IMPLEMENTASI SYIRKAH DI LEMBAGA KEUANGAN (1)

IMPLEMENTASI SYIRKAH DI LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH DARI PERSEPEKTIF FIQIH KONTEMPORER

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Kontemporer
Dosen Pengampu : Imam Mustofa, M.S.I

Oleh kelompok 4:
Juwitasari

(141265510)
Kelas B

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN S1-PERBANKAN SYARIAH
IAIN METRO
TA. 2016/2017

2

KONSEP DASAR SYIRKAH


A.

PENDAHULUAN

Dalam masyarakat arab jahiliyah sudah dikenal adanya kerjasama dalam
lapangan ekonomi, baik kerjasama yang bersifat produktif maumpun berbentuk
kerjasama dalam kepemilikan sesuatu secara bersama oleh 2 orang atau beberapa
orang.1 Beberapa langan menjelaskan, bahwa terdapat beberapa bentuk kerjasama
yang telah dipraktekan oleh komunitas muslim pada periode awal. Keterangan ini
hanya menunjukkan tentang eksistensi dari bentuk kerjasama yang telah
dipraktekan, tidak ada indikasi yang menjelaskan lebih lanjut tentang terminologi,
kondisi ataupun konsep yang mungkin dijalankan dalam merealisasikan kerjasama
tersebut.
Penjelasan yang komprehensif kontrak tersebut dapat diketahui dalam
hukum islam, melalui hasil ijtihad oleh para ulama dalam mengembangkan fiqh.2
Salah satu akad kerjamasama yaitu syirkah. Model syirkah merupakan sebuah
konsep yang secara tepat dapat memecahkan permasalahan permodalan. Satu sisi,
prinsip Islam menyatakan bahwa segala setuatu yang dimanfaatkan oleh orang
lain berhak memperoleh kompensasi yang saling menguntungkan, baik terhadap
barang modal, tenaga atau barang sewa. Di sisi lain Islam menolak dengan tegas

kompensasi atas barang modal berupa bunga (Chapra, 1999).
Para ahli ekonomi Islam mendukung pentingnya peranan syirkah dalam
pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kemandekan ekonomi sering terjadi karena
pemilik modal tidak mampu mengelola modalnya sendiri atau sebaliknya
mempunyai kemampuan mengelola modal tetapi tidak memiliki modal tersebut.
Semua hal tersebut dapat terpecahkan dalam syirkahyang dibenarkan dalam
syariahIslam (Qardawi, 1997).

1
2

107.

Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2002), H. 1.
Abdullah Saeed, Bank Islam & Bunga , (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004), Cet. II, H.

3

B.


Definisi Syirkah

Syirkah dapat dikatakan sebagai percampuran atau ikatan kerjasama yang

dilakukan 2 orang atau lebih. Dengan adanya akad syirkah yang disepakati kedua
belah pihak, semua pihak yang mengikatkan diri berhak bertindak hukum
terhadap harta serikat itu dan berhak mendapatkan keuntungan sesuai dengan
persetujuan yang disepakati.

3

Syirkah secara etimologi merupakan kata yang

berasal dari kata „isytirak‟ yang berarti perkongsian, diartikan demikian, karena
syirkah merupakan perkongsian dalam hak untuk menjalankan modal.

Wahbah al-Zuhaili mendifiniskan syirkah secara bahasa yaitu syirkah
adalah percampuran yaitu bercampurnya suatu modal dengan lainnya, sampai
tidak dapat dibedakan antara keduanya.4 Menurut Afzalur Rahman, seorang
Deputy Secretary General in The Muslim School Trust, secara bahasa syirkah

berarti al-ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga
antara masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain dari
syirkah adalah musyarakah, sharikah atau kemitraan.5
Syirkah menurut istilah ialah akad perjanjian yang menetapkan adanya hak

milik bersama antara dua orang atau lebih yang bersekutu. 6 Ada perbedaan
definisi syirkah di kalangan Ulama. Menurut Malikiyah, syirkah adalah
perkongsian dua pihak atau lebih dimana semua anggota perkongsian tersebut
mengizinkan anggota lainnya untuk menjalankan modal untuk berusaha. Menurut
Hanafiyah, syirkah merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut akad
antara dua pihak yang berkongsi atau bersekutu dalam modal dan keuntungan.
Menurut kalangan Syafi‟iyah, syirkah adalah tetapnya hak para pihak yang
berkongsi untuk menjalankan dan mengembangkan modal. Sementara kalangan

3

241.

