-sendi kekuatan bangsa
Indonesia secara utuh, terutama untuk menghadapi tantangantantangan eksternal.
Ketidakadilan
Pemerintah

dan

Ketidakpercayaan

terhadap

Papua hari ini membutuhkan pengakuan, membutuhkan
persamaan hak, membutuhkan diperlakukan selayaknya sebagai

saudara. Tidak sulit seharusnya untuk menjawab hal itu, namun
persoalannya tidak berhenti disitu. Hak ulayat papua dikebiri,
tanah adat papua dibeli oleh para pemodal dengan harga sangat
murah dan tidak manusiawi. Tanah adat papua sudah tidak jelas
batas-batasnya, seluruhnya menjadi tanah negara, dan papua
tidak memiliki akses pada tanahnya sendiri. Tidak ada bedanya
kelompok indian di Amerika Serikat, diberikan ruang seonggok
tanah yang berada dalam pengawasan pemerintah. Negara tidak
hadir di Papua.
Persoalan yang sering terjadi antara lain kekurangan logistik,
khususnya bagi masyarakat Papua. Di satu sisi, terbatasnya
akses jalan dan moda transportasi yang tersedia untuk
pengangkutan logistik dan bahan bakar minyak tampaknya

2

menjadi salah satu penyebab ekonomi berbiaya tinggi di Papua
saat ini. Di sisi lain, kekurangan logistik memicu salah satunya
adalah terjadinya konflik antar suku di Papua, dan hal ini
difahami oleh aparatur keamanan dan pertahanan negara.

Ketidakadilan yang terjadi di Papua lebih mencerminkan sikap
dari pemerintah, yang lebih cenderung melakukan proses
pembiaran terhadap berbagai fenomena yang menciptakan
kekerasan-kekerasan di masyarakat. Ruang dialog dipersempit,
teriakan-teriakan rakyat Papua tidak didengar, tidak diapresiasi.
Aspirasi diterima, tetapi tidak pernah dibahas sedikitpun, apalagi
direalisasikan, didengar, dijawab, dipenuhi keinginannya, kalau
pun tidak dapat memenuhi semua, bisa dijelaskan kepada rakyat
secara langsung.
Triliunan dana yang beredar di Papua, tetapi tidak pernah sampai
di masyarakat yang paling miskin. Uang beredar di Papua dan
kembali ke Jakarta, melalui berbagai modus dan sikap perilaku
elit politik di seluruh wilayah Papua. Ada apa dibalik ini semua.
Siapa yang melakukan ini. Apa motifnya. Siapa yang diuntungkan
dengan kondisi ini, dan jelas orang asli papua sangat dirugikan
oleh situasi saat ini.
Pekikan merdeka, pekikan lepas dari Republik Indonesia,
merupakan jeritan suara hati Papua, karena diperlakukan secara
tidak adil, diperlakukan bukan sebagai bagian dari anak bangsa
ini. Wajar demikian. Tetapi sesungguhnya, para pemimpin negara

ini, tampaknya perlu melihat secara bijak, bahwa apa yang
disampaikan itu tidak lebih dari akibat tingkat kelelahan yang
sangat tinggi, tingkat keputusasaan yang sangat tinggi, tingkat
ketidakpercayaan yang sangat tinggi, khususnya kepada
pemerintah. Dengan kata lain, tingkat kepercayaan rakyat Papua
terhadap pemerintah --dalam hal ini pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, juga
seluruh lembaga DPR-Papua, DPRD Kabupaten/Kota—sangat
rendah.
Kesadaran
Kolektif
Prasyarat
Peradaban Baru Dunia di Papua

Dasar

Membangun

Kita perlu memahami persoalan dasar yang dihadapi bangsa
Indonesia saat ini, tampaknya kita perlu merujuk kepada tujuantujuan para pendiri negara ini, sebagaimana tertulis dalam

pembukaan UUD 1945 (untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
3

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial). Negara ini dibangun bukan atas nama
dinasti/garis keturunan tetapi didasarkan keinginan luhur untuk
mencapai kemerdekaan sejati, yaitu kemerdekaan bagi seluruh
bangsa-bangsa di dunia, yang didasarkan untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat yang berkeadilan sosial.
Peperangan,
penguasaan
atas
asset
kekayaan
alam,
pembangunan pangkalan militer, penguasaan cadangan dan
produksi minyak dunia, dilakukan sejumlah negara sebagai
alasan melakukan invasi dari satu negara ke negara lain atas
persetujuan dewan keamanan PBB. Ketidak-adilan, keserakahan,

