HUKUM LINGKUNGAN DAN PERTAMBANGAN SHINTI

HUKUM LINGKUNGAN DAN PERTAMBANGAN

Disusun oleh :
SHINTIA WIBOWO 8111415199

KAPSEL HAN
ROMBEL 005

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
1

KATA PENGANTAR
Assalamualaikumwr,wb.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas ridhoNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Lingkungan dan
Pertambangan”.
Makalah ini diberikan oleh dosen kami Ibu Dr.Martitah,M.Hum untuk memenuhi
nilai pada mata kuliah Kapsel HAN. Penulis meminta maaf apabila dalam makalah ini
terdapat banyak kesalahan. Selain itu, penulis berharap makalah ini dapat memberikan ilmu
pengetahuan kepada para pembacanya.

Sekian sambutan dari penulis, kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk
perbaikan kedepannya.
Wassalamualaikum wr,wb.

Semarang,11 April 2017

2

DAFTAR ISI
Halaman sampul....................................................................................................................... 1
Kata Pengantar...........................................................................................................................2
Daftar Isi....................................................................................................................................3
Hukum Lingkungan................................................................................................................4-6
Hukum Pertambangan...........................................................................................................6-14
Kasus PT.FREEPORT.......................................................................................................14-17
Kesimpulan...............................................................................................................................18
Daftar Pustaka..........................................................................................................................19

3


Hukum Lingkungan
Hukum Lingkungan adalah seperangkat Peraturan Perundang-undangan dan
Keputusan yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup Indonesia. Pengelolaan lingkungan
hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. Unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya
alam, baik hayati maupun nonhayati, dan sumber daya buatan merupakan sumber daya Upaya
sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam
proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi
masa kini dan generasi masa depan merupakan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Sedangakan tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan
saling merupakan ekonsistem mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas,
dan produktivitas lingkungan hidup (Pasal 1 UU No. 23 Tahun 1999).
di Indonesia, regulasi yang mengatur tentang perlindungan hidup diatur dalam
Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Di dalam regulasi itu, ada 3 cara penegakan hukum yang bisa dilakukan dalam upaya
perlindungan lingkungan hidup.Tiga penegakan hukum itu adalah :1





Penegakan hukum administrasi
Penegakan hukum pidana
Penegakan hukum perdata.

1. Penegakan Hukum Administrasi Lingkungan Hidup
Penegakan hukum administrasi menurut J. Ten Merge melalui 2 cara yaitu cara pengawasan
dan sanksi administrasi. Pengawasan jika kita lihat dalam UU Pengelolaan Lingkungan
Hidup pengawasan dilakukan oleh 2 pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Peran
pengawasan pemerintah dalam pasal 71 disebutkan dilakukan oleh Gubernur, Walikota atau
Bupati. Dalam pasal 71 angka 2 disebutkan pula, peran itu dapat didelegasikan kepada
pejabat berwenang. Adapun peran pejabat yang diberi wewenang itu adalah :







1

melakukan pemantauan;
meminta keterangan;
membuat salinan dari dokumen dan/atau
membuat catatan yang diperlukan;
memasuki tempat tertentu;
memotret;

UU NO.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

4









membuat rekaman audio visual;
mengambil sampel;
memeriksa peralatan;
memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi; dan/atau
menghentikan pelanggaran tertentu.

Sedang peran masyarakat menurut pasal 70 adalah :




pengawasan sosial;
pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau
penyampaian informasi dan/atau laporan.

Sedang sanksi administrasi menurut pasal 76, Kepala Daerah (Gubernur, Walikota dan
Bupati) dapat memberikan sanksi administrasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran.
Sanksi yang diberikan menurut pasal 76 ayat 2 adalah :






teguran tertulis;
paksaan pemerintah;
pembekuan izin lingkungan; atau
pencabutan izin lingkungan.