Dwi Suwiknyo, Kamus Lengkap Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Total Media, 2000), H.


Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada,
2016), H.128
5
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat,
2013), Edisi 3, h. 150.
6
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT Rikena Cipta, 2001), Cet II, h. 444.
4

4

Hanbaliyah berpendapat bahwa syirkah adalah persekutuan dalam hak dalam
berusaha atau menjalankan sebuah usaha.
Syirkah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah (KHES) Pasal 20

didefinisikan sebagai kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal
permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang
berserikat.


C.

Dasar Hukum Syirkah
Syirkah mempunyai landasan hukum yang kuat, baik dari Al-Qur‟an, Al-

Sunnah, Ijma‟ dan dasar hukum lainnya. Dasar hukum syirkah dalam Al-Qur‟an
antara lain adalah sebagai berikut:
1.

Firman Allah dalam surat An-Nisa‟ ayat 12:
“mereka berkongsi untuk mendapatkan bagian sepertiga”

2.

Firman Allah dalam surat Sad ayat 24:
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh dan amat
sedikitlah mereka ini”7


Kedua ayat tersebut menunjukkan perkenaan dan pengakuan Allah SWT
akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat anNisa ayat 12 perkongsian terjadi secara otomatis (jabr), sedangkan pada surat sad
ayat 24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyari).8
Sementara dasar hukum syirkah dari Al-Sunnah antara lain adalah sebagai
berikut:
1.

Hadis riwayat dari Abu Hurairah:
“dari Abu Hayyanal-Taimi dari ayahnya dari Abu Hurairah (marfu‟)
Rasulllah bersabda: sesungguhnya Allah Swt, berfirman „aku adalah
pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama salah satu diantara

Imam Mustofa, “Fiqih Mu‟amalah...”, h.128-129.
Muhammad Syafi‟i Antonio, “bank syariah, dari teori ke praktik”, (jakarta: Gema
Insani, 2013), H. 91.
7

8

5


mereka tidak menghianati lainnya, apabila salah seorang diantara
mereka menghianati lainnya, maka Aku keluar dari persekutuan
mereka”
2.

Rasulullah saw, bersabda:
“pertolongan Allah akan selalu menyertai dua pihak yang berkongsi
atau bersekutu, selama mereka tidak saling menghianati”9

Sedangkan berdasarkan dari Ijma, Ibnu Qudamah dalam kitabnya almughini telah erkata, “kaum muslimin telah berkonsekuen terhadap legitimasi
musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa

elemen lainnya”.10 Dalam konteks Indonesia, dasar legalitas syirkah dikuatkan
dengan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 134-186.11

D.

Rukun dan Syarat Syirkah
Prinsip dasar yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip kemitraan


dan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait untuk mencapai keuntungan
bersama. Unsur-unsur yang harus ada dalam syirkah adalah
1.

pelaku

2.

obyek syirkah

3.

ijab qabul

4.

nisbah keuntungan

Ketentuan atau syarat-syaratnya yaitu:

1.

Pelaku, para mitra harus cakap hukum dan baligh

2.

Obyek syirkah, harus ada modal dan kerja
a. Modal
1) Modal yang diberikan harus tunai.
2) Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, perak,
aset perdagangan, atau aset tidak terwujud seperti lisensi.

9

Ibid., H. 130.
Ibid.,
11
Imam mustofa, “fiqih muamalah...”, H. 130.
10


6

3) Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk non kas, maka
harus ditentukan nilai tunainya terlebih dahulu dan harus
disepakati bersama.
4) Modal yang diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur.
Tidak dibolehkan pemisahan modal dari masing-masing pihak
untuk kepentingan khusus.
5) Setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset kemitraan.
6) Tidak boleh meminjam uang atas nama usaha syirkah,
demikian juga meminjamkan uang kepada pihak ketiga dari
modal syirkah, menyumbangkannya, atau menghadiahkan
uang tersebut. Kecuali, mitra yang lain telah menyepakatinya.
7) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan modal untuk kepentingan sendiri.
8) Modal yang ditanamkan tidak boleh digunakan untuk
membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh syariah.

b. Kerja
1) Tidak dibenarkan bila salah seorang diantara mitra menyatakan
tidak ikut serta menangani pekerjaan dalam kemitraan tersebut.
2) Para mitra harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
3) Jika seorang mitra mempekerjakan pekerja lain untuk
melaksanakan tugas yang menjadi bagiannya, biaya yang
timbul harus ditanggung sendiri.

