RANSIN BIOETANOL DAN RANCANG BANGUN ALAT
BIOETANOL DAN RANCANG BANGUN ALAT DESTLASI
SEDERHANA
Nama : Muhammad Furqan
NIM : 1005106010043
MATA KULIAH RANCANGAN MESIN DAN PERALATAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Harga minyak dunia yang melambung, sudah lama diprediksi. Logikanya, minyak bumi
(fossil fuel) adalah bahan bakar yang tak dapat diperbaharui. Cepat atau lambat, minyak
dunia akan habis. Saat ini, harga minyak memang sedang booming karena kebutuhan negaranegara industri baru.
Kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) saat ini semakin meningkat karena BBM
sudah merupakan kebutuhan vital bagi manusia. Sebagian besar atau bahkan hampir semua
teknologi yang digunakan menggunakan bahan bakar minyak sebagai sumber energi. Tetapi
BBM yang kita gunakan saat ini semakin langka. Hal ini dikarenakan kuantitas minyak bumi
pada lapisan bumi terus menipis akibat dari eksploitasi terus-menerus. Satu kelemahan dari
minyak bumi adalah sifatnya yang tidak mudah diperbaharui. Proses pembentukan minyak
bumi membutuhkan waktu berjuta-juta tahun. Hal tersebut mengakibatkan harga minyak
bumi semakin meningkat.
Salah satu sumber energi yang bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif adalah
bioetanol. Selain bisa menjadi pengganti BBM bioetanol juga mampu sebagai Octane
Booster, artinya alkohol mampu menaikkan nilai oktan dengan dampak positif terhadap
efisiensi bahan bakar dan menyelamatkan mesin. Fungsi lain adalah oxigenating agent, yakni
mengandung oksigen sehingga menyempurnakan pembakaran dengan efek positif
meminimalkan pencemaran udara. Bahkan berfungsi sebagai Fuel extender, yakni
menghemat bahan bakar fosil. Campuran bioetanol 3% saja, mampu menurunkan emisi
karbonmonoksida menjadi hanya 1,35%.
Ke depan, jika negara-negara di dunia tak segera mengantisipasi kelangkaan fossil fuel,
harga minyak akan naik tinggi. Tapi sebaliknya, jika negara-negara di dunia menyiapkan
antisipasinya sejak sekarang, niscaya harga minyak tak akan naik lagi, bahkan bisa turun.
Mengapa? Karena dunia nantinya bisa mencari pengganti minyak fosil yang aman, murah,
dan mudah diproduksi oleh siapa pun. Saat ini, industri minyak hanya dipegang oleh para
pemodal besar.
Seiring dengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang
penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya,
kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami
peningkatan yang signifikan.
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Produk bioetanol yang memenuhi
standar, hampir bisa dikatakan, tidak mempunyai efek samping yang merugikan selama
dipakai memenuhi kriteria.
Menurut Bustaman (2008), penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai
beberapa keunggulan dibanding dengan bensin, yaitu :
1. Kandungan oksigen yang tinggi mencapai 35% sehingga jika dibakar sangat bersih.
2. Ramah lingkungan karena emisi gas karbon-mono-oksida lebih rendah yakni sekitar 1925% dibanding BBM sehingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbon
dioksida di atmosfer dan bersifat terbarukan, sedangkan BBM akan habis karena bahan
bakunya fosil.
3. Sumber daya dapat diperbaharui (renewable resources).
4. Bioetanol aman digunakan sebagai bahan bakar, karena etanol karena titik nyala etanol 3
kali lebih tinggi dibandingkan.
5. Emisi hidrokarbon lebih sedikit.
6. Konsumsi bahan bakar mengalami pemurnian seiring dengan meningkatnya kandungan
etanol.
