INSTRUMEN HUKUM LINGKUNGAN DAN KEBIJAKAN

INSTRUMEN HUKUM LINGKUNGAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
MASALAH LINGKUNGAN YANG BERKAITAN DENGAN PEMBANGUNAN
(Untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum lingkungan dengan dosen pengampu Anita Dewi
Mulyaningrum,S.KM,M.Kes)

MAKALAH

Oleh: Kelompok 5
Nurus Samsiyah 142110101058
Alif

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2016

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “instrumen hukum
lingkungan dan kebijakan pemerintah dalam masalah lingkungan yang berkaitan dengan
pembangunan
” guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan. Makalah ini merupakan

penjelasan mengenai Intrumen hukum lingkungan beserta kebijakan pemerintah dalam
masalah lingkungan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dengan
kerendahan hati penulis megucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Prehatin Trirahayu Ningrum, S.KM., M.Kes.; selaku dosen penanggung jawab
mata kuliah Hukum lingkungan.
2. Ibu Anita Dewi Mulyaningrum, S.KM., M.Kes. selaku dosen pembimbing mata
kuliah hukum lingkungan
3. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak. Semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa FKM
UNEJ dan masyarakat.

Jember, 09 Maret 2017

Kelompok 5

DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penggundulan hutan, lahan kritis, menipisnya lapisan ozon, pemanasan global , tumpahan
minyak dilaut, ikan mati di anak sungai karena zat kimia dan punahnya spesies tertentu
adalah beberapa contoh dari masalah lingkungan hidup. Pengurasan sumber daya alam
diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam secara tidak bijaksana sehingga sumber
daya alam itu baik kualitasnya maupun kuantitasnya menjadi berkurang atau menurun dan
pada akhirnya habis sama sekali.
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, hukum lingkungan merupakan
instrumen administrasi negara dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Hukum lingkungan menjadi pedoman dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup tersebut. Norma perlindungan dan pengelolaan linkungan hidup menjadi
pedoman dalam penyelenggaraan perizinan lingkungan hidup. Hukum lingkungan, negara
menjamin sumber daya alam akan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan
dan mutu hidup rakyat, baik generasi kini maupun generasi yang akan datang. Negara
mencegah dilakukan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan kerusakn
atau pencemaran terhadap lingkungan hidup.Penegakan hukum lingkungan adalah bentuk
dari upaya dalam menjaga kelestarian ekosistem dan mahluk hidup didalamnya melalui
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam bentuk upaya manusia untuk
berinteraksi dengan lingkungan guna memeprtahankan kehidupan mencapai kesejahteraan
dan kelestarian lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut , maka rumusan masalah dari makalah ini adalah
bagaimana instrumen hukum lingkungan dan kebijakan pemerintah dalam masalah
lingkungan yang berkaitan dengan pembangunan.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah mengetahui peraturan yang berkaitan dengan
intrumen hukum lingkungan serta mengatahui kebijakan pemerintah dalam masalah
lingkungan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam bidang intrumen
Hukum lingkungan beserta kebijakan pemerintah mengenai masalah lingkungan.

1.4.2

Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penulisan makalah ini adalah:

1. Digunakan sebagai bahan masukan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa FKM
tentang “Instrumen Hukum Lingkungan ”

2. Sebagai landasan awal bagi pembuatan makalah lain mengenai “Instrumen Hukum
Lingkungan” di masa yang akan datang.

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Intrumen Hukum Lingkungan

Intrumen yang dimaksud disini adalah intrumen yang diatur dalam undang-Undang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pedoman dalam penerbitan,
pelaksanaan dan pengawasan izin bidang lingkungan hidup. Instrumen-instrumen tersebut
memuat hal-hal yang utuh dan menyeluruh berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Instrumen-instrumen ini menceminkan makna dan ruang lingkup
lingkungan hidup sebagaimana diuraikan sebelumnya. Beberapa instrumen tidak saja menjadi
pedoman bagi penyelenggaraan perizinan, juga acuan bagi perncanaan dan pelaksanaan
pembangunan pada umumnya. Berikut adalah instrumen hukum lingkungan hidup menurut
undang-undang no. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
2.1.1 Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)
Dalam Undang-undang No. 32 tahun 2008 Pasal 5 mengamanatkan agar pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup dilakukan melalui “inventarisasi lingkungan hidup,Penetapan
wilayah ekoregion dan penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(RPPLH)”.Dimana dalam Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdiri

atas :
a.

RPPLH Nasional, di buat oleh menteri lingkungan hidup berdasarkan inverentasi

b.
c.

nasional
RPPLH provinsi, di buat berdasarkan RPPLH Nasional
RPPLH kabupaten/kota, di buat berdasarkan RPPLH provinsi

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) harus
memperhatiakan beberapa aspek- aspek sebagaimana di sebutkan dalam pasal 10 ayat (1)
adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.

f.

Keanekargaman karakter dan fungsi ekologis
Sebaran penduduk
Sebaran potensi sumber daya alam
Kearifan lokal
Aspirasi masyarakat
Perubahan iklim

Dalam Rencana Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup yang termuat
dalam pasal 10 terdapat aspek –aspek rencana tentang :
a. Pemanfaatan dan atau pencadangan sumber daya alam
b. Pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan fungsi lingkungan hidup

c. Pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya
alam
d. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Menurut UUPPLH (undang-Undang RI nomor 32 tahun 2009), RPPLH menjadi dasar
penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana
pembangunan jangka menengah. Hal ini juga membuktikan bahwa secara normatif, UUPPLH

