BERBAGAI ISTILAH YANG TERKAIT DALAM PENE

BERBAGAI ISTILAH PENELITIAN YANG TERKAIT DALAM PENELITIAN
KUALITATIF

A. PENELITIAN SOSIAL
Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan atau masalah guna mencari pemecahan terhadap
masalah tersebut. Metode penelitian social dapat diartikan sebagai pelajaran yang
menjelaskan

tentang

metode-metode

ilmiah

untuk

mengkaji

kebenaran


dan

mengembangkan pengetahuan yang menyangkut gejala-gejala dan masalah social.
Terdapat lima unsur yang perlu diperhatikan dalam penelitian sosial, yaitu:
1. Unsure Ilmiah
2. Unsur Penemuan
3. Unsur Pengembangan
4. Unsur Pengujian Kebenaran
5. Unsur Pemecahan Masalah
Contoh judul penelitian ini adalah: Pengaruh Narkoba Terhadap Tingkat
Perkembangan Prestasi Belajar. Variabelnya adalah Pengaruh narkoba dan tingkat
perkembangan prestasi belajar.

1 | KELOMPOK 1

B. PENELITIAN NATURALISTIK
“Kualitatif pendekatan naturalistik” istilah ini menunjukkan bahwa pelaksanaan
ini memang terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak
dimanipulasi keadaan dan kondisinya, menekankan pada deskripsinya secara alami.
fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional. Sehingga

pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif.
Interaksi atau pendekatan naturalistik, sebagaimana pendapat Bagong Suyanto
dan Sutinah: Naturalis (wajar) karena peneliti tidak berusaha memanipulasi atau bahkan
menyimulasi suasan penelitian. Hal yang dikaji adalah situasi dunia nyata sebagaimana
terjadi secara wajar. Peneliti sedapat-dapatnya tidak mengusik ataupun mengontrol. Ia
bersikap terbuka terhadap apa saja yang muncul. Tidak ada kendala-kendala yang telah
ditentukan dari awal terhadap hasil yang diharapkan. Dasar pikiran penggunaan istilah
interaksi naturalistik tidak lain adalah kenyataan empiris yang menunjukkan adanya tipe
interaksi yang terjadi secara alamiah di hampir semua masyarakat.
Suatu interaksi disebut interaksi naturalistik adalah interaksi sosial yang terjadi
karena tuntutan dasar setiap individu yang karena kodratnya ia seharusnya melakukan
interaksi semacam itu. Oleh karena itu, sifat interaksi naturalistik tersebut tidak dirancang
secara sistematis dan tidak pula karena adanya intervensi. Interaksi itu berlangsung secara
natural, di mana satu sama lain ingin saling mengenal, saling berkomunikasi, saling
bertransaksi, dan seterusnya saling membantu. Secara sederhana, interaksi naturalistik itu
terjadi karena dorongan dari dalam diri individu yang ia lakukan untuk memenuhi hajat
hidupnya sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial. Ini mengilustrasikan

2 | KELOMPOK 1


karakteristik alamiah dari tipe-tipe interaksi sosial yang dikembangkan oleh setiap
individu yang mengikuti tingkatan kebutuhannya.
Tipe interaksi yang diutamakan seseorang bergerak dari interaksi yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar biologis, dan selanjutnya bila kebutuhan itu sudah
terpenuhi maka ia akan menampilkan tipe interaksi untuk memenuhi rasa aman, dan jika
sudah terpenuhi lalu menampilkan tipe interaksi untuk memenuhi kebutuhan afiliasi, dan
seterusnya sampai pada tipe interaksi untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri.
Interaksi-interaksi yang timbul dari motif kebutuhan jauh lebih penting daripada
interaksi-interaksi lainnya, seperti faktor kekerabatan dan keagamaan.
Secara faktual, seseorang akan siap berinteraksi dengan siapa saja (dalam batas
norma-norma sosial) untuk memenuhi kebutuhannya. Bertolak dari fakta-fakta sosial
tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi yang ditimbulkan oleh motif kebutuhan
tumbuh secara natural. Interaksi itu mendorong orang untuk hidup harmonis dan sejajar
dengan anggota masyarakat lainnya, tanpa membedakan latar etnis dan agama. Interaksi
yang bersifat natural semacam ini pasti ditemukan dalam semua tipe masyarakat, baik
pada masyarakat nelayan, pedagang, buruh, petani, dan sebagainya.
Contoh

judul


penelitian

ini

adalah:

“PEMBELAJARAN

DENGAN

MENGINTEGRASIKAN NILAI-NILAI KEIMANAN DAN KETAQWAAN DALAM
MATA PELAJARAN IPA BAGI SISWA SEKOLAH DASAR.Penelitian naturalistic
pada sekolah dasar Assalam II Bandung. Oleh: Achmad Ghozin

3 | KELOMPOK 1

C. PENELITIAN POSITIVISME / POSTPOSITIVISTIK
Untuk metode kualitatif juga disebut dengan metode postpositivistik dikarenakan
berasaskan pada filsafat postpositivistik. Sebenarnya mengapa disebut dengan metode
kualitatif dikarenakan data yang dikumpulkan serta analisisnya cenderung bersifat

kualitatif.
Paradigma positivistik (fakta sosial) menganggap realitas itu sebagai sesuatu
yangempiris atau benar-benar nyata dan dapat diobservasi. Dalam meneliti, peneliti dan
obyek yang diteliti bersifat independen dan saling tidak berinteraksi. Cara
menelitinya bisa dengan percobaan atau manipulasi sehingga dapat dikontrol
obyektivitasnya.

Menurut positivistik,

fenomena

sosial

dipahami

dari

perspektif luar berdasarkan teori-teori yang ada. Maka dalam pandangan posivistik
(perspektif makro) : (1) realitas adalah fenomena y a n g
ditentukan


oleh

fenomena

lain,

(2)

keberadaannya
realitas

sosial

d a p a t diklasifikasikan dan keberadaannya dapat digambarkan dalam sebuah
simbol denganatribut tertentu.
 Tujuaj penelitian
Penelitian

yang


menggunakan

paradigma

positivistik,

biasanya

bertujuan untuk melakukan eksplanasi (menjelaskan), eksplorasi (penjajakan/
penyelidikan),

deskripsi(penggambaran),

verifikasi

(pengujian)

tentang


fenomena mengapa peristiwa terjadi, bagaimana frekwensinya (intensitasnya),
proses kejadiannya, hubungan antar variabel, rekaman perkembangan, bentuk dan
polanya.

4 | KELOMPOK 1

Contoh judul penelitian ini adalah: Penerapan Manajemen Pembiayaan Berbasis
Madrasah terhadap Mutu Sekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kabupaten
Rokan Hilir, Riau.
D. PENELITIAN FENOMENOLOGIS
Fenomenologi merupakan salah satu metode penelitian dalam studi kualitatif.
Kata Fenomenologi (Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani phainomenon dan
logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan
logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara
umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak.
Fenomenologi merupakan suatu metode analisa berusaha memahami realitas
sebagaimana

adanya


dalam

kemurniannya.

Penelitian

fenomenologi

mencoba

menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari
oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Peneliti dalam hal ini dapat
mengembangkan arti dari individu dan juga meminta kepada individu untuk
menggambarkan pengalaman hidup mereka sehari-hari. Data yang dikumpul berkaitan
erat

dengan

penelitian


yang

berlangsung

dan

dalam

peneliti

berusaha mendekati objek kajiannya secara kritis serta pengamatan yang cermat, dengan
tidak berprasangka terhadap konsepsi-konsepsi manapun sebelumnya. Akhir laporan
studi fenomena adalah pembaca memiliki pengertian yang lebih baik terhadap esensi ,
struktur invarian (atau esensi) dari pengalaman, pengenalan dari satu kesatuan yang utuh
(single unifying meaning) dari pengalaman yang ada.