2. Penegakan hukum Pidana Lingkungan Hidup
Regulasi pidana yang bisa menjadi dasar hukum penegakan hukum lingkungan adalah
Undang-Undang No. 39 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut
ketentuan dalam regulasi tadi, ada perbuatan yang dapat dipidana oleh aparat penegak
hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud berupa pelanggaran-pelanggaran atas
ketentuan yang diatur dalam undang-undang PPLH. Sedikitnya ada 7 ketentuan yang dapat
menjadi dipidana jika ketentuan dilanggar oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Ketentuan
yang dimaksud adalah :








Ketentuan tentang baku mutu
Ketentuan tentang rekayasa genetika
Ketentuan tentang Limbah
Ketentuan tentang Lahan
Ketentuan tentang Izin Lingkungan
Ketentuan tentang Informasi Lingkungan Hidup

3. Penegakan Hukum Perdata Hukum Lingkungan
Penegakan hukum lingkungan dalam perdata dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :




Class Action atau Gugatan Masyarakat
Hak Gugat Organisasi

Hak Gugat Pemerintah baik itu pemerintah pusat dan daerah

5

Class Action atau gugatan masyarakat dalam UU PPLH diatur dalam pasal 90.
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya
sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Gugatan dapat diajukan apabila terdapat
kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok
dan anggota kelompoknya.
Hak gugat organisasi sendiri diatur dalam pasal 92 UU PPLH, hak ini dapat diberikan
dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu
tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan:






berbentuk badan hukum;
menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2
(dua) tahun.
Hak gugat pemerintah pasal 90 dalam UU PPLH, Instansi pemerintah dan pemerintah
daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan
gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan
kerugian lingkungan hidup.

Hukum Pertambangan
Pengertian Hukum Pertambangan dari bahasa Inggris, yaitu mining law. Menurut
Ensoklopedia Indonesia, Hukum pertambangan adalah:
“hukum yang mengatur tentang penggalian atau pertambangan bijih – bijih dan mineral –
mineral dalam tanah”
Salim HS mengatakan bahwa hukum pertambangan adalah keseluruhan kaidah yang
mengatur kewenangan Negara dalam pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur

hubungan hukum antara dengan Negara dengan orang dan atau badan hukum dalam
pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian (tambang)”.
Kewenangan negara merupakan kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada negara
untuk mengurus, mengatur dan mengawasi pengelolaan bahan galian sehingga di dalam
pengusahaan dan pemanfaatannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
6

Kewenangan negara ini dilakukan pemerintah. Penguasaan bahan galian tidak hanya
menjadi monopoli pemerintah semata, tetapi juga diberikan hak kepada orang dan/atau badan
hukum untuk mengusahakan bahan galian sehingga hubungan hukum antara negara dengan
orang atau badan hukum harus diatur sedemikian rupa agar mereka dapat mengusahakan
bahan galian secara optimal. Agar orang atau badan hukum dapat mengusahakan bahan
galian secara optimal, pemerintah/pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) memberikan
izin kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya pengusahaan batu bara kepada
orang atau badan hukum tersebut.
Dari uraian di atas, ada tiga unsur yang tercantum dalam definisi tersebut, yaitu
adanya kaidah hukum, adanya kewenangan negara dalam pengelolaan bahan galian, dan
adanya hubungan hukum antara negara dengan orang dan/atau badan hukum dalam
pengusahaan bahan galian.
2.Asas-asas Hukum Pertambangan

Asas-asas yang berlaku dalam penambangan mineral dan batu bara telah ditetapkan
dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 ada 4 (empat) macam, yaitu:
a. Manfaat, Keadilan, dan Kesinambungan
Yang dimaksud dengan asas manfaat dalam pertambangan adalah asas yang
menunjukkan bahwa dalam melakukan penambangan harus mampu memberikan keuntungan
dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Kemudian asas keadilan adalah dalam melakukan penambangan harus mampu memberikan
peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional bagi seluruh warga negara tanpa ada
yangdikecualikan.
Sedangkan asas keseimbangan adalah dalam melakukan kegiatan penambangan wajib
memperhatikan bidang-bidang lain terutama yang berkaitan langsung dengan dampaknya.
b.Keberpihakan kepada Kepentingan Negara
Asas ini mengatakan bahwa di dalam melakukan kegiatan penambangan berorientasi
kepada kepentingan negara. Walaupun di dalam melakukan usaha pertambangan dengan
menggunakan modal asing, tenaga asing, maupun perencanaan asing, tetapi kegiatan dan
hasilnya hanya untuk kepentingan nasional.
c. Partisipatif, Transparansi, dan Akuntabilitas

7

Asas partisipasif adalah asas yang menghendaki bahwa dalam melakukan kegiatan
pertambangan dibutuhkan peran serta masyarakat untuk penyusunan kebijakan, pengelolaan,
pemantauan, dan pengawasan terhadap pelaksanaannya.
Asas transparansi adalah keterbukaan dalam penyelenggaraan kegiatan pertambangan
diharapkan masyarakat luas dapat memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur.
Sebaliknya

masyarakat

dapat

memberikan

bahan

masukan

kepada

pemerintah.

