BANDINGKAN BUDAYA YANG ADA DI INDONESIA

BANDINGKAN BUDAYA YANG ADA DI INDONESIA,
DAN FUNGSI KEBUDAYAAN BAGI MASYARAKAT

A. SETIAP BUDAYA BERBEDA SATU SAMA LAIN.

Kebudayaan sebagai hasil karya, karsa, dan cipta manusia yang digunakan untuk
menghadapi lingkungan tempat manusia itu hidup, E.B Taylor (dalam Suhandi, 1987:31).
Budaya daerah, ada khasanah kekayaan budaya bangsa Indonesia. Budaya daerah
adalah karakter bangsa, identittas dan kekayaan budaya kita lah yang membuat kita berbeda
dari bangsa lainnya didunia ini. Dan negara mempunyai tanggung jawab untuk menghormati
dan memelihara kekayaan bangsa tersebut. Seperti yang tertuang dalam pasal 32 ayat 1 UUD
1945, bahwa “negara berkewajiban memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Sedangkan ayat 2 nya menyebutkan “ Negara
menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kebudayaan nasional”.
Tidak ada yang menghendaki kita hidup bercerai berai hanya karena alasan kita
berbeda satu sama lainnya dalam hal berbeda etnis, bahasa, keyakinan, kebiasaan, makanan,
dan lain-lain. Tulisan ini sengaja disajikan dengan tujuan mengangkat sebuah tema penting
seperti mengapa kita berbeda dan upaya apa yang seharusnya kita lakukan untuk menyikapi
perbedaan itu, sehingga perbedaan itu tidak perlu dipersoalkan apalagi sampai menyulut
konflik sosial yang justru akan menghancurkan kehidupan kita di muka bumi ini.

MENGAPA KITA BERBEDA?
Jawaban awam adalah karena kita memiliki kebudayaan yang berbeda. Jawaban ini bisa
dibetulkan, namun masih perlu banyak klarifikasi dan contoh-contohnya. Menurut Panikos
Panayi(2000) bentuk-bentuk keberagaman/anekawarna/perbedaan itu dapat dilihat dari dua
hal, yaitu:
Pertama, Perbedaan secara biologis mencakup:
a. Jenis Kelamin(seks) seperti laki-laki dan perempuan

1

b. Usia. Yang lebih penting di sini adalah pembedaan antara usia muda dan tua
c. Intelektual, yaitu pembedaan yang ditentukan oleh kepandaian/kepintaran seseorang. Di
sini juga berhubungan dengan perbedaan pendapat atau persepsi seseorang terhadap suatu
masalah.
d. Ras. pembedaan di sini ditentukan oleh asal-usul dan pengolongan ras umat manusia
seperti Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, dan ras-ras khusus seperti:Polynesia, Weddid,
Australoid, Ainu, Bushman, Melanozoid.
Kedua, Perbedaan Berdasarkan Kondisi Sosial Budaya, Mencakup:
a. Suku bangsa yang berhubungan dengan adat-istiadat, kesenian, pakaian, bahasa, teknologi,
sistem pengetahuan, ciri-ciri fisik, ritual, makanan khas/ tradisional, dan kesamaan dalam tata

nilai, pandangan tentang jagad raya, dan lain-lain.
b. Agama berhubungan dengan kepercayaan/keyakinan umat manusia pada Tuhan Yang Maha
Esa. Yang penting ditunjukkan di sini bahwa kita mengenal banyak agama: Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha, Kaharingan.
c. Klan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu klan besar dan klan kecil. Klan besar adalah
suatu kelompok kekerabatan yang berasal dari satu nenek moyang, dan klan kecil adalah
suatu kelompok kekerabatan yang terdiri dari satu nenek moyang melalui garis keturunan
ayah atau garis ibu. Klan berarti kerabat atau Marga di Sumatera atau Buay di Lampung.
d. Profesi berhubungan erat dengan keahlian dan jabatan seseorang dan profesi inipun
menciptakan keanekaragaman dalam masyarakat.
Pertanyaan selanjutnya adalah faktor apa yang membuat perbedaan-perbedaan itu?
Untuk menjawab pertanyaan ini kita diminta untuk terlebih dahulu memahami konsep
kebudayaan karena kebudayaan adalah suatu alat yang berguna untuk memahami prilaku
manusia di seluruh dunia, juga di negeri kita sendiri. Pandangan-pandangan mengenai konsep
ini terutama berasal dari ilmu-ilmu prilaku manusia(Behavioral Sciences) seperti sosiologi,
antropologi dan psikologi. Ilmu-ilmu sosial tersebut mempelajari dan menjelaskan kepada
kita tentang bagaimana orang-orang berprilaku, mengapa mereka berprilaku demikian, dan
apa hubungan antara prilaku manusia dengan lingkungannya. Secara umum kita cendrung
memandang prilaku orang lain dalam konteks latar belakang kita sendiri(etnosentrisme),
yaitu kita melihat dan menilai orang lain dari perspektif “dunia kecil” kita sendiri dan

