ARTI PENTING MANAJEMEN LIKUIDITAS PADA I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lembaga keuangan (financial institution) dapat didefinisikan sebagai
suatu badan usaha yang aset utamanya berbentuk aset keuangan (financial assets)
maupun tagihan-tagihan (claims) yang dapat berupa saham (stocks), obligasi
(bonds) dan pinjaman (loans), daripada berupa aktiva riil misalnya bangunan,
perlengkapan (equipment) dan bahan baku (Rose & Frasser, 1988 : 4). Salah satu
fungsi lembaga keuangan adalah sebagai intermediasi keuangan yaitu fungsi yang
menjalankan penghimpunan dana dari masyarakat untuk disalurkan kembali
kemsyarakat dan perusahaan. Fungsi intermediasi pada lembaga keuangan
dijalankan oleh lembaga perbankan Indonesia.
Perbankan dan lembaga keuangan lainnya sangat menentukan
pertumbuhan perekonomian suatu negara. Hal ini mengharuskan lembaga
keuangan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara menjaga
likuiditas. Likuiditas merupakan masalah yang sangat esensial bagi lembaga
keuangan untuk menjaga kontinuitas usahanya. Bank yang tidak dapat memenuhi
penarikan dana oleh nasabahnya akan menghilangkan kepercayaan nasabah dan
hal ini akan menyebabkan terjadinya penarikan besar-besaran dana oleh nasabah
yang disebut dengan istilah Bank Run. hal ini akan menjadi penyebab masalah
likuiditas pada Bank tersebut.
Masalah likuiditas telah melanda dunia lembaga keuangan khususnya
perbankan sejak terjadinya krisis moneter dan ekonomi paro kedua pada tahun
1997. Ketika dunia perbankan diguncang masalah likuiditas, pemerintah melalui
Bank Indonesia telah mengambil langkah untuk menyelamatkan perbankan
nasional antara lain dengan penyediaan fasilitas bantuan likuiditas yang diberi
nama Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Kemudian Bank yang mengalami likuiditas dan telah memanfaatkan
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di klasifikasikan kedalam beberapa
kelompok untuk membedakan kategori bank-bank yang mengalami likuiditas
berdasarkan kondisi bank pada saat itu antara lain, bank dalam likuidasi, bank
beku kegiatan usaha, bank take over dan bank beku operasi sejak diluncurkannya
fasilitas dari BLBI ini.
Tabel 1: Daftar Bank yang tergolong dalam kategori Bank dalam
likuidasi dan Bank beku kegiatan usaha Penerima BLBI
No
Nama Bank
Bank dalam Likuidasi
Nilai BLBI (Rp Miliar)
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Bank Umum Majapahit
Bank Dwipa Semesta
Bank Citraharsa Dhanamanunggal
Bank Kosagara Sejahtera
Bank Anrico
Bank Jakarta
Bank Guna Iternasional
Bank Mataram Dhanarta
Bank Industri
Bank Astria Raya
Bank Pinaesaan
Bank SEAB
Bank SBU
Bank Pasific
Bank BHS
Bank Beku Kegiatan Usaha
1
Bank Baja Internasional
2
Bank Dhanuhatama
3
Bank Tata
4
Bank Lautan Berlian
5
Bank Uppindo
6
Bank Aken
7
Bank Umum Servitia
8
Bank Intan
9
Bank Dagang Industri
10
Bank Dewa Rutji
11
Bank Sewu
12
Bank Ficorinvest
13
Bank Papan Sejahtera
14
Bank BCD
15
Bank PSP
16
Bank Asia Pasific
17
Bank Pesona Kriyada
18
Bank Bira
Sumber: Laporan Tahunan BPPN 1999/ Bisnis Indonesia
9
110
202
202
210
211
251
337
511
579
681
899
1687
2133
3866
36
185
221
241
243
301
362
402
482
609
642
918
929
1403
1939
2055
2335
4018
Dari semua kelompok bank, memberi indikasi bahwa kelompok Bank
BUMN dan Bank BUSN tersebut relatif taat terhadap ketentuan likuiditas, yaitu
berkisar 3% sampai 5%. Oleh karena itu, hampir seluruh lembaga keuangan
benar-benar memprioritaskan likuiditasnya dan mengelolanya secara hati-hati
sehingga kegagalan usaha akibat salah mengelola likuiditas sedapat mungkin bisa
terhindari. Namun lembaga-lembaga keuangan dalam mengelola risiko tigkat
bunga banyak yang mengalami kegagalan atau kurang berhasil. Kenaikan tingkat
bunga dan masalah kredit macet dapat menyebabkan kegagalan suatu lembaga
keuangan.
2
Likuiditas pada prinsipnya merupakan kemampuan untuk memenuhi
permintaan dana yang harus segera dipenuhi. Yang mungkin menjadi pertanyaan
disini adalah kewajiban segera mana yang harus dipenuhi, berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban segera tersebut dan berapa biaya
yang pantas dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Likuiditas
dibutuhkan terutama untuk memenuhi cadangan wajib minimum, penarikan
nasabah giro dan kewajiban lainnya yang telah jatuh tempo.
Disamping itu, likuiditas diperlukan pula untuk memenuhi permintaan
kredit oleh debitur. Banyak lembaga keuangan mengembangkan hubungan jangka
panjang dengan nasabahnya dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kredit para
nasabahnya. Konsekuensinya tidak dapatnya memenuhi permintaan kredit oleh
nasabah tidaklah seserius dengan konsekuensi atas kegagalan untuk memenuhi
penarikan oleh deposan, namun secara jangka panjang hal tersebut akan tetap
menjadi masalah serius.
Salah satu tujuan manajemen likuiditas bagi Intermediasi keuangan
adalah dapat memenuhi permintaan dan menjaga kepercayaan nasabah. Dalam
penulisan ini, bertujuan untuk menjelaskan secara rinci tentang arti penting
manajemen likuiditas bagi Intermediasi keuangan dan alternatif yang dapat
digunakan oleh Intermediasi keuanganagar dapat menjaga likuiditasnya pada
posisi normal, baik terkait risiko yang terjadi pada sisi aset maupun pada sisi
utang.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Intermediasi Keuangan?