ketamakan, juga pemimpin yang otoriter menjadi salah satu
penyebab terjadinya proses kehancuran peradaban ummat
manusia di abad ini, dimana dengan segala bentuk kemutakhiran
teknologi, kecepatan akses melalui teknologi informasi dan
teknologi persenjataan, dimana dunia sedang menghadapi
kehancuran yang hebat. Sendi-sendi dasar kekuatan akhlak dan
budaya dihancurkan dengan berbagai upaya melalui berbagai
media massa baik cetak dan elektronik.
Saat ini, ukuran sukses seseorang didasarkan kepada basis
materi, pangkat, jabatan, takhta, bukan pada ketinggian akhlak,
budi pekerti yang baik, serta kejujuran dan dapat dipercaya.
Pergeseran nilai dasar inilah yang menjadi fokus kita untuk
memulai kembali upaya-upaya membangun kesadaran yang
dimulai dari diri sendiri, untuk kemudian menjadikan sebuah
kesadaran kolektif, yang diharapkan memiliki tugas dan
tanggung jawab sebagai anak bangsa untuk mewujudkan
kecerdasan kehidupan bangsa dan pada akhirnya mewujudkan
kemerdekaan sejati.
Kesadaran kolektif merupakan upaya membangun kesadaran
bersama seluruh anak bangsa untuk memahami tugas dan

tanggungjawabnya terhadap dunia ini, minimal memahami tugas
dan tanggungjawab atas dirinya sebagai manusia dan wakil
Tuhan di muka bumi. Kesadaran kolektif merupakan fondasi dari
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan kesadaran
kolektif, diharapkan seluruh anak bangsa memiliki peran dan
fungsi hidup yang jelas, bahwa dirinya memiliki tugas dan fungsi
hidup sebagai manusia yang menjalankan tugas-tugas
kemanusiaannya, dan memiliki tugas dan fungsi hidup
menjalankan tugas-tugas keTuhanan dengan cara mewujudkan
sifat dan nama-nama Tuhan dalam kehidupan keseharian,
dengan kata lain mewujudkan nilai-nilai ketuhanan dalam setiap

4

langkah dan gerak hidupnya, sehingga tercermin dalam pola dan
perilaku hidupnya yang menjalankan prinsip-prinsip dasar akhlak
mulia.
Kesadaran kolektif ini adalah bangunan dasar dari sebuah
bangsa yang memiliki kedaulatan dan keadilan sosial, dimana
sistem nilai kesadaran kolektif tumbuh dari nilai-nilai adat dan

nilai-nilai agama, untuk itu peran adat istiadat sebagai pilar
budaya bangsa tampaknya perlu diperkuat sebagai bagian dari
proses membangun kesadaran kolektif bangsa.
Kecerdasan bangsa merupakan produk dari kesadaran kolektif,
dimana seluruh anak bangsa telah memiliki peran dan
tanggungjawabnya dalam proses membangun kecerdasan
seluruh rakyat Indonesia. Kecerdasan bangsa tidak selalu dinilai
dengan seberapa tinggi tingkat pendidikan formal seseorang,
tetapi kecerdasan bangsa diperoleh ketika seluruh anak bangsa
telah mampu menyelaraskan kemampuan pikir dan hati.
Kecerdasan bangsa inilah yang pada akhirnya akan menjadikan
dasar-dasar perdamaian dunia, dimana setiap langkah dan
tindakan khususnya para pemimpin bangsa akan selalu
mempertimbangkan kekuatan akal dan rasa secara bersamaan,
yang pada akhirnya dalam setiap pengambilan keputusannya
didasarkan kepada upaya mencapai keselamatan bersama.
Kecerdasaan bangsa yang menciptakan keselamatan bersama
inilah yang kemudian mewujudkan perdamaian abadi,
kedaulatan rakyat yang berkeadilan sosial.
Kemerdekaan seluruh bangsa-bangsa di dunia, itulah makna