karenanya bersifat subjektif. Antropologi sosial, pada khususnya membantu kita untuk
menyeimbangkan perspektif kita dengan memberikan cara-cara yang objektif untuk
menganalisis dan mengantisipasi kemiripan-kemiripan dan perbedaan-perbedaan budaya.
Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai

2

suatu proses adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Perubahan suatu
lingkungan dapat pula mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan kebudayaan, dan
perubahan kebudayaan dapat pula terjadi karena mekanisme lain seperti munculnya
penemuan baru(invention), penyebaran kebudayaan(difusi) dan penerimaan kebudayaan
lain(akulturasi).
Hubungan timbal balik antara manusia dan alam akan menciptakan suatu
kebudayaan baru dan perubahan kebudayaan. Misalnya, bagaimana manusia berusaha hidup
harmonis atau beradaptasi dengan alam, yaitu membangun rumah tahan gempa di daerah
rawan gempa; orang Dayak membangun rumah panggung untuk mengantisipasi bahaya
banjir dan binatang buas; Orang Eskimo tinggal di rumah Igloo dan membuat pakian dari
kulit binatang agar tahan terhadap cuaca dingin ; masyarakat yang tinggal di tepi pantai dan
masyarakat yang tinggal di pedalaman, masyarakat di pedesaan dan masyarakat di perkotaan
pasti memiliki mentalitas dan kepribadian yang berbeda yang ditempa oleh alam di mana

mereka berada. Misalnya masyarakat pedesaan masih memiliki ciri masyarakat komunal dan
subsisten, sementara di perkotaan masyarakat bercirikan masyarakat individual dan
materialistis. Masyarakat nelayan yang tinggal di tepi pantai pada umumnya memiliki sifat
keras dan pemberani karena sudah dibentuk oleh alam yang ganas seperti ombak dan
gelombang yang sangat berbahaya.

B. FUNGSI "KEBUDAYAAN" BAGI "MASYARAKAT".

"Kebudayaan" mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan "masyarakat".
"Masyarakat" memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menjalani
kehidupannya. Kebutuhan-kebutuhan "masyarakat" tersebut sebagian besar dipenuhi oleh
"kebudayaan" yang bersumber pada "masyarakat" itu sendiri. Mengapa sebagian besar? .....
Karena kemampuan manusia terbatas sehingga kemampuan "kebudayaan" yang merupakan
hasil ciptaannya juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan.
Hasil karya "masyarakat" melahirkan teknologi atau "kebudayaan" kebendaan yang
mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi "masyarakat" terhadap lingkungan
dalamnya. Teknologi pada hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh unsur, yaitu:
3