Dalam proses pembuatan bioetanol ini, calon peneliti melibatkan biakan Trichoderma
reesei dan Zymomonas Mobilis. Dimana Trichoderma reesei digunakan untuk mengubah
selulosa menjadi glukosa. Sedangkan Zymomonas mobilis berfungsi untuk mengubah
glukosa menjadi etanol. Trichoderma reesei merupakan mikroorganisme yang mampu
menghancurkan selulosa dan memiliki kemampuan mensintesis beberapa faktor essensial
untuk melarutkan bagian selulos yang terikat kuat dengan ikatan hidrogen. Untuk
Zymomonas mobilis, biakan ini mampu hidup pada kondisi kadar glukosa tinggi serta
pertumbuhannya cepat. diduga juga sebagai mikroorganisme paling ideal penghasil etanol
karena memproduksi etanol terbanyak, toleran terhadap etanol konsentrasi tinggi dan pH
rendah. Zymomonas mobilis merupakan bakteri anaerob fakultatif yang memanfaatkan
glukosa, sukrosa dan fruktosa untuk menghasilkan etanol dengan jalur metabolisme Enter deudoroff Pathway.
Keuntungan Zymomonas mobilis daripada S. cerevisia yakni; asupan gula dan hasil
etanol lebih tinggi, produksi biomasa yang lebih rendah, toleransi terhadap etanol lebih
tinggi, dan tidak memerlukan tambahan kontrol oksigen selama fermentasi.
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan
etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar).
Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian
besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan
konsentrasi 95 % volume. Semakin murni etanol, semakin bagus untuk mesin. Harga jualnya
pun lebih tinggi.
Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan perbedaan titik
didik atau titik cair dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. Dalam proses
destilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap
pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka perangkat
peralatan destilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin.
Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih
lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondenser yaitu pendingin, proses
pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air kedalam dinding (bagian luar condenser),
sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus menerus dan
akhirnya kita dapat memisahkan seluruh senyawa-senyawa yang ada dalam campuran
homogen tersebut.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan vital bagi manusia dan sekarang jumlahnya
semakin berkurang.
2. Beberapa limbah pasar seperti buah dan sayur merupakan biomassa yang mengandung
lignoselulosa yaitu berupa selulosa yang dapat diolah menjadi bioetanol.
1.3. Batasan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
Limbah yang digunakan adalah buah dan sayur sisa yang tidak layak jual.
Mikroba yang digunakan untuk tahapan hidrolisis adalah Trichoderma reesei.
Mikroba yang digunakan untuk fermentsi adalah Zymomonas mobilis.
pH yang digunakan pada pertumbuhan mikroba adalah 3-6.
Suhu yang digunakan adalah suhu kamar (270C).
1.4. Rumusan Masalah
1.
Berapakah kondisi hidrolisis optimum dari limbah pasar dengan menggunakan mikroba
Trichoderma viride?
2. Berapakah kondisi fermentasi optimum dengan menggunakan mikroba Zymomonas mobilis
3. Berapakah kadar bioetanol yang dihasilkan dari satu Kg Limbah Pasar?
1.5. Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui kondisi hidrolisis optimum dari limbah pasar dengan menggunakan mikroba
Trichoderma viride
2. Mengetahui kondisi fermentasi optimum dengan menggunakan mikroba Zymomonas
mobilis.
3. Mengetahui kadar bioetanol yang dihasilkan dari satu Kg limbah pasar.
1.6. Manfaat Penelitian
1.
Dapat mengubah limbah sisa pasar menjadi bioetanol sebagai solusi alternatif pengganti
bahan bakar minyak yang dapat diperbaharui.
2. Memberikan wawasan dan peluang bisnis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Pasar
Limbah pasar tidak hanya plastic dan sejenisnya, tapi melainkan buah dan sayur. Buah
dan sayur dapat membuat bau busuk yang sangat mengganggu indra penciuman manusia.
Buah yang sering digunakan untuk bioetanol adalah Jeruk, Semagka, Pepaya, Selada, Sawi
dan lain-lain. Seiring perkembangan zaman, bioetanol mulai digandrungi oleh negara-negara
maju dan berkembang karena jika hanya bergantung pada bahan bakar fosil dunia akan
kacau karena penggunaan bahan bakar fosil (Suprapto dan Rasyid, 2002).
2.2. Lignin
Lignin adalah polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga
dimensi dari sinamil alkohol (turunan fenil propane) dengan bobot melekul mencapai 11.
