MEMINIMASI MANUFACTURING LEAD TIME MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING DAN DAMPAKNYA PADA BULLWHIP EFFECT

MEMINIMASI MANUFACTURING LEAD TIME MENGGUNAKAN
VALUE STREAM MAPPING DAN DAMPAKNYA PADA
BULLWHIP EFFECT
Rahmi Maulidya, Aziz Hamka
Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri, FTI, Universitas Trisakti
Email : rmauli@yahoo.com, azizhamka@yahoo.co.id
ABSTRACT
Permintaan pasar yang tidak terpenuhi dapat mengakibatkan meningkatnya variabilitas
antara jumlah produksi dan permintaan. Selain menyebabkan terjadinya pemborosan, keadaan
ini juga mendorong terjadinya bullwhip effect. Pada kasus perusahaan yang memproduksi
produk rumah tangga berbahan plastik, diperoleh nilai BE melebihi 1, yang menandai
terjadinya bullwhip effect. Bullwhip effect yang terjadi disebabkan oleh dua faktor utama yaitu
peramalan permintaan dan lead time. Peramalan permintaan mempengaruhi jumlah
ketersediaan bahan baku sedangkan lead time memperhatikan manufacturing led time. Pada
penelitian diperlihatkan bahwa perbaikan yang dilakukan pada penentuan jumlah produksi
melalui peramalan permintaan dapat memperkecil variabilitas Bullwhip Effect. Minimasi
Manufacturing Lead Time (MLT) dilakukan dengan menghilangkan dan menggabungkan
beberapa operasi produksi. Keterkaitan antara Manufacturing Lead Time dengan ketersediaan
bahan baku memiliki hubungan dalam mengurangi nilai Bullwhip Effect sebesar 64,3%.
Key Words : Manufacturing Lead Time, Process Cycle Efficiency, Bullwhip Effect


1. PENDAHULUAN
Dalam perkembangan rantai pasok,
pemasok dan penjual melakukan pengamatan
terhadap kinerja rantai pasok. Ketika
konsumen meminta produk yang umum,
persediaan dan level back-order menjadi
sangat berfluktuasi. Tidak terpenuhinya
permintaan konsumen dapat mengakibatkan
meningkatnya variabilitas antara jumlah
produksi dan permintaan yang mendorong
pada keadaan bullwhip effect. Pada tingkatan
rantai pasok, retailer menentukan permintaan
konsumen dan melalukan pemesanan pada
wholesaler, kemudian wholesaler menerima
produk dari distributor yang dibuat oleh
pabrik (Simchi-Levi at.al, 2008).
Peningkatan dalam variabilitas pada
rantai pasok direferensikan sebagai bullwhip
effect pada empat tingkatan sederhana
manajemen rantai pasok yaitu: retailer,

wholesaler, distributor dan factory. Retailer
menentukan permintaan konsumen dan
melakukan pemesanan terhadap wholesaler.
Wholesaler menerima produk dari distributor,
yang memesan kepada factory (Simchi-Levi
et al, 2008).

Meminimasi MLT (Rahmi Maulidya, dkk)

Penelitian ini memiliki tujuan untuk
meminimasi nilai Bullwhip Effect untuk
meningkatkan kinerja perusahaan melalui
ketersediaan bahan baku dan perbaikan pada
lead time. Batasan dalam penelitian ini
adalah tidak membahas masalah biaya dan
tidak membahas
permasalahan
yang
diakibatkan oleh faktor eksternal, khususnya
supplier.