telah mengintegrasikan upaya pembangunan dengan pengelolaan dengan pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana menjadi ciri dari pembangunan berkelanjutan.
2.2.2 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Dalam dua dekade terakhir kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan
di indonesia boleh dikatakan berlangsung dengan kecepatan yang melampaui kemampuan
untuk mencegah dan mengendalian degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hal
tersebut kebutuhan akan KLHS dirasakan sejak tahun 1998 karena krisis dan bencana
lingkungan hidup berlangsung tiada henti.
Dalam konteks KLHS, strategis dimaksud adalah perbuatan dimaksud adalah suatu
kajian yang dapat menjamin dipertimbangkannya sejak dini aspek lingkungan hidup dalam
proses pengambilan keputusan diatas kebijakan, rencana atau program yang akan
diselenggarakan oleh pemerintah disuatu daerah. Seperti yang telah di jelaskan dalam Pasal
15 ayat (1) bahwa “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk
memastikan bahwa prinsip pembanguna berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan atau kebijakan, rencana dan program” jadi, KLHS
disini dapat diartikan sebagaiproses sistematis dan komprehensif untuk mengevaluasi dampak
lingkungan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial-ekonomi serta prinsip-prinsip
berkelanjutan dari usuluan kebijakan rencanaatau program pembangunan.
Jika KLHS merupakan instrumen untuk memastikan terintegrasinya prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan , berarti materi muatan KLHS mengandung prinsip-prinsip

pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu berdasarkan pasal 15 ayat (3) pemerintah dan
pemerintah daerah wajib melaksnakan KLHS kedalam penyusunan atau evaluasi:
a. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rncana pembanunan
jangka panjang (RPJP) dan rencana pembanguna jangka menengah (RPJM) nasional,
provinsi, kabupaten/ kota.

b. Kebijakan , rencana atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan atau
risiko lingkungan hidup.
Dampak atau risiko lingkungan hidup yang dimaksud (penjelasan ayat 2 huruf b)
adalah :
a. perubahan iklim
b. kerusakan, kemerosotan dan kepunahan keanekaragaman hayati
c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan
dan atau kebakaran hutan dan lahan.
d. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam.
e. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan lahan.
f. Peningkatan jumlah penduduk miskin dan terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok masyarakat.
g. Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Saat ini terdapat “Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2010 tentang tata cara

perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan”. Usulan perubahan peruntukan
kawasan hutan yang berpotensi nebimbulkan dampak atau risiko lingkungan,
wajib melaksanakan KLHS. Kementrian lingkungan hidup (KLH) akan dilibatkan
dalam sebuah tim terpadu yang dibentuk menteri kehutanan dan akan memberikan
rekomendasi kepada menteri kehutanan.
Peraturan pemerintah diatas menunjukan Kementrian lingkungan hidup
doposisikan sebagai lembaga yang lebih rendah dibandingkan kementrian
kehutanan. Padahal, jika disimak ketentuan menegnai KLHS pada UU –PPLH
seharusnya terlebih dahulu dibentuk KLHS Nasional. Kementrian lingkungan
hidup ini memiliki wewenang untuk membentuk KLHS tingkat Nasional. KLHS
nasional ini dijadikan pedoman untuk membuat KLHS tingkat sektoral dan daerah
dalam rangka pelaksanaan kebijakan , rencana dan program pembangunan. KLHS
menjadi dasar bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan
pencegahan , pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.
2.1.3 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Penataan ruang merupakan proses yang meliputi perencanaan , pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang semestinya menjadi wadah bagi
kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang, sehingga penataan ruang dapat menjadi
acuan dan pedoman bagi perumusan kebijakan pembanguna sektor dan daerah. Seperti yang
telah di muat dalam pasal 19 UU-PPLH menyatakan bahwa :


1. untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat,
setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS.
2. Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dlaam ayat (1) adalah
ditetapkan dengan memeprhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Menurut Daud silalahi menyatakan , tata ruang berarti susunan ruang yang teratur mencakup
pengertian serasi dan sederhana shingga mudah dipahami dan dilaksanakan. Karena pada tata
ruang yang ditata adalah tempat berbagai kegiatan serta sarana dan prasarana dilaksankannya.
Dalam penataan tata ruang terdiri dari tiga kegiatan utama yakni perencanaan tata
ruang,perwujudan tata ruang, pengendalian tata ruang. Ketiganya tidak dapat terpisahkan
antara yang satu dengan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang
2.1.4 Baku Mutu Lingkungan (BML)
Menurut Undang-undang RI no.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan
hidup. Baku mutu lingkungan hidup merupakan instrumen untuk mengukur terjadinya
pencemaran lingkungan.
Baku mutu lingkungan (Environmental Quality Standart), atau biasa di singkat
dengan BML, berfungsi sebagai tolok ukur untuk mengetahui apakah telah terjadi kerusakan

atau pencemaran lingkungan. Gangguan terhadap tata lingkungan dan ekologi di ukur
menurut besar kecilnya penyimpangan dari batas-batas yang telah ditetapkan sesuai dengan
kemampuan atau daya tenggang ekosistem lingkungan. Kemampuan lingkungan sering di
istilahkan beragam ragam seperti : daya tenggang, daya dukung, daya toleransi dll.
Batas-batas daya dukung, daya tenggang, daya toleransi atau kemampuan lingkungan
disebut sebagai nilai ambang batas (NAB). NAB adalah nilai batas tertinggi (Maksimum) dan
terendah (minimum) dari kandungan zat-zat, mahkluk hidup atau komponen lain yang
diperbolehkan dalam setiap interaksi yang berkenaan dengan lingkungan, khususnya yang
berpotensi mempengaruhi mutu tata lingkungan hidup atau ekologi.
Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa suatu ekosistem dinyatakan tercemar
apabila ternyata kondisilingkungan itu telah melebihi nilai ambang batas yang ditentukan
berdasarkan baku mutu lingkungan.