Dengan kata lain, lignin adalah makromolekul dari polifenil. Polimer lignin dapat
dikonversi ke monomernya tanpa mengalami perubahan pada bentuk dasarnya. Lignin yang
melindungi selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arilalkil dan
ikatan eter.
Gambar 2.1. Struktur Lignin
2.3.Hemiselulosa
Hemiselulosa terdiri atas 2-7 residu gula yang berbeda. Hemiselulosa berbeda dengan
selulosa karena komposisinya teridiri atas berbagai unit gula, disebabkan rantai molekul
yang pendek dan percabangan rantai molekul. Unit gula (gula anhidro) yang membentuk
hemiselulosa dapat dibagi menjadi kompleks seperti pentosa, heksosa, asam keksuronat dan
deoksi-heksosa (Fengel dan Wegener, 1995; Nishizawa, 1989).
Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xylan, mannan, dan galaktan.
Xylan dijumpai dalam bentuk arabinoxylan, atau arabino glukurunoxylan. Mannan dijumpai
dalam bentuk glukomannan dan galaktomannan. Sedangkan galaktan yang relative jarang,
dijumpai dala bentuk arabino galaktan.
Gambar 2.2. Struktur Hemiselulosa (Cole dan Fort, 2007)
2.5. Selulosa
Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan
alam yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup. Selulosa merupakan polimer
linier dengan berat molekul tinggi yang tersusun seluruhnya atas ß-D-glukosa (Fenger dan
Wegner, 1995).
Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan selalu
berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa. Serat selulose alami terdapat di
dalam dinding sel tanaman dan material vegetatif lainnya.
Seluosa murni mengandung 44,4% C; 6,2% H dan 49,3% O. Rumus empiris selulosa
adalah (C6H10O5)n, dengan banyaknya satuan glukosa yang disebut dengan derajat
polimerisasi (DP), dimana jumlahnya mencapai 1.200-10.000 dan panjang molekul
sekurang-sekurangnya 5.000 nm. Berat molekul selulosa rata-rata sekitar 400.000
mikrofibril selulosa terdiri atas bagian amorf (15%) dan bagian berkristal (85%). Struktur
berkristal dan adanya lignin serta hemiselulosa disekeliling selulosa merupakan hambatan
utama untuk menghidrolisa selulosa (Sjostrom, 1995). Pada proses hidrolisa yang sempurna
akan mengahasilkan glukosa, sedangkan proses hidrolisa sebagian akan menghasilkan
disakarida selebiosa.
Gambar 2.3. Struktur Selulosa (Cole dan Fort, 2007)
2.6. Mikroba
Dalam proses hidrolisis mikroba yang digunakan adalah Trichoderma reesei, dan
untuk proses fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis. Komponen utama dari sistem
selulase Trichoderma reesei adalah kedua jenis enzim selobiohidrolasenya, yaitu CBHI dan
CBHII, yang berjumlah total 80% dari total protein selulase yang dihasilkan. Trichoderma
reesei dapat tumbuh optimum pada suhu 35-37 °C, dengan suhu minimum 6-8 °C, dan suhu
maksimum 45-47 °C. Selain itu, dalam proses pertumbuhannya fungi ini memerlukan
oksigen yang cukup (aerobik). Dan pada proses fermentasi (mengubah glukosa menjadi
etanol) digunakan Zymomonas mobilis. Keuntungan Zymomonas mobilis daripada S.
cerevisia yakni:
asupan gula dan hasil etanol lebih tinggi, produksi biomas yang lebih
rendah, lebih tinggi toleransi terhadap etanol, dan tidak memerlukan tambahan kontrol
oksigen selama fermentasi
Selain itu, Zymomonas mobilis diduga juga sebagai mikroorganisme paling ideal
penghasil etanol karena memproduksi etanol terbanyak, toleran terhadap etanol konsentrasi
tinggi dan pH rendah. Zymomonas mobilis merupakan bakteri anaerob fakultatif yang
memanfaatkan
glukosa, sukrosa dan fruktosa untuk menghasilkan etanol dengan jalur
metabolisme Enter - deudoroff Pathway.