5 | KELOMPOK 1

Fenomenologi dapat digolongkan dalam penelitian kualitatif murni dimana dalam
pelaksanaannya yang berlandaskan pada usaha mempelajari dan melukiskan ciri-ciri

intrinsik fenomen-fenomen sebagaimana fenomen-fenomen itu sendiri. Peneliti harus
bertolak dari subjek (manusia) serta kesadarannya dan berupaya untuk kembali kepada
“kesadaran murni” dengan membebaskan diri dari pengalaman serta gambaran kehidupan
sehari-hari dalam pelaksanaan penelitian.
Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep
atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa
individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan
dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji.
Fenomenolog mencari pemahaman seseorang dalam membangun makna dan
konsep kunci yang intersubyektif. Karena itu, menurut Kuswarno “…penelitian
fenomenologis harus berupaya untuk menjelaskan makna pengalaman hidup sejumlah
orang tentang suatu konsep atau gejala…”
Metode ini lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan-ganda - contoh
bentuk penelitian yang nyata, berikut adalah penelitian yang dilakukan dengan
mengangkat permasalahan partisipasi orang tua dalam bentuk pemikiran, tenaga, dan
finansial sebagai peran serta wali murid di Sekolah Dasar negeri 1 Lhokseumawe Karena membicarakan watak realitas alamiah ini menghendaki adanya kenyataankenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya.
penelitian deskriptif dalam hal ini adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran

6 | KELOMPOK 1

atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang
diteliti.
Dengan

demikian,

Fenomenologi

merupakan

pandangan

berpikir

yang

menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan
interpretasi-interpretasi dunia. Fenomenologi diartikan sebagai pengalaman subjektif atau
pengalaman fenomenologikal dan suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok
dari seseorang. Secara lebih khusus, istilah ini mengacu pada penelitian terdisiplin
tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang.
Dalam menarik kesimpulan dari data yang dihasilkan, penelitian ini menggunakan
teknik analisis data kualitatif dengan pendekatan induktif. Artinya, peneliti berangkat dari
fakta/ informasi/ data empiris untuk membangun teori. Upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain.
Dalam faham fenomenologi dimana obyek-obyek harus diberikan kesempatan
untuk berbicara melalui deskripsi fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala.
Berkaitan dengan hakekat obyek-obyek, untuk menangkap hakekat obyek-obyek
diperlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang mengganggu dalam
mencapai gejala-gejala yaitu: Reduksi pertama. Menyingkirkan segala sesuatu yang
subyektif, sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak bicara.
Reduksi kedua. Menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diperoleh dari
sumber lain, dan semua teori dan hipotesis yang sudah ada,
7 | KELOMPOK 1

Reduksi ketiga.

Menyingkirkan seluruh tradisi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan orang
lain harus dilupakan untuk sementara, kalau reduksi-reduksi ini berhasil, maka gejalagejala akan memperlihatkan dirinya sendiri/dapat menjadi fenomena atau suatu fakta.
Contoh judul penelitian fenomenologis adalah penelitian biografis tentang grup
music NOAH, untuk memahami pengalaman kreatif kesenimanan mereka dan bagaimana
mereka memandang peristiwa negative seperti terlibat narkoba dan lain-lain yang
menimpa mereka maupun seniman lain serta bagaimana mereka mengatasinya.