Baku mutu adalah besaran, kadar dan deskripsi parameter-parameter, kategori kimia
anorganik, kimia organik, biologik, fisik dan radioaktif yang digunakan sebagai persyaratan
bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan menurut peruntukannya, dan telah
ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan. Dalam mendiskusikan masalah baku mutu
air tidak dapat lepas dari masalah kualitas air dan peruntukan air. Mutu air adalah
karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk pemanfaatan tertentu sumber air. Kriteria mutu air
digunakan sebagai dasar utama dalam penentuan baku mutu air. Baku mutu air yang berlaku
harus dilaksanakan dengan semaksimal mungkin untuk melindungi lingkungan hidup.
Menurut Pasal 20 ayat (2) Baku mutu lingkungan terdiri atas:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Baku mutu air,
Baku mutu air limbah
Baku mutu air laut
Baku mutu udara ambien
Baku mutu emisi
Baku mutu gangguan
Baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi

Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan Hidup dengan
persyaratan ( Pasal 20 ayat (3):
a. Memenuhi baku mutu lingkungan hidup dan
b. Mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
BML merupakan intrumen yang berguna bagi pengelolaan lingkungan hidup, karena
UU itu sednri menegaskan supaya tidak melanggar BML. BML memuliki banyak kegunaan,
yang dapat di pakai untuk berbagai keperluan. Apabila di inventarisasi dari berbagai
penerapan yang dilakukan , maka dibawah ini merupakan kegunaan dari BML :
a. Sebagai alat evaluasi bagi badan-badan yang berwenang atas mutu lingkungan suatu
daerah atau kompartemen tertentu. Jika, misalnya , kualitas yang terjadi telah berbeda
dengan hal yang di kehendaki, maka sebenarnya disana diperlukan tindakan untuk
meningkatkan mutu lingkungan itu sendiri.
b. Sebagai alat penataan hukum administratif bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup, seperti perusahaan industi, usaha agrobisnis,
perikanan, peternakan untuk mengontrol tingkat cemaran sehingga dpat dilakukan
upaya preventif.
c. Dapat berguna bagi pelaksanaan amdal yang merupakan konsep pengendalian
lingkungan sejak dini.

d. Sebagai alat kontrol untuk memudahkan pengelolaan dan pengawasanperizinan
(lisence management). Bila misalnya, parameternya telah melewati ambang batas
yang di tolerin, maka dapat dianggap telah melanggar ketentuan perizinan. Dengan
demikian, BML dapat berfungsi sebagai hukum administratif.
e. Dapat berguna bagi penetuan telah terjadinya pelanggaran hukum pidana, terutama
dalam penentuan pelanggaran delik formal. Bila mana ketentuan BML di langgar,
berarti telah dipandang telah melakukan delik lingkungan. Dapat dilihat pada pasal 43
ayat (1) UUPLH 1997, yang menentukan bahwa siapa saja yang melanggar perbuatan
tersebut dpat menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup diancam
pidana penjara.
Penerapan BML harus didasarkan secara berbeda-beda dilihat dari segi keadaan atau
karakteristik objek kegiatan pengelolaan lingkungan, dari segi perwilayahan atau
area, dan dari segi keadaaan waktu.
2.1.5 Kriteria Baku lingkungan Hidup
Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria
baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim. Kriteria baku
kerusakan ekosistem pada pasal 21 ayat (3) meliputi:
a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
b.

kriteria baku kerusakan terumbu karang;

c.

kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan
dan/atau lahan;

d. kriteria baku kerusakan mangrove;
e. kriteria baku kerusakan padang lamun;
f.

kriteria baku kerusakan gambut;

g. kriteria baku kerusakan karst; dan/atau
h. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada paramater pada pasal
21 ayat (4) antara lain:
a. kenaikan temperatur;
b. kenaikan muka air laut;
c.

badai; dan/atau

d.

kekeringan.

2.1.6 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
2.1.7 UKL UPL
2.1.8 Perizinan Lingkungan
Izin merupakan instrumen hukum administrasi yang dapat digunakan oleh pejabat
pemerintah yang berwenang mengatur cara-cara pengusaha menjalankan usahanya. Dasar
hukum keberadaan izin lingkungan hidup di Indonesia UUPPLH No. 32 Tahun 2009
khususnya pasal 36, pasal 37, pasal 38, pasal 39, dan pasal 40 selanjutnya peraturan izin
lingkungan dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan pelaksanaan, yaitu perturan
pemerintah no 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan. Dalam sebuah izin pencapaian yang
berwenang menuangakan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan berupa perintah-perintah
atau larangan-larangan yang wajib dipatuhi oleh perusahaan seperti yang tertuang dalam
pasal 36 ayat 1 “setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL UPL
Wajib memilik izin lingkungan”. Dalam ayat (3) Izin lingkungan diterbitkan oleh menteri,
gubernur, bupati, walikota sesuai kewenangan dan wajib menolak permohonan izin
lingkungan bila permohonan izin tidak dilengkapi dengan AMDAL atau UKL UPL (pasal 37
ayat (1)).
Izin usaha diatur dalam peraturan perundangan sektoral yang berbeda. Izin usaha
industri diatur dalam UU no 5tahun 1984 tentang perisdrurtrian, izin usaha pemanfaattan
hasil hutan kayu (IUPHHK) diatur dalam UU no 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan
diubah dengan UU no 19 tahun 2004, sedangkan izin usaha di bidang pertambangan disebut
kuasa pertambangan yang diatur dalam peraturan perundangan sektor pertambangan. Izin
lingkungan berdasarkan UUPLH diberlakukan untuk kategori kegiatan yang dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan maupun perusakan lingkungan hidup
Pasal ayat 2 menyebutkan bahwa izin lingkungan dapat dibatalkan apabila :
a.

persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat
hukum kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan atau

b.

pemalsuan data, dokumen dan informasi
penerbitannya tanpa menunggu syarat sebagai mana tercancum dalam
keputusan komisi tenang kelayakan dan lingkungan hidup atau rekomendasi
UKL UPL

c.

kewajiban dalam penetapan dokumen AMDAL atau UKL UPL tidak
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan

Menteri, gubernur atau walikota wajib mengumumkan setiap permohonan dan
keputusan izin lingkungan dalam hal usaha atau kegiatan mengalai perubahan penanggung
jawa usaha atau kegiatn wajib memperbaharui izin lingkungan. Jika izin lingkungan tidak
diperbarui izin usaha atau kegiatan dibatalkan.
2.1.9 Intrumen Ekonomi Lingkungan
Intergrasi ekonomi dan lingkungan dlam pembangunan yang berkelanjutan
bergantung pada bnayak faktor. Menurut Lonergan (1993), untuk menjamin terlaksananya
pembangunan berwawasan lingkungan, ada 3 dimensi yang harus dipertimbangkan .pertama,
dimensi ekonomi, yang menghubu ngkan pengaruh-pengaruh unsur makroekonomi dan
mikroekonomi pada lingkungan dan bagaimana sumber daya lam diperlukan dalam analisa
ekonomi.kedua, dimensi politik, yang mencakup proses politik yang menentukan penampilan
dan sosok pembangunan, pertumbuhan penduduk, dan degradasi lingkunngan pada suatu
negara. Dalam dimensi ini juga termasuk peranan agen masyaraka, struktur sosial dan
pengaruhnya terhadap lingkungan. Ketiga , dimensi sosial dan budaya, yang mengaitkan
antara traidsi dan sejarah, dominasi ilmu pengetahuan barat, serta pola pemikiran dan tradisi
agama. Ketiga dimensi ini berinteraksi satu sama lain mendorong terciptanya pembangunan
ynag berwawasan lingkungan.
Dalam konteks ilmu pengetahuan, keterkaitan antara aktivitas ekonomi dan
lingkungan dikaji dalam bidang ilmu yang dikenal sebagai ilmu ekonomi sumber daya dan
lingkungan . ekonomi sumber daya dan lingkungan ini mengkhususkan kajian tentang
hubungan antara ekonomi dan lingkungan meliputi : (1) analisa dampak lingkungan dari
aktivits ekonomi manusia, (2) analisa dampak ekonomi terhadap kerusakan alam, seperti
kesehatan manusia dan hewan, kerusakan terhadap lingkungan fisik (perbuatan mmanusia)
seperti pembangunan, instalasi serta (3) mempelajari pilihan dan tingkah laku manusia dalam
memecahkan konflik yang berkaitan dengan perubahan lingkungan, bagaimana manusia
sebagai individu maupun kelompokndalam melakukan kompromi (trade of)antara nilai
ekonomi dan lingkungan atau memasukan unsur lingkungan dalam analisa ekonominya.
Keterkaitan antara aktivitas ekonomi, sosial budaya, dan kualitas lingkungan inilah
yang melatarbelakangi berkembangnya konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Perkembangan berwawasan lingkungan tidak terlepas dari bagaimana keterkaitan antara
lingkungan sebagai aset dan aktivitas ekonomi sebagai basisi bagi kajian ekonomi yang
berdimensi lingkungan.
UU No. 32 tahun 2009 telah mengatur tentang penggunaan instrumen ekonomi dalam
perencanaan pembangunan, yang dalam penjelasannnya menyebutkan sebagai”Upaya
internalisasi aspek lngkungan hidup keadalam perencanan dan penyelenggaraan
pembanguna dan kegiatan ekonomi”. Selanjutnya dijelaskan, bahwa pendanaan lingkungan
adalah suatu sistem dan mekanisme penghimpunan dan pengelolaan dan yang digunakan bagi
pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pendanaan lingkungan
berdasarkan dari sumber, misalnya pungutan, hibah, dan sumber lainnya.
Sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang pada intinya memadukan
aspek-aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Pengaturan intrumen ekonomi dalam UUPLH
dapat dilihat sebagai upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan yaitu memberikan
perlindungan pada lingkungan hidup melalui pendekatan yang sejalan dengan kaidah-kaidah
pasar ekonomi, sehingga upaya pengelolaan lingkungan hidup tidak menggangu pertumbuhan
sektor usaha dan ekonomi makro pada umumnya.
Dalam UUPLH tahun 1982, pengaturan tentang intrumen ekonomi hanya disinggung
dalam salah satu ayat yaitu pasal 10 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Pemerintah
mengatur pajak dan retribusi pembangunan”. Akan tetapi peraturan ini sudah tidak berlaku
lagi yang di ganti dengan UULH 1997, ketentuan pelaksanaan tentang pajak retribusi
lingkungan tidak pernah di undangkan, dalam UULH 1997 pengaturan intrumen ekonomi
juga hanya di singgung dalam salah satu ayat, yaitu dalam pasal 8 ayat 2 e yang antara lain
mengatakan “mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
1. Insentif dan atau disinsentif
A. Insentif
Undang undang nomor 32 tahun 2009 menjelaskan bahwa yang dimaksudkan
dengan insentif adalah upaya untuk memberikan dorongan atau daya tarik
secara moneter dan atau nonmoneter kepada setiap orang ataupun pemerintah
dan pemerintah daerah agar melakukan kegiatan yang berdampak positif pada
cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup. Insentif
yang dimaksud meliputi:
a. Pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan

b.
c.
d.
e.
f.
g.

Penerapan pajak, retribusi, subsidi lingkungan hidup
Pengembangan sistem perdagangan izin pembunagan limbah dan atau emisi
Pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup
Pengembangan asuransi lingkungan hidup
Pengembangan sistem label ramah lingkungan
Pengembangan sistem penghargaan kinerja dibidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup.
B. Disinsentif
Disinsentif adalah pengenaan beban atau ancaman secara moneter dan atau
non moneter kepeda setiap oarang atau pemerintah dan pemerintah daerah
agar mengurangi kegiatan yang berdampak negatif pada cadangan sumber
daya alam dan kualitas fungsi limgkungan hidup.
Sepanjang sejarah, pengaturan substansi lingkungan, untuk pertama kali yaitu pada
UU nomor 32 tahun 2009. Dimasukkan instrumen ekonomi sebagai bagian dari undangundang yang mengatur tentang perlindungan dang pengelolaan lingkungan hidup.ada dua
pasal yaitu pasal 42 dan pasal 43, yang mengatur tentang instrumen ekonomi lingkungan
yang secara operasinal diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dlam peraturan pemerintah.
Pasal 42 yaitu berisi tentang adalah sebgai berikut :
a. Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, pemerintah dan pemerintah
daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan
hidup.
b. Indtrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a) Perencanaan pengembangan dan kegiatan ekonomi
b) Pendanaan lingkungan hidup
c) Insentif dan disinsentif
Pasal 43 yang berisi tentang adalah sebagai berikut :
1. Intrumen perencanaan pembanguna dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi :
a. Neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup
b. Penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang
mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup.
c. Mekanisme kompensasi / imbal jasalingkngan hidup antar daera
d. Internalisasi biaya lingkungan hidup
2. Intrumen pendanaan lingkungan hidup sebagai mana dimaksud dalam pasal 42 ayat
(2) hurud b meliputi :
a. Dana jaminan pemulihan lingkungan hidup