2.7. Bioetanol
Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai
minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan
campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia
yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM,
menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi
mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan
kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan
pemanasan global dan pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi
mendorong ekspor komoditi baru.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Pasca Panen, Program Studi Teknik
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Adapun yang menjadi alasan dari
pemeilihan tempat bahwa calon peneliti merupakan mahasiswa Program Studi Teknik
Pertanian sehingga untuk memudahkan akses penelitian. Waktu penelitian selama 4 bulan,
mulai dari bulan Maret 2013 sampai bulan Juli 2013.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Peralatan gelas
seperti gelas piala, erlenmeyer, gelas ukur, gelas alroji, corong kaca, pengaduk, tabung
reaksi, botol, dan pipet tetes, (2) Alat penunjang lain seperti neraca analitik, autoklaf,
blender, termometer, alat destilasi, jarum ose, piknometer, cawan petri, spektronik-20, dan
GC, (3) Alat Destilasi Sederhana.
Bahan- bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Limbah pasar; Jeruk;
Semangka; Pepaya; Selada; dan Sawi, KI 10%, HCl 0,1M, H2SO4 25%, NaOH 0,1M,
kapang Tricoderma reesei, bakteri Zymomonas mobilis, (NH4)2HPO4 10 %, alkohol, bakto
pepton, NaCl, glukosa, sukrosa, Na2SO4 0,1N, larutan kanji, Pb-asetat, larutan Luff-Schoorl,
dan aquades.
3.3. Pembuatan Bioetanol
Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu:
3.3.1. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik
yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal tebu atau yang menghasilkan
tepung seperti jagung, singkong dan gandum disamping bahan lainnya. Pembuatan bioetanol
melibatkan proses fermentasi yang menghasilkan etanol dan limbah organik. Selama proses
pengolahan limbah memenuhi kriteria yang telah ditentukan, tidak ada dampak lingkungan
yang akan tercemari. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi
secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu :
Bahan limbah harus digiling untuk mengektrak gula
Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya
agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula
kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air,
enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap
supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut :
1. Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
2. Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
3. Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
4. Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan
mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai
suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula
komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur
yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.
Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses
sebagai berikut :
1. Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
2. Pengaturan pH optimum enzim
3. Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
4. Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi
selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan).
3.3.2. Fermentasi
1. Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana
(glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan
enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses
fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.
2. Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu
optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh
mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi
dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.
3. Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki
mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut
akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.
4. Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu
dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama
proses distilasi.
3.3.3. Destilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan
etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar).
Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian
besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan
konsentrasi 95 % volume. Semakin murni etanol, semakin bagus untuk mesin. Harga
jualnya pun lebih tinggi.
3.4. Rancang Bangun Alat Destilasi Sederhana
Gambar 3.1. Alat Destilasi Sederhana
DAFTAR PUSTAKA
Bustaman, S., (2008), Kebijakan Pengembangan Bahan Bakar Nabati (Bioetanol) Di Maluku.
Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan 17: 89-106.
Cole, B. dan Fort, R., (2007), http:Chemistry_umeche_maine.edu/Fort/cole-Fort.html (diakses
Februari 2011).
Fengel, D. dan
Wegener, G., (1995), Kayu: Kimia, Ultra Struktur, Reaksi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Gozan, M., (2007), Sakarafikasi dan Fermentasi Bagas Menjadi Etanol Menggunakan Enzim
Sellulase dan Enzim Sellobiase, Jurnal Teknologi 8: 43-47.
Mulyono, (2005), Membuat Reagen Kimia, Bumi Aksara, Bandung.
Nishizawa, K., (1989), Degradation of cellulose and Hemicelluloses Biomass Handbook,
Gordon & Breach Science Publisher, New York.
Prihandana, R., (2007), Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan, PT Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Prisanto,F.,(2009),
Pemanfaatan
Biomassa
Tongkol
Jagung
Menjadi
Bioetanol,
http://eprints.undip.ac.id/3019/1/Abstrak_final.pdf .
Simamora, S., (2008), Membuat Biogas Penggaanti Bahan Bakar Minyak Dan Gas, Agromedia,
Jakarta.
Sjostrom, E., (1995), Kimia Kayu: Dasar-dasar dan Penggunaan, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Suprapto, H.S. dan Rasyid, M.S., (2002), Bertanam Jagung, Penebar Swadaya, Jakarta.
