SEDEKAH BUMI DI DESA WANGLU KULON

SEDEKAH BUMI DI DESA WANGLU KULON
Oleh: Aqib F. Antasena
Desa Wanglu Kulon merupakan salah satu desa di Kecamatan Senori
Kabupaten Tuban. Desa Wanglu kulon memiliki kepadatan penduduk sekitar
2.300 jiwa. Mayoritas pekerjaan dari warga desa adalah petani dan wiraswasta.
Petani menjadi pekerjaan yang mendominasi, karena Desa Wanglu Kulon adalah
area yang mempunyai banyak petak sawah. Selain petani, beberapa penduduk
desa juga bekerja sebagai wiraswasta. Di desa, lapangan pekerjaan tersedia
sedikit, sehingga warga banyak merantau ke luar kota. Banyak pemuda desa
memutuskan sekolah untuk mencari uang ke luar kota. Biasanya, keinginan para
pemuda berasal dari diri sendiri. Hal tersebut dikarenakan lapangan pekerjaan
yang sedikit untuk menampung masyarakat sekitar.
Penduduk Desa Wanglu Kulon tergolong sebagai warga tradisional.
Ketradisionalan mereka terlihat dari gaya hidup yang masih sederhana.
Kesederhanan dibuktikan dari tingkah laku dan kebiasaan warga, seperti
kebiasaan tidak memakai alas kaki dalam aktivitas sehari-hari, lantai sebagian
rumah terbuat dari tanah, beberapa dinding rumah memakai gedek. Gedek
merupakan dinding yang terbuat dari anyaman bambu.
Ketradisonalan penduduk dapat dilihat dari pelestarian tradisi. Pelestarian
tradisi merupakan hal yang penting. Pelestarian tradisi dijadikan sebagai simbol
kegiatan di Desa Wanglu Kulon. Tradisi tersebut sudah ditetapkan oleh para

sesepuh desa. Tradisi tersebut perlu dijaga keberadaannya, sehingga Desa Wanglu
Kulon mempunyai karakteristik pada titik tertentu. Tradisi yang bernilai positif
dapat bermanfaat bagi warga desa. Tradisi tersebut adalah sedekah bumi.
Biasanya, sedekah bumi disebut manganan. Tradisi tersebut diadakan
secara ruitin setiap satu tahun sekali. Sedekah bumi diadakan dengan maksud
tertentu. Maksud dari penyelenggaraan sedekah bumi adalah sebagai rasa syukur
warga atas hasil panen yang didapatkan. Acara sedekah bumi dilaksanakan pada
tempat yang sudah ditentukan. Sejak dulu, tempat tersebut dipercaya sebagai
penyebab untuk diselenggarakannya sedekah bumi. Sumur gede adalah tempat
untuk melaksanakan acara sedekah bumi. Pada zaman dahulu, sumur gede
merupakan tempat untuk berkumpul bagi penduduk sekitar. Perkumpulan tersebut
sudah menjadi kebiasaan bagi warga sekitar, meskipun mereka hanya berbincangbincang biasa. Biasanya, waktu untuk berkumpul secara besar-besaran adalah
pada musim panen. Tempat tersebut dipilih, karena pada zaman dulu masjid atau
balai desa belum dibangun untuk tempat berkumpulnya warga.
Musim panen merupakan musim yang dinantikan warga, karena panen
merupakan hasil jerih payah petani selama kurang lebih tiga bulan. Sebagian hasil
panen disisakan untuk acara sedekah bumi. Hasil panen tersebut dikumpulkan
untuk diolah warga. Nantinya, hasil panen yang diolah tersebut dimakan secara
bersama-sama. Proses pengolahan dilakukan di rumah warga sendiri, sehingga
warga bergotong-royong untuk kepentingan bersama. Kerukunan tersebut dapat

dijaga oleh penduduk Desa Wanglu Kulon. Upacara sedekah bumi mempunyai
tujuan, agar waga Desa Wangku Kulon diberikan keselamatan dan kebahagiaan di
dunia dan akhirat.