2. TINJAUAN LITERATUR
2.1. Value Stream Mapping
Value stream mapping adalah peta
aliran dari value stream process yang
menggambarkan proses produksi dengan
menggunakan manufacturing lead time pada
bagian produksi sampai produk sampai di
tangan konsumen yang melalui proses
pemesanan, pengadaan bahan baku sampai
dengan pendistribusian. Operasi dalam
sebuah proses produksi dapat dibagi menjadi
3 kategori berdasarkan pada konsep
customer value, yaitu operasi value adding
(VA), operasi business value adding (BVA),
dan operasi non value adding (NVA).
Operasi value adding (VA) terdiri dari
membuat produk, atribut pelayanan, dan
mengutamakan
kebutuhan

konsumen.
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 264

Operasi lainnya meningkatkan kompleksitas
proses yang menghasilkan biaya dan cycle
time yang lebih tinggi. Kategori pertama
berisikan business value added (BVA) sering
tidak diperlihatkan dari konsumen, tetapi
konsumen terpaksa untuk menanggung
pembiayaan produk atau jasa dengan
kebutuhan konsumen. Operasi BVA terjadi
karena keterbatasan teknologi yang tidak
dapat dihilangkan. Meskipun operasi BVA
mungkin diperlukan dalam waktu singkat,
BVA seharusnya dihilangkan secara periodik
dari proses ketika dapat dilakukan. Kategori
kedua berisikan operasi-operasi yang
sebetulnya tidak diperlukan baik dari internal
maupun eksternal kebutuhan konsumen,
yaitu non value added (NVA). Operasi NVA

harus segera dihilangkan dari proses. Operasi
BVA dan NVA terdiri dari transportasi,
menunggu, inspeksi, evaluasi, perbaikan, dan
administrasi. Salah satu indikator kinerja
kunci dari value stream process ialah process
cycle efficiency (PCE) yang dirumuskan
sebagai berikut
=
(1)
!" #

$% &'

2.2. Manajemen Rantai Pasok
Manajemen rantai pasok adalah sebuah
bagian pendekatan yang digunakan untuk
menggabungkan secara efisien antara
pemasok, manufaktur, gudang, dan toko,
sehingga
produk

dihasilkan
dan
didistribusikan pada jumlah, tempat, dan
waktu yang tepat, dengan tujuan untuk
meminimasi biaya perluasan sistem ketika
memenuhi kebutuhan pelayanan (SimchiLevi et al, 2008). Definisi tersebut
menyebabkan beberapa observasi. Pertama,
manajemen rantai pasok menyebabkan
pertimbangan setiap fasilitas yang memiliki
dampak pada biaya dan memainkan peran
dalam menghasilkan produk yang sesuai
kebutuhan konsumen, yaitu dari pemasok
dan fasilitas manufaktur melalui gudang dan
pusat distribusi ke penjual dan toko. Bahkan,
dalam beberapa analisa rantai pasok, hal ini
penting untuk memperhitungkan pemasok
dari pemasok dan konsumen dari konsumen
karena memiliki sebuah dampak dalam
pelaksanaan rantai pasok (Simchi-Levi et al,
2008).

Kedua, objek dari manajemen rantai
pasok ialah menjadikan efisien dan
Meminimasi MLT (Rahmi Maulidya, dkk)

efekstifitas biaya di seluruh sistem; jumlah
biaya perluasan sistem, mulai transportasi
dan distribusi hingga inventori baik bahan
mentah, barang setengah jadi, dan barang
jadi
seminimal
mungkin.
Demikian,
penekanan tidak sesederhana meminimalisir
biaya transportasi atau mengurangi inventori
tetapi, sebaliknya, dalam mengambil sebuah
pendekatan sistem ke manajemen rantai
pasok (Simchi-Levi et al, 2008). Akhirnya,
karena manajemen rantai pasok dilakukan di
antara integrasi efisiensi dari pemasok,
manufaktur, penyimpanan, dan tempat

penjualan
yang
mencakup
aktifitas
perusahaan di berbagai tingkatan, dari
tingkat strategi hingga taktis tingkat
operasional.
Hal-hal
yang
membuat
manajemen rantai pasok sulit dilakukan
terdapat 3 hal, yaitu pertama, strategi rantai
pasok tidak dapat diterapkan dalam batasanbatasan. Kedua, rantai pasok memacu untuk
mendesain dan mengoperasikan sebuah total
biaya perluasan sistem secara minim, dan
perluasan sistem pada tingkat pelayanan
dipelihara. Ketiga, ketidakpastian dan resiko
melekat di setiap rantai pasok (Simchi-Levi
et al, 2008).
Tantangan di integrasi rantai pasok