b. Dana penanggulangan pencemaran dan / atau kerusakan dan pemulihan
lingkungan hidup
c. Dana amanah/bantuan untuk konservasi.
Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan peraturan pemerintah tentang intrunen
ekonomi lingkungan. Dalam draf PP ini antara lain mengatur pelaksanaan dari
kompensasi/imbal jasa lingkungan,implementasi internalisasi biaya lingkungan,kewajiban
pemegang izin lingkungan untuk penyediaan dana jaminan pemulihan lingkungan,dan
tanggap darurat penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup,
penerapan pajak, retribusi dan subsidi lingkungan.
2. 1.10 Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
Dalam mengembangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
program pembangunan berwawasan lingkungan pemerintah wajib mengalokasikan anggaran
dana untuk lingkungan hidup seperti yang telah di muat dalam pasal 45 ayat (2) “Pemerintah
wajib mngalokasikan anggaran dana alokasi khusus lingkungan hidup yang memedai untuk
diberikan kepada daerah yang memiliki kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang baik”. Pemerintah dan dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
sertapemerintah dewan dan dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan dana
anggaran yang memadai untuk membiayai(Pasal 45 ayat (1) :
a. Kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
b. Program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup
2.1.11 Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Menurut pasal (47) ayat 1 Analisis Lingkungan hidup ini setiap usaha dan atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman
terhadap ekosistem dan kehidupan, dana atu kesehatan dan keselamatan amnusia wajib
melakukan analisis risiko lingkungan hidup. Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. Pengkajian risiko
b. Pengelolaan risiko
c. Komunikasi risiko
2.1.12 Audit Lingkungan Hidup

Dalam pasal 48 pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
untuk melakukan audit lingkungan dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup.
Dalam pasal 49 ayat (1) menteri mewajibkan audit lingkungan hidup kepada :
a. Usaha dan atau kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup
b. Penanggung jawab usaha atau kegiatan yang menunjukkan ketidaktaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
Pada ayat (2) penanggung jawab usaha atau kegiatan wajib melaksanakan audit
lingkungan hidup. Pelaksanaan audit lingkungan hidup dapat dilaksanakan secara
berkala. Pasal 50 menyatakan bahwa apabila penanggungjawab usaha atau kegiatan
tidak melaksanakan audit lingkungan hidup maka menteri dapat melaksanakan atau
menugasi pihak ketiga yang independen untuk melaksanakan audit lingkungan hidup
atas beban biaya penanggungjawab usaha/kegiatan yang bersangkutan. Lalu menteri
mengumumkan hasil audit lingkungan.
Pasal 51 menyatakan bahwa audit lingkungan hidup dilaksanakan oleh auditor
lingkungan hidup. Auditor lingkungan hidup wajib memiliki sertifikat kompetensi
auditor lingkungan hidup. Sertifikat auditor lingkungan hidup pada pasal 52
diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi auditor lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan perundangan.
2.2 Kebijakan Pemerintah Dalam Masalah Lingkungan yang Berkaitan dengan
Pembangunan hukum dan Kebijaksanaan Lingkungan
2.2.1 Hukum dan Kebiksanaan Lingkungan
lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu
hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi
hukum administrasi, segi hukum pidana dan segi hukum perdata. Dalam pengertian
sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan
(lingkungan hidup), dimana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk
didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang dimana manusia
berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad
hidup lainnya. Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada
pada lingkungan atau Environment Oriented Law, sedang hukum lingkungan yang secara
klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law
(Riana, 2009). Hukum lingkungan modern dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan
ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk

melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin
kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang
maupun generasi-generasi mendatang. Hukum lingkungan modern berorientasi pada
lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu
sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada
lingkungan ini, maka hukum lingkungan modern memiliki sifat utuh menyeluruh
(komprehensif integral), selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang
luwes. Hukum lingkungan klasik sebaliknya, hukum lingkungan klasik menetapkan
ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan
eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia
guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkatsingkatnya. Hukum lingkungan klasik bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah.
Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan (Riana, 2009), bahwa sistem pendekatan terpadu
atau utuh harus diterapkan oleh hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia
secara tepat dan baik, sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan hukum
lingkungan di Indonesia. Drupsteen mengemukakan, bahwa hukum lingkungan (Millieu
recht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (Naturalijk milleu) dalam
arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup
pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh
pemerintah, maka hukum lingkungan sebagian besar terdiri atas hukum pemerintahan
(bestuursrecht). Hukum lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan
lingkungan hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada hakikatnya merupakan suatu
bidang hukum yang terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara
atau hukum pemerintahan. Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu
memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (Algemene Beginselen van
Behoorlijk Bestuur/General Principles of Good Administration). Hal ini dimaksudkan agar
dalam pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan pengelolaan lingkungan
hidup. Pengertian hukum lingkungan termuat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Lingkungan Hidup yang telah diperbarui
dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
sama dengan pengertian istilah lingkungan itu sendiri. Dalam ketentuan Pasal 1 dari UndangUndang Nomor 23 Tahun 1997 dinyatakan bahwa hukum lingkungan (lingkungan hidup)
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk

manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lainnya.
Kebijakan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia Sejalan dengan
terjadinya pergantian pemerintahan di Indonesia, pada tahun 2004 yang lalu telah diadakan
pemilihan umum untuk pertama kalinya memilih langsung Presiden RI, dan terpilihlah
pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden.
Dalam pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2004-2009. Dalam ketentuan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 pada poin 8 tentang Pemenuhan
Hak Atas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, dinyatakan bahwa peningkatan akses
masyarakat miskin dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumber daya
alam dilakukan melalui berbagai program. Program-program tersebut antara lain (Supriadi,
2008: 174-175):
1. Program Pemanfaatan Sumber Daya Hutan. Di dalam program sumber daya hutan
ini tercakup 2 (dua) hal: (a) Pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya alam
yang berpihak pada masyarakat dan memperhatikan pelestarian hutan; (b)
Pengembangan hutan kemasyarakatan dan usaha perhutanan rakyat.
2. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam. Di dalam program ini
tercakup 8 (delapan) hal, yakni: (a) Restrukturisasi peraturan tentang pemberian
Hak Pengelolaan Sumber Daya Alam; (b) Penguatan organisasi masyarakat
adat/lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; (c)
Pengembangan dan penyebarluasan pengetahuan tentang pengelolaan sumber daya
alam yang berkelanjutan, termasuk kearifan lokal; (d) Pengembangan sistem
insentif bagi masyarakat miskin yang menjaga lingkungan; (e) Pengembangan
kerja sama kemitraan dengan lembaga masyarakat setempat dan dunia usaha dalam
pelestarian dan perlindungan sumber daya alam; (f) Kerja sama dan tukar
pengalaman dengan negara lain dalam meningkatkan kemampuan konservasi
sumber daya alam; (g) Rehabilitasi ekosistem (lahan kritis, lahan marginal, hutan
bakau, terumbu karang, dan lain - lain) berbasis masyarakat; (h) Meningkatkan dan
mengefektifkan kerja sama antarnegara dalam mengatasi dan mencegah
perdagangan hasil alam yang dilakukan secara ilegal dan merusak alam.

3. Program pengembangan Kapasitas Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Di
dalam program ini terdapat 5 (lima) hal yang menjadi sorotan, yaitu: (a) Pengembangan
sistem pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat; (b) Pengembangan sistem
pengelolaan sumber daya alam yang memberikan hak kepada masyarakat secara langsung;
(c) Berorientasi kerja sama dengan perusahaan multinasional yang memanfaatkan sumber
daya alam dan lingkungan hidup agar lebih berpihak pada masyarakat miskin; (d) Kerja sama
dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya
alam yang berkelanjutan; (e) Meningkatkan dan mengefektifkan kerja sama antarnegara
dalam mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara ilegal dan
merusak alam.
4. Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup. Di dalam program ini
mencakup: Peningkatan peran sektor informal khususnya pemulung dan lapak dalam upaya
pemisahan sampah;
5. Penegakan hukum bagi pihak yang merusak sumber daya alam dan lingkungan
hidup;Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dan lembaga internasional dalam
mengatasi dan mencegah pencemaran lingkungan hidup dan mengembangkan kode etik
global bagi perusahaan multinasional. Saat ini kebijakan lingkungan hidup Indonesia untuk
jangka panjang mengacu pada Undang - undang No. 27 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) dalam 20 tahun ke depan dalam berbagai
aspek/sektor pembangunan sebagai upaya menyebarkan dan mencapai tujuan nasional
sebagaimana tersebut dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun misi jangka
panjang Indonesia yang berkaitan dengan lingkungan hidup ada pada Visi dan Misi
Pembangunan Nasional 2005-2025, pada butir ke 6, yaitu: “Mewujudkan Indonesia asri dan
lestari”. Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari sasaran dan arah
pembangunan Lingkungan Hidup yang digariskan dalam RPJP 2005 -2025 sesuai UndangUndang No. 27 tahun 2007 tentang RPJP telah ditetapkan oleh pemerintah. Sasaran RPJP
2005-2025 tentang lingkungan hidup menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, sebagai
berikut (Presiden RI, 2007): “Sasaran RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup 1.
Membaiknya pengelolaan dan penggunaan SDA dan pelestarian fungsi LH yan g
dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi daya dukung dan kemampuan pemulihannya dalam
mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari. 2.
Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan SDA untuk me wujudkan nilai
tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan. 3. Meningkatnya kesadaran, sikap

mental dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan SDA dan pelestarian fungsi LH untuk
menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan.” Arah kebijakan RPJP 2005-2025 tentang
lingkungan hidup menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 yaitu (Presiden RI, 2007):
“Arah RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup 1. Mendayagunakan SDA yang
terbarukan. SDA terbarukan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien dan bertanggung
jawab dengan menggunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang. 2. Mengelola SDA
yang tidak terbarukan. Pengelolaan SDA tak terbarukan, seperti bahan tambang, mineral, dan
sumber energi diarahkan untuk tidak dikonsumsi secara lang sung, melainkan diperlakukan
sebagai masukan, baik bahan baku maupun bahan bakar, untuk proses produksi yang dapat
menghasilkan nilai tambah optimal di dalam negeri. 3. Menjaga keamanan ketersediaan
energi. Menjaga keamanan ketersediaan energi diara hkan untuk menyediakan energi dalam
waktu yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber-sumber energi dan tingkat kebutuhan
masyarakat. 4. Menjaga dan melestarikan sumber daya air. Pengelolaan diarahkan menjamin
keberlanjutan daya dukungnya dengan menjaga kelestarian fungsi daerah tangkapan air dan
keberadaan air tanah. 5. Mengembangkan sumber daya kelautan. Pembangunan ke depan
perlu memperhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat luas.
Pemanfaatan sumber daya tersebut melalui pendekatan multisektor, integratif dan
komprehensif untuk meminimalkan konflik dan tetap menjaga kelestariannya. 6.
Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan SDA tropis yang unik dan khas. Deversifikasi
produk dan inovasi pengolahan hasil SDA terus dikembangkan agar mampu menghasilkan
barang dan jasa yang memiliki nilai tambah tinggi. 7. Memperhatikan dan mengelola
keragaman jenis SDA yang ada di setiap wilayah. Pengelolaan SDA untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat lokal, mengembangkan wilayah strategis dan cepat tumbuh serta
memperkuat daerah dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. 8. Mitigasi
bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia. Mengembangkan kemampuan sistem
deteksi dini, sosialisasi dan desiminasi informasi terhadap ancaman kerawanan bencana alam
kepada masyarakat. 9. Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pembangunan
ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan yang ramah lingkungan. Pemulihan
kondisi lingkungan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan. 10. Meningkatkan
kapasitas pengelolaan SDA dan LH. Meliputi: peningkatan kelembagaan, penegakan hukum,
SDM yang berkualitas, penerapan etika lingkungan, internalisasi etika lingkungan dalam
kegiatan produksi, konsumsi, pendidikan formal dan kehidupan sehari-hari. 11.
Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan.

