BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Tanam SRI

  Menurut Soekartawi (1999) Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 meter dari permukaan laut dengan temperatur 19-27 derajat celcius, memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan. Padi menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan pH tanah 4 – 7.

  Pola pertanian padi SRI merupakan perpaduan antara metode budidaya padi SRI yang pertamakali dikembangkan di Madagaskar, dengan metode budidaya padi organik dalam praktek pertanian organik. Metode ini akan meningkatkan fungsi tanah sebagai media tumbuh dan sumber nutrisi tanaman. Dengan sistem SRI daur ekologis akan berlangsung dengan baik karena memanfaatkan mikroorganisme tanah secara natural. Pada gilirannya keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan akan selalu terjaga. Di sisi lain, produk yang dihasilkan dari metode ini lebih sehat bagi konsumen karena terbebas dari paparan zat kimia berbahaya (Lubis, 2000).

  Adapun cara teknik budidaya padi yang dianjurkan dalam sistem tanam metode SRI (System of Rice Intensification) adalah antara lain :

  1. Penyemaian Hal pertama yang dilakukan dalam budidaya padi organik adalah menyemai benih. Kegiatan pertama adalah melakukan seleksi benih. Pemilihan benih ini dimaksudkan supaya kita menanam benih yang benar-benar baik. Benih padi yang digunakan untuk luasan 200 meter persegi adalah sebanyak setengah kilogram.

  Untuk mengecek baik tidaknya benih bisa dilakukan dengan menguji benih dalam air, benih yang baik adalah benih yang tenggelam, sementara benih yang mengapung adalah benih yang kurang baik, biasanya benih yang mengapung adalah benih yang kopong ataupun benih yang telah tumbuh.

  Untuk memastikan benih yang tenggelam tersebut benar-benar baik, maka uji kembali benih tersebut dengan memasukannya kedalam air yang sudah diberi garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur, maka telur akan terapung. Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut. Benih yang telah diuji lalu direndam dalam air biasa selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2-3 hari ditempat yang lembab hingga keluar calon tunas dan kemudian disemaikan pada media tanah dan kemudian pupuk kompos sekitar sebanyak 10 kg. Setelah umur semai 7-12 hari benih padi sudah siap ditanam.

  2. Pengolahan lahan Pengolahan lahan untuk penanaman padi sawah dilakukan dengan cara dibajak dan dicangkul. Biasanya dilakukan minimal 2 kali pembajakan yakni pembajakan kasar dan pembajakan halus yang diikuti dengan pencangkulan: Total pengolahan lahan ini bisa mencapai 2-3 hari. Setelah selasai, aliri dan rendam dengan air lahan sawah tersebut selama 1 hari. Pastikan keesokan harinya benih yang telah disemai sudah siap ditanam, yakni sudah mencapai umur 7-12 harian, perlu diingat, usahakan bibit yang disemai tidak melebihi umur 12 hari mengingat jika terlalu tua maka tanaman akan sulit beradaptasi dan tumbuh ditempat baru (sawah) karena akarnya sudah terlalu besar.

  3. Penanaman Sebelum ditanam, lakukan pencaplakan (pembuatan jarak tanam), jarak tanam yang baik adalah jarak tanam sesuai dengan metode SRI yakni tidak terlalu rapat, biasanya 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm. Lakukan penanaman dengan memasukkan satu bibit pada satu lubang tanam. Penanaman jangan terlalu dalam supaya akar biar leluasa bergerak.

  4. Perawatan Pada penanaman budidaya padi organik dengan metode SRI yang paling penting adalah menjaga aliran air supaya sawah tidak tergenang terus menerus namun lebih pada pengaliran air saja. Untuk itu, setiap hari petani biasanya melakukan control dan menutup serta membuka pintu air secara teratur. Berikut panduan pengairan SRI:

  • Penanaman dangkal, tanpa digenangi air, mecek-mecek, sampai anakan sekitar 10-14 hari
  • Setelah itu, isi air untuk menghambat pertumbuhan rumput dan untuk pemenuhan kebutuhan air dan melumpurkan tanah, digenangi sampai tanah tidak tersinari matahari, setelah itu diairi air saja.
  • Sekitar seminggu jika tidak ada pertumbuhan yang signifikan dilakukan pemupukan, ketika pemupukan dikeringkan dan galengan ditutup

  • Ketika mulai berbunga, umur 2 bulan, harus digenangi lagi, dan ketika akan panen dikeringkan Pemupukan biasanya dilakukan pada 20 hari setelah tebar, pupuk yang digunakan adalah kompos sekitar 175-200 kg. Ketika dilakukan pemupukan sawah dikeringkan dan pintu air ditutup. Setelah 27 hari setelah tebar, aliri sawah secara bergilir antara kering dan basah. Beberapa hama yang sering menyerang tanaman padi diantaranya burung, walang sangit, wereng dan penyakit ganjuran atau daun menguning.