tentu saja mengkoordinasikan aktifitas antar
rantai pasok sehingga perusahaan dapat
meningkatkan performa yaitu menekan biaya,
meningkatkan
pelayanan,
mengurangi
bullwhip effect, memanfaatkan sumber daya
dengan lebih baik, dan tanggap secara efektif
terhadap perubahan pasar. Seperti banyak
perusahaan telah menyadari, tantangan yang
ada tidak hanya koordinasi produksi,
transportasi, dan keputusan inventori, tetapi
lebih umum, pengintegrasian front end dari
rantai pasok, permintaan konsumen sampai
dengan back end rantai pasok, pembagian
produksi dan manufaktur.
2.3. Distorsi Informasi dan Bullwhip Effect
2.3.1. Distorsi Informasi
Distorsi informasi pada rantai pasok
adalah salah satu sumber kendala dalam

menciptakan rantai pasok yang efisien.
Sering kali, informasi tentang permintaan
konsumen terhadap suatu produk relatif
stabildari waktu ke waktu, namun order dari
toko ke penyalur dan dari penyalur ke pabrik
jauh lebih fluktuatif dibandingkan dengan
pola permintaan dari konsumen tersebut.
Permintaan yang sebenarnya relatif stabil di
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 265

tingkat pelanggan akhir berubah menjadi
fluktuatif di bagian hulu rantai pasok dan
semakin ke hulu peningkatan tersebut
semakin besar, fenomena ini dinamakan
dengan bullwhip effect (Pujawan, 2005).
2.3.2. Penyebab Bullwhip Effect
Terdapat beberapa penyebab bullwhip
effect yaitu peramalan permintaan, lead time,
batch ordering, fluktuasi harga, dan
peningkatan pesanan yang akan dijelaskan

lebih detail.
1. Peramalan
permintaan
dilakukan
hampir setiap perusahaan karena tidak ada
perusahaan yang bisa mengetahui dengan
pasti berapa produk yang akan diminta
oleh pelanggan pada suatu periode
tertentu.
Apabila
perusahaan
menggunakan
kebijakan
persediaan
reorder point atau order-up-to level (ada
batas
persediaan
maksimum
dan
minimum), parameter persediaan seperti
persediaan
pengamanan,
inventori
maximum, dan sebagainya juga berubah
dengan adanya pembaharuan ramalan
permintaan, hal ini menyebabkan
variabilitas order yang dipesan oleh ritel
lebih
besar
dibandingkan
dengan
variabilitas permintaan yang diterimanya
dari pelanggan terakhir. Model ramalan
yang digunakan juga bisa berpengaruh
terhadap intensitas bullwhip effect.
2. Lead time mudah dilihat bahwa kenaikan
variabilitas diperbesar dengan kenaikan
lead
time.
Untuk
tujuan
ini,
memperhitungkan safety stock levels dan
base-stock levels, dalam berbagai macam
akibat perkiraan dari rata-rata dan standar
deviasi permintaan konsumen dengan
menjumlahkan lead time dan perhitungan
periodik.
3. Batch ordering mengakibatkan ritel akan
memesan dalam jumlah yang lebih besar
karena proses produksi dan pengiriman
produk tidak akan ekonomis bila
dilakukan dalam ukuran kecil.
4. Fluktuasi harga dapat mengakibatkan
terjadinya bullwhip effect. Jika harga
berfluktuasi, ritel sering berusaha untuk
meningkatkan persediaan barang ketika
harga murah.
5. Peningkatan
pesanan
konsumen
mengakibatkan situasi permintaan lebih
tinggi dari persediaan, ritel sering
melakukan apa yang dinamakan rationing,
Meminimasi MLT (Rahmi Maulidya, dkk)

yakni
hanya
memenuhi
pesanan
pelanggan dalam sekian persen dari
volume yang dipesan. Kekurangan stok
terjadi setiap saat dan tidak mudah untuk
diprediksi. Akibatnya, sering kali saat
sebenarnya
persediaan
mencukupi,
pelanggan mengubah atau membatalkan
pesanan.
2.3.3.

