CITRAAN DALAM LIMA SAJAK KARYA AJIP ROSIDI DARI KUMPULAN PUISI TERKENANG TOPENG BETAWI

CITRAAN DALAM LIMA SAJAK KARYA AJIP ROSIDI DARI KUMPULAN
PUISI TERKENANG TOPENG BETAWI
1

Narwia, Drs. La Ode Balawa, M. Hum., Dra. Hj. Nurlaela, M.Pd
Mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia FKIP UHO Kendari, NIM A1D312042
2
Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa FKIP UHO Kendari

Narwiah93@gmail.com. Citraan dalam Lima Sajak Karya Ajip Rosidi dari Kumpulan Puisi
Terkenang Topeng Betawi.Skripsi :Jurusan Bahasa Indonesia Universitas Halu Oleo Kendari.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan “Citraan atau imaji apasajakah yang
terdapat dalam lima sajak pada kumpulan puisi Terkenang Topeng Betawi karya Ajip Rosidi?”
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan citraan (imaji) dalam sajak pada
kumpulan puisi Terkenang Topeng Betawi karya Ajip Rosidi. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan (library research). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
tertulis berupa beberapa karya Ajip Rosidi dalam kumpulan puisi Terkenang Topeng Betawi.
Puisi yang dimaksud adalah: (1)”Terkenang Topeng Cirebon, (2)puisi ibunda, (3)kisah lama,
(4)Kusaksikan manusia dan (5)Tentang Maut”. Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa
kumpulan puisi Terkenang Topeng Betawi karya Ajip Rosidi. Yang diterbitkan oleh pustaka

Jaya cetakan pertama tahun 1993 tebal buku 272 halaman. Teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, teknik simak, dan catat.
Penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan struktural. Berdasar kananalisis
data, maka dapat disimpulkan: (1)”puisi Terkenang Topeng Cirebon” menggunakan citra
penglihatan, pendengaran, gambaran gerak dan perasaan yang mengharukan, (2)Puisi ”Ibunda”
menggunakan citra penglihatan, perabaan dan pendengaran, (3)“Kisahlama” menggunakan citra
pendengaran, pencecapan dan perasaan. (4)”Kusaksikan Manusia” menggunakan citra
penglihatan dan citra pendengaran, dan (5)Puisi Tentang Maut” menggunakan citra penglihatan
dan pendengaran.

PENDAHULUAN
Latar Belakang dan Masalah
1.1.1 Latar Belakang
Sastra adalah cabang ilmu yang mengalami perkembangan sejalan dengan perputaran
waktu yang karenakan manusia semakin sadar akan arti pentingnya sastra. Sastra sebagai
pengungkapan dari apa yang telah disaksikan orang dalam kehidupan, apa yang telah
diperenungkan orang dalam kehidupan dan dirasakan orang mengenai segi- segi kehidupan. Dan
sebuah cipta sastra bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat (realitas–
obyektif). Akan tetapi, cipta sastra bukan hanya pengungkapan realitas obyektif itu saja. Di
dalam karya sastra diungkapkan nilai yang lebih tinggi dan lebih aguang dari sekedar realitas

obyektif itu. Cipta sastra bukanlah semata-mata tiruan daripada alam (imitation of nature) atau
tiruan-tiruan daripada hidup (imitation of life) akan tetapi ia merupakan penafsiran tentang alam
dan kehidupan.

Menurut Aderlaepe (2006:1) menyatakan bahwa sastra merupakan cermin kehidupan bagi
masyarakat, selain itu sastra juga dapat mengidentifikasi perilaku kelompok masyarakat, dan
mengenali perilaku serta kepribadian masyarakat pendukungnya. Dan Suatu hasil karya sastra
baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra bila di dalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk
dan isi, jika bentuk bahasanya baik dan indah, dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan
perasaan haru dan memiliki bentuk isi sastra yang saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan
kesan yang mendalam di hati para pembacanya. Menurut Sugono (2003:159) Sastra adalah karya
tulis yang jika dibandingkan dengan karya tulis yang lain, memiliki berbagai ciri keunggulan
seperti keorisinalan,keartistikan, serta keindahan dalam isi dan ungkapannya.
Selanjutnya Teeuw dalam Atar (1990:51-52) mengemukakan sastra merupakan suatu
komunikasi yang mengandung unsur seni dan unsur kreativitas, Sastra yang selalu berada dalam
keteganggan antara konvensi yaitu merupakan ciri-ciri sastra yang berupa kesepakatan yang
dilakukan secara diam-diam atau juga dengan kelaziman tentang suatu jenis karya sastra dan
inovasi yang merupakan pembaharuan berupa cara penulisan. Dilihat dari objek kajiannya,
peneliti sastra dapat menumpukan diri pada masalah teks sastra yang selalu lahir dan terus lahir,
tanpa pernah mati. Kalaupun mati, ia justru dihidupkan kembali oleh penelitian itu sendiri.

Hal ini mengingat bahwa hakikat puisi sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan
antara konvensi dan pembaharuan (inovasi). Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi
selera dan perubahan konsep estetiknya. Meskipun demikian, orang tidak akan dapat memahami
puisi sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya etetis yang bermakna,
yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna. Oleh karena itu, sebelum
pengkajian aspek-aspek yang lain, perlu lebih dahulu puisi dikaji sebagai sebuah struktur yang
bermakna dan bernilai estetis (Pradopo,2012:1).
Puisi diciptakan untuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana
yang khusus, untuk membuat(lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan dan juga
untuk menarik perhatian, penyair juga menggunakan gambaran-gambaran angan(pikiran),
disamping alat kepuistisan yang lain. Gambaran-gambaran dalam sajak itu disebut citraan
(imageri).
Citraan ialah gambaran-gambaran pikiran dan bahasa yang menggambarkanya, sedang
setiap gambar pikiran, disebut citra atau imaji. Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek lewat
puisi yang sangat menyerupai gambaran yang hasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah
objek yang dapat dilihat oleh mata(indera penglihatan). Dan citraan (imagery) yang dapat
memberikan suatu gambaran yang jelas, membauat puisi lebih hidup dan menarik sehingga
seorang penyair dapat menciptakan imaji yang segar dan hidup serta berada dalam puncak
keindahan.
Ajip Rosidi seorang sastrawan Indonesia yang telah banyak menyumbangkan pikirannya