  Cara penanganannya bisanya dengan cara manual, membuat orang-orangan sawah untuk hama burung, penyemprotan dengan pestisida hayati seperti nanas, bawang putih dan kipait atau gadung, serta untuk penyakit biasanya dengan cara mencabut dan membakar tanaman yang sudah terkena penyakit daun menguning.

  Untuk pencegahan harus dilakukan penanaman secara serentak supaya hama dan penyakit tidak datang, penggunaan bibit yang sehat, pengaturan air yang baik, dan dengan melakukan sistem budidaya tanaman sehat yang cukup nutrisi dan vitamin sehingga kekebalannya tinggi.

  Hama lain yang sering menyerang adalah hama putih, thrips, wereng, walang sangit, kepik hijau, penggerek batang padi, tikus, dan burung. Sementara itu penyakitnya adalah penyakit bercak daun coklat, penyakit blast, Busuk pelepah daun, fusarium, penyakit kresek atau hawar daun dan penyakit tungro.

5. Panen

  Padi mulai berbunga pada umur 2-3 bulan dan bisa dipanen rata-rata pada umur sekitar 3,5 sampai 6 bulan, tergantung jenis dan varietasnya. Pada luasan lahan 200 meter persegi, untuk padi yang berumur pendek (3,5 bulan) biasanya diperoleh 2 kwintal gabah basah, setara dengan 1, 5 kwintal gabah kering atau 90 kg beras. Setelah dipanen, padi bisa dijual langsung, atau juga dijemur dulu sekitar 1-2 hari baru kemudian dijual, atau setelah dijemur digiling baru dijual berupa beras ataupun untuk dikonsumsi sebagiannya.

  Keunggulan dari metode SRI, antara lain: 1. Dengan sistem pengairan berselang, pemakaian air dapat dihemat hingga 50 persen. Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen pemberian air maksimum 2 cm paling baik kondisi macak-macak sekitar 5 mm dan terdapat periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus).

  2. Tanam bibit muda mampu mengurangi stres tanaman saat di pindah tanam.

  3. Hemat biaya, karena hanya membutuhkan benih sebanyak 5 kg/ha, tidak membutuhkan biaya pencabutan bibit, tidak membutuhkan biaya pindah bibit, meminimalkan tenaga tanam, dan lain-lain.

  4. Hemat waktu, ditanam pada saat bibit berumur muda yaitu 7 - 12 hari setelah semai sehingga waktu panen akan lebih awal.

  5. Produksi meningkat, bahkan di beberapa tempat mampu mencapai 11 ton/ha atau bahkan lebih.

  6. Ramah lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia akan dikurangi dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan MOL), begitu juga penggunaan pestisida (Anonimus, 2012).

2.1.1. Sistem Tanam Legowo 4:1

  Istilah jajar legowo diambil dari bahasa jawa yang secara harfiah tersusun dari kata “lego (lega)” dan “dowo (panjang)” yang secara kebetulan sama dengan nama pejabat yang memperkenalkan cara tanam. Sistem tanam jajar legowo diperkenalkan pertama kali oleh seorang pejabat Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Banjar Negara Provinsi Jawa Tengah yang bernama Bapak Legowo yang kemudian ditindak lanjuti oleh Departemen Pertanian melalui pengkajian dan penelitian sehingga menjadi suatu rekomendasi atau anjuran untuk diterapkan oleh petani dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman padi (Sembiring,2001)

  Cara tanam padi jajar legowo merupakan salah satu teknik produksi yang memungkinkan tanaman padi dapat menghasilkan produksi yang cukup tinggi serta memberikan kemudahan dalam aplikasi pupuk dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Padi yang merupakan tanaman pangan utama penduduk, sebagian besar diproduksi di lahan sawah. (Anonimus, 2012).