Asas akuntabilitas adalah kegiatan pertambangan dilakukan dengan cara-cara yang benar
sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada negara dan masyarakat.
d. Berkelanjutan dan Berwawasan lingkungan
Yang dimaksud dengan asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah asas
yang secara terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya
dalam keseluruhan usaha pertambangan mineral dan batu bara untuk mewujudkan
kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.
Aspek Hukum Pertambangan Rakyat
a. Pengertian
Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang dimaksud dengan Izin
Pertambangan Rakyat (IPR) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam
wilayah pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan
investasi terbatas.
Usaha pertambangan merupakan usaha untuk melakukan kegiatan eksplorasi,
eksploitasi, produksi, pemurnian, dan penjualan. Bahan galian strategis merupakan bahan
galian untuk kepentingan pertahanan keamanan serta perekonomian negara. Bahan galian
vital merupakan bahan galian yang dapat menjamin hajat hidup orang banyak. Bahan galian
vital ini disebut juga golongan bahan galian B, bahan galian yang tidak termasuk golongan
strategis dan vital, yaitu bahan galian yang lazim disebut dengan galian C. Dilakukan oleh
rakyat, maksudnya bahwa usaha pertambangan itu dilakukan oleh masyarakat yang
berdomisili di area pertambangan rakyat. Sementara itu, tujuan kegiatan pertambangan rakyat
adalah untuk meningkatkan kehidupan masyarakat sehari-hari. Usaha pertambangan rakyat
itu diusahakan secara sederhana. Maksud usaha sederhana adalah bahwa usaha pertambangan
itu dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang bersahaja. Jadi, tidak menggunakan
teknologi canggih, sebagaimana halnya dengan perusahaan pertambangan yang mempunyai
modal yang besar dan menggunakan teknologi canggih.

8

Dapat dikemukakan unsur-unsur pertambangan rakyat, yakni meliputi:
a) Usaha pertambangan
b) Bahan galian yang diusahakan meliputi bahan galian strategis, vital, dan galian C
c) Dilakukan oleh rakyat
d) Domisili di area tambang rakyat
e) Untuk penghidupan sehari-hari
f) Diusahakan sederhana
b. Kewenangan Memberikan IPR
Sesuai dengan namanya IPR maka pejabat yang berwenang memberikan izin tersebut
adalah Bupati/Walikota (Pasal 67 UU No. 4 Tahun 2009). Bupati/Walikota hanya dapat
memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik kepada perseorangan maupun
kelompok masyarakat dan/atau koperasi.
Pelaksanaan kewenangan tersebut dapat dilimpahkan bupati/walikota kepada camat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan prinsip hukum
administrasi negara yang mengenal delegering atau pelimpahan wewenang pejabat atasan
kepada pejabat bawahan. Oleh karena camat bertindak atas nama bupati/walikota untuk
memberikan IPR kepada penduduk setempat. Untuk dapat memperoleh IPR tersebut, maka
prosedurnya pemohon wajib menyampaikan surat permohonan yang ditujukan kepada
bupati/walikota. Meskipun sudah ada pendelegasian wewenang kepada camat, namun
permohonan IPR tetap ditulis kepada bupati/walikota setempat.
Di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah RI Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1969, telah ditentukan prosedur dan
syarat-syarat untuk mengajukan permintaan izin pertambangan rakyat. Untuk mendapatkan
izin pertambangan rakyat, maka yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada
bupati/walikota dengan menyampaikan keterangan mengenai:
a. Wilayah yang akan diusahakan;
b. Jenis bahan galian yang akan diusahakan.
Persyaratan yang tercantum dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah RI Nomor 75 Tahun
2001 sangat sederhana, persyaratan seperti itu juga dapat dipenuhi oleh masyarakat setempat.
Dalam permohonan penambang, rakyat cukup menyampaikan kepada bupati/walikota tentang
wilayah yang akan diusahakan dan jenis bahan galian yang akan ditambang. Bahan galian
yang akan ditambang meliputi bahan galian strategis, vital, dan bahan galian C.
c. Luas Wilayah Pemberian IPR
9