SEDERHANA
Nama : Muhammad Furqan
NIM : 1005106010043
MATA KULIAH RANCANGAN MESIN DAN PERALATAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Harga minyak dunia yang melambung, sudah lama diprediksi. Logikanya, minyak bumi
(fossil fuel) adalah bahan bakar yang tak dapat diperbaharui. Cepat atau lambat, minyak
dunia akan habis. Saat ini, harga minyak memang sedang booming karena kebutuhan negaranegara industri baru.
Kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) saat ini semakin meningkat karena BBM
sudah merupakan kebutuhan vital bagi manusia. Sebagian besar atau bahkan hampir semua
teknologi yang digunakan menggunakan bahan bakar minyak sebagai sumber energi. Tetapi
BBM yang kita gunakan saat ini semakin langka. Hal ini dikarenakan kuantitas minyak bumi
pada lapisan bumi terus menipis akibat dari eksploitasi terus-menerus. Satu kelemahan dari
minyak bumi adalah sifatnya yang tidak mudah diperbaharui. Proses pembentukan minyak
bumi membutuhkan waktu berjuta-juta tahun. Hal tersebut mengakibatkan harga minyak
bumi semakin meningkat.
Salah satu sumber energi yang bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif adalah
bioetanol. Selain bisa menjadi pengganti BBM bioetanol juga mampu sebagai Octane
Booster, artinya alkohol mampu menaikkan nilai oktan dengan dampak positif terhadap
efisiensi bahan bakar dan menyelamatkan mesin. Fungsi lain adalah oxigenating agent, yakni
mengandung oksigen sehingga menyempurnakan pembakaran dengan efek positif
meminimalkan pencemaran udara. Bahkan berfungsi sebagai Fuel extender, yakni
menghemat bahan bakar fosil. Campuran bioetanol 3% saja, mampu menurunkan emisi
karbonmonoksida menjadi hanya 1,35%.
Ke depan, jika negara-negara di dunia tak segera mengantisipasi kelangkaan fossil fuel,
harga minyak akan naik tinggi. Tapi sebaliknya, jika negara-negara di dunia menyiapkan
antisipasinya sejak sekarang, niscaya harga minyak tak akan naik lagi, bahkan bisa turun.
Mengapa? Karena dunia nantinya bisa mencari pengganti minyak fosil yang aman, murah,
dan mudah diproduksi oleh siapa pun. Saat ini, industri minyak hanya dipegang oleh para
pemodal besar.
Seiring dengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang
penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya,
kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami
peningkatan yang signifikan.
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Produk bioetanol yang memenuhi
standar, hampir bisa dikatakan, tidak mempunyai efek samping yang merugikan selama
dipakai memenuhi kriteria.
Menurut Bustaman (2008), penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai
beberapa keunggulan dibanding dengan bensin, yaitu :
1. Kandungan oksigen yang tinggi mencapai 35% sehingga jika dibakar sangat bersih.
2. Ramah lingkungan karena emisi gas karbon-mono-oksida lebih rendah yakni sekitar 1925% dibanding BBM sehingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbon
dioksida di atmosfer dan bersifat terbarukan, sedangkan BBM akan habis karena bahan
bakunya fosil.
3. Sumber daya dapat diperbaharui (renewable resources).
4. Bioetanol aman digunakan sebagai bahan bakar, karena etanol karena titik nyala etanol 3
kali lebih tinggi dibandingkan.
5. Emisi hidrokarbon lebih sedikit.
6. Konsumsi bahan bakar mengalami pemurnian seiring dengan meningkatnya kandungan
etanol.