  Melalui perbaikan cara tanam padi dengan sistem Jajar legowo diharapkan selain dapat meningkatkan produksi, pengendalian organisme pengganggu dan pemupukan mudah dilakukan. Sistem legowo merupakan suatu rekayasa teknologi untuk mendapatkan populasi tanaman lebih dari 160.000 per hektar. Penerapan Jajar Legowo selain meningkatkan populasi pertanaman, juga mampu menambah kelancaran sirkulasi sinar matahari dan udara disekeliling tanaman pinggir sehingga tanaman dapat berfotosintesa lebih baik (Sembiring,2001).

  Selain itu, tanaman yang berada di pinggir diharapkan memberikan produksi yang lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik, mengingat pada sistem tanam jajar legowo terdapat ruang terbuka seluas 25-50%, sehingga tanaman dapat menerima sinar matahari secara optimal yang berguna dalam proses fotosintesis (Pujaratno,2010).

  Penerapan sistem tanam legowo disarankan menggunakan jarak tanam (25x25) cm antar rumpun dalam baris; 12,5 cm jarak dalam baris; dan 50 cm sebagai jarak antar barisan/ lorong atau ditulis (25x12,5x50) cm. Hindarkan penggunaan jarak tanam yang sangat rapat, misalnya (20x20) cm, karena akan menyebabkan jarak dalam baris sangat sempit (Adiratma, 2004).

  Menurut pujaratno (2010), adapun cara dan teknik bercocok tanam yang dianjurkan dalam sistem tanam legowo adalah sebagai berikut: Pengolahan Tanah

  Pada teknologi sistem tanam legowo pengolahan tanah harus dilakukan hingga berlumpur dan rata yang dimaksudkan untuk menyediakan media pertumbuhan yang baik bagi tanaman padi dan untuk mematikan gulma. Pembajakan tanah dilakukan dua kali. Setelah pembajakan pertama sawah digenang dahulu sekitar 7-

  15 hari, kemudian dilakukan pembajakan kedua diikuti penggarukan untuk meratakan pelumpuran.

  Untuk tanah yang lapisan olahnya dalam, pengolahan cukup dilakukan dengan penggarukan tanpa pembajakan terutama pada musim kemarau. Kemudian diberikan pupuk organik dalam bentuk jerami atau pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha pada saat pengolahan tanah kedua. Pada saat pemberian pupuk organik ini dilakukan sampai tercampur dengan rata.

  Sistem Tanam Adapun sistem tanam yang digunakan adalah sistem tanam legowo 4:1. Dalam penanaman pola jajar Legowo 4:1 ini terdapat empat baris tanaman padi dan diselingi oleh satu baris tanaman padi dan diselingi satu baris yang sengaja dikosongkan. Hal ini bertujuan untuk mengkompensasikan populasi tanaman pada baris yang dikosongkan. Pada baris yang kosong dapat dibuat benteng. Benteng berfungsi untuk memudahkan pada saat pemupukan sehingga petani tidak perlu turun kesawah. Jumlah Benih Per Lubang

  Pada teknologi sistem tanam legowo 4:1 jumlah benih yang ditanam adalah 1- 3 per lubang, sehingga dapat menghemat benih. Manfaat lain dari pengurangan benih yang ditanam juga agar dapat tumbuh dan berkembang lebih baik, perakaran lebih intensif dan anakan lebih banyak.

  Jumlah Benih Per Hektar

  Jumlah benih per hektar pada sistem tanam legowo 4:1 adalah sekitar 10- 15 kg/ha.

  Umur Bibit Umur bibit yang ditanam pada teknologi sistem tanam legowo ini adalah sekitar 10-15 hari. Hal ini memungkinkan bagi tanaman untuk tumbuh lebih baik dengan jumlah anakan cenderung lebih banyak. Perakaran bibit berumur <15 hari lebih cepat beradaptasi dan lebih cepat pulih dan stress akibat dipindahkan dari persemaian ke lahan pertanaman, apalagi pada kondisi tanah macak-macak dengan irigasi berselang dan diberi pupuk organik.

  Dosis pupuk Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan kebutuhan pupuk bagi tanaman padi adalah: kebutuhan hara tanaman, ketersediaan hara dalam tanah, pH tanah, dan adanya sumber hara lain terutama K dan N dari bahan organik, air irigasi dan sebagainya. Bila sumber hara lain dapat diketahui jumlahnya maka takaran pupuk perlu dikurangi.