E. PENELITIAN ETNOMETODOLOGI
Neuman (1997) mengartikan etnometodologi sebagai keseluruhan penemuan,
metode, teori, suatu pandangan dunia. Pandangan etnometodologi berasal dari kehidupan.
Etnometodologi berusaha memaparkan realitas pada tingkatan yang melebihi sosiologi,
dan ini menjadikannya berbeda banyak dari sosiologi dan psikologi. Etnometodologi
memiliki batasan sebagai kajian akal sehat, yakni kajian dari observasi penciptaan yang
digunakan terus-menerus dalam interaksi sosial dengan lingkungan yang sewajarnya.
Secara terminology, etnometodologi diterjemahkan sebagai sebuah metode
pengorganisasian masyarakat dengan melihat beberapa aspek kebutuhan, diantaranya:
pencerahan dan pemberdayaan. Etnometodologi bukanlah metode yang digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data, melainkan menunjuk pada permasalahan apa yang
akan diteliti. Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan dan
memahami kehidupan sehari-hari, metodenya untuk mencapai kehidupan sehari-hari.
Etnometodologi didasarkan pada ide bahwa kegiatan sehari-hari dan interaksi sosial yang
8 | KELOMPOK 1

sifatnya rutin, dan umum, mungkin dilakukan melalui berbagai bentuk keahlian,
pekerjaan praktis, dan asumsi-asumsi tertentu. Keahlian, pekerjaan praktis, dan
asumsiasumsi itulah yang disebut dalam etnometodologi.
Tujuan utama etnometodologi adalah untuk mempelajari bagaimana anggota
masyarakat selama berlangsungnya interaksi sosial, membuat sense of indexical
expression. Istilah indexical tidak bermakna universal namun bergantung pada konteks
(misalnya, ia, dia, mereka). Sifatnya terbatas pada yang diindeks atau dirujuk Subjek
etnometodologi bukanlah anggota-anggota suku-suku terasing, melainkan orang-orang
dalam perbagai macam situasi dalam masyarakat kita. Etnometodologi berusaha
memahami bagaimana orang-orang mulai melihat, menerangkan, dan menguraikan
keteraturan dunia di tempat mereka hidup.Pemanfaatan metode ini lebih dilatari oleh
pemikiran praktis (practical reasoning) ketimbang oleh kemanfaatan logika formal
(formal logic).
Di dalam etnometodologi, peneliti yang ‘berasal dari luar’ harus dapat bersatu dan
terlibat langsung dalam proses penelitian bersama-sama dengan ‘para aktor social
setempat’. Peneliti harus bisa melebur di dalam komunitas masyarakat yang diteliti, dan
karenannya harus sanggup berada bersama-sama dengan masyarakat yang diteliti dalam
satu bejana sosial yang kompleks. Hal yang lebih ditekankan dalam etnometodologi
adalah peristiwa terjadi secara wajar di masyarakat. Dalam peristiwa itu berlangsung pola
interaksi yang dapat dibaca dan diinterpretasi secara eksplisit. Pola interaksi yang
dimaksud adalah interaksi orang-perorang (aktor sosial) dan interaksi antara orang

9 | KELOMPOK 1

dengan lingkungannya (institusi dan alam). Peneliti dan para actor sosial akan terlibat
didalam interaksi dan diskusi yang intens untuk merumuskan masalah yang dihadapi.
Beberapa prasyarat untuk menjadikan etnometodologi sebagai model penelitian
kualitatif:
1. Etnometodologi memusatkan kajian pada realitas yang memiliki penafsiran praktis. Ia
merupakan pendekatan pada sifat kemanusiaan yang meliputi pemaknaan pada perilaku
nyata. Setiap masyarakat dalam konsep ini memiliki situasi yang bersifat lokal,
terorganisir, memiliki steriotipe dan ideologi khusus, termasuk ras, kelas social dan
gender. Pendekatan ini akan memihak masyarakat bawah dengan ideologi yang sangat
populis
2. Merupakan strategi yang dapat dilakukan melalui discourse analysis (analisis wacana).
Paradigma yang dianut adalah semiotic, sehingga metode yang paling tepat adalah dialog.
Sumber data dapat diungkap melalui observasi-observasi dengan pencatatan data yang
teratur menggunakan field note. Pengembangan pertanyaan dilakukan dengan betuk
verbal, social interaktif dan dialog
3. Etnometodologi memiliki keunggulan dalam mendekati kehidupan empiric, dalam hal
ini ada program penekanan yang diberikan. Melakukan pengambilan data langsung dari
lapangan melalui model interaktif antara peneliti dan actor
4. Sosial (observasi partisipasi)