2.2.2 Penetapan Sarana Kebijakan Lingkungan
Tindakan yang dilakukan oleh perseorangan sebagai anggota masyarakat kurang
mempunyai arti terhadap lingkungan dan pengembangan lingkungan hidup. Hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat menyangkut kepentingan umum. Lingkungan sudah
merupakan milik bersama (public property), sehingga tidak seorangpun diperkenankan
mencemarkannya.
Pemerintah perlu turun tangan untuk mengatur dan mengendalikan perilaku seseorang agar
tetap berada dalam batas-batas yang sesuai dengan daya dukung lingkungan, yaitu
kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Berbagai sarana hukum administrasi tersedia bagi penguasa.
Instrumen kebijaksanaan lingkungan yang perlu ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan lingkungan demi kepastian hukum merupakan pencerminan arti
pentingnya hukum bagi pemecahan masalah lingkungan. Kebijaksanaan yang digariskan
pemerintah (Pasal 8-10 UUPLH) dapat ditempuh dengan berbagai sarana yang bersifat
pencegahan atau setidak-tidaknya pemulihan sampai taraf normal kualitas lingkungan,
sebagaimana juga dilaksanakan di Belanda.
Di Belanda dikenal berbagai pangkal tolak pemikiran yang merupakan asas-asas umum
kebijaksanaan
a.

lingkungan

Penanggulangan

(general
pada

principles

sumbernya

of

environmental

(abatement

policy),

at

the

yaitu:
source);

b. Sarana praktis yang terbaik/sarana teknis yang terbaik (best practicable means/best
technical
c.
d.
e.

means

Prinsip

the

pencemar

Prinsip
Prinsip

=

Best

Available

membayar

cegattangkal/cekal

perbedaan

regional

(Principle

Technology

(polluter

pays

(BAT)).
principle).

(stand

still

principle).

of

regional

differentiation).

f. Beban pembuktian terbalik (het beginsel van de omkering van de bewijslast).
Dalam UUPLH sudah ditetapkan beberapa jenis instrumen kebijaksanaan lingkungan yang
dapat
1.

dipakai

sebagai
Stimulasi

dasar

pengaturan
Tidak

lebih

lanjut:
Langsung

Sarana ini dilaksanakan pemerintah melalui penyuluhan pendidikan, penelitian lingkungan,

meringankan bea masuk terhadap alat-alat pencegahan pencemaran dan subsidi kepada
industri

2.

yang

menyangkut

Pengaturan

a.

proyek

yang

Larangan

pembangunan.

bersifat
dan

fisik
kewajiban

Sarana ini terdapat pada ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan lingkungan
yang memuat ancaman pidana, seperti larangan membuang sampah sembarangan. Kewajiban
diwujudkan

dalam

bentuk

b.

persyaratan

perizinan.

Persyaratan

produk

Pencemaran yang disebabkan oleh pengguna massal atau penyebaran secara luas produkproduk

yang

bersifat

mencemarkan,

misalnya

c.

detergen.
Perizinan

Instrumen ini ditujukan kepada pencegahan atau penanggulangan pencemaran oleh instalasi,
terutama

perusahaan

industri

sampai

tingkat

yang

dapat

ditenggang.

Contoh: Izin HO dan izin usaha industri. Pembatasan ini dilakkan dengan cara norma emisi
atau buangan, pedoman dalam bentuk sarana dan persyaratan baku yang dapat mengenai
emisi

maupun

d.

perlengkapan

yang

“Best

akan

practicable

dipergunakan.
means”

Instrumen ini berpangkal tolak dari pemikiran bahwa instalasi wajib mampu mengendalikan
pencemaran sampai tingkat yang berdasarkan teknk penjernihan atau proses produksi yang
sudah diterapkan dianggap dapat dipertanggungjawabkan dari segi teknis dan ekonomis
perusahaan.
3.
a.

Pengaturan
Pajak

tidak

langsung

keuangan
dan

retribusi

Jenis pajak ini dikenal sebagai Pajak Pertambahan Nilai. Masih terdapat keberatan dan perlu
penelitian mengenai sarana pajak tidak langsung (misalnya pembedaan tarif dan “tax
holiday”) terhadap produk yang bersifat mencemarkan, sehingga penerapannya belum ada di

Indonesia.
Retribusi dapat diartikan sebagai pembayaran kembali pekerjaan penjernihan oleh penguasa,
yaitu instansi pemerintah, karena pekerjaan itu dianggap sebagai pelayanan jasa oleh
penguasa.