2. Apa pengertian dari manajemen likuiditas?
3. Seberapa pentingnya manajemen likuiditas bagi intermediasi keuangan?
4. Bagaimana Alternatif Pemecahan Masalah Likuiditas?
Tujuan Penulisan
1.
2.
3.
4.
Untuk mengetahui pengertian dari Intermediasi Keuangan.
Untuk mengetahui arti manajemen likuiditas
Untuk mengetahui arti penting manajemen likuiditas bagi intermediasi
keuangan
Mengetahui Alternatif Pemecahan Masalah Likuiditas intermediasi keuangan
Manfaat Penulisan
3
1. Bagi Penulis, Artikel ini sebagai syarat untuk memenuhi tugas Manajemen
Lembaga Keuangan dan sebagai sarana untuk menambah ketrampilan
menulis.
2. Bagi Pembaca, Artikel ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi
bacaan untuk menambah pengetahuan.
TUJUAN
Likuiditas adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan
persediaan uang tunai dan aset lain yang mudah untuk diubah menjadi uang tunai.
Lembaga keuangan dianggap likuid kalau lembaga keuangan tersebut mempunyai
cukup uang tunai atau aset likuid lainnya, disertai kemampuan untuk
meningkatkanjumlah dana dengan cepat dari sumber lainnya, untuk
memungkinkannya memenuhi kewajiban pembayaran dan komitmen keuangan
lain pada saat yang tepat. (Herman Darmawi: 2011).
Risiko-risko dapat terjadi pada lembaga keuangan khususnya yang
berperan sebagai intermediasi keuangan, salah satunya adalah risiko likuiditas.
Manajemen likuiditas yang berarti pengelolaan likuiditas dimaksutkan untuk
menjaga ketersediaan kas dan mengelola aset dan kewajiban dari risiko-risiko
likuiditas yang akan terjadi pada lembaga keuangan. Risiko likuiditas pada
lembaga keuangan muncul karena dua alasan. (Drs Warsono, M.M :2010, Bahan
Ajar Manajemen Lembaga Keuangan).
Pertama, dari sisi kewajiban. Dari sisi kewajiban terjadi ketika para
pemegang kewajiban suatu Intermediasi keuangan seperti para deposan atau para
pemegang polis asuransi mengambil untuk mengurangkan klaim keuangannya
dengan segera. Ketika para pemegang kewajiban menarik deposito, dan ketika
ketersediaan kas kosong maka FI akan meminjam dana atau menjual aset-aset
untuk memenuhi penarikan tersebut.
Kedua, dari sisi Aset. Risiko dari sisi aset ini muncul dari hasil komitmen
meminjamkan. Ketika peminjam mencairkan komitmen pinjaman, FI harus
mendanai pinjaman pada neraca dengan segera, sehingga ini akan menyebabkan
permintaan akan kebutuhan dana dengan segera.
Dalam kondisi tertentu, terkadang Bank mengalami kekosongan
deposito, sehingga tidak dapat memenuhi penarikan dan pencairan dari nasabah.
Sehingga berdasarkan konsep likuiditas menurut (Dahlan Siamat: 2004), Sebuah
lembaga keuangan dikatakan likuid apabila memiliki sejumlah likuiditas sama
4
dengan jumlah kebutuhan likuiditasnya, memiliki likuiditas kurang dari
kebutuhan tetapi mempunyai surat-surat berharga yang dapat segera dialihkan
menjadi kas, dan memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara
menciptakan utang.
Salah satu tujuan manajemen likuiditas bagi Intermediasi keuangan
adalah dapat memenuhi permintaan dan menjaga kepercayaan nasabah. Dalam
penulisan ini, bertujuan untuk menjelaskan secara rinci tentang arti penting
manajemen likuiditas bagi Intermediasi keuangan dan alternatif yang dapat
digunakan oleh Intermediasi keuangan agar dapat menjaga likuiditasnya pada
posisi normal, baik terkait risiko yang terjadi pada sisi aset maupun pada sisi
utang.
METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah dengan studi
pustaka dari referensi-referensi buku di Perpustakaan Laboratorium Manajemen
Universitas Muhammadiyah Malang dan Perpustakaan Pusat Universitas
Muhammadiyah Malang. Dan melalui media sosial untuk mendapatkan berita dan
fenomena aktual mengenai risiko likuiditas. Waktu yang digunakan dalam
pencarian informasi dan penulisan ini selama satu bulan dengan pengolahan data
dari buku-buku referensi.
Tulisan Terdahulu, Pertama, Kasus Risiko Likuiditas pada Bank Century
oleh Ika Maya Rahmawati (2011) yang menyebutkan bahwa kegagalan Bank
Century dalam likuiditas disebabkan oleh kurangnya manajemen Risiko pada
Bank. Kedua, Kasus Perbankan Umum mengenai Likuiditas oleh Cecep Nugraha
(2014) yang menyebutkan bahwa Bank Century adalah salah satu Bank yang
mengalami risiko likuiditas akibat gagal kliring sehingga banyak uang nasabah
yang tidak dapat dikembalikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian Intermediasi Keuangan
Definisi Lembaga Keuangan menurut Undang-undang Perbankan No.14
Tahun 1967, pasal 1 ayat B, yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan adalah
semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan menarik
5
uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat. Lembaga Keuangan dibagi
menjadi dua, yaitu Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank.
Salah satu fungsi dari lembaga keuangan adalah sebagai intermediasi keuangan
yang melakukan fungsi utama menghimpun dana dari mesyarakat dan
menyalurkannya kepada masyarakat dan perusahaan. (Ade Arthesa & Edia
Handiman, 2006)
Intermediasi keuangan secara umum diklasifikasikan menjadi dua
macam. Pertama, lembaga depositori, yaitu lembaga keuangan yang secara
langsung menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat atau perusahaan. Lembaga depositori meliputi Bank, Tabungan dan
Pinjaman dan Credit Union. Kedua, lembaga non depositori yang kegiatan
usahanya bersifat kontraktual, yaitu menarik dana masyarakat dengan
menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian.