kemerdekaan sejati. Kemerdekaan sejati diproyeksikan sebagai
kemerdekaan atas jati diri sebagai manusia yang mengemban
tugas hidup sebagai wakil Tuhan di muka bumi, yang
memberikan
rasa
aman,
ketentraman,
kesejahteraan,
kemakmuran, dan keadilan bagi seluruh ummat manusia dan
seluruh makhluk di muka bumi.
Membangun Peradaban Dunia Baru di Papua
Kesadaran kemanusiaan, diawali dengan pengertian bahwa kita
berasal dari satu dan untuk satu kesatuan tugas dan fungsifungsi kemanusiaan. Kesadaran kemanusiaan merupakan dasar
gerak dari seluruh organ bangsa Indonesia dalam memulai
sebuah potret Indonesia baru ke depan. setiap individu
merupakan sebuah kesatuan yang utuh dan saling melengkapi
sebagai bagian dari kesadaran kemanusiaannya.
5

Tidak ada perbedaan warna kulit, agama, ras, seluruh anak
bangsa merupakan satu kesatuan yang utuh, yang memiliki
persamaan hak, memiliki tanggungjawab yang sama, khususnya
orang asli papua, juga memiliki tanggungjawab membangun
bangsa Indonesia ini dengan kesadaran kemanusiaannya,
merupakan bagian penting dari bangsa Indonesia. Alenia
pertama ini mendorong pemahaman baru terhadap kesadaran
kemanusiaan merupakan salah satu tugas fungsi hidup setiap
individu manusia Indonesia ke depan.
Dampak
paket-paket
kebijakan
institusi
global
sangat
melemahkan sendi-sendi kemanusiaan, kesenjangan terjadi
antara negara maju dan negara berkembang, bahkan negara
miskin. Negara-negara berkembang dan miskin, sama sekali
tidak memiliki posisi tawar yang cukup untuk keluar dari
proteksi-proteksi dan standar-standar yang cenderung merugikan
negara-negara berkembang dan miskin, bahkan mempengaruhi
kehidupan masyarakat dan kehidupan kemanusiaan, dimana
sebagian besar masyarakat di negara-negara berkembang dan
miskin cenderung menjadi pasar perusahaan-perusahaan
multinasional, dan menjadi pusat konsumsi dan ketergantungan
terhadap produk-produk impor dari negara-negara maju. Perang
saudara, konflik-konflik, perdagangan senjata, perdagangan
narkoba terjadi di berbagai negara berkembang dan miskin, agar
fokus mereka terpecah, dan tidak sempat membangun,
memperbaiki, dan lepas sendi-sendi kemanusiaan dalam
berbangsa dan bernegara.
Kondisi seperti itu, perlu disikapi dengan nilai-nilai kearifan lokal
yang hanya dimiliki masyarakat-masyarakat adat. Negara ke
depan perlu mengajak elemen masyarakat adat sebagai
pengawal peradaban, masyarakat adat perlu didudukan dalam
menata kembali bangsa Indonesia. Kearifan lokal merupakan
prasyarat yang perlu dimasukan dalam setiap proses
pembangunan, dimulai dari perencanaan pembangunan,
pelaksanaan pembangunan dan evaluasi pembangunan.
Masyarakat adat dengan segala hak yang dimilikinya termasuk
hak ulayat, hak atas tanah adat, perlu mendapatakan kembali
tanah-tanah adat mereka tanpa ada batas-batas yang dibuat
oleh undang-undang, khususnya undang-undang kehutanan dan
undang-undang pertanahan. Untuk itu, perlu ada revisi terhadap
undang-undang kehutanan dan undang-undang pertahanan,
dengan memasukan unsur kepentingan dan hak masyarakat
adat.