lewat karya sastra,khususnya puisi. Karya puisi yang telah diciptakannya sebanyak 320 buah.
Salah satu karyannya yang terkenal adalah buku kumpulan puisi Terkenang Topeng betawi yang
terdiri dari 144 puisi. Dalam mencipta sebuah puisi, Ajip Rosidi tidak terlepas dari gambarangambaran angan(pikiran) untuk membuat suasana khusus, untuk membuat (lebih) hidup
gambaran dalam pikiran dan penginderaan dan juga untuk menarik perhatian. Citaan yang
dihadirkan Ajip Rosidi lewat puisinya memiliki cirri khas tersendiri. Ajip Rosidi terkadang
melihat kehidupan masa sekarang tanpa melupakan masa lampau yang pernah dilaluinya. Hal ini
tampak dari beberapa puisinya yaitu: puisi Terkenang Topeng Cirebon yang menceritakan
tentang keberadaan penyair yang selalu terkenang akan keindahan Kota Cirebon pada masa
lampau. Puisi lain yang menceritakan tentang masa sekarang dapat dilihat dari salah satu

puisinya yang berjudul Tentang Maut,disini pengarang mengingatkan kepada pembaca bahwa
kehdupan itu bersifat sementara. Kapan saja dan dimana saja maut itu akan datang menjemput
siapapun juga.
Berdasarkan hal inilah, maka penulis tertarik untuk menelaah citraan dalam tiga puisi
dalam kumpulan puisi Terkenang Topeng betawi karena beberapa puisi tersebut mengandung
tema yang berbeda. Selain itu, dari tiga puisi tersebut menggunakan bahasa yang sederhana
sehingga makna yang dikandungnya mudah dipahami.
Mengangkat judul Citraan dalam lima sajak karya Karya Ajip Rosodi pada kumpulan Puisi
Terkenang Topeng Betawi dimaksudkan untuk mengetahui gambaran angan yang dihadirkan
pegarang lewat karyanya di samping itu pula diharapakan dalam memberi kemudahan bagi

pembaca dan mampu membangkitkan semangat dalam menganalisis karya sastra khususnya
puisi.
1.1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalahCitraan atau
imaji apa sajakah yang terdapat dalam lima sajak karya Ajip Rosidi dari kumpulan puisi
Terkenang Topeng Betawi?
1.2
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusanmasalah diatas maka tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini
adalahmendeskripsikan citraan(imaji)apa saja yang terdapat pada sajak- sajak dalam kumpulan
puisi Terkenang Topeng Betawi;
1.2.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berhasil dengan baik yaitu dapat Mencapai tujuan secara
optimal, menghasilkan laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat secara umum. Adapun
yang bermanfaat dalam penelitian ini dalah sebagai berikut:
1. Pembaca sebagai penikmat sastra akan lebih memahami citraan dalam lima sajak karya
Ajip Rosidi pada kumpulan puisi Terkenang Topeng Betawi.
2. Sumbangan pemikiran terhadap bahan ajar sastra yang berkenaan dengan citraan dalam
karya sastra khususnya karya puisi.

3. Bahan informasi bagi para peneliti lanjutan yang releven dengan penelitian ini
1.3

Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran tentang istilah yang digunakan, maka peneliti
memberikan batasan operasional sebagai berikut.
1. Puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau
diangankan.
2. Citraan adalah gambaran- gambaran angan (pikiran) yang terdapat dalam puisi.

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Tinjauan Tentang Sastra
Dalam bahasa-bahasa barat, sastra secara etimologis diturunkan dari bahasa latinliteratura
(littera: huruf atau karya tulis). Istilah ini dipakai untuk menyebut tata bahasa dalam puisi.

Teeuw dalam Susanto (2012:1) menguraikan secara etimologi sastra berasal dari bahasa
Sansekerta yang terdiri dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata sas dan tra. Sas dalam
bentuk kata kerja yang diturunkan memiki arti mengarakan, mengajar, memberikan suatu
pentunjuk ataupun instruksi. Akhiran tra menunjukan satu saran atau alat. Selanjutnya Danziger

dan Johnson dalam Budianta, dkk (2008:7), mengemukakan bahwa sastra sabagai suatu “seni
bahasa”, yakni cabang seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Dalam hal ini bisa
dibandingan dengan seni musik, yang mengelolah bunyi; seni tari yang mengelola bentuk dan
warna.
Semi (1990:51-52), mengemukakan definisi sastra yang lebih mudah dipahami, bahwa
sastra adalah ungkapan perasaan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pikiran, perasaan,
ide, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan
pesona dengan alat bahasa.
2.2 Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masyrakat, sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu:
1. Fungsi rekreatif adalah Sastra yang dapat memberikan hiburan menyenangkan bagi
penikmat atau pembacanya.
2. Fungsi didaktif sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat atau
pembacanya.
3. Fungsi estetis sastra mampu memberikan keindahan bagi penikmatnayau pembacanya
kerana sifat keindahannya.
2.3
1.
2.
3.

4.
5.