Lembaga non depositori meliputi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Sekuritas,
Bank Investasi, Perusahaan Pembiayaan, Dana Pensiun dan Reksadana. ( Drs.
Warsono, MM: Bahan Ajar Manajemen Lembaga Keuangan, 2010).
Pengertian Manajemen Likuiditas
Masalah kunci dibidang manajemen yang dihadapi lembaga keuangan
terutama bank meliputi manajemen likuiditas, kebijakan perkreditan, kebijakan
investasi, pengelolaan pendanaan, manajemen modal dan manajemen aktivapasiva untuk keberhasilan kinerja lembaga keuangan (Rose, PS & Fraser, DR:
281-429).
Manajemen likuiditas merupakan aspek penting dalam manajemen
lembaga keuangan. Melalui perencanaan yang cermat terhadap perubahanperubahan penarikan dan penyaluran dana akan dapat mengendalikan likuiditas
bank. Manajemen juga dapat menetapkan kebijakan jumlah likuiditas yang relatif
besar atau kecil terhadap antisipasi kebutuhan dana tergantung pada preferensi
risiko, faktor-faktor risiko dan pertimbangan lain. Likuiditas bukanlah merupakan
suatu konsep mutlak, tetapi menyangkut konsep waktu dan biaya.
Hampir semua aktiva keuangan pada akhirnya akan jatuh tempo dan
beralih menjadi kas. Pengalihan aset tersebut dapat dipercepat dengan cara
menjualnya dan pada dasarnya semua aset dapat dijual. Kerugian yang terjadi atas
penjualan aset tersebut sangat tergantung dengan jenis aset yang dijual dan
seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses penjualan tersebut. Untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas tersebut lembaga keuangan biasanya meminjam
dana yang sifatnya jangka pendek akan tetapi tingkat bunganya mungkin jauh
6
lebih tinggi pada saat lembaga-lembaga keuangan lain juga sedang membutuhkan
likuiditas.
Arti Penting Manajemen Likuiditas
Manajemen likuiditas sangat diperlukan dalam kelangsungan hidup suatu
lembaga keuangan, salah satunya adalah lembaga Intermediasi Keuangan.
Manajemen likuiditas sendiri adalah perkiraan terhadap permintaan dana oleh
masyarakat dan penyediaan cadangan yang mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Cadangan ini berupa uang kas atau aset yang cepat untuk bisa
diubah menjadi kas.
Manajemen likuiditas dimaksutkan untuk menjaga kemampuan lembaga
keuangan agar dapat meminimalisir risiko likuiditas. Risiko ini salah satunya
adalah tidak dapat memenuhi penarikan oleh nasabah dalam jangka waktu
tertentu. Hal ini akan menyebabkan Intermediasi keuangan khususnya bank
mengalami tingkat kesehatan yang buruk dan akan menghilangkan kepercayaan
masyarakat. Masalah likuiditas juga menyebabkan lembaga keuangan mengalami
gagal kliring.
Contoh pada kasus Bank Century yang kini berubah nama menjadi Bank
Mutiara. Kasus ini diharapkan bisa terbongkar dan transparan untuk
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Gagal
mengikuti kliring pada 13 November 2008 menjadi awal terbongkarnya berbagai
kesalahan dan penipuan yang dilakukan oleh Bank Century. Dana dari Lembaga
Penjamin Simpanan sudah diberikan kepada Bank Century, namun setahun
kemudian Bank Century belum juga pulih. Uang nasabah belum dapat kembali
dan uang negara juga menjadi sumber dana yang diberikan kepada Bank ini.
Gagal kliring oleh Bank Century dikarenakan kekuarangan saldo atau
uang di Bank Indonesia. bahkan saldo Bank Century di Bank Indoensia sudah
dibawah saldo minimal. Penyebab lain dari memburuknya keuangan di Bank
Century adalah adanya surat berharga valuta asing (valas) yang bermasalah. Surat
berharga yang dibeli pada 2003 yang seluruhnya (sekitar US$203,4 juta)
diterbitkan oleh bank asing itu tergolong macet karena tidak memiliki rating.
Selain itu, Bank ini juga melakukan penjualan reksadana tanpa izin dari
Badan Penanam Modal (Bapepam). Reksadana ini dijual dengan nama Investasi
Dana Tetap Terproteksi yang dikeluarkan oleh PT. Antaboga Delta Sekuritas.
Banyak uang yang secara sengaja dialirkan pada rekening Robert Tantular sebagai
pemilik Bank dan rekannya di Antaboga.
7
Kasus ini menjadi kasus masalah kesulitan likuiditas dan modal Bank
Century. Pada tanggal 15 Oktober 2008, Bank Sentral telah memerintahkan tiga
pemegang saham untuk menandatangani letter of commitment yang isinya
perjanjian mereka untuk membayar surat berharga yang jatuh tempo dan
menambah modal bank serta mencari investor baru. Namun mereka tidak
menepati janjinya sehingga Bank Century masih dalam kondisi kesulitan
likuiditas.
Segala bantuan dana telah diberikan oleh BI sampai dengan Lembaga
Penjamin Simpanan untuk memberi bantuan dana kepada Bank Century. Namun
pelanggaran-pelanggaran peraturan tetap dilakukan oleh ketiga pemegang saham,
sehingga diperkirakan Bank Century akan ditutup. Penutupan ini akan berdampak
banyak nasabah akan menarik uang mereka pada bank-bank kecil sekelas Bank
Century dan akan memindahkan uang-uang mereka pada Bank-Bank lebih besar
(bank run).