6

Semua yang dilakukan Papua dan masyarakat Papua seluruhnya
merupakan bagian dari perjuangan untuk menegakkan harkat,
derajat dan martabat kemanusiaan. Selama ini harkat, derajat
dan martabat kemanusiaan berhenti dalam slogan-slogan,
namun sesungguhnya justru perlu upaya serius, perlu kerja
keras, perlu perjuangan yang sungguh-sungguh dalam
menegakkan harkat, derajat dan martabat kemanusiaan.
Harkat kemanusiaan mencerminkan jatidiri kita sebagai bagian
dari ummat manusia sedunia, yang memiliki makna bahwa
setiap individu memiliki jiwa yang bersih.
Derajat kemanusiaan mencerminkan tingkat kepercayaan yang
seharusnya dimiliki oleh setiap individu bangsa Indonesia, yang
memberikan arti bahwa kemuliaan, hati yang bersih, serta
pikiran-pikiran yang jernih yang senantiasa mengawal setiap
aktivitas anak bangsa Indonesia.
Martabat kemanusiaan mencerminkan penghargaan atas sikap,
perilaku, akhlak, setiap individu anak bangsa Indonesia, yang
memiliki integritas, memiliki kepercayaan terhadap diri mereka
sendiri, untuk mendapatkan kepercayaan dari sesama anak
bangsa, dan kepercayaan dari semua.
Seluruh perjuangan ini sesuai dengan amanat Pembukaan UUD
1945 dan Pancasila sebagai ideologi masyarakat adat dan
bangsa Indonesia. Ini penting, bahwa secara eksplisit dinyatakan
bahwa amanat Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila ideologi
masyarakat adat, artinya masyarakat adat dengan segala bentuk
kesadarannya mengakui seluruh isi dan substansi yang
termaktub didalam Pembukaan UUD 1945, dengan demikian
masyarakat adat merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Negara Republik Indonesia secara utuh, tidak terpisah sedikitpun
baik dari sisi sejarah, fakta-fakta yang mendukung bahwa Papua
merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Negara Republik
Indonesia. Demikian pula, Pancasila sebagai ideologi masyarakat
adat memastikan bahwa dasar gerak dan dasar kesadaran
tertinggi
dalam
institusi
masyarakat
adat
merupakan
implementasi seluruh sila dari Pancasila. Pancasila menjadi
landasan utama dari seluruh aktivitas masyarakat adat, dan
seluruh bangsa Indonesia.
Dua prasyarat semangat jiwa-jiwa yang suci dan budi pekerti
yang luhur merupakan komitmen dasar dalam membangun

7

bangsa Indonesia ke depan. Semangat jiwa-jiwa yang suci
mencerminkan bahwa setiap individu bangsa Indonesia ke depan
perlu melahirkan jiwa-jiwa yang suci, jiwa-jiwa yang bersih, jiwajiwa yang hidup dan menghidupkan, jiwa-jiwa yang kudus, yang
melahirkan semangat untuk seluruh anak bangsa Indonesia. Budi
pekerti yang luhur mencerminkan proses yang dilakukan seluruh
individu anak bangsa Indonesia, sebagai insan kamil dalam
menunaikan amanat kemanusiaan dan ketuhanan.
Deklarasi masyarakat adat untuk membangun ruang budaya
yang memberikan tempat bagi semua peradaban untuk hidup
berdampingan secara damai, harmoni dan berkeadilan sosial,
ditopang oleh dua prasyarat tadi. Ruang budaya merupakan
wadah untuk semua, tanpa memandang perbedaan agama, ras,
warna kulit, suku, dan segala bentuk perbedaan lainnya. Ruang
budaya menampung seluruh aspirasi dan kepentingan tanpa
batas, yang memberikan tempat bagi semua peradaban, tidak
hanya agama-agama yang diakui negara saat ini, tetapi
mengakui dan menjadi wadah untuk seluruh agama dan
keyakinan di seluruh dunia ini untuk dapat hidup berdampingan,
secara damai, harmoni dan berkeadilan sosial.
Strategi Membangun Peradaban Dunia Baru di Papua
1) Membangun kesepahaman mengenai persoalan-persoalan
bangsa Indonesia yang tengah dihadapi saat ini;
2) Merekonstruksi peran-peran strategis bangsa Indonesia dalam
menghadapi tantangan-tantangan nasional, regional dan
internasional; dan
3) Memperkokoh kesalingpercayaan antar anak bangsa, sebagai
pilar penting dalam upaya reposisi peran bangsa Indonesia ke
depan.
Pemahaman yang utuh terhadap kondisi yang sesungguhnya
atas negara Republik Indonesia ini, termasuk tekanan-tekanan
yang dipikul oleh Kepala Negara Republik Indonesia, masyarakat
adat sangat memahami seluruh kegalauan, kecemasan, yang
dihadapi khususnya oleh Kepala Negara Republik Indonesia,
namun sangat disayangkan para menteri tidak banyak yang
memahami bahkan tidak mau tahu terhadap kondisi
sesungguhnya negara ini, beserta tekanan-tekanan yang terjadi.