Menurut kepercayaan orang Jawa, sedekah bumi perlu dilakukan dengan
tujuan untuk nyelameti atau nyedekahi hasil bumi yang dimiliki. Bumi yang
ditanami perlu diselameti, agar bumi tidak mengalami musibah. Jika bumi tidak
mengalami musibah, maka hasil panen dapat memuaskan para petani. Segala
rezeki yang kita dapat tidak berasal dari kita sendiri, melainkan rezeki tersebut
datang melalui campur tangan dari tuhan. Upacara sedekah bumi tidak
bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Sedekah bumi adalah sebagai bentuk
syukur terhadap anugerah yang diberikan Allah SWT. Upacara tersebut
dilaksanakan untuk mengucap rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil bumi
yang telah diberikan-Nya kepada warga desa.
Acara tersebut dikelola oleh pihak desa atau perangkat desa. Perangkat
desa ditugaskan untuk mengelola jalannya acara. Acara dimulai dari persiapan
acara sampai hiburan selesai. Sedekah bumi diadakan pada hari selasa wage bulan
selo. Hari tersebut diambil dari babat Desa Wanglu Kulon. Babat merupakan
bahasa jawa. Kata tersebut mempunyai arti penebangan atau pemotongan. Pada
zaman dahulu, babat sering dilakukan untuk mendapatkan tanah pribadi,

Sehingga warga perlu menebang hutan atau membersihkan lahan. Dulunya, Desa
Wanglu Kulon adalah hutan dan sawah. Sesepuh desa yang pertama
membersihkan hutan untuk membangun rumahnya sendiri. Kemudian,
keturunannya banyak membersihkan lahan untuk dijadikan pemukiman. Oleh
karena itu, pemukiman terlihat seperti yang sekarang. Beberapa penduduk
tersebut masih mempunyai nasab keturunan terhadap sesepuh desa.
Sedekah bumi dilaksanakan sekitar pukul 10 pagi. Acara tersebut dihadiri
oleh warga dan perangkat desa yang bersangkutan. Biasanya, undangan diberikan
kepada warga-warga yang dianggap penting di dalam desa, karena hal tersebut
bertujuan untuk menghargai sesepuh atau orang penting. Pelaksanaan acara
dikonsep dengan sederhana. Kesederhanaan itu terlihat dari tempat yang dibuat
duduk warga. Alas tikar digunakan warga untuk duduk secara lesehan. Biasanya,
warga yang hadir bersila untuk mengelilingi hidangan. Hidangan atau konsumsi
disebut berkat. Pada sedekah bumi, berkat tersebut berupa jajanan pasar sampai
nasi ambeng.
Jajanan pasar merupakan salah satu jajanan dalam acara kenduri
(bancak’an). Macam jajanan pasar mempunyai perbedaan antara satu tempat
dengan tempat lain. Menurut Bapak Ali, jajanan pasar memiliki makna yang
mendalam dengan ajaran leluhur, meskipun jajan pasar terdiri dari berbagai
macam makanan yang dianggap barang sepele. Makna tersebut bertujuan, agar

manusia melakukan srawung (kegiatan kemasyarakatan) dengan orang lain.
Jajanan pasar juga melambangkan kemakmuran, karena pasar merupakan sumber
dari jajanan yang bermacam-macam. Selain jajajan pasar, berkat dapat berupa
sego ambeng. Dalam selametan, sego ambeng adalah hidangan yang berfungsi
sebagai lambang keberuntungan. Nasi dimakan secara ramai-ramai oleh empat
hingga lima warga. Ketika makan, warga tanpa menggunakan sendok atau garpu.
Nasi dimakan dengan memakai tangan. Konsumsi tersebut didapatkan dari warga
yang sukarela memberikan bantuan untuk acara. Acara tersebut dimulai setelah
warga sudah terkumpul.

Sedekah bumi dipimpin oleh orang yang dianggap sebagai sesepuh di desa
tersebut. Sedekah bumi juga dapat dipimpin oleh seorang moden. Moden adalah
orang yang dianggap sebagai tokoh agama di desa tersebut. Moden ditetapkan
sebagai pemimpin upacara sedekah bumi. Pemilihan tersebut berdasarkan
kepercayaan, bahwa moden merupakan orang yang mengerti urusan agama. Selain
itu, moden juga diberikan wewenang untuk memimpin kegiatan keagamaan.
Sedekah bumi dimulai dengan pembacaan Al-Fatihah yang ditujukan untuk para
sesepuh desa. Sesepuh desa dianggap berjasa dalam pembentukan desa. Setelah
pengiriman Al-fatihah yang dipimpin moden, acara sedekah bumi dilanjutkan
dengan pembacaan do’a. Biasanya, do’a dipimpin oleh warga yang dianggap