3.

Ijab kabul
Adalah pernyataan saling rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang

dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.

4.

Nisbah

7

a. Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus
disepakati oleh para mitra pada awal akad, sehingga risiko
perselisihan diantara para mitra dapat dihilangkan.
b. Perubahan nisbah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai
proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
d. Pada

prinsipnya

keuntungan

miliki

para

mitra,

namun

diperbolehkan mengalokasikan keuntungan untuk pihak ketiga bila
disepakati, misalnya untuk organisasi kemanusiaan tertentu.12

E.

Jenis-jenis syirkah
Secara garis besar, syirkah ada dua macam, yaitu syirkah amlak dan syirkah

uqud.

1. Syirkah amlak
Syirkah amlak artinya perserikatan atau perkongsian dalam pemilikan.13
Syirkah amlak terdapat dua macam, yaitu:

a. Syirkah amlak ikhtiyari (perkongsian sukarela)
Perkongsian sukarela adalah kesepakatan dua orang atau lebih untuk
memiliki suatu barang tanpa adanya keterpaksaan dari masingmasing pihak. Contohnya dua orang yang bersepakatan untuk
membeli sesuatu barang satu buah mobil truk untuk angkutan
barang.
b. Syirkah amlak ijbari (perkongsian paksa)
Perkongsian paksa adalah perkongsian dimana para pihak yang
terlibat dalam kepemilikan barang atau suatu aset tidak bisa
menghindar dari bagian dan porsinya dalam kepemilikan tersebut,
karena memang sudah menjadi ketentuan hukum. Misalnya, dalam
hal bagian harta waris bagi saudara orang yang mewariskan, apabila
jumlah saudara lebih dari satu orang, maka mereka secara ijbari
12
13

Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah, h. 155-157.
Dwi Suwiknyo, Kamus Lengkap, h. 245.

8

berkongsi mendapatkan seperenam. Artinya, seperenam harta
warisan dibagi sejumlah saudara yang ada.14
2. Syirkah „uqud
Syirkah uqud adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau

lebih untuk menjalankan suatu usaha, baik barang maupun jasa dan
pembagian keuntunganya. Wahbah al-Zuhaili menjelaskan syarat-syarat
syirkah „uqud adalah sebagai berikut:
a. Bisa diwakilkan
Pekerjaan yang menjadi obyek akad syirkah harus bisa diwakilkan.
Karena diantara ketentuan syirkah adalah adanya persekutuan dalam
keuntungan

yang

dihasilkan

dari

perdagangan.

Selain

itu,

keuntungan perdagangan tidak akan menjadi hak milik bersama,
kecuali jika masing-masing pihak bersedia menjadi wakil bagi
mitranya dalam mengelola sebagian harta syirkah dan bekerja untuk
dirinya sendiri atas sebagian harta syirkah yang lain.
b. Jumlah keuntungan yang dihasilkan hendaknya jelas
Bagian keuntungan tiap-tiap mitra harus jelas, seperti seperlima,
sepertiga, atau sepersepuluh persen. Jika keuntungan tidak jelas,
maka akad syirkah menjadi tidak sah. Karena keuntungan inilah
yang menjadi obyek transaksi, dan tidak jelasnya obyek transaksi
akan merusak transaksi.
c. Bagian keuntungan

yang diberikan hendaknya tidak dapat

terbedakan15
Secara umum menurut ulama fiqih, termasuk kalangan malikiyah dan
syafi‟iyah menyatakan bahwa syirkah uqud terbagi menjadi empat yaitu
syirkah inan, syirkah mufawaduah, syirkah abdan dan syirkah wujuh.

a. Syirkah „inan

14
15

Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah, h. 130-131.
Ibid., h. 143-144