Adapun mengenai luas wilayah untuk pemberian IPR, ketentuan pasal 68 (1) UU No.
4 Tahun 2009 menyebutkan, bahwa luas wilayah untuk 1 (satu) IPR yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut :
a. Perseorangan paling banyak 1 (satu) ha,
b. Kelompok masyarakat pling banyak 5 (lima) ha, dan/atau
c. Koperasi paling banyak 10 (sepuluh)
IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
kembali untuk jangka waktu yang sama.
a. Hak Pemegang IPR
Pemegang IPR sesuai pasal 69 UU No. 4 Tahun 2009 mempunyai hak-hak sebagai berikut:
1) Mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja,
lingkungan, teknis pertambangan, dan manajemen dari pemerintah dan/atau pemerintah
daerah.
2) Mendapat bantuan modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Kewajiban pemegang IPR
Selain hak-hak di atas, pemegang IPR mempunyai kewajiban-kewajiban berdasarkan
Pasal 60, yaitu :
1) Melakukan kegiatan penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah IPR
diterbitkan,
2) Mematuhi peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan mematuhi standar yang berlaku.
3) Mengelola lingkungan hidup bersama pemerintah daerah,
4) Membayar iuran tetap dan iuran produksi, dan
5) Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan rakyat secara
berkala kepada pemberi IPR.
Selain kewajiban-kewajiban tersebut, pemegang IPR dalam melakukan kegiatan
pertambangan rakyat juga wajib menaatii ketentuan persyaratan teknis pertambangan. Jadi
selain wajib mengikuti aturan hukum, pemegang IPR wajib mengikuti aturan teknis
pertambangan.
d. Pembinaan dan Pengamanan
Dalam

melaksanakan

usaha

pertambangan,

pemerintah

tidak

hanya

memberikan izin saja, akan tetapi juga wajib melakukan pembinaan kepada yang
10

diberi IPR. Untuk itu pemerintah kabupaten/kota melaksanakan pembinaan di bidang
pengusahaan, teknologi pertambangan, serta permodalan dan pemasaran dalam usaha
meningkatkan kemampuan usaha pertambangan rakyat, bangsa dan negara.
Disamping itu Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap pengamanan
teknis pada usaha pertambangan rakyat yang meliputi :
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b.Pengelolaan lingkungan hidup dan
c. Pasca tambang
Untuk melaksanakan pengamanan teknis pertambangan, pemerintah kabupaten/kota
diwajibkan mengangkat pejabat fungsional inspektur tambang sesuai dengan ketentuan
peraturan

perundang-undangan.

Untuk

itu

pelaksanaan

di

lapangan

pemerintah

kabupaten/kota kemudian membuat peraturan daerah (perda).
Pengertian Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin untuk melaksanakan usaha
pertambangan. Prinsip pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) diatur di dalam UndangUndang No. 4 Tahun 2009 adalah satu IUP hanya diperbolehkan hanya untuk satu jenis
tambang. Satu IUP diberikan untuk satu jenis mineral atau batu bara. Pemberian IUP tidak
boleh lebih dari satu jenis tambang.
Dapat pula dilihat hak dan kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan dibawah ini:
a. Hak Pemegang Izin Usaha Pertambangan:
1. Memasuki wilayah izin Usaha Pertambanagan (IUP) sesuai dengan Peta dan Daftar
Koordinat
2. Melaksanakan kegiatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi
(konstruksi, produksi, pengangkutan dan penjualan serta pengolahan dan pemurnian)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-Undangan.
3. Membangun fasilitas penunjang kegiatan IUP operasi produksi (konstruksi, produksi,
pengangkutan danpenjualan serta pengolahan dan pemurnian) di dalam Wilayah Izin
Usaha Pertambangan (WIUP)
4. Dapat mengajukan permohonan sewaktu-waktu menghentikan kegiatan operasi
produksi disetiap bagian atau beberapa bagian Wilayah Izin Usaha Pertambangan
(WIUP) dengan alasan bahwa kelanjutan dari kegiatan produksi tersebut tidak layak
atau praktis secara komersial maupun karena keadaan yang menghalangi sehingga
menimbulkan penghentian sebagian atau seluruh kegiatan dalam WIUP