paling berpengaruh di desa atau Kiai desa. Do’a merupakan acara penutup pada
sedekah bumi. Kemudian, acara sedekah bumi dilanjutkan dengan makan-makan.
Konsumsi yang dihidangkan dipersilahkan untuk dapat dimakan bersama. Setelah
acara makan selesai, warga diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Umumnya,
Bapak-bapak tetap tinggal di tempat acara untuk mengobrol.
Acara dilanjutkan dengan kegiatan pembersihan tempat untuk panggung
hiburan.
Dalam
pemilihan
hiburan,
pihak
desa
mengundang
pagelaran/pertunjukan yang bermafaat untuk warga. Biasanya, pihak desa
menyelenggarkan pengajian atau hiburan seni wayang. Pemilihan dua pengisi
acara tersebut dikarenakan, agar warga tidak hanya memperoleh hiburan, tetapi
warga juga mendapatkan ilmu dari acara tersebut. Acara sedekah bumi bukan
hanya dilaksanakan di pagi hari, melainkan acara hiburan juga merupakan
kegiatan sedekah bumi. Pada tahun ini, hiburannya adalah seni wayang kulit. Seni
yang berumur puluhan tahun tersebut dipilih sebagai hiburan. Selain itu, seni

tersebut juga mendidik warga dalam hal sejarah.
Seni wayang mempunyai dua kitab yang menjadi sumber. Sumber kitab
tersebut dijadikan dalang untuk bahan cerita pewayangan. Dua kitab tersebut
adalah kitab Ramayana dan kitab Mahabarata. Kitab Ramayana menceritakan
peperangan antara pasukan raksasa Alengka dengan pasukan kera Ayodia. Perang
itu terjadi sesudah Prabu Rahwana menculik Dewi Shinta di Hutan Dandaka.
Dalam peperangan tersebut, Prabu Rahwana ditaklukkan oleh pasukan Ayodia.
Pasukan Ayodia dikomandoi oleh Prabu Rama Wijaya. Dengan demikian, Dewi
Shinta dapat kembali ke Prabu Rama Wijaya.
Kitab Mahabarata mengisahkan tentang kehidupan keluarga Bharata.
Kehidupan keluarga tersebut berujung pada peperangan Bharatayuddha.
Peperangan tersebut terjadi antara keluarga Pandawa dengan keluarga Kurawa.
Dalam peperangan tesebut, pasukan Pandawa terdiri dari Puntadewa, Bima,
Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Mereka mendapatkan dukungan dari para Prabu
Kresna dan lain-lain. Di sisi lain, pasukan Kurawa terdiri dari Prabu Duryudana,
Dursasana, dan lain-lain. Mereka mendapatkan dukungan dari Resi Bisma. Resi
Bima adalah kakek dari kedua keluarga bharata. Selain Resi Bima, pasukan
Kurawa juga mendapatkan dukungan dari Resi Drona dan Patih Sengkuni. Resi
Drona adalah guru dari Kurawa, sedangkan Patih Sengkuni adalah patih dari
Kurawa. Perang Bharatayuddha terjadi, karena Kurawa mengkhianati janji untuk

memberikan bumi Indraprasta. Kisah-kisah dari kedua kitab tersebut

mengajarkan, bahwa sifat rakus yang dimiliki Prabu Rahwana dan Kurawa dapat
ditaklukkan dengan kebaikan.
Selain pada kisahnya, seni wayang juga memiliki makna filosofis dalam
pagelarannya. Dalang, blencong, kelir, dan simpingan merupakan bagian penting
dalam pergelaran wayang. Masing-masing dari mereka memiliki makna filosofis
yang saling bertautan antara satu dengan lainnya. Tempat simpingan wayang yang
berada di kanan dan kiri kelir melambangkan kebajikan dan keangkaramurkaan.
Dua sifat tersebut dapat dilihat dalam diri manusia dan kehidupannya. Kelir
melambangkan jagad raya. Jagad raya adalah tempat manusia dan seluruh
makhluk ciptaan Allah SWT untuk melangsungkan hidupnya. Blencong
melambangkan sumber cahaya yang dapat diidentikkan dengan matahari. Dalang
merupakan penggerak wayang. Peran dalang mengajarkan, bahwa Allah SWT
adalah penggerak kehidupan seluruh manusia. Bagi orang jawa Khususnya Desa
Wnglu Kulon, seni wayang adalah pertunjukan yang sarat makna. Oleh karena itu,
pihak desa lebih tertarik pada penampilan seni wayang untuk dipertontonkan
kepada warga.