Alternatif Pemecahan Masalah Risiko Likuiditas Menggunakan Manajemen
Likuiditas
Masalah risiko likuiditas yang dialami oleh Bank Century disebabkan
oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan Bank Century memenuhi
kewajibannya. Faktor ini antara lain, kurangnya tata kelola bank yang sehat (good
corporate governance), kurangnya kesadaran akan pentingnya manajemen risiko
salah satunya adalah manajemen risiko likuiditas, dan kurangnya kesadaran para
pemegang saham untuk mematuhi peraturan perbankan nasional. Melihat dari
kasus Bank Century, maka manajemen likuiditas bagi Lembaga Keuangan dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pertama, dengan pengelolaan asset (assets management) yaitu ketika
Lembaga Intermediasi Keuangan mengalami kekosongan deposit maka lembaga
keuangan dapat mengelola aset untuk memenuhi kewajibannya. Ada dua cara
yang dapat dilakukan, yaitu manajemen likuiditas yang dibeli (meminjam dana di
pasar uang untuk selanjutnya dipinjamkan ke peminjam) dan manajemen
likuiditas yang disimpan (menurunkan aset kas milik bank).
Kedua, dengan pengelolaan utang (liability management) Dalam kondisi
tertentu, terkadang bank menga-lami kekosongan deposito bersih, yaitu: jumlah
dengan mana penarikan kas melebihi dari tambahannya; suatu arus kas keluar
bersih. Yang dikarenakan Kebanyakan rekening giro secara normal bertindak
sebagai deposito inti, yaitu, deposito yang menyediakan sumber pendanaan jangka
panjang untuk suatu bank.
8
Ketiga, melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan
dana yang dilakukan oleh nasabah baik penarikan melalui kliring maupun
penarikan tunai. Penarikan melalui kliring adalah penarikan oleh nasabah bank X
pada Bank Y. Jika saldo Bank Y pada Bank Indonesia dibawah penarikan yang
dilakukan oleh nasabah maka Bank Y dikatakan kalah kliring.
Keempat, melaksanakan montoring secara harian atas semua dana masuk
baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah. Pelaksanaan ini
akan memudahkan bank dalam menganalisa kas yang masuk ke bank sehingga
bank akan mudah dalam merencanakan penggunaan kas yang ada untuk diputar
kembali agar tidak ada idle cash sehingga profit/ keuntungan bank akan
meningkat.
Kelima membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario
penarikan dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih
terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana
bersih rata-rata saat ini. hal ini akan membuat bank dapat meramalkan kebutuhan
dana oleh nasabah dan dana yang harus tersedia untuk memenuhi kewajiban
jangka pendek Bank.
Keenam, menetapkan secondary reserve untuk menjaga posisi likuiditas
Bank, antara lain menempatkan kelebihan dana kedalam instrumen keuangan
yang likuid. Kelebihan dana yang ada diharapkan dapat dijadikan instrumen
keuangan yang likuid artinya dapat segera dicairkan ketika harus memenuhi
kewajiban.
Ketujuh, menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor
cabang. Dan melaksanakan fungsi ALCO ( Assets And Liabilities Comittee) untuk
mengatur tingkat bunga dan usahanya. Cash Holding Limit dimaksutkan untuk
mejaga posisi kas pada kantor cabang agar tidak mengalami kekosongan, sehingga
tidak mengalami risiko likuiditas.
Pada dasarnya, penerapan manajemen likuiditas pada Intermediasi
Keuangan adalah sama, yaitu perlu kesadaran tinggi tentang fungsinya
manajemen likuiditas untuk kelangsungan hidup lembaga Intermediasi Keuangan,
kesadaran para pemegang saham untuk mematuhi peraturan baik yang ditetapkan
oleh pemerintah maupun Bank Sentral. Dalam hal ini juga perlu adanya
perencanaan matang untuk pengelolaan likuiditas pada Lembaga Keuangan.
Begitu pentingnya manajemen Likuiditas Lembaga Keuangan, peran pemerintah
juga sangat diharapkan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan terkait Lembaga
Intermediasi Keuangan yang ada di Indonesia.
9
KESIMPULAN
Likuiditas merupakan kemampuan lembaga keuangan salah satunya
adalah yang menjalankan fungsi intermediasi keuangan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas juga meliputi banyaknya kas yang harus
tersedia pada lembaga keuangan. Likuiditas bukanlah merupakan suatu konsep
mutlak, tetapi menyangkut konsep waktu dan biaya. Hampir semua aktiva
lembaga keuangan pada akhirnya akan jatuh tempo dan beralih menjadi kas.
Pengalihan aset tersebut dapat dipercepat dengan cara menjualnya dan pada
dasarnya semua aset dapat dijual.
Ketika lembaga Perbankan atau Lembaga Intermediasi Keuangan lain
mengalami kegagalan dalam memenuhi kewajibannya maka lembaga tersebut
dapat dikatakan menghadapi masalah risiko likuiditas. Jika risiko ini tidak
ditangani maka akan menurunkan kepercayaan nasabah sehingga menimbulkan
penarikan dana besar-besaran oleh masyarakat yang biasa disebut dengan Bank
Run, jika hal ini terjadi masalah likuiditas akan semakin parah. Disinilah
manajemen likuiditas mempunyai arti penting dalam Lembaga Perbankan atau
Lembaga Intermediasi lain.
Risiko likuiditas tidak akan terjadi jika manajemen likuiditas pada
Intermediasi Keuangan berjalan dengan baik. Pengelolaan likuiditas dapat
dijalankan melalui dua pendekatan, yaitu dengan manajemen asset (Assets
Management) dan manajemen utang (liability Management). Risiko likuiditas
juga dapat diminimalisir dengan membatasi cadangan kas dan menjaga saldo kas
di Bank Indonesia tetap berada diatas batas minimal, melakukan monitoring
harian terkait kas, melakukan perencanaan matang dari data history, dan tetap
mematuhi peraturan yang telah ditetapkan baik oleh pemerintah maupun oleh
Bank Sentral.