Ragam Sastra
Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri atas 4 bentuk, yaitu:
Prosa, bentuk sastra yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan panjang tidak terikat
oleh aturan-aturan seperti dalam puisi.
Puisi, bentuk sastra yang diuraikan dengan menggunakan bahasa yang singkat dan padat
serta indah. Untuk puisi lama, selalu terikat oleh kaidah atau aturan tertentu, yaitu:
Jumlah baris tiap-tiap baitnya.
Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap kalimat atau barisnya.
Irama

2.4 Konsep Puisi
Puisi didefinisikan sebagai karangan yang terikat oleh:(1) banyak baris dalam tiap bait, (2)
banyak kata dalam tiap baris, (3) banyak suku kata dalam tiap baris, (4) rima dan (5) irama. Puisi
adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama.
Menurut Samuel (dalam Pradopo, 1990:6) mengemukakan bahwa puisi adalah kata-kata
yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata- kata yang setepatnya dan disusun
sebaik-baiknya, selain itu puisi merupakan suatu pemikiran yang bersifat musikal. Sehingga

Penyair dalam menciptakan puisi, memikirkan bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya,
serta dalam ungkapan puisi secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, dimana katakata condong pada makna konotatif. Ralph Waldo Emerson dalam Taringan (2015:4)
memberikan penjelasan bahwa puisi merupakan upaya abadi untuk mengekspresikan jiwa
sesuatu, untuk menggerakan tubuh yang kasar, dan mencari kehidupan serta alasan yang
menyebabkannya ada, selain itu puisi juga merupakan rekaman detik-detik kehidupan yang
paling indah dalam hidup kita misalnya saja peristiwa yang sangat mengesankan dan

menimbulkan keharuan yang kuat,seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak,
percintaan,bahkan kesedihan.
Jadi dari definisi-definisi tersebut kelihatan adanya perbedaan-perbedaan pikiran mengenai
pengertian puisi. Maka bila unsur-unsur pendapat itu dipadukan, akandapat ditentukan garisgaris tentang pengertian puisi yang sebenarnya. Unsur-unsur tersebut berupa:
imajinasi,pemikiran,ide,nada,irama, kesan panca indera, susunan kata-kata, kiasan, kepadatan
dan perasaan yang bercampur- baur. Dan setelah itu dapat disimpulkan ada 3 unsur yang pokok,
yaitu: (1) hal yang meliputi pemikiran, ide atau emosi,(2) bentuk dan(3) kesannya.
2.5 Puisi Sebagai Karya Seni
Puisi sebagai karya seni puitis mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi. Sukar
untuk memberi definisi puitis itu juga sukar menguraikan bagaimana sifat-sifat yang disebut
puitis itu. Hanya sajasesuatu itu(khususnya dalam karya sastra) disebut puitis bila hal itu
membangkitkan perasaan,menarik perhatian, menimbulkan keharuan disebut puitis. Hal yang
menimbulkan kepuitisan dan keharuan yang bermacam-macam.

Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara. Misalnya dengan bentuk
visual-tipografi,susunan bait dengan bunyi: persajakan, asonasi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang
rasa dan orkestrasi, dengan pemilihan kata (diksi), Bahasa kiasan, sarana retorika, unsur-unsur
ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya. Dalam mencapai kepuitisan itu penyair
menggunakan banyak cara sekaligus,secara bersamaan untuk mendapatkan jaringan efek puitis
yang sebanyak-banyaknyayang lebih besar daripada pengaruh beberapa komponen secara
terpisah penggunaannya. Antara unsur pernyataan (ekspresi) sarana kepuitisan,yang satu dengan
yang lainnya saling membantu, saling memperkuat dengan kesejajaran ataupun pertentangannya,
semuanya itu untuk mendapatkan kepuitisan dengan lebih efektif dan intensif.
2.6 Unsur-Unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik, bait,
bunyi,dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat
bisa diuraikan sebagai berikut:
1. Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat
menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih
diformulasi menjadi sebuah larik. Larik atau baris mempunyai pengertian berbeda dengan
kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, frase, bisa pula seperti sebuah kalimat.
Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebauh larik biasanya empat bait, tapi pada puisi baru
tak ada batasan.
2. Larik atau baris mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa

berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah
kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tidak ada batasan.
3. Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada puisi lama, jumlah larik
dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
4. Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima(persajakan) adalah bunyi-bunyi yang
ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah
pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dankeras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama
disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena
adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras
lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata.

5. Makna adalah unsur tujuan dari pemelihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa
menjadi isi pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Selanjutnyaunsur-unsur puisi dapat dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin, dan
struktur fisik.
2.7 Hakikat Puisi
Struktur batin puisi, atau sering disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal diantaranya
tema, rasa,nada, amanat:
1. Tema/makna (sense) media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda
dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris bait, maupun makna
keseluruhan.
2. Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial,
kedudukan dalam masyrakat, usia, pengalaman sosiologis, psikologis, dan pengetahuan.
Kedalaman pengungkapan tema dan ketetapan dalam menyikapi sautu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyair memiliki kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk
puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan
kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
3. Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacaannya. Nada juga berhubungan dengan
tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan rasa. Penyair dapat
menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja samadengan pembaca
untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca.
4. Amanat/ tujuan/ maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. Tujuan tersebut biasa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun
dapat ditemui dalam puisinya.
2.6