1. Nitrogen.

  Optimalisasi penggunaan pupuk N (Urea) dalam teknologi sistem tanam legowo dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan BWD ( Bagan Warna Daun). BWD adalah alat sederhana untuk mengukur warna daun padi. Alat ini terdiri dari komponen warna yang menyerupai warna daun padi yang dibedakan kedalam enam skala warna.

  Masing-masing dicirikan oleh warna padi. Skala 1 (kuning) mencerminkan tanaman sangat kekurangan N, sedangkan skala 6 (hijau tua) menggambarkan tanaman sangat kelebihan N. Dengan menggunakan BWD dapat diketahui kapan tanaman padi harus diberikan pupuk N sesuai dengan dosis pupuk yang harus diberikan.

  2. Fosfat.

  Takaran pupuk Fosfat (P) pada teknologi sistem tanam legowo 4:1 ditetapkan berdasarkan hasil analisis tanah dengan HCl 25%. Hara P yang diperlukan tanaman padi relatif sedikit, sekitar 10% dari jumlah hara N dan K. Namun demikian ketersediaan hara P ditanah tergantung berbagai faktor seperti pH tanah, kandungan Fe, Al, dan Ca, tekstur, senyawa-senyawa organik, mikroorganisme dalam tanah, yang tidak kalah penting adalah kondisi tanaman terutama perakarannya.

  3. Kalium Ketersediaan dan sumber hara K di alam umumnya cukup banyak. Selain dari mineral tanah, hara K juga dapat bersumber dari air irigasi, jerami padi, dan bahan organik lainnya. Oleh karena itu, tanaman padi kurang tanggap terhadap pemberian pupuk K. Untuk memudahkan penentuan kebutuhan pupuk K bagi tanaman padi takaran pupuk ditetapkan berdasarkan hasil analisis tanah atau status hara.

  Hara S dan Zn Belum optimalnya hasil tanaman padi di beberapa lahan sawah berbagai daerah disebabkan oleh kurangnya hara seperti belerang (S) dan seng (Zn). Untuk mengantisipasi kendala tersebut maka perlu dilakukan analisis tanah untuk menentukan kebutuhan hara tanaman. Pengelolaan Air Pengelolaan air yang digunakan pada teknologi sistem tanam legowo adalah irigasi berselang ( intermitten ). Pada sistem irigasi berselang, tanah diusahakan untuk mendapat aerasi beberapa kali agar tidak terlalu lama dalam kondisi anaerobic yaitu dengan cara mengatur waktu pengairan dan pengeringan atau drainase. Pemberian Bahan Organik

  Jumlah bahan organik yang digunakan tergantung pada ketersediaan, jenis dan jumlahnya. Usahakan agar jerami dikembalikan ke lahan sawah, dengan cara dibenam atau diolah menjadi kompos, atau dijadikan pakan ternak (sapi) yang kotorannya diproses menjadi kompos pupuk kandang. Untuk 1 ha lahan diperlukan 1-2 ton kompos pupuk kandang, diaplikasikan setiap musim kalau tersedia dengan harga murah.

  Panen dan Pasca Panen Ada 4 jenis alat perontok padi yang dikenal, yaitu: 1. Krepyok, yaitu alat perontok padi tradisional dengan sistem membanting 2. Dayung, alat perontok padi dengan cara mendayung 3. Commant layang, yaitu alat perontok padi yang sudah lebih efisien dari sistem dayung

4. Power Therser, yaitu alat perontok padi modern yang dianjurkan untuk digunakan pada sistem tanam legowo 4:1.

2.2. Landasan Teori

  Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang,1993).

  Pendapatan dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai hasil berupa uang atau hal materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas. Kondisi seseorang dapat di ukur dengan menggunakan konsep pendapatan yang menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang selama jangka waktu tertentu (samuelson dan Nordhaus,1995).

  Produksi adalah sejumlah hasil dalam satu lokasi dan waktu tertentu. Satuan dari produksi adalah satuan berat. Hasil merupakan keluaran (output) yang diperoleh dari pengelolaan input produksi atau sarana produksi dari suatu usahatani. Produksi juga merupakan fungsi tanah, modal, tenaga kerja dan manajemen sebagai suatu kesatuan yang mutlak diperlukan dalam proses produksi atau usahatani (Daniel, 2002).