10
Latar Belakang
Lembaga keuangan (financial institution) dapat didefinisikan sebagai
suatu badan usaha yang aset utamanya berbentuk aset keuangan (financial assets)
maupun tagihan-tagihan (claims) yang dapat berupa saham (stocks), obligasi
(bonds) dan pinjaman (loans), daripada berupa aktiva riil misalnya bangunan,
perlengkapan (equipment) dan bahan baku (Rose & Frasser, 1988 : 4). Salah satu
fungsi lembaga keuangan adalah sebagai intermediasi keuangan yaitu fungsi yang
menjalankan penghimpunan dana dari masyarakat untuk disalurkan kembali
kemsyarakat dan perusahaan. Fungsi intermediasi pada lembaga keuangan
dijalankan oleh lembaga perbankan Indonesia.
Perbankan dan lembaga keuangan lainnya sangat menentukan
pertumbuhan perekonomian suatu negara. Hal ini mengharuskan lembaga
keuangan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara menjaga
likuiditas. Likuiditas merupakan masalah yang sangat esensial bagi lembaga
keuangan untuk menjaga kontinuitas usahanya. Bank yang tidak dapat memenuhi
penarikan dana oleh nasabahnya akan menghilangkan kepercayaan nasabah dan
hal ini akan menyebabkan terjadinya penarikan besar-besaran dana oleh nasabah
yang disebut dengan istilah Bank Run. hal ini akan menjadi penyebab masalah
likuiditas pada Bank tersebut.
Masalah likuiditas telah melanda dunia lembaga keuangan khususnya
perbankan sejak terjadinya krisis moneter dan ekonomi paro kedua pada tahun
1997. Ketika dunia perbankan diguncang masalah likuiditas, pemerintah melalui
Bank Indonesia telah mengambil langkah untuk menyelamatkan perbankan
nasional antara lain dengan penyediaan fasilitas bantuan likuiditas yang diberi
nama Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Kemudian Bank yang mengalami likuiditas dan telah memanfaatkan
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di klasifikasikan kedalam beberapa
kelompok untuk membedakan kategori bank-bank yang mengalami likuiditas
berdasarkan kondisi bank pada saat itu antara lain, bank dalam likuidasi, bank
beku kegiatan usaha, bank take over dan bank beku operasi sejak diluncurkannya
fasilitas dari BLBI ini.
Tabel 1: Daftar Bank yang tergolong dalam kategori Bank dalam
likuidasi dan Bank beku kegiatan usaha Penerima BLBI
No
Nama Bank
Bank dalam Likuidasi
Nilai BLBI (Rp Miliar)
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Bank Umum Majapahit
Bank Dwipa Semesta
Bank Citraharsa Dhanamanunggal
Bank Kosagara Sejahtera
Bank Anrico
Bank Jakarta
Bank Guna Iternasional
Bank Mataram Dhanarta
Bank Industri
Bank Astria Raya
Bank Pinaesaan
Bank SEAB
Bank SBU
Bank Pasific
Bank BHS
Bank Beku Kegiatan Usaha
1
Bank Baja Internasional
2
Bank Dhanuhatama
3
Bank Tata
4
Bank Lautan Berlian
5
Bank Uppindo
6
Bank Aken
7
Bank Umum Servitia
8
Bank Intan
9
Bank Dagang Industri
10
Bank Dewa Rutji
11
Bank Sewu
12
Bank Ficorinvest
13
Bank Papan Sejahtera
14
Bank BCD
15
Bank PSP
16
Bank Asia Pasific
17
Bank Pesona Kriyada
18
Bank Bira
Sumber: Laporan Tahunan BPPN 1999/ Bisnis Indonesia
9
110
202
202
210
211
251
337
511
579
681
899
1687
2133
3866
36
185
221
241
243
301
362
402
482
609
642
918
929
1403
1939
2055
2335
4018
Dari semua kelompok bank, memberi indikasi bahwa kelompok Bank
BUMN dan Bank BUSN tersebut relatif taat terhadap ketentuan likuiditas, yaitu
berkisar 3% sampai 5%. Oleh karena itu, hampir seluruh lembaga keuangan
benar-benar memprioritaskan likuiditasnya dan mengelolanya secara hati-hati
sehingga kegagalan usaha akibat salah mengelola likuiditas sedapat mungkin bisa
terhindari. Namun lembaga-lembaga keuangan dalam mengelola risiko tigkat
bunga banyak yang mengalami kegagalan atau kurang berhasil. Kenaikan tingkat
bunga dan masalah kredit macet dapat menyebabkan kegagalan suatu lembaga
keuangan.
2
Likuiditas pada prinsipnya merupakan kemampuan untuk memenuhi
permintaan dana yang harus segera dipenuhi. Yang mungkin menjadi pertanyaan
disini adalah kewajiban segera mana yang harus dipenuhi, berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban segera tersebut dan berapa biaya
yang pantas dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Likuiditas
dibutuhkan terutama untuk memenuhi cadangan wajib minimum, penarikan
nasabah giro dan kewajiban lainnya yang telah jatuh tempo.
Disamping itu, likuiditas diperlukan pula untuk memenuhi permintaan
kredit oleh debitur. Banyak lembaga keuangan mengembangkan hubungan jangka
panjang dengan nasabahnya dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kredit para
nasabahnya. Konsekuensinya tidak dapatnya memenuhi permintaan kredit oleh
nasabah tidaklah seserius dengan konsekuensi atas kegagalan untuk memenuhi
penarikan oleh deposan, namun secara jangka panjang hal tersebut akan tetap
menjadi masalah serius.
Salah satu tujuan manajemen likuiditas bagi Intermediasi keuangan
adalah dapat memenuhi permintaan dan menjaga kepercayaan nasabah. Dalam
penulisan ini, bertujuan untuk menjelaskan secara rinci tentang arti penting
manajemen likuiditas bagi Intermediasi keuangan dan alternatif yang dapat
digunakan oleh Intermediasi keuanganagar dapat menjaga likuiditasnya pada
posisi normal, baik terkait risiko yang terjadi pada sisi aset maupun pada sisi
utang.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Intermediasi Keuangan?