Metode Puisi
Metode puisi, atau biasa disebut juga dengan struktur fisik puisi adalah sarana-sarana yang
digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi, ialah meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1. Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi katakata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan
pemaknaan terhadap puisi
2. Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka
kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat
kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
3. Imaji, yaitu kata susunan kata-kata dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara
(auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang
di alami penyair.
4. Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata

konkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, sedangkan kata kongkret
“rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan.
5. Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/ meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu.
6. Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada
puisi, baik diawal, tengah, dan akhir baris puisi.
2.8 Majas
Majas adalah gaya bahasa dam bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu
karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang. Majas dibagi
perbandingan, majas sendiran, majas penegasan, dan majas pertentangan.
a. Majas perpandingan terdiri dari:
1. Alegori Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.Contoh: Iman
adalah kemudi dalam mengarungi zaman.
2. Alusio Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal. Contoh:
Apakah peristiwa Madiun akan terjadi lagi di sini?
3. Simile pengungkapannyaberupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kataseperti
layaknya,bagaikan,dan lain-lain. Contoh: pikiran kusut bagai benda dilanda ayam.
4. Metafora pengungkapannya berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata
seperti layaknya, bahaikan, dll contohnya: aku adalah angin yang kembara.
5. Antatropomorfisme Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan
dengan manusia atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan
manusia. Contoh: setelah sampai di kaki gunung ia duduk di mulut sungai.
b. Majas Sindiran terdiri dari:
1. Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan menyatakan kebalikan
dari fakta tersebut. Contoh: Kota bandung sangatlah indah dengan sampah-sampahnya.
2. Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar. Contoh:Mampus kamu, manusia tidak tahu diri!
3. Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat
pada manusia(lebih kasar dari ironi)Contoh: tak usah kau perdengarkan suaramu yang
merdu dan memecahkan telinga itu.
c. Majas Penegasan terdiri dari:
1. Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.Contoh: saya
tidak mau mengungkapakan dalam forum ini bahwa saudara telah menggelapkan ratusan
juta rupiah uang Negara.
2. Pleonasme: Menambahkan keterangan pada peryataan yang sudah jelas atau menambahkan
keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.Contoh: darah merah membasahi baju dan
tubuhnya.
3. Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.Contoh: baru
beberapa langkah ia berjalan tiba-tiba suara gemuruh mengejutkan orang berteriak siaaap!
Siaaap…
4. Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang
berlainan.Contoh: mondar-mandir, kolang-kaling, lekak-lekuk.
5. Aliterasi: Reperisi konsonan pada awal kata secara berurutan. Contoh: keras-keras kana
air lembut juga.
2.9 Ritme dan Rima

Ritme atau rima, irama dan sajak, besar sekali pengaruhnya untuk memperjelas makna
suatu puisi. Ritme atau rima suatu puisi erat sekali hubungannya dengan sense,feeling,tone dan
intention yang terkandung untuk menimbulkan perubahan keempat unsur hakikat puisi itu.
1. Rima adalah persamaan atau pengulangan bunyi. Bunyi yang sama itu tidak terbatas pada
akhir baris, tetapi juga untuk keseluruhan baris, bahkan juga bait. Persamaan bunyi yang
dimaksudkan disini adalah persamaan (pengulangan) bunyi yang memberikan kesan merdu,
indah, dan dapat mendorong suasana yang dikehendaki oleh penyair dalam puisi.
Rima biasa berupa:
a. Perulangan bunyi-bunyi konsonan dari kata-kata berurutan (aliterasi)
b. Persamaan bunyi vocal dalam deretan kata (asonansi)
c. Persamaan bunyi yang terdapat setiap akhir baris.
2. Irama sama dengan ritme. Irama diartikan sebagai alunan yang terjadi karena pengulangan
dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi. Jadi, irama dikatakan
memiliki:
a. Pengulangan.
b. Pergantian bunyi dalam arus panjang pendek.
c. Memiliki keteraturan.
Contoh :
Piring putih piring bersabun
Disabun anak orang cina
Memetik bunga dalam kebun
Setangkai saja yang menggila.
2.10

Citraan (Gambaran Angan)
Citraan adalah sesuatu gambaran yang jelas, untuk menimbulkan sauasana yang khusus,
untuk membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan dan juga untuk menarik
perhatian, penyair juga menggunakan gambaran-gambaran angan dalam sajak. Citraan ini
merupakan gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang yang menggambarkannya. Sedangan
setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (imaji).
Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai
(gambaran) yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sesuatu obyek yang dapat dilihat
oleh mata, saraf penglihatan dan daerah-daerah otak yang berhubungan. Berhubungan dengan
hal ini arti kata harus diketahui, dan dalam hubungan ini mungkin juga berarti bahwa orang harus
dapat mengingat sebuah pengalaman inderaan atas objek-objek yang disebutkan atau
diterangkan. Tanpa itu, maka akan tetap gelaplah gamabaran itu.
Lewat karya puisi, seorang penyair dapat menciptakan imaji yang segar dan hidup serta
berada dalam puncak keindahan.Pembuatan gambaran hendaknya jangan berada di luar
pengalaman (Coombes dalam Pradopo,2012:81).
2.1.1 Jenis-jenis Citraan (Imaji)
Gambaran-gambaran angan ada bermacam-macam dihasilkan oleh indera
penglihatan,pendengaran,perabaan,pencecapan dan penciuman. Bahkan juga diciptakan oleh
pemikiran dan gerakan (Pradopo,1990:82).
Citraan yang timbul oleh penglihatan disebut citra penglihatan(visual imagery), yang
ditimbulkan oleh pendengaran disebut citra pendengaran (auditory imagery) dan sebagainya.
Gambaran-gambaran angan seperti itu tidak dipergunakan secara terpisah-pisah oleh penyair