1. Alat-alat produktif.

2. Senjata.
3. Wadah.
4. Makanan dan minuman.
5. Pakaian dan perhiasan.
6. Tempat berlindung dan perumahan.
7. Alat-alat transport.
Dalam rangka melindungi diri terhadap lingkungan alam, pada taraf permulaan
manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak di dalam batas-batas untuk
melindungi dirinya. Taraf seperti ini masih dijumpai pada "masyarakat" yang sampai
sekarang ini masih rendah taraf "kebudayaan"nya. Taraf teknologi mereka belum mencapai
tingkatan kemungkinan-kemungkinan untuk memanfaatkan dan menguasai lingkungan
alamnya.
"Masyarakat" yang sudah kompleks yang taraf "kebudayaan"nya lebih tinggi,
kondisinya sudah berlainan dengan taraf permulaan. Hasil karya manusia yaitu teknologi,
memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas untuk memanfaatkan hasil-hasil
alam dan apabila memungkinkan ---- akan menguasai alam. Perkembangan teknologi di
negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Jerman dan sebagainya, merupakan contoh di
mana "masyarakat"nya tidak lagi pasif menghadapi tantangan alam sekitarnya.
Karsa "masyarakat" mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat p erlu
untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan ke"masyarakat"an. Karsa merupakan daya

upaya manusia untuk melindungi diri terhadap kekuatan-kekuatan lain yang ada di dalam
"masyarakat". Untuk menghadapi kekuatan-kekuatan yang buruk, manusia terpaksa
melindungi diri dengan cara menciptakan kaidah-kaidah yang pada hakikatnya merupakan
petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berlaku di dalam
pergaulan hidup.
"Kebudayaan" mengatur supaya manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak, berbuat menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain.
Setiap orang bagaimanapun hidupnya, akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya
4

sendiri. Kebiasaan (habit) merupakan suatu perilaku pribadi --- yang berarti kebiasaan orang
seorang itu berbeda dari kebiasaan orang lain, walaupun mereka hidup dalam satu rumah.
Kebiasaan menunjuk pada suatu gejala bahwa seseorang di dalam tindakan-tindakannya
selalu ingin melakukan hal-hal yang teratur baginya.
KEBIASAAN (HABIT), ADAT ISTIADAT (CUSTOM) DAN POLA POLA PERILAKU
(PATTERNS OF BEHAVIOR).

Kebiasaan-kebiasaan yang yang akan diakui dan dilakukan pula oleh orang-orang
lain yang se"masyarakat".Bahkan karena begitu mendalamnya pengakuan akan dijadikan
patokan bagi orang lain --- bahkan mungkin akan dijadikan peraturan. Peraturan yang

dijadikan dasar bagi hubungan antara orang-orang tertentu sehingga tingkah laku atau
tindakan masing-masing dapat diatur menimbulkan norma atau kaidah. Kaidah yang timbul
dari "masyarakat" sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat lazimnya dinamakan adat
istiadat (custom).
Di samping custom, ada kaidah-kaidah yang dinamakan peraturan (hukum), yang
biasanya sengaja dibuat dan mempunyai sanksi tegas. Peraturan bertujuan membawa suatu
keserasian dan memperhatikan hal-hal yang bersangkut-paut dengan keadaan lahiriah
maupun batiniah manusia. Peraturan (hukum) dibuat oleh negara atau badan-badan negara
yan diberi wewenang, seperti MPR, DPR di Indonesia, pemerintah dan sebagainya. Ada yang
bersifat tertulis dan tidak tertulis, di mana yang terakhir di Indonesia dinamakan hukum adat.
Di dalam setiap "masyarakat" terdapat pola-pola perilaku atau patterns of behavior
yaitu merupakan cara-cara "masyarakat" bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus
diikuti oleh semua anggota "masyarakat" tersebut.
Pola-pola perilaku berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak
seseorang anggota "masyarakat" yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain.
Pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila
seseorang berhubungan dengan orang-orang lain --- dinamakan social organization.
Kebiasaan tidak perlu dilakukan seseorang di dalam berhubungan dengan orang lain.
Khusus dalam mengatur hubungan antar manusia, "kebudayaan" dinamakan pula struktur
normatif atau menurut Ralph Linton, designs for lifing (garis-garis atau petunjuk dalam