2. Apa pengertian dari manajemen likuiditas?
3. Seberapa pentingnya manajemen likuiditas bagi intermediasi keuangan?
4. Bagaimana Alternatif Pemecahan Masalah Likuiditas?
Tujuan Penulisan
1.
2.
3.
4.
Untuk mengetahui pengertian dari Intermediasi Keuangan.
Untuk mengetahui arti manajemen likuiditas
Untuk mengetahui arti penting manajemen likuiditas bagi intermediasi
keuangan
Mengetahui Alternatif Pemecahan Masalah Likuiditas intermediasi keuangan
Manfaat Penulisan
3
1. Bagi Penulis, Artikel ini sebagai syarat untuk memenuhi tugas Manajemen
Lembaga Keuangan dan sebagai sarana untuk menambah ketrampilan
menulis.
2. Bagi Pembaca, Artikel ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi
bacaan untuk menambah pengetahuan.
TUJUAN
Likuiditas adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan
persediaan uang tunai dan aset lain yang mudah untuk diubah menjadi uang tunai.
Lembaga keuangan dianggap likuid kalau lembaga keuangan tersebut mempunyai
cukup uang tunai atau aset likuid lainnya, disertai kemampuan untuk
meningkatkanjumlah dana dengan cepat dari sumber lainnya, untuk
memungkinkannya memenuhi kewajiban pembayaran dan komitmen keuangan
lain pada saat yang tepat. (Herman Darmawi: 2011).
Risiko-risko dapat terjadi pada lembaga keuangan khususnya yang
berperan sebagai intermediasi keuangan, salah satunya adalah risiko likuiditas.
Manajemen likuiditas yang berarti pengelolaan likuiditas dimaksutkan untuk
menjaga ketersediaan kas dan mengelola aset dan kewajiban dari risiko-risiko
likuiditas yang akan terjadi pada lembaga keuangan. Risiko likuiditas pada
lembaga keuangan muncul karena dua alasan. (Drs Warsono, M.M :2010, Bahan
Ajar Manajemen Lembaga Keuangan).
Pertama, dari sisi kewajiban. Dari sisi kewajiban terjadi ketika para
pemegang kewajiban suatu Intermediasi keuangan seperti para deposan atau para
pemegang polis asuransi mengambil untuk mengurangkan klaim keuangannya
dengan segera. Ketika para pemegang kewajiban menarik deposito, dan ketika
ketersediaan kas kosong maka FI akan meminjam dana atau menjual aset-aset
untuk memenuhi penarikan tersebut.
Kedua, dari sisi Aset. Risiko dari sisi aset ini muncul dari hasil komitmen
meminjamkan. Ketika peminjam mencairkan komitmen pinjaman, FI harus
mendanai pinjaman pada neraca dengan segera, sehingga ini akan menyebabkan
permintaan akan kebutuhan dana dengan segera.
Dalam kondisi tertentu, terkadang Bank mengalami kekosongan
deposito, sehingga tidak dapat memenuhi penarikan dan pencairan dari nasabah.
Sehingga berdasarkan konsep likuiditas menurut (Dahlan Siamat: 2004), Sebuah
lembaga keuangan dikatakan likuid apabila memiliki sejumlah likuiditas sama
4
dengan jumlah kebutuhan likuiditasnya, memiliki likuiditas kurang dari
kebutuhan tetapi mempunyai surat-surat berharga yang dapat segera dialihkan
menjadi kas, dan memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara
menciptakan utang.
Salah satu tujuan manajemen likuiditas bagi Intermediasi keuangan
adalah dapat memenuhi permintaan dan menjaga kepercayaan nasabah. Dalam
penulisan ini, bertujuan untuk menjelaskan secara rinci tentang arti penting
manajemen likuiditas bagi Intermediasi keuangan dan alternatif yang dapat
digunakan oleh Intermediasi keuangan agar dapat menjaga likuiditasnya pada
posisi normal, baik terkait risiko yang terjadi pada sisi aset maupun pada sisi
utang.
METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah dengan studi
pustaka dari referensi-referensi buku di Perpustakaan Laboratorium Manajemen
Universitas Muhammadiyah Malang dan Perpustakaan Pusat Universitas
Muhammadiyah Malang. Dan melalui media sosial untuk mendapatkan berita dan
fenomena aktual mengenai risiko likuiditas. Waktu yang digunakan dalam
pencarian informasi dan penulisan ini selama satu bulan dengan pengolahan data
dari buku-buku referensi.
Tulisan Terdahulu, Pertama, Kasus Risiko Likuiditas pada Bank Century
oleh Ika Maya Rahmawati (2011) yang menyebutkan bahwa kegagalan Bank
Century dalam likuiditas disebabkan oleh kurangnya manajemen Risiko pada
Bank. Kedua, Kasus Perbankan Umum mengenai Likuiditas oleh Cecep Nugraha
(2014) yang menyebutkan bahwa Bank Century adalah salah satu Bank yang
mengalami risiko likuiditas akibat gagal kliring sehingga banyak uang nasabah
yang tidak dapat dikembalikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian Intermediasi Keuangan
Definisi Lembaga Keuangan menurut Undang-undang Perbankan No.14
Tahun 1967, pasal 1 ayat B, yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan adalah
semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan menarik
5
uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat. Lembaga Keuangan dibagi
menjadi dua, yaitu Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank.
Salah satu fungsi dari lembaga keuangan adalah sebagai intermediasi keuangan
yang melakukan fungsi utama menghimpun dana dari mesyarakat dan
menyalurkannya kepada masyarakat dan perusahaan. (Ade Arthesa & Edia
Handiman, 2006)
Intermediasi keuangan secara umum diklasifikasikan menjadi dua
macam. Pertama, lembaga depositori, yaitu lembaga keuangan yang secara
langsung menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat atau perusahaan. Lembaga depositori meliputi Bank, Tabungan dan
Pinjaman dan Credit Union. Kedua, lembaga non depositori yang kegiatan
usahanya bersifat kontraktual, yaitu menarik dana masyarakat dengan
menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian.