10 | K E L O M P O K 1

5. Menitikberatkan pada pemahaman diri dan pengalaman hidup sehari-hari.
Pengambilan data dengan indepth interview, akan menggali semua masalah kehidupan
sehari-hari dalam bentuk wawancara percakapan terbuka. Setiap wacana percakapan
dianalisis, dikembangkan sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari di kalangan
masyarakat lokal.
No
Unsure
1

Paradigma

Pelaksanaan Kegiatan
Semiotic: wacana percakapan
harus bermula dari kepentingan
masyarakat lokal. Masalah sosial
tumbuh dari bawah yang harus
mencerminkan kehidupan
sehari-hari.

2

Strategi

Discourse Analysis: dilakukan

Kegiatan

diskusi intensif dengan aktor
lokal. Peneliti harus bersatu
dengan aktor sosial, upaya ini
dilakukan untuk dapat
memahami jenis, bentuk
percakapan hingga dapat
diketahui strukturnya.

3

Pengumpulan
Data

11 | K E L O M P O K 1

In-Depth

Interview/Conversation
4

5

Fokus

Kontekstual (tergantung pada

Penelitian

konteks masalah lokal)

Perkiraan

Tergantung pada masalah

Kasus

penelitian, jumlah kasus
disesuaikan dengan sifat, jenis
dan karakter masalah.

Contoh penelitian ini adalah: Masalah-masalah yang dihadapi pedagang kaki lima
di Pasar Ibu Payakumbuh.
F. PENELITIAN STUDI KASUS
Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci
terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau
satu peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai
suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan
rinci. SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan
penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam
studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn.
Para peneliti berusaha menernukan sernua variabel yang penting.
Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi:
(1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2)
sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan
12 | K E L O M P O K 1

latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk memahami berbagai kaitan
yang ada di antara variabel-variabelnya.
Contoh judul penelitian ini adalah: Persepsi konsumen terhadap saluran distribusi
prodek Im3 dan Mentari: studi kasus pada PT. Indosat Cabang.
G. PENELITIAN INDUKTIF
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa
prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta – fakta yang bersifat khusus,
prosesnya disebut Induksi. Penalaran induktif tekait dengan empirisme. Secara
impirisme, ilmu memisahkan antara semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang
tidak. Sebelum teruji secara empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat
sementara. Penalaran induktif ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu
penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku umum.

Contoh :
Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering sakit. Setiap
bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin
menipis untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari
bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih
kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di
bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)

H. PENELITIAN DESKRIPTIF
13 | K E L O M P O K 1

Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk
menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara fenomena
yang diuji Dalam penelitian ini, peneliti telah memiliki definisi jelas tentang subjek
penelitian dan akan menggunakan pertanyaan who dalam menggali informasi yang
dibutuhkan. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran akurat
tentang sebuah kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah proses atau hubungan,
memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk verbal atau numerikal, menyajikan
informasi dasar akan suatu hubungan, menciptakan seperangkat kategori dan
mengklasifikasikan subjek penelitian, menjelaskan seperangkat tahapan atau proses, serta
untuk menyimpan informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian.
Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun
fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik,
perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan
fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72). Penelitian deskriptif merupakan penelitian
yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnyakondisi atau
hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat
atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.
Contoh judul penelitian ini adalah: Faktor-faktor yang mempengaruhi mahasiswa
akuntansi terhadap konsisten pilihan karir dibidang akuntansi.