Mengukur Bullwhip Effect
Pengukuran bullwhip effect tidak
mudah dilakukan. Ukuran bullwhip effect
pada suatu eselon rantai pasok merupakan
perbandingan antara koefisien variansi dari
order dan koefisien variansi dari permintaan.
Formulasi matematik dapat dilihat pada
persamaan (2).
)
( = *+,-./01
(2)
) -2345-

Dimana
6789
6
Keterangan :
CV (produksi)
CV (demand)
permintaan.
S (produksi)
mu (produksi)
S (demand)
mu (demand)

:

;

=

:*+,-./01

(3)

*+,-./01

=

:-2345-

(4)

-2345-

: koefisien variansi produksi.
:
koefisien
variansi
: standar deviasi produksi.
: rata-rata produksi.
: standar deviasi demand.
: rata-rata demand.

3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengurangi variabilitas pada rantai pasok
melalui pengukuran nilai Bullwhip Effect.
Kemudian ditentukan perbaikan yang akan
dilakukan diantaranya adalah ketersediaan
bahan baku dan lead time. Pembahasan
terkait dengan lead time difokuskan pada
manufacturing
lead
time
yang
memperlihatkan pemborosan. Tahapan untuk
meminimasi manufacturing lead time
menggunakan value stream mapping untuk
menentukan Process Cycle Efficiency dan
menentukan perbaikan terkait dengan
pemborosan tersebut. Pada penyelesaian
yang menyangkut ketersediaan bahan baku,
cara yang dilakukan adalah menentukan
jumlah kebutuhan bahan baku dengan
peramalan. Keterkaitan antara manufacturing
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 266

lead time dan ketersediaan bahan baku pada
penelitian ini yang akan memperlihatkan
dampak terhadap nilai Bullwhip Effect.

4. HASIL
Kasus produk peralatan rumah tangga
berbahan plastik memiliki data permintaan
dan data produksi selama tiga bulan yang
dibagi dalam satuan unit per minggu. Produk
yang diamati adalah Produk A dan B dimana
kedua produk tersebut berada pada satu lini
produksi yang sama.
4.1. Value Stream Mapping
Value stream mapping merupakan peta
aliran proses produksi dari proses pemesanan,
penyediaan bahan baku hingga produk
didistribusikan ke konsumen. Salah satu
tujuan pembuatan value stream mapping
adalah untuk memperoleh manufacturing
lead time pembuatan produk yang diamati.
Pada Gambar 1 ditunjukkan value stream
mapping yang dihasilkan untuk produk A
dan B yang berada pada satu lini produksi
yang sama. Kemudian akan diperoleh
pembagian kategori aktivitas produksi yang
ada menjadi value added time (VA),
bussiness value added time (BVA), dan non
value added time (NVA). Tujuan dari
pembagian ketiga kategori ialah untuk
meminimasi manufacturing lead time
sehingga dapat meningkatkan kapasitas
produksi dengan waktu produksi yang

Meminimasi MLT (Rahmi Maulidya, dkk)

tersedia dan dapat diperoleh nilai process
cycle efficiency (PCE). Perhitungan untuk
Produk A dan B yang berada pada lini
produksi yang sama memiliki nilai total
manufacturing lead time sebesar 237,62
detik dan value added time sebesar 127,13
detik. Perhitungan process cycle efficiency
adalah :
?@AA BC?D@ EFFG?G@H?C

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25