Lembaga non depositori meliputi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Sekuritas,
Bank Investasi, Perusahaan Pembiayaan, Dana Pensiun dan Reksadana. ( Drs.
Warsono, MM: Bahan Ajar Manajemen Lembaga Keuangan, 2010).
Pengertian Manajemen Likuiditas
Masalah kunci dibidang manajemen yang dihadapi lembaga keuangan
terutama bank meliputi manajemen likuiditas, kebijakan perkreditan, kebijakan
investasi, pengelolaan pendanaan, manajemen modal dan manajemen aktivapasiva untuk keberhasilan kinerja lembaga keuangan (Rose, PS & Fraser, DR:
281-429).
Manajemen likuiditas merupakan aspek penting dalam manajemen
lembaga keuangan. Melalui perencanaan yang cermat terhadap perubahanperubahan penarikan dan penyaluran dana akan dapat mengendalikan likuiditas
bank. Manajemen juga dapat menetapkan kebijakan jumlah likuiditas yang relatif
besar atau kecil terhadap antisipasi kebutuhan dana tergantung pada preferensi
risiko, faktor-faktor risiko dan pertimbangan lain. Likuiditas bukanlah merupakan
suatu konsep mutlak, tetapi menyangkut konsep waktu dan biaya.
Hampir semua aktiva keuangan pada akhirnya akan jatuh tempo dan
beralih menjadi kas. Pengalihan aset tersebut dapat dipercepat dengan cara
menjualnya dan pada dasarnya semua aset dapat dijual. Kerugian yang terjadi atas
penjualan aset tersebut sangat tergantung dengan jenis aset yang dijual dan
seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses penjualan tersebut. Untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas tersebut lembaga keuangan biasanya meminjam
dana yang sifatnya jangka pendek akan tetapi tingkat bunganya mungkin jauh
6
lebih tinggi pada saat lembaga-lembaga keuangan lain juga sedang membutuhkan
likuiditas.
Arti Penting Manajemen Likuiditas
Manajemen likuiditas sangat diperlukan dalam kelangsungan hidup suatu
lembaga keuangan, salah satunya adalah lembaga Intermediasi Keuangan.
Manajemen likuiditas sendiri adalah perkiraan terhadap permintaan dana oleh
masyarakat dan penyediaan cadangan yang mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Cadangan ini berupa uang kas atau aset yang cepat untuk bisa
diubah menjadi kas.
Manajemen likuiditas dimaksutkan untuk menjaga kemampuan lembaga
keuangan agar dapat meminimalisir risiko likuiditas. Risiko ini salah satunya
adalah tidak dapat memenuhi penarikan oleh nasabah dalam jangka waktu
tertentu. Hal ini akan menyebabkan Intermediasi keuangan khususnya bank
mengalami tingkat kesehatan yang buruk dan akan menghilangkan kepercayaan
masyarakat. Masalah likuiditas juga menyebabkan lembaga keuangan mengalami
gagal kliring.
Contoh pada kasus Bank Century yang kini berubah nama menjadi Bank
Mutiara. Kasus ini diharapkan bisa terbongkar dan transparan untuk
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Gagal
mengikuti kliring pada 13 November 2008 menjadi awal terbongkarnya berbagai
kesalahan dan penipuan yang dilakukan oleh Bank Century. Dana dari Lembaga
Penjamin Simpanan sudah diberikan kepada Bank Century, namun setahun
kemudian Bank Century belum juga pulih. Uang nasabah belum dapat kembali
dan uang negara juga menjadi sumber dana yang diberikan kepada Bank ini.
Gagal kliring oleh Bank Century dikarenakan kekuarangan saldo atau
uang di Bank Indonesia. bahkan saldo Bank Century di Bank Indoensia sudah
dibawah saldo minimal. Penyebab lain dari memburuknya keuangan di Bank
Century adalah adanya surat berharga valuta asing (valas) yang bermasalah. Surat
berharga yang dibeli pada 2003 yang seluruhnya (sekitar US$203,4 juta)
diterbitkan oleh bank asing itu tergolong macet karena tidak memiliki rating.
Selain itu, Bank ini juga melakukan penjualan reksadana tanpa izin dari
Badan Penanam Modal (Bapepam). Reksadana ini dijual dengan nama Investasi
Dana Tetap Terproteksi yang dikeluarkan oleh PT. Antaboga Delta Sekuritas.
Banyak uang yang secara sengaja dialirkan pada rekening Robert Tantular sebagai
pemilik Bank dan rekannya di Antaboga.
7
Kasus ini menjadi kasus masalah kesulitan likuiditas dan modal Bank
Century. Pada tanggal 15 Oktober 2008, Bank Sentral telah memerintahkan tiga
pemegang saham untuk menandatangani letter of commitment yang isinya
perjanjian mereka untuk membayar surat berharga yang jatuh tempo dan
menambah modal bank serta mencari investor baru. Namun mereka tidak
menepati janjinya sehingga Bank Century masih dalam kondisi kesulitan
likuiditas.
Segala bantuan dana telah diberikan oleh BI sampai dengan Lembaga
Penjamin Simpanan untuk memberi bantuan dana kepada Bank Century. Namun
pelanggaran-pelanggaran peraturan tetap dilakukan oleh ketiga pemegang saham,
sehingga diperkirakan Bank Century akan ditutup. Penutupan ini akan berdampak
banyak nasabah akan menarik uang mereka pada bank-bank kecil sekelas Bank
Century dan akan memindahkan uang-uang mereka pada Bank-Bank lebih besar
(bank run).
