PEMBAHARUAN ISLAM DI india MESIR

PEMBAHARUAN ISLAM DI MESIR :
MUHAMMAD ABDUH, JAMALUDDIN AL AFGHANI, DAN HASAN AL BANNA
1. MUHAMMAD ABDUH
1.1. BIOGRAFI MUHAMMAD ABDUH
Muhammad Abduh (Bahasa Arab: ‫( ) محمد عبده‬Delta Nil, 1849 – Alexandria, 11
Juli 1905 ) adalah seorang pemikir muslim dari Mesir, dan salah satu penggagas gerakan
modernisme Islam. Beliau belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar,
Kairo, dan juga murid dari Jamal al-Din al-Afghani, seorang filsuf dan pembaharu yang
mengusung gerakan Pan-Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara
Asia dan Afrika.
1.2. PEMBAHARUAN-PEMBAHARUAN MUHAMMAD ABDUH
Muhammad Abduh memiliki andil besar dalam perbaikan dan pembaharuan
pemikiran Islam kontemporer. Telah banyak pembaharuan yang beliau lakukan
diantaranya:
a. Reformasi pendidikan
Mohammad Abduh memulai perbaikannya melalui pendidikan. Menjadikan
pendidikan sebagai sektor utama guna menyelamatkan masyarakat mesir. menjadikan
perbaikan sistem pendidikan sebagai asas dalam mencetak muslim yang shaleh.
b. Mendirikan lembaga dan yayasan sosial.
Sepak terjang dalam perbaikan yang dilakukan Muhammad Abduh tidak hanya
terbatas pada aspek pemerintahan saja seperti halnya perbaikan pendidikan dan Al-Azhar.

Akan tetapi lebih dari itu hingga mendirikan beberapa lembaga-lembaga sosial.
Diantaranya: Jami’ah khairiyah islamiyah,jami’ah ihya al-ulum al-arabiyah,dan juga
jami’ah at-taqorrub baina al-adyan.
c. Mendirikan sekolah pemikiran.
Muhammad Abduh adalah orang pertama yang mendirikan sekolah pemikiran
kontemporer. Yang memiliki dampak besar dalam pembaharuan pemikiran islam dan
kebangkitan akal umat muslim dalam menghadapi musuh-musuh islam yang sedang
dengan gencar menyerang umat muslim saat ini.
d. Penafsiran al-Qur’an
Di antara pembaruan yang dilakukan Muhammad Abduh adalah dengan
menghadirkan buah karya penafsiran al-qur’an. Adalah Tafir Al-Mannar yang di tulis

1|Pembaharuan Islam di Mesir

Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad Rasyid Ridho yang telah meberikan corak
baru dalam ilmu tafsir. Corak tafsir yang dikembangkan ini disebut Mufassirin “adabi
ijtima’i” (budaya masyarakat). Corak ini menurut Muhammad Husein adz-Dzahabi
menitik beratkan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an pada segi ketelitian redaksinya,
kemudian menyusun kandungannya dalam suatu redaksi yang indah dengan menonjolkan
segi-segi petunjuk al-Qur’an bagi kehidupan, serta menghubungkan pengertian ayat-ayat

tersebut dengan hukum-hukum alm yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan
dunia.
Diantara prinsip Muhammad Abduh dalam menafsirkan ayat adalah, Al-Qur’an
menjadi pokok. al-Qur’an didasarkan segala mazhab dan aliran keagamaan, bukannya
mazhab-mazhab dan aliran yang menjadi pokok, dan ayat-ayat Al-Qur’an hanya
dijadikan pendukung mazhab-mazhab tersebut. Kecuali itu, Muhammad Abduh
membuka lebar pintu ijtihad. Menurutnya dengan membuka pintu ijtihad akan memberi
semangat dinamis terhadap perkembangan Islam dalam seluruh aspeknya1.
2. JAMALUDDIN Al AFGHANI
2.1. BIOGRAFI JAMALUDDIN AL AFGHANI
Jamaluddin Al-Afghani lahir di As’adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul,
Afghanistas tahun 1839 dan meninggal di Istambul tahun 1897.
Tetapi penelitian para sarjana menunjukkan bahawa ia sebenarnya lahir di kota
yang bernama sama (As’adabad) tetapi bukan di Afghanistan, melainkan di Iran. Ini
menyebabkan banyak orang, khususnya mereka di Iran lebih suka menyebut pemikir
pejuang muslim modernis itu Al-As’adabi, bukan Al-Afghani, walaupun dunia telah
terlanjur mengenalnya sebagaimana dikehendaki oleh yang bersangkutan sendiri, dengan
sebutan Al-Afghani. Ia mempunyai pertalian darah dengan Husein bin Ali melalui Ali AtTirmizi,ahli hadis terkenal. Keluarganya mengikuti mazhab Hanafi. Ia adalah seorang
pembaharu yang berpengaruh di Mesir. Ia menguasai bahasa-bahasa Afghan, Turki,
Persia, Perancis dan Rusia.