Kita

mengenal

retribusi

b.

sampah

dalam

berbagai

Peraturan

Pajak

Daerah.

pencemaran

Instrumen ini membebankan pungutan terhadap jumlah zat pencemar yang dibuang.
Pungutan ini dapat pula dianggap sebagai sarana umum terhadap pencemaran yang untuk
sementara diperkenankan, dengan tujuan merangsang (insentif) pengembangan teknik
produksi dan produk yang lebih bersih dan bebas dari pencemaran. Di sini terdapat fungsi
pendistribusian kembali pungutan pencemaran yang memungkinkan pemerintah memperoleh
sumber
c.

bagi

pembiayaan

Bantuan

upaya

keuangan

pelaksanaan
dan

kebijaksanaan

lingkungan.

kemudahan

pajak

Instrumen ini dapat dibedakan antara subsidi, pinjaman lunak dan fasilitas fiskal.
4.

Baku

mutu

lingkungan

Untuk memberikan pedoman terhadap pengelolaan lingkungan dan sebagai upaya
pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan secara konkrit diperlukan baku
mutu

lingkungan.

Peraturan perundang-undangan mengenai baku mutu berbagai jenis sumber daya tidak perlu
sama,

bahkan

dapat

berbeda

untuk

setiap

lingkungan,

wilayah

atau

waktu.

Baku mutu lingkungan selalu merupakan nilai ambang batas, tetapi tidak semua nilai ambang
batas merupakan baku mutu lingkungan selama tidak diwajibkan berdasarkan peraturan
hukum.
5.

Analisis

mengenai

dampak

lingkungan

(AMDAL)

AMDAL adalah proses yang meliputi penyusunan berturut-turut dokumen-dokumen
kerangka acuan, analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana
pemantauan lingkungan.

2.2.3 Baku Mutu Lingkungan

Baku mutu lingkungan berbeda-beda di setiap daerah , wilayah , zona, hinggga
kawasan satu dengan yang lainnya, karena baik corak, karakteristik maupun kemampuan
lingkungan itu satu sama lainnya berbeda-beda, termasuk sistem pengelolaan oleh satu daerah
dengan daerah lainnya. Misalnay ditetapkannya baku mutu udara ambien nasional dan baku
mut udara ambien daerah, sebagaimana ditetapkan dalam PP No. 41 Tahun 1999 tentang
pengendalian pencemaran udara. Selain itu, BML juga akan berbeda-beda menurut waktu,
karena proses waktu juga mempengaruhi kondisi dan kapasitas lingkungan. Oleh karena itu
pada setiap waktu tertentu penentuan BML harus ditinjau kembali, misalnya setelah 5 tahun.
Dari sudut ilmu dan ekologi dapat dikatakan bahwa ekolog dapat menentukan kadar
faktor lingkungan yang secara optimal kehadirannya akan menimbulkan gangguan yang tidak
dapat di pertanggungjawabkan. Contohnya adalah kebisingan yang dapat menyebahkan
ketulian. Dengan demikian, seperti dikatakan siti sundari rangkuti bahwa ilmu dapat
mentapkan batas cahaya, batas ini dalam keadaan apapun tidak boleh dilanggar dilihat dari
sudut teknologi dan kepentingan ekonomis.
Dalam menganalisis peningkatan “gangguan” menjadi “derita” sebagai proses kadar
mutu lingkungan, J.Wisten berpendapat, sebagaimana juga dikemukakan siti sundari
rangkuti, bahwa menurut kenyataannya, batas antar gangguan dan derita yang dapat bersifat
sebagai batas gangguan menurut ilmu terletak antaraa batas bahaya serta titik optimim yang
dimungkinkan secara teknologis dan ekonomis.
Dengan lahirnya UUPLH 1982 pembangunan lingkungan hidup sudah lebih maju
karena telah menetapkan asas-asas pokok bagi pengelolaannya. Misalnya, telah diasaskan
tentang perlunya BMLdilakukan sebagai bagian dari perlimdungan lingkungan hidup. Hingga
beerapa tahun usia UUPLG 1982, peraturan perundangan yang berkenaan dengan itu belum
juga dibuat sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi khalangan masyarkat
khususnya bagi para pengambil keputusan seperti :para menteri- menteri, dirjen,
gubernur,kepala-kepala daerah, kepala-kepala kantor wilayah, dan para
peindustriawan/pengusaha. Padahal asas pembangunan nasional harus selalu diadakan
penilaian seksama atas pengaruh-pengaruh pembangunan terhadap lingkungan.
Setelah UUPLH di undangkan pemerintah telah meyiapkan beberapa rancangan
aturan pemerintah (RPP). RPP itu diantara lain, RPP tentang baku mutu air laut dan RPP
tentang kualitas air. RPP tentang kualitas air menggolongkan 5 macam mutu air, mulai dari
golongan air minum sampai air buangan. Demikianlah baru mulai dipikirkan penerapan BML

tetapi masih terbatas pada ekosistem tertentu. Kerena belum adanya peraturan perundangan
seperti yang telah disyaratkan oleh pasal 15 UUPLH ataau pasal 14 UUPLH 1997, maka
sementara menunggu tersusunya pengaturan hukum yang bersifat terpadu dan
interdapertemental (oleh pemerintah pusat/ lembaga-lembaga tingkat pusat), da beberapa
pengaturan yang bersifat sektoral/ departemental sehubung dengan BML yang telah dibuat
dan diterapkan.
Dibidang sumber daya air, baru pada tahun 1990 dibuat PP No,20 tahun 1990 tentang
pengendalian pencemaran air. Dalam pp ini disebutkan bahwa baku mutu air merupakan
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada atau harus ada
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air pada sumber air tertentu sesuai
dengan peruntukannya. Jadi daya dukung sumber air sangat dipengaruhi oleh kualitas dan
kuantitas air.
Gubernur telah membuat BML limbah cair yang lebih ketat dari BML limbah cair
yang telah ditetapkan secara nasional dengan mempertimbangkan kondisi daerahnya.
Pengertian lebih ketat berarti ada penambahan parameter yang belum tercantum kedalam
baku mutu lingkungan limbah cair. Bebagai aturan perundangan yang berkaitan dengan
BML, selain UUPLH 1997 antara lain adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

UU No 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang
UU No 6 tahun 1996 tentang perairan
UU No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
PP No 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air
PP