8

Untuk itu, Kepala Negara Republik Indonesia bersama
masyarakat adat di seluruh Indonesia, merekonstruksi peranperan strategis bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangantantangan nasional, regional dan internasional.
Terakhir, memperkokoh kesalingpercayaan antar anak bangsa,
sebagai pilar penting dalam upaya reposisi peran bangsa
Indonesia ke depan.
Agenda Membangun Peradaban Baru di Papua
1. Pembangunan
perekonomian
berbasis
kerakyatan
dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat
setempat. Penanam modal lokal maupun asing yang
melakukan investasi di wilayah Provinsi Papua dan Provinsi
Papua Barat harus mengakui dan menghormati hak-hak
masyarakat adat setempat.
Perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Pusat,
Provinsi, Kabupaten/Kota, dan penanam modal baik dari lokal
maupun asing harus melibatkan masyarakat adat setempat.
Pemberian kesempatan berusaha melakukan pemberdayaan
masyarakat adat agar dapat berperan dalam perekonomian
seluas-luasnya.
2. Hak-hak masyarakat adat tersebut meliputi hak ulayat
masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga
masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Dalam
pelaksanaan hak ulayat, sepanjang menurut kenyataannya
masih ada, dilakukan oleh penguasa adat masyarakat hukum
adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat
setempat, dengan menghormati penguasaan tanah bekas
hak ulayat yang diperoleh pihak lain. Penyediaan tanah
ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat
untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah
dengan masyarakat hukum adat dan warga yang
bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai
penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya.
3. Pemerintah Pusat, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
berkewajiban melindungi hak kekayaan intelektual orang asli
Papua sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak

9

kekayaan intelektual orang asli Papua berupa hak cipta
mencakup hak-hak dalam bidang kesenian yang terdiri dari
seni suara, tari, ukir, pahat, lukis, anyam, tata busana dan
rancangan bangunan tradisional serta jenis-jenis seni lainnya,
maupun hak-hak yang terkait dengan sistem pengetahuan
dan teknologi yang dikembangkan oleh masyarakat asli
Papua, misalnya obat-obatan tradisional dan yang sejenisnya.
Perlindungan ini meliputi juga perlindungan terhadap hak
kekayaan intelektual anggota masyarakat lainnya di Provinsi
Papua dan Provinsi Papua Barat.
Pemerintah pusat memandang perlu adanya
upaya
percepatan di bidang ekonomi dengan memberikan dukungan
khususnya kepada orang asli papua untuk mendapatkan
berbagai akses yang diperlukan serta pendampingan dalam
mengembangkan skala usaha ekonomi mereka, dengan
perlakuan-perlakuan khusus sedemikian, sehingga orang asli
papua memperoleh kesamaan dalam pengembangan
ekonomi dan meningkatnya nilai pendapatan per kapita
orang asli papua untuk hidup lebih sejahtera.
Disadari sepenuhnya upaya percepatan pembangunan
ekonomi itu bukan suatu yang mudah, karena merupakan
suatu transformasi budaya yang sekalipun direkayasa tetap
saja memerlukan suatu proses penyesuaian yang lama dan
panjang. Percepatan itu tidak bisa serta merta karena harus
dilaksanakan dengan prudent. Banyak pihak yang terlibat di
dalamnya, baik dari pihak masyarakat, dunia usaha dan
pemerintah di setiap tingkatan. Rentang waktu sampai
dengan tahun 2025 sebagai batasan waktu pelaksanaan 25
tahun Otonomi Khusus tahap pertama merupakan tahapan
yang sangat krusial untuk mengangkat perekonomian Papua
menjadi sejajar dengan provinsi lainnya.
Pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan di
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, didasarkan pada
prinsip-prinsip:
a. Pembangunan adalah hak.
b. Kelestarian lingkungan.
c. Kesejahteraan.
d. Partisipasi masyarakat.
e. Persetujuan dari masyarakat sejak awal tanpa paksaan
(free priorinformed consent).

10

4.