2.2. PEMIKIRAN POLITIK JAMALUDDIN AL-AFGHANI
Ide-ide pembaharuan dan pemikiran politik Al-Afghani tentang negara dan sistem
pemerintahan akan diuraikan berikut ini :
1. Bentuk negara dan pemerintahan
1 http://hikmawansp.wordpress.com/2012/01/03/muhammad-abduh-dan-pemikirannya-tokohpembaharuan/ diunduh pada hari Jumat, 26 September 2014 Jam 13:46

2|Pembaharuan Islam di Mesir

Menurut Al-Afghani, Islam menhendaki bahwa bentuk pemerintahan adalah
republik. Sebab, di dalamnya terdapat kebebasan berpendapat dan kepala negara harus
tunduk kepada Undang-Undang Dasar. Pemunculan ide Al-Afghani tersebut sebagai
reaksi kepada salah satu sebab kemunduran politis yaitu pemerintah absulot.
2. Sistem Demokrasi
Pemerintahan demokratis merupakan salah satu identitas yang paling khas dari
dari pemerintahan yang berbentuk republik. Dalam pemerintahan negara yang
demokratis, kepala negara harus mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin
masyarakat yang berpengalaman karena pengetahuan manusia secara individual terbatas
sekali dan syura diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an agar dapat dipraktekkan
dalam berbagai urusan.
Menurut Al-Afghani, pemerintahan yang demokrasi menghendaki adanya majelis

perwakilan rakyat. Lembaga ini bertugas memberikan usul dan pendapat kepada
pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan negara.
Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa sumber kekuasaan menurut Al-Afghani
adalah rakyat, karena dalam pemerintahan republik, kekuasaan atau kedaulatan rakyat
terlembaga dalam perwakilan rakyat yang anggotanya dipilih oleh rakyat.
3. Pan Islamisme / Solidaritas Islam
Al-Afghani menginginkan adanya persatuan umat Islam baik yang sudah
merdeka maupun masih jajahan. Gagasannya ini terkenal dengan Pan Islamisme. Ide
besar ini menghendaki terjalinnya kerjasama antara negara-negara Islam dalam masalah
keagamaan, kerjasama antara kepala negara Islam. Kerjasama itu menuntut adanya rasa
tanggungjawab bersama dari tiap negara terhadap umat Islam dimana saja mereka
berada, dan menumbuhkan keinginan hidup bersama dalam suatu komunitas serta
mewujudkan kesejahteraan umat Islam.2
3. HASSAN AL BANNA
3.1. BIOGRAFI HASSAN AL BANNA (1906 M - 1949 M)
Hassan Al Banna lahir pada tahun 1906, di sebuah kota Mahmudiah Propinsi
Buhairah di Mesir. Namanya adalah Hasan al-Banna al-Syahid Hasan bin Ahmad abd.
Al-Rahim al-Banna. Beliau dibesarkan dalam keluarga yang amat kuat berpegang pada
2 http://juraganmakalah.blogspot.com/2013/04/pembaruan-pemikiran-jamaluddin-al_17.html diunduh
pada hari Jumat, 10 Oktober 2014 Jam 13:05