11

5. Mengajukan permohonan pengusahaan mineral lain yang bukan merupakan Asosiasi
Mineral Utama yang diketemukan dalam WIUP
6. Mengajukan pernyataan tidak berminat terhadap pengusahaan mineral lain yang
bukan merupakan Asosiasi Mineral Utama yang diketemukan dalam WIUP
7. Memanfaatkan sarana dan prasarana umum untuk keperluan kegiatan IUP Operasi
Industri setelah memnuhi ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
b. Kewajiban Pemegang Izin Usaha Pertambangan:
1. Memilih yurisdiksi pada Pengadilan Negeri tempat dimana lokasi WIUP berada
2. Mendirikan kantor perwakilan dilokasi tempat dimana WIUP berada
3. Melaporkan rencana investasi
4. Menyampaikan rencana pasca tambang
5. Menempatkan jaminan penutupan tambang (sesuai umur tambang)
6. Menyampaikan RAKB selambat-lambatnya yang meliputi Rencana Tahun depan dan
realisasi kegiatan setiap tahun berjalan kepada Bupati dengan tembusan kepada
Menteri dan Gubernur
7. Menyampaikan laporan Triwulan yang harus diserahkan dalam jangka waktu 30 hari
8. Apabila ketentuan batas waktu penyampaian RAKB dan pelaporan sebagaimana
dimaksud pada angka (5) dan (6) tersebut diatas terlampaui, maka kepada pemegang
IUP akan diberikan peringatan tertulis
9. Menyampaikan perencanaan dan pengembangan dan perdagangan masyarakat sekitar
wilayah pertambangan sebagai bagaian dari RAKB Bupati Takalar
10. Memenuhi ketentuan perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan PerundanganUndangan
11. Membayar iuran tetap setiap tahun sesuai dengan ketentuan Peraturan PerundangUndangan
12. Menyusun dokumen reklamasi dan dokumen pasca tambang berdasarkan pada
dokumen studi kelayakan sesuai dengan Perundang-Undangan
13. Menyusun dokumen rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat
14. Menempatkan data jaminan reklamasin dan pasca tambang sesuai PerundangUndangan
15. Mengangakat seorang Kepala Teknik Tambang yang bertanggungjawab atas kegiatan
IUP operasi produksi ((konstruksi, produksi, pengangkutan dan penjualan serta
pengolahan dan pemurnian), keselamatan, kesehatan kerja pertambangab serta
pengelolaan lingkungan pertambangan

12

16. Menerapkan kaidah perambangan yang baik
17. Mengelola keuangan sesuai dengan system akuntansi Indonesia
18. Melaporkan pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat
secara berkala
19. Melaporkan dan menjaga fungsi dan daya dukung Sumber Daya Alam yang
bersangkutan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
20. Mengutamakan Pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang dan jasa dalam negeri
sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
21. Mengikut sertakan seoptimal pengusaha local yang ada di daerah tersebut
22. Mengutamakan penggunaan perusahaan jasa pertambangan lokal/Negeri. Serta
menyampaikan data dan pelaksanaan penggunaan usaha jasa penunjang secara
berkala/sewaktu-waktu apabila diperukan
23. Memberikan ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah yang terganggu akibat
kegiatan IUP eksplorasi
24. Kedalaman penambangan 4 meter untuk pencetakan empang dan kemiringan lereng
harus sesuai dengan dokumen UKL dan UPL yang telah disetujui oleh Lingkungan
Hidup dan Penanaman Modan Kabupaten Takalar.