Pola Pemanfaatan Tanah Ulayat (menurut Prof. Dr Maria S. W.
Sumardjono, SH, MCL, MPA)
A. Pemanfaatan tanah ulayat tanpa pemberian hak atas
tanah di atas tanah Ulayat, dimana bentuk-bentuk
perjanjian pemanfaatan tanah ulayat sebagai berikut:
a. Sewa;
b. Pinjam pakai;
c. Kerjasama pemanfaatan
a. Konstruksi hukum: hubungan keperdataan
b. Jangka waktu: sesuai perjanjian
c. Untuk MHA: sesuai dengan konsepsi bahwa
tanah tidak dapat dilepaskan untuk selamalamanya.
d. Untuk pihak lain: tanah tidak dapat dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak
Tanggungan (UU No. 4Tahun 1996) tetapi
nilai ekonomis dari pengusahaan di atas
tanah ulayat tersebut dapat dijadikan
jaminan utang dengan dibebani fidusia (UU
No. 42 Tahun 1999)
B. Pemanfaatan tanah ulayat dengan pemberian hak atas
tanah
1. Pemberian hak atas tanah di atas tanah ulayat menurut
UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA).
 Konstruksi hukum: tanah ulayat dilepaskan oleh MHA
è tanah negara è pemohon mengajukan hak atas
tanah misalnya HGU, di atas tanah negara (bekas
tanah ulayat).
 Untuk MHA: tidak sesuai dengan konsepsi bahwa
tanah tidak dapat dilepaskan untuk selama-lamanya,
pihak lain hanya “memakai” atau menggunakan
untuk jangka waktu yang terbatas.
 Untuk pihak lain: memberikan jaminan kepastian
hukum dan kepastian berusaha; HGU dapat dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
2. Pemberian hak atas tanah di atas tanah ulayat menurut
RUU Pertanahan.
 Konstruksi hukum: tanah ulayat tidak perlu
dilepaskan. Hak atas tanah, misalnya HGU, diberikan
11

berdasarkan perjanjian tertulis dengan MHA; jika
jangka waktu berakhir tanah kembali kepada MHA;
jika dikehendaki untuk diperpanjang, harus ada
rekomendasi/persetujuan dari MHA.
 Bagi pihak lain: memberikan jaminan kepastian
hukum dan kepastian berusaha; HGU dapat dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
 Bagi MHA: tanah tidak dilepaskan untuk selamalamanya (sesuai dengan konsep hubungan hukum
MHA dengan tanah).

C. Hal-hal krusial terkait pemanfaatan tanah ulayat
1. Pemahaman tentang struktur kemasyarakatan MHA
untuk menentukan pihak-pihak dalam perjanjian.
2. Pemahaman konsepsi hubungan antara hak ulayat
sebagai
kepunyaan
bersama;
walaupun
sudah
dibagikan kepada anggota, tetapi ketika akan
dimanfaatkan oleh pihak lain, harus dengan pesetujuan
MHA secara keseluruhan.
3. Batas wilayah MHA yang jelas.
4. Kesepakatan berdasarkan free, prior and informed
consent dan ketentuan hukum adat yang berlaku.
5. Bentuk dan besaran ganti kerugian/imbalan atas
penyerahan tanah ulayat (nilai sosial dan magis-religius
vs nilai ekonomis tanah).
6. Terkait
usulan
pemilikan
saham
MHA
perlu
dipertimbangkan hal-hal sbb:
a. dengan dimanfaatkannya sebagian tanah ulayat,
maka MHA kehilangan kesempatan memanfaatkan
tanah
untuk
kepentingannya
sendiri.
Untuk
opportunity lost ini perlu diberikan rekognisi/imbalan
yang sesuai dengan kehilangan tersebut.
b. Jika nilai untuk imbalan tersebut sudah diperoleh,
nilai ini yang dijadikan dasar perhitungan porsi
kepemilikan saham; atau, nilai untuk tanah sebagian
diberikan dalam bentuk rekognisi/imbalan sebagian
dalam bentuk kepemilikan saham.
12