3|Pembaharuan Islam di Mesir

Islam. Hassan al Banna merupakan anak sulung daripada lima beradik. Ayahnya, Syeikh
Ahmad ibn Abd al Rahman al-Banna. adalah seorang ulama, imam, guru dan pengarang
beberapa buah kitab hadis dan fikih perundangan Islam, yang lulus dari Universitas Al
Azhar Mesir.
Beliau bekerja memperbaiki jam pada waktu malam sebagai sumber rezeki untuk
menghidupi keluarganya. Pada siang hari, beliau menjadi Imam di sebuah masjid di
kampungnya. Disinilah Al-Banna mendapatkan pengajaran tentang prinsip-prinsip Islam
dan berdakwah. Diantara karya sang ayah adalah kitab Tafsir Musnad Imam Ahmad Ibnu
Hanbal.
Sedangkan ibunda dari Hasan al-Banna bernama Ummu Sa’ad Ibrahim Saqr.
Ibundanya adalah wanita bertipologi cerdas, disiplin, cerdik dan teguh pendirian. Apabila
telah memutuskan sesuatu, maka akan sulit bagi Ummu Sa’ad untuk menarik
keputusannya. Perhatiannya pada pendidikan, membuat sang ibu bertekad untuk
menyekolahkan Al-Banna hingga ke pendidikan tinggi. Ummu Sa’ad memiliki delapan
delapan orang anak, yaitu Hasan Al-Banna, Abdurrahman, Fatimah, Muhammad, Abdul
Basith, Zainab, Ahmad Jamaluddin, dan Fauziyah.
Al Banna berguru pada ayahnya sehingga bisa menghafal Qur'an 30 juz. Pada

usia remaja, ayahnya mengizinkan menggunakan kitab-kitab simpanannya untuk dibaca,
hingga akhirnya Al Banna dapat memahami Islam dan bahasa Arab dengan baik.
3.2. PEMBAHARAUAN-PEMBAHARUAN HASSAN AL BANNA
Hasan al-Banna sebagai salah satu tokoh pergerakan Islam yang memiliki
pengaruh di Mesir, bahkan dunia Islam memiliki pemikiran dan praksis dalam kancah
politik. Pemikiran politik Hasan al-Banna, setidaknya ada empat hal, yaitu: ‘Urubah
(Arabisme), Wathaniyah (Patriotisme), Qaumiyah (Nasionalisme), dan ‘Alamiyah
(Internasionalisme).
A. ‘Urubah (Arabisme)

4|Pembaharuan Islam di Mesir

Arabisme menurut Al Banna adalah karena faktor kesatuan bahasa. Tanpa arab
tidak ada Islam. Islam turun di dunia arab, oleh karena itu kaum muslimin perlu menjaga
nama baik arab.
B. Wathaniyah (Patriotisme)
Patrotisme dalam Islam dibolehkan selama tidak mengrah pada kesempitan
pandangan jahiliyah. Kerinduan pada tanah air adalah suatu yang fitrawi, namun tetap
dikendalikan oleh konsepsi Islam.
C. Qaumiyah (Nasionalisme)

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk
sekelompok manusia.3
Menurut Hasan al-Banna ada tiga unsur nasionalisme, yaitu: nasionalisme
kejayaan, nasionalisme umat, dan berkata tidak pada nasionalisme yang bersifat
jahiliyah.
D. ‘Alamiyah (Internasionalisme)
Allah Swt berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anbiya ayat 107:
(١٠٧) ‫نونما أ نلرنسل لننانك مإل نرلحنمةة لمل لنعال نممينن‬
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.”
Ayat ini berarti bahwa diutusnya nabi Muhammad Saw adalah ditujukan untuk
seluruh umat manusia dari seluruh suku bangsa. ”Rahmatan Lil’Alamin” adalah konsep
yang menjelaskan tentang internasionalisme Islam yang tidak mengenal sekat teritorial.
Jika internasionalisme diterjemahkan dengan “Pemerintahan Dunia”, maka
pengertiannya yang bisa diberikan adalah “Sebuah kesatuan pemerintahan dengan
3 Ensiklopedia Wikipedia