Alternatif Pemecahan Masalah Risiko Likuiditas Menggunakan Manajemen
Likuiditas
Masalah risiko likuiditas yang dialami oleh Bank Century disebabkan
oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan Bank Century memenuhi
kewajibannya. Faktor ini antara lain, kurangnya tata kelola bank yang sehat (good
corporate governance), kurangnya kesadaran akan pentingnya manajemen risiko
salah satunya adalah manajemen risiko likuiditas, dan kurangnya kesadaran para
pemegang saham untuk mematuhi peraturan perbankan nasional. Melihat dari
kasus Bank Century, maka manajemen likuiditas bagi Lembaga Keuangan dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pertama, dengan pengelolaan asset (assets management) yaitu ketika
Lembaga Intermediasi Keuangan mengalami kekosongan deposit maka lembaga
keuangan dapat mengelola aset untuk memenuhi kewajibannya. Ada dua cara
yang dapat dilakukan, yaitu manajemen likuiditas yang dibeli (meminjam dana di
pasar uang untuk selanjutnya dipinjamkan ke peminjam) dan manajemen
likuiditas yang disimpan (menurunkan aset kas milik bank).
Kedua, dengan pengelolaan utang (liability management) Dalam kondisi
tertentu, terkadang bank menga-lami kekosongan deposito bersih, yaitu: jumlah
dengan mana penarikan kas melebihi dari tambahannya; suatu arus kas keluar
bersih. Yang dikarenakan Kebanyakan rekening giro secara normal bertindak
sebagai deposito inti, yaitu, deposito yang menyediakan sumber pendanaan jangka
panjang untuk suatu bank.
8
Ketiga, melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan
dana yang dilakukan oleh nasabah baik penarikan melalui kliring maupun
penarikan tunai. Penarikan melalui kliring adalah penarikan oleh nasabah bank X
pada Bank Y. Jika saldo Bank Y pada Bank Indonesia dibawah penarikan yang
dilakukan oleh nasabah maka Bank Y dikatakan kalah kliring.
Keempat, melaksanakan montoring secara harian atas semua dana masuk
baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah. Pelaksanaan ini
akan memudahkan bank dalam menganalisa kas yang masuk ke bank sehingga
bank akan mudah dalam merencanakan penggunaan kas yang ada untuk diputar
kembali agar tidak ada idle cash sehingga profit/ keuntungan bank akan
meningkat.
Kelima membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario
penarikan dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih
terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana
bersih rata-rata saat ini. hal ini akan membuat bank dapat meramalkan kebutuhan
dana oleh nasabah dan dana yang harus tersedia untuk memenuhi kewajiban
jangka pendek Bank.
Keenam, menetapkan secondary reserve untuk menjaga posisi likuiditas
Bank, antara lain menempatkan kelebihan dana kedalam instrumen keuangan
yang likuid. Kelebihan dana yang ada diharapkan dapat dijadikan instrumen
keuangan yang likuid artinya dapat segera dicairkan ketika harus memenuhi
kewajiban.
Ketujuh, menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor
cabang. Dan melaksanakan fungsi ALCO ( Assets And Liabilities Comittee) untuk
mengatur tingkat bunga dan usahanya. Cash Holding Limit dimaksutkan untuk
mejaga posisi kas pada kantor cabang agar tidak mengalami kekosongan, sehingga
tidak mengalami risiko likuiditas.
Pada dasarnya, penerapan manajemen likuiditas pada Intermediasi
Keuangan adalah sama, yaitu perlu kesadaran tinggi tentang fungsinya
manajemen likuiditas untuk kelangsungan hidup lembaga Intermediasi Keuangan,
kesadaran para pemegang saham untuk mematuhi peraturan baik yang ditetapkan
oleh pemerintah maupun Bank Sentral. Dalam hal ini juga perlu adanya
perencanaan matang untuk pengelolaan likuiditas pada Lembaga Keuangan.
Begitu pentingnya manajemen Likuiditas Lembaga Keuangan, peran pemerintah
juga sangat diharapkan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan terkait Lembaga
Intermediasi Keuangan yang ada di Indonesia.
9
KESIMPULAN
Likuiditas merupakan kemampuan lembaga keuangan salah satunya
adalah yang menjalankan fungsi intermediasi keuangan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas juga meliputi banyaknya kas yang harus
tersedia pada lembaga keuangan. Likuiditas bukanlah merupakan suatu konsep
mutlak, tetapi menyangkut konsep waktu dan biaya. Hampir semua aktiva
lembaga keuangan pada akhirnya akan jatuh tempo dan beralih menjadi kas.
Pengalihan aset tersebut dapat dipercepat dengan cara menjualnya dan pada
dasarnya semua aset dapat dijual.
Ketika lembaga Perbankan atau Lembaga Intermediasi Keuangan lain
mengalami kegagalan dalam memenuhi kewajibannya maka lembaga tersebut
dapat dikatakan menghadapi masalah risiko likuiditas. Jika risiko ini tidak
ditangani maka akan menurunkan kepercayaan nasabah sehingga menimbulkan
penarikan dana besar-besaran oleh masyarakat yang biasa disebut dengan Bank
Run, jika hal ini terjadi masalah likuiditas akan semakin parah. Disinilah
manajemen likuiditas mempunyai arti penting dalam Lembaga Perbankan atau
Lembaga Intermediasi lain.
Risiko likuiditas tidak akan terjadi jika manajemen likuiditas pada
Intermediasi Keuangan berjalan dengan baik. Pengelolaan likuiditas dapat
dijalankan melalui dua pendekatan, yaitu dengan manajemen asset (Assets
Management) dan manajemen utang (liability Management). Risiko likuiditas
juga dapat diminimalisir dengan membatasi cadangan kas dan menjaga saldo kas
di Bank Indonesia tetap berada diatas batas minimal, melakukan monitoring
harian terkait kas, melakukan perencanaan matang dari data history, dan tetap
mematuhi peraturan yang telah ditetapkan baik oleh pemerintah maupun oleh
Bank Sentral.
10