c. Untuk menentukan nilai sebagian tanah ulayat MHA
tersebut diperlukan peran penilai independen yang
harus mempertimbangkan faktor sosial-budayareligius bidang tanah MHA disamping faktor
ekonominya.
d. Kelompok MHA yang bidang tanahnya dimanfaatkan
diwujudkan dalam bentuk Koperasi.
D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perjanjian
pemanfaatan tanah Ulayat MHA
1. Perjanjian
pemanfaatan
tanah
(“perjanjian”)
dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat setelah
memperoleh persetujuan tertulis dari warga MHA.
2. Wakil MHA dalam perjanjian adalah penguasa adat
yang ditunjuk oleh warga MHA menurut ketentuan
hukum adat MHA yang bersangkutan.
3. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian dimuat
dalam akta otentik.
4. Bidang tanah ulayat yang dimanfaatkan dalam
perjanjian adalah bidang tanah yang belum
dimanfaatkan oleh MHA, dan tidak meliputi bidang
tanah yang merupakan sumber kehidupan dan
tempat keramat/sakral MHA.
5. Batas-batas bidang tanah ulayat yang dimanfaatkan
itu
ditentukan
oleh
MHA
ybs
dengan
mengikutsertakan penguasa adat yang letak
tanahnya berbatasan.
6. Persetujuan batas bidang tanah ulayat dalam butir
lima
dituangkan
dalam
Berita
Acara
yang
ditandatangani oleh penguasa adat MHA ybs,
penguasa adat yang letak tanahnya berbatasan, dan
pejabat pemerintahan setempat (kepala distrik,
kepala kampung).
7. Identitas MHA yang tanahnya dimanfaatkan dalam
perjanjian dimuat dalam Surat Pernyataan yang
memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Nama asli/sebutan hak Ulayat MHA ybs.
b. Nama asli MHA ybs.
c. Struktur kemasyarakatan

13

d. Penguasa adat yang berwenang mengatur
penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
Ulayat.
e. Nama-nama seluruh anggota MHA ybs.
8. Surat Pernyataan dalam butir tujuh ditandatangani
oleh penguasa adat MHA ybs dan pejabat
pemerintahan setempat.
Kebijakan pemanfaatan tanah ulayat
perlu dirancang
dengan kehati-hatian melalui pemahaman yang utuh
terhadap struktur sosial MHA yang bersangkutan, konsepsi
hubungan MHA dengan tanahnya, dan hukum adat yang
berlaku serta ditaati oleh MHA, sehingga pola pemanfaatan
yang dipilih dapat memberikan kepastian hukum, dan
bermanfaat bagi para pihak.
Kekurangpahaman
terhadap
struktur
MHA
yang
bersangkutan berpotensi menimbulkan konflik /sengketa.
Selain itu, perlu didorong penerbitan RUU Pertanahan dan
RUU Pengakuan Hak MHA.

5.

Pengakuan Wilayah Adat sebagai Prasyarat Pembangunan
(menurut Myrna Safitri)
Pembangunan harus dilihat sebagai hak dan pemenuhan
hak asasi manusia.
Hak atas pembangunan menurut Deklarasi PBB:
“an inalienable human right by virtue of which every human
person and all peoples are entitled to participate in,
contribute to, and enjoy economic, social, cultural, political
development, in which all human rights and fundamental
freedoms can be fully realized.”
Apa
yang
penting
pembangunan?

dalam

pelaksanaan

hak

atas

• Pengakuan terhadap hak atas tanah dan sumber daya
alam;
• Partisipasi yang hakiki dalam tiap tahap pembangunan;
14

• Pelaksanaan
prinsip
free,
prior-informed
consent
(persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan,
Padiatapa)
• Kesempatan yang sama;
• Tersedianya kondisi yang memungkinkan terpenuhinya
hak-hak asasi manusia.
Dengan demikian pengakuan atas wilayah adat adalah
keniscayaan, dan prasyarat bagi terpenuhinya hak atas
pembangunan.
Pengakuan wilayah adat dalam kaitan dengan pengukuhan
kawasan hutan Pengakuan hutan adat dalam kaitan dengan
pelaksanaan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012.
Prioritas Kebijakan Pemantapan Kawasan Hutan Papua
(Permenhut P.32/Menhut-II/2013)
• Meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui
percepatan penetapan kawasan hutan.
• Menertibkan dan menegakan hukum di kawasan hutan
serta menyelesaikan konflik kawasan hutan khususnya
konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan dan
sebagian permasalahan hukum adat.
• Meningkatkan pengakuan hak hutan adat dan ruang kelola
masyarakat adat.
• Mengarusutamakan
KPH
sebagai
pusat
pelayanan
pengelolaan kawasan hutan.