5

hidup). Yang dapat diartikan bahwa "kebudayaan" adalah suatu garis-garis pokok tentang
perilaku atau blueprint for behavior, yang menetapkan peraturan-peraturan mengenai apa
yang seharusnya dilakukan, apa yang dilarang dan sebagainya.
Kaidah-kaidah "kebudayaan" berarti peraturan tentang tingkah laku atau tindakan
yang harus dilakukan dalam suatu keadaan tertentu --- yang mencakup tujuan "kebudayaan"
maupun cara-cara yang dianggap baik untuk mencapai tujuan tersebut. Kaidah-kaidah
"kebudayaan" mencakup peraturan-peraturan yang beraneka warna yang mencakup bidang
yang sangat luas. Namun --- untuk kepentingan penelitian "masyarakat", secara sosiologis
dapat dibatasi pada empat hal sebagai berikut:
1. Kaidah-kaidah yang dipergunakan secara luas dalam suatu kelompok manusia tertentu.
2. Kekuasaan yang memperlakukan kaidah-kaidah tersebut.
3. Unsur-unsur formal kaidah itu.
4. Hubungannya dengan ketentuan-ketentuan hidup lainnya.
Berlakunya kaidah dalam suatu kelompok manusia sangat tergantung pada kekuatan kaidah
tersebut sebagai petunjuk tentang bagaimana seseorang harus berlaku: Yaitu sampai seberapa
jauh kaidah-kaidah tersebut diterima oleh anggota kelompok sebagai petunjuk perilaku yang
pantas.
Jika manusia sudah dapat mempertahankan diri dan beradaptasi dengan alam, juga

telah dapat hidup dengan manusia-manusia lain dalam suasana damai, maka timbullah
keinginan manusia untuk menciptakan sesuatu untuk menyatakan perasaan dan keinginannya
kepada orang lain, yang juga merupakan fungsi "kebudayaan". Misalnya kesenian yang dapat
berupa seni suara, seni musik, seni tari, seni lukis dan sebagainya. Hal ini bertujuan,
disamping untuk mengatur hubungan antar manusia, juga untuk mewujudkan perasaanperasaan seseorang. Dengan demikian --- Fungsi "kebudayaan" sangat besar bagi manusia,
yaitu untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antar manusia dan sebagai
wadah segenap perasaan manusia.

6

PENUTUP

Kita memang berbeda, namun bukan untuk dibeda-bedakan. Perbedaan/keragaman
tersebut merupakan anugerah yang patut kita hormati, akui, dan kita hargai sebagai sebuah
realitas sosial yang tidak bisa kita tolak. Secara ilmiah, alam dan manusialah yang membuat
kita berbeda dari Sabang sampai Marauke. Yang terpenting bagi kita semua adalah adanya
kemauan untuk memahami, menghargai, mengakui dan menerima keberagaman yang sudah
menjadi realitas sosial. Memahami kebudayaan lain bukan berarti lalu menerima dan
mempraktekkannya dalam diri kita.
Sesungguhnya kita bangsa Indonesia sudah lama mengenal masyarakat Bhinneka

Tunggal Ika, kita tahu itu, kita menyadari bahwa kita memiliki keanekaragaman suku,
budaya, agama, bahasa, dan lain-lain. Namun ada satu hal yang masih dan sangat perlu
dibentuk melalui pendidikan multikultural dan pemahaman tentang relativitas budaya di atas
adalah menumbuhkan rasa dan kesadaran kita tentang pentingnya menghargai, mengakui, dan
menerima

keberagaman

yang

sudah

ada.

Biarlah

tiap-tiap

suku


bangsa(Etnik)

mengembangkan masyarakat dan kebudayaannya dan memupuk kebanggaan terhadap
keungulan etniknya masing-masing, tetapi dengan syarat tetap menjunjung tinggi identitas
nasional(nasionalisme) sebagai bangsa Indonesia. Kita pelihara kesatuan(berbagai identitas
etnik) dan persatuan(bangsa Indonesia).
Apabila kita kurang bijak dan kurang terbuka menyikapi keberagaman yang
semakin kompleks ini, maka konflik sosial yang berakibat pada kehancuran umat manusia
dan disebabkan oleh kebodohan umat manusia, telah menunggu-ibarat mulut buaya yang
sedang menganga menunggu mangsanya. Maka tidak keliru, apabila Marthin Luther King, Jr
mengingatkan kita semua dengan sebuah kalimat: “Unless we learn how to live together as
brothers and sisters, we shall die together as fools.”

7

8