Dalam proses pembuatan bioetanol ini, calon peneliti melibatkan biakan Trichoderma
reesei dan Zymomonas Mobilis. Dimana Trichoderma reesei digunakan untuk mengubah
selulosa menjadi glukosa. Sedangkan Zymomonas mobilis berfungsi untuk mengubah
glukosa menjadi etanol. Trichoderma reesei merupakan mikroorganisme yang mampu
menghancurkan selulosa dan memiliki kemampuan mensintesis beberapa faktor essensial
untuk melarutkan bagian selulos yang terikat kuat dengan ikatan hidrogen. Untuk
Zymomonas mobilis, biakan ini mampu hidup pada kondisi kadar glukosa tinggi serta
pertumbuhannya cepat. diduga juga sebagai mikroorganisme paling ideal penghasil etanol
karena memproduksi etanol terbanyak, toleran terhadap etanol konsentrasi tinggi dan pH
rendah. Zymomonas mobilis merupakan bakteri anaerob fakultatif yang memanfaatkan
glukosa, sukrosa dan fruktosa untuk menghasilkan etanol dengan jalur metabolisme Enter deudoroff Pathway.
Keuntungan Zymomonas mobilis daripada S. cerevisia yakni; asupan gula dan hasil
etanol lebih tinggi, produksi biomasa yang lebih rendah, toleransi terhadap etanol lebih
tinggi, dan tidak memerlukan tambahan kontrol oksigen selama fermentasi.
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan
etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar).
Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian
besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan
konsentrasi 95 % volume. Semakin murni etanol, semakin bagus untuk mesin. Harga jualnya
pun lebih tinggi.
Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan perbedaan titik
didik atau titik cair dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. Dalam proses
destilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap
pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka perangkat
peralatan destilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin.
Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih
lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondenser yaitu pendingin, proses
pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air kedalam dinding (bagian luar condenser),
sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus menerus dan
akhirnya kita dapat memisahkan seluruh senyawa-senyawa yang ada dalam campuran
homogen tersebut.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan vital bagi manusia dan sekarang jumlahnya
semakin berkurang.
2. Beberapa limbah pasar seperti buah dan sayur merupakan biomassa yang mengandung
lignoselulosa yaitu berupa selulosa yang dapat diolah menjadi bioetanol.
1.3. Batasan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
Limbah yang digunakan adalah buah dan sayur sisa yang tidak layak jual.
Mikroba yang digunakan untuk tahapan hidrolisis adalah Trichoderma reesei.
Mikroba yang digunakan untuk fermentsi adalah Zymomonas mobilis.
pH yang digunakan pada pertumbuhan mikroba adalah 3-6.
Suhu yang digunakan adalah suhu kamar (270C).
1.4. Rumusan Masalah
1.
Berapakah kondisi hidrolisis optimum dari limbah pasar dengan menggunakan mikroba
Trichoderma viride?
2. Berapakah kondisi fermentasi optimum dengan menggunakan mikroba Zymomonas mobilis
3. Berapakah kadar bioetanol yang dihasilkan dari satu Kg Limbah Pasar?
1.5. Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui kondisi hidrolisis optimum dari limbah pasar dengan menggunakan mikroba
Trichoderma viride
2. Mengetahui kondisi fermentasi optimum dengan menggunakan mikroba Zymomonas
mobilis.
3. Mengetahui kadar bioetanol yang dihasilkan dari satu Kg limbah pasar.
1.6. Manfaat Penelitian
1.
Dapat mengubah limbah sisa pasar menjadi bioetanol sebagai solusi alternatif pengganti
bahan bakar minyak yang dapat diperbaharui.
2. Memberikan wawasan dan peluang bisnis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Pasar
Limbah pasar tidak hanya plastic dan sejenisnya, tapi melainkan buah dan sayur. Buah
dan sayur dapat membuat bau busuk yang sangat mengganggu indra penciuman manusia.
Buah yang sering digunakan untuk bioetanol adalah Jeruk, Semagka, Pepaya, Selada, Sawi
dan lain-lain. Seiring perkembangan zaman, bioetanol mulai digandrungi oleh negara-negara
maju dan berkembang karena jika hanya bergantung pada bahan bakar fosil dunia akan
kacau karena penggunaan bahan bakar fosil (Suprapto dan Rasyid, 2002).
2.2. Lignin
Lignin adalah polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga
dimensi dari sinamil alkohol (turunan fenil propane) dengan bobot melekul mencapai 11.
Dengan kata lain, lignin adalah makromolekul dari polifenil. Polimer lignin dapat
dikonversi ke monomernya tanpa mengalami perubahan pada bentuk dasarnya. Lignin yang
melindungi selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arilalkil dan
ikatan eter.