Perlu menyegerakan pengukuhan kawasan hutan dengan:
 Inventarisasi, identifikasi, verifikasi klaim wilayah adat
dalam kawasan hutan;
 Dialog antar komunitas di wilayah-wilayah yang diklaim
sebagai wilayah adat
 Pemetaan wilayah adat dengan skala 1:50.000 (di dalam
kawasan hutan koordinasi BPN dan Kemenhut)
 Konsultasi dengan masyarakat apakah wilayah adat akan
menjadi hutan adat atau tidak.
Tugas Pemda
• Memastikan ketersediaan data
kelompok masyarakat adat;

yang

akurat

tentang

15

• Menciptakan mekanisme inventarisasi, identifikasi dan
verifikasi hak yang dapat menghindarkan penunggang
gelap;
• Memastikan terpenuhinya hak-hak kelompok perempuan
dan miskin dan ketiadaan manipulasi elit dalam proses
pengambilan keputusan
• Pemberdayaan sosial, ekonomi dan hukum pasca
pengukuhan kawasan hutan
Prinsip-prinsip Pengaman Tata Kelola
• Ketersediaan kebijakan dan instrumen hukum di tingkat
nasional dan daerah yang relevan
• Informasi yang transparan dan aksesibel bagi masyarakat
• Kelembagaan daerah dan kelembagaan masyarakat yang
akuntabel
• Partisipasi masyarakat dan masyarakat sipil dalam
pembuatan dan monitoring kebijakan
• Penegakan hukum yang berkeadilan
• Pencegahan dan penanganan korupsi
Prinsip-prinsip kerangka pengaman sosial
• Kepastian status dan hak atas wilayah adat
• Menghormati dan memberdayakan pengetahuan dan hak
masyarakat adat
• Partisipasi penuh, efektif, berkeadilan gender
• Mekanisme penyelesaian konflik
• Pembagian manfaat secara adil
Prinsip-prinsip kerangka pengaman lingkungan
• Mendukung keanekaragaman hayati, perlindungan hutan
alam dan jasa lingkungan
• Mendukung kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan
• Menjalankan prinsip kehati-hatian melalui pelaksanaan
kajian lingkungan hidup strategis (UU No. 32/2009)

6.

Dana Alokasi Khusus untuk Kesejahteraan Orang Asli Papua
Dana Alokasi Khusus saat ini dikelola secara langsung
berdasarkan usulan-usulan Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota dengan mengusulkan berbagai
program terkait peningkatan infrastruktur dan program
lainnya, namun ke depan diusulkan agar setiap rumah
tangga di Papua khususnya orang asli Papua dapat
menerima dana alokasi khusus melalui program-program

16

yang dibuat secara bersama antara lembaga masyarakat
adat Papua, Gereja dan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota sebagai bagian dari upaya memberikan
pemberdayaan secara langsung berupa program-program
pengentasan kemiskinan dalam bentuk dana alokasi khusus.
7.

Pelibatan Seluruh Elemen Orang Asli Papua dalam Kegiatan
Ekonomi Produktif dalam 5 wilayah adat di Provinsi Papua
dan 3 wilayah adat di Provinsi Papua Barat
Kegiatan afirmasi ini ditujukan kepada seluruh elemen orang
asli papua tanpa kecuali, mendapatkan akses dan
kesempatan yang sama dalam berbagai kegiatan ekonomi
produktif, sehingga seluruh elemen orang asli Papua
diberikan
kesempatan
seluas-luasnya
untuk
mengembangkan diri dan keluarganya dalam meningkatkan
tingkat
pendapatan
per
kapitanya
secara
berkesinambungan, untuk itu diperlukan berbagai dukungan
pembiayaan dalam bentuk perkoperasian di seluruh wilayah
adat di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Dukungan pembiayaan dapat diperoleh dari dana
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota, juga dana-dana yang bersifat hibah dan
tidak mengikat dari program-program CSR perusahaanperusahaan BUMN dan perusahaan asing.***

17