13

Kasus PT.FREEPORT
Papua adalah salah satu provinsi dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang
memiliki potensi kekayaan sumber daya alam yang sangat besar dan merupakan modal dasar
bagi pelaksanaan pembangunan nasional, termasuk untuk kemajuan daerah dan masyarakat
Papua. Potensi kekayaan sumberdaya alam tersebut, yang salah satunya adalah bahan
tambang yang perlu diolah terlebih dahulu melalui berbagai eksplorasi, studi kelayakan sosial
dan ekonomi, pembangunan insfrastruktur, penggalian, pengolahan hingga pemasaran agar
dapat memberi nilai tambah dan keuntungan bagi Indonesia. Meskipun demikian, pemerintah
masih membutuhkan bantuan perusahaan asing dalam mengelola potensi sumberdaya alam
berupa bahan tambang tersebut karena kurangnya modal dan fasilitas.
Bidang usaha pertambangan merupakan bidang usaha yang mendapat prioritas utama
dari pemerintah sebelum dan sesudah diterbitkannya undangundang penanaman modal baik
asing maupun dalam negeri. Penyebabnya adalah sudah lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun
lamanya bidang usaha pertambangan ini kurang mendapat perhatian dan mendapat garapan
bagi penanaman modal khususnya penanaman modal asing. Untuk itu, pemerintah berusaha
untuk mengarahkan penanaman modal khususnya penanaman modal asing guna
mengaplikasikan modalnya dalam mengusahakan dan mengelola sumber daya alam di bidang
pertambangan.2
PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah perusahaan penanaman modal asing pertama
dalam era pemerintahan orde baru yang memulai investasi dalam skala besar di Indonesia
dalam bidang pertambangan. Pada bulan Juni 1966, tim Freeport diundang ke Jakarta untuk
memulai pembicaraan tentang kontrak penambangan Ertsberg. Sesudah Undang-undang
Penanaman Modal Asing disahkan pada bulan Januari 1967, Kontrak Karya I ditandatangani
dengan pemerintah Indonesia, tepatnya tanggal 7 April 1967.
Berbagai negosiasi, studi kelayakan, dan konstruksi dalam skala besar dilakukan
hingga akhirnya pada bulan Maret 1973, proyek ini diresmikan oleh Presiden Soeharto dan
kota tambang di Kabupaten Mimika Provinsi Papua itu diberi nama Tembagapura.
Selanjutnya, pada bulan Juni 1992, Kontrak Karya II ditandatangani oleh pemerintah dan
PTFI. Perjanjian ini memberikan hak kepada PTFI untuk beroperasi selama tiga puluh tahun
dengan kemungkinan perpanjangan selama dua kali sepuluh tahun. 3Pada tahun 1969 ketika
PTFI mulai beroperasi, kota Tembagapura dan sekitarnya masih merupakan hutan dengan
perkampungan kecil yang dihuni tidak lebih dari 400 orang penduduk dan belum ada
infrastruktur pembangunan dan fasilitas sosial yang tersedia. Oleh sebab itu, PTFI harus
memulai operasinya dengan membangun jalan, pelabuhan kota dan pabrik pengolahan, serta
infrastruktur lain yang diperlukan.

2

Aminuddin Ilmar, H u k u m P e n a n a m a n M o d a l d i I n d o n e s i a , Penerbit
Kencana, Jakarta, 2007,
h. 113-115.
3
August Kafiar, Agus Sumule, Enos Rumbiak, “Peranan PT Freeport Indonesia Company Dalam Pembangunan
Masyarakat dan Daerah Irian Jaya”, Makalah, Perpustakaan UNCEN, 1997, h. 1.