14 | K E L O M P O K 1

I. PENELITIAN ARTISTIK
Metode

penelitian

kualitatif

dinamakan

sebagai

metode

baru

karena

popularitasnya belum lama. Metode ini disebut juga sebagai metode artistic karena proses
penelitian lebih bersifat seni dan kurang berpola.
Dalam penelitian kualitatif seorang peneliti itu sebagai human instrument dan
dengan teknik pengumpulan data observasi berperan serta dan wawancara mendalam,
maka peneliti harus berinteraksi dengan sumber data. Dengan begitu peneliti kualitatif
harus mengenal betul orang yang memberikan data.
Dalam pencarian data terhadap seseorang inilah metode artistic akan muncul.
Cara seorang peneliti kualitatif dalam mencari dan mengumpulkan data dari seseorang
mempunyai pola seni masing-masing.
Contoh judul penelitian artistic adalah: 1.)Makna sakit bagi pasien, 2.) Mengapa
korupsi sulit diberantas di Indonesia.

J. PENELITIAN INTERAKSIONIS SIMBOLIK
Interaksionisme simbolik merupakan salah satu model metodologi penelitian
kualitatif berdasarkan pendekatan fenomenologis atau persepektif interpretif. Bogdan dan
Taylor mengemukakan bahwa dua pendekatan utama dalam tradisi fenomenologis adalah
interaksionisme simbolik dan etnometodologi. Interaksi simbolik memiliki perspektif
teoritik dan orientasi metodologi tertentu. Pada awal perkembangannya interaksi simbolik
15 | K E L O M P O K 1

lebih menekankan studinya tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan
pada keseluruhan masyarakat atau kelompok. Aliran-aliran interaksionisme simbolik
tersebut adalah Mahzab Chicago, Mahzab Lowa, Pendekatan Dramaturgis dan
Etnometodologi. Sebagian pakar berpendapat, teori interaksi simbolik, khususnya dari
George Herbert Mead, seperti teori etnometodologi dari Harold Garfinkel, serta teori
fenomenologi dari Afred Schutz berada di bawah payung teori tindakan sosial yang
dikemukakan oleh filosof dan sekaligus sosiolog Jerman Max Weber (1864-1920),
meskipun Weber sendiri sebenarnya bukanlah seorang interpretivis murni. Proposisi
paling mendasar dari interaksi simbolik adalah perilaku dan interaksi manusia itu dapat
dibedakan karena ditampilkan lewat simbol dan maknanya.
Interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni
komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Interaksionisme simbolik juga
telah mengilhami perspektif-perspektif lain, seperti “teori penjulukan” (labeling theory)
dalam studi tentang penyimpangan perilaku (deviance), perspektif dramaturgis dari
Erving Goffman, dan etnometodologi dari Harold Garfinkel. Perspektif interaksi simbolik
berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini
menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan
manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan
ekspektasi orang lain yang menjadi mitra mereka. Definisi yang mereka berikan kepada
orang lain, situasi, objek, dan bahkan diri mereka sendirilah menentukan perilaku
mereka. Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls,
tuntutan budaya, atau tuntutan peran. Manusia bertindak hanya berdasarkan definisi atau
penafsiran mereka atas objek-objek di sekeliling mereka. Tidak mengherankan bila frase16 | K E L O M P O K 1

frase “definisi situasi”, “realitas terletak pada mata yang melihat”, dan “bila manusia
mendefinisikan situasi sebagai riil, situasi tersebut riil dalam konsekuensinya” sering
dihubungkan dengan interaksionisme simbolik.
Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer, proses
sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan kehidupan
kelompok. Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah
“interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol”. Mereka tertarik pada cara
manusia menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yang mereka
maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang
ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat
dalam interaksi sosial. Penganut interaksi simbolik berpandangan, perilaku manusia pada
dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia disekeliling mereka, jadi tidak
mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan, sebagaimana dianut oleh teori
behavioristik atau teori struktural. Alih-alih, perilaku dipilih sebagai hal yang layak
dilakukan berdasarkan cara individu mendefinisikan situasi yang ada.
Interaksi simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian
kualitatif yang berasumsi bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu
lingkungan yang alamiah dan bukan lingkungan artifisial seperti eksperimen.
Prinsip bahwa teori atau proposisi yang dihasilkan penelitian berdasarkan
interaksionisme simbolik menjadi universal, sebagaimana diikemukakan Denzin diatas
sejalan dengan pandangan Glaser dan Strauss yang upayanya untuk membangun “teori
berdasarkan data” (grounded theory) dapat dianggap sebagai salah satu upaya serius
17 | K E L O M P O K 1