5|Pembaharuan Islam di Mesir


otoritas mencakup planet Bumi. Tidak pernah ada satu Pemerintahan Dunia yang pernah
terjadi sebelumnya, meskipun kerajaan besar dan superpower telah mendapatkan
tingkatan kekuasaan yang mirip. Contoh sejarah telah dihambat oleh kenyataan bahwa
komunikasi dan perjalanan yang tak memungkinkan membuat organisasi dunia ini tidak
terjadi. Beberapa internasionalis mencari pembentukan pemerintahan dunia sebagai cara
mendapatkan kebebasan dan sebuah peraturan hukum di seluruh dunia. Beberapa orang
khawatir bahwa pemerintah dunia harus dapat menghormati keragaman negara atau
manusia yang tercakup di dalamnya.
Dan di sisi lain memandang ide ini sebagai sebuah kemungkinan mimpi buruk,
dalam dunia yang kacau pemerintah berusaha menciptakan negara totalitarian yang tak
berakhir tanpa ada kemungkinan untuk kabur atau revolusi.
Internasionalisme menurut Hasan al-Banna inheren dalam Islam, karena Islam
adalah agama yang diperuntukkan untuk seluruh umat manusia. “Adapun dakwah kita
disebut internasional, karena ia ditujukan kepada seluruh umat manusia. Manusia pada
dasarnya bersaudara; asal mereka satu, bapak mereka satu, dan nasab mereka pun satu.
Tidak ada keutamaan selain karena takwa dan karena amal yang dipersembahkannya,
meliputi kebaikan dan keutamaan yang dapat dirasakan semuanya,” .
Konsep internasionalisme merupakan lingkaran terakhir dari proyek politik alBanna dalam program ishlahul ummah (perbaikan umat). Dunia, tidak bisa tidak,
bergerak mengarah ke sana. Persatuan antar bangsa, perhimpunan antar suku dan ras,
bersatunya sesama pihak yang lemah untuk memperoleh kekuatan, dan bergabungnya

mereka yang terpisah untuk mendapatkan hangatnya persatuan, semua itu merupakan
pengantar menuju terwujudnya kepemimpinan prinsip internasionalisme untuk
menggantikan pemikiran rasialisme dan kesukuan yang diyakini umat manusia sebelum
ini. Dahulu memang harus meyakini ini untuk menghimpun unsur-unsur dasar, lalu harus
dilepaskan kemudian untuk menggabungkan berbagai kelompok besar, setelah itu
terwujudlah kesatuan total di akhirnya. Langkah ini, menurutnya memang terkesan
lambat, akan tetapi memang harus terjadi.
Untuk mewujudkan konsep ini juga Islam telah menyodorkan sebuah
penyelesaian yang jelas bagi masyarakat untuk keluar dari lingkaran masalah seperti ini.
6|Pembaharuan Islam di Mesir

Langkah pertama kali yang dilakukan adalah dengan mengajak kepada kesatuan akidah,
kemudian mewujudkan kesatuan amal. Hal ini sejalan dengan ayat dalam al-Qur’an surat
Asyura 13:
Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku Maka utuslah (Jibril) kepada
Harun. ” Maksudnya: agar Harun itu diangkat menjadi Rasul untuk membantunya.
Dalam Risalah Pergerakan, Hasan al-Banna berharap pada negerinya yaitu Mesir
yang mendukung upaya dakwah Islamiyah, menyatukan seluruh bangsa Arab untuk
kemudian melindungi seluruh kaum muslimin di penjuru bumi. Namun, harapan ini
tetaplah belum membuahkan hasil maksimal karena sejak Hasan al-Banna wafat sampai

sekarang Mesir belum menjadi sentrum dari kesatuan umat Islam sedunia. Malah, pada
beberapa kasus, seperti masalah invasi Israel ke Gaza Palestina (2009), Mesir banyak
mendapat kecaman karena tidak kooperatif dengan aktivis pergerakan Islam namun dekat
dan bahkan pada titik tertentu, mendapatkan intervensi dari Barat.4
KOMENTAR PRIBADI
Bahwa perjuangan Muhammad Abduh, Jamaluddin Al Afghani, Hassan Al Banna
merupakan sebuah sumbangan pemikiran bagi dunia Islam yang patut untuk diapresiasi.
Namun ada satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa untuk sebuah pintu ijtihad yang
dikemukan oleh Muhammad Abduh pada dasarnya telah tertutup rapat bagi siapapun
menurut Ijma’ Ulama’. Sedangkan untuk Hasan Al Banna terlalu ta’ashshub dan terlalu
kaku dalam mengartikan sebuah Urubiyah-nya memang benar Islam diturunkan di tanah
arab tapi tujuannnya utamanya bukan hanya diperuntukkan untuk arab, bukankah Allah
telah berfirman ” dan Kami (Allah) tidak mengutusmu Muhammad kecuali sebagai
rahmat bagi alam semesta”. Wallahu A’lam bis Shawab.

4 https://www.academia.edu/3340414/Hassan_al_Bana diunduh pada hari Jumat, 26 sep -14 Jam 13:57

7|Pembaharuan Islam di Mesir