14

Keadaan yang sama juga dialami dalam hal kualitas sumberdaya manusia. Selain
jumlahnya yang sangat sedikit, kualitasnya juga relatif rendah dalam konteks kualifikasi yang
dibutuhkan dalam industri pertambangan. Seiring berjalannya waktu, PTFI yang beroperasi di
Papua kurang lebih 40 tahun telah memberikan manfaat maupun peluang yang sangat besar
bagi masyarakat Indonesia khususnya Masyarakat Papua dan Mimika. Berbagai pajak
diantaranya Pajak Penghasilan Badan (PPh 22,25, dan 29), pajak atas Bunga dan Dividen
(PPh 26), royalti, pajak Bumi dan Bangunan (PBB), iuran tetap, Bea Masuk dan Bea Masuk
Tambahan (BM dan BMT), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPN dan PPnBM), cukai, pajak daerah, serta sumbangan pendapatan berupa Dividen atas
saham yang dimiliki Pemerintah Republik Indonesia yang telah dibayarkan PTFI kepada
Pemerintah Indonesia pada tahun 2007 saja mencapai nilai total sekitar 1,8 miliar dolar AS.
Di samping itu, lebih dari seratus ribu karyawan PTFI juga menyumbang Pajak Penghasilan
atas Gaji (PPh 21), dan sumbangan pembayaran Pajak Penghasilan Badan oleh anak-anak
perusahaan serta perusahaan kontraktor.
Semenjak diawalinya kontrak karya PTFI yang berlaku saat ini pada tahun 1992, total
manfaat langsung tersebut bagi Pemerintah Indonesia mencapai hampir 7 miliar dolar AS.
Pada berbagai media diketahui bahwa PTFI telah memberikan kontribusi bagi Indonesia
termasuk provinsi Papua sejak tahun 1992. Dukungan sukarela bagi pengembangan
masyarakat serta pengeluaran biaya dari PTFI atas program pengelolaan lingkungan hidup
secara komprehensif adalah cukup besar. Berbagai kontribusi yang telah dilakukan oleh PTFI
tidak lain adalah bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan atau lebih dikenal dengan
Corporate Social Responsibility (CSR). Tanggung jawab sosial perusahaan pada dasarnya
adalah sebuah kebutuhan bagi perusahaan untuk dapat berinteraksi dengan komunitas lokal
sebagai bentuk masyarakat secara keseluruhan. Perusahaan membutuhkan sebuah keuntungan
sosial berupa kepercayaan dengan beradaptasi dengan komunitas lokal. Tanggung jawab
sosial perusahaan tentunya sangat berkaitan dengan kebudayaan perusahaan dan etika bisnis
yang harus dimiliki oleh budaya perusahaan, karena untuk melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan sangat dibutuhkan suatu budaya yang didasari oleh etika yang bersifat
adaptif. 4
Salah satu program yang dilakukan perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial
perusahaan adalah program pengembangan bagi masyarakat yang bermukim di wilayah
tambang. Program ini merupakan kewajiban hukum dari perusahaan tambang. Ada berbagai
macam substansi dalam peraturan perundang-undangan dan substansi kontrak karya yang
dibuat pemerintah dengan perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia. 5Salah
satunya adalah perjanjian yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan PTFI mengenai
program pengembangan masyarakat di wilayah tambang. PTFI telah menyatakan
kesanggupan untuk membangun dan memelihara hubungan yang positif dengan penduduk
4

Bambang Rudito dan Melia Famiola, C S R ( C o r p o r a t e S o c i a l
R e s p o n s i b i l i t y ) , Penerbit
Rekayasa Sains, Bandung, 2013, h. 1.
5
H. Salim, S.H., M.S., H u k u m P e r t a m b a n g a n d i I n d o n e s i a , Penerbit PT
Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2007, h. 401-404.