9

Syirkah al-„inan yaitu penggabungan harta atau modal dua orang

atau lebih yang tidak selalu sama jumlahnya. Boleh satu pihak
memiliki modal lebih besar dari pihak yang lain.16 Al- syarakhsi
mendefinisikan syirkah „inan yaitu dua orang yang bersekutu dengan
modal bersama, akad dilakukan bersama-sama, begitu juga saat
membeli suatu barang, modal harus berupa dana cash dan tidak
boleh berupa utang. Menurut Wahbah al-Zuhaili, syirkah „inan
adalah persekutuan antara dua pihak atau lebih untuk memanfaatkan
harta bersama sebagai modal dalam berdagang, apabila mendapat
keuntungan maka dibagai bersama, bila terjadi kerugian juga
ditanggung bersama. Ulama bersepakat bahwa syirkah „inan
diperbolehkan. Al-Farra‟ mengatakan bahwa “al- „inan” berasal dari
kata „anna al- syai‟ yang berarti muncul sesuatu. Dikatakan syirkah
„inan karena kemauan untuk berkongsi muncul dari masing-masing
pihak, artinya tidak ada paksaan. Kerjasama untuk menjalankan
usaha dan membagi hasilnya muncul dari masing-masing pihak. Ada
dua syarat yang harus terpenuhi dalam syirkah „inan sebagaimana
diterangkan al-Kasani yang dikutip oleh Wahbah al-Zuhaili:
1) Pertama, modal syirkah hendaknya nyata, baik saat akad maupun
saat membeli. Syirkah menjadi tidak sah jika modal yang
digunakan berupa utang atau harta yang tidak ada. Karena tujuan
dari transaksi syirkah adalah mendapat keuntungan, dan
keuntungan tidak mungkin didapatkan tanpa bekerja atau
membelanjakan modal. Sementara pembelanjaan itu tidak
mungkin dilakukan pada harta yang masih diutang orang atau
pada harta yang tidak ada, sehingga tujuan syirkah tidak bisa
terwujud. Juga, karena orang yang berutang bisa saja tidak
membayar utangnya, dan barang yang hilang atau tidak ada
belum tentu akan kembali.
Abdul Rahman Ghazali, Ghufron Ihsan, Dan Sapiudin Shidiq, “Fiqih Muamalat”,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), H. 128.
16

10

2) Kedua, modal syirkah hendaknya berupa barang berharga secara
mutlak, yaitu uang, seperti dirham dan dinar di masa lalu atau
mata uang tersebar luas sekarang di masa modern.
Masing-masing pihak yang terlibat dalam syirkah „inan tidak harus
menyetorkan modal yang sama. Dalam pembagian keuntungan juga
dalam syirkah ini tidak ada keharusan untuk sama, akan tetapi
disesuaikan dengan modal yang disetorkan dan volume kerja yang
dilakukan. Dalam pasal 173 KHES disebutkan bahwa dalam syirkah
„inan dapat berupa kerja sama dalam permodalan sekaligus kerja
sama keahlian dan kerja. Adapun masalah risiko, pembagian
pekerjaan dan keuntungan dilakukan sesuai dengan kesepakatan para
pihak yang berkongsi atau bermitra. Pasal 175 KHES menyebutkan
bahwa:
1) Para pihak dalam syirkah al- „inan tidak wajib untuk
menyerahkan semua uangnya sebagai sumber dana modal.
2) Para pihak diperbolehkan mempunyai harta yang terpisah dari
modal syirkah al- „inan17
b. Syirkah mufawadah
Syirkah mufawadah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih,

setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan
kerugian secara sama.18 KHES pasal 165 menyebutkan bahwa
syirkah mufawadah adalah kerja sama untuk melakukan usaha boleh

dilakukan dengan jumlah modal yang sama dan keuntungan dan atau
kerugian dibagi sama. Al-Kassani, sebagai dikutip Wahbah alZuhaili menjelaskan syarat-syarat khusus syirkah mufawadah
sebagai berikut:

17

Ibid., h. 132-133.
Ismail Nawawi, “Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer”, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), H. 153.
18

11

1) Masing-masing sekutu hendaknya cakap untuk mengadakan
transaksi wakalah dan kafalah, yaitu keduannya harus merdeka,
balig, berakal dan bijaksana (rasyid).
2) Persamaan dalam modal, baik dari segi kadar maupun nilai, dan
baik sejak awal maupun ketika berakhir. Jika kedua harta yang
dijadikan modal tidak sama kadarnya, maka akad yang
dilaksanakan tidak bisa dikatakan sebagai mufawadah. Karena
prinsip dasar mufawadah adalah persamaan, maka harus
diusahakan adanya persamaan dalam berbagai segi. Adapun jika
kedua modal tidak sama dari segi nilai. Seperti adanya perbedaan
nilai tukar dan mata uang, maka syirkah mufawadah tidak sah.
3) Apabila semua barang yang dimiliki salah satu dari kedua pihak
yang melaksanakan akad syirkah mufawadah dan dapat dijadikan
sebagai modal syirkah harus dimasukkan dalam syirkah, maka
akad syirkah yang dilaksnakan tidak bisa disebut sebagai syirkah
mufawadah, karena hal itu bertentangan dengan prinsip