Gambar 2.1. Struktur Lignin
2.3.Hemiselulosa
Hemiselulosa terdiri atas 2-7 residu gula yang berbeda. Hemiselulosa berbeda dengan
selulosa karena komposisinya teridiri atas berbagai unit gula, disebabkan rantai molekul
yang pendek dan percabangan rantai molekul. Unit gula (gula anhidro) yang membentuk
hemiselulosa dapat dibagi menjadi kompleks seperti pentosa, heksosa, asam keksuronat dan
deoksi-heksosa (Fengel dan Wegener, 1995; Nishizawa, 1989).
Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xylan, mannan, dan galaktan.
Xylan dijumpai dalam bentuk arabinoxylan, atau arabino glukurunoxylan. Mannan dijumpai
dalam bentuk glukomannan dan galaktomannan. Sedangkan galaktan yang relative jarang,
dijumpai dala bentuk arabino galaktan.
Gambar 2.2. Struktur Hemiselulosa (Cole dan Fort, 2007)
2.5. Selulosa
Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan
alam yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup. Selulosa merupakan polimer
linier dengan berat molekul tinggi yang tersusun seluruhnya atas ß-D-glukosa (Fenger dan
Wegner, 1995).
Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan selalu
berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa. Serat selulose alami terdapat di
dalam dinding sel tanaman dan material vegetatif lainnya.
Seluosa murni mengandung 44,4% C; 6,2% H dan 49,3% O. Rumus empiris selulosa
adalah (C6H10O5)n, dengan banyaknya satuan glukosa yang disebut dengan derajat
polimerisasi (DP), dimana jumlahnya mencapai 1.200-10.000 dan panjang molekul
sekurang-sekurangnya 5.000 nm. Berat molekul selulosa rata-rata sekitar 400.000
mikrofibril selulosa terdiri atas bagian amorf (15%) dan bagian berkristal (85%). Struktur
berkristal dan adanya lignin serta hemiselulosa disekeliling selulosa merupakan hambatan
utama untuk menghidrolisa selulosa (Sjostrom, 1995). Pada proses hidrolisa yang sempurna
akan mengahasilkan glukosa, sedangkan proses hidrolisa sebagian akan menghasilkan
disakarida selebiosa.
Gambar 2.3. Struktur Selulosa (Cole dan Fort, 2007)
2.6. Mikroba
Dalam proses hidrolisis mikroba yang digunakan adalah Trichoderma reesei, dan
untuk proses fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis. Komponen utama dari sistem
selulase Trichoderma reesei adalah kedua jenis enzim selobiohidrolasenya, yaitu CBHI dan
CBHII, yang berjumlah total 80% dari total protein selulase yang dihasilkan. Trichoderma
reesei dapat tumbuh optimum pada suhu 35-37 °C, dengan suhu minimum 6-8 °C, dan suhu
maksimum 45-47 °C. Selain itu, dalam proses pertumbuhannya fungi ini memerlukan
oksigen yang cukup (aerobik). Dan pada proses fermentasi (mengubah glukosa menjadi
etanol) digunakan Zymomonas mobilis. Keuntungan Zymomonas mobilis daripada S.
cerevisia yakni:
asupan gula dan hasil etanol lebih tinggi, produksi biomas yang lebih
rendah, lebih tinggi toleransi terhadap etanol, dan tidak memerlukan tambahan kontrol
oksigen selama fermentasi
Selain itu, Zymomonas mobilis diduga juga sebagai mikroorganisme paling ideal
penghasil etanol karena memproduksi etanol terbanyak, toleran terhadap etanol konsentrasi
tinggi dan pH rendah. Zymomonas mobilis merupakan bakteri anaerob fakultatif yang
memanfaatkan
glukosa, sukrosa dan fruktosa untuk menghasilkan etanol dengan jalur
metabolisme Enter - deudoroff Pathway.