15

asli dari daerah-daerah di mana PTFI beroperasi. Bagian dari komitment ini adalah memberi
kesempatan dalam pengembangan sosial dan ekonomi bagi penduduk setempat, termasuk
usaha-usaha untuk melatih dan mempekerjakan penduduk asli. PTFI berusaha memahami
lebih baik adat istiadat penduduk setempat guna mengembangkan suatu pengertian yang lebih
mendalam yang diperlukan untuk memelihara dan membangun hubungan yang konstruktif.
Salah satu unsur yang paling penting dalam komitmen ini adalah dengan memandang
masyarakat setempat dengan rasa hormat. PTFI tidak segan untuk berkonsultasi dengan
mereka dalam hal operasi penting yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup
masyarakat setempat, karena seperti yang diketahui bahwa lingkungan sekitar masyarakat
tadinya merupakan sumber mata pencaharian penduduk setempat.6
Namun demikian hingga saat ini tidak sedikit masyarakat asli Papua khususnya yang
berada di Kabupaten Mimika melakukan berbagai aksi protes agar PTFI harus ditutup karena
berpendapat perusahaan tambang kelas dunia berskala besar 6 tersebut tidak memberikan
manfaat bagi masyarakat asli Papua. 7Hal serupa tidak hanya terjadi di Papua. Seperti yang
dilansir dalam Antara News tanggal 1 Maret 2006, ratusan mahasiswa dan masyarakat Papua
dari perguruan tinggi se-Jawa dan Bali dan Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat
(Front Pepera-PB), akan kembali melakukan unjukrasa dengan tuntutan yang sama penutupan
PTFI, di Plaza 89 Kuningan, Jakarta. Aksi demo ini merupakan gelombang lanjutan
pemblokiran PTFI setelahterjadinya kasus penembakan di Mil 74 sejak 23 pada bulan
Februari 2006.
Hal serupa juga terdapat di dalam Harian Jogja tanggal 31 Oktober 2011, puluhan
massa yang mengatasnamakan diri Solidaritas Untuk Papua (SUP) menggelar aksi unjuk rasa
dan long-march dari Taman Parkir Abu Bakar Ali menuju Simpang Empat Kantor Pos Besar
Yogyakarta. Massa berorasi di depan gedung DPRD Provinsi DIY menuntut pengusutan
secara tuntas aksi penembakan, pelanggaran HAM di Papua dan penutupan PTFI sebagai
biang keladi pelanggaran HAM di Papua.

6

AR. Soehoed, T a
(S ej a r a h P
In d o n esia
7
AR. Soehoed, P e
(S ej a r a h P
In d o n esia

m b a n g d a n P e n g elo l a a n Li n g k u n g a n n y a
e n g e m b a n g a n P er t a m b a n g a n PT. Fr e e p o r t
d i P r o v i n s i P a p u a ) , Penerbit Aksara Karunia, Jakarta, 2005, h. 138-140.
rt a m b a n g a n d a n Pe m b a n g u n a n D a e r a h
e n g e m b a n g a n P e r t a m b a n g a n PT. Fr e e p o r t
d i P r o v i n s i P a p u a ) , Penerbit Aksara Karunia, Jakarta, 2005, h. 31.

16

KESIMPULAN


Hukum Lingkungan adalah seperangkat Peraturan Perundang-undangan dan
Keputusan yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup Indonesia. Pengelolaan
lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
 di Indonesia, regulasi yang mengatur tentang perlindungan hidup diatur dalam
Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Di dalam regulasi itu, ada 3 cara penegakan hukum yang bisa
dilakukan dalam upaya perlindungan lingkungan hidup.Tiga penegakan hukum itu
adalah :
1.
Penegakan hukum administrasi
2.
Penegakan hukum pidana
3.
Penegakan hukum perdata
 Hukum pertambangan adalah keseluruhan kaidah yang mengatur kewenangan Negara
dalam pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan hukum antara
dengan Negara dengan orang dan atau badan hukum dalam pengelolaan dan
pemanfaatan bahan galian (tambang)

17

DAFTAR PUSTAKA
UU NO.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
August Kafiar, Agus Sumule, Enos Rumbiak, “Peranan PT Freeport Indonesia Company
Dalam Pembangunan Masyarakat dan Daerah Irian Jaya”, Makalah, Perpustakaan UNCEN,
1997, h. 1.
AR. Soehoed, Tambang dan Pengelolaan Lingkungannya (Sejarah Pengembangan
Pertambangan PT. Freeport Indonesia di Provinsi Papua), Penerbit Aksara Karunia, Jakarta,
2005, h. 138-140.
AR. Soehoed, Pertambangan dan Pembangunan Daerah (Sejarah Pengembangan
Pertambangan PT. Freeport Indonesia di Provinsi Papua), Penerbit Aksara Karunia, Jakarta,
2005, h. 31.
Bambang Rudito dan Melia Famiola, CSR (Corporate Social Responsibility), Penerbit
Rekayasa Sains, Bandung, 2013, h. 1.
H. Salim, S.H., M.S., Hukum Pertambangan di Indonesia, Penerbit PT Raja Grafindo
Persada,
Jakarta, 2007, h. 401-404.
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Penerbit Kencana, Jakarta, 2007,
h. 113-115.

18