  Menurut Suratiyah (2009), untuk menghitung biaya dan pendapatan dalam usahatani dapat menggunakan pendekatan nominal tanpa memperhitungkan nilai uang menurut waktu ( time value of money) tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung jumlah pengeluaran dan penerimaan dalam suatu periode proses produksi.

  Analisis komparasi atau perbedaan merupakan prosedur statistik untuk menguji perbedaan diantara dua data (variable) atau lebih. Analisis perbedaan atau uji perbedaan ini sangat tergantung pada jenis data (nominal, ordinal, interval, dan rasio) dan kelompok sampel yang diuji. Jenis teknik statistic yang digunakan untuk menghitung hipotesis komparatif harus sesuai dengan jenis data atau variable berdasarkan skala pengukuran (Sunyoto, 2011).

  Biaya usahatani biasanya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1. Biaya tetap (fixed cost) 2.

  Biaya tidak tetap (variable cost) Biaya tetap ini umumnya didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Contoh biaya tetap antara lain: sewa tanah, pajak, alat pertanian dan iuran irigasi. Disisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefenisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Kasmir, 2003).

2.3. Kerangka Pemikiran

  Usahatani adalah suatu usaha yang mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang terdiri dari lahan, modal untuk pembiayaan sarana produksi serta tenaga kerja yang seluruhnya ditujukan untuk proses produksi sehingga akan dihasilkan output usahatani. Keberhasilan suatu usahatani akan sangat tergantung pada kemampuan petani dalam mengelola usahataninya.

  Faktor produksi merupakan faktor utama bagi petani dalam melaksanakan usahataninya. Untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka petani harus mampu memanajemen faktor-faktor produksi tersebut secara efisien. Faktor produksi adalah lahan, modal, tenaga kerja dan sarana produksi.

  Di dalam suatu usahatani, kepemilikan lahan yang merupakan salah satu faktor produksi umumnya sangat mendukung untuk pengembangan usahatani tersebut. Hal ini dikarenakan, semakin luas lahan yang dimiliki oleh petani maka akan semakin besar potensi petani tersebut untuk mengembangkan usahataninya.

  Usahatani dalam operasinya bertujuan untuk menghasilkan pendapatan yang diinginkan. Oleh karena itu dalam pengelolaan usahatani haruslah efisien, baik dalam penggunaan input maupun dalam penggunaan modal. Dilain pihak manakala petani dihadapkan pada keterbatasan faktor input, misalnya modal dalam melakukan faktor produksi, maka mereka juga tetap mencoba bagaimana meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala modal yang terbatas yaitu dengan penghematan input sehingga biaya dapat ditekan.

  Secara skematis kerangka pemikiran digambarkan sebagai berikut: Petani Padi Sawah

  1. Sistem Sistem 1.

  Luas Luas

  Panen Tanam Tanam Panen

  2. legowo SRI 2.

  Biaya Biaya

  Produksi Produksi 3.

  3. Harga Harga

  Gabah Gabah

  Produksi Komparasi Pendapatan

  Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI dengan Petani Sistem Tanam Legowo Keterangan :

  : Menyatakan Pengaruh : Menyatakan Hubungan

2.4. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, dan landasan teori yang telah dikemukakan, dugaan sementara atau hipotesis penelitian adalah:

  1. Faktor-faktor luas lahan, biaya produksi dan harga gabah pada sistem tanam SRI berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani.

  2. Faktor-faktor luas lahan, biaya produksi dan harga gabah pada sistem tanam Legowo berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani.

  3. Ada komparasi produksi antar petani sistem tanam SRI dan petani sistem tanam legowo.

  4. Ada komparasi pendapatan antar petani sistem tanam SRI dan petani sistem tanam legowo.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

4 102 81

Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

12 168 47

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Studi Pelaksanaan Program SRI (System of Rice Intensification) Petani Pemula dan Petani Berpengalaman(Studi Kasus: Desa Aras, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara)

0 40 81

Analisis Tingkat Kepuasan Buruh Di Perkebunan Terhadap Sistem Pengupahan (Studi Kasus: PT.SOCFINDO Kebun Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

34 168 88

SAWAH System of Rice Intensification (SRI) (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai) SKRIPSI

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Dan Strategi Pengembangan Nilai Tambah Produk Perikanan (Studi Kasus: Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 17

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 46