dalam sajaknya, melainkan bersama-sama saling menambah kepuistisannya. Dan berikut ini
beberapa jenis Citraan:
Citraan penglihtan (Visual Imagery) merupakan citraan yang bersentuhan dengan indera
penglihatan, citraan penglihatan merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dalam puisi.
Dan indera penglihatn yang adalah jenis yang paling sering digunakan oleh penyair
dibandingkan dengan citraan yang lain. Citra penglihatan memberi rangsangan kepada inderaan
penglihatan, sehingga hal- hal yang tidak terlihat seolah-olah jadi terlihat.
Contoh: penggunaan citra penglihatan dapat dilihat pada salah penggalan puisi Toto S
Bahtiar berikut:
KESAN
Jenis suara peri mengiang
Hanya lagu orang-orang malang
mbaraan dibawah bintang
Mengalir dalam tiap sempat celah jendela
Citraan pendengaran (auditory imagery), citraan pendengaran adalah citraan yang dihasilkan
dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara, misalnya dengan Citraan pendengaran
berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indera pendengaran
(telinga). Penyair yang banyak menggunakannya disebut penyair auditif. Contoh citra
pendengaran dapat dilihat pada salah satu pengalaman puisi Amir Hamzah berikut.
SEBAB DIKAU
Aku boneka engkau boneka
Penghipur dalang mengatur tembang
Layang lagu tiada melangsing
Haram gemerincing genta rebana
Citraan perabaan (tactile imagery) merupakan citraan perabaan yang dapat dirasakan oleh
indera peraba (kulit). Pada saat membacakan atau mendengarkan larik-larik puisi, kita dapat
menemukan diksi yang dapat dirasakan kulit, misalnya dingin, panas, lembut,kasar, dan
sebagainya. Meskipun tak sering dipakai seperti citra penglihatan dan pendengaran, citraan
perabaan (tactil/ thermal imagery) banyak dipakai oleh para penyair juga, misalanya kita
dapat pada sajak-sajak Subagio Sastrowardojo berikut:
HARI NATAL
Ketika Keristos lahir
Dunia jadi putih
Juga langit yang semula gelap oleh darah dan jianh
Jadi lembut seperti tangan bayi sepuluh hari
Manusia berdiri dingin sebagai patung-patung mesir
Dengan mata termangu kesatu arah
Citraan penciuman adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang
dihasilkan oleh indera penciuman. Citraan ini tampak saat kita membaca atau mendengar
kata-kata tertentu, kita seperti mencium sesuatu. Contoh Citraan yang tidak begitu sering
dipergunakan ialah citraan, penciuman dan pencecapan. Contoh citraan dapat dilihat pada
puisi W.S Rendra, berikut:
NYANYIAN SUTO UNTUK FATIMA
Dua puluh tiga matahari
Bangkit dari pundakmu
Tubuhmu menguap bau tanah.

Citraan pencecapan adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang
dihasilkan oleh indera pencecapan. pembaca seolah-olah mencicipi sesuatu yang
menimbulkan rasa tertentu, pahit, manis, asin, pedas, enak, nikmat, dan sebagainya.Contoh:
citra pencecapan dapat dilihat pada puisi Subagio Sastrowardoyo, berikut.
PEMBICARAAN
Hari mekar dan bercahaya
Yang ada hanya sorga neraka
Adalah rasa pahit di mulut
Waktu bangun pagi
Citraan gerak adalah gambaran tentang sesuatu yang seolah-olah dapat bergerak. Dapat juga
gambaran gerak pada umumnya. Contoh Ada juga citraan gerak (movement imagery atau
kinaesthetic imager). Imagery ini menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak,
tetapi dilukiskan sebagai sesuatu yang dapat bergerak, ataupun gambaran gerak pada
umumnya. Citraan gerak ini membuat hidup dan gambaran jadi dinamis. Misalnya puisi
Abdul Hadi yang berikut.
SARANGAN
Pohon-pohon cemara di kaki gunung
Pohon-pohon cemara
Menyerbu kampung-kampung
Bulan di atasnya
Menceburkan dirinya kedalam kolam
Membasu luka-lukanya
Dan selusin dua sejoli
Mengajaknya tidur
Citraan perasaan merupakan uangkapan perasaan penyair. Untuk mengungkapkan
perasaannya tersebut, penyair memilih dan menggunakan kata-kata tertentu untuk
menggambarkan dan mewakili perasaannya itu. Sehingga pembaca puisi dapat ikut hanyut
dalam perasaan penyair. Perasaan itu dapat berupa rasa sedih, gembira, haru, marah, cemas,
kesepian, dan sebagainya. Misalnya dapat dilihat pada puisi Tato Sudarto Bachtiar. Contoh:
Alangkah pilu siutan angin menderai
Mesti berjuang menghabiskan lagu sedih
Kala aku terpeluk dalam lengan-lenganmu
Sebab keinginan saat ini mesti tewas dekat usia
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan(library research) yaitu dengan jalan mengadakan studi melalui bahan bacaan yang
releven serta mendukung penelitian ini.
3.1.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam menganalisis puisi dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa uraian.
Metode kualitatif deskriptif artinya yang dianalisis dan hasil analisis berbentuk deskripsi
tidak berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan antarvariabel (Aminuddin, 1990: 16).

Data yang di analisis dalam penelitian ini berupa citraan dalam lima sajak pada kumpulan puisi
Terkenang Topeng Betawi puisi karya Ajip Rosidi. Hal-hal yang perlu dipaparkan dalam
penelitian ini meliputi objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan
teknik analisis data.
3.2 Data dan Sumber data
3.2.1 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis berupa beberapa puisi karya
Ajip Rosidi dalam kumpulan puisi Terkenang Topeng Betawi. Puisi yang dimaksud adalah (I)
Terkenang Topeng Cirebon, (2) Ibunda, (3) Kisah Lama, (4) Kusaksikan Manusia, (5) Tentang
Maut.
3.2.2

Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini beupa kumpulan puisi Terkenang Topeng Betawi karya
Ajip Rosidi yang diterbitkan oleh Pustaka Jaya cetakan pertama tahun 1993 tebal buku 272
halaman puisi yang dimaksud adalah : (1) Terkenang Topeng Cirebon, (2) Ibunda, (3) Kisah
Lama,(4) Kusaksikan Manusia dan (5) Tentang Maut. Sedangkan data yang diambil adalah data
yang yang berhubungan serta sesuai dengan penelitian ini.
3.3

Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik
pustaka, teknik simak, dan catat. Teknik pustaka yaitu teknik yang menggunakan sumber-sumber
tertulis untuk memperoleh studi tentang sumber-sumber yang digunakan untuk mencari data-data
mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, buku, majalah, dan hal-ahal lain yang
menunjang penelitian (Arikunto,1993:80). Teknik simak berarti penulis sebagai instrument kunci
melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data. (Subroto, 1992:
42).
Pengumpulan data yang dilakukan dengan car sebagai berikut:
a. Teknik pustaka yaitu penulis membaca kumpulan puisi Terkenang Topeng Betawi karya
Ajip Rosidi
b. Teknik simak berarti penulis sebagai instrument melakukan penyimakan secara cermat,
terarah dan teliti terhadap sumber data
c. Teknik catat yaitu data yang diperoleh dari pembacaan kemudan dicatat, sesuai dengan
data yang diperlukan dalam penelitian.
3.4

Teknik Analisis Data
Penelitian ini akan dianalisis dengan menggunkan pendekatan struktural. Artinya karya
sastra(puisi) dianalisis berdasarkan strukturnya yang otonom. Adapun pendekatan karya sastra
yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu dalam diri karya sastra(unsur intrinsik) yang
menyangkut citraan yang digunakan pengarang.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Citraan dalam Puisi “Terkenang Topeng Cirebon”
Di atas gunung batu manusia membangun tugu:
Kota yang gelisah mencari, Seoul yang baru, perkasa.
Dengan etalasi kaca, lampu-lampu berwarna, jiwanya ragu

Tak acuh tahu, menggapai-gapai dalam udara hampa.
Kulihat bangsa yang terumbang-ambing antara dua dunia
Bagaikan tercermin diriku sendiri di sana!
Mengejar-ngejar gairah bayangan hari esok
Memimpikan masa-silam yang terasa kian lama kian elok!
Waktu menonton tari topeng di Istana Musim panas
Aku terkenang betapa indah topeng Cirebon dari Kalianyar
Dan waktu kusimak musik Tang-ak, tubuhku tersandar lemas
Betapa indah gamelang Bali dan degung Sunda. Bagaikan terdengar!
Kian jauh aku pergi, kian banyak yang kulihat
Kian tinggi kuhargai milik sendiri yang tersia-sia tak dirawat.
Puisi “Terkenang Topeng Cirebon” mengandung tema kebudayaan tradisional dan
kebudayaan modern. Dalam puisi ini 32pengrang menceritakan tentang ketidakberdayaan
masyarakat modern untuk melepaskan diri dari ikatan budaya tradisionalnya. Keberadaan si aku
yang selalu terkenang akan keindahan kota Cirebon pada masa lampau. Si aku dalam puisi ini
berada dalam kebimbangan.
Dia melihat tidak ada kejelasan terhadap kota yang dicintainya, baik sekarang maupun di
masa yang akan datang. Si aku juga kecewa karena karena kota yang dulunya indah dan budaya
yang dimilikinya sekarang tidak dilestarikan oleh genersi penerus. Tujuan si aku menciptakan
puisi ini untuk menyindir masyarakat yang tidak punya kepedulian atau yang enggan
melestarikan budaya tradisionalnya. Dalam puisi “Terkenang Topeng Cirebon” dapat dilihat
adanya gabungan antara citra kedesaan dengan citra kekotaan. Berikut kutipannya:
Di atas gunung batu manusia membangun tugu:
Kota yang gelisah mencari, Seoul yang baru, perkasa.
Dengan etalasi kaca, lampu-lampu berwarna, jiwanya ragu
Tak acuh tahu, menggapai-gapai dalam udara hampa.
Berdasarkan penggalan puisi di atas terlihat dengan jelas si aku menggunakan citra
kedesaan hal ini tampak pada baris pertama “di atas gunung batu puisi tersebut menggunakan
citra kedesaan. Gunung memang identik dengan desa karena gunung yang di desa pada
umumnya dapat dipandang dengan jelas. Lain halnya dengan gunung yang ada dikota yang tidak
dapat dipandang dengan jelas karena terhalang oleh gedung-gedung megah yang menjulang
tinggi. Selain itu si aku juga menghadirkan citra kekotaan, hal ini dapat dilihat pada baris kedua
“kota yang gelisah mencari, Seoul yang baru, perkasa” Pengarang pada bait pertama dalam puisi
ini menggambarkan tentang suasana desa yang bebas membangun di mana saja, sedangkan kota
yang penuh kemegahan dan keramaian juga penuh dengan aturan sehingga terjadi keterbatan
dalam ruang lingkup. Kemegahan dan keramaian kota dapat dilihat pada baris ketiga berikut ini
“Dengan etalasi kaca, lampu-lampu berwarna, jiwanya ragu”
Pandangan si aku lirik digambarkan melalui citraan desa dan kota. Keindahan desa
digambarkan sebagai simbol kepedulian si aku lirik terhadap nilai-nilai tradisional yang telah
diabadikan pada saat ini. Keadaan kota yang kurang dari nilai-nilai luhur digambarkan oleh
adanya tugu, lampu-lampu yang berwarna dan lain-lain. Jadi dapat dikatakan bahwa bait pertama
dalam puisi “Terkenang Topeng Cirebon” karya Ajip Rosidi Menggunakan citra kedesaan dan
citra kekotaan.