persamaan.
4) Persamaan dalam pembagian keuntungan mufawadah. Jika
keduanya mensyaratkan perbedaan keuntungan, maka akad
tersebut tidak bisa disebut sebagai syirkah mufawadah,
mengingat tidak adanya persamaan.
5) Mufawadah hendaknya dilakukan pada semua jenis perdagangan
yang diperbolehkan. Tidak sah jika salah satu sekutu melakukan
perdagangan tertentu, tanpa mitranya yang lain, karena hal itu
akan membatalkan hakikat mufawadah, yaitu persamaan.19
c. Syirkah abdan
Syirkah abdan adalah kerja sama dua atau lebih untuk melakukan

usaha atau pekerjaan atau lebih mudahnya persekutuan dua orang
atau lebih untuk menerima kerja yang akan dikerjakan secara

19

Imam Mustofa, fiqih muamalah... , H. 135-137.

12

bersamasama dan hasilnya dibagi bersama.20 Contohnya dua orang
yang mempunyai keterampilan dalam menjahit pakaian. Keduanya
berkongsi untuk mengerjakan satu paket borongan penjahitan baju
seragam. Keduanya sama-sama mempunyai peralatan konveksi
untuk mengerjakan borongan tersebut. Keuntungan dibagi di antara
dua orang tersebut sesuai dengan kesepakatan yang mereka
buat.ulama berbeda pendapat mengenai hukum syirkah abdan.
Ulama hanbaliyyah memperbolehkan syirkah abdan dengan
persyaratan, yaitu:
1) Adanya kesamaan pekerjaan di antara para pihak yang
berkongsi, meskipun dilakukan pada waktu dan tempat yang
berbeda.
2) Para pihak yang terlibat harus mempunyai pekerjaan dan
keterampilan yang sama, terkecuali pekerjaan mereka saling
terkait.
3) Adanya kesepakatan antara pihak yang berkongsi untuk
membagi keuntungan sesuai dengan proporsi dan volume kerja.21
Perkongsian ini disebut juga dengan perkongsian shana‟i dan
taqabbul.22

d. Syirkah wujuh
Syirkah wujuh adalah perkongsian antara dua pihak untuk

memperdagangkan barang tertentu. Para pihak yang berkongsi itu
sudah dikenal mempunyai reputasi yang baik, sehingga mereka
dapat dipercaya untuk membeli barang tertentu dengan pembayaran
tangguh, kemudian mereka menjualnya secara tunai. Keuntungan
dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan.

Syirkah ini disebut

syirkah wujuh karena yang menjadi modal adalah reputasi para pihak

20

Abdullah A-Mushlih, “Fikih Ekonomi Keuangan Islam”, (Jakarta: Darul Haq, 2004),

21

Ibid., h. 139- 140.
Rachmat Syafe‟i, “Fiqih Muamalah”, (Bandung: Djati Press, 1997), H. 224.

H. 148.
22

13

yang berserikat. Reputasi kejujuran dan integritas mereka dalam
bekerja.23

23

Ibid., h. 141-142.

14

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah A-Mushlih. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq. 2004.
Abdul Rahman Ghazali, Ghufron Ihsan, dan Sapiudin Shidiq. Fiqih Muamalat.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.
Abdullah Saeed. Bank Islam & Bunga . Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2004.
Adiwarman A Karim. Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. 2014.
Dwi Suwiknyo. Kamus Lengkap Ekonomi Islam. Yogyakarta: Total Media. 2000.
Helmi Karim. Fiqh Muamalah. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada. 2002.
Imam Mustofa.

Fiqih Mu‟amalah Kontemporer. Jakarta: Pt Raja Grafindo

Persada. 2016.
Muhammad Syafi‟i Antonio. Bank Syariah, Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani. 2013.
Ismail Nawawi. Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia. 2012.
Rachmat Syafe‟i. Fiqih Muamalah. Bandung: Djati Press. 1997.
Sri Nurhayati dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat. 2013.
Sudarsono. Pokok-Pokok Hukum Islam. Jakarta: PT Rikena Cipta. 2001.