2.7. Bioetanol
Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai
minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan
campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia
yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM,
menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi
mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan
kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan
pemanasan global dan pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi
mendorong ekspor komoditi baru.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Pasca Panen, Program Studi Teknik
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Adapun yang menjadi alasan dari
pemeilihan tempat bahwa calon peneliti merupakan mahasiswa Program Studi Teknik
Pertanian sehingga untuk memudahkan akses penelitian. Waktu penelitian selama 4 bulan,
mulai dari bulan Maret 2013 sampai bulan Juli 2013.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Peralatan gelas
seperti gelas piala, erlenmeyer, gelas ukur, gelas alroji, corong kaca, pengaduk, tabung
reaksi, botol, dan pipet tetes, (2) Alat penunjang lain seperti neraca analitik, autoklaf,
blender, termometer, alat destilasi, jarum ose, piknometer, cawan petri, spektronik-20, dan
GC, (3) Alat Destilasi Sederhana.
Bahan- bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Limbah pasar; Jeruk;
Semangka; Pepaya; Selada; dan Sawi, KI 10%, HCl 0,1M, H2SO4 25%, NaOH 0,1M,
kapang Tricoderma reesei, bakteri Zymomonas mobilis, (NH4)2HPO4 10 %, alkohol, bakto
pepton, NaCl, glukosa, sukrosa, Na2SO4 0,1N, larutan kanji, Pb-asetat, larutan Luff-Schoorl,
dan aquades.
3.3. Pembuatan Bioetanol
Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu:
3.3.1. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik
yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal tebu atau yang menghasilkan
tepung seperti jagung, singkong dan gandum disamping bahan lainnya. Pembuatan bioetanol
melibatkan proses fermentasi yang menghasilkan etanol dan limbah organik. Selama proses
pengolahan limbah memenuhi kriteria yang telah ditentukan, tidak ada dampak lingkungan
yang akan tercemari. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi
secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu :
Bahan limbah harus digiling untuk mengektrak gula
Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya
agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula
kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air,
enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap
supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut :
1. Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
2. Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
3. Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
4. Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan
mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai
suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula
komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur
yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.
Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses
sebagai berikut :
1. Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
2. Pengaturan pH optimum enzim
3. Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
4. Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi
selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan).
3.3.2. Fermentasi
1. Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana
(glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan
enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses
fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.
2. Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu
optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh
mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi
dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.
3. Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki
mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut
akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.
4. Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu
dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama
proses distilasi.
3.3.3. Destilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan
etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar).
Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian
besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan
konsentrasi 95 % volume. Semakin murni etanol, semakin bagus untuk mesin. Harga
jualnya pun lebih tinggi.
3.4. Rancang Bangun Alat Destilasi Sederhana
Gambar 3.1. Alat Destilasi Sederhana
DAFTAR PUSTAKA
Bustaman, S., (2008), Kebijakan Pengembangan Bahan Bakar Nabati (Bioetanol) Di Maluku.
Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan 17: 89-106.
Cole, B. dan Fort, R., (2007), http:Chemistry_umeche_maine.edu/Fort/cole-Fort.html (diakses
Februari 2011).
Fengel, D. dan
Wegener, G., (1995), Kayu: Kimia, Ultra Struktur, Reaksi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Gozan, M., (2007), Sakarafikasi dan Fermentasi Bagas Menjadi Etanol Menggunakan Enzim
Sellulase dan Enzim Sellobiase, Jurnal Teknologi 8: 43-47.
Mulyono, (2005), Membuat Reagen Kimia, Bumi Aksara, Bandung.
Nishizawa, K., (1989), Degradation of cellulose and Hemicelluloses Biomass Handbook,
Gordon & Breach Science Publisher, New York.
Prihandana, R., (2007), Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan, PT Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Prisanto,F.,(2009),
Pemanfaatan
Biomassa
Tongkol
Jagung
Menjadi
Bioetanol,
http://eprints.undip.ac.id/3019/1/Abstrak_final.pdf .
Simamora, S., (2008), Membuat Biogas Penggaanti Bahan Bakar Minyak Dan Gas, Agromedia,
Jakarta.
Sjostrom, E., (1995), Kimia Kayu: Dasar-dasar dan Penggunaan, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Suprapto, H.S. dan Rasyid, M.S., (2002), Bertanam Jagung, Penebar Swadaya, Jakarta.