untuk mengembangkan metodologi interaksionis simbolik. Hanya saja, meskipun bersifat
induktif, pandangan Glaser dan Strauss mugkin terlalu idealis bagi sebagian penganut
interaksionisme simbolik.
Interaksionisme simbolik adalah salah satu model penelitian budaya yang
berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsafah dasar interaksionisme simbolik
adalah fenomenologi.Namun, dibanding penelitian naturalistik dan etnografi yang juga
memanfaatkan fenomenologi, interaksionisme simbolik memiliki paradigma penelitian
tersendiri. Model penelitian ini pun mulai bergeser dari awalnya, jika semula lebih
mendasarkan pada interaksi kultural antar personal, sekarang telah berhubungan dengan
aspek masyarakat dan atau kelompok. Karena itu bukan mustahil kalau awalnya lebih
banyak dimanfaatkan oleh penelitian sosial, namun selanjutnya juga diminati oleh
peneliti budaya.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami budaya lewat perilaku manusia
yang terpantul dalam komunikasi. Interaksi simbolik lebih menekankan pada makna
interaksi budaya sebuah komunitas. Makna esensial akan tercermin melalui komunikasi
budaya antar warga setempat. Pada saat berkomunikasi jelas banyak menampilkan simbol
yang bermakna, karenanya tugas peneliti menemukan makna tersebut.
Dalam pemaknaan interaksi simbolik, bisa melalui proses: (1) terjemah
(translation) dengan cara mengalih bahasakan dari penduduk asli dan memindahkan
rekaman ke tulisan; (2) penafsiran, perlu dicari latar belakangnya, konteksnya, agar
terangkum konsep yang jelas; (3) ekstrapolasi, lebih menekankan kemampuan daya pikir

18 | K E L O M P O K 1

manusia untuk mengungkap di balik yang tersaji; (4) pemaknaan, menuntut kemampuan
integratif manusia, inderawinya, daya pikirnya, dan akal budi.
Contoh: Dalam penelitian mengenai Iklan dan Prostitusi. Subyek menggunakan
’iklan panti pijat’ sebagai media (simbol) penawaran jasa prostitutifnya. Subyek yang lain
memanfaatkan ’tampil di cover majalah pria’ sebagai media lain penawaran atau
komunikasi pemasaran jasa prostitutifnya. Subyek yang lain lagi ’menjual diri’ dengan
tampil di situs jejaring sosial Friendster dengan foto-foto yang ’mengundang’ sebagai
media komunikasi pemasaran atau iklan jasa prostitutifnya. Bagaimana subyek
membentuk simbol-simbol pengiklanan diri tersebut, bagaimana pelanggan dapat
menangkap makna simbol-simbol tersebut sehingga terjadi interaksi dan transaksi ’gelap’
dengan menggunakan simbol-simbol eksklusif lain, bagaimana subyek memandang dan
mendefinisikan diri mereka berdasarkan pandangan orang lain, apakah mereka lebih
senang pemijat plus, model plus, atau sekadar ’teman jalan’? Adakah istilah-istilah dan
bahasa-bahasa isyarat tertentu yang mereka gunakan? Bagaimana dengan keluarga dan
teman-teman mereka di luar lingkungan prostitutif mereka? Apakah mereka
menyembunyikan profesi mereka atau terbuka? Berapa banyak pelanggan dan
penghasilan mereka dari hasil beriklan? Adakah pengaruh iklan terhadap kenaikan
penghasilan mereka? Digunakan untuk apa saja penghasilan mereka? Lebih banyak untuk
membantu perekonomian diri dan keluarga, atau lebih banyak untuk bersenang-senang ?

19 | K E L O M P O K 1