Citra penglihatan juga hadir dalam puisi “Terkenang Topeng Cirebon” karya Ajip Rosidi.
Hal ini dapat dilihat pada bait kedua berikut:
Kulihat bangsa yang terumbang-ambing antara dua dunia
Bagaikan tercermin diriku sendiri di sana!
Mengejar-ngejar gairah bayangan hari esok
Memimpikan masa-silam yang terasa kian lama kian elok!
Berdasarkan penggalan puisi di atas, dapat dilihat adanya citra penglihatan pada baris
pertama “Kulihat bangsa yang terombang-ambing antara dua dunia”. Pada baris ini si aku
menggambarkan tentang ketidakpastian nasib suatu bangsa yang berdiri ditengah dua pilihan. Di
sini si aku masih selalu mengingat masa silam yang selalu dianggapnya indah.
Gambaran tentang desa dibangun oleh si aku lirik melalui citraan penglihatan dan
pendengaran, penggunaan citra ini sangat tepat dengan objek yang digambarkan yaitu kekhasan
kehidupan desa yang umumnya dicirikan oleh keindahan alam pedesaan oleh irama musik dan
tarian-tarian tradisional.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bait kedua dalam puisi Terkenang Topeng
Cirebon karya Ajip Rosidi menggunakan citra penglihatan.
Pada bait ketiga bait dalam puisi “Terkenang Topeng Cirebon karya Ajip Rosidi
menggunakan citra penglihatan dan citra pendengaran. Hal ini tampak pada penggalan puisi
berikut:
Waktu menonton tari topeng di Istana Musim panas
Aku terkenang betapa indah topeng Cirebon dari Kalianya
Dan waktu kusimak Tang-ak, tubuhku tersandar lemas
Betapa indah gamelang Bali dan degung Sunda. Bagaikan terdengar!
Berdasarkan penggalan puisi di atas, dapat dilihat si aku menggunakan citra menglihatan
hal ini tampak pada baris pertama yaitu: “waktu menonton tari topeng di Istana Musim panas”.
Kata menonton pada baris menandakan bahwa puisi ini menggunakan citra penglihatan karena
menonton adalah melihat suatu obyek yang berupa pementasan atau pertunjukan. Menonton
berarti melibatkan indera penglihatan (mata) untuk melihat sebuah objek.
Citra pendengaran juga terdapat pada kalimat baris yaitu: “Dan waktu kusimak musik
Tang-ak, tubuhku tersandar lemas”. Kata kusimak musik pada baris tersebut menandakan bahwa
si aku menghadirkan citra pendengaran dalam puisinya. Musik adalah sesuatu yang dapat
didengar.
Si aku pada bait ini menggambarkan tentang suasana isatana yang begitu ramai dengan
tarian-tarian yang indah dari Kalianyar dan diiringi dengan indahnya musik Tang-ak juga
tabuhan Gamelang Bali dan Dengung Sunda yang begitu merdu, sehingga membuat orang
terlena.
Bait keempat dalam puisi “Terkenang Topeng Cirebon” karya Ajip Rosidi terdapat
adanya citra gerak, citra penglihatan dan citra kesedihan. Hal ini tampak pada penggalan puisi
berikut:

Kian jauh aku pergi, kian banyak yang kulihat
Kian tinggi kuhargai milik sendiri yang tersia-sia tak dirawat
Penggalan puisi di atas, si aku menggambarkan tentang perjalanan hidup. Semakin jauh
kaki melangka semakin bertambah pengalaman. Pengarang juga menggambarkan suasana
kesedihan dan kekecewaannya karena budaya yang dimilikinya sampai saat ini disia-siakan
bahkan tidak dilestarikan lagi.
Jadi dapat dikatakan bahwa citraan yang paling dominan dalam puisi “Terkenang Topeng
Cirebon” adalah citraan kedesaan, kekotaan, penglihatan, pendengaran, gambaran gerak dan
suasana yang mengharukan (kesedihan).
4.2

Citraan dalam puisi “Tentang Maut”
Kulihat manusia lahir, hidup, laut mati
Menerima atau menolak, tak peduli
Dengan tangan dan tiap hidup ia akhiri
Kuperhatikan perempuan, sedang mengandung
Wajahnya riang, mimpinya menimang si-jabang
Namun kulihat sang maut aman berlindung
Dalam rahim sang ibu ia bersarang
Kuperhatikan bayi lahir
Dan pertama kali udara dia hirup
Dan dalam tangisnya kudengar Sang Maut Menyindir:
“Jangan nangis, kelak pun hidupmu kututup”

Puisi “Tentang Maut” bertemakan maut. Puisi ini menceritakan bahwa kehidupan itu
bersifat sementara. Kapan saja dan dimana saja maut itu akan datang menjemput. Tujuan yang
ingin disampaikan si aku dalam puisi ini adalah untuk menyampaikan kepada siapa saja bahwa
manusia hidup di dunia harus pasrah untuk menerima kematian dari pencipta. Si aku
menggambarkan bahwa bila maut telah datang menjemput, mau tidak mau manusia harus
menerima kematian. Si aku juga membayangkan bahwa bila tuhan datang menawari kesempatan
untuk hidup dalam semenit saja, maka tawaran itu akan diterimanya dengan senang hati. Si aku
juga menggambarkan seorang ibu yang sedang mengandung, gembira menanti kelahiran
sicabang bayi. Namun, di sisi lain si pengarang juga melihat bahwa kematian sangat dekat
dengan sang ibu.
Citraan yang dihadirkan pengarang dalam puisi “Tentang Maut” berupa citraan
penglihatan. Hal ini tampak pada bait pertama kutipan berikut:
Kulihat manusia lahir, hidup, lalu mati
Menerima atau menolak, tak peduli
Dengan tangan dingin namun pasti
Sang maut datang dan tiap hidup ia akhiri
Penggalan puisi di atas, si aku menggambarkan tentag kehidupan manusia. Di mana
manusia hidup di dunia harus pasrah untuk menerima kematian dari sang pencipta. Si aku
menggambarkan bahwa bila maut telah datang menjemput, mau tidak mau manusia harus
menerima kematian. Selain itu, si aku menggambarkan bahwa tiap manusia yang bernyawa pasti

hidupnya akan berakhir. Citraan penglihatan dapat juga dilihat pada bait kedua. Berikut
kutipannya:
Kuperhatikan perempuan, sedang mengandung
Wajahnya riang, mimpinya menimang si- cabang
Namun kulihat Sang Maut aman berlindung
Dalam rahim sang ibu ia bersarang
Penggalan puisi bait kedua di atas, si aku menggambarkan seorang ibu yang sedang
mengandung, gembira menanti kelahiran si cabang bayi. Namun, si aku juga melihat bahwa sang
maut telah berlindung di dalam rahim sang ibu.
Pandangan si aku lirik terhadap maut digambarkan citraan penglihatan. Si aku melihat
seorang ibu yang sedang mengandung dan melahirkan sangat dekat dengan maut. Citraan yang
digunakan si aku pada bait ketiga dalam puisi “Tentang Maut” adalah adanya penggabungan
antara citraan penglihatan dan pendengaran. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
Kuperhatikan bayi lahir
Dan pertama kali udara dia hirup
Dan dalam tangisnya kudengar Sang Maut menyindir:
“Jangan nangis, kelak pun hidupmu kututup
Pada penggalan puisi di atas si aku menggambarkan seorang bayi yang baru dilahirkan
dan untuk pertama kalinya menghirup udara dan mengeluarkan tangisnya. Si aku juga
mendengar sindiran sang maut terhadap bayi bahwa “janganlah menangis karena suatu saat nanti
hidupmu akan kuakhiri”.
Pandangan si aku lirik pada penggalan puisi di atas digambarkan melalui citraan
penglihatan. Si aku melihat seorang bayi yang baru lahir kelak juga akan menemui mautnya.
Citraan yang terakhir yang digunakan si aku adalah citra penglihatan.
4.3

Citraan dalam “Puisi Ibunda”
Ia terbujur
Bumi subur
Lembah-lembah dan gunung
Terletang tenang
Tangannya mengusap sayang
Perut mengandung
Matanya nyalang
Langit-langit pun hilang
Karena langit penuh bintang
Dan pahlawan menyandang pedang
Naik kuda zanggi
Adalah masa depan sijabang
Yang ada dalam rahim
Mengeliat geli
Ia memejam
Menahan nyeri
Lalu terbayang
Bundanya tersenyum di ambang
“Tidakkah dahulu
Kusakiti juga bundaku?”

Keringat bermanik bening
Atas jidat, kening
Waktu sekali lagi
Menggerunjal kencang
Ia mengerang
Dan malam yang lengang
Mendengar lantang
Teriakan sicabang
Puisi “Ibunda” memiliki tema ketulusan seorang ibu yang rela berkorban untuk
memperjuangkan kelahiran anaknya. Puisi ini menceritakan tentang seorang ibu yang sedang
mengandung yang memiliki perasaan gundah dan khawatir yang disertai dengan perasaan
bahagia menanti kelahiran bayinya. Disini pengarang menggambarkan betapa sakitnya seorang
ibu ketika melahirkan. Walaupun sakit, tetapi sang ibu tetap bahagia dan sadar bahwa dia juga
pernah menyakiti ibu yang telah melahirkannya. Tujuan pengarang dalam puisi ini adalah
memberikan pemahaman kepada setiap orang bahwa betapa sakitnya seorang ibu yang
melahirkan. Untuk itu kita wajib untuk menghormati dan menghargai ibu yang telah melahirkan
kita. Citraan dalam puisi “ibunda” dapat dilihat pada penggalan berikut:
Ia terbujur
Bumi subur
Lembah-lembah dan gunung
Terlentang tenang
Tangannya mengusap sayang
Perut mengandung
Matanya nyalang
Langit-langit pun hilang
Karena langit penuh bintang
Penggalan puisi di atas menggunakan citra penglihtan dan perabaan. Pengarang seolaholah melihat keadaan yang sebenarnya. Pengarang dalam puisi ini menggambarkan ibu sedang
mengandung yang memiliki perasaan gunda dan khawatir. Namun, di balik kegundahan dan
khawatir itu sang ibu tulus dan rela berkorban memperjuangkan kelahiran bayinya. Citra yang
lain dapat juga dilihat pada penggalan puisi berikut:
Keringat bermanik bening
Atas jidat, kening,
Waktu sekali lagi
Menggerunjal kencang,
Ia mengerang
Dan malam yang lengang
Mendengar lantang
Teriakan sijabang
Penggalan puisi di atas menggunakan citra penglihatan dan pendengaran. Pengarang
dalam puisi tersebut melihat bagaimana perjuangan seorang ibu melahirkan seseorang tanpa
memikirkan bahwa maut kapan saja bisa datang menjemput. Pandangan pengarang dalam puisi
ibunda digambarkan melalui citraan penglihatan, pendengaran dan perabaan. Di sini pengarang
melihat keringat bening di atas jidat dan kening yang menandakan kesakitan seorang ibu dalam

melahirkan bayinaya. Si pengarang juga mendengar teriakan lantang si bayi yang baru dilahirkan
di malam yang lengang. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa citraan yang paling dominan
dalam puisi ”Ibunda” adalah citraan penglihatan, perabaan dan pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
Aderlaepe. Dkk. 2006. Analisis Semiotik Atas Lirik Kantolo: Sastra Lisan Daerah Muna.
Kendari: Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara
Budianta, Melani. dkk.2008. Membaca Sastra. Magelang: Indonesiatera
Jabrohim. 2012 Teori Penelitian Sastra . Yogyakarta : Pustaka Belajar
Pradopo, Rachmat Joko. 2012. Pengkajian Puisi .Yogyakarta Gadjah Mada University Press
Pradotokusumo, Sardjono, Partini. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Padi, Editorial. 2013. Kumpulan Super Lengakap Sastra Indonesia, Puisi , Peribahasa, Pantun
, Majas Profil Sastrawan . Jakarta : Pustaka Makmur
Rosidi, Ajip. 1993. Terkenang Topeng Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya
Susanto, Dwi. 2012. Pengantar Teori Sastra. Caps Yogyakarta
Semi, Atar. 1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa
Sugono, Dendi. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Taringan, Henry Guntur . 2015. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa
Utami, Ns. 2013.Pintar Pantun Puisi Peribahasa dan Majas .Yogyakarta: Naafi’ Book Media